BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-2-00449...BAB 2 TINJAUAN...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-2-00449...BAB 2 TINJAUAN...
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Pelat Lantai
Pelat lantai merupakan salah satu dari komponen struktur konstruksi baik pada
gedung maupun jembatan dan biasanya dibangun dengan konstruksi beton bertulang.
Berdasarkan perilaku pelat lantai dalam menahan beban yang bekerja, pelat lantai dibagi
menjadi 2 yaitu pelat lantai satu arah (one-way slab) dan pelat lantai dua arah (two-way
slab). Pada umunya pada pelat lantai satu arah, rasio bentang panjang (Ly) terhadap
bentang pendek (Lx) ≥ 2, sehingga beban yang bekerja pada struktur cenderung
menyebar pada kedua sisi tumpuan terdekat. Sedangkan pada pelat pelat lantai dua arah,
rasio Ly terhadap Lx pada umumnya < 2, sehingga beban yang bekerja pada struktur
menyebar pada keempat sisi tumpuan.
Gambar 2.1 Pelat Lantai
6
Gambar 2.2 Pelat Lantai Satu Arah Gambar 2.3 Pelat Lantai Dua Arah
Dalam merencanakan pelat lantai yang perlu dipertimbangkan tidak hanya
pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat-syarat
tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Bila
pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu dikatakan ditumpu bebas sesuai
pada Gambar 2.4, contohnya seperti pelat yang bertumpu pada tembok bata. Bila
tumpuan mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir, maka
pelat itu terjepit penuh, seperti pada Gambar 2.5 dimana pelat yang monolit dengan
balok yang tebal. Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali,
maka pelat itu terjepit sebagian atau terjepit elastis seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.4 Tepi Ditumpu Bebas
7
Gambar 2.5 Tepi dengan Tumpuan Terjepit Penuh
Gambar 2.6 Tepi dengan Tumpuan Terjepit Sebagian
Sistem pelat lantai biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat,
namun dengan kemajuan teknologi saat ini penggunaan prategang banyak diaplikasikan
pada konstruksi beton sebagai pengganti tulangan utama. Penggunaan prategang pada
konstruksi pelat lantai dapat menghilangkan kekurangan yang ada pada pelat beton
bertulang non-prategang terutama dalam hal serviceability, seperti lendutan maupun
getaran yang terjadi akibat beban yang bekerja.
8
2.2. Pelat Lantai Beton Bertulang
Pelat lantai dua arah melentur dengan bentuk permukaan seperti mangkuk jika
dibebani dalam dua arah. Oleh karena itu, pelat ini harus ditulangi dalam kedua arah
dengan tulangan berlapis tegak lurus satu dengan lainnya. Analisis elastis teoritis dari
pelat semacam ini merupakan masalah rumit karena sifatnya yang sangat sulit
ditentukan. Diperlukan teknik numerik seperti beda hingga dan elemen hingga, tetapi
metode ini tidak praktis untuk perencanaan rutin.
2.2.1. Kekuatan Lentur Penampang Beton Bertulang
Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus
memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta
konsisten dengan anggapan:
• Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur.
• Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
• Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton.
• Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.
Hubungan distribusi tegangan tekan beton dari regangan dapat dianggap
dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekivalen, yang diasumsikan bahwa
tegangan beton = 0,85 f’c terdistribusi merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi
oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar dengan sumbu
netral sejarak a = β c dari tepi tertekan terluar tersebut. Diagram regangan dan tegangan
pada penampang beton bertulang dapat dilihat pada Gambar 2.7 di bawah ini.
9
Gambar 2.7 Regangan dan Tegangan pada Penampang Beton Bertulang
Diagram pada Gambar 2.7 menyatakan bahwa regangan tekan beton dan batas
leleh baja yang disyaratkan tercapai bersamaan. Suatu keadaan pembebanan terhadap
lentur murni adalah bila penampang hanya dibebani momen lentur, maka terdapat
keseimbangan dalam berupa ∑H = 0, ini berarti C = T. Dari Gambar 2.7 didapat
ba'f85,0C c ⋅⋅= ....................................................... (2.1)
ss fAT ⋅= ................................................................. (2.2)
sehingga:
ss fAbac'f85,0 ⋅=⋅⋅ ............................................... (2.3)
dimana nilai β bergantung pada mutu beton, yaitu:
85,0;MPa30'funtuk c =β≤ ........................................................................ (2.4)
( )30'f008,085,0;MPa30'funtuk cc −−=β> ............................................. (2.5)
tetapi nilai β pada persamaan (2.5) tidak boleh kurang dari 0,65. Dan kapasitas momen
penampang dapat ditulis:
LTLCM n ⋅=⋅= ................................................... (2.6)
10
2.2.2. Metode Desain
Perencanaan pelat dua arah umumnya didasarkan pada koefisien momen empiris,
dimana meskipun koefisien ini tidak memprediksi variasi tegangan secara akurat,
menghasilkan pelat dengan keseluruhan faktor keamanan yang memadai. Jika pada satu
bagian pelat diberikan tulangan terlalu banyak dan terlampau sedikit pada bagian lain,
perilaku pelat yang dihasilkan mungkin masih baik. Jumlah tulangan total dalam pelat
lebih penting daripada penempatannya yang tepat.
Pelat dua arah yang ditumpu pada keempat tepinya adalah struktur statis tak
tentu, untuk mempermudah analisis dan perencanaan dapat digunakan Tabel 1 pada
lampiran. Tabel 1 menunjukkan momen lentur yang bekerja pada jalur selebar 1 meter,
masing-masing pada arah-x dan arah-y, dimana:
MLx = momen lapangan maksimum per meter lebar di arah-x
MLy = momen lapangan maksimum per meter lebar di arah-y
M tx = momen tumpuan maksimum per meter lebar di arah-x
M ty = momen tumpuan maksimum per meter lebar di arah-y
M tix = momen jepit tak terduga per meter lebar di arah-x
M tix = momen jepit tak terduga per meter lebar di arah-y
Penggunaan Tabel dibatasi dengan beberapa syarat:
• Beban terbagi rata.
• Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan minimum pada
panel di pelat, yaitu: maksuminu w4,0w ≥
11
• Perbedaan yang terbatas antara beban maksimal pada panel yang berbeda-beda,
yaitu: terbesarw8,0terkecilw maksumaksu ≥
• Perbedaan yang terbatas pada panjang bentang, yaitu: bentang terpendek ≥ 0,8
bentang panjang.
Bila syarat-syarat batas dipenuhi, Tabel 1 akan memberikan nilai-nilai yang
aman terhadap momen lentur maksimum. Dalam nilai-nilai ini juga diperhitungkan
pengaruh panel yang dibebani dan panel tak dibebani. Momen jepit tak terduga dianggap
sama dengan setengah momen lapangan di panel yang berbatasan.
Rasio tulangan lentur pada suatu penampang beton harus lebih besar dari rasio
tulangan minimum dan lebih kecil dari rasio tulangan maksimum yang disyaratkan.
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, rasio tulangan minimum pada pelat lantai ditentukan
sebagai berikut dengan beberapa kondisi, yaitu:
• Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir mutu 300 = 0,002
• Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau jaring kawat las (polos atau
ulir) mutu 400 = 0,0018
• Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh melebihi 400 Mpa
yang diukur pada regangan leleh sebesar 0,35 % = ( )yf
4000018,0
dimana:
fy = tegangan leleh baja tulangan
12
Sedangkan rasio tulangan maksimum diambil sebesar 0,75 ρb, dimana ρb adalah rasio
tulangan pada kondisi keruntuhan berimbang.
+β=ρ
yyb f600
600
f
c'f85,0 ....................................... (2.7)
Dengan menurunkan persamaan (2.5), rasio tulangan yang dibutuhkan pada suatu
penampang beton untuk menahan momen lentur yang bekerja dapat dihitung dengan
persamaan (2.8) berikut ini.
( )
c'f7,1
f2
db
M
c'f7,1
f4ff
2y
2u
2y2
yy
Φ
Φ−Φ±Φ
=ρ .................................. (2.8)
dimana:
Φ = faktor reduksi
Mu = momen lentur yang bekerja
2.2.3. Lendutan Pelat Beton Bertulang
Berdasarkan SK-SNI T-15-1991, lendutan pada pelat lantai beton bertulang
dapat dihitung dengan persamaan berikut ini, yaitu:
ec
2n
I E 48
l M 5=∆ ....................................................................... (2.9)
gcr
3
a
crg
3
a
cre II
M
M1I
M
MI ≤
−+
= ............................... (2.10)
t
grcr Y
I FM
⋅= ....................................................................... (2.11)
13
dimana:
M = momen yang bekerja pada penampang yang ditinjau
ln = panjang bersih bentang
Ec = modulus elastisitas
Ie = momen inersia efektif
Icr = momen inersia penampang retak transformasi
Ig = momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat penampang, seluruh
batang tulangan diabaikan
Ma = momem maksimum pada komponen struktur saat lendutan dihitung
Mcr = momen pada saat timbul retak pertama kali
Fr = modulus retak beton
= 0,7 fc' (untuk beton normal)
Yt = jarak dari garis netral penampang utuh (tulangan diabaikan) ke serat tepi baja
2.3. Pelat Lantai Beton Prategang
Penggunaan prategang sebagai pengganti tulangan utama dapat mengatasi
kekurangan-kekurangan yang terkait dengan pelat lantai beton bertulang. Lendutan,
yang selalu menjadi pertimbangan dalam desain, dapat lebih terkontrol dengan
penggunaan prategang pada pelat lantai. Konsep beton prategang sendiri adalah
pemberian gaya prategang atau tegangan kepada kabel prategang yang diaplikasikan ke
dalam beton. Kabel prategang merupakan baja mutu tinggi dengan tegangan tarik dapat
mencapai 1860 MPa, kabel prategang dapat berupa dalam bentuk kawat tunggal (wire),
untaian kawat (strand), kawat batangan (bar). Pemberian gaya prategang dapat
14
dilakukan sebelum atau sesudah beton dicor. Pemberian prategang sebelum dilakukan
pengecoran disebut juga sistem pratarik (pretensioned) sedangkan pemberian prategang
setelah dilakukan pengecoran disebut sistem pascatarik (post-tenioned). Tipikal baja
prategang yang biasa digunakan ditunjukkan pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Tipikal Baja Prategang
(sumber: Desain Praktis Beton Prategang, 2008)
2.3.1. Pengaruh Prategang
Pemberian gaya prategang pada beton prategang akan memberikan tegangan
tekan pada penampang. Tegangan ini memberikan perlawanan terhadap beban luar yang
bekerja. Pengaturan posisi penengangan pada penampang akan memberikan keuntungan
lebih. Apabila gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang tetapi dengan
eksentrisitas seperti pada Gambar 2.9, maka ada tambahan tegangan akibat eksentrisitas
tersebut.
Jenis Material
Diameter (mm)
Luas (mm2)
Beban Putus (kN)
Tegangan tarik (MPa)
3 7,1 13,5 1900 4 12,6 22,1 1750 5 19,6 31,4 1600 7 38,5 57,8 1500
Kawat tunggal (Wire)
8 50,3 70,4 1400 9,3 54,7 102 1860 12,7 100 184 1840
Untaian kawat
(Strand) 15,2 143 250 1750 23 415 450 1080 26 530 570 1080 29 660 710 1080 32 804 870 1080
Kawat batangan
(Bar)
38 1140 1230 1080
15
Gambar 2.8 Prategang dengan Eksentrisitas
Selain tegangan akibat prategang, pada penampang beton juga bekerja tegangan
akibat beban yang bekerja, tegangan yang bekerja pada penampang beton dapat
diilustrasikan seperti pada Gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9 Diagram Tegangan
Dari diagram tegangan pada Gambar 2.9 dapat disimpulkan resultan tegangan di
serat atas maupun serat bawah penampang beton adalah sebagai berikut:
TT
pT Z
M
Z
eP
A
P−⋅+−=σ ............................................ (2.12)
BB
pB Z
M
Z
eP
A
P+⋅−−=σ ........................................... (2.13)
e
P P
L
CL
q
h
b
b
h +
TZM−
BZM+
TZeP⋅+
BZeP⋅−
AP−
AP−
+ =
Bσ
Tσ
16
dimana:
σT = tegangan pada serat atas beton
σB = tegangan pada serat bawah beton
Pp = gaya prategang
A = luas penampang beton
e = eksentrisitas kabel prategang
ZT = modulus penampang serat atas beton
ZB = modulus penampang serat bawah beton
Dalam mendesain beton prategang, penampang struktur dapat didesain
mengalami prategang penuh (fully prestressed) atau prategang sebgaian (partial
prestressed). Prategang penuh adalah dimana pada penampang struktur tidak diizinkan
adanya tegangan tarik pada penampang baik pada tahap transfer sampai dengan masa
layan, dalam hal ini maka σB = 0. Sedangkan prategang sebagian adalah dimana
penampang struktur direncanakan untuk dapat menerima tegangan tarik pada lokasi
penampang selama masa transfer dan masa layan, dalam hal ini maka σB ≠ 0.
Sebagai tambahan dari gaya-gaya yang telah dijelaskan yang dapat disebut juga
gaya longitudinal, profil kabel prategang yang digunakan juga menghasilkan gaya
transversal (gaya ke atas). Gaya tansversal yang dihasilkan berpeilaku berbeda-beda
pada setiap profil kabel prategang. Untuk profil kabel yang parabolis dengan
kelengkungan yang konstan seperti pada Gambar 2.10, maka gaya transversal akibat
gaya prategang Pp akan berperilaku seperti pada Gambar 2.11.
17
Gambar 2.10 Profil kabel Prategang
Gambar 2.11 Gaya Transversal akibat Profil Kabel Parabolis
Gaya transversal wP biasa disebut juga sebagai beban ekivalen (equivalent load), dimana
nilainya dapat ditulis sebagai berikut:
2
pP L
eP8w
⋅= ........................................................... (2.14)
dimana:
wP = beban ekivalen
L = panjang bentang
Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami beberapa tahap
pembebanan. Pada setiap tahap pembebana harus dilakukan pengecekan atas kondisi
serat tertekan dan serat tertarik pada setiap penampang. Tahap pembebanan pada beton
prategang adalah saat masa peralihan (transfer) dan masa layan (service). Baja
prategang akan mengalami kehilangan gaya prategang pada setiap tahap pembebanan
hingga akhirnya menjadi gaya prategang efektif pada saat masa layan. Kehilangan gaya
e
Pp Pp
L
CL
wP
L
18
prategang pada saat masa peralihan disebut juga kehilangan gaya sesaat (immediate
losses) yang disebabkan oleh perpendekan elastis pada beton maupun tendon, gesekan
pada kabel prategang serta gesekan pada angkur kabel prategang. Sedangkan kehilangan
gaya yang terjadi pada masa layan disebut juga kehilangan gaya jangka panjang (time-
dependent losses) yang disebabkan oleh susut dan rangkak pada beton serta relaksasi
baja. Terminologi dalam gaya prategang dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini:
Gambar 2.12 Terminologi dalam Gaya Prategang
dengan Pj adalah gaya prategang kabel pada saat dilakukan penarikan; Pi adalah gaya
prategang awal sesaat setelah penarikan dan kehilangan gaya sesaat; Pe adalah gaya
prategang efektif selama masa layan dan setelah kehilangan gaya total.
2.3.2. Metode Desain
Asumsikan sebuah panel pelat lantai dua arah seperti pada Gambar 2.1, dimana
keempat sisi panel tersebut bertumpu pada dinding atau balok dan berisi tendon
parabolis pada arah-x dan arah-y. Jika tendon prategang pada setiap arah tersebar merata
maka gaya ke atas per satuan luas yang dihasilkan tendon adalah:
2y
yyPy2
x
xxPx
L
eP8wdan
L
eP8w
⋅=⋅= ............................................. (2.15)
dimana:
Px = gaya prategang per satuan lebar pada arah-x
Py = gaya prategang per satuan lebar pada arah-y
Pj Pi Pe
Kehilangan gaya sesaat
Kehilangan gaya jangka panjang
19
ex = eksentrisitas kabel arah-x
ey = eksentrisitas kabel arah-y
Lx = bentang pendek
Ly = bentang panjang
Jika wb adalah beban terdistribusi merata yang akan diseimbangkan, maka dapat ditulis:
pypxb www += ..................................................... (2.16)
Jumlah kabel prategang terkecil dapat dicapai jika semua beban diseimbangkan
oleh kabel pada bentang pendek. Dalam desain lebih disukai untuk mendistribusi
prategang sebanyak seperti beban didistribusikan ke tumpuan, misalnya lebih banyak
prategang pada bentang pendek daripada bentang panjang, sehingga beban ekivalen
yang ditahan oleh tendon pada bentang pendek dapat dihitung dengan:
b4y
4x
4y
px wLL
Lw
+α= ........................................... (2.17)
dimana α bergantung pada kondisi tumpuan, dan nilainya ditunjukkan pada Tabel 2.2
berikut ini:
Tabel 2.2 Nilai α untuk Berbagai Kondisi Tumpuan
α Kondisi Tumpuan
1,0 4 sisi menerus atau tidak menerus 1,0 2 sisi yang berdekatan tidak menerus 2,0 1 sisi panjang tidak menerus 0,5 1 sisi pendek tidak meneurs 2,5 2 sisi panjang dan 1 sisi pendek tidak menerus 0,4 2 sisi pendek dan 1 sisi panjang tidak menerus 5,0 2 sisi panjang tidak menerus 0,2 2 sisi pendek tidak menerus
(sumber: Design of Prestressed Concrete, 1990)
20
Pada pelat dua arah, tipe-tipe tumpuan pada keempat sisinya menentukan
perhitungan momen lentur pada setiap arahnya. Tumpuan pada setiap sisi bisa berupa
tumpuan bebas, sendi elastis atau terjepit penuh. Pada pelat dua arah, momen yang
bekerja berkembang sebagai aksi dari aksi dua arah pada bentang panjang dan pendek.
Besar dan arah momen tergantung pada tipe beban, perbandingan panjang sisi panjang
dan pendek, serta tingkat tahan tahanan tumpuan. Dalam peraturan Australia, terdapat
metode yang dapat digunakan dalam menentukan besarnya momen yang terjadi pada
pelat. Besarnya momen dapat dihitung berdasarkan metode desain kekuatan batas (AS
3600-1988) maupun metode desain beban pada masa layan (AS 1480-1982).
Momen postif per lebar pada bentang tengah pelat pada setiap arah dengan
metode desain kekuatan batas adalah:
2yyy
2xxx LwMdanLwM ⋅⋅β=⋅⋅β= ∗∗∗∗ .................................. (2.18)
dimana:
w* = beban rencana terfaktor per satuan luas
βx, βy = koefisien momen (nilainya dapat dilihat pada Tabel 2 pada lampiran)
Momen negatif pada ujung menerus diambil 1,33 kali nilai momen positif tengah
bentang pada arah yang ditinjau, sedangkan momen negatif pada ujung tidak menerus
diambil 0,5 kali nilai momen positif tengah bentang.
Momen positif dan negatif rencana dengan metode desain beban pada masa layan
dapat dihitung dengan:
2yyy
2xxx LwMdanLwM ⋅⋅β=⋅⋅β= ...................................... (2.19)
21
dimana:
w = beban rencana pada masa layan
βx, βy = koefisien momen (nilainya dapat dilihat pada Tabel 3 pada lampiran)
2.3.3. Lendutan Pelat Beton Prategang
Lendutan pelat dua arah adalah kompleks dan mengandung banyak
ketidakpastian. Banyak metode untuk menentukan lendutan pada pelat. Salah satunya
adalah metode klasik yang dipresentasikan oleh Timoshenko dan Woinowsky-Krieger
(1959), yaitu dengan persamaan:
C
Lw 4yβ=∆ ........................................................... (2.20)
( )2
3c
112
hEC
ν−= ........................................................ (2.21)
dimana:
∆ = lendutan pada pelat
β = koefisien lendutan pelat, dapat dilihat pada Tabel 2.3
Ly = bentang panjang pelat
C = persamaan tebal pelat
Ec = modulus beton
h = tebal pelat
ν = rasio Poisson beton
Untuk sebuah pelat lantai beton tanpa retak, efek rasio Poisson sangat kecil sehingga
persamaan (2.17) dapat ditulis menjadi:
22
cc
4y
IE
Lwβ=∆ ........................................................... (2.22)
dimana:
Ic = momen inertia beton per satuan lebar pelat
Tabel 2.3 Koefisien lendutan pelat, β (ν = 0,2)
Pelat Datar. Β untuk Lendutan di Tengah
Bentang
Rasio Bentang Panjang dan
Bentang Pendek
x
y
L
L
Keempat Sisi
Tumpuan Sederhana
Keempat Sisi
Tumpuan Jepit Panel
Terisolasi Tunggal
Panel Interior
1,0 0,00406 0,00126 0,0263 0,00581 1,2 0,00279 0,00085 0,0189 0,00428 1,4 0,00184 0,00059 0,0162 0,00358 1,6 0,00127 0,00035 0,0150 0,00321 1,8 0,00089 0,00023 0,0144 0,00302 2,0 0,00063 0,00016 0,0140 0,00292
(sumber: Desain Praktis Beton Prategang, 2008)
2.3.4. Tulangan Minimum Pelat Prategang
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, pada semua komponen struktur lentur yang
menggunakan sistem tendon prategang tanpa lekatan, harus dipasang suatu tulangan
non-prategang minimum. Luas tulangan non-prategang minimum harus dihitung dari:
A004,0A s = ......................................................... (2.23)
Tulangan non-prategang yang ditentukan dari persamaan (2.20) harus disebar merata
pada daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekan dan dipasang sedekat mungkin
ke serat tarik terluar dari penampang.
23
Panjang minimum tulangan non-prategang adalah sebagai berikut:
a. Dalam daerah momen positif, panjang minimum tulangan non-prategang adalah
sepertiga bentang bersih dan dipasang sentral dalam daerah momen positif.
b. Dalam daerah momen negatif, tulangan non-prategang harus diperpanjang
hingga seperenam dari bentang bersih pada masing-masing sisi dari komponen
penumpu.
2.4. Analisa Dinamik
Pada ilmu statika keseimbangan gaya-gaya didasarkan atas kondisi statik, artinya
gaya-gaya tersebut tetap intensitasnya, tetap tempatnya dan tetap arah/garis kerjanya.
Gaya-gaya tersebut dikategorikan sebagai beban statik. Kondisi seperti ini akan berbeda
dengan beban dinamik dengan pokok-pokok perbedaan sebagai berikut ini:
a. Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu (time varying)
sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu.
b. Beban dinamik umumnya hanya bekerja pada rentang waktu tertentu. Untuk
beban gempa bumi maka rentang waktu tersebut kadang-kadang hanya beberapa
detik saja. Walaupun hanya beberapa detik saja namun beban angin dan beban
gempa misalnya dapat merusak struktur dengan kerugian yang sangat besar.
c. Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pusat massa
yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan.
d. Beban dinamik lebih kompleks dibanding dengan beban statik, baik dari bentuk
fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan.
e. Karena beban dinamik berubah-ubah intensitasnya menurut waktu, maka
pengaruhnya terhadap struktur juga berubah-ubah menurut waktu. Oleh karena
24
itu penyelesaian problem dinamik harus dilakukan seara berulang-ulang
menyertai sejarah pembebanan yang ada. Kalau penyelesaian problem statik
bersifat penyelesaian tunggal (single solution), maka penyelesaian problem
dinamik bersifat penyelesaian berulang-ulang (multiple solutions).
f. Karena beban dinamik menimbulkan respon yang berubah-ubah menurut waktu,
maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar/ada gerakan. Dalam hal ini
bahan akan melakukan resistensi terhadap gerakan dan umumnya dikatakan
bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk meredam getaran.
Dengan demikian pada pembebanan dinamik, akan terdapat peristiwa redaman
yang hal ini tidak ada pada pembebanan statik.
Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan
berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang
terjadi hanya terjadi dalam satu bidang (2-dimensi) maka simpangan suatu massa pada
setiap saat hanya mempunyai posisi/ordinat tertentu baik bertanda positif maupun
negatif. Pada kondisi 2-D tersebut simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan
dalam koordinat tunggal yaitu y(t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan
derajat kebebasan tunggal. Secara umum bangunan 1-tingkat dianngap hanya
mempunyai derajat kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dan struktur
yang mempunyai n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan
derajat kebebasan banyak (multi degree of freedom, MDOF). Banyaknya derajat
kebebasan menyatakan banyaknya perpindahan yang independent yang diperlukan untuk
mendefinisikan perpindahan posisi dari massa terhadap posisi awal.
25
Respon struktur akan bergantung pada properti dinamik struktur (kekakuan,
massa dan redaman) dan juga akan bergantung dari beban dinamik serta
macam/jenis/asumsi getaran yang dipakai. Secara umum struktur bangunan gedung
tidaklah selalu dapat dinyatakan di dalam suatu sistem yang mempunyai serajat
kebebasan tunggal (SDOF). Struktur bangunan gedung justru banyak yang mempunyai
derajat kebebasan banyak (MDOF). Pada struktur bangunan gedung bertingkat banyak
umumnya massa struktur dapat digumpalkan pada tempat-tempat tertentu (lumped mass)
yang umumnya pada tiap-tiap lantai-tingkat, maka struktur yang tadinya mempunyai
derajat kebebasan tak terhingga akan menjadi struktur dengan derajat kebebasan
terbatas.
2.4.1. Tipe Getaran
Secara umum gerakan massa suatu struktur dapat disebabkan baik oleh adanya
gangguan luar maupun adanya suatu nilai awal (initial conditions). Peristiwa dengan
gerakan massa akibat adanya nilai awal, misalnya simpangan awal atau kecepatan awal,
biasa disebut dengan getaran bebas (free vibration systems). Sedangkan apabila
goyangan suatu struktur yang diakibatkan oleh adanya gaya luar ataupun adanya getaran
tanah akibat gempa, biasa disebut dengan getaran dipaksa (forced vibration systems).
Namun gerakan suatu massa umumnya akan dihambat/diredam baik karena gesekan
dengan benda-benda sekelilingnya maupun oleh peristiwa intern yang ada pada benda
yang bersangkutan, sehingga gerakan massa tersebut lambat laun akan melemah.
Gerakan massa struktur yang memperhitungkan adanya gaya redam disebut damped
systems atau sistem gerakan yang diredam. Walaupun demikian, suatu struktur kadang-
kadang dianggap tidak mempunyai redaman atau undamped systems.
26
Tipe gerakan pada struktur dapat dirangkum menjadi:
a. Getaran bebas tanpa redaman (Undamped Free Vibration Systems)
b. Getaran bebas yang diredam (Damped free Vibration)
c. Getaran dipaksa yang tidak diredam (Undamped Forced Vibration Systems)
d. Getaran dipaksa yang diredam (Damped Forced Vibration Systems)
2.4.2. Periode Alamiah, Frekuensi Sudut dan Frekuensi Alamiah
Ada beberapa karakter penting dari suatu struktur yang bersangkutan yang akan
sangat berguna untuk pembahasan-pembahasan respon struktur berikutnya. Karakter-
karakter itu adalah frekuensi sudut (ωn), periode alamiah (Tn) dan frekuensi alamiah (fn).
Frekuensi alamiah adalah frekuensi dimana suatu sistem akan bergetar secara
alami, frekuensi alamiah (f) dinyatakan dalam Hertz atau siklus/detik. Sedangkan
frekuensi sudut adalah frekuensi alamiah yang dinyatakan dalam rad/detik. Periode
alamiah adalah waktu yang diperlukan oleh suatu sistem tanpa redaman untuk
menyelesaikan satu siklus getaran, periode alamiah dinyatakan dalam detik.
Nilai dari ωn, Tn dan fn hanya bergantung kepada nilai massa dan kekakuan dari
struktur, dimana hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut:
m
kn =ω ............................................................... (2.24)
nn
2T
ωπ= ................................................................. (2.25)
nn T
1f = .................................................................. (2.26)
27
dimana:
k = kekakuan struktur
m = massa struktur
2.4.3. Persamaan Diferensial Struktur SDOF
Persamaan keseimbangan dinamik dapat diturunkan dari model matematik dari
struktur SDOF seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. Pada Gambar 2.13, P(t)
merupakan beban dinamik yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu. Akibat
beban dinamik, struktur akan bergoyang berganti-ganti ke kanan maupun ke kiri.
Terdapat beberapa parameter penting yang mempengaruhi besar kecilnya goyangan
yaitu massa (m), kekakuan kolom (k) dan koefisien redaman (c). Struktur tersebut
kemudian digambar secara ideal seperti pada Gambar 2.14 dimana pada gambar ini telah
memperhatikan parameter-parameter yang berpengaruh. Pada Gambar 2.15 ditampilkan
model matematik untuk struktur SDOF yang mempunyai redaman. Apabila beban
dinamik P(t) seperti pada Gambar 2.15 bekerja ke arah kanan, maka akan terdapat
perlawanan pegas, damper dan gaya inersia. Gambar 2.16 adalah gambar keseimbangan
dinamik yang bekerja pada massa (m), gambar ini umumnya disebut free body diagram.
q
P(t)
m
c
k
Gambar 2.13 Struktur SDOF Gambar 2.14 Model Fisik Struktur SDOF
28
c
k
P(t)m
FS
FDFI P(t)
Gambar 2.15 Model Matematik Gambar 2.16 Free Body Diagram
Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik pada free body diagram tersebut,
maka dapat diperoleh hubungan:
)t(PFFF SDI =++ ................................................. (2.27)
dimana:
ymFI &&⋅= ............................................................... (2.28)
ycFD &⋅= ................................................................ (2.29)
ykFS ⋅= ................................................................ (2.30)
dimana FI, FD, FS berturut-turut adalah gaya inersia, gaya redaman dan gaya pegas,
sedangkan ydany,y &&& berturut-turut adalah percepatan, kecepatan dan simpangan.
Apabila persamaan (2.28), (2.29), (2.30) disubstitusikan pada persamaan (2.27) makan
akan diperoleh persamaan kesimbangan dinamik sebagai berikut:
)t(Pykycym =⋅+⋅+⋅ &&& ........................................ (2.31)
2.4.4. Persamaan Diferensial Struktur MDOF
Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan derajat
kebebasan banyak maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan
derajat kebebasan tunggal (SDOF). Untuk memeperoleh persamaan diferensial tersebut,
maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik (dynamic equation equilibrium) pada
29
suatu massa yang ditinjau. Namun pada struktur dengan derajat kebebasan banyak,
persamaan diferensial gerakannya merupakan persamaan yang dependent atau coupled
karena kesimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau dipengaruhi oleh kekakuan,
redaman dan simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Penyelesaian persamaan
coupled harus dilakukan secara simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan
yang ada. Sehingga persamaan keseimbangan dinamik untuk derajat kebebasan banyak
dapat ditulis dalam matriks:
[ ]{ } [ ]{ } [ ]{ } { })t(FYKYCYM =++ &&& ........................... (2.32)
dimana:
[M] = matriks massa
[C] = matriks redaman
[K] = matriks kekakuan
{ }Y&& = vektor percepatan
{ }Y& = vektor kecepatan
{ }Y = vektor simpangan
{F(t)} = vektor beban
2.4.5. Eigen Problem
Dalam menyelesaikan persamaan dinamik MDOF diperlukan nilai frekuensi
alamiah dan pola getar, yang dimana kedua parameter ini tercakup dalam eigen problem.
Dalam eigen problem, frekuensi alamiah disebut sebagai eigen value dan pola getar
adalah eigen vector {Ф}. Persamaan eigen problem dinyatakan sebagai berikut:
[ ] [ ]{ }{ } 0MK 2 =Φω− .............................................. (2.33)
30
Persamaan (2.30) akan ada nilainya apabila determinan dari matriks yang merupakan
koefisien dari vektor {Ф} adalah nol, sehingga:
[ ] [ ] 0MK 2 =ω− .................................................... (2.34)
Hasil analisa akan memberikan satu set nilai ωn sesuai dengan banyaknya derajat
kebebasan, dimana untuk setiap ωn akan didapat juga satu set nilai eigen vector.
2.4.6. Getaran pada Pelat Beton Prategang
Dalam beberapa tahun terakhir, getaran menjadi kriteria desain penting dalam
lantai beton, khususnya lantai dengan bentang panjang dan rasio kerampingan yang
tinggi. Masalah paling umum yang mengganggu penghuni gedung adalah getaran yang
disebabkan oleh bunyi kaki menapak.
Dalam menilai getaran pada lantai, frekuensi dan amplitudo dari gerakan
sangatlah penting. Biasanya, amplitudo dinyatakan sebagai percepatan puncak,
walaupun kadang-kadang pengukuran seperti kecepatan ataupun perpindahan juga
digunakan. Secara umum, manusia lebih responsif terhadap frekuensi getaran yang
cukup rendah, jadi percepatan yang lebih besar pada frekuensi yang tinggi lebih dapat
diterima daripada pada frekuensi yang lebih rendah.
Pada tahun 1994, U.K. concrete Society mengajukan prosedur perhitungan
getaran dengan mengasumsikan kalau lantai bergetar dalam dua set pola yang bebas
pada dua arah bentang yang saling tegak lurus. Persamaan yang diberikan adalah untuk
pelat dua arah yang menerus. Persamaan (2.35) sampai (2.38) adalah persamaan getaran
pelat pada arah-x, namun karakteristik pada arah-y dapat ditentukan dengan mengganti
parameter arah-x menjadi parameter arah-y.
31
Rasio aspek efektif dai panel pelat ditentukan sebagai berikut:
4
x
y
y
xxx I
I
L
Ln=λ ..................................................... (2.35)
dimana:
Ix = momen inersia arah-x
Iy = momen inersia arah-y
nx = jumlah bentang arah-x
Nilai λx digunakan untuk menghitung faktor modifikasi (kx).
untuk solid atau waffle slabs; 2x
x
11k
λ+= ................................................... (2.36)
untuk ribbed slabs; 4x
x
11k
λ+= ............................................... (2.37)
Untuk pelat dengan balok di sepanjang garis kolom, frekuensi alamiah dari pelat
tersebut adalah:
4y
ycxnx
Lw
gIE
2kf
π= ................................................ (2.38)
dimana:
w = beban per satuan luas
g = gaya gravitasi
2.5. SAP2000
SAP2000 merupakan salah satu program analisa struktur yang dikeluarkan oleh
Computer and Structure, Inc yang biasa disingkat CSI. CSI merupakan perusahaan
32
perangkat keras komputer yang telah banyak mengeluarkan program-program bantu
dalam analisa struktur seperti SAP2000, ETABS, SAFE dan sebagainya.
Secara garis besar program SAP2000 dapat digunakan untuk melakukan analisa
linier dan non-linier, statik maupun dinamik stuktur 3-dimensi. Pada dasarnya SAP2000
menggunakan metode elemen hingga (FEM) sebagai pendekatan dalam memprediksi
perilaku struktural dan juga untuk menyelesaikan masalah struktural yang rumit. Salah
satu fitur dalam SAP2000 adalah program ini dapat melakukan analisa modal Eigen dan
Ritz, dimana fitur tersebut sangat membantu dalam melakukan penelitian ini.