tinjauan pustaka baru

25
PENDAHULUAN I. DEFINISI Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan dari saluran napas. Penyempitan saluran napas ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya merupakan gangguan imunologi 1 . Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas 2 . II. EPIDEMIOLOGI 1

description

asma bronkial

Transcript of tinjauan pustaka baru

Page 1: tinjauan pustaka baru

PENDAHULUAN

I. DEFINISI

Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma

bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari

trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran

bernapas yang disebabkan oleh penyempitan dari saluran napas. Penyempitan

saluran napas ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik

secara spontan maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya merupakan

gangguan imunologi1.

Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi,

dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara

bertahap, perlahan-lahan, dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat

pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut.

Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding

bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga

obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari

oleh inflamasi saluran napas2.

II. EPIDEMIOLOGI

Secara geografis prevalensi asma bronkial lebih rendah pada bangsa

Eskimo, Indian di Amerika Utara dan Papua New Guinea1.

Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding

anak perempuan 1.5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih

kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki.

Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang

melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Di Indonesia prevalensi

asma berkisar antara 5-7%1,2.

1

Page 2: tinjauan pustaka baru

III. ETIOLOGI

Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi

pencetus asma 2:

1. Faktor yang menyebabkan bronkokonstriksi

Bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut yang belum

berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala

yang ditimbulkan cenderung tiba-tiba, berlangsung dalam waktu

pendek dan relatif mudah di atasi dalam waktu singkat. Namun

saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu apabila

sudah terjadi peradangan.

Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk

stimulus sehari-hari seperti :

Perubahan cuaca dan suhu udara

Polusi udara

Asap rokok

Infeksi saluran pernapasan

Gangguan emosi

Olahraga yang berlebihan

2. Faktor yang menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan

Faktor ini merupakan penyebab asma yang sesungguhnya atau

asma jenis ekstrinsik. Gejala yang ditimbulkan berlangsung lebih lama

(kronis) dan lebih sulit di atasi dibanding yang diakibatkan oleh

pemicu.

Umumnya penyebab asma adalah alergen yang bisa dalam

bentuk :

Ingestan : alergen yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut

(dimakan/diminum). Ingestan yang utama adalah makanan dan

obat-obatan

2

Page 3: tinjauan pustaka baru

Inhalan : alergen yang dihirup masuk ke dalam tubuh melalui

hidung atau mulut seperti serbuk bunga, tungau, serpih/kotoran

binatang, jamur, dan lain-lain.

Kontak dengan kulit contohnya bedak, lotion, beberapa metal

dalam bentuk perhiasan, juga karena bersentuhan dengan

barang-barang berbahan lateks.

IV. KLASIFIKASI

Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut Global Initiative

for Asthma (GINA) 2011 yakni 3:

Tabel 1. Level Kontrol Asma.

No Karakteristik Terkontrol Terkontrol parsial

Tidak Terkontrol

1 Gejala siang Tidak ada atau ≤ 2x / minggu

> 2x / minggu 3 atau lebih keadaan terkontrol parsial*

2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada3 Gejala malam/ bangun

waktu malamTidak ada Ada

4 Perlu reliever / bantuan inhalasi

Tidak ada atau ≤ 2x / minggu)

> 2x / minggu

5 Fungsi paru PEF atau FEV1)**

Normal < 80% prediksi atau hasil terbaik (bila ada)

*secara definisinya, bila terjadi eksaserbasi maka disebut sebagai asma tidak terkontrol.**tanpa pemberian bronkodilator, pemeriksaan fungsi paru tidak dapat digunakan pada anak usia ≤ 5 tahun.

3

Page 4: tinjauan pustaka baru

Selain itu, asma dapat dibedakan berdasarkan derajat beratnya serangan

asma menurut GINA 20113:

Tabel 2. Derajat serangan asma.

Parameter Ringan Sedang Berat Respiratory arrest imminent

Aktifitas Dapat berjalan

Dapat berbaring

Dapat berbicara

Lebih suka duduk

Saat istirahat

Duduk membungkuk ke depan

Bicara Beberapa kalimat

Kalimat terbatas

Kata demi kata

Kesadaran Mungkin terganggu

Biasanya terganggu

Biasanya terganggu

Terganggu

Frekuensi napas

Meningkat Meningkat Sering > 30x/menit

Retraksi otot-otot pernapasan

Umumnya tidak ada

Biasanya Biasanya Gerakan paradoksikal torako-abdominal

Mengi Lemah sampai sedang

Keras Biasanya keras

Tidak ada

Frekuensi nadi

< 100 100-120 >120 Bradikardi

Pulsus paradoksus

Tidak ada<10 mmHg

Mungkin ada 10-25 mmHg

Sering ada > 25 mmHg

Tidak ada (kelemahan otot pernapasan)

PEF sesudah bronkodilator inisial

> 80% 60-80% <60% (<100 lpm) atau respon bertahan < 2 jam

PaO2 (on air)

Dan/atau PaCO2

Normal (biasanya tidak perlu diperiksa)

< 45 mmHg

> 60 mmHg

< 45 mmHg

< 60 mmHgBisa terjadi sianosis

> 45 mmHg; bisa terjadi gagal napas

SaO2 (on air) > 95% 91-95% < 90%

4

Page 5: tinjauan pustaka baru

V. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi asma sangat kompleks dan memiliki beberapa komponen

berikut 4:

- Inflamasi saluran napas

- Obstruksi aliran udara yang intermiten

- Bronchial hyperresponsiveness

Airway inflammation (inflamasi saluran napas)

Mekanisme inflamasi pada asma dapat terjadi secara akut, subakut, atau

kronik, dan adanya edema saluran napas dan sekresi mukus mengakibatkan

obstruksi aliran udara. Sel-sel yang terlibat dalam inflamasi saluran napas yaitu

sel mast, eosinofil, sel epitel, makrofag, dan limfosit T teraktifasi. Sel limfosit T

memiliki peran penting dalam regulasi inflamasi saluran napas melalui pelepasan

sitokin. Sel-sel lainnya, seperti fibroblas, sel endotel, dan sel epitel, berperan

dalam kronisitas penyakit.

Timbulnya hipereaktivitas bronkus pada asma merupakan suatu respon

terhadap berbagai stimulus eksogen dan endogen. Mekanisme yang terlibat

termasuk stimulasi langsung otot polos saluran napas dan stimulasi tidak langsung

oleh mediator-mediator sel mast atau nonmyelinated sensory neuron. Derajat

hipereaktivitas saluran napas tersebut mempunyai korelasi positif dengan berat

ringan gejala klinis dan obat yang diperlukan untuk pengobatan.

Inflamasi saluran napas kronik berhubungan dengan meningkatnya

hiperresponsif bronkus, yang berakibat bronkospasme dan gejala tipikal seperti

wheezing, dispneu, dan batuk setelah paparan alergen, iritasi dari lingkungan,

infeksi virus, udara dingin, atau aktivitas.

Intermittent airflow obstruction

Obstruksi aliran udara dapat terjadi karena banyak hal, termasuk

bronkokonstriksi akut, edema saluran napas, pembentukan mucous plug kronik,

dan airway remodelling. Bronkokonstriksi akut merupakan konsekuensi dari

pelepasan IgE-dependent setelah paparan aeroalergen dan merupakan respon asma

cepat. Edema saluran napas muncul 6-24 jam kemudian dan disebut sebagai

respon asma lambat. Pembentukan mucous plug kronik mengandung eksudat

5

Page 6: tinjauan pustaka baru

serum protein dan sel debris yang hilang dalam beberapa minggu. Airway

remodelling berhubungan dengan perubahan struktural akibat inflamasi yang

berlangsung lama dan dapat berpengaruh pada reversibilitas obstruksi saluran

napas.

Obstruksi aliran udara menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran

udara dan penurunan expiratory flow rates. Perubahan ini bisa mengakibatkan

penurunan kemampuan ekspirasi dan dapat menjadi hiperinflasi.

Bronchial hyperresponsiveness

Hiperinflasi adalah kompensasi dari obstruksi aliran udara, namun

kompensasi ini terbatas saat volume tidal mencapai volume of the pulmonary dead

space; hasilnya adalah alveolar hypoventilation. Perubahan pada resistensi aliran

udara, distribusi udara yang tidak seimbang, dan alterasi sirkulasi akibat

peningkatan tekanan intra-alveolus karena hiperinflasi, semuanya dapat menjadi

ventilation-perfusion mismatch. Vasokonstriksi karena hipoksia alveolus juga

berperan dalam mismatch ini. Vasokonstriksi juga dianggap sebagai respon

adaptif terhadap ventilation-perfusion mismatch.

Tabel 3. Peristiwa patologik yang dihubungkan dengan kerja mediator1.

Keadaan Patologik Mediator yang Bertanggung Jawab

1. Bronkospasme

2. Sembab/edema mukosa

3. Infiltrasi eosinofil

4. Infiltrasi neutrofil

5. Sekresi mukus

6. Deskuamasi

7. Penebalan membran basalis

Histamin, SRS-A, Prostaglandin, tromboksan A-2, Asetilkolin, BradikininHistamin, SRS-A, Prostaglandin E, BradikininHistamin, eosinofil Chemotatik Factor of Anaphylaxis, HETEs, LTB4NCF-A, LTB4, HETEs, HHT

Histamin, Asetilkolin, Alfa-adrenergik Agonis, Prostaglandin, HETEs, SRS-A, Prostaglandin FO Nasen, Hidrogen Peroksida, OH-

O Nasen, Enzim proteolitik

VI. MANIFESTASI KLINIS

6

Page 7: tinjauan pustaka baru

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase

inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi

mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan.

Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat

dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin

meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi terutama pada

penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas.

Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas

disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal. Mengi (wheezing) terdengar

terutama waktu ekspirasi1.

Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa

menggunakan alat. Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang

keluar-masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan,

mengi (wheezing) akan terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali. Sedang

batuk hampir selalu ada, bahkan sering kali diikuti dengan dahak putih berbuih.

Selain itu, makin kental dahak akan memberikan keluhan sesak napas yang lebih

berat, apalagi penderita mengalami dehidrasi1.

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk

membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain

yang menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung yang sesuai

dengan irama pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif dan penderita tampak

gelisah. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), selain karena sesak

napas mungkin pula karena rasa takut. Pada fase permulaan sesak napas akan

diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik.

Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena

menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain

itu terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit,

karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda

hipoksemia tetap ada (PaO2 <60 mmHg) diikuti dengan hiperkapnia (PaCO2 <45

mmHg), asidosis respiratorik, sianosis, gelisah, kesadaran menurun, papiledema

dan pulsus paradoksus, berarti asma makin memberat1.

7

Page 8: tinjauan pustaka baru

Pada perkusi dada, suara napas normal sampai hipersonor. Pada asma

ringan letak diafragma masih normal, dan menjadi datar serta rendah pada asma

berat. Suara vesikuler meningkat, disertai ekspirasi memanjang. Kalau ada sekret,

terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan tumpang tindih dengan wheezing waktu

inspirasi. Suara napas tambahan yang bersifat lokal, mungkin menunjukkan ada

bronkiekstasis atau pneumonia dan kadang-kadang karena atelektasis ringan1.

VII. DIAGNOSIS

Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan

dengan anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan

lebih meningkatkan nilai diagnostik.

1. Anamnesis

Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu2:

Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan

Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen,

gejala musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap

asma

Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa

berat di dada dan berdahak yang berulang

Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari

Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik

Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

2. Pemeriksaan fisis

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik

dapat normal. Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan

pada auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat

terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah

terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan

sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-

gejala obstruksi saluran pernapasan2.

8

Page 9: tinjauan pustaka baru

Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil

oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi

mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi

penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk

mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan

menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan

mengi2.

3. Pemeriksaan faal paru

Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai

diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal

gejala dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak

selalu akurat. Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran udara,

reversibilitasnya, dan membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan

tetapi, faal paru tidak mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya

sebagai informasi tambahan akan kadar kontrol terhadap asma. Banyak

metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai

standard pemeriksaan adalah: (1) pemeriksaan spirometri dan (2) peak

flow meter 2.

Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan

napas dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009).

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti

vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui

spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, diambil nilai tertinggi

dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru menyebabkan turunnya angka

VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas diketahui dari nilai VEP1

prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%) 2.

4. Uji provokasi bronkus

9

Page 10: tinjauan pustaka baru

Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukaan adanya

hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Tes ini

menggunakan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan

garam hipertonik. Bila terjadi penurunan VEP1 sebesar 20% maka

dianggap bermakna. Uji jasmani dilakukan dengan meminta penderita

berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90 %

kemudian dievaluasi. Jika terjadi penurunan arus puncak ekspirasi

minimal 10% maka dapat dinyatakan positif 2.

5. Pemeriksaan sputum

Dahak atau sputum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida

dan serabut glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak

sukar dikeluarkan saat batuk. Dahak yang sangat kental sering kali

menyebabkan penyumbatan yang disebut airways plugging. Dahak

purulen berwarna kuning atau kuning kehijauan, umumnya berjumlah

banyak, dengan konsistensi kenyal atau lunak, berasal dari jaringan epitel

yang mengalami kerusakan (nekrotik) bercampur dengan sel-sel radang

dan bakteri. Pada pemeriksaan mikroskopis, tampak gambaran spiral

Churschmann, badan Creola, dan kristal Charcot-Leyden serta 90% dahak

mengandung sel eosinofil 1.

6. Pemeriksaan eosinofil

Pada asma tipe alergi, eosinofil dapat meningkat sampai 800-1000/mm3.

Bila eosinofil tetap tinggi setelah diberi kortikosteroid, maka asma tipe ini

disebut steroid resistant bronchial asthma 1.

7. Uji kulit

Tujuannya untuk menunjukkan antibodi IgE spesifik dalam tubuh.

Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen yang positif

tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya 2.

8. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum

10

Page 11: tinjauan pustaka baru

Pemeriksaan kadar IgE total dilakukan untuk menyokong

adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila

uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya2.

9. Analisis gas darah

Pemeriksaan ini dilakukan pada asma yang berat. Pada fase

awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO₂ < 35 mmHg)

kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO₂ justru mendekati

normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat

berat terjadinya hiperkapnia (PaCO₂ ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan

asidosis respiratorik 2.

10. Radiologi

Gambaran radiologi asma ringan umumnya normal, tetapi pada asma berat

dapat dijumpai bermacam-macam gambaran radiologi yang disebabkan

oleh komplikasi seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumomediastinum,

atau pneumonia. Pada asma yang disertai obstruksi berat, didapatkan

gambaran radiologi hiperlusen, dengan pelebaran sela antar iga, diafragma

letak rendah, penumpukan udara di daerah retrosternal tetapi jantung

masih dalam batas normal 1.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Suatu konsep yang memberikan arahan dan perlu dipahami benar ialah

pengertian dasar bahwa wheezing bukanlah semata-mata disebabkan oleh asma,

walaupun wheezing itu sendiri sering dianggap patognomonis bagi asma. Karena

itu setiap penderita dengan keluhan wheezing perlu dilakukan pemeriksaan fisis

dan laboratorium yang diteliti sebelum diagnosis ditegakkan1.

Bronkitis akut. Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus

dengan gejala batuk kering-non produktif dan biasanya tanpa pengobatan akan

sembuh dalam waktu 2 minggu. Biasanya tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan fisis, kadang ditemukan ronki basah kasar, wheezing5. 11

Page 12: tinjauan pustaka baru

Emfisema paru. Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan

batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan

asma, pada emfisema tidak pernah ada fase remisi, pasien selalu sesak pada

kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan

napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah.

Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi2.

Diagnosis banding yang perlu dipikirkan1:

1. Asma kardial

2. Bronkitis akut ataupun yang menahun

3. Bronkiektasis

4. Keganasan

5. Infeksi paru

6. Penyakit granuloma

7. Farmer’s lung disease

8. Alergi bahan industri

9. Hernia diafragmatika atau esofagus

10. Tumor atau pembesaran kelenjar mediastinum

11. Edema laring

12. Tumor trakeo-bronkial

13. Tumor atau kista laring

14. Aneurisma aorta

15. Kecemasan

IX. PENATALAKSANAAN

Ada banyak pedoman penatalaksanaan asma internasional maupun

nasional. Salah satunya dari GINA (Global Initiative for Asthma). Tujuan

penatalaksanaan asma yaitu 3:

1. Mencapai dan mempertahankan kontrol asma

2. Mempertahankan level aktivitas normal termasuk exercise

3. Mempertahankan fungsi paru mendekati normal bila mungkin

4. Mencegah eksaserbasi

12

Page 13: tinjauan pustaka baru

5. Menghindari efek merugikan (adverse effect) obat asma

6. Mencegah kematian akibat asma

Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang

cukup (Sa O2 ≥ 92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran nafas

dengan pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan ipratropium bromida)

dan mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan

kortikosteroid sistemik 2.

Berikut algoritma penanganan asma pada orang dewasa dan anak usia > 5

tahun berdasarkan GINA 2011 3:

13

Page 14: tinjauan pustaka baru

Dan berikut adalah algoritma penanganan asma eksaserbasi berdasarkan GINA 2011 3:

14

Page 15: tinjauan pustaka baru

15

Page 16: tinjauan pustaka baru

Secara umum, obat yang dapat digunakan untuk terapi pada pasien

asma diklasifikasikan ke dalam dua kategori :

Pencegah (contoller), yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan

tujuan agar gejala asma persisten tetap terkendali. Termasuk golongan

ini yaitu obat-obat anti-inflamasi dan bronkodilator kerja panjang.

Obat-obat anti-inflamasi khususnya kortikosteroid hirup adalah obat

yang efektif sebagai pencegah.

Penghilang gejala (reliever), yaitu obat-obat yang dapat merelakasasi

bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan

segera. Termasuk dalam golongan ini yaitu agonis beta-2 hirup kerja

pendek, kortikosteroid sistemik, anti kolinergik hirup, teofilin kerja

pendek, agonis beta-2 oral kerja pendek. Agonis beta-2 hirup

(fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol) merupakan obat terpilih

untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan

jasmani, dapat mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani.

Agonis beta-2 hirup juga dipakai sebagai penghilang gejala pada

asma episodik. Peran kortikosteroid pada asma akut adalah untuk

mencegah perburukan gejala labih lanjut. Anti kolonergik hirup atau

ipatropium bromida sering dipakai sebagai tambahan terapi agonis

beta-2 hirup pada asma akut, juga dipakai sebagai obat alternatif

pada pasien yang tidak dapat mentolerir efek samping agonis beta-2.

X. KOMPLIKASI

Komplikasi asma yang dapat terjadi bila tidak segera ditangani2:

1. Gagal napas

2. Pneumotoraks

3. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis

4. Atelektasis

5. Aspergillosis bronkopulmoner alergik

6. Bronkitis

16

Page 17: tinjauan pustaka baru

Daftar Pustaka

1. Arthur C. Guyton, dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :

EGC. 2006

2. Gray, Huon, H. Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Erlangga.

Jakarta: 2002.

3. Lily ismudiati rilanto dkk. Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas

Kedokteran Unversitas Indonesia, gayabaru Jakarta. 2001.

4. Sudoyo, Aru, W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid. Edisi Keempat.

FKUI. Jakarta: 2007.

5. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC.

Jakarta : 2001

6. Sylvia A. Price, dkk. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC. 2006.

7. The joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

treatment of High Bloodpressure (JNC VII)

17