BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka/Tinjauan... · kerusakan yang sangat cepat di iklim...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka/Tinjauan... · kerusakan yang sangat cepat di iklim...
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Aspal campuran dingin ialah campuran antara aspal cair dengan agregat yang
tidak dipanaskan. Bila dilihat sistem pencampurannya dapat dibedakan atas 2
macam, yaitu secara plant mixed dan pencampuran di lokasi penghamparan (road
mixed). Aspal campuran dingin ini dapat digunakan untuk lapis permukaan, lapis
pondasi atas dan pondasi bawah sesuai dengan lalu lintasnya, disamping untuk
tambalan perkerasan pada sistem pekerjaan pemeliharaan. Salah satu
keuntungannya ialah bisa disimpan untuk jangka waktu tertentu atau digunakan
segera setelah pencampuran, dengan menggunakan aspal cair yang
sesuai. (Affandi, M. Furqon).
Aspal cutback dengan daya penguap cepat/tinggi (RC) merupakan semen aspal
yang diturunkan dari distilasi minyak bumi seperti bensin atau naptha. Kisaran
didih aspal ini antara 250-400oF. Jadi, aspal ini menguap secara cepat. Produk
dengan daya menguap cepat digunakan bila permukaaan cepat berubah dari
keadaan cair, dari aplikasi, kembali ke semen aspal asal yang diinginkan.
Spesifikasinya untuk cutback dengan daya menguap cepat diberikan pada
AASHTO M81. (Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks, 1996).
Penggunaan aspal beton untuk kondisi jalan dengan volume lalu lintas yang tinggi
banyak ditemukan masalah terutama masalah teknis, yang disebabkan karena
kinerja dari lapisan permukaan ini tidak selalu memuaskan dan kerusakan dini
sering terjadi. Temperatur, radiasi sinar matahari dan curah hujan yang tinggi serta
peningkatan volume dan beban lalu lintas yang sangat cepat memberi sumbangan
kerusakan yang sangat cepat di iklim tropis Indonesia. (Santoso dan
Siswosoebrotho, 1999).
7
8
E.A. Kuhn, A.T. Papagiannakis dan F.J. Loge (2005), mendefinisikan campuran
dingin aspal beton (cold-mixed asphalt concrete) sebagai berikut:
“Cold-mixed asphalt concretes are common roadway pavement materials. Their
use is often dictated by the unavaibility of a hot-mix asphalt manufacturing plant
in the vicinity of a project. Cold-mixed asphalt concretes consist of aggregates
and asphalt binder treated to allow mixing without heating such as in a hot mix
asphalt concrete plant”
Penggunaan crumb rubber yang dicampur dengan bitumen memiliki daya tahan
terhadap selip, dapat mengurangi retak dan umur lapisan perkerasan yang lebih
baik daripada jenis lapisan bitumen konvensional. (Al-Abdul-Wahhab dan Al-
Amri, 1991).
M. Hossain, M. Sadeq, L. Funk dan R. Maag, dalam jurnalnya menyebutkan
keunggulan campuran dingin crumb rubber asphalt:
“From the results of laboratory testing and based on the experiences of MSO and
Pounder in the CIR process, it was determined that a feasible, stable and durable
binder course asphalt mix can be produced from cold mixes with crumb rubber
in it”
Indirect Tensile Strength adalah pengujian gaya tarik secara tidak langsung untuk
mengetahui karakter tensile dari campuran perkerasan. Pada kenyataannya
pengujian beban tarik tidak langsung merupakan pengujian yang paling populer
untuk mengevaluasi karakteristik dari struktur perkerasan. Alasan yang mendasari
yaitu dapat dilakukan pengujian secara langsung di laboratorium. (Utama, 2006)
Marshall Test bertujuan untuk menentukan stabilitas dan flow dari campuran
aspal. Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban
sampai terjadi alir (flow) yang dinyatakan dalam kilogram. Flow (kelelahan
plastis) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi
akibat suatu beban yang dinyatakan dalam mm. (SKSNI, 1991)
9
2.2. Dasar Teori 2.2.1. Struktur Perkerasan Jalan
Lapisan perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar
yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban
di atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Tujuan utama
pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau
tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima
oleh tanah yang menyokong beban tersebut.
Saat kendaraan bergerak, timbul tegangan dinamis akibat pergerakan kendaran ke
atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan lain
sebagainya. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan
perkerasan dan terdistribusi dalam bentuk piramid dalam arah vertikal pada
seluruh ketebalan struktur perkerasan. Makin ke bawah makin kecil beban yang
telah terdistribusi, sehingga lapis tanah dasar tidak mengalami distorsi atau rusak.
Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Distribusi beban roda pada struktur perkerasan
Deformasi
Gaya tarik
Base course
Sub base course
Wearing surface
Tanah dasar
Beban
Gaya tarik
10
Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi 3
jenis konstruksi perkerasan, yaitu:
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur” karena
konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu
lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan mendistribusikan beban
lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar. Salah satu jenis perkerasan
lentur adalah Asphalt Concrete (AC), Porous Asphalt (PA) serta Hot Rolled
Asphalt (HRA).
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Disebut
“kaku” karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan
didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besar-
besaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan atau
tanpa tulangan yang diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan yang
mengkombinasikan antara aspal dan semen (PC) sebagai bahan pengikatnya.
Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Salah satu jenis
perkerasan komposit adalah merupakan penggabungan secara berlapis antara
perkerasan lentur (menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan
perkerasan kaku (menggunakan semen (PC) sebagai bahan pengikat).
Perkerasan umumnya terdiri dari empat lapis material konstruksi jalan yang
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang
terdiri dari lapis aus (wearing surface) dan lapis antara (binder course).
Fungsi lapis permukaan adalah:
a. Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk
mengurangi tegangan pada lapis bawah lapisan perkerasan jalan.
b. Menjadi permukaan jalan yang rata, aman, dan kesat (anti selip).
11
c. Menjadi drainase yang baik dari permukaan kedap air.
d. Menahan gaya geser dari beban roda kendaraan.
e. Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat
dilapis lagi dengan yang baru.
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar apabila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas antara lain
sebagai:
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
b. Pemikul beban horisontal dan vertikal.
c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai:
a. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi atas.
b. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
c. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
d. Melindungi lapis tanah dasar langsung setelah terkena udara.
4. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah yang setelah dipadatkan dan merupakan
permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya,
yang berfungsi:
a. Memberi daya dukung terhadap lapisan diatasnya.
b. Sebagai tempat perletakan pondasi jalan.
2.2.2. Asphalt Concrete (AC)
Aspal beton merupakan campuran aspal yang mempunyai agregat kasar, agregat
halus, filler dan aspal. Komposisi bahan campuran agregat mempunyai gradasi
menerus yang berarti distribusi agregat kasar, sedang dan halus memiliki porsi
yang merata. Agregat kecil akan mengisi ruang diantara agregat yang besar
12
sehingga membentuk struktur yang padat dengan rongga udara yang sangat kecil.
Bahan aspal akan menyelimuti butiran agregat sebagai lapisan tipis dan sebagian
akan mengisi rongga di antara agregat.
Kekuatan mekanik campuran aspal beton diperoleh dari geseran antar agregat,
sifat penguncian antar agregat serta kohesi antar butir agregat yang telah
terselimuti oleh aspal. Karena kekuatan yang dihasilkan oleh aspal beton juga
dipengaruhi oleh kesempurnaan gradasi yang digunakan, maka agregat yang
digunakan harus memenuhi syarat yang ditentukan.
Pembuatan lapis aspal beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapis
permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan
sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapis kedap air yang
dapat melindungi kontruksi di bawahnya. (Depertemen Pekerjaan Umum, 1987)
2.2.3. Cutback Asphalt
Cutback Bitument (aspal cair) merupakan campuran penetration grade bitumen
(aspal keras) dengan bahan pencair hasil penyulingan minyak bumi. Berdasarkan
bahan pelarutnya, cutback asphalt dibedakan atas: Rapid Curing Cutback (RC),
Medium Curing (MC), dan Slow Curing (SC). (Sarwono, 2008).
Jenis aspal cair dibedakan menurut kekentalannya. Cara mengukur kekentalan ada
dua cara, yaitu berdasarkan cara lama dan cara baru.
Tabel 2.1. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara lama
Indek Kekentalan (detik)
0 15 – 30
1 45 – 90
2 100 – 200
3 250 – 500
4 500 – 1200
5 1500 – 3500 Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)
13
Dengan demikian akan didapat aspal cair:
RC0 RC1 RC2 RC3 RC4 RC5
MC0 MC1 MC2 MC3 MC4 MC5
SC0 SC1 SC2 SC3 SC4 SC5
Tabel 2.2. Jenis aspal cair berdasarkan pengukuran kekentalan cara baru
Indek Kekentalan (sentistoke)
30 30 – 60
70 70 – 140
250 250 – 500
800 800 – 1600
3000 3000 – 6000 Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)
Dengan demikian akan didapat aspal cair:
RC30 RC70 RC250 RC800 RC3000
MC30 MC70 MC250 MC800 MC3000
SC30 SC70 SC250 SC800 SC3000
Aspal cair umumnya dipakai pada pekerjaan coating, pembuatan beton aspal
campuran dingin (cold mix). Persyaratan umum aspal cair antara lain, aspal cair
harus berasal dari hasil minyak bumi, aspal harus mempunyai sifat yang sejenis,
kadar parafin dalam aspal lebih kecil dari 2%, dan jika dipanaskan tidak
menunjukkan adanya pemisahan dan penggumpalan. (Soeprapto, 1995).
Pada penelitian ini aspal cair memakai bahan pencair (solvent) berupa pelarut
berbasis minyak, yaitu premium. Aspal cut back berbentuk cair dalam suhu
ruang.
14
2.2.4. Modifikasi Binder
Modifikasi bitumen dilakukan untuk meningkatkan kualitas campuran perkerasan
lentur, terutama pada daerah dengan beban lalu lintas yang tinggi dan peka
terhadap perubahan cuaca. Tingkat kebutuhan dari modifier atau bahan tambahan
tergantung dari tempat aplikasi dan hasil trial campuran.
Syarat suatu bahan tambahan (adittive) sebagai modifikasi bitumen antara lain:
a. Tersedia
b. Dapat bercampur dengan bitumen
c. Tahan terhadap degradasi pada suhu pencampuran
d. Tahan leleh pada suhu tinggi
e. Tahan getas pada suhu rendah
f. Cost effective, praktis, dan ekonomis
g. Dapat meningkatkan ketahanan terhadap deformasi
Adapun penambahan bahan tambahan (additive) pada bitumen diharapkan untuk :
• Mengeraskan bitumen sehingga menurunkan visco-elastic respon
yang menurunkan permanent strain.
• Meningkatkan elastisitas bitumen sehingga menurunkan viscous component
yang mana mempunyai efek penurunan pada permanent strain.
Sifat dari campuran dengan modifikasi bitumen diharapkan dapat:
a. Menurunkan kegetasan
b. Meningkatan kemampuan penyebaran beban
c. Menurunkan deformasi yang permanen
d. Meningkatan kemudahan dalam pengolahan (workability)
15
2.2.4.1. Bitumen Polymer Elastomer
SBS (Styrene Butadine Styrene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene
Isoprene Styrene) dan karet adalah jenis-jenis polymer yang biasa digunakan
sebagai bahan modifikasi bitumen. Penambahan polymer jenis ini dimaksudkan
untuk memperbaiki sifat-sifat rheologi bitumen, antara lain penetrasi, kekentalan,
titik lembek, dan elastisitas bitumen. Prosentase penambahan bahan tambahan
pada pembuatan bitumen polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian di
laboratorium karena penambahan bahan tambahan sampai batas tertentu memang
dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi bitumen dan campuran tetapi penambahan
yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif. Penelitian ini
menggunakan crumb rubber yang termasuk bahan polymer jenis elastomer dan
dipakai sebagai bahan modifikasi pada bitumen.
2.2.5. Crumb Rubber
Crumb rubber merupakan salah satu bahan modifikasi bitumen dari golongan
polymer jenis elastomer yang diharapkan dapat memperbaiki sifat elastis bitumen
pada saat menerima beban. Pemilihan crumb rubber sebagai bahan tambahan untuk
modifikasi bitumen didasarkan karena crumb rubber merupakan limbah sisa dari
vulkanisir ban yang merupakan masalah serius bagi lingkungan dan penggunaan
crumb rubber lebih murah daripada karet alam atau jenis-jenis polymer yang lain.
Crumb rubber merupakan limbah ban yang akan dipakai untuk vulkanisir ban
dengan bentuk berupa serpihan-serpihan karet yang biasanya terdiri dari partikel-
partikel berukuran antara 0,074 mm (saringan no 200) sampai yang lebih kecil dari
0,075 mm (pan). Crumb rubber memiliki specific gravity sekitar 1,15 gr/cm3 dan
titik leleh sampai 200°C. Komponen dasar yang dikandung oleh crumb rubber
meliputi karbon ,sulfur, polimer, minyak, paraffin dan benang. Wet Process
memakai ukuran butiran crumb rubber antara 0,074 mm (saringan no 200) sampai
yang lebih kecil dari 0,075 mm (pan ). Modifikasi bitumen tersebut kemudian
biasa disebut bitumen karet (asphalt rubber).
16
2.2.6. Spesifikasi Gradasi
Suatu campuran untuk konstruksi perkerasan jalan mempunyai spesifikasi gradasi
tertentu untuk menghasilkan stabilitas, keamanan dan kenyamanan yang tinggi.
Spesifikasi gradasi tersebut menunjukkan prosentase agregat yang lolos pada
setiap saringan terhadap berat total agregat. Spesifikasi gradasi yang digunakan
adalah berdasar SNI, seperti yang tersaji pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Spesifikasi Gradasi Campuran Spec VI Ukuran Saringan % Berat Lolos
1½” 100 1” 90 - 100
3/4” 82 - 100 1/2” 72 - 90 3/8” - #4 52 - 70 #8 40 - 56
#30 24 - 36 #50 16 - 26 #100 10 - 18 #200 6-12
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Gambar 2.2. Grafik Spesifikasi Gradasi Asphalt Concrete Campuran Spec VI SNI
0
10
2030
40
5060
70
8090
100
0.01 0.1 1 10 100
Pros
en L
olos
Sar
inga
n (%
)
Diameter Saringan (mm) Ukuran Saringan (mm) batas atas
batas bawah
17
2.2.7. Perencanaan Campuran
Untuk mendapatkan lapis keras berkualitas baik, antara campuran batuan dengan
aspal yang merupakan bahan cair yang mendekati kental (plastis), maka cara
pemakaian aspal tersebut perlu diproses terlebih dahulu. Ada dua cara
pencampuran yang dikenal luas yaitu:
a. Campuran dingin (Cold mix)
Campuran ini merupakan campuran pada suhu dingin/suhu ruang.
Pencampuran agregat dan aspal dilakukan dalam keadaan dingin (tanpa
pemanasan). Aspal yang biasa digunakan adalah aspal cair atau aspal emulsi.
b. Campuran panas (Hot mix)
Proses pencampuran ini dilakukan dalam keadaan panas dengan cara
mencampurkan agregat dan aspal yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih
dahulu, kemudian diaduk supaya aspal merata dalam campuran. Proses
pemanasan harus dikontrol secara cermat agar tidak terjadi perbedaan
temperatur antara aspal dan agregat.
2.2.8. Karakteristik Campuran Asphalt Concrete
Lapis perkerasan harus memenuhi karakteristik tertentu sehingga didapat suatu
lapisan yang kuat menahan beban, aman dan dapat dilalui kendaraan dengan
nyaman. Karakteristik perkerasan antara lain:
1. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang (deformasi
permanen), alur ataupun bleeding (keluarnya aspal ke permukaan). Stabilitas
terjadi dari hasil geseran antar agregat, penguncian butir partikel (interlock)
dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Sehingga stabilitas yang tinggi
dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
a. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded).
b. Agregat dengan permukaan kasar.
c. Agregat berbentuk kubus.
18
d. Aspal dengan penetrasi rendah.
e. Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Angka-angka stabilitas benda uji didapat dari pembacaan alat uji Marshall. Angka
stabilitas ini masih harus dikoreksi lagi dengan kalibrasi alat dan ketebalan benda
uji. Nilai stabilitas yang dipakai dihitung dengan rumus :
S = q × k × H × 0,454 ......………..………………..…………….........(Rumus 2.7)
Keterangan :
S = Stabilitas (kg)
q = Pembacaan stabilitas alat (lb)
k = Faktor kalibrasi alat
H = Koreksi tebal benda uji
0,454 = Konversi satuan dari lb ke kg
2. Flow (kelelahan plastis)
Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal
pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur,
dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran flow bersamaan
dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow mengindikasikan
campuran bersifat elastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban.
Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu,
dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran akan
semakin elastis. Sedangkan apabila nilai flow rendah, maka campuran sangat
potensial terhadap retak.
Dari hasil bagi stabilitas dan flow akan didapat Marshall Quotient, yang
besarnya merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap
keretakan. Nilai Marshall Quotient dihitung dengan rumus :
MQ = fS ………………………………………………………..(Rumus 2.8)
19
Keterangan :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Stabilitas (kg)
f = Nilai flow (mm)
3. Durability (daya tahan)
Daya tahan lapis perkerasan menunjukkan kemampuan lapis perkerasan
untuk mempertahankan dari kerusakan yang terjadi selama masa pelayanan
jalan. Kerusakan tersebut terjadi karena pengaruh buruk lingkungan dan iklim
(udara, air, dan temperatur).
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapisan aspal beton adalah:
a. Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan
lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi
bleeding menjadi tinggi.
b. Void In Mix (VIM) kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk
ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal
menjadi rapuh/getas.
c. Void in Material (VMA) besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika
VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadi bleeding
besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat
bergradasi senjang.
4. Skid Resistance (tahanan geser/kekesatan)
Skid resistance adalah kemampuan lapis permukaan pada lapis perkerasan
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya roda selip atau tergelincir pada
waktu permukaan basah. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi hujan
kekesatan pada lapis permukaan akan berkurang walaupun tidak sampai
terjadi aquaplaning. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara
permukaan jalan dan ban kendaraan. Untuk mendapatkan ketahanan geser
yang tinggi dapat dilakukan dengan cara:
20
a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c. Penggunaan agregat yang cukup.
d. Penggunaan agregat berbentuk kubus.
5. Fleksibilitas
Fleksibilitas pada lapis perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat
mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang tanpa
timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat
diperoleh dengan :
a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang
besar.
b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi ).
c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang
kecil.
6. Densitas
Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran Asphalt Concrete.
Besarnya densitas diperoleh dari rumus berikut:
)( WwWsWdryD
−=
…..….……………………………………………...…(Rumus
2.1)
Keterangan :
D = Densitas/berat isi
Wdry = Berat kering/berat di udara (gr)
Ws = Berat SSD (gr)
Ww = Berat di dalam air (gr)
7. Specific Gravity Campuran
Specific gravity campuran menunjukkan berat jenis pada campuran (SGmix)
diperoleh dengan persamaan rumus :
21
SGmix =
SGbWb
SGfWf
SGahWah
SGakWak %%%%
100
+++…………………...…(Rumus 2.2)
SGagVagWag ×= …....……………………….…………..(Rumus 2.3)
SGaspalVaspalWaspal ×= ………………………………....…...(Rumus 2.4)
SGfillerVfillerWfiller ×= …………………………..…..….…....(Rumus 2.5)
Keterangan :
Wak = berat agregat kasar (gram)
Wah = berat agregat halus (gram)
Wf = berat filler (gram)
Wb = berat aspal (gram)
Vak = volume agregat kasar (cm3)
Vah = volume agregat halus (cm3)
Vf = volume filler (cm3)
Vb = volume aspal (cm3)
SGak = Specific Gravity Agregat Kasar (gr/cm3)
SGah = Specific Gravity Agregat Halus (gr/cm3)
SGf = Specific Gravity Filler (gr/cm3)
SGb = Specific Gravity Aspal (gr/cm3)
SGmix = Specific Gravity Campuran (gr/cm3)
%Wx = % berat tiap komponen ( % )
SG = Spesific gravity tiap komponen (gr/cm3)
(ak = agregat kasar, ah = agregat halus, f = filler, b = bitumen)
8. Porositas
Porositas adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan.
Berfungsi untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan
dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase
yang terjadi di permukaan. Porositas yang dikehendaki dapat dicapai dengan
pemilihan agregat sesuai spesifikasi.
22
Dari specific gravity campuran dan densitas dapat dihitung besarnya porositas
dengan rumus sebagai berikut:
P = 1001 ×
−
SGmixD ………………………………...................(Rumus 2.6)
Keterangan :
P = Porositas benda uji (%)
D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix = Spesific gravity campuran (gr/cm3)
2.2.9. Pengujian Campuran
2.2.9.1. Kuat Tarik Tidak Langsung
Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada
secara horisontal. Gaya tarik dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi retakan
pada campuran aspal. Untuk mendapatkan pembebanan gaya tarik aspal yang
terjadi di lapangan masih sulit, sehingga metode yang paling memungkinkan
untuk mengetahui gaya tarik dari aspal beton adalah dengan menggunakan metode
Indirect Tensile Test. Nilai kuat tarik tidak langsung diperoleh dari pembacaan
dial alat Indirect Tensile Strenght Test.
Gaya tarik tidak langsung menggunakan benda uji yang berbentuk silindris yang
mengalami pembebanan tekan dengan dua pelat penekan yang menciptakan
tegangan tarik yang tegak lurus sepanjang diameter benda uji sehingga
menyebabkan pecahnya benda uji. Pengujian gaya tarik tidak langsung secara
normal dilaksanakan menggunakan alat Marshall test yang telah dimodifikasi
dengan pelat berbentuk cekung dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan
Marshall. Pengukuran kekuatan tarik dihentikan apabila jarum pengukur
pembebanan telah berbalik arah atau berlawanan dengan arah jarum jam.
23
Besarnya kuat tarik dapat dihitung dari rumus berikut :
xdxhxPITS
π2
= ...….……………………………………………...…(Rumus 2.9)
Keterangan :
ITS : nilai kuat tarik secara tidak langsung (MPa)
P : beban pengujian maksimum (N)
h : tinggi benda uji (mm)
d : diameter benda uji (mm)
Dari hasil pengujian ITS ini juga akan didapatkan nilai regangan (ε) campuran.
Regangan (ε) merupakan perubahan benda karena gaya dari luar dibandingkan
dengan ukuran semula. Besarnya nilai regangan dapat dihitung dari rumus
berikut:
Ll∆
=ε ..............….………………………………………..……....(Rumus 2.10)
Keterangan :
ε : regangan
Δl : perubahan panjang atau deformasi horisontal (mm)
L : panjang mula-mula atau diameter benda uji (mm)
Dengan didapatnya nilai regangan dan tegangan dari campuran, maka dapat
dihitung pula nilai modulus elastisitas (E) dari campuran. Modulus elastisitas (E)
merupakan perbandingan antara nilai tegangan dan regangan campuran yang
dapat dicari dengan rumus berikut :
εσ
=E ..............….…………………………………………..…….(Rumus
2.11)
Keterangan :
E : modulus elastisitas (Kpa)
σ : tegangan (Kpa)
ε : regangan
24
2.2.9.2. Kuat Tekan Bebas
Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada
secara vertikal yang dinyatakan dalam kg atau lb. Besarnya muatan kendaraan
yang disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan yang diterima
perkerasan. Nilai kuat tekan suatu campuran aspal beton dapat diketahui dengan
Uji Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test). Pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar kuat desak yang mampu diterima oleh benda uji.
Pengujian ini menggunakan alat uji marshall yang telah dimodifikasi. Pencatatan
yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji
hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut
dilakukan dengan perhitungan rumus :
f’c = AP ……………………………………………………………..(Rumus 2.12)
Keterangan :
f’c = nilai Unconfined Compressive Strength (kPa)
P = beban maksimum (kN)
A = luas permukaan benda uji tertekan (mm2)
2.2.9.3. Permeabilitas
Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir
(fluida) baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan
stabilitas campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas
sebagai K (cm²) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai
K dan koefisien k adalah :
…………………………………………….(Rumus 2.13)
Keterangan :
γ = berat jenis zat alir (gr/cm³)
µ = viskositas zat alir (gr.detik/cm²)
25
K = Permeabilitas (cm²)
k = koefisien permeabilitas (cm/detik)
Permeabilitas campuran asphalt concrete dapat diukur dengan nilai yang
menunjukkan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt).
Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang
sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan
dari hukum Darcy dalam Suparma (1997) adalah sebagai berikut :
…………...……………………………………………...(Rumus 2.14)
Rumus di atas diturunkan menjadi :
……………...……………………………………….…….(Rumus 2.15)
…………………………………………………………...(Rumus 2.16)
…………….……………………………………………..(Rumus 2.17)
Keterangan :
q = = debit rembesan (cm³/detik)
V = volume rembesan (cm³)
T = lama waktu rembesan terukur (detik)
i = = gradient hidrolik, parameter tak berdimensi
h = = selisih tinggi tekanan total, (cm)
P = tekanan air pengujian, (dyne/cm²)
γair = ρair x g = berat unit, (980,7 dyne/cm²)
A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²)
Campuran Asphalt Concrete (AC) dapat diklarifikasikan menurut derajat
permeabilitas berdasar koefisien permeabilitas. Mullen (1967) dalam Suparman
26
(1997) menetapkan pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti pada
tabel 2.4 berikut :
Table 2.4. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas
K (cm/detik) Permeabilitas
1.10-8
1.10-6 1.10-4
1.10-2
1.10-1
Impervious Practically impervious
Poor drainage Fair drainage
Good drainage Sumber : Mullen, 1967
Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk
mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat
membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh
karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16
yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk
membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air
masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.
2.2.10. Bahan Penyusun Lapis Perkerasan
2.2.10.1. Agregat
Agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal.
Menurut ASTM (1974) batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat,
berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen–fragmen. Daya dukung,
keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan oleh sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain, karena perkerasan jalan mengandung 90-
95% agregat berdasarkan persen berat atau 75-85% agregat berdasarkan persen
volume.
Berdasarkan proses pengolahannya agregat dibedakan atas :
a. Agregat alam
Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam yang dapat
dipakai langsung sebagai bahan perkerasan. Agregat ini terbentuk melalui
27
proses erosi dan degradasi. Dua bentuk agregat alam yang sering
dipergunakan yaitu kerikil dan pasir. Berdasarkan tempat asalnya agregat alam
dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di
alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal dari sungai/ endapan sungai.
b. Agregat yang mengalami proses pengolahan
Proses pengolahan diperlukan karena agregat yang berasal dari gunung atau
bukit dan sungai masih banyak dalam bentuk bongkahan besar sehingga
belum dapat langsung digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan.
Tujuan dari proses pengolahan ini adalah :
1) Bentuk partikel bersudut, diusahakan berbentuk kubus.
2) Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
3) Gradasi sesuai yang diinginkan.
Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu
(crusher stone) sehingga ukuran partikel – partikel yang dihasilkan dapat
terkontrol.
c. Agregat buatan
Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agar mempunyai daya tahan
tinggi dan ringan untuk digunakan pada konstruksi jalan.
Bentuk partikel agregat sangat berpengaruh pada fungsi agregat tersebut untuk
pembuatan jalan. Jika material ini dihasilkan dengan mesin pemecah batu maka
kemungkinan bentuk agregat yang dihasilkan dapat diatur. Agregat yang berasal
dari satu sumber pun dapat beragam kualitasnya, sehingga perlu diperiksa
kualitasnya untuk menjaga ketersediaan bahan material jalan yang konsisten. Oleh
karena itu agregat yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan antara lain:
a. Gradasi agregat
Ukuran butir agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang
diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Gradasi adalah batas
ukuran agregat yang terbesar dan yang terkecil, jumlah dari masing-masing
jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat. Agregat akan
28
disaring melalui serangkaian saringan, dari yang paling kasar sampai yang
paling halus. Penentuan gradasi dapat berdasarkan persentase agregat yang
tertahan saringan atau yang lolos saringan, sesuai jenis campurannya dan jenis
lapisan perkerasan jalannya.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas :
1) Gradasi seragam (uniform graded) atau disebut juga gradasi terbuka
adalah agregat dengan ukuran butir yang hampir sama atau mengandung
agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga
antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapis
perkerasan dengan sifat permeabilitas yang tinggi, stabilitas kurang, berat
volume yang kecil.
2) Gradasi rapat (dense graded) atau gradasi baik (well gradation)
merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang
berimbang.
3) Gradasi senjang (gap gradation) atau gradasi buruk ( poorly graded)
Merupakan campuran agregat yang yang tidak memenehui 2 kategori di
atas. Agregat yang bergradasi buruk yang umum digunakan untuk
perkerasan lentur yaitu gradasi senjang celah (gap gradation), merupakan
campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit sekali.
Akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara
kedua jenis gradasi diatas.
Pada penelitian ini mengunakan gradasi SNI (Standar Nasional Indonesia).
Berdasarkan tipe – tipe gradasi di atas maka gradasi tersebut termasuk tipe gradasi
rapat dimana semua fraksi agregat mulai dari yang kasar sampai yang halus
tersedia.
Berdasarkan bentuk dan teksturnya, agregat dibedakan atas :
1) Bulat (rounded), biasanya merupakan agregat yang terdapat di sungai.
Partikel agregat bulat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil
sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil.
29
2) Lonjong (elongated), partikel berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai
atau bekas endapan sungai. Sifat interlocking-nya hampir sama dengan
yang berbentuk bulat.
3) Kubus (cubical), merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu
(crusher stone) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas. Bentuk
bidang rata sehingga memberikan interlocking yang lebih besar.
4) Pipih (flaky), partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari
mesin pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari agregat
tersebut yang jika dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih
yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata – rata.
5) Tak beraturan (irregular), partikel agregat yang tidak beraturan tidak
mengikuti salah satu yang disebutkan di atas.
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dikelompokkan menjadi :
1) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan no. 4 (4,75 mm).
2) Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan
tertahan saringan no. 200 (0,075 mm).
3) Agregat pengisi (filler), yaitu batuan yang lolos saringan no. 200
(0,07 5 mm).
b. Kekuatan agregat
Asphalt concrete dibuat dan direncanakan untuk lapisan perkerasan jalan yang
baik. Kualitas perkerasan sangat tergantung pada kekuatan agregatnya. Agregat
harus keras, tahan lama, bersegi-segi agar saling mengunci.
c. Kelekatan terhadap aspal
Daya lekatan dengan aspal dipengaruhi juga oleh sifat agregat terhadap air.
Granit dan batuan yang mengandung silika merupakan agregat bersifat
hydrophilic yaitu agregat yang cenderung menyerap air. Agregat demikian
tidak baik untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan aspal, karena
mudah terjadi stripping yaitu lepasnya lapis aspal dari agregat akibat pengaruh
air. (Sukirman, 1999)
30
d. Rongga kosong
Rongga-rongga kosong sangat mempengaruhi sifat asphalt concrete, sehingga
perlu diisi dengan mineral atau aspal yang dapat menyelimuti semua butir-butir
agregat tanpa mempengaruhi volumenya. Meskipun tercampur aspal sudah
dihampar dan dipadatkan, masih ada rongga-rongga kosong, karena:
1) Dalam cuaca panas, aspal semen akan meleleh dan merembes ke atas
permukaan jalan.
2) Rongga-rongga pada campuran asphalt concrete padat akan ditambah
padatkan oleh beban lalu lintas.
e. Kebersihan
Agregat yang mengandung substansi asing perusak harus dihilangkan sebelum
digunakan dalam campuran perkerasan, seperti tumbuh-tumbuhan, partikel
halus dan gumpalan lumpur. Hal ini disebabkan substansi asing dapat
mengurangi daya lekat aspal terhadap batuan sehingga mempengaruhi
perkerasan. (The Asphalt Institute, 1983)
f. Kekuatan dan Kekerasan
Kekuatan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau pecah oleh
pengaruh mekanis atau kimiawi. Agregat yang digunakan untuk lapisan
perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan)
yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban
lalu lintas dan disitegrasi (penghancuran) yang terjadi selama masa pelayanan
jalan tersebut. Kekuatan dan keausan agregat diperiksa dengan menggunakan
percobaan Abrasi Los Angeles, berdasarkan PB-0206-76, AASHTO T96-7
(1982). (Sukirman, 1999)
2.2.10.2. Filler (Bahan Pengisi)
Filler merupakan butiran sangat halus minimum 83 % lolos saringan No.200
bersifat non-plastis yang diperlukan untuk mendapatkan suatu gradasi yang rapat
(dense). Fungsi filler dalam campuran aspal dengan agregat adalah mengisi
rongga-rongga (voids) di antara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi
31
lebih kecil dan kerapatan massanya menjadi lebih besar. Dengan bubuk isian yang
berbutir halus maka luas permukaan butir akan bertambah, sehingga luas bidang
kontak yang ditimbulkan antara butiran juga akan bertambah luas, akibatnya
tahanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar yang selanjutnya stabilitas
terhadap geseran akan bertambah.
2.2.10.3. Binders (Bahan Pengikat)
Bahan pengikat yang digunakan pada perkerasan lentur adalah aspal. Aspal
dikenal sebagai suatu bahan atau material yang bersifat viskos atau padat,
berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesive), mengandung
bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau
kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.
Aspal yang digunakan dalam material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut:
a. Sebagai bahan pengikat, meningkatkan adhesi dan kohesi sehingga
memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan aspal dan antara aspal
dengan agregat.
b. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang
ada di dalam agregat itu sendiri.
Berdasarkan sumbernya aspal dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, di antaranya:
1. Aspal Danau (lake asphalt), terdapat di Trinidad, Bermuda.
2. Aspal Gunung (rock asphalt), terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Aspal ini sering dikenal dengan nama Butas (buton asphalt) atau Asbuton
(aspal batu Buton), terdapat di dalam batu karang, sehingga aspalnya
bercampur dengan batu kapur (CaCo3).
b. Aspal Buatan
Beberapa aspal buatan di antaranya :
32
1. Tar, merupakan hasil penyulingan batubara.
Tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan, karena lebih cepat
mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.
2. Aspal Minyak (Petroleum Asphalt), diperoleh dari minyak bumi atau sering
disebut juga sebagai aspal minyak (asmin).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
a. Aspal keras (asphalt cement)
Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk
padat pada keadaan penyimpanan (suhu ruang). Pengelompokkan aspal
semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada temperatur 25˚C
atau berdasarkan nilai viskositasnya. Aspal semen dengan penetrasi
rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan
volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan
untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di
Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi
60/70 dan 80/100.
b. Aspal cair (cutback asphalt)
Aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal ini digunakan pada
keadaan cair tanpa adanya pemanasan. Aspal cair adalah aspal keras yang
dicairkan menggunakakn bahan pencair dari hasil penyulingan minyak
bumi seperti bensin, solar atau minyak tanah.
Berdasarkan bahan pencairnya, aspal cair dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
§ Aspal cair RC (rapid curing) dengan pencair bensin (premium),
merupakan aspal cair yang paling cepat menguap
§ Aspal cair MC (medium curing) dengan pencair minyak tanah
(kerosin), merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap sedang
§ Aspal cair SC (slow curing) dengan pencair minyak diesel (solar),
merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap paling lambat.
33
c. Aspal emulsi (emulsified asphalt)
Aspal emulsi merupakan suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi
dapat dibedakan atas:
§ Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik positif
§ Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan negatif
§ Nonionik merupakan aspal emulsi ysng tidak mengalami ionisasi
(tidak menghantarkan listrik)
Yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal
emulsi anionik dan kationik.
2.2.11. Spesifikasi Bahan dan Campuran
2.2.11.1. Spesifikasi Agregat
Agregat yang digunakan dalam campuran aspal harus memenuhi persyaratan
sebagaimana tertera pada Tabel 2.5. dan Tabel 2.6.
Tabel 2.5. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat Kasar
No. Jenis Pemeriksaan Syarat
1. Keausan dengan Los Angeles Maks. 40%
2. Kelekatan Aspal > 95%
3. Penyerapan agregat terhadap air Maks. 3%
4. Berat jenis oven dry Min. 2,5 gr/cc Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Tabel 2.6. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat Halus
No. Jenis Pemeriksaan Syarat
1. Penyerapan agregat terhadap air Maks. 3%
2. Berat jenis oven dry Min. 2,5 gr/cc Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
34
2.2.11.2. Spesifikasi Filler
Filler yang digunakan adalah abu batu dengan persyaratan seperti tertera pada
Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Spesifikasi Pemeriksaan Filler
No. Jenis Pemeriksaan Syarat
1. Lolos saringan No. 200 85-100%
2. Berat jenis oven dry Min. 2,5 gr/cc Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
2.2.11.3. Spesifikasi Aspal
Aspal yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
sebagaimana tertera pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Spesifikasi Pemeriksaan Aspal Keras pen 60
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
1. Penetrasi, 25°C; 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-79
2. Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991 48-58 3. Titik nyala, °C SNI 06-2433-1991 min. 200 4. Daktilitas 25°C,cm SNI 06-2432-1991 min. 100 5. Berat jenis gr/cc SNI 06-2441-1991 min. 1,0 6. Kelarutan dalam trichlor, % berat RSNI M -04-2004 min. 99 7. Penurunan Berat (dengan TFOF) % berat SNI 06 -2440-1991 mak. 0,8 8. Penetrasi setelah penurunan berat,% asli SNI 06-2456-1991 min.54 9. Daktilitas setelah penurunan berat,% asli SNI 06-2432-1991 min. 50
10. Uji nodal aspal SNI 03-6885-2002 negatif Standar naptha Naptha xylene Hephtane Xylene
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
35
2.2.11.4. Spesifikasi Campuran
Tabel 2.9. Ketentuan sifat-sifat campuran lataston
Sifat- sifat campuran Lataston
WC BC Jumlah tumbukan per bidang 75
Penyerapan aspal,% mak. 1,7
Rongga dalam campuran (VIM), % min. 3,0
mak. 6,0
Rongga dalam agregat (VMA), % min. 18 17
Rongga terisi aspal (VFB), % min. 68
Stabilitas marshall, kg min. 800
Sifat- sifat campuran Lataston
WC BC Kelelahan, mm min. 3
Marshall quotient, kg/mm min. 250
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman
Selama 24 jam, 60°C pada VIM ±7%
min. 80
Rongga dalam campuran pada kepadatan membal
(refusal), %
min. 2
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Tabel 2.10. Persyaratan Tes Marshall Bina Marga
No. Kondisi Lalu Lintas
Parameter Tes Marshall
Stabilitas (kg)
Densitas (gr/cc)
Flow (mm)
Porositas (%)
MQ (kg/mm)
1. Berat ≥550 2-3 2-4 3-5 200-350
2. Sedang ≥450 2-3 2-4,5 3-5 200-350
3. Ringan ≥350 2-3 2-5 3-5 200-350 Sumber: Persyaratan Tes Marshall Bina Marga (1987)
36
2.3. Kerangka Pemikiran
Mulai
Latar Belakang Masalah : 1. Perlunya perbaikan pada lapis permukaan jalan yang rusak 2. Cold mix lebih praktis, lebih ramah lingkungan dibanding hot mix 3. Aplikasi crumb rubber pada modifikasi bitumen diharapkan dapat
memperbaiki kualitas campuran sekaligus mengurangi limbah ban karet
Rumusan Masalah: Bagaimanakah karakteristik marshall, permeabilitas, kuat tarik tidak
langsung dan kuat tekan bebas campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-800 sebagai binder dengan komposisi
agregat sama dengan komposisi pada campuran panas.
Tujuan Penelitian:
1. Mengetahui karakteristik marshall campuran dingin AC apabila digunakan cutback asphalt RC-800 dengan modifikasi crumb rubber.
2. Mengetahui nilai permeabilitas, kuat tarik tidak langsung dan kuat tekan bebas campuran dingin AC dengan pemakaian kadar aspal optimum terhadap penggunaan cutback asphalt RC-800 dengan modifikasi crumb rubber.
3. Mengetahui kelayakan campuran dingin AC terhadap nilai karakteristik marshall, permeabilitas, kuat tarik tidak langsung dan kuat tekan bebas dari hasil pengujian yang dilakukan.
A
Pembuatan benda uji dengan gradasi Revisi SNI 03-1737-1989
Pengujian Volumetrik dan Marshall
Penentuan kadar aspal optimum
Uji Campuran:
• Fallinghead Permeability • ITS (Indirect Tensile Strenght) Test • UCS (Unconfined Strength Test)
37
Gambar 2.3. Diagram kerangka pikir penelitian
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
A