BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan...

41
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreas Pankreas merupakan organ pipih yang terdapat diantara lambung dan usus. Pankreas mempunyai fungsi eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin ini adalah untuk biosintesis dan juga di duodenum berfungsi untuk sekresi berbagai enzim pencernaan, untuk fungsi endokrin ialah yang berkaitan dengan sekresi hormon yang berkaitan dengan metabolisme karbohidrat (Sloane, 2003). Gambar 2. 1 Anatomi Fisiologi Pankreas (Daniel, 2014) Pankreas berupa kelenjar lunak dan memanjang yang memiliki unit fungsional yang utama, yaitu asinus dan duktus. Kumpulan dari kelenjar eksokrin disebut sel asinar. Sel asinar berfungsi khusus untuk mensintesis, menyimpan, dan mensekresi enzim pencernaan. Hormon dan neurotransmitter berikatan dengan reseptor cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada membran basolateral yang berfungsi untuk merangsang pankreas untuk mengeuarkan enzim dan menghasilkan

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas merupakan organ pipih yang terdapat diantara lambung dan usus.

Pankreas mempunyai fungsi eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin ini adalah

untuk biosintesis dan juga di duodenum berfungsi untuk sekresi berbagai enzim

pencernaan, untuk fungsi endokrin ialah yang berkaitan dengan sekresi hormon

yang berkaitan dengan metabolisme karbohidrat (Sloane, 2003).

Gambar 2. 1 Anatomi Fisiologi Pankreas (Daniel, 2014)

Pankreas berupa kelenjar lunak dan memanjang yang memiliki unit

fungsional yang utama, yaitu asinus dan duktus. Kumpulan dari kelenjar eksokrin

disebut sel asinar. Sel asinar berfungsi khusus untuk mensintesis, menyimpan, dan

mensekresi enzim pencernaan. Hormon dan neurotransmitter berikatan dengan

reseptor cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada membran basolateral yang

berfungsi untuk merangsang pankreas untuk mengeuarkan enzim dan menghasilkan

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

6

peningkatan intraseluler bebas Ca2+. Intraseluler ini mengaktifkan retikulum

endoplasma untuk meningkatkan sintesis protein. Enzim ini akhirnya dilepaskan

melalui sekresi duktus asinar ke dalam duktus interlobular dan akhirnya ke duktus

pankreas utama (Dua and Shaker, 2016).

Produk eksokrin pankreas dapat diklasifikasikan menjadi konstituen

anorganik dan organik. Komponen anorganik utama adalah air, natrium, kalium,

klorida, dan bikarbonat. Sekresi ini jernih, alkali, dan isotonik dan berfungsi untuk

mengirimkan enzim pencernaan ke lumen duodenum. Aliran sekresi pankreas dapat

meningkat dari 0,2 ml / menit saat istirahat menjadi 4 ml / menit ketika distimulasi,

dengan volume sekresi harian total 2,5 L. Konstituen organik terdiri dari enzim

pencernaan, termasuk amilase dan lipase. Amilase manusia terutama di sekresi oleh

kelenjar ludah dan pankreas dan merupakan enzim utama untuk mencerna pati dan

glikogen. Lipase pankreas terdiri dari tiga jenis utama, yaitu trigliserida lipase,

fosfolipase A 2, dan karboksilesterase (Dua and Shaker, 2016).

Gambar 2. 2 Anatomi fisiologi dari pulau Langerhans di Pankreas (Guyton and

Hall, 2016)

Pulau Langerhans berada di dalam bagian endokrin, bagian ini berisi pulau-

pulau pankreas/ langerhans yang menyebar di dalam jaringan pankreas dan

berfungsi menghasilkan glukagon dan insulin di dalam tubuh (Guyton and Hall,

2016). Menurut Mescher (2010) Pulau-pulau pankreas ini terdiri dari beberapa

bagian sel, diantaranya

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

7

▪ Sel alfa berfungsi untuk memproduksi hormon glukagon (25% dari

pulau Langerhans)

▪ Sel beta berfungsi untuk memproduksi hormon insulin (70% dari pulau

Pankreas)

▪ Sel delta berfungsi menghasilkan hormon somatostatin (< 5% dari pulau

Pankreas)

▪ Sel gamma berfungsi untuk memproduksi polipeptida pankreas (< 1%

dari pulau Langerhans)

Diabetes melitus atau penyakit gula disebabkan karena pankreas kurang

dalam mengsekresi insulin (DM tipe 1) atau dapat dikarenakan sekresi yang tidak

cukup untuk insulin mengkompensasi penurunan sensitivitas terhadap efek insulin

(diabetes tipe 2). Dengan tidak adanya insulin yang cukup, penggunaan normal

glukosa untuk metabolisme dicegah. Sebaliknya, asam asetoasetat merupakan

bagian dari lemak yang dipecah, dimana asam asetoasetat di metabolis oleh jaringan

untuk menghasilkan energi yang terletak di dalam glukosa. Dengan diabetes melitus

yang parah, jumlah asam asetoasetat dalam darah dapat naik cukup tinggi, sehingga

mengakibatkan kondisi metabolik asidosis yang parah. Dalam upaya untuk

mengkompensasi asidosis ini, jumlah besar asam di ekskresikan dalam urin.

kadang-kadang sebanyak 500 mmol / hari (Guyton and Hall, 2016).

2.2 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelainan proses metabolisme dalam tubuh

berupa gangguan metabolik kronik berupa adanya tanda-tanda peningkatan glukosa

dalam darah yang berkaitan dengan tidak normalnya metabolis protein, karbohidrat,

dan lemak yang terjadi dikarenakan adanya sensitivitas dan kelainan insulin

ataupun dari kedua nya yang dapat menyebabkan komplikasi kronis (Dipiro et al,

2015). Perkeni., 2015, mendefinisikan suatu gangguan metabolis dengan adanya

hiperglikemia dikarenakan akibat ketidaknormalan kerja dan sekresi insulin.

Sedangkan ADA., 2013, mendefinisikan berupa kelainan metabolik berupa tanda-

tanda meningkatnya glukosa dikarenakan ketidakmampuan pankreas

mensekresikan insulin.

Pada beberapa populasi, definisi diabetes dalam pendistribusian gula darah

ialah mendistribusikan glukosa menyeluruh dengan penyaluran glukosa kepada

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

8

berbagai individu yang memiliki gejala diabetes. Dalam hal lain pendistribusian

gula ini dapat juga menjadi patokan atau dengan artian nilai definisi diagnosa bagi

pederita diabetes berdasar dari value pendistribusian glukosa pada cakupan

populasi bukan pada kesanggupan latihan jasmani nya. Komplikasi makrovaskular

dan mikrovaskular dapat menimbulkan hal yang fatal hingga berujung kematian.

pengucapan ini didukung dengan adanya kadar gula yang tidak semestinya, dimana

ditunjukan dengan kardiovaskular yang timbul (Mogensen, 2007).

2.3 Batasan Diabetes Melitus (DM)

Menurut ADA., 2018 dan PERKENI., 2015 Kriteria diagnosis Diabetes

Melitus (DM) ialah Gula darah plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan disertai gejala;

Glukosa 2 jam setalah pembebanan ≥200 mg/dl; Gula darah plasma sewaktu ≥200

mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM seperti banyak kencing (poliuria) dan juga

disertai gejala-gejala seperti banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia),

dan penurunan berat badan yang tidak jelas asal-usulnya. Sedangkan parameter

diagnosa DM menurut persatuan endokrin PERKENI., 2015 ialah Pemeriksaan

glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa merupakan kondisi tidak ada asupan

kalori minimal 8 jam, atau Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah

TTGO dengan beban glukosa 75 g, atau pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200

mg/dl dengan adanya gejala polifagia, poliuria, polidipsia dan penurunan berat

badan secara tiba-tiba, dan juga pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan penggunaan

metode yang telah di standarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization

Program (NGSP). Berikut kriteria untuk diagnosis diabetes mellitus menurut

(Longo et al., 2015), yaitu:

A. Glukosa plasma puasa ≥7.0 mmol / L (≥126 mg / dL)

B. Gejala diabetes plus konsentrasi glukosa darah acak (GDA) ≥11.1 mmol / L

(≥200 mg / dL)

C. Glukosa plasma 2 jam ≥11,1 mmol / L (≥200 mg / dL) selama tes toleransi

glukosa oral 75 g.

D. Hemoglobin A1c> 6,5%

Kriteria tersebut harus dikonfirmasi dengan pengujian ulang pada hari yang

berbeda, kecuali terdapat hiperglikemia. Dua kategori menengah juga telah

ditetapkan, yaitu:

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

9

A. Gangguan glukosa puasa (IFG) untuk kadar glukosa plasma puasa 5,6-6,9

mmol / L (100-125 mg / dL)

B. Gangguan toleransi glukosa (IGT) untuk kadar glukosa plasma 7,8-11,1 mmol

/ L (140–199 mg / dL) 2 jam setelah 75-g beban glukosa oral

Individu dengan IFG atau IGT tidak memiliki resiko DM, tetapi berisiko besar

untuk mengembangkan DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskular di masa depan.

Skrining dengan kadar glukosa plasma puasa dianjurkan setiap 3 tahun untuk

individu di atas usia 45 tahun, serta untuk individu yang lebih muda yang kelebihan

BB (indeks masa tubuh ≥25 kg / m2) dan memiliki satu atau lebih faktor resiko

tambahan. Dan berikut kriteria diagnosis untuk diabetes menurut (Katzung, 2018)

Tabel II. 1 Kriteria diagnosis penderita Diabetes Melitus (Katzung, 2018)

Toleransi Glukosa

Normal, mg/dL

(mMol/L)

Prediabetes

Diabetes Melitus2

Glukosa darah

puasa mg/dL

(mmol/L)

< 100 (5,6) 100-125 (5,6-6,9)

(Glukosa puasa

terganggu)

≥ 126

(7,0)

Gula darah 2 jam

post prandial

mg/dL (mmol/L)

< 140 (7,8) ≥140-199

(7,8-11,0)

(Toleransi

glukosa

terganggu)

≥ 200

(11,1)

HbA1c (%)

(Kriteria ADA)

< 5,7 5,7-6,4 ≥6,5

2.4 Etiologi Diabetes Melitus

Faktor resiko DM bisa dibagi menjadi dua, yakni yang dapat dirubah dan

yang tidak dapat dirubah. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah yaitu usia, jenis

kelamin, etnik, ras, asal-usul keluarga penderita DM, riwayat bayi baru lahir dengan

BB > 4Kg, dan riwayat lahir dengan BB lahir rendah yakni < 25Kg. Sedangkan

faktor resiko DM yang dapat dirubah banyak keterikatan dengan perilaku hidup

yang buruk, yaitu berat badan berlebih, obesitas sentral atau abdominal, kurangnya

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

10

latihan jasmani, tekanan darah tinggi, displidemia, diet tidak benar, riwayat TGT

atau terganggu GDP terganggu, dan merokok (Riskesdas Kemenkes RI, 2013).

Berikut gambar etiologi terkait diabetes melitus beserta penjelasannya.

Gambar 2. 3 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (McCorry, et al 2019)

Penyebab diabetes bersumber dari pankreas yang tidak bisa menghasilkan

insulin sesuai dengan apa yang diperlukan tubuh (Charles dan Anne, 2010).

Diabetes melitus tipe 2 Paling umum terjadi pada pria gemuk berusia antara 40 dan

60 tahun. Pada saat diagnosis, sekresi insulin mungkin normal atau bahkan dapat

meningkat. Kelebihan produksi insulin yang berkelanjutan oleh sel beta, dapat

menyebabkan kehancuran sel beta. Komplikasi akut diabetes tipe 2 dapat berupa

hiperosmolar hiperglikemik sindrom (McCorry, et al 2019). Berikut faktor-faktor

penyebab diabetes melitus

2.4.1 Pola makan

Salah satu penyebab timbulnya penyakit DM adalah dari pola konsumsi

makanan yang berlebih serta jumlah kalori yang tidak terkontrol yang masuk ke

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

11

dalam tubuh. Makan yang berlebih dan tidak pada porsi nya serta tidak

diimbangkan dengan jumlah sekresi insulin yang mencukupi dapat mengakibatkan

kadar glukosa dalam darah meningkat (Hasdianah, 2012).

2.4.2 Faktor genetik

Resiko terserang penyakit DM kemungkinan lebih rentan terjadi pada

anggota keluarga yang memiliki riwayat diabetes melitus dibanding dengan

anggota keluarga yang tidak terkena diabetes mellitus. Para ahli menuturkan bahwa

DM adalah penyakit yang berhubungan dengan kromosom seks. Dalam hal ini

besar kemungkinan penderita sesungguhnya ialah laki-laki. Sedangkan untuk

perempuan hanya sebagai pembawa gen yang diturunkan kepada anak nya

(Maulana, 2008).

2.4.3 Pola hidup

Faktor penyebab diabetes melitus juga datang dari pola hidup yang tidak

sehat. Malas berolahraga adalah salah satu faktor penyebab diabetes melitus, karena

fungsi dari berolahraga itu sendiri untuk pembakaran kalori yang berlebih di dalam

tubuh. Kalori yang menimbun dalam tubuh inilah yang menjadi salah satu faktor

penyebab diabetes melitus (Hasdianah, 2012).

2.4.4 Obesitas

Obesitas adalah suatu ketidakseimbangan antara berat bedan dengan tinggi

badan yang disebabkan oleh penimbunan lemak di dalam tubuh sehingga

mengakibatkan berat badan berlebih (Sumanto, 2009). Obesitas biasanya terjadi

pada tubuh bagian atas yang menyebabkan kurangnya reseptor insulin pada

jaringan lemak dan otot skeletal (Smeltzer, et al, 2008). Obesitas juga dapat

mempengaruhi sel-sel lemak menghasilkan zat adipositokin dengan jumlah yang

banyak. Zat inilah yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Hartini, 2009).

Pengukuran lemak tubuh berdasarkan tingkat populasi dengan kriteria BB

diatas kriteria dan obesitas pada orang dewasa, dapat dilaksanakan dengan indikator

index massa tubuh (IMT) (Sugondo, 2006). Berikut klasifikasi indeks masa tubuh

menurut Asia Pasifik.

2.5 Epidemiologi Diabetes Mellitus

Prevalensi DMT2 ini meningkat setiap tahun nya. Dapat dikarenakan aktivitas

keseharian yang cenderung tidak sehat. Menurut World Health Organization

(WHO), 2016 menyebutkan bahwa jumlah masyarakat indonesia yang memiliki

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

12

penyakit DM terjadi penaikan angka yang cukup tinggi untuk kedepannya.

Kenaikan prevalensi penderita DMT2 di Indonesia diprediksi WHO mengalami

peningkatan yang cukup tinggi, yaitu pada tahun 2000 sekitar ± 8,5 juta penduduk

menjadi di kisaran 22 juta penduduk di 30 tahun kedepan (WHO, 2011). Di Jawa

Timur sendiri prevalensi diabetes mellitus menurut Riskesdas., 2018, kejadian

terbesar terdapat di kota madiun, sedangkan daerah Blitar menempati urutan ke 16

dari 38 wilayah kabupaten/kota (Riskesdas, 2018).

Tabel II. 2 Klasifikasi IMT (Sugondo, 2006)

Klasifikasi BMI (Kg/m2)

BB kurang < 18,5

Normal 18,5 – 22,9

BB berlebih ≥ 23

Beresiko 23 – 24,9

Obesitas I 25 – 29,9

Obesitas II ≥ 30

Menurut (Depkes, 2003) IMT adalah index sederhana dari BB terhadap

tinggi badan yang digunakan untuk klasifikasi BB dan obesitas dengan kriteria

dewasa, berikut rumus penentuan index masa tubuh (IMT)

IMT = BB (Kg)

TB (m) x TB (m)

2.6 Klasifikasi Diabetes Melitus

Berdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu

DM tipe 1, DM tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes tipe lainnya. Diabetes

melitus merupakan penyakit yang tidak ada tanda-tanda atau gejala yang terlihat,

hal ini mengakibatkan banyak penderita masuk RS dengan diagnosa penyakit

kronis disertai komplikasi. Pada tipe 1 terjadi kerusakan sel pankreas yang sering

berakibat kurangnya insulin yang mutlak. DM tipe 1 ini terbagi lagi menjadi 2 tipe

yaitu immune-mediates diabetes, ialah merupakan kerusakan sel pankreas akibat

proses autoimun dan yang kedua idiopathic diabetes, penyebab tipe ini tidak

diketahui, namun tidak ada bukti terjadi proses autoimun. Sedangkan DM tipe 2 ini

diderita oleh 90-95% penderita diabetes. Mayoritas pasien mengalami kelebihan

BB dan kondisi tersebut menimbulkan resistensi insulin. Pasien DM yang normal

berdasarkan kriteria BB tradisional, kemungkinan mengalami peningkatan

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

13

distribusi lemak pada regio abdomen. Ketoasidosis hampir tidak pernah terjadi pada

tipe ini. Risiko mengalami diabetes melitus tipe 2 naik seiring bertambahya usia,

obesitas, dan aktivitas jasmani yang kurang (ADA, 2018)

2.6.1 Diabetes Melitus Tipe 1

DM tipe 2 ditandai dengan adanya kelainan sistemik yang terjadi akibat

gangguan metabolisme gula yang ditandai oleh hiperglikemia kronis. Keadaan ini

diakibatkan oleh rusaknya sel beta pankreas oleh proses autoimun ataupun idiopatik

sehingga terhentinya pembuatan insulin itu sendiri. produksi insulin yang tidak

mencukupi menyebabkan terganggunya metabolism protein, lipid, dan karbohidrat.

DM tipe-1 ini banyak terjadi pada pasien anak dengan rentang usia 5-6 tahun dan

sampai 12 tahun. Perlu diketahui lebih dari setengah persen penderita baru tipe 1

berusia >19 tahun. (World Diabetes Foundation, 2015)

2.6.2 Diabetes Melitus Tipe 2

DM Tipe 2 dikarakterkan dengan hiperglikemia dan didapatkan dari

resistensi insulin perifer yang dikombinasikan serta ketidakmampuan sekresi

insulin oleh sel beta pancreas, walaupun penyebab spesifik nya belum diketahui,

destruksi autoimun sel beta tidak ada (ADA, 2018). 90 % dari keseluruhan penderita

diabetes mellitus merupakan penderita dengan tipe ini. Diabetes melitus tipe ini

dapat terjadi karena gaya hidup yang salah (kalori berlebih, kurang olahraga dan

obesitas) dan atau faktor genetik. Tanda-tanda yang muncul hampir mirip dengan

diabetes melitus tipe 1. Tetapi seringkali gejala ini tidak tampak, sehingga

penyakitnya terdeteksi baru beberapa tahun setelah penderita mengalami onset-nya.

Kebanyakan tipe ini terjadi pada orang dewasa, tetapi saat ini ada juga yang dialami

oleh anak-anak yang obesitas (PERKENI, 2015).

2.6.3 Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini merupakan toleransi dari karbohidrat terganggu yang

menyebabkan kadar glukosa naik, dan kali pertama diketahui pada waktu hamil.

Angka frekuensi kejadian 1–14% dari semua kehamilan (data di Indonesia:1,9-

3,6%). Sedangkan frekuensi DM pada kehamilan maupun DMG yang tidak

terdiagnosis 10-25% yg menjadikan naiknya angka kesakitan dan kematian, baik

ibu maupun bayi (WHO, 2013).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

14

2.6.4 Diabetes Melitus Tipe Lain

DM tipe lain terjadi akibat penyebab yang lain, yaitu berupa munculnya

gangguan genetik fungsi sel beta, kerja insulin yang terganggu, gangguan eksokrin

pankreas, infeksi, endokrinopati, sebab imunologi yang jarang dan sindroma

genetik lainnya yang kadang dihubungkan dengan diabetes melitus (ADA, 2018).

2.7 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Gejala DM tipe 1 dan tipe 2 hampir sama, tetapi gejala tersebut biasanya

bervariasi dalam hal intensitas. DM tipe 1 biasanya lebih parah dan lebih cepat

terjadi. Gejalanya terkait dengan efek osmotik glukosa dan kelainan partisi energi.

Gejala umum termasuk poliuria dan polidipsia. Gejala sering disertai dengan

merasa cepat lelah karena glukosa tidak dapat bekerja maksimal disertai penurunan

BB yang ditandai dengan kerusakan lipid dan protein dalam tubuh sebagai alternatif

energi bagi glukosa. Sedangkan untuk DM tipe 2 memiliki onset berbahaya

hiperglikemia, dengan sedikit atau tanpa gejala klasik. Ini khususnya terjadi pada

orang gemuk. gejala seperti Infeksi berulang, misalnya, saluran kemih, dada,

jaringan lunak, sering terjadi karena hiperglikemia berkelanjutan yang dapat

menyebabkan gangguan fungsi fagosit yang parah, dan peningkatan kadar glukosa

yang berfungsi menyediakan media pertumbuhan bagi bakteri. kombinasi

neuropati, penyakit pembuluh darah perifer (PVD) dan infeksi dapat bermanifestasi

sebagai ulserasi kaki atau gangrene dengan keadaan hiperglikemia hiperosmolar

(HHS) di mana kadar glukosa lebih dari 35 mmol / dan menyebabkan dehidrasi

berlebihan. Namun dalam hal lain, penderita DM tipe 2 memiliki komplikasi

ketoasidosis diabetes, terutama pada infeksi berat atau pada keturunan Afrika /

Karibia. (Walker and Whittlesea, 2012). Berikut gejala-gejala yang biasanya

disebabkan oleh diabetes melitus, diantaranya

2.7.1 Polyuria (Pengeluaran Urin)

Merupakan gejala umum pada penyandang DM yang ditandai dengan banyak

kencing. Pengeluaran urin yang berlebih dikarenakan kadar glukosa terlalu tinggi,

sehingga memicu ginjal terus menerus mengekskresikan urin bersama kadar gula

tersebut. Gejala utamanya muncul di malam hari dan disebabkan karena adanya

gangguan pengaturan cairan dan solut pada penyebab dan patofisiologi yang

berbeda-beda (Pardede, 2003).

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

15

2.7.2 Polydipsia (Timbul Rasa Haus)

Merupakan akibat reaksi tubuh karena banyak mengeluarkan urin.

Mekanisme nya tubuh tidak dapat memproses glukosa yang masuk ke dalam tubuh,

sehingga terjadi tekanan osmotik di dalamnya. Akhirnya banyak urin yang keluar

yang mengandung glukosa sehingga tubuh menjadi terdehidrasi dan merasa haus.

Semakin banyak pengeluaran urin, maka tubuh mengalami dehidrasi yang

mengakibatkan timbul nya rasa haus yang berlebihan. Gejala yang ditimbulkan

merupakan usaha tubuh untuk mengatasi dehidrasi atau kekurangan cairan

(Hembing, 2008).

2.7.3 Polyphagia (Timbul Rasa Lapar)

Penyebab gejala ini ialah semakin kurangnya penyimpanan glukosa yang

terdapat di tubuh walaupun kadar glukosa tinggi. Tidak berhasilnya insulin

menyalurkan glukosa untuk sumber tenaga menjadikan tubuh merasa letih seperti

tidak ada energi, polyfagia terjadi akibat glukosa tidak dapat menembus sel

sehingga terjadi rangsangan kedalam otak agar selalu merasa lapar, efek yang

ditimbulkan penyandang banyak makan (Hembing, 2008).

2.7.4 Penurunan Berat Badan

Penurunan BB adalah satu dari kesekian ciri yang timbul karena penyakit

diabetes melitus. Penurunan BB sangat dipengaruhi oleh metabolisme karbohidrat

yang terganggu. Terganggu nya metabolisme ini berpengaruh pada kegagalan

pembentukan energi dalam tubuh. Hal inilah penyebab tubuh diabetes akan

cenderung mengalami penurunan berat badan (Firdaus, 2017).

2.8 Data Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan GDP (Puasa merupakan keadaan tidak adanya asupan kalori

minimal 8 jam

2. Pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO)

3. Pemeriksaan HbA1c (Dengan menggunakan metode yang terstandarisasi

oleh NGSP

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

16

Tabel II. 3 Tes Laboratorium untuk diagnosa diabetes dan prediabetes (Perkeni,

2015)

HbA1c (%) Glukosa darah

puasa (mg/Dl)

Glukosa plasma 2 jam

setelah TTGO (mg/Dl)

Positif

Diabetes

≥ 6,5 ≥ 126 MG/Dl ≥ 200 mg/dL

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199

Sehat < 5,7 < 100 < 140

Tes laboratorium terkait diabetes melitus menurut Pagana., 2019, meliputi

tes glukagon dengan normal 50-100pg/Ml atau 50-100ng/L, glukagon ini

merupakan hormon yang dikeluarkan oleh sel-sel alfa pankreas pulau

Langerhans. Kedua tes gula darah puasa (GDP) dengan nilai normal pada saat

puasa 70-110 mg/dL dengan catatan puasa kalori 8 jam sebelum tes. Ketiga tes

glukosa 2 jam postprandial (GD2PP) dengan nilai normal umur 0-50 tahun

<140mg/dL, umur 50-60 tahun <150mg/dL dan untuk umur 60 tahun keatas

<160mg/dL. Keempat tes glukosa toleransi (GTT) dengan nilai normal pada

saat puasa <110mg/dL dan didukung dengan tes urin yang negatif. Kelima tes

hormon pertumbuhan (GH) dengan nilai normal pada laki-laki <5ng/mL dan

perempuan <10ng/mL. tes terakhir yang dilakukan adalah tes HbA1c dengan

nilai normal 4-5,9% dan nilai normal kontrol diabetes baik dengan nilai <7%.

Berikut korelasi antara HbA1c dengan rata-rata glukosa plasma

Tabel II. 4 Nilai HbA1c dengan rata-rata glukosa plasma (Pagana, 2019)

A1c (%) Approximate MPG (mg/dL) Interpretation

4 65 Rentang tidak diabet

5 100 Rentang tidak diabet

6 135 Rentang tidak diabet

7 170 Target ADA

8 205 Perlu tindakan

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

17

2.9 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Gambar 2. 4 The 8 Ominous Octet Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2

(DeFronzo, 2009)

Menurut DeFronzo (2009) berikut patogenesis DMT2 yang dipicu oleh 8

point (omnious octet), yaitu:

2.9.1 Gagalnya sel beta pankreas

Pada waktu diagnosis DMT2 ditegakkan, kegunaan sel beta sudah tidak

optimal pada pankreas. Obat OAD yang diberikan untuk bekerja pada jalur ini ialah

golongan meglitinide, sulfonilurea, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor (DeFronzo,

2009).

2.9.2 Liver

Pada pasien DMT2 telah terjadi kondisi kekebalan insulin yang parah

sehingga menimbulkan gluconeogenesis dan menjadikan pembuatan glukosa saat

keadaan basal di dalam livre (HGP=hepatic glucose production) cukup tinggi.

Terapi yang diberikan untuk bekerja pada jalur ini ialah golongan obat DM yang

mempunyai sensitivitas terhadap insulin yaitu metformin, yang gunanya sebagai

penekan proses gluconeogenesis (DeFronzo, 2009).

2.9.3 Otot

Pada pasien DMT2 terjadi hambatan kerja dari insulin yang multipel di

intramyocellular, akibatnya gangguan dari fosforilasi tiroksin menyebabkan

terganggunya transpor glukosa didalam otot, turunnya sintesis glikogen, serta

penurunan oksidasi gula darah. Terapi yang diberikan untuk bekerja pada jalur ini

ialah thiazolidinedione dan juga metformin (DeFronzo, 2009).

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

18

2.9.4 Sel lemak

Adiposit yang kebal terhadap efek antilipolytic dari insulin, mengakibatkan

naiknya kejadian lipolisis dan kadar adiposit bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam

darah. Meningkatnya FFA dapat mempengaruhi terjadinya glukoneogenesis, dan

mengakibatkan resisten insulin dalam otot dan liver. FFA juga dapat mengganggu

sekresi insulin. FFA yang mengganggu disebut sebagai lipotoxcity. Terapi yang

diberikan pada jalur ini ialah tiazolidindion (DeFronzo, 2009).

2.9.5 Usus

Glukosa yang dikonsumsi dapat memicu respon insulin jauh lebih banyak

dibandingkan bila diberikan secara IV. Efek yang disebut sebagai efek incretin ini

dilakukan oleh dua hormon, yaitu GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) serta GIP

(glucosa dependent insulintrophic polypeptide atau gastric inhibitori polypeptida).

Pada pasien DMT2 dihasilkan defisiensi GLP-1 dan kekebalan terhadap GIP.

Dalam hal lain, incretin akan dirubah dengan keberadaan enzim DPP-4, sehingga

intensitas bekerja hanya dalam hitungan menit. Terapi yang dapat diberikan pada

jalur ini untuk menghambat kinerja DPP-4 ialah golongan DPP-4 inhibitor. Saluran

cerna juga memiliki tugas untuk menyerap karbohidrat melewati kinerja enzim α-

glukosidase yang merubah polisacarida menjadi monosacarida yang selanjutnya

diserap oleh usus yang mengakibatkan meningkatnya gula darah setelah makan.

Terapi uang dapat diberikan pada jalur ini untuk prenghambat kinerja enzim α-

glukosidase ialah acarbose (DeFronzo, 2009).

2.9.6 Sel Alfa Pankreas

Sel alfa pankreas adalah organ ke enam yang berperan dalam hiperglikemi

dan sudah ada sejak 1960. Sel alfa mempunyai fungsi dalam mensintesis glukagon

yang pada saat puasa jumlahnya di dalam darah akan tinggi. Peningkatan ini

mengakibatkan HGP dalam kondisi basal naik secara substansial disbanding

seseorang yang normal. Terapi yang dapat diberikan pada jalur ini untuk

mengsekresi ataupun menghambat glukagon ialah golongan GLP-1 agonis, DPP- 4

inhibitor dan amylin (DeFronzo, 2009).

2.9.7 Ginjal

Ginjal adalah organ yang berfungsi untuk patogenesis DMT2. Ginjal

menyaring ± 163g glukosa setiap hari. 90% dari glukosa yang tersaring akan

terserap lagi oleh SGLT-2 (Sodium Glucosa co Transporter) di organ convulated

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

19

tubulus proksimal. Sedangkan sepuluh persen sisa nya akan di absorpsi oleh SGLT-

1 pada tubulus descended dan ascenden, dan pada akhirnya tidak ada glukose dalam

urin. Pada pasien diabetes melitus terjadi kenaikan expresi gen SGLT-2. Terapi

yang menghambat kerja SGLT-2 akan menghalangi penyerapan glucose kembali

pada tubulus ginjal sehingga glukosa akan diekskresikan melalui urin. Terapi yang

dapat diberikan pada jalur ini ialah SGLT-2 inhibitor. Contohnya dapaglifozin

(DeFronzo, 2009).

2.9.8 Otak

Insulin berperan kuat dalam menekan nafsu makan. Pada seseoran yang

mengalami obesitas baik yang DM ataupun tidak, didapatkan hyperinsulinemia

yang merupakan mekanisme kompensasi dari resisten isnulin. Pada keadaan

hiperinsulinemia asupan makanan cenderung meningkat, mengakibatkan adanya

kekebalan insulin yang terjadi di otak. Terapi yang dapat diberikan pada jalur ini

ialah GLP-1 agonis, bromokriptin, dan amylin (DeFronzo, 2009).

Maka dari itu kedelapan omnious octet diatas penting untuk dimengerti

sebab dasar patofisiologi diatas memberikan konsep tentang:

A. Pemberian terapi harus ditujukan untuk memperbaiki ganguan patogenesis,

bukan sekedar untuk penurunan HbA1c saja

B. Pemberian terapi kombinasi yang dibutuhkan harus didasarkan atas kerja

obat pada gangguan multiple dari patofisiologi DMT2.

C. Pemberian terapi wajib dimulai sejak dini agar dapat mencegah atau

memperlama progresivitas kegagalan sel β yang sudah terlaksana pada

penderita gangguan toleransi glukosa. (PERKENI, 2015)

2.10 Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit yang disebakan karena defisiensi inuslin

baik secara absolut ataupun relatif. Defisiensi inuslin dapat terjadi melalui tiga jalur,

yaitu yang pertama karena penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

(dessentisasi), yang kedua rusaknya reseptor insulin pada jaringan perifer, dan yang

terakhir rusaknya beragam sel beta pancreas karena pengaruh dari luar (virus, zat

kimia tertentu, dll) (Manaf, 2009).

2.10.1 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1

Pankreas merupakan kelenjar ludah perut yang berfungsi menghasilkan

insulin di dalam tubuh yang letaknya di belakang lambung. Di dalamnya terdapat

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

20

pulau-pulau Lagerhans yang membentuk kumpulan sel yang membentuk seperti

pulau pada peta. Jaringan ini mengekskresikan hormon insuline yang dapat

mengatur jumlah glukosa darah. Insulin ini diibaratkan sebagai anak kunci yang

bertindak untuk pembuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian

glukosa tersebut di metabolisme menjadi energi di dalam sel. Bila tidak ada insulin,

menyebabkan glukosa dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel sehingga jumlah

glukosa dalam darah menjadi meningkat. Kondisi ini yang mengakibatkan

terjadinya diabetes melitus tipe 1 (Subekti, 2009).

2.10.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Total cakupan insulin saat kondisi DMT2 ini cenderung normal, bahkan

dapat lebih besar jumlahnya, akan tetapi jumlah penangkap (reseptor) insulin

kurang pada permukaan sel. Penangkap insulin dapat diartikan sebagai lubang

kunci pintu untuk masuk ke dalam sel. Dalam kasus DMT2 ini, jumlah dari lubang

kuncinya kurang, sehingga menyebabkan glukosa yang akan masuk ke dalam sel

sedikit, walaupun anak kunci nya (insulin) banyak. Hal ini mengakibatkan sel tidak

cukup bahan bakar (glukosa) sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam sirkulasi

tinggi. Keadaan ini yang mengakibatkan terjadinya DMT2. Dan juga diabetes

melitus tipe 2 ini juga dapat terjadi karena terganggunya transport glukosa yang

berada di dalam sel sehingga mengakibatkan kegagalan glukosa sebagai bahan

bahan untuk metabolism energi (Subekti, 2009).

Gambar 2. 5 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 (Silbernagl dan Lang, 2000)

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

21

Sebagian besar pasien DMT2 memiliki berat badan berlebih, dan bahkan

hampir 90% disebabkan oleh obesitas. Seperti terlihat pada gambar 2.5 dijelaskan

bahwa obesitas muncul dikarenakan oposisi dari gen bawaan, asupan makan yang

tidak terkontrol, dan olahraga yang jarang. Ketidakseimbangan inilah yang

mengakibatkan peningkatan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini

kemudian akan menurunkan penggunaan glukosa di jaringan lemak dan otot, yang

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin yang mendorong untuk meningkatkan

pelepasan insulin. Selain obesitas penyebab lain DMT2 ialah disposisi genetik yang

menyebabkan turunnya sensitivitas dari insulin. Penurunan ini mempengaruhi efek

insulin pada metabolisme glukosa, sehingga mengakibatkan hiperglikemia berat

tanpa adanya gangguan metabolisme lemak (Silbernagl and Lang, 2000).\

2.11 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi yang terjadi oleh penderita diabetes melitus dibagi menjadi 2,

yakni komplikasi akut dan komplikasi kronis

2.11.1 Komplikasi Akut

Merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang penting dan ada

hubungan dengan kesetimbangan kadar gula darah dalam rentang waktu yang

singkat, ketiga komplikasi tersebut, yakni:

A. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah komplikasi penting dari terapi penurun glukosa pada

pasien dengan diabetes, karena kontrol glikemik intensif selalu meningkatkan risiko

hipoglikemia. Peningkatan enam kali lipat dalam kematian akibat diabetes telah

dikaitkan dengan pasien yang mengalami hipoglikemia berat dibandingkan dengan

yang tidak mengalami hal itu. Episode berulang hipoglikemia dapat menyebabkan

gangguan sistem kontra-regulasi. Komplikasi jangka pendek dan jangka panjang

dari hipoglikemia terkait diabetes dilaporkan termasuk infark miokard, disfungsi

neurokognitif, kematian sel retina dan kehilangan penglihatan, dan cedera dari jatuh

(Fried and Carlton, 2019).

Hipoglikemia ini biasanya terjadi karena adanya terapi farmakologi, seperti

contoh karena adanya penggunaan insulin dan sulfonylurea. Berikut tatalaksana

komplikasi akut hipoglikemia menurut (ADA, 2019)

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

22

Tabel II. 5 Klasifikasi Hipoglikemia (ADA, 2019)

Level Kriteria Glikemia Deskripsi

Hipoglikemia

stage 1

≤70 mg/dL (3,9

mmol/L)

Cukup rendah untuk pengobatan

dengan karbohidrat aksi cepat dan

penyesuaian dosis terapi penurun

glukosa

Hipoglikemia

secara klinis

signifikan (lvl 2)

< 54 mg/dL (3,0

mmol/L)

Cukup rendah untuk menunjukkan

hipoglikemia serius dan penting

secara klinis

Hypoglycemia

akut (level 3)

Tidak ada nilai

ambang glukosa

spesifik

Hipoglikemia yang berhubungan

dengan gangguan kognitif berat yang

membutuhkan bantuan eksternal

untuk pemulihan

Edukasi diberikan terhadap penderita rawat jalan yang memakai terapi

penggunaan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Terapi insulin perlu

digunakan dengan benar dengan tujuan mengurangi terjadinya hipoglikemia.

Edukasi terdiri dari konsep tentang gula darah basal serta prandial, fungsi insulin

basal serta prandial, dan juga pemantauan glukosa darah secara mandiri (Perkeni,

2015).

Menurut ADA.,2019, jika pasien mengalami hipoglikemia dengan kadar

glukosa <70 mg/dL, dapat diberikan asupan gula sebanyak 15-20 gram. Sedangkan

kadar gula darah <54 mg/dL dapat diberikan Glucagon.

B. Ketoacidosis Diabetikum (KAD)

Peningkatan keton darah dalam tubuh yang disebabkan oleh DM. badan

keton ini larut dalam air dan diproduksi oleh hati dari asam lemak selama asupan

makanan rendah atau puasa, diet ketat karbohidrat, kelaparan, olahraga

berkepanjangan, atau pada kasus DM tipe 1 yang tidak diobati. Pada KAD, kadar

keton yang tinggi dihasilkan sebagai respon terhadap kadar insulin yang rendah dan

kadar hormon kontra regulasi yang tinggi. Pada KAD akut, konsentrasi keton tubuh

dapat meningkat 10 kali lipat (Fried and Carlton, 2019).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

23

Pada pasien yang mengalami KAD umumnya terjadi ketonuria, yang

dimana pada pemeriksaan urin keton (>2+) atau terjadi ketonemia dimana kadar

urin keton >3,0 mmol/L, kadar pH <7,3 dan bicarbonate (HCO3) < 15 mmol/L,

hiperglikemia, dan hipokalemia. Pada penderita yang terkena KAD dapat diberikan

terapi, yaitu (Dhatariya and Vellanki, 2007)

1. Insulin IV (bukan subkutan) dalam dosis 0,1 IU/Kg/jam

2. Nacl 0,9% 15-20 ml/kg/jam

3. Preparat kalium dapat diberikan jika terjadi hipokalemia

4. Infus natrium bikarbonat dapat diberikan jika terjadi kondisi asidosis yang

berat Ph <6.9.

C. Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS)

HHS dapat juga disebut sebagai hiperglikemia hyperosmolar non ketotik

(HHNK) yang berupa kondisi yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia yang ditandai dengan adanya perubahan dari tingkat kesadaran.

Terkadang keadaan ini terjadi kondisi ketosis ringan. Keadaan hiperglikemia

persisten mengakibatkan diuresis osmotic yang dapat menyebabkan kehilangan

cairan dan elektrolit. Pada sindrom ini kelainan yang mendasar ialah kekurangan

sejumlah insulin efektif. Berbeda dengan KAD, di HHS ini masih terdapat insulin

tetapi tidak dapat mencegah hiperglikemia, sehingga masih dapat menghasilkan

badan keton (Smeltzer and Bare, 2002)

Terdapat perbedaan diagnosa antara UK dan USA, namun pada pasien yang

mengalami HHS tidak terjadi ketonuria/ketonemia dan asidosis. Pada pasien HHS

dapat diberikan terapi, yaitu ((Dhatariya and Vellanki, 2007).

1. Insulin IV (bukan subkutan) dengan dosis 0,1 IU/Kg/jam. Jika penurunan gula

darah lebih kecil dari (< 50-70 mg/dL/jam) dosis insulin dapat digandakan. Dan

jika glukosa darah telah mecapai kadar 250-300 mg/dL maka dosis insulin

dapat direndahkan menjadi 0,02-0,05 IU/kg/jam (ADA, 2018).

2. Infus NaCl 0,9% sebanyak 1-1,5 l (ADA, 2019).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

24

Tabel II. 6 Perbedaan Diagnosa HHS UK VS USA

United Kingdom Amerika

Hiperglikemia >30 mmol/L

(540mg/dL)

>33,3 mmol/L

(600 mg/dL)

Hiperosmolariti Kalkulasi >320 mOsm/kg

2 x Na (mmol/L)

+ glucose

(mmol/L) + urea

(mmol/L)

>320 mOsm/kg

2 x Na

(mcQ/L) +Glukosa

(mg/dL)/18+nitrogen

urea darah

(mg/dL)/2.8

Berkuranganya

asidosis

Keton

pH

Bicarbonat

Rendah

> 7,3

>15 mmol/L

Rendah

>7,3

>20 mmol/L

Perubahan status

mental

Tersajikan Tersajikan

2.11.2 Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik pada kasus DM terjadi bila kadar gula darah dalam tubuh

secara terus-menerus tidak dapat terkontrol dengan baik sehingga menyebabkan

berbagai komplikasi kronis pada DM. Komplikasi ini terdiri dari komplikasi

makrovaskuler dan mikrovaskuler. Komplikasi makrovaskuler utamanya

didasarkan oleh adanya resisten insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskuler lebih

dikarenakan hiperglikemia kronis. Kerusakan vaskuler dimulai dari kejadian

malfungsi endotel yang di akibat kan proses glikosilasi dan stress oksidativ pada sel

endotel (Decroli, 2019).

1. Kerusakan Makrovaskuler

A. Peripheral vascular disease (PVD)

Penyakit arteri perifer adalah masalah sirkulasi umum dimana adanya

penyempitan arteri yang mengakibatkan berkurangnya laju darah ke kaki.

Penyakit ini sering dialami oleh pasien DMT2. Kerusakan ini menyebabkan

nyeri pada kaki dan menyebabkan rawan terhadap infeksi. Penyakit arteri perifer

ditandai dengan kaki terasa dingin, bulu di kaki rontok, nyeri pada kaki. Penyakit

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

25

ini dapat menyebabkan infeksi akut, dimana biasanya kaki penderita harus

diamputasi (Kimble, 2009).

B. Coronary artery disease

Penyakit arteri koroner terjadi saat pembuluh darah utama yang menyuplai

darah, nutrisi dan oksigen ke jantung menjadi rusak. Hal ini dapat

mengakibatkan nyeri dada (angina), susah bernafas, atau adanya tanda gejala

arteri koroner (Richman, 2012).

C. Cerebral arterioscleriosis vascular disease

Cerebral arterioscleriosis vascular disease adalah hasil penebalan dan

pengerasan dinding arteri di otak. Gejala arteriosklerosis otak termasuk sakit

kepala, nyeri wajah, dan gangguan penglihatan (NINDS, 2011).

2. Kerusakan Mikrovaskuler

A. Nefropati

Nephropathy adalah penyakit atau kerusakan pada ginjal. Diabetic

nephropathy adalah kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM. Hal ini terjadi

karena glomerulus tidak dapat menyaring protein dan glukosa, sehingga

protein dan glukosa tidak dapat direabsorbsi dan keluar bersama urin. Namun

tidak semua pasien DM mengalami kerusakan ginjal. Proteinuria terjadi pada

15-40% pasien dengan DM tipe 1 sementara 5- 20% terjadi pada penderita

dengan DMT2. Faktor risiko yag dapat dimodifikasi untuk nefropati diabetes

adalah penurunan tekanan darah 10mmHg dikaitkan dengan penurunan

komplikasi mikrovaskular sebesar 13% dengan risiko minimal pada pasien

dengan tekanan sistolik <120mmHg. Displidemia dengan peningkatan LDL

juga terkait dengan tingkat kejadian nefropati (Kimble, 2009).

B. Retinopati

Diabetic retinopathy ialah komplikasi dari Diabetes Melitus yang terjadi di

mata. Penyebab dari komplikasi ini berupa rusaknya pembuluh darah dari

jaringan yang peka terhadap cahaya di retina. Pada awalnya diabetic

retinopathy bisa terjadi tanpa gejala atau hanya masalah penglihatan ringan

tetapi pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan. Diabetic retinopathy dapat

berkembang pada penderita DMT1 atau DMT2. Semakin tinggi kadar gula

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

26

dalam darah kemungkinan untuk terjadinya komplikasi ini akan semakin tinggi

(Kimble, 2009).

C. Neuropati

Diabetic neuropathy adalah kerusakan saraf yang dapat terjadi pada pasien

DM. Kadar glukosa tinggi dapat mencederai seluruh jaringan tubuh, akan tetapi

diabetic neuropathy paling banyak berinvasi di saraf pada kaki. Gejala diabetic

neuropathy dapat dirasakan dari rasa sakit dan mati rasa pada kaki, kaki terasa

terbakar dan bergerak sendiri, sistem pencernaan yang bermasalah, saluran

kencing, pembuluh darah dan jantung. Pada beberapa penderita DM berbagai

gejala ini merupakan gejala ringan, namun bagi penderita DM yang lain gejala

tersebut dapat menyakitkan, melumpuhkan dan bahkan membahayakan.

Diabetic neuropathy adalah komplikasi serius dari penyakit DM, tetapi

diabetic neuropathy bisa dicegah atau diperlambat dengan mengontrol kadar

glukosa yang ketat dan gaya hidup sehat (ADA, 2018).

2.12 Penetalaksanaan Diabetes Melitus

Tatalaksana secara umum yakni untuk memperbaiki kualitas hidup

penderita diabetes. Tujuan pelaksanaan ada tiga yaitu tujuan jangka pendek,

tujuan jangka panjang, dan tujuan akhir pengelolahan. Untuk jangka pendek

yaitu untuk memperbaiki kualitas hidup, meminimalkan keluhan dan

mengurangi resiko komplikasi akut. Sedangkan jangka panjang untuk

mengantisipasi dan menghambat laju penyulit mikroangiopati dan

makroangiopati, dan tujuan pengelolaan terakhir untuk menurunkan mortalitas

serta morbiditas diabetes melitus itu sendiri (Perkeni, 2015). Ada empat pilar

penatalaksanaan diabetes melitus yang utama dan termasuk kedalam

penatalaksanaan khusus, yaitu (Perkeni, 2015).

A. Edukasi

Promosi hidup sehat adalah tujuan edukasi yang perlu selalu dilakukan

untuk upaya pencegahan dan juga berperan penting dalam penatalaksanaan

DM secara menyeluruh. Materi edukasi meliputi materi edukasi pertama yang

diselenggarakan di faskes primer yang meliputi intervensi non farmakologi dan

farmakologi dan target pengobatan dan selanjutnya materi edukasi dilakukan

di faskes sekunder ataupun tersier yang meliputi pengetahuan mengenai

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

27

penyulit menahun DM serta penatalaksanaan DM selama menderita penyakit

lain (Perkeni, 2015).

B. Terapi gizi medis

Problem utama penyakit diabetes ialah mengendalikan pola makan yang

awalnya sebagai penyebab paling utama seseorang dapat terkena diabetes.

Faktor pola makan tidak hanya sebagai penyebab, tetapi juga sebagai dampak

dari penyakit diabetes itu sendiri, yaitu pola makan yang semakin liar dan juga

cenderung tidak terkendali. Dan yang harus dilakukan ialah diet karbohidrat

yang meliputi reducted, replaced, dan modified cara mengolah makanannya

(Hendro, 2017)

Pada dasarnya diet diabetes dibagi menjadi enam waktu makan sesuai

intervalnya. Yakni dengan aturan 3 kali makanan utama serta 3 kali makanan

kudapan atau (snacks) dengan interval waktu tiga jam setiap jadwal makan.

Untuk snacks dapat berupa pisang atau roti yang dapat diberikan pada pasien

hipoglikemia. Atas dasar penelitian juga bawang putih, bawang merah, buncis

dan worter baik untuk diet diabetes. Wortel mempunyai sifat antiradikal bebas,

Bawang putih mempunyai kekuatan sepuluh kali dari bawang merah, sedangkan

buncis dan bawang merah mempunyai efek menurunkan lemak dan gula darah

berlebih (Tjokroprawiro, 2006).

C. Latihan Jasmani

Latihan jasmani atau singkatnya olahraga baik dilakukan untuk membantu

pengendalian gula drah dan berat badan. Ada tiga prinsip dalam berolahraga

yang dapat menjadi pedoman untuk diabetes, yaitu terus menerus, berirama, dan

berselang. Berikut adalah contoh olahraga yang dapat dilakukan selain olahraga

senam (Novitasari, 2012)

Tabel II. 7 Olahraga untuk Penderita Diabetes (Novitasari, 2012)

Macam

aktivitas fisik

Durasi Itensitas Total kalori yang

dibakar

Jalan kaki 30 mnt 53m/mnt 56 kalori

Berenang 30 mnt 15m/mnt 181 kalori

Bersepeda 30 mnt 266m/mnt 113 kalori

Lari santai 30 mnt 114m/mnt 136 kalori

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

28

D. Terapi Farmakologi

Dalam pengobatan konvensional, diabetes umumnya dapat ditangani dengan

satu dari dua cara yang ada. Yaitu terdiri dari obat oral atau suntikan insulin.

Suntikan insulin diperlukan untuk pengobatan DM tipe 1 dan kasus DM tipe 2

yang parah. Sebagian besar penderita diabetes tipe 2 dapat diobati dengan satu

atau lebih obat oral ataupun insulin (D’Adamo et al, 2009).

2.13 Terapi Farmakologi

Pemeriksaan HbA1C (A1C) sangat penting untuk penentuan

kombinasi obat OAD. Berdasarkan range, penderita dapat diklasifikasikan menjadi

tiga, yaitu A1c < 7.5%, A1c > 7.5% dan A1c > 9%. Untuk pasien diabetes dengan

A1C < 7.5 disarankan untuk pengobatan lini pertama dengan Monoterapi

metformin. Alasannya metformin memiliki keunggulan dalam kontrol kadar

glukosa dan menurunkan BB berlebih pada pasien obes. Dosis yang disarankan

yakni sehari tiga kali 500 mg. Tetapi, pada sebagian pasien yang alergi atau

intoleran terhadap metformin, penggunaan terapi Tiazolidindion, penghambat

SGLT-2, DPP-IV inhibitor, Agonist GLP-1, Penghambat alfa glikososidase dan

Sulfonilurea dapat dipertimbangkan.

Jika pasien menunjukkan kadar A1c > 7.5% atau penderita tidak berhasil

menggunakan single terapi metformin (di monitoring selama tiga bulan), maka

perlu dipertimbangkan penggunaan gabungan dua obat OAD. Prinsip penggunaan

gabungan 2 obat OAD ialah metformin (atau obat lini pertama yang lain) + obat lini

kedua yang memiliki efek teraupetik yang tidak sama.

Untuk pasien dengan A1C>9% dengan ditunjukan dengan salah satu tanda-

tanda diabetes yang nampak: penurunan BB, kaki gangrene, krisis hiperglikemi,

komorbid gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat maka harus diberikan insulin

injeksi. Namun jika tidak, penggunaan kombinasi tiga obat OAD dapat

dipertimbangkan. Prinsip terapi kombinasi tiga OAD adalah: kombinasikan obat

lini pertama dan kedua dengan obat ketiga yang memiliki efek teraupetik yang

berbeda. Berikut tata laksana diabetes melitus tipe 2 menurut (ADA, 2019).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

29

Gambar 2. 6 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 (Perkeni, 2015)

1. metformin merupakan terapi lini pertama pada pasien DM tipe 2

2. jika pasien mengalami DM tipe 2 dan ASCVD (atherosclerosis cardiovascular

disease) maka metformin dapat dikombinasi dengan golongan GLP1 jika

GFR/Crcl tidak adekuat. Jika GFR adekuat, maka metformin dapat

dikombinasi dengan golongan Sglt 2 inhibitor.

3. Jika pasien mengalami DM tipe 2 dan Heart failure/ gagal jantung maka

metformin dapat dikombinasi dengan Sglt2 inhibitor. Hal ini dikarenakan Sglt2

inhibitor dapat menurunkan mortalitas pada pasien gagal jantung.

4. Jika ingin meminimalkan efek hipoglikemi maka metformin dapat dikombinasi

dengan DPP4 inhibitor atau GLP 1 agonis atau Sglt2 inhibitor atau

thiazolindion

5. Jika ingin menurunkan berat badan, metformin dapat dikombinasi dengan

GLP1 agonis atau Sglt2 inhibitor (ADA, 2019).

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

30

2.13.1 Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, OAD dibagi menjadi lima golongan yang

semuanya berfungsi sebagai anti-hiperglikemia, yaitu:

A. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

Ada 2 macam OAD yg berfungsi sebagai Insulin Secretagogue yaitu golongan

Sulfonilurea dan Glinid. Untuk sulfonilurea, obat golongan ini memiliki efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. ES utama adalah hipoglikemia

dan peningkatan BB. Generasi ke-1 sulfonilurea yaitu Tolbutamide,

Chlorpropamide, Tolazamide, dan Acetohexamid. Generasi ke-1 ini sudah jarang

digunakan dalam praktek klinis dikarenakan obat ini di metabolisme oleh hepar

dimana metabolitya tidak aktif dan juga di ekskresikan melalui ginjal, dan hanya

Tolbutamide yang masih dan dapat digunakan sampai sekarang. Generasi ke-2 nya

yaitu Glyburide, Glipizide, Gliclazide, dan Glimepiride. Generasi ke-2 ini

mempunyai kekuatan 100-200 lebih kuat dari Tolbutamide. Obat ini digunakan

secara hati-hati pada pasien dangan komplikasi penyakit kardiovaskular dan pasien

tua, karena dapat mengakibatkan hipoglikemia yang sangat berbahaya. Yang kedua

adalah golongan glinid. Ada 3 macam obat dengan golongan glinid, yaitu

Repaglinide, Metiglinide, dan Nateglinide. Repaglinide memiliki mula kerja aksi

yang cepat, dengan konsentrasi dan efek puncak dalam waktu 1 jam setelah

dikonsumsi, dan obat ini diindikasikan untuk mengendalikan post prandial. Untuk

Meglitinide mirip dengan Repaglinide dalam efek klinisnya. Sementara untuk

Nateglinade merupakan turunan d-fenilanin, memberikan efek teraupetik bila

diberikan sendiri atau kombinasi dengan OAD non-secretagogue (seperti

metformin). Efek samping utamanya ialah hipoglikemia dan obat ini dapat

digunakan untuk pasien dengan gangguan ginjal dan juga pada orang tua (Katzung,

2018).

B. Sensitivitas terhadap Insulin

Ada 2 OAD yang termasuk dalam golongan ini, yaitu Metformin dan

Tiazolindidion (TZD). Metformin merupakan obat dalam kelas biguanide.

Metformin meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin, terutama di hati

mengurangi hepatic glukeogenesis. Metformin memliki paruh plasma 6 jam dan

dihilangkan secara eksklusif oleh ginjal. Metformin memiliki indeks terapi yang

sempit karena dosis efektif minimal adalah 1500mg/ hari dan dosis maksimal 1g 2

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

31

kali sehari atau 850mg 3 kali sehari. Metformin disukai penderita DM tipe 2

obesitas dikarenakan memiliki 3 kelebihan yaitu tidak menyebabkan penambahan

berat badan, tidak menyebabkan hipoglikemia, dan mengurangi komplikasi DM itu

sendiri. Sedangkan Tiazolindidion (TZD) dalam penggunaan klinis saat ini

(Rosiglitazone, Pioglitazone) meningkatkan aksi insulin pada hati, jaringan adipose

dan otot rangka. Hal ini menghasilkan peningkatan glukosa dan mengurangi

glukeogenesis hati (Page, et al 2006).

C. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan

Contoh OAD pada golongan ini adalah Acarbose. Berfungsi untuk menghambat

Alfa Glukosidase dengan mengurangi pencernaan karbohidrat sehingga

mengganggu aktivitas glukosidase gastro-intestinal dan mengurangi post-prandial

puncak hiperglikemia. Efek samping yang paling umum yaitu diare. Acarbose

merupakan pilihan terapi pada penderita DM tipe 2 yang tidak cukup terkontrol

dengan diet dan penggunaan agen hipoglikemik oral lainnya (Whittlesea, 2019).

D. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Contoh OAD pada golongan ini adalah sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin,

alogliptin dan linagliptin. Obat ini bekerja pada sistem incretin. Incretin berperan

dalam meningkatkan insulin endogen untuk merespon glukosa yang tinggi

termasuk post prandial. Dengan memblokir DPP-4, obat ini memperpanjang

aktivitas incretin dan menghambat pelepasan glukagon yang menghasilkan

penurunan glukosa darah dan peningkatan sekresi insulin (Whittlesea, 2019).

E. Penghambat SGLT-2 (Sodium glucose Co-transporter 2)

Contoh OAD pada golongan ini adalah Canagliflozin, Empagliflozin,

Dapagliflozin, Ipragliflozin. Adalah obat oral OAD jenis baru yang kerjanya

menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara

menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2 (Perkeni, 2015).

2.13.2 Obat Antihiperglikemia Suntik/ Insulin

Insulin merupakan pengobatan yang efektif untuk penderita DM tipe 2.

Terapi insulin ini dapat pula dikombinasi dengan agen penurun glukosa lainnya.

Hipoglikemia dan penambahan berat badan merupakan masalah utama dari

pemakaian terapi insulin ini. Menurut Crasto, et al (2016) Indikasi utama untuk

terapi insulin pada penderita DM tipe 2 adalah

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

32

1. Kegagalan tercapainya target glikemik (dekompensasi metabolik dengan nilai

HbA1c > 9%)

2. Gejala iindividu (Penurunan BB yang cepat, poliuria, nocturia, neuropati akut)

3. Intoleransi/ kontraindikasi terhadap terapi non-insulin

4. Diabetes yang diinduksi oleh steroid

5. Diabetes gestasional tidak terkontrol dengan perencanaan waktu makan

6. Neuropati hiperglikemik

7. Pasien usia muda dengan komplikasi terkait DM tipe 2

2.14 Tinjauan Insulin

Istilah insulin menurut Crasto et al., 2016, berasal dari bahasa latin Insula

atau ‘pulau’ untuk menggambarkan asal-usul insulin dari pulau pankreas

Langerhans. Sel-sel β yang terletak di dalam pulau-pulau ini menghasilkan insulin

dan hormon peptida yang berfungsi untuk memfasilitasi masuknya glukosa ke

dalam organ target seperti otot, lemak, dan hati untuk metabolisme lebih lanjut.

Berikut gambar untuk struktur biokimia dari insulin.

Gambar 2. 7 Rantai Biokimia Insulin (Crasto, et al, 2016)

Molekul insulin terdiri atas 2 rantai polipeptida yang dihubungkan oleh dua

jembatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30

asam amino. Setelah dilepaskan, insulin menempel pada reseptor glikoprotein pada

permukaan sel target. Subunit α pada reseptor glikoprotein mengikat hormon

insulin, dan subunit β (tirosinase spesifik dari protein kinase) memediasi aksi

insulin pada metabolisme dan pertumbuhan (Crasto et al, 2016). Berikut

mekanisme kerja dari insulin. Jalur pensinyalan insulin mengarah pada aktivasi

glukosa transport ke dalam sel. Pengikatan insulin dengan reseptor insulin

mengaktifkan PI3K yang kemudian memediasi aktivasi Akt dan PKC. GLUT4

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

33

terdapat di dalam sel adiposa dan otot, sehingga gula untuk dapat masuk kedalam

sel, perlu translokasi GLUT4 dengan adanya insulin yang berikatan dengan

reseptornya di membran sel, sehingga akan mengaktifkan jalur PI3K yang akan

mengangkut glukosa kedalam sel. Sedangkan PTP dan PTEN Bertindak sebagai

modulator negatif untuk jalur pensinyalan insulin (Soumaya, 2013). Penjelasan

berikut dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 2. 8 Mekanisme Aksi Insulin di dalam Sel (Soumaya, 2013)

Berikut klasifikasi dan karakteristik berbagai sediaan insulin, yaitu:

Tabel II. 8 Karakteristik Sediaan Insulin (Perkeni, 2015)

Macam Insulin Onset Peak Duration Sediaan

Insulin Analog Kerja Cepat (Rapid-Action)

Insulin Aspart

(Aspart)

Insulin Lispro

(Humalog)

Insulin

Gluilisin

(Glulisine)

5-15 menit

1-2 jam

4-6 jam

Pens/ Crtrdge

Pens, vial

Pens

Insulin manusia kerja pendek = Insulin Reguler (Short-Action)

Humulin R

Actrapid

30-60

menit

2-4 jam

6-8 jam

Vial,

pen/Cartridge

Insulin manusia kerja menengah = NPH (Intermediate-Action)

Insuman Basal

Humulin N

Insulatard

1,5-4 jam

4-10 jm

8-12 jam

Vial, pen/

Cartridge

Insulin analog kerja panjang (Long-Action)

Insulin Glargin

(Glargine)

Insulin Detemir

(Detemir)

Glargine 300

1-3 jam

Hampir tanpa

puncak

12-24 jam

Pen

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

34

Sifat insulin yang penting secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu onset,

peak, dan duration. Onset ialah keadaan dimana saat insulin pertama kali mulai

bekerja didalam tubuh, Peak merupakan waktu puncak atau waktu ketika insulin

mengerahkan tindakan maksimum, dan Duration adalah lama waktu insulin berada

didalam tubuh. Beragam insulin telah dikembangkan untuk mempercepat atau

menunda onset dan memperpanjang durasi aksi obat didalam tubuh (Susan M.Ford,

2018).

Gambar 2. 9 Luas dan Lama Kerja Berbagai Jenis Insulin (Katzung, 2018)

Luas dan lama kerja obat berbagai jenis insulin seperti ditunjukkan oleh laju

infus glukosa (Mg/Kg/Menit) yang dibutuhkan untuk mempertahankan konsentrasi

glukosa yang stabil. Lama kerja obat yang ditunjukkan adalah khas dari dosis rata-

rata 0,2-0,3 U/Kg. dapat dilihat durasi insulin reguler dan insulin NPH meningkat

secara signifikan ketika dosis ditingkatkan (Katzung, 2018).

Tujuan pemberian insulin yaitu untuk mengontrol kadar basal dan post

prandial, karena pada pasien DM tipe 2 terjadi gangguan sekresi insulin basal

(puasa) dan prandial (setelah makan). Formulasi insulin dengan tingkat awal kerja

(onset) dan lama kerjanya (duration) yang berbeda sering dikombinasi untuk

tercapainya tujuan ini. Berikut adalah klasifikasi insulin menurut (Katzung, 2019).

2.14.1 Insulin kerja cepat (rapid-Action insulin)

Termasuk dalam insulin prandial. Insulin tipe ini terdiri dari 3 analog insulin

injeksi yang bekerja cepat, yakni insulin aspart, insulin lispro, dan insulin glulisin.

3 insulin yang bekerja cepat ini hanya sedikit memberikan perubahan dalam urutan

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

35

asam amino utama yang memperlaju masuknya sirkulasi tanpa mempengaruhi

interaksi dengan reseptor insulin. Insulin rapid-Action di injeksikan segera sebelum

makan dan merupakan insulin yang lebih disukai untuk perangkat infus SC yang

berkelanjutan. Insulin tipe ini juga dapat digunakan untuk perawatan ketoasidosis

diabetic tanpa komplikasi.

A. Insulin Lispro

Merupakan analog insulin manusia rekombinan yang bekerja secara rapid-

Action. Untuk dosis dapat diberikan sesaat sebelum makan melalui injeksi subkutan

atau injeksi intravena ataupun infus intravena sesuai dengan kebutuhan, atau bila

perlu setelah makan. Sediaan insulin lispro yang biasanya terdapat di pasaran ialah

insulin Humalog dengan dosis 100 unit/mL (BNF 61, 2011).

• Farmakodinamik: Insulin lispro membalikan asam amino pada posisi 28 dan

29 dari rantai B sehingga berbeda dengan insulin manusia. Perubahan-

perubahan ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas untuk asosiasi insulin itu

sendiri dibandingkan dengan insulin manusia normal. Asosiasi insulin sendiri

untuk bentuk molekul yang lebih tinggi menjadi upaya untuk membatasi laju

dalam mencapai respon biologis setelah injeksi subkutan. Modifikasi yang

melekat dalam insulin lispro memberi perilaku monomer, menghasilkan

penyerapan yang lebih cepat setelah injeksi SC, efek puncak sebelumnya, dan

durasi aksi yang lebih pendek dan lebih konsisten dibandingkan dengan insulin

reguler manusia. Karakteristik ini meniru dinamika insulin plasma pada subjek

non diabetes sebagai respon terhadap makanan (Rodney, 2013).

• Farmakokinetik: Insulin lispro cepat diserap setelah pemberian SC. Kadar

puncak insulin lispro insulin subkutan terjadi lebih awal (30–90 menit)

dibandingkan dengan insulin reguler manusia subkutan (50-120 menit), lebih

tinggi, dan durasinya lebih pendek. Insulin lispro memiliki volume distribusi

0,26-0,36 L / kg. Waktu paruh eliminasi tergantung pada dosis (26-52 menit)

setelah dosis subkutan. Humalog Mix 75/25, 70/30, dan 50/50 mempunyai

puncak awal sesuai dengan onset aksi insulin lispro yang cepat dan puncak

akhir yang berhubungan dengan suspensi protamin insulin lispro (Rodney,

2013).

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

36

B. Insulin Aspart

Merupakan analog insulin manusia rekombinan yang bekerja se cara rapid-

Action. Diberikan melalui injeksi subkutan dan dapat diberikan sebelum atau

sesudah makan (sesuai persyaratan). Dapat juga diberikan melalui infus subkutan

secara terus menerus menggunakan pompa infus portabel, teknik ini bermanfaat

untuk penderita hipoglikemia berulang. Sedian insulin aspart yang biasanya

terdapat di pasaran ialah insulin Aspart dengan dosis 100 unit/mL (BNF 74, 2018).

• Farmakodinamik: Insulin aspart (Novolog) adalah substitusi tunggal prolin

oleh asam aspartat pada posisi B28. Aktivitas utama insulin aspart adalah untuk

pengaturan metabolisme glukosa. Pada manusia, efek insulin analog lebih

cepat dalam onset dan durasinya lebih pendek, dibandingkan dengan insulin

manusia biasa setelah injeksi subkutan. Substitusi tunggal asam amino prolin

dengan asam aspartat pada posisi B28 dalam insulin aspart mengurangi

kecenderungan molekul untuk membentuk hexamers seperti yang diamati

dengan insulin manusia biasa. Oleh karena itu, insulin aspart lebih cepat

diserap setelah injeksi SC dibandingkan dengan insulin manusia biasa

(Rodney, 2013).

• Farmakokinetik: insulin aspart merupakan insulin kerja cepat dan memiliki

kerja puncak 1 jam dan berkelanjutan selama 2 jam dan memiliki waktu paruh

atau T1/2 1,3 jam (Rodney, 2013). NovoLog mempunyai waktu paruh rata-rata

81 menit dibandingkan dengan 141 menit untuk insulin manusia biasa

(Rodney, 2018).

C. Insulin Gluilisin

merupakan analog insulin manusia rekombinan yang bekerja secara rapid-

Action. Diberikan melalui injeksi subkutan atau juga bisa dengan injeksi intravena,

untuk dosis anak dan dewasa diberikan sebelum makan atau bila perlu sesudah

makan sesuai dengan persyaratan. Sediaan insulin gluilisin yang biasanya terdapat

di pasaran ialah insulin Aprida SoloStar dengan dosis 100 unit/mL (BNF 74, 2018).

• Farmakodinamik: Insulin glulisine berfungsi untuk mengatur metabolisme.

Glukosa darah diturunkan oleh insulin ini dengan merangsang pengambilan

glukosa perifer oleh lemak dan otot rangka, dan dengan menghambat

pembuatan glukosa hepatik. Proteolysis dan lipolisis dihambat oleh insulin

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

37

gluilisin, dan sintesis protein ditingkatkan. Insulin glulisine menurunkan

glukosa secara identik dengan insulin manusia endogen ketika diberikan secara

IV, tetapi ketika diberikan SC, insulin glulisine memiliki mula kerja yang lebih

cepat dan durasi kerja yang lebih pendek (Rodney, 2013).

• Farmakoterapi: penyerapan pada insulin gluilisin lebih cepat dibandingakan

dengan insulin manusia biasa (regular human insuline). Distribusi dan

eliminasi insulin glulisine dan insulin manusia reguler setelah pemberian IV

sama dengan volume distribusi 13 dan 21 L dan waktu paruh atau T1/2 masing-

masing 13 dan 17 menit. Setelah pemberian SC, insulin glulisine dihilangkan

lebih cepat daripada insulin manusia biasa dengan waktu paruh atau T1/2 42

menit dibandingkan dengan 86 menit (Rodney, 2013).

2.14.2 Insulin kerja pendek (Insulin Short-action)

Insulin kerja pendek merupakan insulin reguler, termasuk dalam insulin

prandial, digunakan secara IV dalam keadaan darurat, seperti contoh ketoasidosis

diabetik. juga bisa diberikan secara SC dalam rejimen perawatan biasa, single atau

di kombinasi dengan insulin intermediet atau Long Action. Sebelum pengembangan

insulin rapid-Action, insulin Short action ini menjadi bentuk utama dari insulin

yang digunakan untuk mengendalikan konsentrasi glukosa post prandial, tetapi

membutuhkan waktu pemberian 1 jam atau lebih sebelum makan. Bentuk dari

insuline Short-Action ini adalah soluble insulin atau insulin netral.

Soluble insulin

insulin ini merupakan regular human insulin dan untuk mekanisme kerja nya

sama dengan insulin rapid-Action. Insulin Short-Action dapat diberikan melalui

injeksi subkutan secara terus menerus menggunakan pompa infus portabel. Insulin

ini dapat membantu mengaktifkan dari insulin basal pada dosis bolus pada waktu

makan. Beberapa insulin dalam golongan ini tidak dianjurkan digunakan melalui

pompa injeksi insulin subkutan karena dapat mengendap dalam kateter atau jarum.

Sediaan insulin soluble yang biasanya terdapat di pasaran ialah insulin Actrapid dan

insulin Humulin yang dimana sebagai insulin soluble manusia dengan dosis 100

unit/ mL (BNF 74, 2018). Insulin ini mencapai puncak kerja dalam 2-3 jam setelah

injeksi subkutan dan memiliki durasi kerja 5-8 jam. Insulin ini harus disuntikkan

30-45 menit sebelum makan untuk mencapai penurunan kadar glukosa yang tepat.

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

38

Insulin ini efektif untuk pasien DM dengan diagnosa ketoasidosis diabetik, pada

pembedahan dan juga infeksi akut (ADA, 2005).

• Farmakodinamik: Insulin reguler terbentuk dengan teknik DNA rekombinan

untuk memproduksi suatu molekul yang identik dengan human insulin. Pada

konsentrasi yang tinggi, molekul insulin reguler mengalami self-aggregation

dengan cara antiparalel membentuk dimer yang stabil di sekitaran ion seng dan

menciptakan heksamer insulin. Sifat inilah yang menyebabkan penundaan

onset dan memperlambat waktu untuk mencapai puncak kerja. Penundaan

absorpsi mengakibatkan ketidaksesuaian antara kesediaan insulin dengan

kebutuhannya (Katzung, 2011).

• Farmakokinetik: Waktu paruh atau T1/2 dari Soluble insulin saat disuntikkan

secara intravena memiliki T1/2 yang sangat pendek yakni hanya sekitar 5 menit

dan efeknya menghilang dalam 30 menit (BNF, 61). Sedangkan menurut

Rodney., 2013, pada insulin Short Action memiliki onset dalam 30 menit,

puncak kerja 1-3 jam, dan berlangsung selama 8 jam.

2.14.3 Insulin kerja menengah (Insulin intermediate-action)

Insulin NPH adalah salah satu insulin kerja menengah dan termasuk insulin

basal yang merupakan kombinasi dari reguler insulin, protamine, dan zinc. Insulin

NPH mempunyai onset kerja sekitar 2-5 jam dan duration 4-12 jam. Insulin NPH

terkadang dikombinasikan dengan insulin Short dan juga insulin rapid-Action.

Insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn)

Contoh dari golongan ini yaitu insulin Lente dan insulin Novomix. Bekerja

dengan massa kerja menengah atau sedang disertai absorbsi dan onset kerja yang

sedikit lama. Insulin NPH ini memiliki mula kerja 2-5 jam dan lama kerja 4-12 jam

(Katzung, 2010). NPH merupakan human insulin yang berbentuk suspensi sehingga

pemberiannya tidak boleh secara intravena.

• Farmakodinamik: Insulin NPH termasuk dalam insulin manusia, dimana

insulin ini merupakan hormon alami yang diproduksi oleh sel beta pancreas.

Insulin meningkatkan penyerapan glukosa seluler, terutama di otot dan

jaringan adiposa, mendorong penyimpanan energi melalui glikogenesis,

menentang katabolisme penyimpan energi, meningkatkan replikasi DNA dan

sintesis protein dengan merangsang penyerapan asam amino oleh hati, otot dan

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

39

jaringan adiposa, dan memodifikasi aktivitas banyak enzim yang terlibat dalam

sintesis glikogen dan glikolisis. Insulin ini juga meningkatkan pertumbuhan

dan diperlukan untuk aksi hormon pertumbuhan (mis. Sintesis protein,

pembelahan sel, sintesis DNA) (Wishart et al, 2018).

• Farmakokinetik: Insulin NPH memiliki disposisi insulin sistemik (waktu paruh

akhir) setelah inhalasi oral 4 sampai 48-unit insulin manusia mencapai 120-206

menit (Wishart et al, 2018).

2.14.4 Insulin kerja panjang (Insulin Long-action)

Insulin Long-Action termasuk dalam insulin basal, dalam contohnya yang

termasuk dalam insulin basal ini adalah insulin glargine, insulin detemir, dan insulin

degludec. Ketiga insulin ini merupakan contoh bentuk dari modifikasi bentuk

human insulin yang merupakan tingkat insulin basal yang memberikan puncak yang

panjang lebih dari 20 jam, yang berfungsi membantu mengendalikan kadar glukosa

basal tanpa menyebabkan hipoglikemia.

A. Insulin Glargine

Merupakan insulin Long yang tidak memiliki puncak masa kerja. Insulin ini

dibuat untuk penggunaan terapi yang stabil dan nyaman, hal ini dikarenakan

dilepaskannya monomer insulin secara pelan-pelan dari kumpulan presipitat pada

jaringan sekitar lokasi penyuntikan sehingga membuat insulin ini stabil dan

kontinyu. Onset kerja insulin ini lambat sekitar (60-90 menit) dan mencapai kerja

maksimal dalam 4-6 jam dan bertahan selama 11-24 jam. Dosis diberikan dengan

sekali suntik sehari, atau diberikan dua kali sehari bila mengalami resistensi

ataupun hipersensitivitas terhadap insulin. Insulin glargine ini tidak dapat

dikombinasikan dengan insulin lainnya, karena dapat menurunkan efikasinya, hal

ini disebabkan karena glargine harus dilarutkan dalam suasana asam. Untuk pola

absorbsinya tidak terikat dengan letak penyuntikan (ADA, 2005).

• Farmakodinamik: aktivitas utama insulin glargine adalah mengatur metabolisme

gukosa. Insulin ini mengendap dalam kulit setelah injeksi subkutan, sehingga

penyerapan menjadi tertunda. Pada pH 4 injeksi Glargine sepenuhnya larut.

Setelah disuntikkan ke jaringan subkutan, larutan asam dinetralkan, sehingga

terjadi pembentukan mikropresipitat dimana sejumlah kecil insulin glargine

dilepaskan secara perlahan dan menghasilkan konsentrasi / waktu profil yang

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

40

relatif konstan selama 24 jam tanpa puncak yang nyata. Profil ini memungkinkan

dosis sekali sehari sebagai insulin basal pasien. (Rodney, 2013).

• Farmakokinetik: Insulin glargine ditandai oleh penyerapan yang lambat dari

tempat injeksi subkutan dan profil insulin plasma datar. Pola penyerapannya

serupa setelah injeksi subkutan ke lengan, perut, atau paha. Sebuah studi pada

pasien dengan diabetes tipe 1 menemukan bahwa median waktu antara injeksi

dan akhir efek farmakologis adalah 14,5 jam (kisaran 9,5-19,3 jam) untuk insulin

manusia NPH, dan 24 jam (kisaran 10,8 hingga> 24 jam; 24 jam adalah akhir

periode observasi) untuk insulin glargine. Efek gangguan ginjal pada

farmakokinetik insulin lispro belum diteliti. Namun, beberapa penelitian dengan

insulin manusia telah menunjukkan peningkatan kadar insulin pada pasien

dengan gagal ginjal. Pemantauan glukosa yang hati-hati dan penyesuaian dosis

insulin, termasuk insulin lispro, mungkin diperlukan pada pasien dengan

disfungsi ginjal (Rodney, 2013).

B. Insulin Detemir

Merupakan insulin kerja panjang yang mempunyai efek hipoglikemik yang

rendah dibandingkan dengan insulin NPH. Insulin ini mempunyai onset kerja 1-2

jam dengan duration 24 jam. Dosis untuk insulin detemir yaitu diberikan 2 kali

sehari untuk tercapainya efek teraupetik yang tepat (ADA, 2005).

• Farmakodinamik: Insulin detemir mengatur metabolisme glukosa dengan

mengikat resptor insulin. Untuk menurunkan glukosa darah, insulin yang

terikat reseptor yang memfasilitasi penyerapan glukosa seluler ke dalam otot

rangka dan lemak menghambat keluaran glukosa dari hati. Selanjutnya, insulin

menghambat lipolysis dalam adiposit sehingga menghambat proteolysis dan

menngkatkan sintesis protein (Rodney, 2013).

• Farmakokinetik: Serum insulin detemir menunjukan konsentrasi yang lebih

lambat setelah injeksi subkutan pada subjek sehat dan pasien dengan diagnosis

diabetes melitus. Penyerapan lebih dari 24 jam lebih lama dibandingkan

dengan insulin manusia NPH. Konsentrasi serum maksimum (Cmax) dicapai

antara 6-8 jam setelah pemberian dan tergantung dosisnya. T1/2 atau waktu

paruh dari insulin ini adalah 5-7 jam. Insulin detemir memiliki volume

distribusi yang kecil sekitar 0,1 L / kg. Pada anak-anak, area plasma detemir

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

41

insulin di bawah kurva (AUC) dan Cmax masing-masing meningkat 10% dan

24%, dibandingkan dengan orang dewasa. Insulin detemir memiliki AUC

hingga 35% lebih tinggi pada orang tua yang sehat (≥68 tahun) (Rodney, 2013).

C. Insulin Degludec

Merupakan insulin kerja panjang generasi ke dua, berbeda dengan insulin

glargine dan insulin detemir yang merupakan insulin kerja panjang generasi ke 1.

Dengan telah dikembangkannya insulin generasi ke dua ini, memberikan

fleksibilitas yang lebih besar dalam penentuan dosis dengan mempertahankan

kontrol glikemik dan bermanfaat untuk pasien yang aktif dan memiliki aktivitas dan

padat (Crasto, et al 2016).

• Farmakodinamik: Insulin degludec merupakan insulin multimer yang

membentuk agregat lunak. Agregat insulin multimerik ini secara perlahan

berubah menjadi insulin monomer selama 24 jam untuk memberikan efek

insulin basal yang dapat diprediksi. Efek jangka panjang ini mengatasi apa

yang disebut hipoglikemia nokturnal karena kekurangan insulin (Rodney,

2013) Dalam analog insulin ini, treonin pada posisi B30 telah dihilangkan dan

lisin pada posisi B29 terkonjugasi menjadi asam heksadekanoat melalui

gamma-l-glutamyl spacer. Ketika disuntikkan secara subkutan, insulin

mengasosiasikan diri ke dalam rantai multihexameric besar yang tersusun dari

ribuan dihexamers. Rantai pelan-pelan larut dalam jaringan subkutan, dan

monomer insulin terus dilepaskan ke sirkulasi sistemik (Katzung, 2018)

• Farmakokinetik: insulin degludec memiliki respon berkelanjutan selama 24

jam dan mula kerja obat adalah 4-6 jam sedangkan waktu paruh atau T1/2 dari

insulin ini adalah 25 jam. Awak mula kerja adalah dalam 30-90 menit, dan

durasinya adalah lebih dari 42 jam. Direkomendasikan agar insulin disuntikkan

sekali atau dua kali sehari untuk tercapainya cakupan basal yang stabil. Insulin

degludec tersedia dalam 2 konsentrasi, yakni U100 dan U200, dan dibagikan

dengan pena sekali pakai yang telah diisi sebelumnya (Katzung, 2018).

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

42

Gambar 2. 10 Mula Kerja, Puncak Efek, dan Lama Kerja Berbagai Jenis Insulin

(Katzung, 2018)

2.15 Terapi Kombinasi pada Diabetes Melitus Tipe 2

Mekanisme pengobatan menggunakan terapi gabungan obat oral OAD baik

terpisah maupun fixed dose combination, wajib memakai 2 macam obat dengan

mekanism kerja yang berbeda. Dan apabila kadar gula darah belum normal dengan

penggunaan terapi gabungan obat antihiperglikemia oral, dapat dilakukan

pemberian terapi kombinasi 2 obat antihiperglikemia dengan menggunakan insulin.

Terapi kombinasi awal yang diberikan yaitu gabungan antara obat

antihiperglikemia oral dengan insulin basal (intermediate-Action atau Long-

Action). Dosis awal yang diberikan untuk penggunaan insulin basal dalam terapi

kombinasi ini cukup kecil yaitu 6-10-unit untuk tercapainya kendali gula darah

yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penambahan dosis secara bertahap (2 unit)

apabila kadar glukosa belum tercapai. Dan apabila penggunaan terapi masih belum

dapat mengendalikan kadar gula darah, maka perlu pemberian terapi kombinasi

insulin basal dan prandial (Perkeni, 2015).

Untuk terapi kombinasi awal dapat dilakukan bila nilai HbA1c mencapai ≥

9% (75 mmol/ mol) agar mempercepat tercapainya target HbA1c <7 %. Terapi

kombinasi insulin injeksi lebih efektif dibandingkan terapi oral OAD saat terjadi

hiperglikemia parah, terutama jika telah muncul tanda dan gejalanya seperti berat

badan turun dan ketosis. Terapi kombinasi insulin injeksi dilakukan ketika kadar

glukosa darah ≥300-350 mg/ dL (16,7-19,4 mmol/ L) dan atau HbA1c≥10-12% (86-

108 mmol/ mol) (ADA, 2014). Ada pula terapi diabetes melitus tipe 2 dimulai

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

43

dengan dosis rendah di uptitrasi/naikkan secara perlahan dengan melihat

toleransi/respon pasien menurut (ADA, 2019) yaitu:

1. Jika monoterapi OAD tidak mampu mengontrol glukosa darah, maka dual

terapi OAD dapat dipertimbangkan, jika dual terapi OAD tidak mampu

mengontrol glukosa darah maka pertimbangkan triple terapi OAD

2. Jikta triple OAD terapi tidak mampu mengontrol glukosa darah, maka

diperlukan terapi insulin eksogen (insulin basal). Sehingga terapinya akan

menjadi OAD+insulin

3. Jika OAD+insulin tidak adekuat dalam mengontrol glukosa darah, maka

pertimbangkan kombinasi insulin prandial + insulin basal.

2.16 Terapi Kombinasi Insulin Long dan Short Action

Terapi kombinasi bisa diberikan dengan penggabungan antara insulin basal

dan insulin prandial. Insulin basal terdiri dari insulin Intermediate dan Long Action

sedangkan insulin prandial terdiri dari insulin Rapid-Action dan Short-Action.

Terapi kombinasi yang tepat harus ditentukan pada setiap individu. Menurut (BNF

61, 2011) contoh rejimen insulin yang direkomendasikan, yaitu

A. Terapi insulin kombinasi: Insulin Short-action sebelum makan dengan insulin

Long-action dengan dosis satu atau dua kali sehari

B. Insulin Short-action dikombinasikan dengan insulin Long-action dengan dosis

sekali atau sehari dua kali sebelum makan

C. Insulin Long-action dengan dosis sekali atau dua kali sehari dikombinasikan

atau tanpa insulin Short-action sebelum makan

D. Infus insulin subkutan secara terus menerus.

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

44

Gambar 2. 11 Algoritma Terapi Kombinasi Insulin (Cheng dan Zinman, 2005)

Pemberian insulin prandial sekitar 60% diberikan insulin waktu makan yaitu

rapid-Action (aspart/lispro) yang diberikan sebelum makan. Makan pagi

membutuhkan dosis insulin yang jauh lebih tinggi dari makanan lain untuk kalori

yang dikonsumsi. Sisanya 40% dari perkiraan TDI harus diberikan insulin basal

(NPH, ultralente, glargine) pada waktu tidur. Insulin prandial digunakan dalam

kombinasi dengan insulin basal dalam upaya mensimulasikan sekresi insulin

fisiologis.

2.17 Studi Penelitian tentang Insulin Long dan Short Action

Pada penelitian yang dilakukan Wihardiyanti 2013, dilakukan pengumpulan

data untuk mengetahui pola penggunaan insulin serta mengkaji efektivitas antar

terapi insulin di RSD dr. Soebandi Jember mulai periode Mei 2013 sampai Februari

2014. Diperoleh sampel sebanyak 23 pasien yang dimana seluruh pasien dengan

diagnosa diabetes melitus dengan kehamilan. pasien terbanyak berusia 35-39 tahun

sebanyak 8 pasien 30,77%. Jenis insulin yang digunakan adalah Aspart 46%, RHI

46%, NPH 38%, Detemir 15%, campuran (Aspart dan NPA) 15%. Obat insulin

Dosis makan pagi =

1/3 dari IPT, mis: 1/3

x 18 unit = 6 unit

Dosis makan siang =

1/3 dari IPT, mis: 1/3

x 18 unit = 6 unit

Dosis makan malam =

1/3 dari IPT, mis: 1/3

x 18 unit = 6 unit

IPT (Lispro, Aspart,

Reguler) = 60% dari IHT,

rg: 60% x 30 unit = 18 unit

IHT = 0,5 unit x BB (kg) atau (penjumlahan

dosis terakhir) Misal BB 60kg, IHT = 30 unit

ef

asdhb

Atau

(penjymlahan dosis terakhir)

Misal BB 60kg, IHT = 30 unit

Dosis sebelum tidur = 40%

dari IBT, mis: 40% x 12

unit = 4 unit

IBT (NPH, Glargin,

Ultralente) = 40% dari

IHT, Mis: 40% x 30 unit =

12 unit

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Pankreaseprints.umm.ac.id/63002/3/BAB II.pdfBerdasarkan ADA., 2014, penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe

45

yang digunakan yaitu Actrapid sebanyak 10 pasien dengan presentase 71.43% dan

Aspart sebanyak 4 pasien 28.57%. Tidak ada perbedaan antara efektivitas insulin

Short Action dan Rapid Action yaitu, Actrapid dan Aspart. Maka dari itu perlu

dilakukan pencatatan kadar glukosa rutin setelah pemberian insulin sehingga

efektifitas penggunaan insulin dapat diukur untuk mencegah terjadinya efek

samping serta penggunaan insulin yang benar (WIhardiyanti, et al,2013).

Penelitian Abouglila 2018 yang dilaksanakan di Diabetes Centre, Rumah

Sakit Universitas Durham Utara, Durham, Inggris. Seorang pasien wanita 62 tahun

dengan diabetes melitus tipe 2 dikarenakan resistensi insulin dilaporkan.

Hiperglikemia nya tidak menanggapi kombinasi terapi insulin konvensional.

Namun, ia merespons dengan sangat baik terhadap penggunaan dua kombinasi

insulin basal yang tidak konvensional dengan tambahan insulin kerja pendek.

Insulin humalog (U200) 80 unit setiap hari pada waktu makan dan insulin degludec

(40 unit setiap hari) diberikan pada pukul 22:00 dan Glargine 25 unit sekali sehari

(U300) diberikan pada pukul 8:00 pagi. Total dosis harian terapi insulin yang

dihitung adalah 145 unit dibandingkan dengan dosis insulin sebelumnya 800 unit

setiap hari. Semua suntikan insulin diberikan oleh perangkat pena. Empat bulan

setelah perawatan, kontrol glikemik meningkat secara dramatis; gejala osmotik

sembuh sepenuhnya dengan menurunkan hasil HbA1c menjadi sekitar 64 mmol /

mol (8,0%). Kebutuhan insulin nya menurun lebih dari 75% dari dosis awalnya

karena pengobatan dari kombinasi insulin Long dan Short Action (Abouglila,2018).