Bab 2

download Bab 2

of 24

Transcript of Bab 2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKomunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat harus menggunakan tehnik pendekatan khusus agar tercapai pengertian dan perubahan perilaku klien.Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur anatomis maupun fungsi dari organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan selama memberikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikis/emosi, interaksi social, maupun spiritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan tehnik tersendiri. Untuk interaksi dalam berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat perlu memahami tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi yang tepat, dan model-model komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi klien.MenurutdataPBB,Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414%, hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia, presentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4% dari total penduduk, tahun 1990 meningkat menjadi 5,8% dan di tahun 2000 mencapai 7,4%. Tenaga kesehatan yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle dan Sherry, 2009). Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, cultural, danpsikologispasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka.Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).

1.2Rumusan Masalah1. Bagaimanakah konsep komunikasi?2. Bagaimanakah konsep lansia?3. Bagaimana konsep komunikasi pada lansia?

1.3Tujuan1. Mengetahui konsep komunikasi2. Mengetahui konsep lansia3. Mengetahui konsep komunikasi pada lansia

1.4 Manfaat1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang konsep komunikasi pada lansia2. Mahasiswa mampu menerapkan komunikasi yang efektif pada lansia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. 2. 2.1. Komunikasi2.1.1 Definisi Proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti(Taylor,dkk1993).Proses penyampaian informasi, makna, dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan(Burgess,1988).Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301). Proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat(McCubin & Dahl, 1985).Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok (Widjaja, 1986 : 13).

2.1.2 Tujuan1. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengertiSebagai komunikator kita harus menjelaskan pada komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan mengikuti apa yang kita maksudkan.2. Dapat memahami orang lainKita sebagai komunikator harus mengerti benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan, jangan mereka menginginkan kemauannya.3. Supaya gagasan dapat diterima orang orang lainKita harus berusaha agar gagasan kita dapat diterima orang lain dengan pendekatan persuasif bukan memaksakan kehendak.4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatuMenggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam, mungkin berupa kegiatan yang lebih banyak mendorang, yang penting harus diingat adalah bagaimana yang baik untuk melakukannya.

2.1.3 Komponen-Komponen Komunikasi1. KomunikatorKomunikator merupakan individu/kelompok yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.Syarat komunikator yang baik:a. Memiliki tujuan dlm komunikasi.b. Memiliki pengetahuan yang memadai ttg pesan yang disampaikan.c. Memiliki keterampilan yang memadai untuk membangun hubungan/relasi.

2. KomunikanKomunikan merupakan individu, kelompok, atau massa yang diharapkan menerima pesan.Syarat komunikan yang baik:a. Pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menerima pesan.b. Atensi untuk menerima pesan.c. Keterampilan dalam merespon pesan.

3. PesanPesan dapat berupa ide/gagasan, perintah, informasi, dan ungkapan perasaan. Pesan yang efektif adalah pesan yang dapat dipahami oleh komunikan secara utuh, tidak menimbulkan distorsi.Syarat pesan yang baik:a. Sesuai konteks (situasi komunikasi).b. Singkat dan jelas.c. Menggunakan saluran yang mudah dipahamid. Memungkinkan pengulangan dan penegasan.

4. MediaMedia dapat berupa media lisan, tulisan, gerakan tubuh, mimik wajah, sentuhan, dll.Syarat media yang baik:a. Dipahami/ dimengerti oleh komunikator dan komunikan.b. Meminimalkan kesalahan persepsi.c. Menggunakan tekhnik yang merangsang lebih dari satu indera.

5. Feed Back Sarana evaluasi komunikator, apakah pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh komunikan. Respon menunjukkan proses kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.2.Lansia2.2.1 DefinisiKelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999:8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999:4). Penggolongan lansia menurut

2.2.2 KlasifikasiDepkes dikutip dari Azis (1994) membagi lansia menjadi tiga kelompok yakni:1. Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokkan usia lanjut menjadi 4 macam, meliputi:1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.2. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.3. Usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun4. Usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat diidentifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya: Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan petugas kesehatan Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

2.3.Komunikasi pada LansiaKomunikasi dalam keperawatan gerontik adalah komunikasi yang diaplikasikan dalam praktik asuhan keperawatan lansia. Komunikasi dengan lansia adalah suatu proses penyampaian pesan/gagasan dari perawat atau pemberi asuhan kepada lansia dan diperoleh tanggapan dari lansia, sehingga diperoleh kesepakatan bersama tentang isi pesan komunikasi. Tercapainya komunikasi berupa pesan yang disampaikan oleh komunikator (perawat) sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan (lansia).Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Sementara ada yang berpendapat bahwa komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain. Komunikasi adalah pertukaran fakta, gagasan, opini emosi antara dua orang atau lebih.

2.3.1 Teknik Pendekatan dalam Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi1. Pendekatan FisikPerawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksansakan dan dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni:1) Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.2) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubunga dengan keberhasilan perorangan (personal hygiene) untuk mempertahankan kesehatannya.

2. Pendekatan PsikologisDi sini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan adukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhaadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip Triple S, yaitu sabar, simpatik, dan service.Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia.

3. Pendekatan SocialMengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercarita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk social yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat sendiri.Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lajut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.

4. Pendekatan SpiritualPerawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, sepertiketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit/penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.

2.3.2 Teknik Komunikasi pada LansiaUntuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunya teknik-teknik khusus agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan anatara lain:1. Tenik asertifAsertif adalah sikap yang dapat di terima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicara dapat dimengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.

2. ResponsifReaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, Apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya bantu?. Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.

3. FokusSikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap berkonsisten terhadap materi komunikasi yang diingkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

4. SupportifPerubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara moril maupun materil, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.

5. KlarifikasiDengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberikan penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien.

6. Sabar dan IkhlasSeperti yang di ketahui bahwa klien lansia terkadang mengalami perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Perubahan ini bila tidak di sikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, solutif, namun dapat berakibat berkomunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

2.3.3 Kondisi Penurunan Sensori pada LansiaPancaindera mungkin menjadi kurang efisien dengan proses penuaan, bahaya bagi keselamatan, aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) yang normal, dan harga diri secara keseluruhan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)Gangguan sensorik indera adalah perubahan dalam persepsi derajat serta jenis reaksi seseorang yang diakibatkan oleh meningkat menurun atau hilangnya rangsangan indera. Meskipun semua lansia mengalami kehilangan sensorik dan sebagai akibatnya berisiko mengalami deprivasi sensorik, namun tidak semua akan mengalami deprivasi sensorik. Salah satu indra dapat mengganti indera lain dalam mengobservasi dan menerjemahkan ransangan. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 179)

1. Perubahan Indera PenglihatanDeficit sensori (misalnya, perubahan penglihatan) dapat merupakan bagian dari penyesuaian yang berkesinambungan yang datang pada usia lanjut, perubahan penglihatan dapat mempengaruhi pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) pada lansia.Perubahan indra penglihatan pada awalnya dimulai dengan terjadinya awitan presbiopi (old sight), kemudian kehilangan kemampuan akomodatif. Ini karena sel-sel baru terbentuk dipermukaan luar lensa mata, maka sel tengah yang tua akan menumpuk dan menjadi kuning, tidak elastis, kaku, padat dan berkabut. Jadi, hanya bagian luar lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat. Karena lensa menjadi kurang fleksibel, maka titik dekat fokus berpindah lebih jauh. Kondisi ini disebut presbiopi, biasa bermula pada usia 40-an. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001 hal: 179-180)Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan lebih kendur dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan pada (penglihatan jarak dekat). Kondisi ini dapat dikoreksi dengan lensa seperti kacamata jauh dekat (bifokal).Ukuran pupil menurun (miosis pupil) dengan penuaan karena sfinkter pupil mengalami sklerosis. Miosis pupil ini dapat mempersempit lapangan pandang seseorang dan memengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu, tetapi tampaknya tidak benar-benar mengganggu kehidupan sehari-hari. Perubahan warna (misalnya; menguning) dan meningkatnya kekeruhan lensa Kristal yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan katarak. Katarak menimbulkan bebagai tanda dan gejala penuaan yang mengganggu penglihatan dan aktivitas setiap hari. Penglihatan yang kabur dan seperti terdapat suatu selaput di atas mata adalah suatu gejala umum, yang mengakibatkan kesukaran dalam memfokuskan penglihatan dan membaca. Kesukaran ini dapat dikoreksi untuk sementara dengan penggunaan lensa. Selain itu lansia harus didorong untuk memakai lampu yang terang dan tidak menyilaukan. Katarak juga dapat mengakibatkan gangguan dalam persepsi ke dalaman atau stereopsis, yang menyebabkan masalah dalam menilai ketinggian, sedangkan perubahan terhadap persepsi warna terjadi seiring dengan pembentukan katarak dan mengakibatkan warna yang muncul tumpul dan tidak jelas,terutama warna-warna yang muda misalnya biru, hijau, dan ungu. Penggunaan warna-warna terang seperti kuning, oranye, dan merah direkomendasikan untuk memudahkan dalam membedakan warna. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)

2. Perubahan Indera PendengaranPerubahan indra pendengaran pada lansia disebut presbikusis. Mhoon menggambarkan fenomena tersebut sebagai suatu penyakit simetris bilateral pada pendengaran yang berkembang secara progresif lambat terutama memengaruhi nada tinggi dan dihubungkan dengan penuaan.Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan karena nada konsonan frekuansi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p) semua terdengar sama. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 180)Penyebabnya tidak diketahui, tetapi berbagai factor yang telah diteliti adalah: nutrisi, factor genetika, suara gaduh, hipertensi, stress emosional, dan arteriosklerosis. Penurunan pendengaran terutama berupa komponen konduksi yang berkaitan dengan presbikusis.Penurunan pendengaran sensorineural terjadi saat telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik (saraf pendengaran, batang otak atau jalur kortikal pendengaran) penyebab dari perubahan konduksi tidak diketahui, tetapi masih mungkin berkaitan dengan perubahan pada tulang telinga tengah, dalam bagian koklear atau di dalam tulang mastoid. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespon tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahami percakapan, dan menghindari interaksi social. Perilaku ini sering disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau senil. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, hal: 180)

3. Perubahan Indera PerabaanIndera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang paling mudah untuk diterjemahkan. Bila indera lain hilang, rabaan dapat mengurangi perasaan terasing dan memberi perasaan sejahtera. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 180)Kebutuhan untuk sentuhan efektif terus berlanjut sepanjang kehidupan dan meningkat dengan usia. Banyak lansia lebih tertarik dalam sentuhan dan sensasi taktil karena:1) Mereka sudah kehilangan orang yang dicintai2) Penampilan mereka tidak semenarik pada waktu dulu dan tidak mengundang sentuhan dari orang lain3) Sikap masyarakat umum terhadap lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansiaSentuhan dapat merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris atau menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologi. Kulit adalah seperti suatu pakaian pelindung yang pas dan menutupi seseorang berusia 70 tahun atau 80 tahun, kulit juga tidak akan sesuai dengan tubuh orang tersebut. Kulit tersebut mungkin akan menjadi kendur dan terlihat lebih longgar pada berbagai bagian tubuh. Namun, selama kehidupan, sentuhan memberikan pengetahuan emosional dan sensual tentang orang lain. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)Pada lansia, kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehinggga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrovi glandula sebasea dan glandula sudorivera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat perubahan dalam jaringan kolagen serta jaringan elastisnya. Bagian kecil pada kulit menjadi mudah retak dan menyebabkan cechymosen. Timbulnya pigmen berwarna coklat pada kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain angin dan sinar matahari, terutama sinar ultraviolet.( Violita Puspitasari, 2014)4. Perubahan Indera PengecapanPada lidah terdapat banyak tonjolan saraf pengecap atau kuncup-kuncup perasa yang memberi berbagai sensasi rasa (manis, asin, gurih, dan pahit). Ketika seseorang telah bertambah tua, jumlah total kuncup-kuncup perasa pada lidah mengalami penurunan dan kuncup pada lidah juga mengalami kerusakan, ini dapat menurunkan sensitivitas terhadap rasa, akibatnya mereka butuh lebih banyak jumlah gula atau garam untuk mendapatkan rasa yang sama dengan kualitasnya. Kuncup-kuncup perasa mengalami regenerasi sepanjang kehidupan manusia, tetapi lansia mengalami suatu penurunan sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin, dan pahit. Perubahan tersebut lebih dapat disadari oleh beberapa orang dibanding yang lainnya.5. Perubahan Indera PenciumanPenurunan yang paling tajam dalam sensasi penciuman terjadi selama usia pertengahan, dan untuk sebagian orang, hal tersebut akan terus berkurang. Kecepatan penurunan sensasi penciuman pada lansia bervariasi. Orang bereaksi terhadap bau dengan cara berbeda, dan respon seseorang mungkin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, etnik, dan pengalaman sebelumnya tentang bau tersebut. Sensasi penciuman tidak secara serius dipengaruhi oleh penuaan saja tetapi bisa terjadi oleh factor lain yang berhubungan dengan usia. Penyebab lainnya juga dianggap sebagai pendukung untuk terjadinya kehilangan kemampuan sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, secret dari hidung, sinusitis kronis, kebiasaan tertentu dengan bau/aroma, epitaksis, alergi, penuaan serta factor lingkungan.

Tabel 1. Perubahan Morfologis & Perubahan FisiologisPerubahan MorfologisPerubahan Fisiologis

Pengelihatan

Penuurunan jaringan lemak disekitar mataPenurunanan Pengelihatan jarak dekat

Enurunan elastisitas dan tonus jaringanPenurunan koordinasi gerak bola mata

Penurunan kekuatan otot mataDistorsi bayangan

Penurunan ketajaman korneaPandangan biru merah

Degenerasi pada sklera, pupil, dan irisComprimised night vision

Peningkatan frekuensi proses terjadinyya penyakitPenurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu

Peningkatan densitas dan rigiditas lensaKesulitan mengenali benda yang bergerak

Perlambatan proses informasi dari sistem saraf pusat

Pendengaran

Penurunan sel rambut kokleaKesulitan mendengar suara berfrekuensi tinggi

Perubahan telinga dalamPenurunan kemampuan membedakan pola titik nada

Degenerasi pusat pendengaranPenurunan kemampuan dan penerimaan bicara

Hilangnyya fungsi neuratransmiterPenurunan fungsi membedakan ucapan

Pengecap

Penurunan kemampuan pengecapanPeningkatan nilai ambang untuk identitas benda

Penciuman

Degenerasi sel sensorik mukosa hidungPenurunan sensitivitas nilai ambang terhadapa bau

Peraba

Penurunan kecepatan hantaran saraf Penurunan respon terhadap stimulus taktil Penyimpangan persepsi nyeri Resiko terhadap bahaya termal yang berlebihan

2.3.4 Pengkajian Penurunan Sensori pada Lansia PenglihatanPengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini:1) Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen chart, untuk menuntukan visus atau ketajaman mata2) Permintaan untuk membacakan kalimat ke orang lain3) Pemakaian kacamata pada lansia4) Penglihatan ganda5) Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak6) Mata kemerahan7) Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar8) Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan)9) Minta pasien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna atau crayon10) Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum.11) Kesulitan/kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta berpindah)

PendengaranPengkajian pada lansia yang mengalami gangguan pada sistem pendengaran meliputi hal-hal sebagai berikut ini:1) Lakukan tes suara bisik atau garpu tala2) Observasi lansia yang berbincang-bincang dengan orang lain Meminta untuk mengulang pembicaraan Jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan Memalingkan kepala terhadap pembicaraan Kesulitan membedakan pembicaraan serta bunyi suara orang lain yang parau atau bergumam. Volume bicara meningkat3) Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar belakang yang bising, berdering/berdesis yang konstan4) Sering merasa sedih, ditolak lingkungan, malu, menarik diri, bosan, depresi, dan frustasi5) Ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAB/BAK, serta berpindah) .6) Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran

PengecapanPengkajian pada lansia yang mengalami gangguan pada sistem pengecapan meliputi hal-hal sebagai berikut ini:1) Minta lansia untuk mencotohkan dan membedakan rasa yang berbeda misalnya lemon, gula, garam.2) Tanya lansia jika terjadi perubahan berat badan akhir-akhir ini

PenciumanPengkajian pada lansia yang mengalami gangguan pada sistem penciuman adalah dengan meminta lansia untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau yang tidak mengiritasi seperti kopi, vanilla, dll.

PerabaPengkajian pada lansia yang mengalami gangguan pada sistem perabaan meliputi hal-hal sebagai berikut ini:1) Kaji kesensitifan lansia terhadap sentuhan atau temperature2) Periksa kemampuan lansia untuk membedakan antara stimulus tajam dengan stimulus penuh3) Kaji apakah lansia dapat membedakan objek ditangan dengan mata tertutup4) Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti biasanya (Cut Naja Sovia:2012)2.3.5 Prinsip Komunikasi pada Lansia dengan Gangguan Sensori1. Prinsip Komunikasi Perawat dan Lansia dengan Gangguan Penglihatan1) Posisi yang dapat dilihat oleh klien, jika buta parsial maka beri tahu secara verbal keberadaan perawat2) Perawat menyebutkan identitas diri (nama dan perannya)3) Perawat menggunakan nada normal (kondisi lansia tidak mungkin menerima pesan non-verbal secara visual)4) Nada suara perawat memberikan peranan besar dan bermakna bagi lansia5) Jelaskan tujuan dari asuhan keperawatan yang diberikan (sebelum melakukan sentuhan)6) Orientasikan lansia dengan suara-suara yang didengar di sekitarnya7) Orientasikan lansia pada lingkungan bila lansia dipindahkan ke lingkungan yang asing baginya8) Ketika perawat akan meninggalkan/mengakhiri komunikasi, informasikan kepada klien

2. Prinsip Komunikasi Perawat dan Lansia dengan Gangguan Pendengaran1) Orientasikan kehadiran perawat dengan sentuhan2) Posisi perawat berdiri dekat dan menghadap klien, dengan tetap mempertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim3) Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan berbicara dengan keras, jelas, dan perlahan untuk memudahkan memahami gerak bibir, serta diarahkan langsung pada klien4) Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik5) Jangan melakukan pembicaraan ketika klien sedanng menguyah6) Gunakan instruksi/bahasa pantomim dan gerakan sederhana dan perlahan7) Gunakan bahasa isyarat/bahasa jari8) Hindari pergerakan bibir yang berlebihan9) Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara10) Membatasi kegaduhan lingkungan11) Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikanmaka berikanpesan tulisan atau gambar

3. PrinsipKomunikasi Perawat dan Lansia dengan Gangguan Wicara1) Perawat memperhatikan gerak bibir dan mimik lansia2) Usahakan memperjelas hal yang disampaikandengan mengulang kembali kata-kata yang diucapkan lansia3) Mengendalikanpembicaraan suapaya tidak membahas terlalu banyak topik4) Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi rileks dan perlahan5) Memperhatikan lebih detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik6) Bila perlu berikan bahasa tulisan dan simbol7) Mediator komunikasi adalah aorang terdekat yang mampu mengerti komunikasi lansia.

2.3.6 Hambatan Berkomunikasi dengan LansiaProses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.1. Sikap AgresifSikap ini di tandai dengan:1) Berusaha mengontrol & mendominasi orang lain (lawan bicara)2) Meremehkan orang lain3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain4) Menonjolkan diri sendiri5) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan

2. Non AsertifTanda-tanda dari sikap non aserti ini adalah:1) Menarik diri bila diajak bicara2) Merasa tidak sebaik orang lain3) Merasa tidak berdaya4) Tidak berani mengungkapkan keyakinan5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya6) Tampil diam7) Mengikuti kehendak orang lain8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lainAdanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga kesehatan professional, perawat dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain:1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.2) Keraskan suara anda jika perlu.3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga ia dapat melihat mulut anda.4) Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.9) Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang diinginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang mengembirakan (mislanya dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya).10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.12) Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat.13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya.14) Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanKomunikasi dalam keperawatan gerontik adalah komunikasi yang diaplikasikan dalam praktik asuhan keperawatan lansia. Komunikasi dengan lansia adalah suatu proses penyampaian pesan/gagasan dari perawat atau pemberi asuhan kepada lansia dan diperoleh tanggapan dari lansia, sehingga diperoleh kesepakatan bersama tentang isi pesan komunikasi. Tercapainya komunikasi berupa pesan yang disampaikan oleh komunikator (perawat) sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan (lansia).Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Sementara ada yang berpendapat bahwa komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain. Komunikasi adalah pertukaran fakta, gagasan, opini emosi antara dua orang atau lebih.

3.2 SaranMakalah ini semoga berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa. Namun makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kami. Oleh karena itu, besar harapan kami agar pembaca memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun, guna memperbaiki makalah ini agar lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hudaya, Rina Nur. 2012. Tugas Makalah ASKEP Gangguan Pendengaran pada Lansia. http://rinaraka.blogspot.co.id/2012/11/tugas-makalah-askep-gangguan.html. Diakses pada 26 September 2015.Kharismanda Devi. 2013. Kondisi Penurunan Sensori pada Lansia. http://devikharismanda01.blogspot.co.id/p/blog-page_1757.html. Diakses pada 21 September 2015.Marina. 2013. Komunikasi pada Klien Lansia. http://marinarina21.blogspot.co.id/2013/12/komunikasi-pada-klien-lansia.html. Diakses pada 13 September 2015.Natalia, Debby. 2014. Makalah Komunikasi Terapeutik. http://debbynatalia-keperawatan.blogspot.co.id/2014/08/makalah-komunikasi-terapeutik.html. Diakses pada 13 September 2015.Puspitasari, Violita. 2014. Askep Lansia Penurunan Fungsi Sensori. http://violitapuspitasarii.blogspot.co.id/2014/05/askep-lansia-penurunan-fungsi-sensori.html. Diakses pada 21 September 2015.Sovia, Cut Naja. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Sensori. http://cutnsovia.blogspot.co.id/2012/10/asuhan-keperawatan-pasien-gangguan_7373.html. Diakses pada 26 September 2015.Suto, Puti Kulindam. 2013. Keperawatan pada Lansia. http://putikulindamsuto.blogspot.co.id/2013/10/keperawatan-pada-lansia.html. Diakses pada 13 September 2015.

21 | Page