BAB 2
-
Upload
triadiranteallo -
Category
Documents
-
view
42 -
download
7
description
Transcript of BAB 2
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
BBAABB 22 SSIIFFAATT DDAASSAARR AANNTTEENNAA
22..11 PPeennddaahhuulluuaann Apakah yang dimaksud antena? Antena berasal dari bahasa latin antennae
yang berarti sungut, yaitu alat peraba pada bekicot, kecoa atau serangga
lainnya. Kata antennae kemudian diadopsi kedalam bahasa Inggris, antenna atau
dalam bahasa Indonesia disebut antena. Bab ini fokus pada pembahasan pada
defenisi antena, parameter dasar, resistansi radiasi, pola radiasi, direktivitas,
penguatan (gain), luas berkas (beam area), dan antena sebagai luasan (aperture).
22..22.. DDeeffeenniissii AAnntteennaa Antena di defenisikan sebagai:
Perangkat (device) yang terbuat dari logam konduktor yang dapat meradiasikan dan menerima gelombang radio (The IEEE Standard
definitions of Terms for Antenna).
Transformator antara gelombang terbimbing dengan gelombang bebas atau sebaliknya.
Struktur transisi antara gelombang terbimbing dan gelombang bebas (John D. Kraus)
Gambar 2.1 memperlihatkan struktur transisi sebuah antena. Gambar
konstruksi ini adalah model yang digunakan untuk menjelaskan proses radiasi
yang dilakukan oleh antena. Pada prinsipnya sebuah antena berfungsi sebagai
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 1
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
peradiasi gelombang radio saat sebagai antena pemencar, dan penerima
gelombang radio dari ruang bebas saat berfungsi sebagai antena penerima.
Sebuah konduktor dapat meradiasi gelombang radio bila arus listrik
mengalami:
pembengkokan saluran transmisi diskontinu (saluran tiba-tiba terpotong di ujung) diterminasi saluran transmisi mengalami perubagan fisik di ujung saluran
Gambar 2-1. Antena sebagai sebuah perangkat transisi
(Antenna Theory, C.A. Balanis)
Gambar 2-2 Mekanisme pembangkitan radiasi oleh konduktor.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 2
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
22..33 TTeeoorreemmaa DDaayyaa Sifat dasar sebuah antena, dapat di jelaskan dengan emnggunakan sebuah
antena hipotetis berupa sebuah sumber titik yang disebut antena isotropis.
Antena isotropis diasumsikan memiliki pola pancaran radiasi seperti bola, dengan
sumber radiasi berada di pusat sumbu bola. Gain antena isotropis didefenisikan
sama dengan 1 atau 0 dB (=10log10 1).
Sumber isotropis sangat bermanfaat untuk menganalisa sifat dasar antena
lain dan susunan beberapa antena (antenna arrays). Dalam praktek, sumber
isotropis kemudian dijadikan sebagai antena acuan (reference) untuk menentukan
sifat sebuah antena lainnya. Dalam praktek, sumber isotropis tidak dapat
direlisasikan dan hanya sebatas antena hipotetis saja.
Gambar 2-3 Pola radiasi sumber isotropis yang berbentuk bola
Asumsi bahwa antena isotropis diletakkan dipusat bola dan jarak dari
pusat bola ke permukaan bola adalah sama. Maka menurut hukum kekekalan
energi, daya yang dipancarkan dipusat bola oleh antena isotropis sama dengan
total daya pada permukaan bola. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 3
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
= 0
2
0
dAPW r (watt)
(2.1)
dimana: Pr = rapat daya pada permukaan bola (watt/m2)
dA = r2 sin d d 2), luas diferensial permukaan bola W = daya yang dip arkan di antrena (watt)
Jika jarak sumber isotrop
adalah konstan, maka rapat day
(2.1) dapat dihitung total daya dik
=
0
2
0
2 sin..r rPW
(2.2)
Rapat daya (Poynting vector) sum
antara total daya di kulit bola deng
24 rWPr = (W
W
Teknik Telekomunikasi Politeknik Ne (m
ancis di pusat bola ke titik pengamatan sejauh r
a dikulit bola dapat dihitung. Dari persamaan
ulit bola sebesar,
= 24.. rPrdd
ber isotropis difenisikan sebagai perbandingan
an luas permukaan bola.
/m2) (2.3)
Pr P
geri Ujung Pandang 4
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Gambar 2-4. Ilustrasi konsep rapat daya sebagai fungsi jarak r.
2.4 Intensitas Radiasi (U) Intensitas radiasi adalah gambaran kekuatan pancaran radiasi yang di ukur
pada jarak r2 dari sumber radiasi. Intensitas radiasi antena isotropis didefenisikan
sebagai
2rPU r = (W/rad2) (2.4)
Karena 24 rWPr = , maka daya total pada permukaan bola untuk sumber isotropis dapat pula dihitung jika persamaan intensitas radiasi diketahui seperti
berikut ini:
== dUddUW ...sin (2.5) Prr2
Daya yang dipancarkan sama dengan integrasi terhadap intensitas radiasi
untuk seluruh ruang sudut 4. Untuk antena isotropis, daya total pada selubung bola sebagi fungsi dari intensitas radiasi dinyatakan dengan
0.4 UW = ( watt) (2.6)
Contoh-1: Diasumsikan bahwa sumber isotropis memancar dengan daya 1 watt. Berapakah rapat daya bila dikur pada jarak 10 km dari sumber isotropis?
Dari persamaan (2.3) diperoleh
Pr = W/(4r2) = 1/4(10000)2 = 7,95x10-10 Watt/m
Intensitas radiasi pada jarak 10 km dari pusat sumber adalah:
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 5
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
U = Pr x r2 = (7,95 x10-10) x (100002) = 7,95 x 10-2 watt/rad2
22..55 DDaaeerraahh AAnntteennaa Daerah disekeliling antena dibedakan atas: daerah reatif, daerah medan
dekat dan daerah medan jauh. Daerah sekeliling antena dapat menjelaskan
penyebab perubahan sifat dasar antena akibat perubahan lingkungan
disekelilingnya.
22..55..11 DDaaeerraahh MMeeddaann RReeaakkttiiff ((RReeaaccttiivvee nneeaarr ffiieelldd )) Daerah medan rektif antena adalah daerah yang secara fisik sangat dekat
dengan fisik antena tersebut. Daerah medan rekatif didefenisi berada dalam daerah
dengan diameter yang sama dengan panjang fisik maksimum antena (L). Untuk
antena directional seperti Yagi (Dr. Yagi), maka yang menjadi ukuran adalah
panjang batang penyanggah (boom) dari antenna tersebut. Pada antena parabola,
yang menjadi ukuran dimensi fisik adalah diameter elemen pemantul (reflector)
antena parabola tersebut. Visualisasi daerah medan antena diperlihatkan pada
Gambar 2-5.
Gambar 2-5. Daerah medan antena dipole
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 6
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Sifat antena sangat sensitif terhadap benda benda disekitar medan
reaktif, khususnya logam. Sebuah logam yang berada dekat dengan antena dapat
menyebabkan perubahan sifat dasar antena. Oleh karena itu, sangatlah penting
untuk menjaga agar daerah sekitar antena bebas dari logam logam yang
menyebabkan perubahan sifat dasar antenna, sehingga antara hasil perhitungan
dan kenyataan dilapangan sedapat mungkin mendekati sama (dalam praktek tidak
pernah sama).
22..55..22 DDaaeerraahh MMeeddaann DDeekkaatt AAnntteennaa aattaauu DDaaeerraahh FFrreessnneell Daerah medan dekat atau sering disebut daerah Fresnel (Fresnel zone)
yaitu daerah sekeliling antena yang berada pada radius
2
22LR = (2.7)
Jari-jari daerah medan dekat (R2) akan besar khususnya pada antena yang
bekerja pada frekuensi yang rendah, misalnya pada radio pemancar MW yang
bekerja pada frekuensi 1 MHz. Panjang gelombang adalah 300 m. Bila panjang
antena adalah /4 (75 m), maka radius daerah medan dekat antena adalah 37,5 meter. Artinya, benda benda logam dalam radius tersebut dapat mempengaruhi
karakteristik antena. Dengan kata lain, karakteristik antena yang diukur saat itu
sudah termasuk benda benda disekitar antena. Bila antena tersebut di pindahkan
kesuatu daerah yang terbuka, maka karakteristik antena tersebut akan berubah
lagi.
22..55..33 DDaaeerraahh MMeeddaann JJaauuhh AAnntteennaa aattaauu DDaaeerraahh FFrraauunnhhooffeerr Daerah medan jauh sering juga disebut daerah Fraunhofer (Fraunhofer
zone). Daerah medan jauh adalah daerah yang diharapkan dalam aplikasi.
Diharapkan bahwa radiasi dari antena dapat menjangkau jarak yang sangat jauh,
sebagaimana yang menjadi tujuan telekomunikasi radio. Daerah medan jauh di
defenisikan dengan rumus (asumsi tidak ada pantulan)
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 7
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
23 RR > atau 2
32LR > (2.8)
22..66 PPaarraammeetteerr DDaassaarr AAnntteennaa Parameter antena digunakan untuk menggambarkan kinerja (performance)
antena tersebut. Beberapa parameter dasar antena didefenisikan dalam bab ini
sesuai standarisasi yang ditetapkan oleh IEEE Standard Definitions of Term for
Antennas. (IEEE Std 145-1983).
22..66..11 PPoollaa RRaaddiiaassii ((RRaaddiiaattiioonn PPaatttteerrnn))
Pola radiasi antena didefenisikan sebagai sebuah fungsi matematikal
atau penyajian secara grafis dari sifat sifat radiasi sebuah antena sebagai fungsi
dari koordinat ruang. Pola radiasi ditentukan oleh daerah medan jauh (far-field
region) dan disajikan sebagai fungsi dari koordinat sudut ruang ( dan ). Sifat-sifat radiasi termasuk didalamnya adalah rapat flux daya, intensitas radiasi, kuat
medan (field strength), direktivitas, dan polarisasi.
22..66..22 PPoollaa rraaddiiaassii IIssoottrrooppiiss,, DDiirreeccttiioonnaall ddaann OOmmnniiddiirreeccttiioonnaall
Sebuah radiator isotropis didefenisikan sebagai antena hipotetis tanpa
rugi-rugi yang mempunyai radiasi yang sama kesemua arah. Antena ini sangat
ideal dan tidak dapat direalisasikan secara fisik namun berguna dalam analisa.
Antena directional adalah sebuah antena yang mempunyai radiasi
gelombang elektromagnetik (radio) dominan dalam satu arah tertentu dan
minimum dalam arah lainnya. Sebagai contoh antena TV yang mempunyai pola
radiasi seperti pada Gambar 2.6.
Sebuah antena dengan pola radiasi omnidirectional didefenisikan sebagai
antena yang mempunyai pola radiasi kesegala arah sudut sama besar.
Sumber isotropis dapat dikategorikan sebagai antena yang mempunyai pola
radiasi omnidirectional ideal. Pada kenyataannya, pola radiasi omnidirectional
sulit untuk diwujudkan namun bisa didekati dengan antena vertikal seperti pada
Gambar 2-7.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 8
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
ddrdA sin2=
dr .sin.
Gambar 2-6. Sistem koordinat bola dan pola radiasi directional.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 9
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Gambar 2-7. Pola radiasi antena vetikal
Pola radiasi antena digambarkan dalam bentuk tiga dimensi dengan pola
medan bidang E dan H yang saling tegak lurus satu sama lain. Bidang E (E-
plane) didefenisikan sebagai sebuah bidang yang berisi vektor medan listrik
dalam arah maksimum radiasi, dan bidang-H didefenisikan sebagai sebuah
bidang yang berisi vektor medan magnet dalam arah maksimum radiasi.
Gambar 2-8 memperlihatkan pola radiasi tiga dimensi antena Yagi 5-elemen
dengan menggunakan software MMANA-GAL. Software ini dapat di download di
internet dengan gratis
Distribusi arus dalam elemen antena
(a
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujun )
g Pandang 10
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Pola radiasi antenna dalam 3 dimensi. Pola radiasi menggambarkan distribusi daya ditiap sudut ruang
z
Back-lobe
Major lobe Side-lobe
(b)
Major-lobe
Side-lobe
Minor-lobe
Back-lobe
Gambar2-8(a). Distribusi arus pada tiap elemen antena dan (b) pola radiasi antena
Yagi 5-elemen hasil simulasi dengan menggunakan software MMANA-GAL
dalam tampilan tiga dimensi dan (c) dalam dua dimensi
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 11
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
komunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 12
22..77 LLoobbee lloobbee PPaaddaa PPoollaa RRaaddiiaassii ((RRaaddiiaattiioonn PPaatttteerrnn LLoobbeess)) Pola radiasi antena menghasilkan pola yang unik pada setiap sudut ruang.
Pola radiasi antena membentuk pola pancar berbentuk kuping (lobe) kearah
depan, sisi samping dan belakang antena directional. Lobe pada pola radiasi
antena dibedakan atas tiga bagian yaitu: berkas pancar utama (major lobe), dan
berkas pancar kecil (minor-lobe). Minor lobe terdiri dari back-lobe dan side-lobe.
Back lobe adalah berkas pancar antena kearah belakang antena dan side-lobe
untuk berkas pancar ke arah sisi samping antena (dalam 3 dimensi).
Pada Gambar 2-9, pola radiasi antena digambarkan dalam kordinat ruang
(a) dan pada bagian (b) digambarkan dalam bentuk rectangular. Pola radiasi dapat
dinyatakan dalam bentuk:
a. diagram medan, (listrik dan magnet)
b. diagram daya, (P, U) atau
c. diagram fasa.
Teknik Tele
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
(b)
Gambar 2-9. Besaran yang dapat diperoleh dari pola radiasi antena.
(a). Penggambaran tiga dimensi dan (b) persegi (rectangular)
Emaks (V/m) Pmaks (dBM)
= 00 = 00
(a) (b) Gambar 2-10 (a) Penggambaran pola radiasi medan listrik antenna dan
(b) pola radiasi daya antena dalam bentuk dua dimensi
Wmaks (dBm) W (dB)
= 00 = 000
log10=
=
WW
W
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 13
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
(a) (b)
Gambar 2-11 (a) Pola radiasi dengan besaran daya absolute (dBm) dan
(b) pola radiasi dengan besaran daya relative (dB)
Menurut skala, diagram arah (pola radiasi) antena dapat ditampilkan dalam
bentuk diagram:
a. diagram absolute ( dalam besarannya, daya atau intensitas )
b. diagram relative (diukur terhadap referensi tertentu) atau
c. diagram normal (dibandingkan terhadap level maksimum)
Pola radiasi dari intensitas medan listrik mengacu pada tiga komponen yaitu:
1. Komponen dari medan listrik adalah sebuah fungsi dari sudut dan atau E(,) dengan satuan (V/m).
2. Komponen dari medan listrik adalah sebuah fungsi dari sudut dan atau E(,) dengan satuan (V/m).
3. Fasa dari medan adalah adalah sebuah fungsi dari sudut dan atau (,) dan (,) dalam satuan (radian atau derajat).
Bila medan listrik dibandingkan terhadap nilai maksimumnya maka akan
diperoleh sebuah pola radiasi medan dinormalisasi (normalized field pattern).
Pola medan dinormalisasi sangat bermanfaat dalam menggambarkan pola radiasi
sebuah antena diatas kertas diagram arah. Pola radiasi medan ternormalisasi untuk
komponen dari medan listrik secara matematis dapat dinyatakan sebagai :
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 14
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
( ) ( )( )max,,,
EEE n = (tanpa dimensi) (2.9)
Hal sama pada penggambaran pola radiasi antena berdasarkan penerimaan
daya. Umumnya, pola radiasi dinyatakan dalam besaran dinormalisasi, nilai
maksimum 1 atau 0 dB. Besarnya level daya yang diterima pada setiap sudut
pengukuran dinormalkan terhadap level daya maksimum. Level daya yang
dinormalisasi dapat dihitung dengan persamaan
00
log10log10=
==
WW
WWW
maksdB (2.10)
Pola radiasi sebuah antena dapat juga dinyatakan dalam besaran daya per
unit luas (power per unit area) atau Poynting vector (P), diukur pada jarak tetap
dari antena (r tetap). Secara matematis dinyatakan sebagai
( ) ( )( )max,,,
PPWn = (tanpa dimensi) (2.11)
dimana: ( ) = ,P Poynting vector = ( )[ ] 022 /, ZEE + , (W/m2) ( ) =max,P nilai maksimum dari ( ) ,P , dalam satuan (W/m2) Z0 = impedansi intrinsic ruang bebas = 120. ()
Untuk memperlihatkan main-lobe dan minor-lobe secara detail, maka
besaran pada pola radiasi sering dinyatakan dalam skala decibel yang dinyatakan
dengan:
( )( ) ( )( ) ,log20, EE dB = (2.12)
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 15
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
atau ( )( ) ( )( ) ,log10, ndBn PP = (2.13)
Walaupun karakteristik radiasi sebuah antena dalam bentuk pola radiasi
tiga dimensi (Gambar 2-8b), tetapi untuk perhitungan praktis beberapa pola
radiasi umumnya yang digunakan adalah bentuk dua dimensi.
z
x y
Tampilan 3-dimensi
y
z
Tampak depan dilihat dari sumbu-x
Teknik Telekomunikasi Politeknik Ne
geri Ujung Pandang 16
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
z
x
Letak antena
Dilihat dari sumbu -y
Gambar 2-12 Gambar pola radiasi antenna dipole /2 dalam bentuk dua dan tiga dimensi.
22..88 PPoollaarriissaassii AAnntteennaa
Salah satu parameter dasar antena yang penting adalah polarisasi. Polarisasi antena mengikuti arah vektor medan listrik (E ) antena terhadap bidang
tanah. Sejauh ini, dikenal beberapa polarisasi antena yaitu:
1. Polarisasi linier (linier polarization)
2. Polarisasi elips (elliptical polarization)
3. Polarisasi melingkar (Circular Polarization)
2.8.1 Polarisasi Linier
Sebuah gelombang fungsi waktu dan posisi medan listrik disebut
berpolarisasi linier (lihat Gambar 2-12a) jika dalam arah rambatannya disepanjang
sumbu z positif (keluar dari kertas) memenuhi persamaan:
( ztEE y ) = sin2 (volt/m) (2.14)
Jika bidang tanah adalah sumbu x-z, maka polarisasi gelombang seperti
pada Gambar 2.12a adalah polarisasi vertical. Bila arah vektor medan listrik
sejajar sumbu-x, maka polarisasi gelombang tersebut adalah polarisasi horizontal.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 17
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Karena polarisasi gelombang dihasilkan dari sebuah antena, maka jenis antena
yang menghasilkannya disebut juga antena berpolarisasi vertikal atau horizontal.
Antena dipole /2 dapat menghasilkan polarisasi medan listrik vertikal atau polarisasi horizontal, tergantung bagaimana antena tersebut diletakkan diatas
bidang tanah. Gambar 2-13 memperlihatkan sebuah antenna dipole /2 dengan polarisasi gelombang yang dihasilkannya.
Gambar 2-13 Polarisasi gelombang elektromagnetik
x
y
z
Arah rambatan
Ex
Bidang tanah (x-z)
y
x
z(out)
E1
x
y
z
y
xz
Bidang y-z
Arah rambatan (x-z)
Bidang x-z
E2
Polarisasi horisontal
Polarisasi vertikal
Gambar 2-14. Penentuan polarisasi gelombang dari sebuah antena dipole /2
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 18
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
2.8.2 Polarisasi Elips (Elliptical Polarization)
Bila medan listrik adalah sebuah gelombang yang merambat dalam arah z
positif, mempunyai komponen medan dalam arah x dan y seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.13b, maka polarisasi gelombang disebut
berpolarisasi elips (elliptical polarization). Vektor E akan berputar sebagai fungsi
dari waktu disepanjang arah rambatan (serah sumbu-z).
Perbandingan antara major axis terhadap minor axis disebut axial ratio
(AR). Dari Gambar 2-13b, gelombang tersebut mempunyai AR = E2/E1. Bila
antena dengan polarisasi elips dimiringkan dengan sudut kemiringan , maka polarisasi gelombang akan mengalami perubahan seperti pada Gambar 2-15.
Axial ratio (AR) untuk polarisasi elips yang dimiringkan sebagaimana
yang diperlihatkan pada Gambar 2-14 adalah
OBOAAR = ( 1 AR ) (2.15)
Gambar 2-15 Polarisasi elips yang dimiringkan
Komponen medan listrik dalam arah x (Ex) dan y (Ey) dinyatakan dengan
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 19
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
( ztEEx ) = sin1 (2.16) ( ) += ztEE y sin2 (2.17)
dimana: E1 = amplitudo gelombang polarisasi linier dalam arah x
E2 = amplitudo gelombang polarisasi linier dalam arah y
= sudut fasa-waktu (time-phase angle) antara Ey dan Ex Dengan menggabung persamaan (2.16) dan (2.17) diperoleh vektor medan
E total sesaat:
E ( ) ( ) ++= ztEyztEx sinsin 21 (2.18)
Pada z = 0, tEEx sin1= dan ( ) += tEE y sin2 . Bila vektor satuan medan Ey diuraikan akan diperoleh:
( ) sincoscossin2 ttEE y += (2.19)
Dari hubungan Ex dan E1 diperoleh bahwa:
1sin EEt x= (2.20) dan ( )211cos EEt x= (2.21)
Sedemikian sehingga persamaan (2.19) dapat ditulis ulang menjadi
222
2
212
1
2
sincos2 =+
EE
EEEE
EE yyxx (2.22)
atau 122 =+ yyxx cEEbEaE (2.23)
dimana 221 sin1
Ea =
2
21 sincos2
EEb = dan 222 sin
1E
c = E
Persamaan (2.23) menggambarkan polarisasi elips pada Gambar 2-15.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 20
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
2.8.3 Polarisasi Melingkar (Circular Polarization)
Bila E1 = 0, polarisasi gelombang akan linier dalam arah y. Untuk E2 = 0,
polarisasi gelombang akan linier dalam arah x. Jika 0= dan 21 EE = , polarisasi gelombang akan linier juga tetapi pada bidang sudut 450 terhadap
sumbu x ( 045= ). Untuk 21 EE = dan 090= , polarisasi gelombang akan melingkar (circular polarization). Bila 090+= polarisasi gelombang melingkar putar kiri (left-circularly polarized) dan jika 090= polarisasi gelombang melingkar putar kanan. Untuk polarisasi melingkar, AR = 1. Gambar 12.c memperlihatkan
polarisasi gelombang melingkar. Gelombang merambat meninggal bidang kertas
menuju ke arah pembaca (z positif).
22..99 SSuudduutt RRuuaanngg ((BBeeaamm aarreeaa oorr ssoolliidd aannggllee))
Total sudut dalam satu lingkaran adalah 2 rad (atau 3600) dan keliling lingkaran adalah 2r. Luas A sebuah permukaan pada sebuah bola dilihat dari pusat bola disebut sudut ruang (solid angle) , . Luas diferensial, dA, dipermukaan bola dinyatakan sebagai
( )( ) === drddrrddrdA 22 sinsin (2.24)
dimana d = sudut ruang dari bola terhadap luas dA
Luas bola = [ ] == 0
20
22 4cos2.sin2 rrdr (2.25)
Dimana 4 = sudut ruang sebuah bola. 1 steradian = 1 sr = (sudut ruang bola)/ (4)
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 21
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
= 1 rad2 = ( ) 8064,3282deg180 22 = deg2 Karena itu,
4 stereadian = 3282,8064 x 4 = 41.252,96 41.253 deg2 (deg =degree = derajat)
= sudut ruang dalam bola.
Luas berkas atau sudut ruang berkas (beam solid angle) A untuk sebuah antena adalah merupakan integral dari pola daya ternormalisasi pada bola (4.sr) atau
2, rALuas =
3rArea =
sr.1
Gambar 2-16. Konsep radian dan steradian
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 22
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
( ) = dPnA 20 0
, (sr=steradian) (2.26)
Dimana HP dan HP adalah sudut dari lebar berkas setengah daya (HPBW=half-power beam width). HPBW adalah sudut dimana daya turun
setengah ( -3 dB) terhadap level daya maksimum.
Sudut ruang ekivalen A Sudut ruang dapat juga dihitung dengan rumus pendekatan menggunakan titik sudut setengah saya (half-power) dari main lobe sebagai HPHPA (2.27)
Half-power beam width HPPola aktual dari luas berkas A
2.10 Intensitas Radiasi (Radiation Intensity) Daya yang di radiasi dari sebuah antena per satuan sudut ruang di sebut intensitas radiasi , U (watt per steradian atau per derajat kuadrat).
2rPU r = (watt/rad2) (2.28)
22..1111 DDiirreekkttiivviittaass ((DDiirreeccttiivviittyy)) Direktivitas didefenisikan sebagai perbandingan intensitas radasi
maksimum terhadap intensitas radiasi rata-rata dari sebuah antena. Bila
persamaan intensitas medan dari antenna diketahui, maka direktivitas dapat
dilakukan dengan persamaan (2.29). Perhitungan dengan menggunakan
persamaan (2.29) sering disebut perhitungan eksak.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 23
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
2
max
rataUUD = (tanpa satuan, biasanya dinyatakan dalam dB) (2.29)
Bila persamaan intensitas medan tidak diketahui namun pola radiasi antena
diketahui, maka direktivitas antena dapat dihitung dengan menggunakan rumus
pendekatan Kraus seperti pada (2.30).
00253.414
HPHP
D (2.30)
dimana HP dan HP adalah sudut dimana daya turun setengah (half power beamwidth).
Contoh-1:.
Diketahui: } 20 20cos = mUU U = 0 untuk dan lainnya.
Maka direktivitas antena tersebut berdasarkan perhitungan eksak adalah
( ) ==2
0
2
0
2
0
2
0
cos.cos...sin.cos
ddUddUW mm
] 202
0
2cos21
= mUW
mUW = ,
dimana W = 4.U0, sehingga direktivitas adalah
44
0
===
UUD m
atau 64log10 ==D dB
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 24
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa antenna dengan persamaan
intensitas medan } 20 20cos = mUU memiliki tingkat keterarahan atau direktivitas 4 kali terhadap antena isotropis dalam arah sudut ruang yang dibatasi
oleh sudut 20 dan 20 .
Ant-1
Ant-2
Gambar 2.-16. Ilustrasi efek direktivitas dua antena yang berbeda
Dari Gambar 2-16 dapat dijelaskan dalam ilustrasi berikut: Asumsi bahwa
efisiensi antena adalah 100%. Kemudian dua buah antena mempunyai direktivitas
masing masing 1 dan 10 dicatu dengan daya sebesar WT. Pada jarak r dari
kedua antena tersebut dilakukan pengukuran level daya yang diterima.
Mula-mula akan diukur besarnya level daya yang diterima oleh pancaran
dari antena-1 pada titik pengukuran. Misalkan level daya yang diterima adalah
sebesar Wr. Kemudian antena-1 diganti dengan antena-2 (D = 10) dan diukur level
daya yang diterima. Hasil menunjukkan bahwa maka besarnya level daya yang
diterima naik sebesar 10 kali daya yang diterima bila antena-1 yang digunakan
(10WR). Artinya, direktivitas antena-2 adalah 10 kali antena-1.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 25
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Contoh-2:
Asumsi, sebuah antena pada berkas pancar utama (main lobe) mempunyai
half-power beamwidth (HPBW) = = 200. Dengan rumus pendekatan Kraus diperoleh direktivitas antena tersebut sebesar:
( )( )( ) ( ) 13,103
2020253.41253.414
00
2
00
2
===derajatderajat
srsrD
HPHPA
atau
13,2013,103log10 ==D dB
22..1122 PPeenngguuaattaann AAnntteennaa ((AAnntteennnnaa GGaaiinn)) Gain dari sebuah antena didefenisikan sebagai perbandingan antara rapat
daya radiasi S(r,,) antenna tersebut dalam arah dan terhadap rapat daya radiasi dari sumber iotropis S(r) pada jarak r yang sama:
( ) ( )( )rSrSG
o
,,, = (2.31)
dimana: in
radinrad P
PPP == (2.32)
= efisiensi antena ( 0 1 ).
Gambar 2.17. Daya daya dalam antenna
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 26
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Daya yang diberikan ke ntenna (Pin) sebagian akan diradiasikan ke ruang
bebas (Prad), sebagian dipantulkan kembali (Pref), dan sebagian hilang dalam
bentuk rugi-rugi ohmis (PRL). Daya rugi-rugi dan daya radiasi didefenisikan
sebagai
lloss RIP2
21= (2.33)
arad RIP2
21= (2.34)
Dalam hubungannya dengan rugi-rugi pada antenna, maka Gain di
defenisikan sebagai
( ) ( )
radrad
in
rad
PddP
dPddPG == 44
, (2.35)
( ) ( ) ,., DG = (2.36)
Contoh-3:
Sebuah ntenna mempunyai resistansi input 50 ohm mempunyai
resistansi radiasi 40 ohm dan resitansi rugi-rugi ohmis 10 ohm. Bila arus rata-rata
yang masuk kedalam ntenna adalah 0,1 A dan direktivitas ntenna adalah 2.
Hitunglah Gain ntenna tersebut.
Solusi:
Diketahui: RT = 50 ohm, Rl = 10 ohm, dan Ra = 40 ohm.
I = 0,1 Ampere
D = 2
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 27
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Daya input, ( ) WRIP Tin 25,0501,021
21 22 ===
Disipasi daya yang diserap oleh ntenna (rugi-rugi)
( ) WRIP lloss 05,0101,021
21 22 ===
Daya yang di radiasikan oleh ntenna ke ruang bebas
( ) WRIP arad 2,0401,021
21 22 ===
Bila direktivitas D0 = 2, maka :
( ) 6,1225,02,0
0 =
=
== D
PPDG
in
rad
Atau ( ) 04,26,1log10 ==G dB
22..1133 LLuuaassaann AAnntteennaa ((AAnntteennnnaa AAppeerrttuurree))
Aperture atau luasan sebuah antena adalah daerah tangkapan energi sebuah antena terhadap gelombang radio yang melintasinya. Aperture antena
diukur dalam satuan panjang gelombang dan tidak sama dengan luas fisik antena.
Luas fisik sebuah antena dapat saja berubah bila dimensi bahan antena berubah,
namun eperture antena tersebut tetap.
Antena dapat dianggap sebagai sebuah penampang konduktor yang
mempunyai luas fisik dan luas listrik. Analisa antena sebagai sebuah luasan sangat
membantu dalam memahami karakteristik antena. Konsep ini memberi pandangan
bahwa sebuah antena dapat dianggap sebagai luasan pengumpul gelombang
radio (collector aperture), atau sebagai luasan pemantul (scattering aperture)
atau sebagai resonator yang beresonansi pada frekuensi kerja tertentu.
Pemahaman bahwa antena dapat dilihat sebagai sebuah luasan, menjadi
prinsip kerja antena pemantul parabola, antena Horn (Dr. A. Balanis) dan antena
Yagi.
Untuk memahami konsep ini, marilah kita amati sebuah antena Horn yang
kita tempatkan sebagai antena penerima. Asumsi bahwa gelombang radio
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 28
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
melintasi permukaan antena Horn. Rapat daya pada mulut antena Horn adalah
( )P (W/m2). Jika luas fisik mulut corong (Horn ) adalah A, maka daya dari gelombang radio yang dapat ditangkapdari permukaan corong adalah:
APW .= (watt) (2.37)
Daya yang diserap oleh antenna Horn, sebagian hilang sebagai panas,
sebagian dipancarkan kembali (reradiation) dan selebihnya dimanfaatkan untuk
diteruskan ke receiver untuk diproses. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka
aperture dibedakan menjadi: aperture efektif, aperture pengumpul, eperture
hambur, aperture fisik dan rugi-rugi.
E
H
x
y
z
Rdio Penerima
AP
Antena Horn
Gambar 2.16. Rapat daya pada mulut antena corong (Horn)
Dengan menggunakan persamaan (2.38), maka dapat dihitung besarnya
luas tangkapan (aperture) antena sebesar::
PWA = (m2) (2.38)
dimana: A = luas tangkapan antena (aperture) dalam satuan m2
W = daya dari gelombang radio yang diterima dalam satuan Watt
P = rapat daya gelombang radio yang melintasi antena dalam satuan
W/m2.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 29
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
22..1133..11 AAppeerrttuurree EEffeekkttiiff Aperture efektif sebuah antena menyatakan luas tangkapan efektif dari
antena tersebut. Untuk memahami pengertian ini, maka marilah kita menganalisa
sebuah rangkaian ekivalen dari sebuah antena sebagaimana yang diperlihatkan
pada Gambar 2.17.
Misalkan diterminal keluaran antena dikoneksikan dengan sebuah beban
dengan impedansi terminal sebesar ZT. Jika Impedansi antena adalah AZ , maka
besarnya arus yang mengalir dalam rangkaian adalah
TA ZZ
VI += (A) (2.39)
dimana TTT jXRZ += (2.40) AAA jXRZ += (2.41) LrA RRR += (2.42) dan
RA = tahanan antena
Rr = tahanan pancar antena
RL = tahanan rugi-rugi antena atau tahanan ohmic antenna
Gambar.2.17. Rangkaian ekivalen antena dengan beban ZT.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 30
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Dengan mensubtitusi persamaan (2.40), (2.41) dan (2.42) kedalam (2.39)
maka diperoleh besarnya arus yang mengalir dalam rangkaian sebesar
( ) ( )22 TATLr XXRRRVI
++++= (A) (2.43)
Daya total yang diterima oleh antena sebesar
( ) ( )TATLrr
XXRRRRVW ++++= 2
2
(Watt) (2.44)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.44) ke dalam (2.28) diperoleh luas antena
menjadi
( ) ( )TATLrr
XXRRRRV
PPWA ++++== 2
2
.1 (m2) (2.45)
Luas aperture efektif dicapai bila XA = -XT dan RA = RT. Keadaan ini
disebut impedansi terminal dan impedansi antena konjugat kompleks satu sama
lain ( )*TA ZZ = . Sedemikian sehingga RA = RT dan XA = -XT.. Luas aperture efektif antena menjadi
( )LRe RRPVA += .4
2
(m2 atau 2) (2.46)
Luas efektif maksimum akan dicapai bila RL = 0. Situasi dimana rugi-rugi
ohmik bahan antena (RL = 0) dalam praktek sering sulit dicapai. Dari (2.46) untuk
RL = 0, diperoleg luas efektif maksimum sebesar
L
em RPVA
4
2
= (m2 atau 2) (2.47)
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 31
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Perbandingan luas aperture efektif terhadap luas aperture efektif maksimum
disebut effective ratio dengan notasi
em
e
AA= , 0 1 (tanpa satuan) (2.48)
22..1133..22 LLuuaass RRuuggii--rruuggii ((LLoossss aappeerrttuurree)) Rugi-rugi daya yang hilang sebagai panas didalam antena disebut rugi-rugi
luas tangkapan antena atau loss aperture. Besarnya rugi-rugi daya yang hilang
menjadi panas dinyatakan dengan persamaan
LL RIW2= (W) (2.49)
Besarnya luas rugi-rugi daya pada antena dinyatakan dengan persamaan
( ) ([ ])2222
TATLr
LLL
XXRRRPRV
PRIA ++++== (m
2) (2.50)
22..1133..33 LLuuaass HHaammbbuurr ((ssccaatttteerriinngg aappeerrttuurree)) Energi gelombang radio yang tiba di antena, sebagian akan diradiasikan
kembali (reradiation) ke ruang bebas. Hamburan (scattering) daya dari antena
tersebut terjadi ketika antena beresonansi terhadap frekuensi gelombamng radio
yang di tangkapnya atau ketika antenna memantulkan secara total energi yang
tiba di antena. Hal tersebut akan menyebabkan radiasi gelombang radio dari
antena. Besarnya daya yang dihamburkan kembali dari antena sebesar
rs RIW2= (Watt) (2.51)
Besarnya luas hambur antena (scattering aperture) sebesar
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 32
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
T
s RPVA
..4
2
= , (m2) (2.52)
Luas hambur dihitung dengan asumsi RL = 0 dan ZT conjugate kompleks
dengan ZA. Bila ZT = 0, maka antena akan memantulkan secara total energi
gelombang radio yang datang kepadanya (pemantulan sempurna). Prinsip ini
kemudian dimanfaatkan untuk membuat elemen pemantul pada antena Yagi atau
pemantul parabola. Perbandingan luas apetture hambur maksimum dibandingkan
terhadap luas aperture efektif maksimum dinyatakan dengan persamaan
Asm = 4 x Aem. (m2 atau 2) (2.53)
Perbandingan aperture hambur (As) dengan aperture efektif (Ae) didefenisikan
sebagai;
=e
s
AA , 0 (tanpa satuan) (2.54)
22..1133..44.. LLuuaass PPeenngguummppuull ((CCoolllleeccttoorr aappeerrttuurree)) Jumlah semua aperture Ae, As, AL disebut aperture pengumpul atau
collector aperture. Aperture pengumpul didefenisikan dengan persamaan
( )( ) ([ ) ]222
TATLr
TLrc
XXRRRPRRRVA ++++
++= (m2 atau 2) (2.55)
Gambar-2.18 Rugi-rugi hamburan pada antenna
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 33
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
2.13.5. Luas Fisik (Phisical aperture) Luas fisik adalah luas maksimum tampak depan antena dari arah rapat
daya. Untuk antena yang menggunakan pemantul atau berupa celah (slot), luas
aperture fisis sangat menentukan, tetapi untuk beberapa jenis antena tidak ada
artinya sama sekali.
Luas aperture fisik:
LPAP = (m2 atau 2)) (2.56)
dimana: P = panjang antena
L = lebar antena
Perbandingan antara aperture efektif dengan aperture fisis disebut
absorbtion ratio (perbadingan serapan) dan dinyatakan secara matematis sebagai
p
em
AA= ; dimana 0 (2.57)
22..1133..66 LLuuaass EEffeekkttiiff ddaann HHuubbuunnggaannnnyyaa DDeennggaann DDiirreekkttiivviittaass Hubungan antara luas efektif (Aem ) dengan direktivitas (D) dinyatakan
dengan
emAD .4
2= (2.58)
Sehingga direktivitas dapat dinyatakan dengan tiga persamaan yang berbeda yaitu:
( ) ( )avav S
SU
UD maxmax ,, == (2.59)
A
D =4 (2.60)
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 34
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
dan emAD 24= (2.61)
Gain antena mempunyai keterkaitan dengan luas efektif antena yang
dinyatakan dengan
DkG .= (2.62) dimana:
em
e
AAk = (2.63)
emem
e AAAG 2
4=
eAG 24= (2.64)
22..1144 EEffiissiieennssii ddaann GGaaiinn AAnntteennaa Dari persamaan (2.46), (2.47) bila di substitusi ke persamaan (2.63)
diperoleh efisiensi antena sebagai fungsi resistansi rugi-rugi ohmik (RL):
LR
R
RRRk += (2.65)
Dengan demikian diperoleh hubungan antara gain antena pada (2.62) dengan
efisiensi k pada persamaan (2.65)
DRR
RGLR
R
+= (2.66)
Arti fisis dari persamaan (2.66) menjelaskan bahwa gain antena akan sama
dengan direktivitas antena bila rugi-rugi ohmik dalam konduktor antena (RL) sama
dengan nol. Rangkuman dari keseluruhan perhitungan diatas diperlihatkan dalam
Tabel-1.
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 35
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
22..1144 PPeerrssaammaaaann FFrriiiiss Perhatikan Gambar 2.20. Bila daya sebesar WT ditransmisi oleh sebuah
transmitter (pemancar), dan Gain antena pemancar sebesar GT. Pada jarak sebesar
R jauhnya dari pemancar ditempatkan sebuah receiver (penerima) dengan gain
antena penerima sebesar GR. Asumsi bahwa redaman pada saluran transmisi di
pemacar dan penerima sebesar AtT dan AtR .
Tabel-1: Luas Efektif, Direktivitas, dan Parameter untuk Dipole.
Antena Aem/ 2 D D (dB) Isotropis
79,041 =
1 0
Dipole Pendek 119,0
83 =
1,5 1,76
Dipole /2 13,0
7330 =
1,64 2,14
Besarnya rapat daya di penerima sebesar
24 RWP T= (W) (2.67)
Dengan memperhitungkan gain antena di pemancar dan penerima, maka
24 RGGWP RTT= (2.68)
Sekarang, besarnya daya yang di penerima oleh antenna dengan luas efektif
sebesar Aer
R
AGPAPW erTTerR 4. == (W) (2.69)
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 36
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Dari persamaan (2.64), diperoleh gain antena pemancar sebesar:
24 et
tA
G = (2.70)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.53) ke dalam (2.52) diperoleh
22. RAAWW eretTR = (W) (2.71)
dimana: Aet = luas efektif antena transmitter
Aer = luas efektif antena receiver
R = jarak anatar transmitter dan receiver
= panjang gelombang sinyal yang ditransmisi.
Dengan membandingkan antara daya yang diterima (WR) di penerima dan
daya yang dipancarkan (WT) akan diperoleh besarnya redaman ruang bebas
(free space loss=FSL) antara stassiun pemancar dan stasiun penerima.
FSL = 22RAA
WW eret
T
R = (2.72)
Bila antena yang digunakan adalah antena isotropis dengan luas efektif (1/4), maka persamaan (2.72) menjadi
FSL = ( ) ( )2222 41
41
RR = (2.73)
Bila dinyatakan dalam satuan decibel, maka FSL menjadi
( ) ( ) ( ) log20log204log200 = RFSL
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 37
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
atau ( ) ( )MHzKm fRFSL log20log205,32 = (2.74)
Karena redaman bersifat negative, maka tanda (-) pada persamaan (2.74) tidak
ditulis lagi, dan persamaan (2.74) menjadi
( ) ( )MHzKm fRFSL log20log205,32 ++= (2.75) Persamaan (2.75) dikenal sebagai rumus transmisi Friis.
Gambar 2.19 Ilustrasi redaman pada ruang bebas
Gambar 2.20. Blok diagram pengukuran Free space loss (FSL)
Rumus transmisi Friis sangat berguna dalam perencanaan jaringan radio
(radio-link) dalam hubungan titik ke titik (point-to-point) seperti jaringan
terrestrial. Ketika jaringan telepon sellular berkembangan, persamaan redaman
ruang bebas Friis mendapat koreksi dari beberapa peneliti seperti oleh Okumura
dan Hatta yang kemudian popular disebut persamaan redaman ruang bebas
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 38
-
Antena dan Propagasi Gelombang Radio Sulwan Dase
Okumura-Hatta. Persamaan ini digunakan untuk menganalisis redaman ruang
bebas antara BTS (base transceiver station) dan stasiun bergerak (mobile station)
dalam hal ini pengguna ponsel yang sedang bergerak.
Contoh-4:
Hitunglah redaman ruang bebas antara stasiun pemancar dan penerima
yang berjarak 10 Km. Jika frekuensi kerja 430 MHz, redaman kabel di pemancar
dan penerima sebesar 0,03 dB/m, dan Gain antena pancar dan penerima sebesar
GT = 10 dB, GR = 10 dB. Tinggi antena masing masin 20 meter dari permukaan
tanah. Misalkan bahwa panjang kabel masing-masing adalah 30 meter, maka
hitunglah:
1. Radaman ruang bebas (FSL)
2. Daya yang diterima diterminal input penerima bila daya pancar 1 watt.
Solusi:
1. FSL = 32,5 + 20log (f)MHz + 20log(R)Km
FSL = 32,5 + 20 log (430) + 20 log (10)
FSL = 105,169 dB
2. WR = (WT)dBm + (GT)dB + (GR)dB FSLdB (ALT)dB (ALR)dB (dBm)
WR = (30)dBm + (10)dB + (10)dB (105,169)dB (30x0,03)dB (30x0,03)dBWR = -56,969 dBm atau WR = 2 nW
Catatan: Pada beberapa literatur, jarak dinyatakan dengan notasi R atau D
(distance).
Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Ujung Pandang 39