BAB 2
description
Transcript of BAB 2
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Stress
2.1.1 Pengertian Stress
Stress menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan
bahwa stress adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap
setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stress
mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan
baik, maka ia disebut mengalami distress. Pada gejala stress, gejala yang
dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik),
tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis, tidak semua bentuk stress
mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal
tersebut dikatakan eustress.
Dadang Hawari, 2001 mengemukakan Stress adalah reaksi atau
respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental/beban
kehidupan).
Stress dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan
berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa
respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stress; konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat
stress; semua sebagai suatu system (WHO, 2003).
-
7
Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang
menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang (Soeharto Heerdjan,
1987).
Menurut Maramis, 1999 Stress adalah segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan
kita.
Menurut Suwondo, 1996 Stress adalah suatu keadaan psikologik
yang merupakan representasi dari transaksi khas dan problematik antara
seseorang dengan lingkungannya. Dengan artian stress merupakan suatu
keadaan yang timbul apabila seseorang berinteraksi dan bertransaksi
dengan situasi-situasi yang dihadapinya dengan cara-cara tertentu.
Stress is a condition in which the human system responds to
changes in its normal balanced state (Taylor, 1997:755 ).
Mc Nerney dalam Grenberg (1984), menyebutkan stress sebagai
reaksi fisik, mental, dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan
merisaukan seseorang.
Menurut Hardjana (1994) stress sebagai keadaan atau kondisi yang
tercipta bila transaksi seseorag yang mengalai stress dan hal yang dianggap
mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat
ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya
biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya.
Menurut Vincent Cornell, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht
(2000) bahwa yang dimaksud Stress adalah gangguan pada tubuh dan
-
8
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang
dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam
lingkungan tersebut.
Secara umum yang dimaksud Stress adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan
lain-lain.
Stressor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan reaksi stress, misalnya jumlah semua respons fisiologik
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.
Stressreaction acute (reaksi stress akut) adalah gangguan sementara yang
muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang
jelas, terjadi akibat stress fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya
mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping
(copingcapacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi
stress akut dan keparahannya.
2.1.2 Sumber Stress
Kondisi stress dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau
sumber, dalam istilah yang lebih umum disebut stressor. Sresor adalah
keadaan atau situasi individu yang dapat menimbulkan stress.Secara
umum stressor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stressor fisik, social, dan
psikologis.
-
9
A. Stressor Fisik
Bentuk dari stressor fisik adalah suhu (panas atau dingin),
suara bising, polusi udara, keracunan, obat-obatan bahan kimiawi.
B. Stressor Sosial
1. Stressor social, ekonomi, dan politik, misalnya tingkat inflasi yang
tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan
tekhnologi yang cepat, kejahatan.
2. Keluarga, misalnya peran seks, iri, cemburu, kematian anggota
keluarga, masalah keuangan, perbedaan gaya hidup dengan
pasangan atau anggota keluarga yang lain.
3. Jabatan dan karir, misalnya kompetisi dengan teman, hubungan
yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, pelatihan, aturan
kerja.
4. Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya harapan social
yang terlalu tinggi, pelyanan yang buruk, hubungan social yang
buruk.
C. Stressor Psikologis
Menurut Maramis (1999), ada empat stressor psikologis, yaitu:
1. Frustasi
Frustasi adalah tidak tercapainya keinginan atau tujuan karena
ada hambatan.
2. Konflik
Timbulnya karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih
macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuknya approach-
-
10
approah conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-
avoidance conflict.
3. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan
dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau
norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar
individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar di sekolah
selalu ranking satu.
4. Krisis
Krisis yaitu suatu keadaan yang mendadak, yang
menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian orang yang
disayangi, kecelakaan, dan penyakit yang harus segera di operasi.
Menurut Brench Grand (2000), stress ditinjau dari
penyababnya hanya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam
kehidupan seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan
kebangkrutan.
2. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil seperti
pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang
akan dimakan, dan antri.
2.1.3 Gejala Stress
Gejala terjadinya stress secara umum terdiri dari dua gejala, yaitu:
-
11
a. Gejala Fisik
Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress
adalah: nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual,
jantung berdebar, lelah, sukar tidur.
b. Gejala Psikis
Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah:
cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak
mampu menyelesaikan tugas, reaksi berlebih terhadap hal sepele, daya
kemampuan berkurang, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain,
dan emosi tidak terkendali.
2.1.4 Tingkatan Respon terhadap Stress
Sebenarnya stress tidak selalu bersifat negative Hans Selya (dalam
Glrdano, 1990) membagi stress menjadi tiga, yaitu:
a. Eustress
Eustress adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa
bahagia, senang, menantang, dan menggairahkan. Dalam hal ini,
tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau
kondisi ketika menghadapi perkawinan.
b. Distress
Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan
sehingga tidak mampu lagi diatasi.
-
12
c. Optimal stress
Optimal stress atau neustress adalah stress yang berada antara
eustress dan distress, merupakan respon stress yang menekan namun
masih seimbang sehingga seseorang merasa tertantang untuk
menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah dan berani
bersaing.
Menurut prosesnya setiap orang dalam menghadapi stress memiliki
respon yang berbeda-beda, tapi secara umum respon terhadap stress
memiliki beberapa tingkat, yaitu:
a. Tingkat Peringatan
Setalah mengetahui ada stress, tubuh akan segera bereaksi.
Kecepatan tubuh dalam bereaksi dikenal sebagai alarm stage.Apabila
ada rasa takut atau cemas atau khawatir, maka badan mengeluarkan
adrenalin, hormone yang mempercepat katabolisme untuk persiapan
menghadapi bahaya yang mengancam. Ditandai dengan denyut jantung
bertambah cepat dan otot berkontraksi.
b. Tingkat Resistensi
Pada tingkat ini individu berada pada mekanisme bertahan biasa
disebut Coping mechanism. Coping berarti kegiatan unutuk mengatasi
masalah, misalnya rasa kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak
senang diatasi dengan sikap ramah.
c. Tingkat Ketelitian (Exhausted)
Jika stress berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga, tubuh
tidak lagi mempunyai senjata untuk melawan stress. Fisik dan pikiran
-
13
sudah lelah, sehingga tidak tahan membendung stress. Pada keadaan
ini orang biasanya jatuh sakit. Gejalanya psikosomatis, antara lain
gangguan pencernaan, mual, muntah, diare, gatal-gatal, dan berbagai
bentuk gangguan lain.
Menurut Stuart dan Sudden (1998) tingkat stress dibagi menjadi
tiga yaitu:
a. Stress Ringan
Pada tingkat stress ini, sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan
bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang terjadi.
b. Stress Sedang
Pada stress tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat
ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya.
c. Stress Berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi stress, individu tersebut mencoba
memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
pengarahan.
2.1.5 Tahapan Stress
Tahapan stress menurut Van Amberg (dalam Hawari, 1996)
memiliki enam tahapan, yaitu:
-
14
a. Stress Tingkat I (Satu)
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
2. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya
3. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya,
namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stress Tingkat II (Dua)
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula menyenangkan
sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan
timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang
tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk
beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang
cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi
yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan
adalah sebagai berikut:
1. Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa
segar.
2. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
3. Lekas merasa lelah menjelang sore hari.
4. Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel
discomfort).
5. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
6. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
-
15
7. Tidak bisa santai.
c. Stress Tingkat III (Tiga)
Pada tahap ini keluhan keletihan semakin tampak disertai gejala
sebagai berikut:
1. Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan
maag(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare)
2. Ketegangan otot-otot semakin terasa
3. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat
4. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai
masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam
dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu
pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late
insomnia).
5. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa
mau pingsan).
6. Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada
dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stress
hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk
beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami
deficit.
d. Stress Tingkat IV (Empat)
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk,
ditandai dengan gejala berikut:
-
16
1. Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari
2. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
3. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)
4. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-
hari
5. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan
6. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun tajam
7. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stress Tingkat V (Lima)
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahap
IV, dengan gejala sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical
dan psychological exhaustion)
2. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
yang ringan dan sederhana
3. Gangguan sistem pencernaan semakin berat
(gastrointestinaldisorder)
4. Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panic
-
17
f. Stress Tingkat VI (Enam)
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang
orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang dibawa ke Unit
Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan
karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress
tahap VI ini adalah sebagai berikut:
1. Debaran jantung amat keras
2. Susah bernapas (sesak dan megap-megap)
3. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
4. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
5. Pingsan atau kolaps (collapse)
2.1.6 Pengukuran Tingkat Stress
Tingkatan stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya
stress yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stress ini
diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS
42) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The
Depression AnxietyStress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item.DASS
adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status
emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stress. DASS 42 dibentuk
tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status
emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman,
pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status
-
18
emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stress. DASS
dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan
penelitian.
Tingkatan stress pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang,
berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety
Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item yang dibentuk untuk mengukur
status emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stress. Untuk
mengukur tingkat stress terdapat 14 item pernyataan dalam DASS. Jumlah
skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-14 (normal); 15-18
(ringan); 19-25 (sedang); 26-33 (berat); >34 (Sangat berat) (Al Zahem,
2010)
-
19
Tabel 2.1 Kuesioner Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale
42 (DASS)
No PERNYATAAN 0 1 2 3
1 Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal sepele.
2 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
3 Saya merasa sulit untuk bersantai.
4 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.
5 Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa cemas.
6 Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika mengalami
penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu).
7 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
8 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
9 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
10 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya kesal.
11 Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap hal yang
sedang saya lakukan.
12 Saya sedang merasa gelisah.
13 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi saya untuk
menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
14 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.
(Al Zahem, 2010)
2.1.7 Reaksi Tubuh terhadap Stress
Menurut Dadang Hawari (2001) dapat mengenai hamper semua
system tubuh, seperti berikut:
a. Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami
perubahan warna menjadi kecokelat-cokelatan serta kusam. Rambut
memutih terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan
rambut.
-
20
b. Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya membaca tidak
jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata
mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus
lensa mata.
c. Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging
(tinnitus).
d. Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.
e. Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stress nampak tegang, dahi berkerut, mimik
nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau
tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).
f. Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan
sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar
di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa
tercekik.
g. Kulit
Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam;
pada kulit dari sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat
berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi
-
21
lebih kering. Selain itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan
penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal
dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan, juga
sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
h. Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stress dapat
terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi
penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan
dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan
otot-otot rongga dada (otot-otot antartulang iga) mengalami spasme
dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus
mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat
memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan
karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru juga mengalami spasme.
i. Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat
terganggu faalnya karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar,
pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction)
sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat.
j. Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada
sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual
dan perih, hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan
(hyperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam
-
22
istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan
pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga
yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar
atau sebaliknya sering diare.
k. Sistem Perkemihan
Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni)
dapat juga terganggu yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi
untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan
penderita kencing manis (diabetes mellitus).
l. Sistem Otot dan tulang
Stress dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada
otot dan tulang (musculoskeletal). Penderita sering mengeluh otot
terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu
keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya
rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.
Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan pegal-
linu.
m. Sistem Endokrin (hormone)
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang
mengalami stress adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita
penyakit kencing manis (diabetes mellitus), gangguan hormonal lain
misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur
dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
-
23
2.1.8 Respon Fisiologi terhadap Stress
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon
fisiologis tubuh terhadap stress: Local Adaptation Syndrome (LAS) dan
General Adaptation Syndrome (GAS).
1. Local Adaption Syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress.
Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka,
akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Karakteristik dari LAS:
a. Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua
system.
b. Respon bersifat adaptif
c. Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d. Respon bersifat restorative.
Sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan
kita sehari hari seperti yang diuraikan dibawah ini:
A. Respon Inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini
memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga
penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat
berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase:
a) Fase pertama
Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan
penyempitan pembuluh darah di tempat cedera dan secara
-
24
bersamaan teraktifasinya kinin, histamin, sel darah putih. Kinin
berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga
protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang
cedera tersebut.
b) Fase kedua
Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel
yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.
c) Fase ketiga
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
B. Respon Reflek Nyeri
Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi
tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika
bersentuhan dengan benda tajam.
1. Genereal Adaption Syndrome (GAS)
Terbagi atas tiga fase, yaitu:
a. Fase Alarm (Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis fight or flight
dan reaksi fisiologis. Tanda fisik: curah jantung meningkat, peredaran
darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala
dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress
memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh
menurun.
-
25
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari
tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya
volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi.
Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang
bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi,
teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut
jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan
ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk
melakukan respons melawan atau menghindar. Respon ini bisa
berlangsung dari menit sampai jam. Bila stressor masih menetap maka
individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan
psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh
berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada
keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab
stress.
Bila teratasi gejala stress menurun tau normal, tubuh kembali
stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out
put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini
berhasil tubuh akan memperbaiki sel sel yang rusak. Bila gagal maka
individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu: Fase
kehabisan tenaga.
-
26
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat
tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras.
Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit
kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha
melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat
mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya
tubuh tidak mampu lagi menghadapi stress. Ketidakmampuan tubuh
untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan
berdampak pada kematian individu tersebut.
Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi
mekanisme respons stress (Papero, 1997), yaitu:
1. Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol
terhadap stressor yang mengurangi intensitas respons stress.
2. Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan
respons stress yang tidak begitu berat dibandingkan stressor yang
tidak dapat diprediksi.
3. Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi
stressor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas
respons stress.
4. Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme
mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stress
-
27
2.1.9 Manajemen stress
Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik,
bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap
yang paling berat.
Menurut Atwater (1963) cara yang dapat dilakukan untuk
menghadapi stress adalah dengan mereduksi, yaitu mengurangi tingkat
stress dan mengelolanya. Cara yang dilakukan umumnya adalah:
1. Mekanisme Pertahanan Diri (Self Defence Mechanism)
Proses psikologis yang termotivasi secara defensive. Mekanisme
pertahanan diri terjadi secara otomatis dan dilakukan secara tidak
disadari untuk menjadi cara mengurangi stress. Contoh mekanisme
pertahanan diri adalah repressi (menekan ingatan ke alam tak sadar),
rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, fantasi, dan sebagainya.
2. Mekanisme Pengendalian Diri (Coping Machanism)
Mekanisme ini merupakan cara yang digunakan untuk deradaptasi
terhadap stress. Di dalamnya mencakup kemampuan individu untuk
menghadapi stress, pengubahan tingkah laku sehingga menjadi lebih
adaptif, mengubah cara berpikir dan bertindak.
Sementara untuk mengelola stress beberapa langkah yang harus
dilakukan menurut Soewondo (1993) dan Hawari (1996) adalah sebagai
berikut:
1. Menyadari tentang adanya stress
2. Mengatur kebiasaan makan dan berolahraga
-
28
a. Makanan
Makan secara teratur mengonsumsi makanan yang bergizi
sesuai porsi. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul
kebosanan.
b. Olahraga
Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak
harus sulit. Olahraga yang sederhana sepeti jalan pagi atau lari
pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus
sampai berjam-jam.Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang
berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.
3. Mengubah Respon terhadap Stress
a. Menanggulangi dengan berbagai terapi tingkah laku seperti dengan
relaksasi, terapi fisiologis dengan biofeedback dan yoga.
b. Melakukan meditasi, pertemuan kelompok dan konseling.
4. Istirahat dan Tidur
Isirahat dan tidur merupakan obat yang terbaik dalam mengatasi
stress karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan
keletihan fisik dan kebugara tubuh. Tidur yang cukup juga dapat
memperbaiki sel-sel yang rusak. Usahakan dapat tidur 7-8 jam
semalam minimal empat malam dalam seminggu.
5. Mempersiapkan dan mengorganisasi pekerjaan dengan lebih baik.
a. Melakukan rekreasi
-
29
b. Berhenti merokok.
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi
stress karena dapat meningkatkan status kesehatan serta menjaga
ketahanan dan kekebalan tubuh.
c. Menghindari minuman keras.
Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat
mengakibatkan terjadinya stress. Dengan menghindari minuman
keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang
disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung
akohol.
6. Menjaga Berat Badan
Berat badan yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus)
merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stress. Keadaan
tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan
kekebalan tubuh terhadap stress.
7. Mengembangkan pergaulan yang sehat
Sebagai pribadi individu memerlukan orang lain untuk dapat
berbagai pikiran dan perasaan dengan seseorang yang dapat dipercaya,
perbanyak bergaul, dan jangan menarik diri.
8. Mengatur waktu dengan tepat
Pengaturan waktu antara bekerja, keluarga, rekreasi, dan ibadah
harus efisien, jangan menunda pekerjaan.
-
30
9. Rekreasi
Luangkan waktu untuk rekreasi dengan keluarga atau teman, hal
ini berguna untuk memulihkan ketahanan fisik maupun mental.
10. Mendekatkan diri kepada Tuhan
Usahakan sediakan waktu untuk mencari ketenangan melalui doa
dan shalat sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Kasih sayang dari
segi kejiwaan adalah hal yang fundamental bagi kesehatan jiwa
seseorang. Berdasarkan penelitian, kehidupan keluarga merupakan hal
yang paling dominan bagi menurunnya daya tahan seseorang terhadap
stress (80%).
2.1.10 Cara Mengatasi Stress
Menurut Zulfan Saam dan Sri Wahyuni (2012), ada beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mengatasi stress. Cara tersebut dapat dipilih
salah satu atau beberapa dari banyak cara yang ditawarkan. Cara-cara
mengatsi stress tersebut adalah:
1. Melakukan rileksasi
2. Melakukan olahrag.
3. Menjaga asupan gizi seimbang
4. Melancong atau rekreasi
5. Memancing
6. Menanam atau memelihara bunga
7. Membicarakan masalah yang dihadapi dengan orang lain atau
ahli profesional
8. Melakukan yoga
-
31
9. Membaca Al-Quran
10. Melakukan dzikir
11. Mendirikan shalat tahajut, dan
12. Menciptakan variasi kerja
2.2 Konsep Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri
(Soekidjo, N., 1993).
Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respon organism
atau seseorang terhadap ransangan dari luar subjek tersebut (Soekidjo, N.,
1993).
Ensiklopedi Anerika, perilaku diartikan sebagai aksi-reaksi
prganisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut
rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau
perilaku tertentu (Notoatmodjo, S., 1997) Menurut Gerungan (1996),
Robert Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoadmodjo, S.,
(1997), perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat
diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi
individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia
adalah makhluk hidup (Sri Kusmiyati dan Desminarti, 1990).
-
32
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung.
Menurut penulis, yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas
yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung.
2.2.2 Ciri-ciri Perilaku
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983) dalam bukunya
Pengantar Umum Psikologi, ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan
dari mahluk lain adalah kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi
pada tugas, usaha dan perjuangan, tiap individu adalah unik. Secara
singkat dapat di uraikan sebagai berikut. (Sunaryo, 2004).
a. Kepekaan sosial
Artinya kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan
perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah
makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama
dengan orang lain. Perilaku manusia adalah situasional, artinya perilaku
manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda.
b. Kelangsungan perilaku
Artinya antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku
yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan
seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara
berkesinambungan bukan secara serta merta.
-
33
c. Orientasi pada tugas
Artinya bahwa setiap perilaku manusia selalu memiliki orientasi
pada suatu tugas tertentu. Seorang mahasiswa yang rajin belajar menuntut
ilmu, orientasinya adalah untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan
tertentu. Demikian juga individu yang bekerja, berorientasi untuk
menghasilkan sesuatu.
d. Usaha perjuangan
Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan
sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak
ingin di perjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memilki cita-cita
(aspiration) yang ingin diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya
berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang sudah tersedia di alam.
e. Tiap-tiap individu adalah unik
Unik disini mengandung arti bahwa manusia yang satu berbeda
dengan manusia yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis di
muka bumi ini, walaupun ia di lahirkan kembar. Manusia mempunyai ciri-
ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian, motivasi tersendiri yang
membedakannya dari manusia lainnya. Perbedaan pengalaman yang
dialami individu pada masa silam dan cita-citanya kelak dikemudian hari,
menentukan perilaku individu di masa kini yang berbeda-beda pula.
-
34
2.2.3 Proses pembentukan perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut
Abraham Harold Maslow yang dikutip oleh Sunaryo (2004), manusia
memilki lima kebutuhan dasar, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok
utama, yaitu O2, H2O, cairan eletrolit, makanan, dan seks. Apabila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan
fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang menimbulkan sesak nafas
dan kekurangan H2O dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya :
1) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan, dan
kejahatan lain
2) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan,
dan lain-lain
3) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit
4) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :
1) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang
tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain
2) Ingin dicintai/mencintai orang lain
3) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada
d. Kebutuhan harga diri, misalnya :
1) Ingin dihargai dan menghargai orang lain
2) Adanya respek atau perhatian dari orang lain
-
35
3) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :
1) Ingin di puja atau di sanjung oleh orang lain
2) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita
3) Ingin menonjol lebih dari orang lain
2.2.4 Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu
tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:
a. Perilaku pasif (respon internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu
dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum
ada tindakan nyata. Contoh:
1) Berpikir
2) Berfantasi
3) Berangan-angan
4) Mengetahui manfaat KB, namun tidak mau menjadi akseptor
5) Menganjurkan orang lain untuk mengimunisasikan bayinya, akan
tetapi anaknya sendiri tidak diimunisasi
b. Perilaku aktif (respons eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang
dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata, contoh:
-
36
1) Seorang ibu tidak hanya menganjurkan orang lain untuk
mengimunisasikan bayinya, akan tetapi ibu tersebut membawa
bayinya ke puskesmas untuk diimunisasi
2) Seseorang menganjurkan orang lain cepat berobat bila sakit, seperti
yang ia lakukan selama ini
3) Mengerjakan soal ulangan
4) Membaca buku pelajaran (Sunaryo, 2004).
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
a. Faktor genetik atau faktor endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau
modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor
genetic berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:
1) Jenis Ras
Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda
satu dengan lainnya.
2) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara
berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Pria berperilaku atas
dasar pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar
pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria disebut
maskulin, sedangkan perilaku wanita disebut feminin.
-
37
3) Sifat Fisik
Kalau kita amati perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat
fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda
dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
4) Sifat kepribadian
Salah satu pengertian kepribadian yang dikemukakan oleh
Maramis yang dikutip oleh Sunaryo (2004) adalah keseluruhan pola
pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang
dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya. Perilaku
individu tidak ada yang sama karena karena adanya perbedaan kepribadian
yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan, seperti
pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai, dan kepercayaan yang
dianutnya.
5) Bakat pembawaan
Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta
bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.
6) Inteligensi
Menurut Terman yang dikutip dari Sunaryo (2004), inteligensi
adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Dari batasan tersebut dapat
dikatakan bahwa inteligensi sangat berpengaruh terhadap perilaku
individu.
-
38
b. Faktor Eksternal
a. Faktor lingkungan
Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada
disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Ternyata
lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karena
lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku.
b. Pendidikan
Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan
individu sejak dalam ayunan hingga liang lahat, berupa interaksi
individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun
informal. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya
melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.
c. Agama
Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk kedalam
konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara
berpikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu. Penganut
agama tertentu, akan menunjukkan perilaku berbeda dengan
penganut agama yang lain.
d. Sosial Ekonomi
Lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang
adalah lingkunga sosial. Lingkungan sosial dapat menyangkut
sosial budaya dan sosial ekonomi. Khusus menyangkut lingkungan
sosial ekonomi, sebagai contoh keluarga yang status sosial
ekonominya berkecukupan, akan mampu menyediakan segala
-
39
fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sebaliknya, keluarga yang sosial ekonominya rendah, akan
mengalami kesulitan didalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari.
e. Kebudayaan
Dalam arti sempit kebudayaan diartikan sebagai kesenian,
adat-istiadat atau peradaban manusia. Ternyata kebudayaan
manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.
2.2.6 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari
batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara
atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang
saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku
-
40
ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
(Notoatmodjo, 2003)
2.2.7 Domain Perilaku
Menurut Benyamin Bloom yang dipaparkan oleh Notoatmojo
(2003), perilaku manusia dapat di bagi kedalam tiga domain:
Gambar 2.1 Domain Perilaku Menurut Benyamin Bloom yang di
paparkan oleh Notoatmodjo (2003)
Menurut Ki Hadjar Dewantara, perilaku manusia terdiri dari cipta,
rasa, dan karsa :
Gambar 2.2 Domain perilaku menurut Ki Hadjar Dewantara
1. Cognitive domain
(ranah kognitif)
2. Affective Domain
(ranah afektif)
3. Psychomotor Domain
(ranah psikomotor) perilaku
1.Cipta (Kognisi)
2. rasa (emosi) 3. karsa (konasi) perilaku
-
41
Terbentuknya perilaku baru, khusunya pada orang dewasa dapat di
jelaskan sebagai berikut :
a. Diawali dari cognitive domain, yaitu individu tahu terlebih dahulu
terhadap stimulus berupa objek sehingga menimbulkan pengetahuan
baru pada individu.
b. Affective domain, yaitu timbul respons batin dalam bentuk sikap dari
individu terhadap objek yang di ketahuinya. Berakhir pada
psychomotor domain, yaitu objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya yang akhirnya menimbulkan respons berupa tindakan.
Cognitive Domain affective domain psychomotor domain
-
42
2.3 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Diukur
: Tidak diukur
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Hubungan Stress dengan perilaku Mahasiswa
Tingkat Tiga Program Studi DIII Keperawatan Universitas
Bondowoso Tahun Akademik 2012-2013 dalam Mengerjakan
Karya Tulis Ilmiah.
Stressor adalah faktor yang menyebabkan seseorang stress. Faktor-faktor stress yaitu:
1. Fisik: temperatur, suara, beban, sinar 2. Kimiawi: asam basa, obat-obatan, zat racun,
hormon 3. Mikrobiologi: virus, bakteri, parasit
4. Fisiologi: gangguan struktur jaringan dan organ
5. Proses perkembangan: pubertas, memasuki
usia 6. Psikis: hubungan sosial (masyarakat, budaya
atau keagamaan)
Stress pada
mahasiswa
tahun akademik
2012-2013
Ringan Sedang Berat
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku :
1. Faktor internal : Jenis ras, jenis kelamin, sifat fisik, sifat kepribadian, bakat pembawaan,
inteligensi
2. Faktor eksternal : Faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi, kebudayaan
Perilaku
mahasiswa tahun akademik 2012-
2013
Ada
hubungan
Tidak ada
hubungan
Positif Negatif
n
-
43
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber hipotesis adalah suatu
pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang
diharapkan bias menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam,
2003).
a. Jika ada hubungan antara tingkat stress dengan perilaku mahasiswa maka
dapat disimpulkan Ha atau H1
b. Jika tidak ada hubungan antara tingkat stress dengan perilaku mahasiswa
maka dapat disimpulkan H0