BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

19
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis 2.1.1 Pola Distribusi Hutan Hujan Tropis Secara geografis daerah hutan hujan tropis mencakup wilayah yang terletak di antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu suatu wilayah yang terletak di antara 230 27’ LU dan 230 27’ LS (Weidelt, 1995). Hutan hujan tropis memiliki penyebaran yang sangat luas di dunia, dimana kawasannya meliputi kawasan Amerika Selatan seperti daerah Amazon, Karibia, Meksiko, Brazil, Kolumbia, dan Ekuador dan sekitar daerah katulistiwa di Afrika Tengah, Afrika Barat, Afrika Timur, dan Medagaskar. Pada Kawasan Malaysia, penyebaran hutan tropis meluas ke Utara sampai pegunungan Himalaya, ke timur laut sampai ke Indocina dan Filipina, serta ke Selatan dan Timur meliputi sebagian besar wilayah Indonesia dan New Guinea sampai di Fiji dan kepulauan Pasifik bagian Barat (Ewusie, 1980). Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis, dengan curah hujan tahunan minimum berkisar antara 1.750 mm (69 in) dan 2.000 mm (79 in). Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F) di sepanjang tahun (Woodward, 2016). Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu dan kelembapan udara yang tinggi, demikian juga dengan curah hujan, sedangkan hari hujan merata sepanjang tahun (Walter, Burnett, & Mueller-Dombois, 1971). Sebagian besar hutan-hutan tropis di Indonesia merupakan masyarakat kompleks, tempat yang

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Hujan Tropis

2.1.1 Pola Distribusi Hutan Hujan Tropis

Secara geografis daerah hutan hujan tropis mencakup wilayah yang terletak

di antara titik balik rasi bintang Cancer dan rasi bintang Capricornus, yaitu suatu

wilayah yang terletak di antara 230 27’ LU dan 230 27’ LS (Weidelt, 1995). Hutan

hujan tropis memiliki penyebaran yang sangat luas di dunia, dimana kawasannya

meliputi kawasan Amerika Selatan seperti daerah Amazon, Karibia, Meksiko,

Brazil, Kolumbia, dan Ekuador dan sekitar daerah katulistiwa di Afrika Tengah,

Afrika Barat, Afrika Timur, dan Medagaskar. Pada Kawasan Malaysia, penyebaran

hutan tropis meluas ke Utara sampai pegunungan Himalaya, ke timur laut sampai

ke Indocina dan Filipina, serta ke Selatan dan Timur meliputi sebagian besar

wilayah Indonesia dan New Guinea sampai di Fiji dan kepulauan Pasifik bagian

Barat (Ewusie, 1980).

Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis, dengan

curah hujan tahunan minimum berkisar antara 1.750 mm (69 in) dan 2.000 mm (79

in). Sedangkan rata-rata temperatur bulanan berada di atas 18 °C (64 °F) di

sepanjang tahun (Woodward, 2016). Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis

dicirikan oleh adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim

penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu dan kelembapan udara

yang tinggi, demikian juga dengan curah hujan, sedangkan hari hujan merata

sepanjang tahun (Walter, Burnett, & Mueller-Dombois, 1971). Sebagian besar

hutan-hutan tropis di Indonesia merupakan masyarakat kompleks, tempat yang

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

10

menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Di dalam kanopi iklim mikro berbeda

dengan keadaan sekitarnya dimana cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi,

dan temperatur lebih rendah (Syarifuddin, 2013). Hutan hujan tropis adalah hutan

yang memiliki keanekaragaman tumbuhan yang sangat tinggi (Resosoedarmo et al.,

1989).

Secara Umum berbagai suku dari Angiospermae tropis menunjukan adanya

kesesuian terhadap faktor tanah dan iklim tetentu, seperti Meliaceae pada tanah

yang subur, Leguminosae pada daerah yang bermusim, Myrtaceae pada tanah yang

tercuci dan pada iklim yang tidak bermusim. Ericacea merupakan suku yang

bersifat kosmopolitan di pegunungan tropis, misalnya marga Erica, Rhododendrom

dan Vaccinum, khususnya di kawasan Malesia merupakan komponen khas dari

vegetasi daerah kawah gunung berap. Gymnospermae di tropis terdapat pada

ketinggian dan area distribusinya terbatas atau bersifat endemik, dapat juga berupa

populasi yang berada pada kondisi khusus seperti daerah gunung berapi dan tanah

kering dimana bentuk mereka hanya berupa semak (Anonim, 1978).

Pola penyebaran jenis erat pula kaitannya dengan ketinggian tempat. Hutan

hujan topis dataran rendah dan hutan hujan tropis pegunungan dapat dibedakan

menurut kehadiran jenis yang secara khas dapat dijumpai di daerah-daerah tersebut.

Jenis-jenis tumbuhan yang menjadi komponen hutan dataran rendah adalah

Pometia pinnata J. R. & G. Forst, Dysoxylum arborescens (Bl.) Miq., D.

Densiflorum (Bl.) Miq., dan Litchocarpus sundaicus (Bl.) Rehd., sekalipun

penyebarannya dapat mencapai ketinggian 1.50 m dari permukaan laut. Jenis-jenis

yang termasuk komponen hutan pegunungan adalah Schima wallichii, Castanopsis

tungurrut (Bl.) DC., Polyosma integrifolia Bl. Dan Altingia excelsa. Pada

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

11

ketinggian tempat antara 1000-2000 m di Malesia dan Asia elemen-elemen floristik

dataran rendah seperti suku Dipterocarpaceae dan Lythraceae mengalami

pengurangan dan pegunungan seperti Araucariaceae, Podocarpaceae, Aceraceae,

Cunoniaceae, Elaeocarpaceae, Ericaceae, Fagaceae, Hamamelidaceae,

Juglandaceae, Megnoliaceae, Symplocaceae, dan Theaceae (Anonim, 1978).

2.1.2 Komposisi Floristik

Hutan hujan tropis hanya menutupi sekitar 7% dari luas permukaan bumi,

tetapi mengandung sekurang-kurangnya setengah dari seluruh jenis yang ada di

bumi (Whitmore, 1992). Hutan-hutan hujan tropis sangat kaya dalam hal jenis

karena terspesialisasi dalam relung yang khusus, seperti perbedaan tipe tanah,

gradien kelembapan dan ketinggian tempat dari permukaan laut (Primack & Hall,

1992). Komunitas biologis di daerah tropis memiliki keanekaragaman jenis yang

tinggi dibandingkan dengan komunitas temperata (Primack, 1992). Pada daerah

beriklim sedang biasanya terdapat sekitar 50 jenis pohon dan semak perhektar lahan

hutan, di hutan dataran rendah tropis dapat dijumpai 750 jenis atau lebih dalam

setiap hektarnya, utamanya di hutan tropis asia dan amerika selatan. Hampir dapat

dipastikan bahwa hutan tropis mendukung kehidupan jenis yang jauh lebih banyak

daripada hutan temperata (Ewusie, 1986).

Stabilitas dan perubahan komposisis jenis tumbuhan dalam suatu hutan

perlu dimengerti dalam kaitannya dengan perubahan struktur hutan tersebut dan

jika hutan mengalami perubahan struktur dalam skala besar maka komposisi jenis

dalam hutan tersebut akan tidak konstan (Primack, 1992). Kenaikan jumlah

keanekaragaman serta penurunan dominansi akan menunjukkan adanya asosiasi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

12

dengan tahap kenaikan stabilitas. Keanekaragamnan adalah karakteristik alam dan

merupakan dasar dari kestabilan ekologi dan keanekaragaman ekosistem

menciptakan keragaman bentuk-bentuk kehidupan (Gupta, 1991).

2.1.3 Dinamika Komunitas

Hutan hujan tropis terdapat berbagai komunitas. Komunitas tersebut

mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan sakala ruang dan waktu tertentu.

Perubahan struktur dan komposisi hutan hujan tropis dipengaruhi oleh topografi

dan faktor-faktor lingkungan yang berhubungan, seperti faktor mikrolimat dan jenis

tanah (Basnet, 1993). Informasi mengenai dinamika komunitas sangat diperlukan

dalam konservasi jenis yang sedang tumbuh, disamping itu bermanfaat dalam

memprediksi stabilitas populasi suatu jenis dalam umur yang berbeda dan pada

tingkat gangguan yang berbeda dari aktivitas manusia (Primack, 1992).

Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap komunitas tropis, antara

lain seperti perubahan iklim dalam jangka pendek yang tiba-tiba, kekeringan yang

panjang, dan peristiwa osilasi El Nino Selatan (Suleman, 1998). Faktor-faktor

tersebut secara periodik telah menyebabkan kematian pohon dalam kawasan yang

luas di Asia Tenggara (Primack, 1992). Penggundulan hutan dikawasan hutan hujan

tropis terus berlanjut dengan kecepatan tinggi. Perkiraan-perkiraan yang sangat

konservatif menyatakan laju penggundulan bisa mencapai rata-rata sekitar 0,6%

pertahun atau sekitar 7,3 juta ha untuk seluruh negara-negara tropis (Raven, 1992).

Penggundulan yang terjadi akan menyebabkan rusaknya komunitas di

hutan. Kerusakan hutan menyebabkan banyak jenis mengalami penurunan dengan

cepat dalam hal ukuran populasinya sehingga mengarah kepada kepunahan lokal

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

13

dan kerusakan juga dapat mempengaruhi tinggi tegakan dan menurunkan kerapatan

tumbuhan ( Primack, 1992). Akibatnya bukan saja ekosistem yang rusak dan tidak

lagi berfungsi sebagaimana mestinya dan banyak flora dan fauna yang rusak dan

menghilang (Supriatna, 2008). Eksploitasi secara berlebihan menimbulkan

kelangkaan dan kepunahan jenis sehingga menyebabkan krisis keanekaragaman

jenis (Suleman, 1998).

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Hutan

Produktivitas merupakan suatu parameter yang sangat penting di dalam

ekologi. Produktivitas ekosistem merupakan proses dan interaksi yang berlangsung

simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada suatu ekosistem hanya

berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini menandakan kondisi

lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis, maka

menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan

yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme yang menyusun

ekosistem (Jordan, 1985).

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi produktifitas di wilayah hutan

hujan tropis antara lain :

a. Suhu dan Cahaya Matahari

Suhu Udara di daerah hutan hujan tropis tidak pernah turun sampai sampai

mencapai titik beku (0ºC) namun pada daerah yang sangat tinggi dimana kadang-

kadang tapi sangat jarang suhu turun hampir mencapai titk beku (Warsito, 1999).

Suhu rata-rata pada sebagian besar daerah adalah 27ºC, dan kisaran suhu bulanan

berkisar 24-28ºC, yang dengan demikian kisaran suhu musiman ini jauh lebih kecil

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

14

dibanding kisaran suhu siang dan malam (diurnal) yang dapat mencapai 100. Suhu

maksimum jarang mencapai 38ºC juga jarang jatuh sampai di bawah 20ºC

(Mabberly,1983). Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas

akan meningkat dari wilayah kutup ke wilayah ekuator (Barbour et al, 1987),

namun untuk daerah hutan hujan tropis suhu bukanlah faktor dominan yang

menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh (Walter, 1981).

Wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan

yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan wilayah iklim sedang. Hal ini

disebabkan oleh 3 faktor: (1) Kemiringan poros bumi menyebabkan wilayah tropika

menerima lebih banyak sinar matahari dibanding pada atmosfer luarnya dibanding

dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar matahari pada atmosfer yang

lebih tipis (karena sudut yang lebih tegak lurus di daerah tropika), mengurangi

jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan tropis, 56%

sampai dengan 59 % sinar matahari pada batas atmosfer dapat sampai di permukaan

tanah. (3) Masa tumbuh, yang terbatas oleh keadaan suhu adalah lebih panjang di

daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat tinggi) (Sanches,

1992).

Jordan (1995) menjelaskan bahwa adanya suhu yang tinggi dan konstan

hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan

akan berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas.

b. Curah Hujan

Di daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan per tahun berkisar antara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

15

1600 sampai dengan 4000 mm (Warsito, 1999) dengan sebaran bulan basah 9,5-12

bulan basah (Sanches, 1992). Kondisi ini memiliki curah hujan yang merata hampir

sepanjang tahun yang akan sangat mendukung produktivitas yang tinggi.

Hujan selain berfungsi sebagai sumber air juga berfungsi sebagai sumber

hara. Whitmore (1986) mengatakan bahwa banyak nitrogen yang terfiksasi selama

terjadi badai dan turun ke bumi bersama dengan hujan. Hara lain yang banyak

masuk ke dalam ekosistem melalui curah hujan menurut Kenworty dalam

Whitmore (1986) adalah K, Ca, dan Mg.

Walaupun memberi dampak positif bagi produktivitas vegetasi menurut

Resosoedarmo et al. (1986) curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah-tanah

yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan sekali terhadap pencucian yang akan

mengurangi kesuburan tanah dengan cepat. Barbour et al. (1987) mengatakan

bahwa sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem, pencucian adalah

penyebab utama hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali

tercuci terutama adalah Ca dan K.

c. Interaksi antara suhu dan curah hujan

Produktivitas yang tinggi dan kontinyu sepanjang tahun tidak akan

berlangsung jika hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak wilayah lain di

dunia yang memiliki suhu yang jauh lebih tinggi di banding wilayah hutan hujan

tropis, tetapi memiliki produktivitas yang rendah (Woodweell, 1967).

Interaksi antara suhu yang tinggi dan curah hujan yang banyak yang

berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembapan yang sangat ideal

bagi vegetasi hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Warsito (1999)

menjelaskan bahwa kelembapan atmosfer merupakan fungsi dari lamanya hari

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

16

hujan, terdapatnya air yang tergenag, dan suhu. Sumber utama air dalam atmosfer

adalah hasil dari penguapan dari sungai, air laut, dan genangan air tanah lainnya

serta transpirasi dari tumbuhan. Menurut Jordan (1995) tingginya kelembapan pada

gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain

yang sangat dipengaruhi oleh proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung

cepat. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan tanah bereaksi dengan

mineralmineral dalam tanah atau lapisan batuan, yang mengakibatkan terlepas

unsur-unsur hara . Hara-hara ini ada yang dapat dengan segera diserap oleh

tumbuhan.

d. Produktivitas serasah

Hutan hujan tropis adalah ekosistem dengan laju dekomposisi serasah

tercepat dibanding ekosistem-ekosistem lainnya. Menurut Resosoedarmo et al.

(1986) hal ini disebabkan karena serasah yang jatuh ke permukaan tanah tidak akan

lama tertimbun di lantai hutan tetapi segera mengalami dekomposisi sehingga dapat

dengan segera diserap kembali oleh tumbuhan. Barbour et al. (1987) mengatakan

bahwa laju dekomposisi serasah berbeda antara satu ekosistem dengan ekosistem

lainnya. Laju ini terutama dipengaruhi oleh kelembapan udara, organisme flora dan

fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.

e. Tanah

Tanah adalah faktor di daerah tropis yang tidak mendukung tingginya

produktivitas yang tinggi. Tanah di hutan hujan tropis adalah tanah yang berumur

sangat tua, kecuali tanah vulkanik. Periode Pleistocene tidak berpengaruh sama

sekali pada tanah disini, dan kemungkinan besar tanah disini berasal dari periode

Tertiary (Walter, 1981).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

17

Pencucian terjadi menurut Brady (1974) karena beberapa hara tersimpan di

permukaan tanah liat atau pada bahan organik koloid, Permukaan ini bermuatan

negatif. Ion-ion bermuatan positif seperti K+, Ca++, dan NH4+ akan bergabung

dengan permukaan yang memiliki muatan negatif. Kemampuan tanah untuk

mempertahankan kation pada permukaan liat maupun humus terutama ditentukan

oleh nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) nya. Tanah yang memiliki kandungan liat

atau kandungan organik yang tinggi memiliki KTK yang tinggi yang berarti tanah

tersebut memiliki kemampuan tinggi dalam mempertahankan mineral-mineralnya.

Namun faktor lain juga turut berperan dalam hal ini, terutama jenis mineral liat yang

terdapat di tanah. Mineral liat yang mengalami pelapukan yang sangat kuat seperti

kaolinit memiliki KTK yang rendah (Sanchez, 1992).

Karakteristik dari tanah seperti tekstur, hara, dan kedalaman telah banyak

dibahas sebagai komponen yang penting dalam menentukan hubungan kompetisi

dan laju pertumbuhan dari tumbuhan di berbagai kondisi lingkungan. Namun

menurut Pastor dan Bockheim dalam Barbour at al. (1987) merupakan hal yang

sulit untuk mentranslasikan pengaruh edafik pada studi-studi produktivitas. Hal ini

disebabkan karena tidak semua spesies memiliki kebutuhan hara yang sama untuk

memproduksi sejumlah biomassa dengan ukuran yang sama.

2.2 Taman Nasional

Taman nasional dapat dikatakan tempat pelestarian alam secara alami,

letaknya di laut maupun di darat, terdapat berbagai jenis ekosistem didalamnya,

serta dapat dimanfaatkan dan bernilai untuk pendidikan, kepentingan ilmu

pengetahuan, panorama alam yang menonjol, pariwisata maupun sebagai tempat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

18

untuk rekreasi. Menurut UU No.5 tahun (1990) Taman nasional adalah kawasan

pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi

dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Selanjutnya menurut pasal 31 angka

1 PP No. 68 tahun (1998) tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

alam, dikatakan bahwa kriteria penunjukan taman nasional harus terdapat kawasan

yang luas untuk kelangsungan proses ekologis, memiliki sumber daya alam dan

ekosistem, memiliki keadaan alam yang asli dan merupakan kawasan yang dapat

dikelola. Salah satu taman nasional yang berada di Jawa Timur adalah Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru yang letaknya di wilayah Desa Ranu Pani,

Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Keuputusan menteri

kehutanan nomor: 278/Kpts-VI/1997 telah menetapkan taman nasional ini pada

tahun 1997.

Kronologis pengukuhan kawasan TNBTS yaitu dinyatakan dari surat

pernyataan Mentan Nomor: 736.Mentan/X/1982 tanggal 14 oktober 1982 luas

58.000 Ha. Tahun 1983-1986, pengukuran atau tata batas CTN.BTS. oleh INTAG,

Perhutani dan BKSDA IV, dengan hasil: Luas penataan 50.276, 30Ha. Tahun 1996,

Rekonstruksi Batas TNBTS oleh Kanwil, perhutani dan BTNBTS. Ditunjuk: SK

Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 278/Kpts-VI/ tanggal 23 Mei 1997

luas 50.276, 20 Ha. Tahun 2000 pengukuran batas fungsi oleh Kanwil, Perhutani,

dan BTNBTS. Ditetapkan: SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: SK.

178/Menhut-II/2005 tanggal 29 Juni 2005 tentang Penteapan Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru Seluas 50.276,20 Ha yang terletak di Kabupaten Pauruan,

Probolinggo, Lumajang dan Malang Provinsi Jawa Timur. Serah terima dari

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

19

pengelolaan kawasan hutan yang termasuk ke dalam Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru dari Direktur Umum Perum Perhutani kepada Direktur Jenderal

PHKA pada tanggal 29 Januari 2009 ( Profil TNBTS, 2009).

Gambar 3.1 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

(Sumber: Dok. Pribadi, 2016)

Luas Kawasan TNBTS adalah 50.276,20 Ha, terdiri dari 50,265,95 Ha

daratan dan 10,25 Ha perairan yang berupa danau atau ranu. Secara Geografis

kawasan TNBTS terletak antara 7º51”39’-8º19”35’ Lintang Selatan dan

112º47”44’ - 113º 7”45’ Bujur Timur. Berdasarkan wilayah administarasi

pemerintahan, TNBTS termasuk dalam 4 wilayah kabupaten yakni kabupaten

Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang,-propinsi Jawa Timur. Kawasan

TNBTS berada pada ketinggian 750-3.676 meter dari permukaan laut, keadaan

topografinya bervariasi dari bergelombang dengan lereng yang landai sampai

berbukit bahkan bergunung dengan derajat kemiringan yang tegak. Suhu udara di

TNBTS antara 5ºC sampai 22 ºC . suhu terendah terjadi pada saat dini hari di

puncak musim kemarau antara 3 ºC -5 ºC bahkan dibeberapa tempat sering bersuhu

sampai 0 ºC (minus) khususnya di ranukumbolo dan puncak mahamer. Sedangkan

suhu maksimum antara 20 ºC -22 ºC (Profil TNBTS, 2009).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

20

2.3 Tumbuhan Bawah

2.3.1 Dinamika dan Komposisi Tumbuhan Bawah

Dinamika tumbuhan adalah proses yang menunjukkan adanya dinamika

atau perubahan sepanjang fase pertumbuhan tumbuhan, secara khas dicirikan oleh

fungsi pertumbuhannya dan jangka waktu berlangsungnya pada proses ini dapat

bervariasi bisa kurang dari beberapa hari ataupun sampai bertahun-tahun,

tergantung pada organismenya atau organnya (Gardner, et al., 1991).

Vegetasi kumpulan tumbuhan yang sejenis yang hidup bersama-sama dalam

satu ekosistem. Dalam mekanisme kehidupannya terdapat interaksi yang erat, baik

sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya

sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Irwanto,

2007). Vegetasi memiliki peranan yaitu untuk pengaturan keseimbangan karbon

dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah

serta pengaturan tata air tanah. Hal demikian akan memberikan dampak positif bagi

keseimbangan ekosistem. Meskipun kehadirannya memberikan dampak positif,

tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang

ada pada daerah tersebut (Arrijani at al., 2006).

Salah satu anggota ekosistem yang terdapat di hutan hujan yang memiliki

peran penting bagi keseimbangan ekosistem adalah tumbuhan bawah yang berupa

semak, rerumputan, dan herba. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat-tempat

terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan

(Aththorick, 2005). Tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan selain permudaan

pohon, misal rumput, herba, dan semak belukar (Kusmana, 1995), serta paku-

pakuan (Ewusie, 1990).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

21

Gambar 3.2 Tumbuhan Bawah

(Sumber: Dok. Pribadi, 2016)

Komposisi keanekaragaman tumbuhan bawah dipengaruhi beberapa faktor

lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di

sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing-masing jenis (Nirwani, 2010).

Menurut Richard (1981), tumbuhan bawah yang sering dijumpai di kawasan hutan

tropik terdiri atas famili Araceae, Gesneriaceae, Urticaceae, Achantaceae,

Zingiberaceae, Begoniaceae, Rubiaceae, dan tumbuhan menjalar seperti kelompok

Graminae (Calamus sp.), Smilaceae, Piperaceae dan beberapa jenis tumbuhan

paku seperti Selaginellaceae.

Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah menjaga kelembaban

sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat, sehingga dapat

menyediakan unsur hara untuk tumbuhan pokok. Siklus hara akan berlangsung

sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke

pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri (Irwanto, 2007).

Pada dasarnya setiap tumbuhan memiliki toleransi untuk bertahan hidup

yang berbeda-beda agar mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim.

Tumbuhan Bawah

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

22

Hukum toleransi Sheford berbunyi “distribusi spesies akan dikontrol oleh faktor

lingkungan yang berada pada kisaran toleransi sempit”. Menurut Leksono (2007)

Toleransi suatu spesies akan berubah karena adanya seleksi alam.

2.3.2 Identifikasi Tumbuhan Bawah

Bagian terpenting dalam taksonomi yaitu pengenalan atau identifikasi.

Melakukan identifikasi diharapkan dapat mengungkapkan atau menetapkan

identitas. Mengidentifikasi tumbuhan berarti menentukan namanya yang benar dan

tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. Identifikasi sering dikenal dengan

istilah determinasi yang diambil dari bahasa belanda “determinatie” atau diartikan

sebagai “penentuan”. Menurut Tjitrosoepomo (2005) bahwa ada 2 kemungkinan

yang selalu dihadapi oleh seseorang ketika akan mengidentifikasi suatu tumbuhan.

Pertama, tumbuhan yang akan diidentifikasi belum dikenal oleh dunia ilmu

pengetahuan. Jadi belum ada nama ilmiahnya dan juga belum ditentukan tumbuhan

itu berturut-turut dimasukkan dalam suatu kategori. Kedua adalah tumbuhan yang

akan diidentifikasi sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, sudah ditentukan

nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi.

2.4 Pemanfaatan Hasil Penelitian menjadi Sumber Belajar Biologi

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

guru/infrastruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan

ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun

tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk

belajar (Wasino, 2010). Menurut Kochar (2008) dalam bukunya menguraikan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

23

Pentingnya bahan bacaan pelengkap sebagai tambahan bagi buku cetak dan

pelajaran lisan yang disampaikan oleh guru, bacaan pelengkap merupakan nilai

tambah dalam pembelajaran sejarah yang baik

Menurut Suhardi dalam Munajah (2015), sumber belajar biologi adalah

segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam

rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu. Pemanfaatan hasil penelitian

sebagai sumber belajar biologi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai

berikut:

a. Kejelasan potensi Kejelasan potensi suatu objek ditentukan oleh ketersediaan

objek dan permasalahan yang dapat diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta

dan konsep-konsep dari hasil penelitian yang harus dicapai dalam kurikulum.

b. Kesesuaian dengan tujuan

Kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan kompetensi dasar

(KD) yang tercantum.

Sasaran kejelasan penelitian ini adalah objek dan subjek penelitian dan

subjek penelitian.

a. Kejelasan informasi yang diungkap, Kejelasan informasi dalam penelitian ini

dapat dilihat dari 2 aspek yaitu proses dan produk penelitian yang disesuaikan

dengan kurikulum.

b. Kejelasan pedoman eksplorasi, Kejelasan pedoman eksplorasi diperlukan

prosedur kerja dalam melaksanakan penelitian.

c. Kejelasan perolehan yang diharapkan, Kejelasan perolehan yang diharapkan

kejelasan hasil berupa proses dan produk penelitian yang dapat digunakan

sebagai sumber belajar berdasar aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

24

Dalam hal ini, peneliti akan membuat sumber belajar biologi berbentuk

leaflet dan Jurnal Penelitian dengan memenuhi aspek diatas serta mengambil materi

SMA Kelas X Semester II materi Kingdom Plantae. Leaflet merupakan media

berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan (biasanya lebih banyak

tulisan) pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis

dibawa . Biasanya ukuran A4 dilipat tiga . Media ini berisikan suatu gagasan secara

langsung ke pokok persoalannya dan memaparkan cara melakukan tindakan secara

pendek dan lugas . (Azul, 2010). Agar leaflet terlihat menarik biasanya leaflet

didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang

sederhana, singkat serta mudah dipahami (Majid, 2008).

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu

Tumbuhan bawah adalah salah satu bagian dari ekosistem. Dalam hal ini,

tumbuhan bawah dapat menjaga kestabilan ekosistem. Untuk menjaga kestabilan

ekosistem kita diharapkan mengetahui dinamika populasi tumbuhan bawah. Hasil

penelitian Maritanti et al. (2013) menyatakan Interaksi maupun keanekaragaman

spesies sangat penting untuk diamati dalam tujuannya untuk mengetahui dinamika

keanekaragaman suatu spesies tumbuhan di habitat alaminya. Hasil penelitian

Amon et al. (2013) menyatakan penelitian dinamika tumbuhan ini bertujuan untuk

mengetahui sebaran spesies dan famili menurut fase tumbuh, mempelajari dominasi

spesies dan mengetahui kondisi komunitas tumbuhan. Hasil Penelitian Hilwan et

al. (2013) menyatakan untuk mengetahui dinamika tumbuhan dapat mengkaji

komposisi dan tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di areal revegetasi.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

25

Setiap penelitian mengenai dinamika tumbuhan bawah memiliki metode

yang berbeda-beda. Dalam penelitian Marianti et al. (2013) metode yang digunakan

adalah meode survey dimana Menggunakan 3 lokasi ekosistem sawah dengan asal

mula lahan yang berbeda. Asal mula lahan dilihat dari pola tanam yang diterapkan

dalam 1 tahun. Lahan pertama pola tanam yang diterapkan yaitu jagung - padi -

bera. Lahan kedua, pola tanam yang diterapkan yaitu bera - padi - bera. Sedangkan

lahan ketiga, pola tanam yang diterapkan yaitu kacang hijau - padi - bera.

Sedangkan penelitian Amon et al. (2013) menyatakan Plot penelitian ditempatkan

secara sistematik dengan bantuan garis transek. Pembuatan jalur transek dimulai

pada batas kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sebagai titik awal pembuatan

jalur. Jalur transek yang akan dibuat adalah berbatasan dengan Cagar Alam. Di

dalam jalur transek akan dibuat plot pengamatan, di mana plot tersebut dibuat di

dalam dan di luar Cagar Alam. Berbeda lagi dengan penelitian dari Hilwan et al.

(2013) menyatakan Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode

analisis vegetasi tumbuhan bawah. Petak pengamatan dubuat dengan ukuran 20 x

20 𝑚2 sebanyak 3 buah dengan jarak antar petak yaitu 20 m. Dibuat plot

pengamatan tumbuhan bawah sebanyak 5 buah plot berukuran 2 x 2 𝑚2.

Untuk melakukan pengujian struktur dan komposisi jenis tumbuhan setiap

penelitian memiliki cara yang berbeda yaitu menurut penelitan dari Marianti et al.

(2013) menggunakan indeks shannon-wienner, indeks simpson, dan indeks

morisita. Penelitian Amon et al. (2013) menggunakan rumus dari soerinegara dan

indrawan dimana menghitung dominasi spesies, maka akan ditentukan dengan

besarnya densitas (kerapatan) dan frekuensi suatu spesies tumbuhan. Sedangkan

penelitian Hilwan et al. (2013) menghitung indeks nilai penting, indeks dominan,

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

26

indeks keanekaragaman jenis, indeks kesamaan komunitas, indeks kekayaan jenis,

dan indeks kemerataan jen

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis

27

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 3.3 Kerangka Konsep Dinamika Tumbuhan Bawah di Hutan Hujan

Tropis Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Sebagai Sumber Belajar

Biologi

Hutan Hujan Tropis Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Ekosistem Hutan Hujan Tropis

Abiotik

Tumbuhan Atas

Pohon

Tumbuhan Bawah

Rumputan

Herba

Semak

Biotik

Dinamika Tumbuhan Bawah

Suhu pH KelembapanIntensitas

Cahaya

Identifikasi

Ciri-ciri spesies Tumbuhan Bawah

Sumber Belajar Biologi SMA