tinjauan pustaka baru
-
Upload
yogi-sanjaya -
Category
Documents
-
view
11 -
download
3
description
Transcript of tinjauan pustaka baru
PENDAHULUAN
I. DEFINISI
Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma
bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran
bernapas yang disebabkan oleh penyempitan dari saluran napas. Penyempitan
saluran napas ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik
secara spontan maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya merupakan
gangguan imunologi1.
Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi,
dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara
bertahap, perlahan-lahan, dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat
pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut.
Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding
bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga
obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari
oleh inflamasi saluran napas2.
II. EPIDEMIOLOGI
Secara geografis prevalensi asma bronkial lebih rendah pada bangsa
Eskimo, Indian di Amerika Utara dan Papua New Guinea1.
Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding
anak perempuan 1.5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih
kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki.
Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang
melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Di Indonesia prevalensi
asma berkisar antara 5-7%1,2.
1
III. ETIOLOGI
Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi
pencetus asma 2:
1. Faktor yang menyebabkan bronkokonstriksi
Bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut yang belum
berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala
yang ditimbulkan cenderung tiba-tiba, berlangsung dalam waktu
pendek dan relatif mudah di atasi dalam waktu singkat. Namun
saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu apabila
sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk
stimulus sehari-hari seperti :
Perubahan cuaca dan suhu udara
Polusi udara
Asap rokok
Infeksi saluran pernapasan
Gangguan emosi
Olahraga yang berlebihan
2. Faktor yang menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan
Faktor ini merupakan penyebab asma yang sesungguhnya atau
asma jenis ekstrinsik. Gejala yang ditimbulkan berlangsung lebih lama
(kronis) dan lebih sulit di atasi dibanding yang diakibatkan oleh
pemicu.
Umumnya penyebab asma adalah alergen yang bisa dalam
bentuk :
Ingestan : alergen yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut
(dimakan/diminum). Ingestan yang utama adalah makanan dan
obat-obatan
2
Inhalan : alergen yang dihirup masuk ke dalam tubuh melalui
hidung atau mulut seperti serbuk bunga, tungau, serpih/kotoran
binatang, jamur, dan lain-lain.
Kontak dengan kulit contohnya bedak, lotion, beberapa metal
dalam bentuk perhiasan, juga karena bersentuhan dengan
barang-barang berbahan lateks.
IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut Global Initiative
for Asthma (GINA) 2011 yakni 3:
Tabel 1. Level Kontrol Asma.
No Karakteristik Terkontrol Terkontrol parsial
Tidak Terkontrol
1 Gejala siang Tidak ada atau ≤ 2x / minggu
> 2x / minggu 3 atau lebih keadaan terkontrol parsial*
2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada3 Gejala malam/ bangun
waktu malamTidak ada Ada
4 Perlu reliever / bantuan inhalasi
Tidak ada atau ≤ 2x / minggu)
> 2x / minggu
5 Fungsi paru PEF atau FEV1)**
Normal < 80% prediksi atau hasil terbaik (bila ada)
*secara definisinya, bila terjadi eksaserbasi maka disebut sebagai asma tidak terkontrol.**tanpa pemberian bronkodilator, pemeriksaan fungsi paru tidak dapat digunakan pada anak usia ≤ 5 tahun.
3
Selain itu, asma dapat dibedakan berdasarkan derajat beratnya serangan
asma menurut GINA 20113:
Tabel 2. Derajat serangan asma.
Parameter Ringan Sedang Berat Respiratory arrest imminent
Aktifitas Dapat berjalan
Dapat berbaring
Dapat berbicara
Lebih suka duduk
Saat istirahat
Duduk membungkuk ke depan
Bicara Beberapa kalimat
Kalimat terbatas
Kata demi kata
Kesadaran Mungkin terganggu
Biasanya terganggu
Biasanya terganggu
Terganggu
Frekuensi napas
Meningkat Meningkat Sering > 30x/menit
Retraksi otot-otot pernapasan
Umumnya tidak ada
Biasanya Biasanya Gerakan paradoksikal torako-abdominal
Mengi Lemah sampai sedang
Keras Biasanya keras
Tidak ada
Frekuensi nadi
< 100 100-120 >120 Bradikardi
Pulsus paradoksus
Tidak ada<10 mmHg
Mungkin ada 10-25 mmHg
Sering ada > 25 mmHg
Tidak ada (kelemahan otot pernapasan)
PEF sesudah bronkodilator inisial
> 80% 60-80% <60% (<100 lpm) atau respon bertahan < 2 jam
PaO2 (on air)
Dan/atau PaCO2
Normal (biasanya tidak perlu diperiksa)
< 45 mmHg
> 60 mmHg
< 45 mmHg
< 60 mmHgBisa terjadi sianosis
> 45 mmHg; bisa terjadi gagal napas
SaO2 (on air) > 95% 91-95% < 90%
4
V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi asma sangat kompleks dan memiliki beberapa komponen
berikut 4:
- Inflamasi saluran napas
- Obstruksi aliran udara yang intermiten
- Bronchial hyperresponsiveness
Airway inflammation (inflamasi saluran napas)
Mekanisme inflamasi pada asma dapat terjadi secara akut, subakut, atau
kronik, dan adanya edema saluran napas dan sekresi mukus mengakibatkan
obstruksi aliran udara. Sel-sel yang terlibat dalam inflamasi saluran napas yaitu
sel mast, eosinofil, sel epitel, makrofag, dan limfosit T teraktifasi. Sel limfosit T
memiliki peran penting dalam regulasi inflamasi saluran napas melalui pelepasan
sitokin. Sel-sel lainnya, seperti fibroblas, sel endotel, dan sel epitel, berperan
dalam kronisitas penyakit.
Timbulnya hipereaktivitas bronkus pada asma merupakan suatu respon
terhadap berbagai stimulus eksogen dan endogen. Mekanisme yang terlibat
termasuk stimulasi langsung otot polos saluran napas dan stimulasi tidak langsung
oleh mediator-mediator sel mast atau nonmyelinated sensory neuron. Derajat
hipereaktivitas saluran napas tersebut mempunyai korelasi positif dengan berat
ringan gejala klinis dan obat yang diperlukan untuk pengobatan.
Inflamasi saluran napas kronik berhubungan dengan meningkatnya
hiperresponsif bronkus, yang berakibat bronkospasme dan gejala tipikal seperti
wheezing, dispneu, dan batuk setelah paparan alergen, iritasi dari lingkungan,
infeksi virus, udara dingin, atau aktivitas.
Intermittent airflow obstruction
Obstruksi aliran udara dapat terjadi karena banyak hal, termasuk
bronkokonstriksi akut, edema saluran napas, pembentukan mucous plug kronik,
dan airway remodelling. Bronkokonstriksi akut merupakan konsekuensi dari
pelepasan IgE-dependent setelah paparan aeroalergen dan merupakan respon asma
cepat. Edema saluran napas muncul 6-24 jam kemudian dan disebut sebagai
respon asma lambat. Pembentukan mucous plug kronik mengandung eksudat
5
serum protein dan sel debris yang hilang dalam beberapa minggu. Airway
remodelling berhubungan dengan perubahan struktural akibat inflamasi yang
berlangsung lama dan dapat berpengaruh pada reversibilitas obstruksi saluran
napas.
Obstruksi aliran udara menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran
udara dan penurunan expiratory flow rates. Perubahan ini bisa mengakibatkan
penurunan kemampuan ekspirasi dan dapat menjadi hiperinflasi.
Bronchial hyperresponsiveness
Hiperinflasi adalah kompensasi dari obstruksi aliran udara, namun
kompensasi ini terbatas saat volume tidal mencapai volume of the pulmonary dead
space; hasilnya adalah alveolar hypoventilation. Perubahan pada resistensi aliran
udara, distribusi udara yang tidak seimbang, dan alterasi sirkulasi akibat
peningkatan tekanan intra-alveolus karena hiperinflasi, semuanya dapat menjadi
ventilation-perfusion mismatch. Vasokonstriksi karena hipoksia alveolus juga
berperan dalam mismatch ini. Vasokonstriksi juga dianggap sebagai respon
adaptif terhadap ventilation-perfusion mismatch.
Tabel 3. Peristiwa patologik yang dihubungkan dengan kerja mediator1.
Keadaan Patologik Mediator yang Bertanggung Jawab
1. Bronkospasme
2. Sembab/edema mukosa
3. Infiltrasi eosinofil
4. Infiltrasi neutrofil
5. Sekresi mukus
6. Deskuamasi
7. Penebalan membran basalis
Histamin, SRS-A, Prostaglandin, tromboksan A-2, Asetilkolin, BradikininHistamin, SRS-A, Prostaglandin E, BradikininHistamin, eosinofil Chemotatik Factor of Anaphylaxis, HETEs, LTB4NCF-A, LTB4, HETEs, HHT
Histamin, Asetilkolin, Alfa-adrenergik Agonis, Prostaglandin, HETEs, SRS-A, Prostaglandin FO Nasen, Hidrogen Peroksida, OH-
O Nasen, Enzim proteolitik
VI. MANIFESTASI KLINIS
6
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan.
Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat
dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin
meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi terutama pada
penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas.
Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas
disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal. Mengi (wheezing) terdengar
terutama waktu ekspirasi1.
Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa
menggunakan alat. Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang
keluar-masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan,
mengi (wheezing) akan terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali. Sedang
batuk hampir selalu ada, bahkan sering kali diikuti dengan dahak putih berbuih.
Selain itu, makin kental dahak akan memberikan keluhan sesak napas yang lebih
berat, apalagi penderita mengalami dehidrasi1.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain
yang menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung yang sesuai
dengan irama pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif dan penderita tampak
gelisah. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), selain karena sesak
napas mungkin pula karena rasa takut. Pada fase permulaan sesak napas akan
diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik.
Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain
itu terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit,
karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda
hipoksemia tetap ada (PaO2 <60 mmHg) diikuti dengan hiperkapnia (PaCO2 <45
mmHg), asidosis respiratorik, sianosis, gelisah, kesadaran menurun, papiledema
dan pulsus paradoksus, berarti asma makin memberat1.
7
Pada perkusi dada, suara napas normal sampai hipersonor. Pada asma
ringan letak diafragma masih normal, dan menjadi datar serta rendah pada asma
berat. Suara vesikuler meningkat, disertai ekspirasi memanjang. Kalau ada sekret,
terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan tumpang tindih dengan wheezing waktu
inspirasi. Suara napas tambahan yang bersifat lokal, mungkin menunjukkan ada
bronkiekstasis atau pneumonia dan kadang-kadang karena atelektasis ringan1.
VII. DIAGNOSIS
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan
dengan anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik.
1. Anamnesis
Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu2:
Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen,
gejala musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap
asma
Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa
berat di dada dan berdahak yang berulang
Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari
Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik
Respon positif terhadap pemberian bronkodilator
2. Pemeriksaan fisis
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik
dapat normal. Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan
pada auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat
terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah
terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan
sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-
gejala obstruksi saluran pernapasan2.
8
Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil
oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi
mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi
penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan
menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan
mengi2.
3. Pemeriksaan faal paru
Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai
diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal
gejala dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak
selalu akurat. Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran udara,
reversibilitasnya, dan membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan
tetapi, faal paru tidak mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya
sebagai informasi tambahan akan kadar kontrol terhadap asma. Banyak
metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai
standard pemeriksaan adalah: (1) pemeriksaan spirometri dan (2) peak
flow meter 2.
Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan
napas dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009).
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, diambil nilai tertinggi
dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru menyebabkan turunnya angka
VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas diketahui dari nilai VEP1
prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%) 2.
4. Uji provokasi bronkus
9
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukaan adanya
hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Tes ini
menggunakan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan
garam hipertonik. Bila terjadi penurunan VEP1 sebesar 20% maka
dianggap bermakna. Uji jasmani dilakukan dengan meminta penderita
berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90 %
kemudian dievaluasi. Jika terjadi penurunan arus puncak ekspirasi
minimal 10% maka dapat dinyatakan positif 2.
5. Pemeriksaan sputum
Dahak atau sputum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida
dan serabut glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak
sukar dikeluarkan saat batuk. Dahak yang sangat kental sering kali
menyebabkan penyumbatan yang disebut airways plugging. Dahak
purulen berwarna kuning atau kuning kehijauan, umumnya berjumlah
banyak, dengan konsistensi kenyal atau lunak, berasal dari jaringan epitel
yang mengalami kerusakan (nekrotik) bercampur dengan sel-sel radang
dan bakteri. Pada pemeriksaan mikroskopis, tampak gambaran spiral
Churschmann, badan Creola, dan kristal Charcot-Leyden serta 90% dahak
mengandung sel eosinofil 1.
6. Pemeriksaan eosinofil
Pada asma tipe alergi, eosinofil dapat meningkat sampai 800-1000/mm3.
Bila eosinofil tetap tinggi setelah diberi kortikosteroid, maka asma tipe ini
disebut steroid resistant bronchial asthma 1.
7. Uji kulit
Tujuannya untuk menunjukkan antibodi IgE spesifik dalam tubuh.
Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen yang positif
tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya 2.
8. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
10
Pemeriksaan kadar IgE total dilakukan untuk menyokong
adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila
uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya2.
9. Analisis gas darah
Pemeriksaan ini dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO₂ < 35 mmHg)
kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO₂ justru mendekati
normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat
berat terjadinya hiperkapnia (PaCO₂ ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan
asidosis respiratorik 2.
10. Radiologi
Gambaran radiologi asma ringan umumnya normal, tetapi pada asma berat
dapat dijumpai bermacam-macam gambaran radiologi yang disebabkan
oleh komplikasi seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumomediastinum,
atau pneumonia. Pada asma yang disertai obstruksi berat, didapatkan
gambaran radiologi hiperlusen, dengan pelebaran sela antar iga, diafragma
letak rendah, penumpukan udara di daerah retrosternal tetapi jantung
masih dalam batas normal 1.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Suatu konsep yang memberikan arahan dan perlu dipahami benar ialah
pengertian dasar bahwa wheezing bukanlah semata-mata disebabkan oleh asma,
walaupun wheezing itu sendiri sering dianggap patognomonis bagi asma. Karena
itu setiap penderita dengan keluhan wheezing perlu dilakukan pemeriksaan fisis
dan laboratorium yang diteliti sebelum diagnosis ditegakkan1.
Bronkitis akut. Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus
dengan gejala batuk kering-non produktif dan biasanya tanpa pengobatan akan
sembuh dalam waktu 2 minggu. Biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisis, kadang ditemukan ronki basah kasar, wheezing5. 11
Emfisema paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan
batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan
asma, pada emfisema tidak pernah ada fase remisi, pasien selalu sesak pada
kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan
napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah.
Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi2.
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan1:
1. Asma kardial
2. Bronkitis akut ataupun yang menahun
3. Bronkiektasis
4. Keganasan
5. Infeksi paru
6. Penyakit granuloma
7. Farmer’s lung disease
8. Alergi bahan industri
9. Hernia diafragmatika atau esofagus
10. Tumor atau pembesaran kelenjar mediastinum
11. Edema laring
12. Tumor trakeo-bronkial
13. Tumor atau kista laring
14. Aneurisma aorta
15. Kecemasan
IX. PENATALAKSANAAN
Ada banyak pedoman penatalaksanaan asma internasional maupun
nasional. Salah satunya dari GINA (Global Initiative for Asthma). Tujuan
penatalaksanaan asma yaitu 3:
1. Mencapai dan mempertahankan kontrol asma
2. Mempertahankan level aktivitas normal termasuk exercise
3. Mempertahankan fungsi paru mendekati normal bila mungkin
4. Mencegah eksaserbasi
12
5. Menghindari efek merugikan (adverse effect) obat asma
6. Mencegah kematian akibat asma
Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang
cukup (Sa O2 ≥ 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran nafas
dengan pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan ipratropium bromida)
dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan
kortikosteroid sistemik 2.
Berikut algoritma penanganan asma pada orang dewasa dan anak usia > 5
tahun berdasarkan GINA 2011 3:
13
Dan berikut adalah algoritma penanganan asma eksaserbasi berdasarkan GINA 2011 3:
14
15
Secara umum, obat yang dapat digunakan untuk terapi pada pasien
asma diklasifikasikan ke dalam dua kategori :
Pencegah (contoller), yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan
tujuan agar gejala asma persisten tetap terkendali. Termasuk golongan
ini yaitu obat-obat anti-inflamasi dan bronkodilator kerja panjang.
Obat-obat anti-inflamasi khususnya kortikosteroid hirup adalah obat
yang efektif sebagai pencegah.
Penghilang gejala (reliever), yaitu obat-obat yang dapat merelakasasi
bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan
segera. Termasuk dalam golongan ini yaitu agonis beta-2 hirup kerja
pendek, kortikosteroid sistemik, anti kolinergik hirup, teofilin kerja
pendek, agonis beta-2 oral kerja pendek. Agonis beta-2 hirup
(fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol) merupakan obat terpilih
untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan
jasmani, dapat mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani.
Agonis beta-2 hirup juga dipakai sebagai penghilang gejala pada
asma episodik. Peran kortikosteroid pada asma akut adalah untuk
mencegah perburukan gejala labih lanjut. Anti kolonergik hirup atau
ipatropium bromida sering dipakai sebagai tambahan terapi agonis
beta-2 hirup pada asma akut, juga dipakai sebagai obat alternatif
pada pasien yang tidak dapat mentolerir efek samping agonis beta-2.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi asma yang dapat terjadi bila tidak segera ditangani2:
1. Gagal napas
2. Pneumotoraks
3. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
4. Atelektasis
5. Aspergillosis bronkopulmoner alergik
6. Bronkitis
16
Daftar Pustaka
1. Arthur C. Guyton, dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC. 2006
2. Gray, Huon, H. Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Erlangga.
Jakarta: 2002.
3. Lily ismudiati rilanto dkk. Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas
Kedokteran Unversitas Indonesia, gayabaru Jakarta. 2001.
4. Sudoyo, Aru, W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid. Edisi Keempat.
FKUI. Jakarta: 2007.
5. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC.
Jakarta : 2001
6. Sylvia A. Price, dkk. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC. 2006.
7. The joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
treatment of High Bloodpressure (JNC VII)
17