BAB 2 revi - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00990-MNTI Bab 2.pdf · Kualitas...
Transcript of BAB 2 revi - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00990-MNTI Bab 2.pdf · Kualitas...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kualitas
Kualitas merupakan sebuah kata yang sering dipakai oleh masyarakat untuk
mengungkapkan suatu standar yang mereka berikan pada suatu jasa atau produk. Kata
kualitas memiliki banyak sekali definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Definisi-
definisi tersebut sebenarnya memiliki pengertian yang hampir sama antara satu dengan
yang lainnya.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan definisi dari kualitas. Juran (1974),
mendefinisikan pengertian kualitas yaitu “Quality is fitness for use“. Definisi ini
menekankan pada poin penting yaitu pengendali di balik penentuan level kualitas yang
harus dipenuhi oleh produk atau jasa yaitu konsumen. Akibatnya, apabila keinginan
konsumen berubah maka kualitas yang ditetapkan juga berubah. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat beberapa elemen yang menentukan level dari kualitas produk atau jasa
yang dinamakan karakteristik kualitas.
Ahli lainnya yang mendefiniskan arti kualitas adalah Crosby. Definisi kualitas
menurut Crosby (2003, p8) adalah “conformance to requirements or specifications”,
yang diartikan bahwa kualitas adalah suatu kesesuaian untuk memenuhi persyaratan atau
spesifikasi. Sedangkan menurut Feigenbaum (1991), kualitas merupakan keseluruhan
karakteristik produk dan jasa dalam proses produksi yang meliputi marketing,
engineering, manufacture,dan maintainance di mana produk dan jasa tersebut dalam
pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
17
Kualitas juga didefinisikan oleh institusi yang memiliki standar yaitu ISO 8402
atau quality vocabulary. Menurut badan ini, kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari
karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan sebagai
kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau kesesuaian terhadap kebutuhan atau
persyaratan (conformance to the requirement).
Sedangkan menurut Gaspersz (1998), terminologi kualitas dalam konteks
pembahasan tentang pengendalian proses statistical adalah konsistensi peningkatan atau
perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang atau jasa) yang
dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan
kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Gaspersz juga mengungkapkan bahwa
kualitas konteks dalam pengendalian proses statistikal adalah bagaimana baiknya suatu
output (barang/jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian
desain dari suatu perusahaan. Spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian
desain produk harus berorientasi kepada kebutuhan atau keinginan konsumen (orientasi
pasar) ( Gaspersz, 1998, p1-2).
Menurut Russel (1996), apabila diutarakan secara rinci, kualitas memiliki dua
perspektif, yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, di mana bila kedua hal
tersebut disatukan maka akan tercapai kesesuaian antara kedua sisi tersebut yang dikenal
sebagai fitness for consumer use (kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen). Hal ini
dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1. (Ariani, 1999, p7).
Pada gambar terlihat bahwa kedua perspektif tersebut akan bertemu pada satu
kata yaitu fitness for consumer use. Kesesuaian tersebut merupakan kesesuaian antara
18
konsumen dengan produsen sehingga dapat membuat suatu standar yang disepakati
bersama dan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan kedua belah pihak.
Gambar 2.1. Dua Perspektif Kualitas
Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, semuanya
merujuk pada suatu pengertian umum. Dapat dikatakan definisi kualitas secara garis
besar adalah kemampuan suatu produk untuk memberikan kepuasan dan memenuhi
harapan para pengguna produk.
2.2 DMAIC dan Tahapannya
DMAIC (Define Measure Analyze Improve Control) merupakan sebuah
komponen dasar dari metodologi Six Sigma, yang digunakan untuk meningkatkan
kinerja suatu proses dengan mengeliminasi defect. DMAIC dikembangkan oleh Edwards
Deming dan berguna untuk memperbaiki sebuah proses bisnis untuk mengurangi cacat
produksi. Adapun fase-fase dari DMAIC adalah sebagai berikut (Breyfogle., 2003, p45):
19
QuickTime™ and a decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 2.2 Fase-fase DMAIC
Sumber: http://www.soarent.com.au/images/single_dmaic.gif
‐ Tahap Define
Hal-hal penting yang harus didefinisikan pada tahap ini adalah suara pelanggan
(Voice of Costumer) yang selanjutnya ditransformasi menjadi karakteristik yang
penting terhadap kualitas, ruang lingkup proyek, prioritas sebab akibat dan
perencanaan proyek. Berikut adalah langkah-langkah untuk menyelesaikan tahap
define:
‐ Mendefinisikan masalah. Sebuah permasalahan harus bersumber dari data
yang ada, dapat diukur, dan lepas dari asumsi tentang penyebab atau
penyelesaian masalah yang diperkirakan. Oleh karena itu, masalah harus
spesifik dan tujuannya dapat dicapai.
‐ Mengidentifikasi pelanggan. Hal ini dibutuhkan pada proses analisa awal.
Fokus disini adalah mengidentifikasi seberapa banyak pihak yang terkena
dampak akibat kualitas yang buruk.
20
‐ Mengidentifikasi karakteristik Critical to Quality. Identifikasi karakteristik
CTQ memastikan bagaimana sebuah spesifikasi produk dihadapkan dengan
ekspektasi pelanggan.
‐ Memetakan proses. Pemetaan proses dalam tahap define tidak lebih dari
representasi visual sebuah aliran proses untuk pemenuhan identifikasi
karakteristik CTQ. Peta proses sangat berguna sebagai:
o Metode segmentasi proses yang rumit ke dalam bagian-bagian
yang dapat dikelola
o Jalan untuk mengidentifikasi masukan dan keluaran proses
o Teknik untuk mengidentifikasi wilayah perbaikan
o Cara untuk mengidentifikasi penyumbat (bottleneck), kerusakan
dan proses yang tidak menambah nilai (non value added).
‐ Tahap Measure
Tahap kedua ini dilakukan ketika memulai pengumpulan data tentang kinerja
saat ini. Selama penyelesaian tahap ini, perencanaan pengumpulan data
disesuaikan dengan tipe data dan pengumpulannya, sistem pengukuran yang
valid menjamin akurasi dan konsistensi, kecukupan data untuk analisis, dan
sebuah gambaran analisis awal untuk mengarahkan proyek.
Fokus pada tahap measure adalah mengembangkan perencanaan pengumpulan
data, mengidentifikasi variabel kunci masukan proses, menampilkan variasi
dengan diagram pareto, histogram, run chart, dan acuan ukuran kapabilitas
proses dan tingkat sigma sebuah proses. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
tahap ini adalah:
21
‐ Mengidentifikasi pengukuran dan variasi. Identifikasi yang dimaksud
meliputi:
o Tipe dan sumber variasi serta dampaknya terhadap kinerja proses.
o Tipe pengukuran yang berbeda untuk masing-masing variasi dan
kinerja pengukuran proses yang benar
o Tipe data yang dikumpulkan dan karakteristik yang penting untuk
setiap data.
Ada dua jenis variasi yang harus didefinisikan:
o Sebab umum. Kondisi penyebab variasi ini berasal dari interaksi
faktor mesin, material, metode, manusia, pengukuran, dan
lingkungan (Man, Machine, Method, Material, Measurement,
Environment atau 5M + 1E)
o Sebab khusus. Sebab khusus tidak dapat diprediksi dan tidak selalu
muncul, tidak selalu mempengaruhi operator yang bekerja pada
proses tersebut dan tidak selalu mempengaruhi hasil keluaran.
‐ Menentukan tipe data. Tipe data yang dapat dikumpulkan melalui
pengumpulan data adalah:
o Data Atribut
Data atribut adalah data yang dikumpulkan dengan menghitung
frekuensi kejadian sebuah karakteristik proses seperti jumlah cacat
produk. Jenis data ini mengkualifikasikan suatu proses atau produk
menjadi cacat atau tidak cacat. Data atribut tidak dapat dibagi lagi ke
dalam ukuran presisi dan diskrit secara alami.
22
o Data Variabel
Data variabel adalah data yang menggambarkan karakteristik proses
dalam ukuran berat, panjang, waktu dan lain-lain. Dengan tipe data
seperti ini, skala pengukuran yang dilakukan adalah
berkesinambungan dan dapat dibagi dalam ukuran presisi.
‐ Mengembangkan rencana pengumpulan data
‐ Melakukan analisis sistem pengukuran dan mengumpulkan data.
‐ Tahap Analyze
Pada tahap analyze , fokus terhadap permasalahan sudah harus jelas. Dengan kata
lain, pada tahap ini sudah dapat dilakukan kemungkinana perbaikan dengan
melihat data yang telah diolah. Aspek penting tahap ini adalah mulai mengajukan
sebuah uji hipotesa terhadap data atribut. Sehingga tahap analyze dapat mencari
akar penyebab masalah dan kemungkinan perbaikan yang akan diambil.
Beberapa spesifik pekerjaan yang harus dilakukan dalam tahap ini antara lain:
‐ Memilih alat analisa untuk mengungkapkan secara detail kinerja proses dan
variasi
‐ Menerapkan alat analisa yang meliputi teknik penerapan alat analisa
terhadap data untuk menghasilkan indikator kinerja.
‐ Mengidentifikasi sumber variasi. Maksudnya yaitu mengidentifikasi sumber
variasi selama studi proses dengan menggunakan alat statistik sehingga
variasi yang signifikan dapat diidentifikasi dan dieliminasi.
23
Sebagai hasil keluaran dari tahap analyze adalah pemahaman terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah yang sedang diteliti yang
meliputi key process input variables dan sumber variasi.
‐ Tahap Improve
Tahap keempat ini merupakan tahap untuk menghasilkan ide, desain, dan
implementasi perbaikan serta validasi perbaikan. Hal yang paling penting dalam
tahap improve ini adalah proses brainstorming, pengembangan peta proses ,
meninjau ulang Failure Mode and Effect Analysis, analisa awal cost/benefit, dan
rekomendasi perbaikan. Alat-alat lain seperti Design of Experiment adalah
metodologi efektif yang dapat digunakan pada tahap analyze dan improve, tetapi
DOE sulit dilakukan dan dimonitor setiap saat. Langkah-langkah yang dilakukan
pada tahap improve adalah:
‐ Menghasilkan alternatif perbaikan.
‐ Mengidentifikasi kriteria perbaikan.
‐ Menghasilkan perbaikan yang paling mungkin dilakukan.
‐ Mengevaluasi perbaikan dan memilih pilihan terbaik.
‐ Tahap Control
Tahap control merupakan tahap terakhir dalam pendekatan DMAIC, dimana
dalam tahap ini dilakukan pengorganisasian proses atau perbaikan produk dan
pemantauan kinerja yang sedang berjalan. Selain itu, pada tahap control juga
terdapat peralihan dari perbaikan menuju pengendalian proses dan memastikan
bahwa perbaikan yang baru dapat dilakukan. Kesuksesan peralihan ini
bergantung pada rencana pengendalian yang efektif dan rinci. Tujuan dari
24
rencana pengendalian adalah mendokumentasikan semua informasi yang
berhubungan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk memantau dan
mengendalikan proses ini seterusnya, apa yang diukur serta parameter kinerja
dan pengukuran yang benar.
2.3 Alat-alat Kualitas
Alat-alat yang digunakan pada setiap tahapan DMAIC hampir sama dengan alat-
alat yang digunakan pada strategi peningkatan kualitas lain. Namun DMAIC lebih
menekankan aplikasi alat-alat tersebut dalam cara yang lebih sistematis untuk dapat
memperoleh terobosan dalam perbaikan kualitas, sehingga dapat diterapkan baik dalam
industri manufaktur maupun jasa. Dalam peneerapannya, penggunaan alat-alat kualitas
disesuaikan dengan tahapan model DMAIC. Alat-alat kualitas yang digunakan antara
lain (Breyfogle., 2003, p45) :
‐ Tahap Define
Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini antara lain histogram,
diagram Pareto, CTQ, dan diagram SIPOC.
‐ Tahap Measure
Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah diagram Pareto,
Control Chart, Capability Study, Perhitungan Level sigma dan nilai yield
(e-defect per total opportunity).
‐ Tahap Analyze
Beberapa alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah Cause and Effect
Diagram, Impact/Effort Diagram, Improve Checklist, DOE.
‐ Tahap Control
25
Alat yang biasa digunakan pada tahap ini adalah SOP dari FMEA yang
dibuat.
2.4 Peta Proses Operasi
Untuk mengetahui proses yang terjadi sekarang secara keseluruhan digunakan
Peta Proses Operasi (Operation Process Chart). Apabila kita perhatikan suatu peta
operasi, maka dapat dikatakan bahwa peta ini merupakan suatu diagram yang
menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku
mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi
produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang
digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu Peta Proses
Operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-
kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan.
Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui Peta Proses
Operasi, kita bisa memperoleh banyak manfaat diantaranya:
‐ Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
‐ Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan
memperhitungkan efisiensi ditiap operasi/pemeriksaan).
‐ Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
‐ Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
‐ Sebagai alat untuk latihan kerja.
2.5 Diagram Pareto
26
Diagram Pareto adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
memprioritaskan masalah untuk mendapatkan solusi. Alat ini merupakan hasil
pertemuan seorang ekonom Italia yang bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Vilfredo
Pareto menunjukkan bahwa distribusi pendapatan penduduk dunia tidak sempurna
dimana bagian terbesar pendapatan atau kesejahteraan hanya dinikmati oleh sekelompok
kecil penduduk. Beberapa ahli dan peneliti telah mempopulerkan pendekatan ini untuk
memprioritaskan penyelesaian masalah, terutama Joseph Juran dan Alan Lakelin
(Gitlow et al., 1997, p366). Lakelin merumuskan sebuah aturan yang terkenal dengan
nama 80-20 Rule berdasarkan aplikasi Prinsip Pareto. Aturan ini mengatakan bahwa
sekitar 80% biaya berasal dari 20% elemen. Diagram Pareto adalah diagram bar
sederhana dengan setiap bar-nya merepresentasikan frekuensi jumlah setiap masalah dan
disusun dari kiri ke kanan. Contoh Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
27
Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto
Sumber : http://www.winstat.com/english/function/graphics/pareto1.gif
2.6 Critical To Quality (CTQ)
CTQ adalah sebuah kunci yang dari karakteristik produk atau proses yang dapat
diukur dimana performa standar maupun batas spesifikasi harus ditentukan untuk
memuaskan pelanggan. Mereka mendesain dan mengembangkan produk sesuai
kebutuhan pelanggan.
CTQ mewakili karakteristik produk maupun service yang ditentukan oleh
pelanggan (secara internal maupun eksternal). Dengan memasukkan batas atas dan
bawah maupun faktor-faktor lain yang berhubungan dengan produk tersebut. Sebuah
CTQ biasanya diinterpretasikan dari pernyataan pelanggan hingga spesifikasi kuantitatif
bisnis.
28
Tujuannya adalah untuk mengelompokkan ide atau masalah besar ke dalam
komponen lebih kecil, membuat ide semakin mudah dipahami dan membuat masalah
menjadi lebih mudah diatasi.
2.7 Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)
SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk
menunjukkan aktivitas utama, atau subproses dalam sebuah proses bisnis, bersama-sama
dengan kerangka kerja dari proses, yang disajikan dalam Supplier, Input, Process,
Output, Costumer. Dalam mendefinisikan proses-proses kunci beserta pelanggan yang
terlibat dalam suatu proses yang dievaluasi dapat didekati dengan model SIPOC
(Supplier-Inputs- Process- Output-Costumer). Model SIPOC adalah paling banyak
digunakan manajemen dalam peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim
dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:
‐ Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi
kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri
dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebgai
petunjuk pemasok internal (internal suppliers).
‐ Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada
proses.
‐ Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi-dan secara ideal
menambah nilai kepada inputs (proses trnasformasi nilai tambah kepada
inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
‐ Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
29
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci
dari proses.
‐ Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima
outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses
sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).
Diagram SIPOC dapat membantu dalam hal informasi bisnis dari perspektif
proses. Berikut merupakan beberapa manfaat penerapan Diagram SIPOC: (Pande, 2000,
p.168)
‐ Menampilkan sekumpulan aktivitas lintas fungsional dalam satu diagram
sederhana
‐ Menggunakan kerangka kerja yang dapat diterapkan pada proses dengan
semua ukuran bahkan organisasi keseluruhan
‐ Membantu memelihara perspektif “gambar besar”, yant untuk itu detail
tambahan dapat diperinci lebih dalam.
2.8 Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali merupakan sebuah metode grafis untuk mengevaluasi sebuah proses
produksi dan menggolongkan apakah proses tersebut terkendali secara statistik atau
tidak. Peta kendali dapat digolongkan dalam berbagai macam jenis dan kegunaan.
Walaupun kegunaan dan cara pembuatannya berbeda-beda, namun secara umum semua
peta kendali memiliki garis tengah (center line), batas spesifikasi atas (UCL), dan batas
spesifikasi bawah (LCL). Berikut adalah contoh dari sebuah peta kontrol
30
Gambar 2.4 Peta Kontrol
Karakteristik yang dimiliki oleh sebuah peta kendali bisa berupa rata-rata
kualitas, jangkauan, persen kerusakan dan jumlah kerusakan per-unit sesuai tujuan
pembuatannya. Peta kendali membutuhkan data-data sampel yang diambil dalam
periode waktu tertentu. Jika semua nilai sampel berada dalam batas-batas kendali, hal ini
menunjukkan bahwa proses terkendali. Sementara jika salah satu sampel berada di luar
batas kendali baik atas maupun bawah menunjukkan bahwa proses tidak terkendali
(Gaspersz., 1998, p149),.
Diantara tujuan penggunaan peta kendali adalah:
‐ Menentukan kemampuan aktual dari proses produksi
‐ Membantu usaha peningkatan kualitas output
‐ Memonitor output
Jenis peta kendali adalah:
‐ Peta Kontrol X (Mean Chart)
Disebut juga peta rata-rata dan digunakan untuk mendeteksi perubahan
tingkat kualitas output dari suatu proses produksi.
31
‐ Peta Kontrol R (Range Chart)
Peta Kontrol ini digunakan untuk mendeteksi perubahan variasi dalam suatu
proses produksi.
‐ Peta Kontrol P (Percent Defective chart)
Disebut juga peta proporsi rusak dan digunakan untuk memantau proporsi
produk cacat yang dihasilkan oleh suatu proses produksi.
‐ Peta Kontrol C
Dibuat untuk mengendalikan jumlah cacat dalam tiap unit produksi.
2.9 Peta Kontrol X
Menurut Gaspersz (1998, p149), Peta kontrol x digunakan untuk mengukur
proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam
kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol x digunakan untuk
mengendalikan proporsi atau item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas
atau proporsi dari produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak
memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi
syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu.
Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa
atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item tersebut tidak memenuhi
standar pada satu atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa , item-item itu
digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Proporsi sering
diungkapkan dalam bentuk desimal, misalnya: jika ada 30 unit produk yang cacat dari
100 unit produk yang diperiksa, dikatakan bahwa proporsi dari produk cacat adalah
sebesar 30/100 = 0.30. Apabila nilai proporsi ini dikalikan dengan 100%, dapat
32
dinyatakan dalam persen, sehingga dikatakan bahwa presentase dari produk cacat adalah
sebesar (0.30)(100%) = 30%.
Pembuatan peta kontrol x dapat dilakukan mengikuti beberapa langkah berikut:
‐ Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)
‐ Kumpulkan 20-25 set contoh
‐ Hitung nilai proporsi cacat, yaitu x-bar = inspeksitotal
cacattotal
‐ Hitung nilai r-bar = Rj
j=1
n
∑n
‐ Hitung batas kontrol 3-sigma dengan rumus:
CL = x
j=1
n
∑ j
n
UCL = CL + A2 R
LCL = CL - A2 R
Plot atau sebarkan data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data
itu berada dalam pengendalian statistikal.
Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk
yang sesuai (tidak cacat) sebesar: (1 - x) atau (100% -x,%), hal ini serupa
dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar x.
2.12.1 Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol x untuk memantau proses
terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses
33
tidak berada dalam pengendalian statistikal, pross itu harus diperbaiki
terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian
produk terus-menerus.
2.10 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Cause and Effect Diagram dikenal juga dengan nama Fishbone Diagram atau
Diagram Ishikawa sesuai nama penemunya. Diagram sebab akibat merupakan alat bantu
untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menampilkan penyebab yang mungkin dari
sebuah masalah spesifik atau karakteristik kualitas. Diagram ini menggambarkan
hubungan antara sebuah pernyataan outcome dan segala faktor yang mempengaruhi
outcome tersebut. Diagram ini dapat digunakan untuk:
‐ Mengidentifikasi akar-akar penyebab masalah yang mungkin untuk akibat,
masalah atau kondisi yang spesifik.
‐ Mengklasifikasi atau menghubungkan interaksi antar faktor yang
mempengaruhi khususnya proses atau akibat.
‐ Menganalisa masalah yang ada sehungga tindakan perbaikan dapat
diputuskan.
Manfaat lain yang didapat dengan menggunakan diagram sebab-akibat adalah:
‐ Membantu menentukan akar penyebab masalah atau karakteristik kualitas
menggunakan pendekatan yang terstruktur.
‐ Mendorong partisipasi sebuah tim dan memanfaatkan pengtahuan tim
terhadap proses.
‐ Format diagram dapat dibaca dan dimengerti dengan mudah.
‐ Mengindikasikan penyebab variasi proses yang mungkin terjadi.
34
‐ Meningkatkan pengetahuan proses setiap anggota tim dengan mempelajari
lebih banyak tentang faktor-faktor kerja dan hubungannya.
‐ Mengidentifikasi di area mana seharusnya data diambil untuk penelitian
lebih lanjut.
Ketika akan mengembangkan sebuah digram sebab-akibat, terlebih dahulu harus
dibangun sebuah struktur gambaran daftar penyebab yang terorganisir untuk
menunjukkan hubungan pada aktivitas yang spesifik. Langkah-langkah untuk membuat
dan menganalisa diagram sebab-akibat adalah sebagai berikut:
‐ Mengidentifikasi dan mendefinisikan dengan jelas outcome atau akibat
untuk dianalisa.
‐ Tempatkanlah posisi diagram sebab-akibat sehingga setiap anggota tim
dapat melihatnya, gambarlah sebuah garis inti dan kotak untuk akibat.
‐ Mengidentifikasi penyebab utama yang berkontribusi terhadap akibat yang
sedang diteliti. Hal ini disebut label untuk percabangan utama diagram dan
menjadi kategori dimana data penyebab berkaitan dengan kategori yang
sama.
‐ Untuk percabangan utama, identifikasi faktor spesifik yang lain yang
mungkin menjadi penyebab sebuah akibat.
‐ Menelusuri lebih detail tingkatan sebab-sebab dan mengorganisir sebab-
sebab tersebut dengan kategori masing-masing. Langkah ini dapat dilakukan
dengan bantuan alat 5W+1H.
‐ Menganalisa diagram untuk membantu mengidentifikasi penyebab yang
menjadi investigasi lebih lanjut.
35
Diagram sebab akibat hanya mengidentifikasi sebab yang mungkin saja dan
selanjutnya dapat digunakan Diagram Pareto untuk menentukan sebab yang sedang
diteliti. Berikut adalah contoh skema Diagram Fishbone:
Gambar 2.5 Diagram Fishbone
Sumber : http://www.envisionsoftware.com/es_imgs/Fishbone_Diagram.gif
2.11 AHP (Analytic Hierarchy Process)
Menurut Marimin (2008, p76), Analytical Hierarchy Process (AHP)
dikembangakan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun
1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif
yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan
dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat
diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas permasalahan tersebut.
36
Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan
keputusannya.
Prinsip kerja AHP ialah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak
terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu
hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara
subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan
variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi
hasil pada sistem tersebut.
AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu
kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu
dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Dr. Thomas
Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah
perbandingan berpasangan, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan
prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. Secara grafis, persoalan keputusan AHP
dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran,
lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif seperti pada gambar
berikut.
Gambar 2.6 Struktur Hierarki dalam AHP
37
2.11.1 Prinsip Kerja AHP
1. Penyusunan Hierarki
Persoalan yang akan diselesaiakan, diuraikan menjadi unsur - unsurnya,
yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki
seperti pada gambar diatas.
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut
Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 s/d 9 adalah skala terbaik
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari
skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Tabel Penilaian Kriteria dan Alternatif
Nilai Keterangan 1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Nilai perbandingan A dan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai
perbandingan B dengan A.
3. Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan-
perbandingan berpasangan. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah
untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria
kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan
38
judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.
Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik.
4. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara
konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
1. 2.11.2 Penggunaan Metode AHP Dalam Sistem Pengelolaan Kinerja
Kaidah pembobotan menyatakan bahwa:
1. Nilai bobot Kriteria berkisar antara 0 - 1 atau antara 0% - 100% jika kita
menggunakan prosentase.
2. Jumlah total bobot semua Kriteria harus bernilai 1 (100%)
3. Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan dalam menentukan bobot
Kriteria dengan menggunakan AHP:
• Menentukan nilai prioritas Kriteria.
• Selanjutnya adalah membuat tabel perbandingan prioritas
setiap Kriteria dengan membandingkan masing-masing
Kriteria. Sebagai contoh: Jika kita mempunyai 4 Kriteria,
maka kita membuat matriks perbandingan ke-4 Kriteria
tersebut.
• Selanjutnya adalah menentukan bobot pada tiap Kriteria, nilai bobot ini
berkisar antara 0 - 1. dan total bobot untuk setiap kolom adalah 1.
• Selanjutnya adalah mencari nilai bobot untuk masing-masing Kriteria.
39
2.12 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
2.12.1 Sejarah dan Definisi FMEA
Walaupun cara berfikir FMEA sudah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu.
Namun FMEA pertama kali dirumuskan pada industri pesawat terbang tahun 1960an
ketika mengerjakan program Apollo. Industri otomotif mengadopsi metode ini pada
tahun 1970an dalam bidang keamanan (safety) dan berkembang sampai saat ini.
FMEA merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk menemukan kelemahan
pada suatu desain, proses atau sistem sebelum direalisasikan baik dalam fase prototype
atau produksi (Stamatis, 2003, p294)
Definisi lain FMEA adalah suatu metode sistematis yang digunakan untuk
menganalisa, mengidentifikasi dan mencegah permasalahan suatu produk, proses dan
jasa sebelum masalah itu timbul (Robin et al., 1992, p1). FMEA merupakan metode
yang berguna untuk (Stamatis, 2003, p294):
‐ Membantu mendefinisikan, mengidentifikasi, memprioritaskan dan
mengeliminasi kegagalan yang diketahui dan berpengaruh dalam sistem,
desain dan proses manufaktur sebelum sampai ke tangan pelanggan.
‐ Memfasilitasi komunikasi inter-departemen.
‐ Merupakan dokumentasi dari produk dan proses terbaru.
‐ Membantu mencegah terjadinya permasalahan.
‐ Mengidentifikasi bentuk kegagalan produk atau proses sebelum terjadi.
‐ Menentukan akibat dan keseriusan kegagalan atau kerusakan tersebut.
‐ Mengidentifikasi penyebab dan kemungkinan terjadinya kerusakan.
40
‐ Mengidentifikasi cara pengontrolan dan keefektifan pengontrolan tersebut.
‐ Menghitung dan memprioritaskan resiko berkaitan dengan kerusakan yang
terjadi.
‐ Menyusun tindakan yang akan dilakukan untuk mengurangi resiko.
2.12.2 Manfaat Penerapan FMEA
Dengan menerapkan FMEA, manfaat yang didapat antara lain adalah:
‐ Pengetahuan terhadap produk menjadi lebih baik.
‐ Menghemat waktu apabila penyebab modus kesalahan dapat diidentifikasi
sebelum part prototype dirakit daripada melakukan desain ulang part
tersebut.
‐ Menghemat biaya dengan alasan yang sama pada poin di atas.
‐ Mengurangi jaminan pengembalian produk yang telah dipasarkan sehingga
kredibilitas perusahaan tetap dapat terjaga.
‐ Meningkatkan kualitas produk.
‐ Mencegah terjadinya kesalahan yang sama di waktu yang akan datang
karena adanya dokumentasi FMEA pada kasus sebelumnya. Hal ini juga
membantu dalam perubahan desain.
Penggunaan FMEA untuk jangka pendek adalah untuk mengidentifikasi kondisi
kritis dan bahaya, mengidentifikasi kecenderungan kegagalan potensial,
mengidentifikasi pengaruh suatu kegagalan. Sementara penggunaan FMEA untuk jangka
panjang adalah untuk membantu membuat diagram balok analisis kehandalan,
membantu dalam membauat tabel diagnosis untuk tujuan perbaikan, membantu dalam
41
membuat handbook perawatan, membantu dalam membuat desain terpadu, deteksi
kegagalan dan kelebihan, analisa kemampuan uji, untuk menyimpan catatan formal dari
keselamatan dan analisis kehandalan yang akan digunakan sebagai petunjuk dalam
keputusan keamanan produk.
2.12.3 Langkah-langkah Pembuatan FMEA
Menurut Stamatis (2003, p134), berikut adalah langkah-langkah dalam membuat
FMEA dan contoh umum tabel FMEA:
‐ Mendefinisikan ruang lingkup analisis. Menentukan tingkatan sistem yang
tepat untuk melakukan FMEA (apakah subsistem, assembly, subassembly,
komponen, part atau lainnya)
‐ Menyusun diagram balok untuk menggambarkan hubungan sebab akibat
‐ Mengidentifikasi modus kegagalan yang mungkin untuk setiap komponen
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
o Apakah yang menjadi modus kegagalan sebuah komponen?
o Bagaimana kegagalan dapat terjadi?
o Apa efek dari modus kegagalan?
o Analisis modus kegagalan dapat dilakukan secara komprehensif
bersama six sigma.
42
Gambar 2.7 Contoh Tabel FMEA
Sumber : http://www.siliconfareast.com/fmea.jpg
2.12.4 Hasil Keluaran FMEA
Ada beberapa keluaran yang dihasilkan dari penerapan FMEA seperti cause and
failure mode effect, dan tiga evaluasi yang memperlihatkan penilaian untuk keseriusan
efek tersebut, tingkat frekuensi kejadian dari modus kesalahan dan kegagalan dan
keefektifan kontrol yang ada.
Hal yang paling penting dari keluaran FMEA adalah daftar Risk Priority
Number. Daftar tersebut memberikan tingkat keseriusan dari modus kesalahan atau
kegagalan. Berdasarkan daftar ini, perencanaan perbaikan atau koreksi dibuat untuk
menangani permasalahan yang paling serius pertama kali dan paling ringan untuk
terakhir dipecahkan.
Penerapan FMEA secara tepat dan benar akan memberikan informasi yang
berguna bagi pemakainya dalam mengurangi beban resiko pekerjaan dalam suatu sistem,
43
desain, proses dan jasa dikarenakan FMEA adalah metode analisa potensial kegagalan
yang logis dan progresif. Penerapan FMEA merupakan sebuah tindakan preventif yang
paling penting dimana kegagalan dan kesalahan akan dicegah sebelum terjadi dan
mencapai pelanggan dan kemudian dipelajari penyebab-penyebabnya beserta akibat atau
efeknya.
FMEA akan mengidentifiksai kebutuhan akan tindakan koreksi untuk mencegah
kegagalan sebelum mencapai pelanggan dengan menjamin daya tahan, kualitas dan
kehandalan yang tinggi dari sebuah produk atau jasa. Hasil yang didapat dari penerapan
FMEA:
‐ Daftar potensial dari modus kesalahan atau kegagalan yang dirangking
berdasarkan Risk Priority Number.
‐ Daftar potensial dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi modus kesalahan atau
kegagalan, permasalahan keselamatan dan mengurangi tingkat kejadian.
‐ Daftar potensial dari parameter-parameter untuk melakukan metode pengujian,
inspeksi dan pendeteksian.
‐ Daftar potensial dari fungsi sistem yang dapat mendeteksi modus kesalahan atau
kegagalan potensial.
‐ Daftar potensial dari karakteristik yang kritis dan signifikan.
‐ Daftar potensial dari rancangan tindakan untuk mengurangi modus kesalahan
atau kegagalan, permasalahan keselamatan dan mengurangi tingkat kejadian
‐ Sebuah daftar potensial dari rekomendasi tindakan atau karakteristik yang kritis
dan signifikan.
2.12.5 Interpretasi FMEA
44
Kegagalan terjadi ketika suatu produk atau proses tidak bekerja sebagaimana
mestinya atau beberapa bagiannya tidak berfungsi saat penggunaan. Sesederhana apapun
suatu produk atau proses tetap mempunyai peluang untuk mengalami kegagalan.
Kemungkinan suatu produk atau proses dapat gagal disebut kecenderungan gagal
(Failure Mode). Setiap kecenderungan kegagalan memiliki efek yang potensial, dan
beberapa efek lebih sering terjadi dibanding yang lainnya.
Prinsip dasar FMEA adalah mengidentifikasi dan mencegah kegagalan potensial
sampai ke tangan pelanggan. Untuk melakukannya diperlukan beberapa asumsi yang
membantu dalam memprioritaskan tindakan korektif terhadap proses atau design demi
mencegah kegagalan. Prioritas suatu kegagalan dan efeknya ditentukan oleh tiga faktor :
‐ Severity (keseriusan) .
‐ Occurence (keseringan) .
‐ Detection (pendeteksian).
‐ Severity (keseriusan), yaitu konsekuensi dari suatu kegagalan yang seharusnya
terjadi.
Tabel 2.2 Rating Severity
Ranking Kriteria Verbal
1
Neglible Severity, kita tidak perlu memikirkan akibat ini akan
berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir tidak akan
memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2
3
Mild Severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan,
pengguna akhir tidak merasakan perubahan kinerja.
45
4
5
6
Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan
kinerja atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi.
7
8
High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang
tidak dapat diterima, berada di luar batas toleransi.
9
10
Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat
berbahaya dan bertentangan dengan hukum.
Catatan : Tingkat severity berbeda beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan
rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan
rekayasa (engineering judgement)
‐ Occurence (keseringan), yaitu frekuensi terjadinya kegagalan untuk tiap modus
kesalahan.
Tabel 2.3 Rating Occurrence
Ranking Kriteria Verbal Probablitas Kegagalan
1 Tidak mungkin penyebab ini
mengakibatkan kegagalan
1 dalam 1000000
2
3
Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20000
1 dalam 4000
4
5
6
Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1000
1 dalam 400
1 dalam 80
46
7
8
Kegagalan adalah sangat mungkin
terjadi
1 dalam 40
1 dalam 20
9
10
Dipastikan bahwa kegagalan akan
terjadi
1 dalam 8
1 dalam 2
Catatan : probabilitas kegagalan berbeda beda tiap produk, oleh karena itu
pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan rekayasa (engineering judgement)
‐ Detection (pendeteksian), yaitu probabilitas dari kegagalan yang dapat di deteksi
sebelum dampak dari efeknya terjadi dan disadari.
Tabel 2.4 Rating Detectability
Ranking Kriteria Verbal Tingkat Kejadian
Penyebab
1
Metode pencegahan atau deteksi sangat
efektif. Tidak ada kesempatan bahwa
penyebab akan muncul lagi.
1 dalam 1000000
2
3
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
adalah sangat rendah.
1 dalam 20000
1 dalam 4000
4
5
6
Kemungkinan penyebab bersifat moderat,
Metode deteksi masih memungkinkan
kadang kadang penyebab itu terjadi.
1 dalam 1000
1 dalam 400
1 dalam 80
7
8
Kemungkinan bahwa penyebab itu masih
tinggi. Metode pencegahan atau deteksi
1 dalam 40
1 dalam 20
47
kurang efektif, karena penyebab masih
berulang lagi
9
10
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi
sangat tinggi. Metode deteksi tidak
efektif. Penyebab akan selalu terjadi
1 dalam 8
1 dalam 2
Catatan : tingkat kejadian penyebab berbeda beda tiap produk, oleh karena itu
pembuatan rating disesuaikan dengan proses dan berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan rekayasa (engineering judgement)
Cara untuk menentukan komponen tersebut berdasarkan pedoman kriteria resiko,
dimana pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan secara kualitatif
dilakukan berdasarkan perilaku komponen teoritis (yang diharapkan). Pedoman secara
kuantitatif banyak digunakan karena lebih tepat dan spesifik karena menggunakan data
aktual, data statistical process control (SPC), data historis atau data pengganti untuk
evaluasinya. Berikut adalah tabel pedoman kriteria penilaian proses menurut Stamatis
(2003, p173):
48
Tabel 2.5 Pedoman Kriteria Untuk Penilaian Proses
Jika Maka digunakan Pilihan
Proses dalam pengawasan
SPC
Data statistik: data
kehandalan, process
capability, distribusi
aktual, model matematis,
simulasi
Data aktual atau CPK
Proses sama dengan yang
lainnya atau terdapat data
historis
Data statistik dari salah
satu system pengganti:
distribusi aktual. Data
kehandalan, proses
capability, model
matematis, simulasi
Data aktual atau CPK
Tabel 2.6 Pedoman Kriteria Untuk Penilaian Proses (lanjutan)
Jika Maka digunakan Pilihan
Sejarah kegagalan tersedia
dalam desainnya atau part
penggantinya
Data historis didasarkan
pada kehandalan, proses
aktual, distribusi aktual,
modek matematika,
simulasi, data kumulatif
Data aktual dan jumlah
kumulatif dari
kesalahan
Proses masih baru dan tidak
tersedia perhitungan tipe
data
Keputusan tim Kriteria subjektif,
penggunaan konsensus
tim yang konservatif
Pengurusan kriteria bisa beragam dan tidak ada standar baku dalam
penggunaannya. Beberapa organisasi yang telah menerapkan FMEA menyesuaikan
skala FMEA dengan kondisi yang ada. Ada dua macam pengurutan peringkat yang
umum digunakan saat ini yaitu skala 1-5 dan skala 1-10. Skala 1-5 bersifat terbatas,
49
kurang sensitif dan akurat untuk jumlah yang spesifik dan biasanya digunakan untuk
service FMEA. Skala 1-10 paling banyak dianjurkan karena mudah dalam interpretasi,
akurat dan presisi terhadap jumlah data. Dengan menggunakan data dan pengetahuan
tentang proses atau produk, setiap kecenderungan kegagalan potensial dan efeknya
masing-masing dirata-ratakan dalam tiga faktor tersebut (Severity, Occurence,
Detection) dengan skala 1-10.
RPN atau Risk Priority Number, didapatkan dengan mengalikan rata-rata ketiga
faktor tersebut (S x O x D). RPN biasa digunakan untuk mengurutkan kebutuhan akan
tindakan perbaikan untk menghilangkan atau mengurangi kecenderungan kegagalan
potensial. Kecenderungan kegagalan dengan RPN tertinggi harus mendapat perhatian
lebih dulu, meskipun perhatian khusus juga harus diberikan disaat derajat keseriusannya
suatu fungsi juga tinggi (9 atau 10).
Disaat tindakan rekomendasi telah diambil atau diimplementasikan, maka RPN
yang baru ditentukan dengan mengevaluasi ulang urutan Severity, Occurence dan
Detection. Nilai RPN yang baru ini disebut Resulting RPN. Tindakan perbaikan dan
peningkatan harus dilakukan berkesinambungan sampai hasil RPN merupakan keluaran
dengan tingkat yang dapat diterima untuk semua kecenderungan kegagalan potensial.
Prinsip dan langkah-langkah yang mendasari semua jenis FMEA adalah sama secara
umum meskipun tujuannya berbeda.
50
2.13 Sistem Informasi
2.13.1 Pengertian Sistem Informasi
Sistem menurut Mathiassen et al. (2000, p9) adalah sekumpulan elemen yang
mengimplementasikan kebutuhan dari model, functions dan interfaces. Elemen-elemen
ini bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama dengan menerima input dan
memproduksi output dalam proses transformasi yang terorganisasikan.
Pada sistem, dari elemen-elemen tersebut ada tiga komponen dasar yang saling
berinteraksi yaitu :
- Input : mencakup komponen atau elemen yang akan masuk ke sistem untuk
diproses. Contohnya mencakup bahan mentah, data, usaha manusia.
- Proses : mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi
output. Contohnya mencakup proses manufaktur, perhitungan matematis,
dan lain sebagainya.
- Output : mencakup elemen yang telah melalui proses transformasi. Contoh
mencakup jasa, produk, dan informasi.
Selain dari ketiga komponen dasar tersebut, terdapat dua lagi komponen
tambahan yaitu :
- Feedback : data mengenai performa sistem.
- Control : mecakup pengawasan dan evaluasi dari feedback untuk mengetahui
bila sistem bergerak menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Sistem yang memiliki tiga elemen – control, feedback loop dan tujuan (objective
element) adalah sistem yang dapat melakukan kontrol terhadap kegiatannya sendiri dan
disebut sebagai closed-loop system. Model dari sistem ini dideskripsikan pada Gambar
2.8 berikut.
51
Input Transformation Output
Control Mechanism
Objectives
Gambar 2.8 Model Closed-Loop System
Sumber : McLeod, 2001, p12
Di samping itu, sistem tanpa ketiga elemen tersebut disebut sebagai open-loop
system. Elemen-elemen dalam sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9berikut.
Input Transformation Output
Gambar 2.9 Model Open-Loop System
Sumber : McLeod, 2001, p12
Berdasarkan pada hubungan sistem dengan lingkungannya, terdapat 2 jenis
sistem. Sistem terbuka atau open system adalah sistem yang terhubung dengan
lingkungannya oleh karena aliran sumber daya antara sistem dan lingkungannya.
Sedangkan sistem yang tidak terhubung dengan lingkungannya disebut dengan sistem
tertutup atau closed system.
Berdasarkan bentuk sumber daya yang membentuk sistem, sistem terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Sistem fisik (physical system), yaitu sistem yang terbentuk dari sumber daya
fisik. Perusahaan adalah salah satu contoh sistem fisik.
52
2. Sistem konsep (conceptual system), yaitu sistem yang menggunakan sumber
daya konsep untuk menggambarkan sistem fisik. Sumber daya konsep terdiri
dari informasi dan data.
Menurut O’Brien (2002, p7) Sistem Informasi adalah kombinasi dari sumber
daya manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber data
yang mengumpulkan, merubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
Pengertian lainnya dari sistem informasi adalah sebagai suatu sistem yang menerima
data sebagai input dan kemudian mengolahnya menjadi informasi sebagai outputnya.
Computer Based Information System (CBIS) adalah sistem informasi berbasis
komputer dimana sistem disini menyangkut kombinasi dari perangkat keras, perangkat
lunak, sumber daya manusia, jaringan dan data yang berfungsi untuk melakukan
kegiatan input, proses, output, penyimpanan dan kontrol yang mengubah sumber daya
data menjadi produk berupa informasi.
CBIS mempunyai lima sistem atau aplikasi yang menggunakan komputer dalam
information processes, yaitu:
- AIS (Accounting Information System), yaitu sistem yang melakukan
pemrosesan terhadap data-data perusahaan.
- MIS (Management Information System), yaitu sistem computer yang
diimplementasikan bagi tujuan utama untuk menghasilkan informasi
manajemen.
- DSS (Decision Support System), yaitu sistem penghasil informasi yang
bertujuan memberikan dukungan bagi pemecahan masalah, serta bagi
pengambilan keputusan oleh manajer.
53
- Virtual Office, yaitu sistem pengaturan modern bagi pekerjaan di perusahaan
yang dapat dilakukan dengan muda menggunakan otomatisasi kantor (office
automation) dan aplikasi elektronik lainnya.
- Knowledge-based system, yaitu sistem yang mencakup ragam system dengan
tujuan mengaplikasikan intelejensi buatan (Artificial Intelegence) untuk
kepentingan dalam pengambilan keputusan.
Output yang dihasilkan oleh CBIS akan menjadi informasi bagi pengambilan
keputusan. Model CBIS ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.
Gambar 2.10 Model Computer Based Information System (CBIS)
Sumber : McLeod, 2001, p18
54
Sumber daya sistem informasi menurut O’Brien (2003, p11-14) mencakup :
• Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia mencakup pengguna akhir dan spesialis IS. Pengguna
akhir adalah semua orang yang menggunakan sistem informasi dalam
melaksanakan kegiatan dan tugas mereka. Spesialis IS mencakup system
analyst, pengembang software dan orang yang mengoperasikan sistem
tersebut.
• Sumber Daya Perangkat Keras (hardware)
Hardware mencakup semua peralatan fisik dan material yang digunakan
dalam mengolah informasi termasuk di dalamnya mesin seperti komputer
(baik itu merupakan komputer desktop, laptop, mainframe, dan lain
sebagainya) serta semua perlengkapan lainnya seperti media penyimpanan,
media untuk input dan output.
• Sumber Daya Perangkat Lunak (software)
Software mencakup program dan prosedur. Program adalah serangkaian
perintah yang mengontrol jalannya hardware. Prosedur adalah serangkaian
instruksi untuk mengolah informasi seperti prosedur input data, prosedur
untuk mengoreksi kesalahan.
• Sumber Daya Data
Data disini mencakup semua bentuk data termasuk data berupa angka, alfabet
maupun karakter lain yang mendeskripsikan transaksi bisnis dan kejadian
55
lainnya. Termasuk juga di dalamnya adalah konsep penyimpanan data seperti
database.
• Sumber Daya Jaringan
Sumber daya jaringan mencakup media komunikasi seperti teknologi
komunikasi wireless, microwave kabel serat optik dan lain sebagainya serta
dukungan untuk jaringan seperti modem
2.14 Object-Oriented Analysis and Design
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek misalnya, karyawan dan pelanggan.
Keduanya memiliki identitas yang berbeda-beda, memiliki status, dan perilaku yang
berbeda pula. Sedangkan class merupakan kumpulan objek yang memiliki struktur, pola
perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih
memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk
class.
(Mathiassen et al., 2000, p5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context
sistem,
56
2. Tidak hanya dapat mengatur data dalam jumlah yang besar tetapi
juga dapat mendistribusikan seragaman data ke seluruh bagian
organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan
berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan
pemrograman berorientasi objek.
(Mathiassen et al., 2000, p14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam
analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.11
berikut ini.
57
Analisis Problem Domain
Analisis Application Domain
Component Design
Architectural Design
Model
Kebutuhan penggunaan
Spesifikasi arsitektur
Spesifikasi komponen
Gambar 2.11 Siklus Pengembangan dengan OOAD
Sumber : Mathiassen et al, 2000, p15
OOAD mencakupi empat perspektif melalui empat aktifitas utama, seperti pada
Gambar 2.8. Hubungan keempat aktifitas yang penting dan bertahap dapat berubah dari
satu proyek ke proyek lainnya. Sebagai notasi, akan digunakan Unified Modeling
Language (UML). Terdapat dua keuntungan dengan menggunakan UML, yaitu UML
dapat membangun suatu divisi di antara proses dan notasi dan UML memberikan akses
kepada pasar yang lebih luas dalam pengembangannya. Langkah awal yaitu dengan
memilih sistem.
58
2.15 Pemilihan Sistem
Pemilihan sistem didasarkan pada tiga aktifitas menurut Mathiassen et al. (2000).
Aktifitas pertama berfokus pada tantangan: untuk mendapatkan kilasan mengenai situasi
dan cara orang dalam menginterpretasikan tantangan tersebut. Yang kedua, membuat
dan mengevaluasi ide untuk perancangan sistem. Situasi bisnis proses digambarkan
melalui rich picture. Rich picture merupakan sebuah penggambaran informal yang
mewakili pengertian ilustrator dari sebuah proses bisnis dalam sebuah perusahaan. Rich
picture digunakan untuk menggambarkan secara grafis proses bisnis, baik itu proses
bisnis yang sedang berjalan, maupun yang akan diusulkan dapat dituangkan dalam
gambaran berupa Rich Picture. Setelah itu sistem diformulasikan dan dibuatlah definisi
sistem yang akan dibuat, dengan mendeskripsikan kemampuan sistem yang akan
dikembangkan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Sistem definisi dengan menggunakan FACTOR adalah:
- Functionality: Fungsi sistem yang mendukung tugas application-domain.
- Application domain: Bagian dari suatu organisasi yang berhubungan dengan
administrasi, monitor, atau mengendalikan problem domain.
- Conditions: Dengan kondisi yang bagaimana sistem akan dikembangkan dan
digunakan.
- Technology: Semua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan
menjalankan sistem.
- Objects: object yang utama didalam problem domain.
- Responsibility: tanggung jawab sistem (kegunaan) secara keseluruhan dalam
hubungannya dengan konteks sistem.
59
2.16 Problem Domain Analysis
Problem domain analysis merupakan salah satu aktivitas utama dalam analisa
dan perancangan berorientasi objek. Problem domain merupakan bagian dari situasi
yang diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem
domain adalah mengidentifikasi dan memodelkan problem domain.
Analisis problem domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang dapat dilihat pada
Gambar 2.11 (Mathiassen. 2000. p46) yaitu :
• Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem domain.
• Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara class
dan objek.
• Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Gambar 2.12 Aktifitas dalam Analisa Problem Domain
Pada aktivitas classes, langkah awal yang dilakukan adalah mendefinisikan
objek, classes kemudian menentukan event dan memasukkan event tersebut kedalam
event table. Yang dapat membantu menentukan event-event dari tiap class yang ada:
‐ Object : Entitas yang memiliki identitas, state, dan behavior.
60
‐ Event : Insiden yang terjadi seketika yang melibatkan satu atau lebih
object.
‐ Class : Deskripsi dari sekumpulan objek yang saling berbagi struktur,
behavioral pattern, dan attributes.
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu mulai
dari initial state sampai dengan final state.
Kandidat dari struktur class terbagi 3 :
- Generalisasi
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype
dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan
behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan
behavior milik class induknya.
Gambar 2.13 Hubungan Generalisasi
Passenger Car
Private Car Taxi
Account
LoanChecking Bank book
Service Person
EmployeeCustomer
61
- Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek
B merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian
dari objek B.
Gambar 2.14 Hubungan Agregasi
- Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan
ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai
class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class
mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
4..*
1..* 1
1 1 1 1
1
Body Engin Wheel
Cam Shaft Cylinder
Car
1 2..*
Car Person 0..*
1..*
62
Gambar 2.15 Hubungan Asosiasi
2.17 Application Domain Analysis
Sama seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri
dari beberapa aktivitas antara lain:
a. Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan
user.
b. Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi.
c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain.
Gambar 2.16 Aktivitas Analisis Application Domain.
Dalam aktivitas usage, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat actor
table yang dapat membantu menentukan actor dan use case yang berkaitan. Langkah
selanjutnya adalah membuat use case diagram sehingga terlihat lebih jelas interaksi
63
antara actor dengan masing-masing use case. Setelah use case dibuat, use case tersebut
dijabarkan dalam use case spasification untuk penjelasan mengenai use case lebih
lanjut.
Function merupakan fasilitas sistem yang menjadikan sistem tersebut berguna
bagi actor. Terdapat empat jenis function (Mathiassen et al., 2000, p231), antara lain:
• Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan status model.
U p d a te*
I F MA D
P D
*
Gambar 2.17 Fungsi: Update
• Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan
reaksi di dalam context.
S ign a l
*
I F MA D
P D
Gambar 2.18 Fungsi: Signal
64
• Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
R e a d
*
I F MA D
P D
Gambar 2.19 Fungsi: Read
• Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan berisi
perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya
adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.
C o m p u te
*I F M
A D
P D
Gambar 2.20 Fungsi: Compute
Spesifikasi dari function adalah:
• Simple: function yang mudah dilakukan, misalnya membuat data baru.
• Medium: function yang memerlukan keterjelasan data, misalnya membuat
janji.
• Complex: function yang membutuhkan data yang lengkap dan detail,
misalnya memberikan daftar janji yang mungkin dilakukan.
65
• Very complex: function yang mempunyai beberapa function di dalamnya,
misalnya membuat jadwal.
Setelah function dari setiap use case di identifikasi maka function-function
tersebut dimasukkan kedalam sequence diagram dan dilanjutkan dalam pembuatan
navigation diagram yang merupakan skema untuk menggambarkan hubungan tiap form
dari aplikasi yang akan dibuat.
Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan function dapat
berinteraksi dengan actors, yang dilakukan dalam tahap Interface adalah (Gambar 2.20):
Gambar 2.21 Aktifitas dalam Tahap Interface
• User interface harus dapat mewakili hubungan model dan function dengan user
secara jelsa dan mudah dimengerti.
• Interface yang baik dilandaskan akan kebutuhan user dan bagaimana sistem akan
digunakan.
Function list
Class diagram Explore
patterns
Describe interface elements
Determine interfaceelements
Description of interfaces
Use cases Evaluate interfaceelements
66
• Analisis harus dilakukan berdasarkan deskripsi yang jelas tentang user dengan
elemen-elemen yang terkait
2.18 Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem.
Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar 2.22.
Gambar 2.22 Aktivitas Architectural Design
1. Criteria merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Criteria
yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk menentukan kualitas dari
sebuah software akan dijabarkan dibawah ini.
• Usable adalah kemampuan sistem untuk beradapatasi dengan situasi
organisasi, tugas dan hal – hal teknis.
• Secure adalah kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap
akses yang tidak berwenang.
• Efficient adalah penggunaan secara ekonomis terhadap fasilitas
technical platform.
67
• Correct adalah sesuai dengan kebutuhan.,
• Reliable adalah ketepatan dalam melakukan suatu fungsi.
• Maintainable adalah kemampuan untuk perbaikan sistem yang rusak.
• Testable adalah tingkat kemudahan dalam melakukan pengujian
sistem.
• Flexible adalah kemampuan untuk modifikasi sistem yang berjalan.
• Comprehensible adalah usaha yang diperlukan untuk memperoleh
pengertian akan suatu sistem.
• Reusable adalah potensi untuk menggunakan sistem pada bagian
sistem lain yang saling berhubungan.
• Portable adalah kemampuan sistem untuk dapat dipindahkan ke
technical platform yang lain.
• Interoperable adalah kemampuan untuk merangkai sistem ke dalam
sistem yang lain.
2. Component Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p189), tujuan dari
components adalah untuk menciptakan sistem yang comprehensible dan
flexible. Component architecture adalah sebuah struktur sistem dari
components yang saling berhubungan. Aktifitas yang terjadi ditunjukkan
pada Gambar 2.23.
68
Gambar 2.23 Aktifitas dalam Desain Arsitektur-Component
Keterangan:
1. Komponen adalah server dan beberapa dari client.
2. Server memberikan kumpulan dari operation (atau services) pada client.
3. Client menggunakan server secara independent.
4. Arsitektur yang baik untuk mendistribusikan system secara geografis.
5. Bentuk distribusi dari bagian sistem harus diputuskan antara client dan
server.
Pada Tabel 2.7 akan diperlihatkan macam-macam distribusi untuk Client/Server.
Tabel 2.7 Lima Macam Distribusi Client/Server
Client Server Arsitektur U U + F + M Distributed Presentation U F + M Local Presentation
U + F F + M Distributed Functionality U + F M Centralised Data
U + F + M M Distributed Data U + F + M U + F + M Decentralised Data
3. Process atau lebih kita kenal dengan deployment diagram. Menurut
Mathiassen et al. (2000, p209), tujuan process adalah untuk mendefinisikan
69
struktur program secara fisik. Aktifitas yang dilakukan diperlihatkan pada
Gambar 2.24.
Gambar 2.24 Aktifitas dalam Desain Arsitektur-Process
Keterangan:
• Komponen yang berbeda perlu ditempatkan pada prosesor yang berbeda.
• Pertama, pisahkan objek yang aktif dari komponen program yang pasif.
• Kedua, tenutkan prosesor yang tersedia.
• Distribusikan komponen program dan objek aktif kepada prosesor tersebut.
Class diagram and component specifications
Deployment diagram
Distribute program
Identify shared
Select coordination mechanisms
Explore distribution patterns
Explore coordination patterns
70
2.19 Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan
untuk menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural.
Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan kebutuhan
sistem. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-komponen yang saling
berhubungan dengan sistem. Component design terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:
• Model component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem
domain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah
struktur. Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang
telah direvisi.
• Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuan dari function komponen adalah memberikan akses bagi usr
interface dan komponen sistem lainnya ke model.
• Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah
class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen
sistem. Gambar 2.25 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas
yang terdapat dalam component design.
71
Gambar 2.25 Aktivitas Component Design
Sumber: Mathiassen (2000, p232)
2.20 Unified Modeling Language (UML)
2.20.1 Sejarah UML
Pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an, sudah banyak terdapat metode
pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch
Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,
dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan oleh Ivar
Jacobson. Keberadaan berbagai metode tersebut justru menjadi masalah utama dalam
pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya metode pemodelan
objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi model antar proyek
dan antar tim pengembang. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya konsep masing-
masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim
dengan user yang berujung pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek.
72
Dikarenakan masalah-masalah tersebut, maka diperlukanlah suatu standarisasi
penggunaan bahasa pemodelan.
Pada tahun 1994, Grady Booch dan James Rumbaugh bekerja sama dan
menyatukan metode pengembangan berorientasi objek mereka dengan tujuan untuk
menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun
1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian
untuk menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi
berkonsentrasi pada metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran
ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar
Unified Modeling Language (UML) versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada masyarakat
luas.
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan hanya
berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan
pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan
pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
2.20.2 Notasi UML
Notasi (Mathiassen et al, 2000, p237) adalah bahasa textual dan graphical untuk
menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan secara terpisah.
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.
2.20.3 Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara
73
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
- Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini
menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class
lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan
objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
Gambar 2.26 Contoh Hubungan Asosiasi
- Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype
dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan
behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan
behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class
anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.
Gambar 2.27 Contoh Hubungan Generalisasi
74
- Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu
tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Gambar 2.28 Contoh Hubungan Agregasi
Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari sebuah
objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition (Mathiassen et al.,
2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup yaitu berbagai
status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status objek berubah
menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten et
al., 2004, p700):
• Mengidentifikasi initial dan final state.
• Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
• Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
• Mengidentifikasi jalur perubahan status.
75
Gambar 2.29 Contoh Statechart Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
2.20.4 Use Case Diagram
Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara actors dan use
case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa ditambahkan untuk
menjelaskan langkah-langkah interaksi.
76
Library System
Visitor
Patron
Apply formembership
Search libraryinventory
Check out books
Gambar 2.30 Contoh Use Case Diagram
Sequence Diagram
Bennet et al. (2006, p253) mengemukakan bahwa sequence diagram
menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence
diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk
memenuhi tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem.
Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan interaksi
antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang
merupakan kependekan dari sequence diagram.
77
Gambar 2.31 Contoh Sequence Diagram
2.20.5 Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus pada
user interface (Mathiassen et al., 2000, p344). Diagram ini menunjukkan window-
window dan transisi diantara window-window tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki
nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya
sebuah tombol yang menghubungkan dua window.
78
2.20.6 Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua
kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan
bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Gambar 2.32 Contoh Component Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
2.20.7 Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, juga merupakan
diagram implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya,
deployment diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja,
79
melainkan software dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software,
processor, dan peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et al., 2004,
p442). Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan
konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor
tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 2.33 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
Gambar 2.33 Contoh Deployment Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)