BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40359/3/BAB 2.pdf · 1.3.3...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40359/3/BAB 2.pdf · 1.3.3...
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Nanas
1.1.1 Taksonomi dan Klasifikasi Tanaman Nanas
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki
nama ilmiah Ananas comosus. Tanaman bersifat berbuku-buku yang
menjulang keatas. Struktur tanaman nanas terdapat pada gambar 2.1.
Ada berbagai macam jenisnya tergantung dari mana bibit yang
didapatkan. Tanaman ini kini dibudidaya di daerah tropik dan sub
tropik (Prihatman K, 2000).
(Bartholomew et al , 2003)
Gambar 2.1
Struktur Tanaman Nanas (Ananas Comosus)
1.1.2 Klasifikasi tanaman nanas menurut Bartholomew D P, Paull R E dan
Rohrbach, 2003, yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiosperma (berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
6
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas dan Pseudoananas
Species : Ananas comosus [L] Merr
1.1.3 Morfologi nanas
Bagian-bagian pada buah nanas antara lain:
1. Daun
Daun nanas bergeligi di sisi-sisinya dan memanjang. Daun nanas
tidak bertangkai, liat, keras dan tidak mempunyai daun utama.
Bentuk daun seperti talang dan memanjang seperti pedang. Disisi
kanan dan kiri daun terdapat geligi yang tajam (Bartholomew D P,
Paull R E dan Rohrbach, 2003).
2. Batang
Batang pendek dan tertutup oleh daun-daun yang bertumpuk-
tumpuk. Batang berbentuk gada panjang berkisar antara 20-30 cm,
diameter batang bagian bawah berkisar antara 2-3,5 cm, di bagian
atas antara 5,5-6,5 cm, dan bagian puncak mengecil. Batang beruas-
ruas pendek yang terlihat bila daun-daun dilepas (Bartholomew D P,
Paull R E dan Rohrbach, 2003).
3. Akar
Akar nanas bertumpuk-tumpuk dan dapat dibedakan menjadi akar
tanah dan akar samping, dengan sistem perakaran yang dangkal dan
terbatas. Kedalaman perakaran pada media tumbuh yang baik tidak
lebih dari 50cm, sedangkan di tanah jarang mencapai kedalaman 30
cm (Bartholomew D P, Paull R E dan Rohrbach, 2003).
7
Akar tumbuh dari buku batang, kemudian masuk kedalam ruang
antara batang dengan daun. Bentuk akar menjadi lebih pipih dan
melingkar karena akar dalam keadaaan terjepit.Akar-akar cabang
tumbuh setelah akar adventif dapat keluar dari ruangan antara batang
dan daun (Bartholomew D P, Paull R E dan Rohrbach, 2003).
4. Bunga
Nanas mempunyai bunga majemuk pada ujung batangnya yang
bersifat hemaprodit atau berkelamin ganda. Bunga bersifat
hermaprodit berjumlah 100-200, masing-masing berkedudukan di
ketiak daun pelindung. Jumlah bunga membuka setiap hari,
berjumlah sekitar 5-10 kuntum (Bartholomew D P, Paull R E dan
Rohrbach, 2003).
5. Buah
Warna dan bentuk buah nanas bergantung dari varietasnya. Buah
nanas merupakan buah majemuk yang terbentuk dari gabungan
ratusan bunga. Ukuran, bentuk, rasa, dan warna buah sangat beragam
tergantung varietasnya (Bartholomew D P, Paull R E dan Rohrbach,
2003). Bongol nanas merupakan bagian bari buah nanas yang sering
dibuang karena rasanya tidak manis (Murniati E, 2006).
6. Tunas
Tunas pohon nanas bisa dikembangbiakkan dengan mudah
bergantung dari kondisi tanah dan cuaca. Tunas pohon nanas dikenal
tiga macam tunas yaitu tangkai buah, tunas yang muncul dari ketiak
8
daun di batang dan tunas yang muncul dari batang di bawah
permukaan tanah. Tunas ini dapat digunakan untuk
perkembangbiakan tanaman (Bartholomew D P, Paull R E dan
Rohrbach, 2003).
1.1.4 Kandungan kimia pada nanas
Kandungan pada buah nanas yaitu potassium, vitamin, fosfor, zat
besi, karbohidrat dan bromelain. Kandungan kimia yang mendominan
yaitu bromelain.
Tabel 2.1Kandungan Bromelain pada nanas (Ananas comocus L merr)
Bagian tanaman nanas Persentase
Buah utuh masak 0,060 – 0,080
Daging buah masak 0,080 – 0,125
Kulit buah 0,050 – 0,075
Tangkai 0,040 – 0,060
Bonggol 0,100 – 0,600
Buah utuh matang 0,040 – 0,060
(Murniati E, 2006)
Enzim bromelain merupakan enzim proteolitik atau protease yang
bekerja sebagai katalis dalam reaksi hidrolisis protein. Menurut Naiola
E dan N Widyastuti tahun 2007, enzim bromelain yang paling banyak
ditemukan pada bagian tengah buah nanas, seperti pada table 2.1 diatas
menjelaskan kandungan bromelain terbanyak ada pada bagian bonggol
nanas. Pada kenyataannya bagian ini sering tidak dimanfatkan karena
rasanya yang hambar.
9
Enzim bromelain merupakan unsur protein yang akan menurun
atau denaturasi akibat suhu yang tinggi. Enzim bromelain memiliki
suhu optimum60-63oC, dan akan denaturasi pada suhu 65oC keatas.
Enzim bromelain stabil pada pH 7-8 (Ketnawa S, Chaiwut P dan
Rawdkuen S, 2012).
Kandungan bromelain berfungsi sebagai anti-inflammatory, anti-
oedematous, analgesic, anti-thrombotic, exfoliation, anti-bacteria, anti-
fungal, anti-cancer (Rajendra P, Sapna J, Shraddha dan Ajay K, 2012).
Tidak ada dosis letal pada uji coba bromelain (Rajendra P, Sapna J,
Shraddha dan Ajay K, 2012), tetapi untuk ibu hamil dilarang
mengonsumsi buah nanas.
Enzim bromelain yang terkandung pada nanas bersifat embriostatik
yang akan menghambat pertumbuhan janin dan malformasi tulang atau
bahkan bisa bersifat embriosida, membunuh janin dalam kandungan
karena akan terjadi perdarahan besar pada janin. Bromelain juga bisa
menyebabkan peningkatan kontraksi uterus (Setyawati I dan Yulihastuti
D A, 2012).
1.2 Kulit
1.2.1 Anatomi Kulit
Kutis (cutaneous) terdiri atas dua lapisan, yaitu epidermis dan
dermis sedangkan lapisan dibawah kutis yaitu subkutis (subcutaneous)
yang terdiri dari jaringan adipose (McGraw-Hill Education, 2018).
10
Struktur lapisan kulit terdapat pada gambar 2.2.
(McGraw-ill Education, 2018)
1.2.1.1 Epidermis
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar yang
memiliki fungsi sensorik. Menurut Reksoprodjo, Soelarto,
Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan Darmawan tahun 2008,
epidermis yang terdiri atas: stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal.
Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik yang
peka terhadap sentuhan, suhu, getaran dan nyeri.Sel-sel
epidermis terus-menerus mengalami mitosis dan berganti
dengan yang baru sekitar 30 hari sekali.
Pada lapisan dasar epidermis terdapat Melanosit (sel
pigmen) yang berfungsi melindungi kulit dari sinar yang bersifat
karsinogen. Menurut Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro,
Aryono D, Kartono dan Darmawan 2008, melanosit menyintesis
Gambar 2.2 Struktur Lapisan Kulit: A. Epidermis, B. Dermis, C. Subcutaneus
11
dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan
hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH).
Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang
terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang
mewarnai kulit dan rambut. Melanin diyakini dapat menyerap
cahaya ultraviolet dan dengan demikian akan melindungi
seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar
matahari yang berbahaya (Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro,
Aryono D, Kartono, Darmawan dan 2008).
Kulit juga memiliki sel-sel imun yang disebut sel
Langerhans yang berfungsi melindungi kulit dari
mikroorganisme. Menurut Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro,
Aryono D, Kartono dan Darmawan, 2008, sel langerhans
terdapat diseluruh epidermis. Sel Langerhans mengenali partikel
asing atau mikroorganisme yang masuk kekulit dan
membangkitkan suatu serangan imun.
1.2.1.2 Dermis
Dermis atau kutan merupakan lapisan kulit dibawah
epidermis yang memberikan kekuatan dan struktur pada kulit.
Menurut Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro, Aryono D,
Kartono dan Darmawan 2008, Secara garis besar dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu pars papilare, dan pars retikulare.
12
Lapisan papilare dermis berada langsung dibawah epidermis dan
merupakan bagian yang menonjol di dermis, berisi serabut saraf
dan pembuluh darah. Lapisan retikulare dermis yaitu bagian di
bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri
atas serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan
retikulin.
Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.
1.2.1.3 Subkutis
Lapisan yang terletak di bawah kutis disebut dengan
subkutis, yang terdiri atas jaringan adipose dan jaringan ikat
longgar. Menurut Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro, Aryono
D, Kartono dan Darmawan 2008, sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak
yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa.
Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi
sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya
jaringan lemak tidak sama tergantung dengan lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
13
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan pelindung.
1.2.2 Fungsi Kulit
1.2.2.1 Proteksi
Kulit menjadi bagian tubuh yang melindungi tubuh bagian
dalam dari tekanan, suhu dan infeksi. Menurut Reksoprodjo,
Soelarto, Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan Darmawan
tahun 2008, menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan
fisik atatu mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan,
gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas, misalnya
radiasi, sinar ultra violet, gangguan infeksi luar terutama kuman,
bakteri maupun jamur.
1.2.2.2 Absorpsi
Kulit dapat mengabsorbsi cairan yang ada di permukaan
kulit seperti obat topikal, air bahka cairan berbahaya sekalipun,
maka dari itu harus menjaga kulit dari cairan yang berbahaya
yang dapat menembus kulit. Menurut Reksoprodjo, Soelarto,
Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan Darmawan, penyerapan
dapat terjadi melalui celah antar sel, menembus sel-sel
epidermis atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih
banyak melalui sel-sel epidermis.
1.2.2.3 Ekskresi
Kulit membantu mengeluarkan sisa metabolism tubuh
melalui pori-pori. Menurut Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro,
14
Aryono D, Kartono dan Darmawan tahun 2008, kelenjar-
kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia.
1.2.2.4 Persepsi
Kulit mengandung banyak ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis yang peka terhadap rangsangan baik rangsangan
nyeri, suhu maupun tekanan. Menurut Reksoprodjo, Soelarto,
Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan Darmawan tahun 2008,
badan Ruffini peka terhadap panas. Badan Krausse peka
terhadap dingin. Meissner peka terhadap taktil. Badan Paccini
tekanan.
1.2.2.5 Pengaturan suhu tubuh
Kulit berfungsi untuk mengatur suhu tubuh atau
termoregulasi tubuh. Menurut Reksoprodjo, Soelarto,
Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan Darmawan, 2008, kulit
melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan pembuluh darah kulit.
1.2.2.6 Pembentukan pigmen
Pigmen memberikan warna pada kulit dan bertujuan
sebagai pelindung kulit dari paparan sinar matahari. Menurut
Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan
Darmawan, 2008, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
15
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit
menentukan warna kulit ras maupun individu.
1.2.2.7 Keratinisasi
Menurut Reksoprodjo, Soelarto, Pusponegoro, Aryono D,
Kartono dan Darmawan, 2008, lapisan epidermis dewasa
mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans,
melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan
berubah menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin
gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
1.2.2.8 Pembentukan vitamin D
Membantu pembentukan vitamin D dengan bantuan sinar
yang dihasilkan oleh sinar matahari. Menurut Reksoprodjo,
Soelarto, Pusponegoro, Aryono D, Kartono dan Darmawan,
2008, Vitamin D dibentuk dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
1.3 Luka Bakar
1.3.1 Definisi
Luka bakar adalah rusaknya jaringan kulit yang diakibatkan oleh
suhu tinggi. Tingkat keparahan dilihat dari seberapa paparan yang
didapatkan. Menurut Thorne, Charles H, Beasley, Robert W, Aston,
Sherrell J et al, 2007, luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan
atau kehilangan jaringan kutis yang disebabkan kontak dengan sumber
16
panas seperti api, air panas, bahan kimia yang bersifat asam atau basa
kuat, listrik, petir, radiasi.
1.3.2 Etiologi
Penyebab terjadinya luka bakar yang tersering terjadi dirumah
tangga adalah tersiram air panas atau minyak, bersentuhan benda panas
dan menggunakan bahan-bahan kimia. Menurut Thorne, Charles H,
Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al, 2007, banyak sekali
penyebab terjadinya luka bakar. Penyebab luka bakar antara lain
kebakaran rumah, kebakaran kemah, kebakaran dari daun dan sampah,
selain itu juga disebabkan bahan kimia atau listrik.
1.3.3 Patofisiologi
Luka bakar memiliki kerusakan lokal dan efek sistemik. Panas
menyebabkan perubahan efek sistemik yang berupa peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler. Hal tersebut menyebabkan plasma di
pembuluh kapiler berpindah ke ruangan intersisil. Kebocoran plasma
terjadi pada jam ke 8 hingga jam ke 48. Permeabilitas akan menjadi
normal kembali setelah trombus terbentuk (Tiwari V K, 2012).
Klasifikasi zona respon lokal luka bakar menurut klasifikasi
Jackson, yaitu:
1. Zona koagulasi terdiri jaringan nekrotik yang membentuk jaringan
parut. Terbentuk dari koagulasi protein karena trauma panas, terletak
di pusat/center luka bakar.
2. Zona stasis terjadi kerusakan endotel pembuluh darah beserta
komponennya sehingga mengganggu perfusi, diikuti permeabilitas
17
kapiler dan respon inflamasi lokal. Zona ini terletak di bagian luar
zona koagulasi. zona ini dapat terjadi zona koagulasi apabila tidak
diterapi dengan adekuat atau akan menjadi hiperemis apabila diterapi
dengan adekuat.
3. Zona hiperemis terdiri dari kulit normal dengan cedera ringan.
Reaksi yang ditimbulkan seperti vasodilatasi dan terjadi peningkatan
aliran darah sebagai respon luka bakar. zona ini dapat sembuh
spontan atau menjadi zona stasis (Hettiaratchy S dan Dziwulski P,
2014).
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi:
1. Luka bakar termal
Luka bakar termal terjadi karena kontak langsung antara jaringan
kulit dengan benda panas atau cairan panas. Menurut Thorne,
Charles H, Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al 2007, luka
bakar akibat suhu tinggi disebabkan oleh terpaparnya atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar yang terjadi karena kontak langsung antara jaringan
kulit dengan bahan kimia cair yang bersifat korosif. Menurut Thorne,
Charles H, Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al, 2007 luka
bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat, seperti zat pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan
dalam bidang industri, pertanian dan militer.
18
3. Luka bakar akibat listrik
Luka bakar listrik disebabkan oleh panas energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Sering terjadi pada pekerja yang
bersinggungan dengan alat-alat elektronik. Menurut Thorne, Charles
H, Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al tahun 2007, berat
ringan luka bakar dipengaruhi oleh lamanya kontak, tinggi voltage
dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sinar matahari
dalam waktu yang lama tanpa menggunakan tabir surya. Menurut
Thorne, Charles H, Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al tahun
2007, penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran itu juga dapat
menyebabkan luka bakar.
5. Luka bakar perinhalasi
Luka bakar yang diakibatkan dari gas kimia yang bersifat korosif
yang dapat merusak jaringan kulit maupun mukosa. Menurut
Thorne, Charles H, Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al tahun
2007, luka bakar perinhalasi disebabkan oleh menghirup gas panas,
cairan panas, produk– produk tersebut menyebabkan luka secara
termal dan kimia pada jalan nafas dan paru. Telah terdapat 20% -
35% kasus dan sebagai penyebab utama kematian.
1.3.4 Berdasarkan derajat dan kedalaman
1.3.4.1 Derajat I
19
Luka bakar derajat satu tidak memiliki kerusakan
bermakna. Tingkat kerusakan hanya sebatas epidermis tetapi
cukup nyeri karena adanya resptor.Luka bakar derajat satu atau
luka bakar superfisial yang didefinisikan sebagai luka bakar
hingga epidermis serta adanya respon inflamasi, seperti pada
gambar 2.3.
Pada umumnya disebabkan oleh paparan dari sun burn atau
berkontak langsung dengan benda panas, cairan, atau nyala api
yang singkat dengan intensitas panas yang ringan. Penyembuhan
pada derajat pertama sekitar selama 1 minggu tanpa adanya
perubahan yang permanen (Margie P, Kayode O, Joan O S,
Adnan A H, Christine B, AKM F Rahman, et al, 2008).
(ADAM Education, 2017)
Gambar 2.3
Luka Bakar Derajat I. Terjadi Kerusakan Sebatas Papilla
Epidermis
1.3.4.2 Derajat II
Luka bakar derajat dua yang dapat merusak hingga lapisan
dermis kulit serta dapat membuat destruksi pada beberapa
20
elemen – elemen kulit. Gambaran luka bakar dapat
diilustrasikan seperi gambar 2.4 Luka bakar derajat dua terbagi
menjadi:
1. Luka bakar derajat IIA (superfisial) adalah luka bakar yang
terjadi karena kontak dengan benda atau zat panas sehingga
merusak lapisan dermis bagian superficial serta membuat
destruksi pada bagian atas dermis. Membutuhkan kurang dari
3 minggu dalam penyembuhan.
2. Luka bakar derajat IIB (profundus) adalah luka bakar yang
terjadi karena kontak dengan benda atau zat panas sehingga
merusak lapisan dermis bagian prosundus serta membuat
destruksi pada bagian dalam dermis. Membutuhkan lebih dari
3 minggu untuk penutupan luka dan terlihat bekas luka yang
hipertrofi (Hettiaratchy S dan Dziewulski P, 2005).
Untuk membedakan lebih jelas antara luka bakar derajat II A
dan luka bakar derajat II B bisa dilihat di gambar 2.5.
(ADAM Education, 2017)
Gambar 2.4
21
Luka Bakar Derajat II. Terjadi Kerusakan Sebatas Dermis Bagian luar
Sampai Dalam
(Hettiaratchy S dan Dziewulski P, 2005)
Gambar 2.5
Luka Bakar Derajat IIAMengalami Kerusakan Dari Epidermis Sampai
Dermis Bagian Dangkal Dan II BMengalami Kerusakan Dari
Epidermis Sampai 2/3 Dermis
1.3.4.3 Luka bakar derajat tiga
Luka bakar derajat tiga atau full thickness yang merusak
lapisan epidermis, dermis, subkutis hingga folikel – folikel
rambut. Pada derajat ini, luka bakar tidak dapat meregenerasi
sendiri tanpa adanya grafting kulit (Margie P, Kayode O, Joan
O S, Adnan A H, Christine B, AKM F Rahman, et al, 2008).
(ADAM Education, 2017)
Gambar 2.6
I II A II B III
22
Luka Bakar Derajat III. Terjadi Kerusakan Dalam Dari Subkutis
Sampai Tulang
1.3.5 Penentuan luas luka bakar
Penentuan luas luka bakar dapat di tentukan dengan berbagai cara.
Menurut Thorne, Charles H, Beasley, Robert W, Aston, Sherrell J et al
tahun 2007, rumus yang sering dipakai untuk mengukur luas luka bakar
pada orang dewasa menurut Wallace adalah “Rule of Nines” atau “Rule
of Wallace”, dengan pembagian:
1. Kepala dan leher : 9%
2. Lengan kanan – kiri : 9% - 9%
3. Badan depan : 18%
4. Badan belakang : 18%
5. Tungkai kanan – kiri : 18% -18%
6. Perineum : 1 %
1.3.6 Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah mekanisme tubuh dalam memperbaiki
jejas pada kulit yang membutuhkan faktor – faktor tertentu untuk
mengembalikan kulit ke bentuk semula. Merurut Sjamsuhidajat R dan
Wim De jong tahun 2010 membagi fase penyembuhan luka menjadi 3
yaitu :
1.3.6.1 Fase inflamasi
Terjadi proses radang yang ditandai dengan rubor, kalor,
tumor, dolor dan fungsio lesa. Disaat luka pertama kali
terbentuk, pembuluh darah yang terputus akan memberikan
23
sinyal sehingga pembuluh darah ujung akan vasokonstriksi
(Sjamsuhidajat R dan Wim De jong, 2010).
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari
pembuluh darah dan saling berikatan membentuk benang-
benang fibrin. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi
melepat kemoreaktan yang menjadi sel radang, mengaktifkan
fibroblast dan sel endotel serta vasokonstriktor. Pada fase
inflamasi akan terjadi vasodilasi yang menyebabkan
pembengkakan, perubahan warna, nyeri dan perubahan suhu
(Sjamsuhidajat R dan Wim De jong, 2010).
Aktivitas seluler yang terjadi yaitu pergerakan leukosit
menembus dinding pembuluh menuju luka karena daya
kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. pada fase
inflamasi pembentukan kolagen sedikit dan luka hanya
dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah (Sjamsuhidajat R dan
Wim De jong, 2010).
Pada luka bakar, akan terjadi peningkatan cairan dirongga
ketiga karena peningkatan permeabilitas kapiler. Pada pasien
dengan luka bakar yang luas akan terjadi syok hipovolemik
sehingga dibutuhkan penggantian cairan yang hilang (Tiwari V
K, 2012). Fase inflamasi ini berlangsung sekitar 3 hari,
kecepatan penyembuhannya dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti lingkungan, kelembapan, dll (Pudner R, 2005).
24
1.3.6.2 Fase proliferasi
Pada fase ini akan terjadi pembentukan pembuluh darah
baru dan terbentuk jaringan granulasi. Pembuluh darah kapiler
mulai terbentuk di daerah luka untuk memberi pasokan darah
baru, sel – sel baru seperti fibroblast untuk memproduksi
kolagen, kemudian kolagen ekstraseluler mulai terdeposit.
Deposit kolagen ini dimulai setelah fase inflamasi hingga
puncaknya pada hari ke-5 (Young A , Daniel H dan Clare-Ellen
Mc, 2014).
Peningkatan kapiler, fibroblast, dan kolagen membuat kulit
disekitar luka akan berkontraksi (Pudner R, 2005). Luka mulai
berkontraksi pada hari ke-7 (Young A , Daniel H dan Clare-
Ellen Mc, 2014). Fase proliferasi disebut juga dengan fase
fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblast (Sjamsuhidajat R dan Wim De Jong, 2010).
Keratinosit yang berada di tepi luka bakar menginduksi
terjadinya re-epitelisasi sehingga luka akan menutup dalam 5-7
hari (Gudner G C, 2007).
Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang belum
berdefernsiasi yang menghasilkan mukopolisakarida, asam
amino glisin dan prolin yang merupakan bahan baku dasar
kolagen sarat yang akan mempertautkan tepi luka
(Sjamsuhidajat R dan Wim De Jong 2010).
1.3.6.3 Fase remodeling
25
Pada fase ini akan terjadi penyerapan kembali jaringan
yang belebih, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi.
Fase ini kan berakhir dengan ditandai berakhirnya semua tanda
radang dan tubuh mulai menormalkan kembali semua yang
menjadi abnormal karena proses penyembuhan. (Sjamsuhidajat
R dan Wim De Jong, 2010)
Pembengkakan dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan kolagen yang berlebih diserap
kembali, disesuaikan besarnya regangan. Fase ini membutuhkan
waktu 3-6 bulan untuk kesembuhan total. Pada akhir fase ini
akan didapatkan keregangan kulit 80 % dari kulit biasanya
(Sjamsuhidajat R dan Wim De Jong, 2010).
1.4 Macam-Macam Teknik Debridement
1.4.1 Mechanical Debridement
Menurut Strohal R, Dissemond J, Jordan O J, Piaggesi A, Rimdeika R,
Young T, et al 2013, teknik debridement ini sering dan telah lama
digunakan di Amerika serikat. Teknik ini menggunakan metode wet to
dry dengan menggunakan gauze/kassa yang diaplikasikan dipermukaan
luka sehingga jaringan yang nekrotik bisa terangkat bersama kassa yang
diangkat setelah diaplikasikan. Mechanical debridement ini dapat
menyebabkan luka yang telah terjadi epitelisasi kembali terbuka karena
tarikan paksa dari kasa yang telah kering di permukaan luka dan rasa
nyeri saat kasa ditarik dari luka pasien.
1. Autolytic Debridement
26
Debridement secara natural dengan menjaga kelembapan luka yang
akan melepaskan enzim proteolitik endogen seperti kolagen,
elastase, mieloperoksidase, asam hidroksilase atau lisosim dan
mengaktifkan fagosit. Makrofag akan terbantu dengan adanya
enzim-enzim tersebut yang menghancurkan jaringan nekrotik
sehingga dapat dicerna dengan mudah (Strohal R, Dissemond J,
Jordan O J, Piaggesi A, Rimdeika R, Young T et al, 2013).
2. Larvae Debridement
Teknik ini menggunakan belatung yang steril lalu diletakkan diluka
jaringan mati sehingga jaringan nekrotik bisa dengan mudah
dibersihkan dan meningkatkan epitelisasi luka dan kandungan anti
bakteri yang terdapat pada liur belatung bisa menghambat
pertumbuhan bakteri.
Menurut Strohal R, Dissemond J, Jordan O J, Piaggesi A,
Rimdeika R, Young T et al tahun 2013, sekresi dari larva yang
mengandung antibakteri dan mengandung enzim proteolitik yang
bisa menghancurkan jaringan-jaringan nekrotik, sehingga dapat
meningkatkan kesembuhan luka dengan meningkatkan oksigenasi,
granulasi luka dan aktivitas fibroblast.
3. Surgical Debridement
Teknik ini menggunakan bantuan spesialis bedah karena harus
dilakukan di kamar operasi. Menurut Strohal R, Dissemond J,
Jordan O J, Piaggesi A, Rimdeika R, Young T et al tahun 2013,
prosedur bedah dengan membersihkan jaringan menggunakan mes
27
atau gunting bedah serta dilakukan dengan anastesi dan alat-alat
bedah yang lain. Teknik ini dilakukan jika tidak dapat teratasi oleh
teknik debridement yang lain.
4. Enzymatic Debridement
Teknik ini secara spesifik menggunakan enzim proteolitik baik
dalam gel maupun salep untuk menghilangkan jaringan nekrosis.
Enzim proteolitik dapat bekerja secara sinergis dengan enzim
endogen yang dihasilkan tubuh. Teknik ini sangat berguna pada luka
kronis dan luka akut dengan jaringan nekrotik. Debridement ini tidak
dianjurkan untuk luka dengan perdarahan aktif karena sebagian
Enzymatic Debridement bersifat fibrinolitik (Strohal R, Dissemond
J, Jordan O J, Piaggesi A, Rimdeika R, Young T et al, 2013).
1.5 Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus strain wistar)
Hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan
sebagai hewan uji coba. Tikus memiliki karakteristik genetik yang unik,
mudah berkembang biak, murah, serta mudah untuk mendapatkannya, oleh
karena itu tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis
(Adiyati N P,2011).
Tikus putih galur wistar sering digunakan untuk penelitian, itu
dikarenakan karakteristik genetik yang hampir mirip dengan manusia sekitar
99,5%. Laju pertumbuhan setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor
ordo, jenis kelamin, hormon, usia, pakan, lingkungan dan manajemen
pemeliharaan.
28
Pada hewan rodentia jantan rata-rata laju pertumbuhan lebih cepat
dibanding betina. Hal ini berkaitan dengan pembentukan anatomi dan
fisiologi dari hewan jantan maupun betina yang berbeda. Pada hewan, laju
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh hormon, tidak hanya hormon
pertumbuhan, tetapi juga oleh hormon androgen, glukokortikoid, insulin,
dan tiroid (Adiyati N P, 2011).
1.6 Pengaruh nanas lumat terhadap luka bakar
Nanas mengandung bahan aktif yang disebut dengan enzim bromelain
yang dapat mencerna jaringan nekrotik sehingga dapat meningkatkan proses
penyembuhan, meningkatkan penyembuhan perfusi pembuluh darah, bersifat
anti inflamasi, dapat mengontrol ekspresi mediator inflamasi (Rajendra P,
Sapna J, Shraddha dan Ajay K, 2012). Bromelain berfungsi sebagai
debridement, antiinflamasi dan antiinfeksi (Pizzorno JE, Murray MT, 2006).
Pada saat terjadi luka bakar akan terbentuk penumpukan jaringan nekrotik
yang akan menghambat proses granulasi luka bakar sehingga epitelisasi pada
luka akan terhambat. Tumpukan jaringan nekrotik dapat menjadi sarang
kuman sehingga luka menjadi infeksi (Hettiaratchy S dan Dziewulski P,
2005).
Enzimatik debridemen eksogen akan merangsang tubuh untuk melepaskan
enzim proteolitik endogen yang akan mengoptimalkan aktivitas leukosit dan
makrofag sehingga dapat menghaluskan dan memecah jaringan nekrotik yang
ditimbulkan oleh luka, dengan demikian akan terbentuknya epitelisasi
kembali oleh jaringan sehingga luka akan tertutup (Strohal R, Dissemond J,
Jordan O J, Piaggesi A, Rimdeika R, Young T, et al, 2013).
29
Pada dasarnya tubuh akan mengeluarkan enzim proteolitik endogen tetapi
dalam jumlah yang sedikit sehingga perlu bantuan enzim bromelian sebagai
enzim proteolitik eksogen untuk mencerna jaringan nekrotik yang terdapat
pada permukaan luka bakar sehingga data membantu meningkatkan proses
granulasi (Hettiaratchy S dan Dziewulski P, 2005).
Pada saat terjadi luka bakar, akan terjadi respon inflamasi dengan ditandai
tumor, rubor, dolor, kalor dan fungsio lesa. Jejas pada kulit merangsang
sitokin-sitokin pro inflamasi ke permukaan sehinga akan memberikan efek
vasokonstriksi pembuluh tepi dan peningkatan permeabelitas pembuluh darah
sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke intersisil sehingga akan terjadi
pembengkakan dan pembentukan blister (Tiwari V K, 2012).
Enzim bromelain dapat meningkatkan PO2 pada jaringan, meningkatkan
pemulihan pembuluh darah yang rusak, menghambat perlengketan bakteri
pada permukaan, meningkatkan aktivasi fagosit dan membantu merangsang
pembentukan kolagen (Rajendra P, Sapna J, Shraddha dan Ajay K, 2012).