BAB 2, Tinjauan Pustaka

download BAB 2, Tinjauan Pustaka

of 29

description

kedokteran

Transcript of BAB 2, Tinjauan Pustaka

3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pergeseran anterior dari vertebra lumbal dengan defek pada saraf pertama kali dilaporkan oleh Junghanns tahun 1930 dan terminologi degenerative spondylolisthesis diperkenalkan pertama kali oleh Newman tahun 1955 untuk penjelasannya. Dilaporkan bahwa pergeseran ini terjadi enem sampai sembilan kali lebih sering pada L4-5 dan empat kali lebih umum pada perempuan dibandingkan pria.1

Berkisar 5% dari populasi dewasa mengalami keretakan pada salah satu tulang belakang atau vertebra, umumnya terjadi pada lumbal. Tekanan konstan pada punggung bawah menyebabkan retakan tulang tidak sembuh menjadi tulang normal. Fraktur atau retakan jenis ini dikenal sebagai spondilolisis dan tidak bergejala. Bagaimanapun, saat retakan vertebra bergeser ke depan dari vertebra di bawahnya, hal ini dinamakan isthmic spondylolisthesis. Pergeseran juga dapat terjadi akibat proses degeneratif pada sendi artikular yang disebut sebagai degenerative spondylolisthesis.2

Gerakan fleksi adalah pergerakkan yang paling signifikan pada vertebra lumbal yang sering terjadi pada aktivitas sehari-hari. Ketidakstabilan fleksi pada vertebra tersebut disebabkan oleh proses patologis seperti trauma, degeneratif, kongenital. (fielding) Spondilolistesis degeneratif sering terjadi pada usia diatas 50 tahun dan perempuan post menopause.3

Gejala klinis umumnya nyeri punggung bawah yang menyebar ke paha dan bokong dan muncul pada saat beraktivitas. Gejala ini berlanjut lebih berat seperti radikulopati, defisit neurologis, penurunan refleks, perubahan postur dan langkah sesuai dengan derajat pergeseran dan penyempitan pada kanalis sentralis dan akar saraf.2

Penanganan pada umumnya adalah konservatif, namun pada kasus yang berat, gejala yang membatasi aktifitas sehari-hari, neurogenic claudication, resistan terhadap terapi konservatif, progresivitas pergeseran yang cepat, maka tindakan pembedahan dianjurkan. Tujuan dari pembedahan adalah menstabilkan segmen tulang belakang dan dekompresi saraf jika diperlukan.4BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Vertebra

Kolunma vertebralis merupakan sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau tulang belakang. Setiap dua ruas pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57-67 cm.5Vertebra atau tulang belakang dinamai sesuai dengan daerah yang ditempati, yaitu :

a. 7 vertebra servikalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk; merupakan ruas tulang leher paling kecil. Vertebra servikalias pertama disebut atlas dan vertebra servikalis kedua disebut axis. Pada umumnya ruas tulang leher memiliki ciri-ciri : badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping dibandingkan dari depan ke belakang. Vertebra servikalis ke tujuh merupakan ruas yang pertama dengan prosesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini memiliki tuberkel, gambaran jelas pada tengkuk dan bagian bawah tengkuk dan disebut vertebra prominens. 5b. 12 vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang dada; cirri khas vertebra thorakalis adalah badannya berbentuk lebar-lonjong dengan facet kecil di setiap sisi untuk menyambung iga, lengkungan kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke bawah. Prosesus tranversus tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga. 5c. 5 vertebra lumbalis atau ruas tulang punggung membentuk daerah lumbal; badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lain. Prosesus spinosus lebar, berbentuk seperti kapak, prosesus tranversus panjang. Ruas kelima membentuk dendi dengan sacrum pada sendi lumbosakral. 5d. 5 vertebra sakralis atau ruas tulang belakang membentuk sacrum; berbentuk segitiga dan terletak pada bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara ke dua tulang coxie dan membentuk bagian belakang rongga pelvis. Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Permukaan anterior sacrum cekung. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang kosigeus. 5e. 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang ekor. 5

Gambar 1. Tulang vertebra6

Gambar 2. Atlas (C1) superior view 6 Gambar 3. Atlas (C1) inferior view6

Gambar 4. Axis (C2) anterior view6 Gambar 5. Axis (C2) posterosuperior view6

Gambar 6. C4 dan C7 tampak depan6

Gambar 7. C6 superior view6 Gambar 8. C6 lateral view6

Gambar 9. T12 lateral view6

Gambar 10. L2 superior view6

Gambar 11. Sacrum dan Cocyx7

Gambar 12. T7, T8, T9 porterior view6 Gambar 13. Joint of thoracic spine (Lat) 6

Gambar 14. Joints of lumbal spine6Penyebaran semua saraf medulla spinalis dimulai dari thorakal I sampai Lumbal III dan mempunyai cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk pleksus yang terdiri dari:

a. Pleksus servikalis dibentuk oleh cabang saraf servikalis anterior. Cabang ini bekerja sama dengan nervus vagus dan nervus aksesorius.

b. Pleksus brakialis dibentuk oleh cabang-cabang anterioi saraf servikalis 4 dan thorakal 1 dengan saraf terpenting nervus mediana.

c. Pleksus lumbalis dibentuk oleh serabut saraf dan thorakal 12 dengan saraf terbesar yaitu nervus femoralis dan nervus obturatoir.

d. Saraf skiatik merupakan saraf terbesar yang mempersarafi otot anggota gerak bawah dan dibntuk oleh saraf lumbal dan sacral. 5

Gambar 15. Dermatom tubuh72.2. DefinisiSpondilolistesis adalah suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya, berkaitan dengan perubahan degeneratif, tanpa gangguan terkait atau cacat dalam cincin vertebra.2Spondilolistesis mengacu pada pergeseran ke depan dari satu tubuh vertebral sehubungan dengan satu di bawahnya. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, spondylo, yang berarti tulang belakang, dan listhesis, berarti meluncur menyusuri jalan licin Hal ini paling sering terjadi di persimpangan lumbosakral dengan L5 tergelincir S1, tetapi dapat terjadi pada tingkat yang lebih tinggi juga.42.3.Epidemiologi

Insiden jenis isthmic dari spondilolisthesis diyakini sekitar 5% berdasarkan studi otopsi. Spondilolisthesis degeneratif diamati lebih sering terjadi setingkat L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita diyakini memiliki spondilolisthesis isthmic.5Tingkat prevalensi Spondilolisthesis isthmic adalah sekitar 5% pada usia 5-7 tahun, dengan peningkatan 6-7% pada usia 18 tahun. Kondisi ini dua kali lebih umum pada laki-laki daripada wanita, dan prevalensinya lebih rendah pada orang kulit hitam (2,8%, laki-laki hitam; 1,1%, perempuan kulit hitam) daripada orang kulit putih (6,4%, orang kulit putih; 2,3%, wanita kulit putih). Meskipun prevalensi lebih tinggi pada laki-laki, dalam perkembangannya, meskipun masih jarang, telah dilaporkan lebih sering terjadi pada wanita.4Faktor risiko tambahan termasuk memiliki kerabat tingkat pertama dengan okultisme spina bifida di S1, dan adanya scoliosis.4Meningkatnya mortalitas tidak berkaitan dengan spondilolisthesis. Beberapa pasien mengalami nyeri punggung bawah, disabilitas yang signifikan jarang ditemukan sampai ada gangguan neurologis yang terlambat diketahui.4Morbiditas yang paling sering adalah nyeri punggung bawah persisten dan penekanan saraf. Nyeri diskogenik mungkin muncul karena percepatan degenerasi diskus akibat spondilosis. Spondilolisthesis degeneratif mempunyai karakteristik yang sama dengan simptom artritis yang memberat sejalan dengan bertambahnya usia.4Rasio wanita dan pria 2:1 pada spondilolisthesis kongenital dengan simptom yang mulai muncul saat dewasa muda. Hal ini terjadi 14-25% dari keseluruhan kasus spondilolisthesis. Spondilolisthesis degeneratif lebih sering muncul pada wanita daripada laki-laki dengan rasio 5:1. Insidens ini meningkat setelah usia 40 tahun.42.4.Etiologi

Etiologi spondilolistesis multifaktorial. Predisposisi kongenital pada tipe 1 dan 2, postur, gravitasi, tekanan rotasional, dan tingkat stress yang tinggi berperan penting dalam terjadinya pergeseran.Beberapa tipe spondilolistesis, berdasarkan etiologi, diadaptasi dari Wiltse et al : Tipe 1 Tipe displastik (kongenital) merupakan defek pada sakrum atas atau arkus L5; terdapat hubungan dengan spina bifida occulta dan keterlibatan yang akar saraf. Tipe 2 - Tipe isthmic (awal kehidupan) merupakan akibat dari defek pada pars interarticularis, yang memungkinkan pergeseran ke depan dari vertebra superior, biasanya L5; ada tiga subkategori diketahui, yaitu, (1) litik (yaitu, spondylolysis) atau stres fraktur pars, (2) pemanjangan pars belum utuh, dan (3) pars akut retak. Tipe 3 - Tipe degeneratif (kehidupan lanjut) adalah kondisi yang terjadi akibat degenerasi diskus kronis dan inkompeten facet, yang mengarah ke ketidakstabilan segmental dan pergeseran bertahap, biasanya pada L4-5; spondylosis adalah istilah umum bisa dipakai untuk perubahan degeneratif usia yang berkaitan dengan tulang belakang (yaitu, discopathy atau arthropathy facet) yang dapat menyebabkan jenis spondilolisthesis. Tipe 4 - Tipe traumatis (semua usia) akibat dari fraktur setiap bagian dari arkus saraf atau pars yang mengarah ke listhesis. Tipe 5 - Hasil jenis patologis dari penyakit tulang, seperti penyakit Paget atau osteogenesis imperfecta, keganasan, infeksi, atau jenis tulang yang abnormal. Tipe 6 Post pembedahan (iatrogenik).

Variasi lain juga digunakan untuk mengukur derajat spondilolistesis. Spondilolistesis isthmic (spondilolitik) biasanya muncul pada anak usia lebih dari 5 tahun, lebih sering pada anak usia 7-8 tahun, dan jarang muncul sebelum anak mulai berjalan. Progresi pergeseran minimal setelah tulang matur.4Spondilolistesis isthmic terbagi menjadi 3 subtipe : Tipe 2A, atau spondilolistesis litik, termasuk defek pada area pars dan tipe ini diduga akibat dari mikrofraktur rekuren yang merupakan dampak perlawanan prosesus articular ketika ekstensi atau hiperekstensi. Defek ini biasanya muncul saat usia 6 tahun dan kadang-kadang dikaitkan dengan anomali perkembangan lumbal, sacral dan spina bifida occulta.

Tipe 2B, melibatkan pars yang utuh namun mengalami pemanjangan, kemungkinan akibat dari mikrofraktur yang repetitif yang sembuh pada posisi memanjang, seperti permen yang ditarik. Tipe 2C, spondilolistesis, bentuk yang jarang, akibat fraktur akut pars interarticularis selama trauma.42.5.Klasifikasi / GradingUntuk menilai beratnya pergeseran didasarkan pada pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto X ray lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:

Grade 1 adalah 0-25% Grade 2 adalah 26-50% Grade 3 adalah 51-75%

Grade 4 adalah 76-100% Grade 5 adalah lebih dari 100%.8

Gambar 16. Grading Meyerding.82.6.Patofisiologi SpondilolistesisSpondilolistesis bergejala jika terjadi penyempitan pada korda spinalis atau dengan radiks. Spondilolisthesis disebabkan oleh beberapa hal seperti mekanikal, herediter, dan faktor hormonal. Tekanan gaya gravitasi dan postur tubuh beraksi terhadap tulang belakang yang tegak, menempatkan tekanan kuat pada pars interartikularis sehingga bagian ini rentan untuk terjadi trauma.9

Fatigue fractures terjadi akibat respon terhadap pengangkatan beban dengan gerakan ekstensi-fleksi, axial, dan rotasi berulang. Faktor tambahan seperti trauma yang berulang-ulang menyebabkan fraktur kecil (microfractures) pada pars interartikulare. Fraktur tersebut dapat sembuh atau membentuk fibrous union yang terdiri atas jaringan fibrocartilaginous. Jaringan ini lebih lemah dibandingkan tulang dan menyebabkan tegangan yang memanjang sepanjang pars interartikularis.9

Spondilolistesis degeneratif terjadi akibat proses degeneratif tulang belakang. Hal ini ditandai pada mayoritas pasien dengan artritis hipertrofi pada sendi facet (facet joint) menyebabkan ketidakstabilan segmental umumnya pada bidang sagital. Degenerasi diskus juga berhubungan dengan spondilolistesis degeneratif.10

Mekanisme terjadinya gejala pada spondilolistesis degeneratif lumayan rumit. Hal ini berkaitan dengan degenerasi diskus intervertebra, degenerasi facet joint, ketidakstabilan tulang belakang, kompresi jaringan saraf oleh herniasi diskus intervertebra, dan faktor lain.10

Kirkaldy-Willis et al (1978) mendeskripsikan fase degeneratif yaitu mulai dari disfungsi, instabilitas, dan stabilisasi. Degenerasi progresif dan/atau herniasi diskus menyebabkan kolaps ruang diskus. Facet joints menjadi override sehingga merenggangkan kapsul yang berdekatan dan ligamen. Berjalannya waktu, ketidakstabilan menyebabkan hipertrofi pada perlekatan annular, pembentukan traksi osteofit dan hipertrofi pada facet yang menyebabkan stenosis pada kanal spinalis dan foramen neural. Ketidakstabilan unisegmental atau multisegmental yang menetap menghasilkan subluksasi rotasi dan translasi mengakibatkan spondilolistesis degeneratif atau skoliosis.11

Penyebab pergeseran lumbosakral pasti berhubungan dengan penurunan stabilitas pergerakan segmen dan stabilitas tersebut ditentukan oleh: 1) pembagian lumbal ke-5 oleh ligamen iliolumbar, 2) derajat obliquitas end-plate sakrum, dan 3) posisi vertebra lumbal ke-5 dalam hubungannya dengan pelvis apakah cukup dalam atau dangkal duduk pada pelvis. Peningkatan kemiringan antara end-plate sakrum meningkatkan tekanan retakan sepanjang diskus L5-S1.1Fleksi adalah gerakan paling signifikan pada area lumbal. Ketidakstabilan fleksi dapat didefinisikan sebagai peningkatan batas pergerakan (range of movement) juga penurunan kekakuan pada high flexibility zone (HFZ) yaitu jarak pergerakan terjauh dengan usaha minimal. Ketidakstabilan bidang sagital dalam fleksi-ekstensi berhungan dengan degenerasi diskus, spondilolistesis degeneratif, dan operasi dekompresi. Fleksi dapat menghantarkan beban ke diskus intervertebra yang mempercepat degenerasi.12

Pergeseran pada lumbal umumnya terjadi pada level L4/L5 dan jarang melebihi 30% dari lebar vertebra tersebut. Spondilolistesis degeneratif umumnya asimtomatis namun dapat berlanjut menyebabkan stenosis spinal. Peneliti telah banyak mengamati perbandingan antara facet joint orang normal dengan yang mengalami degeneratif spondilolistesis dan menyimpulkan beberapa hal antara lain mal-orientasi facet joints, kehilangan pertahanan jaringan lunak menyebabkan kegagalan facet joints, ketinggian relatif pada inter-crestal line, kekuatan relatif dari ligamen iliolumbar, derajat pelvic inclination/reclination, derajat degenerasi diskus berdekatan, dan sudut L1-S1 (relative lordosis). Peningkatan tinggi badan dapat menyebabkan anomali postur atau gangguan distribusi berat badan dan tekanan resultan sepanjang lumbal sehingga mempercepat spondilolistesis.3

Penurunan produksi estrogen pada postmenopause memainkan peranan penting pada osteoartritis pada wanita. Pada beberapa penelitian dijumpai adanya produk degradasi kolagen tipe II pada urin wanita postmenopause yang diobati dengan estrogen agonis, adanya peningkatan turnover kartilago, dan erosi kartilago lutut pada tikus yang telah ovariectomized.3Spondilolistesis pada servikal jarang terjadi dan sering berkaitan dengan patologis lain seperti kista tulang aneurisma, neurofibromatosis atau skeletal fluorosis. Spondilistesis servikal umumnya terjadi pada C3/4 dan C4/5. Penyebab utama spondilolistesis servikal degeneratif adalah artrosis pada facet joints dan degenerasi diskus, analog dengan mekanisme spondilolistesis lumbal. Sejak degenerasi diskus menyebabkan kolaps isi ruang diskus, facet joint dapat mengalami override. Meningkatknya tegangan dengan gerakan fleksi dan ekstensi dapat meregangkan diskus dan ligamen memungkinkan terjadinya pergeseran.11Gejala klinis

Isthmic Spondilolisthesis tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun setelah pergesaran terjadi. Gejala yang mungkin dialami antara lain nyeri punggung bawah (low back pain) dan nyeri pada bokong, kebas, nyeri, kram otot atau kaki yang lemah (sciatica). Gejala-gejala ini timbul atau semakin parah pada saat berdiri, berjalan atau aktivitas lain yang berkurang pada saat istirahat.13

Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa 5-10% pasien berobat akibat nyeri punggung bawah. Namun karena spondilolistesis tidak selalu menimbulkan nyeri, maka adanya retakan (spondilolisis) dan pergeseran (spondilolistesis) pada foto polos X-ray tidak selalu berarti hal tersebut merupakan sumber gejala.13

Radikulopati muncul sebagai nyeri saja, nyeri dengan gejala sensoris atau nyeri dengan perubahan sensorimotorik. Gejala radikulopati antara lain nyeri, rasa tertarik, lemah, berat, kebas, atau terbakar. Ekstremitas bawah dapat dirasakan unilateral, bilateral, atau bergantian. Pemeriksaan fisik bisa didapatkan pasien dapat menyentuh ujung kaki, 10% spasme otot punggung, dan 42% defisit neurologis terutama pada L5 dengan penurunan sensasi paha lateral atau ketidakmampuan berjalan dengan tumit.2Myelopati atrofi otot dan penurunan refleks tendon dalam dapat muncul antara lain hilangnya ankle jerks, melemahnya extensor hallucis longus (EHL), melemahnya tibialis anterior atau hilangnya refleks patella. Tes Lasegue negatif pada hampir semua kasus.2Terdapat lima bentuk klinis dan tiga pola radiografis yang didefinisikan oleh Fitzgerald dan MacNab. Bentuk klinis antara lain: 21. Tidak ada gejala, nyeri punggung sesekali;

2. Nyeri punggung bawah kronis dengan tanpa gejala radikular;

3. Gejala radikular dengan tanpa kompresi akar, dengan atau tanpa nyeri punggung;

4. Gejala radikular dengan defisit neurologis; atau

5. Intermitten claudication.

Penemuan radiologis antara lain sedikit stenosis sentral, stenosis kanal lateral root atau kombinasi stenosis kanal sentral dan akar. Spondilolistesis tidak selalu menimbulkan gejala. Pasien mengeluhkan nyeri punggung bawah tapi etiologi tidak pasti. Sebagian besar pasien mengeluhkan gejala radikular atau intermitten claudication akibat sekunder dari stenosis.22.7.Penegakkan DiagnosisAnamnesisIsthmic Spondilolisthesis

Gejala sering terjadi pada masa pertumbuhan remaja. Onset nyeri punggung bawah terjadi pada saat beraktifitas. Nyeri menyebar ke bagian bokong dan paha. Nyeri dapat lebih signifikan pada derajat spondilolistesis yang lebih berat. Pasien tidak mengeluhkan masalah defisit neurologispada derajat spondilolistesis ringan. Nyeri radikular umumnya terjadi pada pergerasan yang lebih besar. Keluhan di daerah bawah lutut seperti kebas-kebas dan kesemutan sesuai distribusi dermatom dapat menunjukkan adanya radikulopati akibat stenosis foraminal yang terjadi pada spondilolistesis atau adanya herniasi diskus. Spondilolistesis derajat berat dapat menyebabkan neurogenic claudication atau gejala penyempitan cauda equina.14

Keluhan nyeri pada pasien sering diprovokasi dengan aktivitas terutama perengangan punggung. Pasien dengan spondilolistesis akut kurang mampu melakukan kegiatan menggunakan kekuatan tulang belakang seperti berlari dan melompat sehingga lebih suka untuk duduk.14Degenerative Spondilolisthesis

Nyeri berkembang dari ringan sampai berat dan berlokasi pada punggung bawah dan belakang paha. Neurologic claudication dapat muncul dengan gejala ekstremitas bawahyang semakin parah saat beraktivitas dan berkurang dengan istirahat.14Traumatic Spondilolisthesis

Pasien merasakan nyeri akut yang berhubungan dengan trauma. Jika pergeseran cukup parah, kompresi cauda equina dapat terjadi dan muncul dengan gejala klasik seperti gangguan buang air kecil dan buang air besar, gejala radikular, atau neurologic claudication.14Pemeriksaan FisikIsthmic Spondilolisthesis

Hamstring tightness dijumpai pada hampir semua kasus bahkan pada derajat ringan. Spasme lumbar dapat dijumpai. Step-off dapat terpalpasi pada derajat 2 atau lebih. Kifosis dijumpai pada derajat spondilolistesis berat (50% atau lebih) bersamaan dengan kompensasi lordosis torakolumbal. Pemendekan trunkal dapat dijumpai. Pada derajat berat, tulang iga dapat menyandar pada krista iliaka. Bisa juga terjadi kelemahan sesuai dermatom apabila terjadi kelemahan radikulopati atau stenosis. Waddling gait terjadi akibat hamstring tightness sehingga langkah memendek.14Degenerative Spondilolisthesis

Pasien tidak menunjukkan gejala klinis yang menonjol. Nyeri lebih sering dipicu oleh peregangan lumbal. Jika stenosis lumbal muncul maka refleks dapat berkurang dan gejala radikular muncul.

Pada spondilolistesis akibat kongenital dan trauma juga menunjukkan gejala klinis yang sama seperti isthmic atau degenerative Spondilolisthesis.14Radiologis

Pemeriksaan awal termasuk foto anteroposterior, lateral (posisi berdiri) yang terpusat pada lumbar dan sambungan lumbosakral. Gambaran fleksi/ekstensi meningkatkan sensivitas radiologis dan menggambarkan derajat ketidakstabilan bagian tersebut. Persentasi pergeseran dan sudut pergeseran (dengan mengukur sudut yang terbentuk oleh garis dari bagian bawah superior endplate dan inferior endplate pada segmen yang terlibat) bernilai secara klinis.14

Pemeriksaan radiografis dapat menunjukkan dan menilai derajat spondilolistesis namun tidak selalu dapat menunjukkan spondilolisis yang terisolasi (tanpa spondilolistesis). Scottie dog di mana leher adalah bagian yang patah dapat dinilai di film oblik hanya pada spondilosis klasik. Lihat gambar berikut.14

Gambar 17. Foto Lumbal oblique menunjukkan gambaran Scottie dog pada defek L5

Gambar 18. Diagram proyeksi oblique menunjukkan komponen dari vertebra yang menggambarkan Scottie dog dengan kerah.

Bone scan

Bone scan dengan single-photon emission computed tomography (SPECT) berguna untuk membantu menentukan penanganan.

Gambar 19. Bone scan dengan SPECT menunjukkan akut spondilolisis.

Jika bone-scan positif, lesi menunjukkan metabolisme yang aktif. Dokter dapat mempertimbangkan penguatan selama proses penyembuhan berlangsung. Jika didaptkan cold scan menunjukkan penyembuhan sudah selesai, oleh karena itu penguatan tidak diutamakan.14Computed tomography (CT) scan

CT scan dilakukan dengan pemotongan setiap 1 mm termasuk potongan koronal dan sagital agar mendapatan visualisasi defek spondilolisis yang lebih baik. Selain dapat menilai derajat keparahan spondilolisis, CT scan juga dapat menyingkirkan penyebab serius lain. CT scan membantu keparahan stenosis sentral.14Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat memvisualisasikan edema pada sumsum sekitar defek spondilolisis. MRI juga membantu mengidentifikasi adanya kompresi akar saraf akibat stenosis foramina atau kanalis sentralis.14Pemeriksaan lain

Electromyography membantu mengidentifikasi radikulopati yang bersamaan atau poliradikulopati akibat spondilolistesis. Pemeriksaan histopatologis pada spondilolistesis menunjukkan jaringan fibrocartilaginous pada pinggir daerah fraktur jika tidak terjadi proses penyembuhan.142.8.PenatalaksanaanNon Operatif

Tindakan konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dengan:

a. Modifikasi aktivitas, istirahat selama eksaserbasi akut.

b. Pemberian Analgesik (NSAID)

c. Penggunaan brace

d. Strengthening and stretching exercisesAngka keberhasilan tinggi dengan pengobatan nonoperatif terutama pada pasien yang lebih muda. Pada pasien yang lebih tua dengan slip derajat rendah dari degenerasi diskus dapat digunakan traksi. Disarankan setiap manipulasi atau traksi dilakukan di bawah perawatan seorang dokter dan ahli terapi fisik (physical therapist).4Salah satu tugas yang berat adalah mengobati pasien dengan nyeri punggung yang hebat dan radiografi sedikit abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit diskus degeneratif (misalnya multilevel disc desiccation dilihat dari MRI) atau bahkan slip derajat rendah (biasanya S1) untuk listesis derajat tinggi (> 50%). Segmental vertebra memungkinkan fiksasi kaku dengan menyatukan segmen dan kemungkinan melakukan reduksi segmen dengan listesis.4Lumbar interbody fusion meningkatkan stabilitas vertebra dengan menempatkan graft tulang pada kompresi di columna anterior dan medial dan meningkatkan luas permukaan keseluruhan fusi tulang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan di posterior (yaitu, posterior lumbal interbody fusion [PLIF]) atau anterior (yaitu, anterior lumbar interbody fusion [ALIF]). Semakin banyak ahli bedah menggunakan graft interbody untuk meningkatkan teknik fusi posterolateral sehingga mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi (> 95%) dari arthrodesis. Perlu dicatat bahwa slip derajat 2 atau lebih cenderung meningkatkan komplikasi graft.4Pada slip litik derajat rendah, pars bisa langsung diperbaiki dengan teknik Scott wiring atau modifikasi Van Dam. Hal ini dapat mempertahankan gerak segmental dan telah berhasil digunakan untuk memadukan pseudarthrosis pada pars pada pasien tertentu.5 Fiksasi

Meskipun penggunaan instrumentasi spinal pada pasien dengan skeletal immature dianggap sebagai opsi oleh beberapa ahli bedah untuk beberapa pasien dengan Spondilolisthesis jenis isthmic, kebanyakan ahli bedah tulang belakang percaya bahwa fiksasi kaku diperlukan untuk mencapai perpaduan yang solid. Untuk slip degeneratif, fiksasi telah terbukti mencapai angka keberhasilan yang lebih tinggi dari solid arthrodesis.4 Dekompresi

Biasanya pada spondilolistesis degeneratif atau traumatis, dekompresi elemen saraf, baik pusat dan lateral, indikasi melewati nerve root. Dekompresi yang optimal biasanya dicapai melalui Laminektomi posterior dan total facetectomy dengan dekompresi radikal dari nerve root (yaitu, prosedur Gill).

Dalam sebuah studi oleh Schaeren et al, dekompresi dan stabilisasi dinamis menunjukkan hasil yang sangat baik, setelah tindak lanjut minimal 4 tahun, pada pasien usia lanjut dengan stenosis vertebra dan Spondilolisthesis degeneratif. Kepuasan pasien tinggi, dengan 95% menyatakan mereka akan menjalani prosedur ini lagi.4 Reduksi

Beberapa ahli bedah berusaha untuk mengurangi Spondilolisthesis dalam rangka meningkatkan keselarasan sagital secara keseluruhan dan biomekanik tulang belakang yang memiliki manfaat untuk meningkatkan postur pada saat berdiri dan mengurangi ketegangan pada posterior fusion mass dan struktur tulang belakang yang dapat mengurangi kejadian progresitas nonunion dan Spondilolisthesis. Dilaporkan cedera nerve root sementara atau permanen terkait dengan reduksi berkisar 5-30%. 42.9.KomplikasiProgresifitas dari pergeseran dengen peningkatan tekanan ataupun penarikan (traction) pada saraf spinal bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan penanganan pembedahan dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (50%. Pada pasien yang lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau kongenital yang lebih progresif. Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien ini. 152.10.PrognosisPasien dengan fraktur akut atau pergeseran tulang yang minimal kemungkinan akan kembali ke normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degeneratif meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf yang akan membutuhkan pembedahan dekompresi.15BAB 3

KESIMPULAN

Spondilolistesis adalah suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya, berkaitan dengan perubahan degeneratif, tanpa gangguan terkait atau cacat dalam cincin vertebra. Insiden jenis isthmic dari spondilolisthesis diyakini sekitar 5% berdasarkan studi otopsi. Spondilolisthesis degeneratif diamati lebih sering terjadi setingkat L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita diyakini memiliki spondilolisthesis isthmic.

Etiologi spondilolistesis multifaktorial. Predisposisi kongenital pada tipe 1 dan 2, postur, gravitasi, tekanan rotasional, dan tingkat stress yang tinggi berperan penting dalam terjadinya pergeseran. Terdapat enam tipe spondilolistesis berdasarkan etiologinya antara lain displastik (kongenital), isthmik, degeneratif, traumatik, patologis penyakit tulang, dan post pembedahan.

Grading berdasarkan gambaran radiologis diukur dari besarnya pergeseran dari segemen vertebra tertentu terhadap vertebra di bawahnya. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total yang terdiri atas lima grade.

Tekanan gaya gravitasi dan postur tubuh beraksi terhadap tulang belakang yang tegak, menempatkan tekanan kuat pada pars interartikularis sehingga bagian ini rentan untuk terjadi trauma. Spondilolistesis isthmic terjadi akibat trauma berulang pada segmen vertebra sehingga terjadi fraktur pada pars interartikularis, degeneratif terjadi akibat degeneratif pada sendi facet (facet joint) atau diskus intervertebra menyebabkan ketidakstabilan segmental.

Gejala yang mungkin dialami antara lain nyeri punggung bawah (low back pain) dan nyeri pada bokong, kebas, nyeri, kram otot atau kaki yang lemah (sciatica), semakin parah pada saat beraktivitas dan berkurang pada saat istirahat. Gejala dapat memberat sejalan dengan progresifitas pergeseran dan kompresi pada saraf vertebralis. Pemeriksaan fisik dan radiologis diperlukan untuk penegakkan diagnosis dan menentukan penanganan.

Penanganan pada spondilolistesis awal dan akut berupa tindakan konservatif seperti istirahat, pemberian analgetik, pemasangan brace, dan latihan peregangan yang disesuaikan dengan keadaan klinis. Pembedahan dilakukan jika tindakan konservatif tidak menunjukkan perbaikan dan progresivitas cepat. Tujuan dari pembedahan adalah untuk dekompresi elemen saraf dan immobilisasi segmen yang tidak stabil atau segmen vertebra.

Komplikasi spondilolistesis dapat terjadi akibat proses pembedahan antara lain nerve root injury (