BAB 2

download BAB 2

of 31

description

huyjyhu

Transcript of BAB 2

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Penyakit KecacinganCacing merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus, terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut Soil Transmitted Helmints. Yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan Trichuris trichiura (Srisasi Gandahusada, 2008:8). Terdapat dua cara masuknya nematoda usus dalam menginfeksi tubuh manusia, yaitu masuknya telur yang infektif ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yaitu pada infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, dan cara yang lain adalah masuknya larva infektif (larva filariform) ke dalam tubuh dengan menembus kulit yang sehat yaitu pada infeksi cacing tambang (Soedarto, 1995).Adanya telur-telur atau larva, dalam beberapa kasus ditemukan dari hasil pemeriksaan kasus infeksi. Telur-telur tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia, diantaranya melalui tidak bersih dalam mencuci, sayuran yang tidak dimasak sedangkan dari larva nematoda usus dapat dimungkinkan melalui air yang terkontaminasi. Pada beberapa parasit, dijumpai salah satu cara yang penting dari penularan (transmissi) nematoda usus, yaitu penularan melalui fecal-oral melalui jari tangan yang tidak dicuci bersih (Gillespie dkk., 2001). B. Tinjauan Umum Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)1. Morfologi dan Siklus HidupAscaris lumbricoides merupakan cacing terbesar diantara Nematoda lainnya. Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm dengan diameter 2-4 mm, sedangkan betina 22-35 cm kadang-kadang sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm. pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus. Ascaris lumbricoides memiliki 4 macam telur yang dapat dijumpai di feses, yaitu telur fertile (telur yang telah dibuahi), unfertile (telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi tetapi telah kehilangan lapisan albuminnya) dan telur infektif (telur yang mengandung larva). Cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari. (Prianto, J., dkk.,2006). Telur yang dibuahi memiliki bentuk agak bulat dengan panjang 45-75 m dan lebar 35-50 m, memiliki 3 lapis dinding, lapisan luar adalah albuminous yang tebal dan berkelok-kelok, lapisan kedua terdapat hyaline bening dan tebal (lapisan ini memberi bentuk telur), dan lapisan ketiga disebut vitelline / lipoid yang berguna meningkatkan daya tahan telur cacing Ascaris lumbricoides terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun lamanya. Antara sel telur dan dinding telur terdapat rongga kosong berbentuk bulan sabit (Soedarto, 1991). Telur yang telah dibuahi tersebut, di dalam tanah yang cukup kelembabannya akan tumbuh dan berkembang menjadi telur infektif yang mengandung larva rabditiform (Alisah, 1988).

Gambar B.1a Cacing Dewasa Jantan & Betina Ascaris lumbricoides (http://www.dpd.cdc.gov)

Gambar B.1b Telur Ascaris lumbricoides yang telah dibuahi (fertile). (http://www.dpd.cdc.gov)

Gambar B.1c Gambar B.1d Telur infektif Ascaris lumbricoides Tampak Larva Ascaris lumbricoides (mengandung larva) menetas dari telur

Penularan infeksi Ascaris lumbricoides ditentukan oleh keadaan tanah yang sesuai untuk perkembangan telur. Di tanah, telur cacing tumbuh menjadi telur yang menular atau infektif (dalam 3 minggu). Jika telur infektif ini diterbangkan oleh angin bersama debu atau terbawa aliran air yang kemudian mengenai makanan atau minuman, maka makanan atau minuman tersebut akan tercemar oleh telur ini (Brown, 1982).Manusia terinfeksi secara langsung karena menelan telur yang infektif atau secara tidak langsung dari makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh telur tersebut. Karena sifat lekatnya, maka telur-telur Ascaris lumbricoides mudah melekat pada sayuran, terutama bila di daerah tersebut penduduknya sering menggunakan tinja sebagai pupuk (Alisah, 1998).Di daerah endemik dengan insiden Ascaris lumbricoides, terjadi penularan secara terus menerus. Transmisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang menguntungkan parasit seperti keadaan tanah dan iklim yang sesuai. Telur yang telah dibuahi dan jatuh di tanah yang sesuai, akan menjadi matang kurang lebih dalam waktu 3 minggu pada suhu optimum 25-30C. Telur matang ini tidak menetas dalam tanah dan dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun. Semakin banyak telur ditemukan pada sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran dan lainnya), maka semakin tinggi derajat endemik di suatu daerah. Jumlah telur yang dapat berkembang menjadi semakin banyak pada masyarakat dengan infeksi berat, karena kebiasaan defekasi di sembarang tempat, khususnya tanah (Gandahusada, 1998).Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esophagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa (Gandahusada, 2008:10).Untuk lebih jelasnya, siklus hidup Ascaris lumbricoides dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar B.1e Siklus hidup Ascaris lumbricoides (CDC, 2010)2. PatofisiologiPatogenesis berkaitan dengan jumlah organisme yang menginvasi, sensitifitas host, bentuk perkembangan cacing, migrasi larva dan status nutrisi host. Migrasi larva dapat menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi alergi. Bentuk dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ karena invasinya mengakibatkan patogenesa yang lebih berat (Agustin, D., 2008). Menurut Effendy yang dikutip dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006:7), bahwa di samping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (Mal Absorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive).3. Gejala KlinisHanya sebagian kecil penderita yang menunjukkan gejala klinis, sebagian besar asimtomatis. Gejala yang muncul biasanya disebabkan oleh migrasi larva dan cacing dewasa. Paru-paru merupakan organ yang dilalui cacing pada siklus hidupnya, maka keluhan klinis sering berasal dari organ tersebut. Gejala penyakit berkisar dari yang ringan berupa batuk sampai yang berat seperti sesak napas. Gejala yang disebabkan cacing dewasa dapat bervariasi mulai dari penyumbatan lumen usus karena banyaknya cacing, kemudian cacing berjalan ke jaringan hati, sampai muntah cacing yang bisa menyumbat saluran napas. (Widoyono, 2011)Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (Mal absorbtion). Anak-anak yang menderita Ascaris lumbricoides perutnya tampak buncit (karena jumlah cacing dan perut kembung), terlihat pucat, mata kotor (seperti sakit mata), dan seperti batuk pilek. Sering sakit perut, diare, dan nafsu makan berkurang. Karena masih dapat berjalan dan bersekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga sering terjadi salah diagnosis dan salah pengobatan. Hal ini tentunya menunjukkan kerugian yaitu menurunnya produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajar pada anak.Karena gejala klinik yang tidak khas, maka perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:7).4. EpidemiologiTelur cacing gelang (Ascaris lumbricoides) keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:7).5. PengobatanPengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada masyarakat. Pengobatan individu dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya Preparat piperasin, Pyrantel pamoate, Albendazole atau Mebendazole (Srisari Gandahusada., 2008:9).Pemilihan obat cacing untuk pengobatan masal harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu mudah diterima di masyarakat, mempunyai efek samping yang minimum, bersifat polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing dan harganya terjangkau (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:7).6. PencegahanPencegahan ini ditujukan untuk memutuskan salah satu mata rantai dari siklus hidup Ascaris lumbricoides, antara lain dengan melakukan pengobatan yang dimaksudkan untuk menghilangkan sumber infeksi; pendidikan kesehatan terutama mengenai kebersihan makanan dan pembuangan tinja manusia; dianjurkan agar buang air besar tidak pada sembarang tempat, mencuci tangan sebelum makan, memasak makanan, sayuran, dan air dengan baik. Air minum jarang merupakan sumber infeksi Ascaris lumbricoides (Djaenudin., dkk, 2009).C. Tinjauan Umum Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)1. Morfologi dan Siklus HidupManusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina panjangnya sekitar 5 cm dan cacing jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di colon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000-5.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3-6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus, sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke colon asendens dan caecum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari (Srisasi Gandahusada, 2008:17).

Gambar C.1a Gambar C.1b Cacing Dewasa Trichuris trichiura Cacing Dewasa Trichuris trichiura tampak dari colonoscopy* (http://www.dpd.cdc.gov)* (Image courtesy of Duke University Medical Center)

Gambar C.1c Telur Trichuris trichiura

Gambar C.1d Siklus Hidup Cacing Cambuk (Trichuris trichiura).

2. PatofisiologiCacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam colon asendens. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006:9).3. Gejala KlinisInfeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak akan menimbulkan gejala seperti diare, disentri, anemia dengan berat badan menurun dan kadang terjadi prolapsus rectum. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur didalam tinja (Srisasi Gandahusada, 2000:19).4. EpidemiologiInfeksi ini menyerang hampir 500-900 juta manusia di dunia. Semua golongan umur bisa mengalami infeksi ini terutama pada anak berusia 5-15 tahun. Penyakit ini menyebar lebih sering di daerah yang beriklim panas. Prevalensi di Asia lebih dari 50%, Afrika 25%, dan Amerika Latin 12%. Pada wilayah pedesaan yang sanitasinya kurang bagus, penyebaran cacing ini umumnya lebih cepat terjadi (Widoyono, 2011).Penyebaran penyakitnya adalah melalui kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30C. Pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi yaitu berkisar 30-90 %.5. Pencegahan dan PengobatanDi daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trichuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi serta kebersihan perorangan (terutama pada anak). Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di Negara-negara yang memakai tinja sebagai pupuk (Srisasi Gandahusada, 2008:18).Dahulu infeksi cacing cambuk sulit sekali diobati. Obat seperti Tiabendazol dan Ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh cacing cambuk (Trichuris trichiura) adalah Albendazole / Mebendazole dan Oksantel pamoate (Srisasi Gandahusada, 2000:19).D. Tinjauan Umum Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)1. Morfologi dan Siklus HidupDua spesies cacing tambang yang paling penting dan pathogen pada manusia adalah Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Pada dasarnya struktur dan daur hidup kedua spesies cacing tambang ini umumnya sama (Noble,1989).Ancylostoma duodenale mempunyai ukuran lebih besar dan panjang dibanding Necator americanus. Cacing dewasa yang masih hidup berwarna putih abu-abu sampai kemerah-merahan, kedua spesies ini memang mempunyai morfologi yang mirip satu sama lain, salah satu perbedaan bentuknya yang khas terutama pada cacing betina, pada Necator americanus menyerupai huruf S sedangkan pada Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C (Djaenudin., dkk, 2009).Bagian yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi kedua cacing tambang di atas antara lain bagian anterior, terdapat buccal capsule (rongga mulut) sedangkan pada ujung posterior cacing jantan terdapat bursa kopulasi, suatu membran yang lebar dan jernih, berfungsi memegang cacing betina pada waktu kopulasi. Pada kloaka terdapat dua buah spikula yang dapat juga membedakan spesies cacing tambang. Necator americanus memiliki buccal capsule sempit, pada dinding ventral terdapat sepasang benda pemotong berbentuk bulan sabit (semilunar cutting plate) sedangkan sepasang lagi kurang nyata terdapat pada dinding dorsal. Cacing jantan berukuran 7-9 mm x 0,3 mm, memiliki bursa kopulasi bulat dengan dorsal rays dua cabang. Didapat dua spikula yang letaknya berdempetan serta ujungnya berkait. Cacing betina memiliki ukuran 9-11 mm x 0,4 mm, pada ujung posterior tidak didapatkan spina kaudal, vulva terletak pada bagian anterior kira-kira pada pertengahan tubuh. Lain halnya dengan Ancylostoma duodenale yang memiliki buccal capsule lebih besar daripada Necator americanus, memiliki dua pasang gigi ventral yang runcing (triangular cutting plate) dan sepasang gigi dorsal rudimenter. Cacing jantan berukuran 8-11 mm x 0,5 mm, bursa kopulasi melebar seperti payungdengan dorsal rays tunggal, bercabang pada ujungnya, didapatkan dua spikula yang letaknya berjauhan serta ujungnya runcing. Cacing betina berukuran 10-13 mm x 0,6 mm, pada ujung posterior terdapat spina kaudal, vulva terletak pada bagian posterior pertengahan tubuh (Djaenudin, dkk., 2009).Telur berbentuk oval, tidak berwarna, berukuran 40 x 60 m. dinding luar dibatasi oleh lapisan vitelline yang halus, di antara ovum dan dinding telur terdapat ruangan yang jelas dan bening. Telur yang baru keluar bersama tinja mempunyai ovum yang mengalami segmentasi 2, 4 dan 8 sel. Bentuk telur Necator americanus tidak dapat dibedakan dari telur Ancylostoma duodenale. Jumlah telur per-hari yang dihasilkan seekor cacing betina Necator americanus sekitar 9.000 10.000, sedangkan pada Ancylostoma duodenale 10.000 20.000 (Djaenudin., dkk, 2009).

Gambar D.1a Gambar D.1b Cacing Dewasa AncylostomaCacing Dewasa Necator duodenale americanus

Gambar D.1c Gambar D.1d Telur Cacing tambang Mulut Ancylostoma duodenale (http://www.dpd.cdc.gov) (http://www.dpd.cdc.gov)

Gambar D.1eMulut Necator americanus(http://www.dpd.cdc.gov)

Gambar D.1fLarva filariform Cacing tambang (http://www.dpd.cdc.gov)

Gambar D.1g Larva rhabditiform Cacing tambang (http://www.dpd.cdc.gov)

Cacing dewasa dapat hidup selama kurang lebih 10 tahun. Cacing dewasa hidup dan bertelur di dalam atas usus halus, kemudian keluar melalui tinja. Telur akan berkembang menjadi larva di tanah yang sesuai suhu dan kelembabannya. Larva bentuk pertama adalah rhabditiform yang akan berubah menjadi filariform. Dari telur sampai menjadi filariform memerlukan waktu selama 5 10 hari. Larva akan memasuki tubuh manusia melalui kulit (telapak kaki, terutama untuk Necator americanus) untuk masuk ke peredaran darah. Selanjutnya larva akan ke paru-paru, naik ke trakea, berlanjut ke faring, kemudian larva tertelan ke saluran pencernaan. Larva bisa hidup dalam usus sampai delapan tahun dengan menghisap darah (1 cacing = 0,2 mL/hari). Cara infeksi kedua yang bukan melalui kulit adalah tertelannya larva (terutama Ancylostoma duodenale) dari makanan atau minuman yang tercemar. Cacing dewasa yang berasal dari larva yang tertelan tidak akan mengalami siklus paru (Widoyono, 2011).Berikut gambar siklus hidup cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) :

Gambar D.1h Siklus Hidup Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

2. Patologi dan KlinikInfeksi cacing tambang pada hakikatnya adalah infeksi menahun sehingga sering tidak menunjukkan gejala akut. Kerusakan jaringan dan gejala penyakit dapat disebabkan baik oleh larva maupun oleh cacing dewasa. Larva menembus kulit dan membentuk maculopapula dan eritem, sering disertai rasa gatal yang hebat, disebut ground itch atau dew itch. Waktu larva berada di dalam aliran darah dalam jumlah banyak atau pada orang yang sensitif dapat menimbulkan bronchitis atau bahkan pneumonitis (Djaenudin, dkk., 2009).Cacing dewasa melekat dan melukai mukosa usus, menimbulkan perasaan tidak enak di perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa menghisap darah 0,2 0,3 mL sehari sehingga dapat menimbulkan anemi yang progresif, hipokrom, mikrositer, tipe defisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul setelah tampak adanya anemi. Pada infeksi berat, Hb dapat turun sampai 2gr%, penderita merasa sesak napas waktu melakukan kegiatan, lemah dan pusing. Terjadi perubahan pada jantung yang mengalami hipertropi, adanya bising katup serta nadi cepat. Keadaan demikian akan dapat menimbulkan kelemahan jantung. Jika terjadi pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan mental. Infeksi Ancylostoma duodenale lebih berat dari Necator americanus (Djaenudin, dkk., 2009).3. DiagnosisGejala klinis biasanya tidak spesifik sehingga untuk menegakkan diagnosis infeksi cacing tambang perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk dapat menemukan telur cacing tambang di dalam tinja ataupun menemukan larva cacing tambang di dalam biakan atau pada tinja yang sudah agak lama. Sebagai patokan beratnya infeksi cacing tambang berdasarkan jumlah telur dalam tinja atau jumlah cacing betina dapat dipakai patokan dari Parasitic Diseases Programme, WHO, Geneva, 1981 dalam The Tenth Regional Training Course on Soil-Transmitted Helminthiasis and Integrated Program on Family Planning Nutrition and Parasite Control, Thailand, 1986, pada table D.3 berikut :TABEL D.3Hubungan tingkat infeksi oleh cacing tambang dengan jumlah telur per gram tinja dan jumlah cacing betina (Sumber : Parasitic Diseases Programme, WHO, Geneva, 1981)No.Beratnya infeksiJumlah telur per gram tinjaJumlah cacing betina

Infeksi oleh Necator americanus

1RinganKurang dari 2.00050 atau kurang

2Sedang2.000 - 7.00051 - 200

3BeratLebih dari 7.000Lebih dari 200

Infeksi oleh Ancylostoma duodenale

1RinganKurang dari 3.00020 atau kurang

2Sedang3.000 - 10.00021 - 100

3BeratLebih dari 10.000Lebih dari 100

4. EpidemiologiDi Indonesia, kejadian penyakit ini sering ditemukan pada penduduk yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih berat 70%. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus 28C - 32C sedangkan untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah 23C - 25C (Srisasi Gandahusada, 2000:15).5. Pencegahan dan PengobatanPencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing. Kegiatan pencegahan dapat dimulai dengan survei prevalensi untuk mengetahui besarnya masalah endemisitas di suatu daerah, dilanjutkan dengan penemuan dan pengobatan penderita, penyuluhan, kampanye, perbaikan sanitasi dan higiene pribadi, terutama jamban keluarga yang sehat. Kegiatan pencegahan kontak dengan larva adalah dengan membudayakan mencuci tangan serta menggunakan alas kaki bagi masyarakat yang beresiko tertular (Widoyono, 2011).Untuk pengobatan dapat dipilih obat-obat yang sesuai sebagai berikut : Tetrachlorethylen dosis tunggal 0,10 0,12 mg/kg BB (dosis maksimal 4 mg), Mebendazole, Albendazole, Pyrantel pamoate, Bitoskanat dosis tunggal pada orang dewasa 150 mg, Befenium hidroksinaftoat dosis 5 gr/hari selama 3 hari berturut-turut (Djaenudin, dkk., 2009).E. Tinjauan Umum tentang Prestasi Belajar1. Pengertian Prestasi BelajarBelajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses tersebut, yaitu hasil yang telah dicapai karena adanya aktifitas belajar yang telah dilakukan. Setiap orang selalu mengharapkan prestasi belajar yang baik karena hal ini merupakan suatu kesempurnaan yang telah dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat. Secara etimologi, kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie yang kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha (Zainal Arifin, 1991)Istilah prestasi selalu digunakan dalam mengukur keberhasilan belajar siswa di sekolah. Prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan siswa dalam mengerjakan suatu hal tertentu.Adapun istilah belajar yaitu suatu kata yang sudah tidak asing lagi bagi semua lapisan masyarakat. Bagi pelajar maupun mahasiswa, kata belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan (Djamarah Syaiful, 2002).Masalah pengertian prestasi dan belajar ini, para ahli psikologi atau pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing dan tentu saja mereka mempunyai alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Djamarah Syaiful, 2002).Menurut Winkel (Sunarto, 2012) prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.Arif Gunarso (Sunarto, 2012) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar.Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2008 : 141), Prestasi belajar merupakan hasil dari sebagian faktor yang mempengaruhi proses belajar secara keseluruhan.Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku mencakup tiga aspek (kognitif, afektif dan motorik) seperti penguasaan, penggunaan dan penilaian berbagai pengetahuan dan ketrampilan sebagai akibat atau hasil dari proses belajar dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang tertuang dalam bentuk nilai yang di berikan oleh guru.2. Penilaian Hasil dan Prestasi BelajarPenilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil dari belajar siswa (Sudjana, 2005).Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar yang dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan sebagai berikut :a. Menentukan KKMSetiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.b. MengkoordinasikanUlangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.c. Menentukan KriteriaKenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik.Program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik.d. Menentukan NilaiAkhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penelitian oleh pendidik.e. Melaporkan HasilPenilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan.Menurut Syaifuddin (1998 :11), ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu :a. Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif)Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki.b. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement)Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya.c. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif)Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut.3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi BelajarPrestasi belajar merupakan hasil dari proses belajar yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling berikatan dan mempengaruhi, faktor-faktor ini akan menunjang berhasil atau tidaknya proses belajar siswa dalam mencapai hasil yang optimal serta maksimal. Oleh karena itu prestasi belajar siswa pada hakekatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor.Selama ini IQ dijadikan barometer faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Padahal terdapat faktor-faktor lain yang turut serta mempengaruhi perkembangan prestasi belajar siswa. Menurut Shertzer dan Stone (Winkle, 1997 : 591), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa itu sendiri. Faktor ini dibedakan dalam dua kelompok, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera. Sementara faktor psikologis merupakan faktor yang berhubungan erat dengan intelegensi, sikap dan motivasi yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa faktor internal meliputi prasyarat belajar, yakni pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa tersebut sebelum mengikuti pelajaran berikutnya, keterampilan belajar yang dimiliki oleh siswa meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti mata pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku, belajar kelompok untuk mempersiapkan ujian dan mencari sumber belajar. Selain itu kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap dan cita-cita serta hubungannya dengan orang lain juga ikut berpengaruh.Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan hal-hal yang ada diluar diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :a. Faktor lingkungan keluarga, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada lingkungan keluarga antara lain: sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga, dan lain sebagainya.b. Faktor lingkungan sekolah, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar di lingkungan sekolah yaitu: sarana dan prasarana, kompetensi guru dan siswa, kurikulum dan metode belajar.c. Faktor lingkungan masyarakat, pada lingkungan masyarakat faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain: sosial budaya dan partisipasi masyarakat pada pendidikan.7