BAB 2

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan syaraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan syaraf tepi, kadang-kadang mengenai syaraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel syarafnya sendiri.kelumpuhan dimulai dari bagian distal ekstrimitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis) (Bahrudin M, 2013). 2.2 ETIOLOGI Etiologi yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstrimitas yang pada banyak kasus disebabkan 2

description

GBS

Transcript of BAB 2

17

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISIGuillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan syaraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan syaraf tepi, kadang-kadang mengenai syaraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel syarafnya sendiri.kelumpuhan dimulai dari bagian distal ekstrimitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis) (Bahrudin M, 2013).2.2 ETIOLOGIEtiologi yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Kondisi yang khas adalah adanya kelumpuhan yang simetris secara cepat yang terjadi pada ekstrimitas yang pada banyak kasus disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter jejuni (Bahrudin M, 2013).Lebih dari 60% kasus mempunyai faktor predisposisi atau didahului antara satu sampai beberapa minggu sebelum onset, antara lain :a. Infeksib. Vaksinasic. Diared. Kelelahane. Penyakit sistematik Keganasan Systemic Lupus Erythematosus Tiroiditis f. Penyakit Addisong. Kehamilan atau dalam masa nifash. Tindakan bedahi. Demam yang tidak terlalu tinggi (Bahrudin M, 2013).

2.3 EPIDEMIOLOGIGuillain-Barr syndrome, atau yang disebut acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP), diderita oleh satu atau dua pasien baru per 100.000 penduduk setiap tahun. Penyakit ini dapat menyerang siapa pun tanpa gejala sebelumnya dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia atau latar belakang etnis. Sekitar 50% pasien awalnya merasakan sensasi abnormal seperti kesemutan kaki atau jari, 25% awalnya mengalami kelemahan otot (misalnya kesulitan memanjat tangga, naik dari kursi dan / atau kram) dan 25% merasakan kombinasi gejala sensasi abnormal dan kelemahan. Nyeri juga merupakan gejala yang umum. Nyeri sering muncul di daerah pantat, paha, atau di bahu (Hansen M, 2010).Berdasarkan American Academy of Neurology (AAN), GBS diderita 1 sampai 4 orang per 100.000 penduduk per tahun di seluruh dunia, menyebabkan kegagalan pernafasan sehingga membutuhkan ventilasi di sekitar 25%, menyebabkan kematian 4-15%, cacat yang menetap sekitar 20%, dan kelelahan terus-menerus sebanyak 67% (AAN, 2011).GBS terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim dan frekwensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Dari literatur lain disebutkan pula bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur (Davis, 2005).Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik (Japardi I, 2002).Secara umum, rasio penderita GBS pria dan wanita adalah 1,5:1. Walaupun demikian, belum banyak data epidemiologis kasus GBS di Indonesia. Insiden terbanyak di Indonesia terjadi pada dekade pertama hingga ketiga (dibawah usia 35 tahun) dengan perbandingan yang sama antara laki laki dan perempuan. Penelitian di Bandung mengatakan perbandingan penderita GBS pria dan wanita 3:1 dengan usia rata rata 23,5 tahun (Siahaan, 2010).GBS merupakan penyakit autoimun yang menyerang susunan saraf tepi. Penyakit ini tidak menular dan belum diketahui cara pendegahannya. Hampir dua pertiga pasien memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan atau infeksi pencernaan (Siahaan, 2010).2.4 PATOFISIOLOGIMekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi (Japardi I, 2002). Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. 2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi 3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi (Japardi I, 2002)

Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus (Japardi I, 2002). Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC) (Japardi I, 2002).Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag. Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen (Japardi I, 2002).Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur (Japardi I, 2002). Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson (Japardi I, 2002).2.5 VARIASI MANIFESTASI1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN, berhubungan dengan infeksi saluran cerna karena C. jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit demielinasi. (Gorson KC dan Ropper AH, 2002)2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMSAN)Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C. jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti: GM1, GD1a, GD1b). penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralisis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan wallerian like tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun. (Gorson KC dan Ropper AH, 2002)3. Miller Fisher SyndromeVariasi dari GBS yang umum dan merupakan 5% dari semua kasus GBS. Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia, dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan. (Gorson KC dan Ropper AH, 2002)4. Chronic Inflammatory Demyelinative PolyneuropathyCIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominan dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal. (Gorson KC dan Ropper AH, 2002)5. Acute PandysautonomiaTanpa sensorik dan motorik merupakan tipe GBS yang jarang terjadi. Disfungsi dari system simpatis dan parasimpatis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salivasi dan lakrimasi juga abnormalitas dari pupil. (Gorson KC dan Ropper AH, 2002)2.6 DIAGNOSISDiagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi, dua atau tiga minggu setelah mengalami demam, disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer (Japardi I, 2002). Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif Hiporefleksi II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS:a. Ciri-ciri klinis: Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. Relatif simetris Gejala gangguan sensibilitas ringan Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala vasomotor. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosis: Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3 Varian: o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:2 Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal (Japardi I, 2002)2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LCS a. Disosiasi sitoalbumin. Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 gr/L , tanpa peningkatan dari sel < 10 limfosit/mm3. b. Hitung jenis pada panel metabolik tidak begitu bernilai. peningkatan titer dari agen seperti CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi. c. antibody glicolipid d. antibody GMI 2. EMG a. Gambaran poliradikuloneuropati b.Test elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H abnormal 3. Ro: CT atau MRI. Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati. 2.8 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 1. Polineuropati Defisiensi Vitamin Perjalanan penyakit progresif lambat (berbulan bulan), gejala sensorik yang menonjol, kelemahan otot bagian distal, jarang mengenai otot pernafasan, saraf kranialis atau saraf otonom. Pada LP tidak ada kenaikan protein liquor (Stoll, 2010).2. Miastenia Gravis Kelemahan otot terutama yang sering digunakan seperti otot bola mata, otot-otot untuk menelan, berbicara. Tidak ada keluhan sensorik. Tes prostigmin membaik. Didapatkan pembesaran tymus (Stoll, 2010). 3. Paralisis Periodic Hipokalemia Kelemahan otot pada pagi hari setelah bangun tidur. Tidak ada keluhan sensorik yang diakibatkan oleh kadar kalium serum yang rendah. Dengan infus KCl dalam larutan elektrolit akan membaik gejalanya (Stoll, 2010). 4. Transverse Myelitis Kelemahan otot terjadi setinggi lesi ke bawah dan tidak pernah mengenai otot wajah dan orofaring. Biasanya refleks menghilang bila terjadi spinal shock. Gejala sensoris biasanya segmental sesuai dengan lesi. Terjadi inkontineasia urin yang persisten. Tetapi jarang terjadi gangguan pernafasan (Mumenthaler, 2006). 5. Antibiotic Induced Paralysis Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah minum obat. Ganguan pernafasan terjadi sebelum timbulnya kelemahan otot. Juga sering terjadi ptosis dan internal ophthalmoplegia. Protein LCS biasanya normal (Mumenthaler, 2006).6. Polymyositis Sering terjadi kelemahan pada leher dan tubuh, namun tidak dijumpai adanya gangguan sensorik. Refleks biasanya normal tapi bisa sedikit menurun. Tidak ditemukannya disfungsi otonom juga jarang melibatkan saraf cranial. Sering dijumpai fenomena Raynauds dan terjadi rash. Tidak ada kenaikan protein LCS. Pada EMG ditemukan fibrilasi (Mumenthaler, 2006). 7. Vasculitis Neuropathy Terjadi demam, gejala sensoris yang terjadi asimetris begitu juga kelemahan yang terjadi asimetris. Jarang mengenai saraf cranial, tapi bila mengenai saraf tersebut biasanya asimetris. Tidak ada kenaikan protein dalam LCS (Mumenthaler, 2006). 8. Poliomyelitis Kelemahan otot tidak simetris dan sering terdapat atrofi otot. Dijumpai adanya demam tapi jarang terjadi gangguan sensorik. Pada LCS ditemukan pleositosis (Mumenthaler, 2006). 9. Rabies Ada demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral. Otot kaki lemas tetapi asimetris. Refleks pada tangan normal. Paresis bulbar tipe spasme, asimetris dan terjadi hydrophobia. Sering terjadi gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan periodic, irregular. Pada LCS ditemukan pleositosis (Mumenthaler, 2006).2.9 TERAPI Tidak ada drug of choice.Roboransia saraf parenteral Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi) (Stoll, 2010).1. Kortikosteroid Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/ tidak bermanfaatuntuk terapi GBS. 2. Plasmaparesis Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor autoantibody yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada GBS memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

3. Pengobatan imunosupresan a. Immunoglobulin IV Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/ komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0,4gr/KgBB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. b. Obat sitotoksik Pemberian obat sitotoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6 MP) Azathioprine Cyclophosphamid Efek samping dari obat obat ini adalah : alopesia ,muntah, mual, dan sakit kepala. Terapi fisik : alih baring 1. Latihan ROM dini u/ cegah kontraktur 2. hidroterapi Suportif : profilaksis DVT (heparin s.c) Analgesik Analgesik ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk meringankan nyeri ringan , namun tidak untuk nyeri yang sangat , penelitian random control trial mendukung penggunaan gabapentin atau carbamazephine pada ruang ICU pada perawan GBS fase akut. Analgesik narkotik dapat digunakan untuk nyeri dalam, namun harus melakukan monitor secara hati hati kepada efek samping denervasi otonomik. Terapi adjuvan dengan tricyclic antidepresant, tramadol, gabapentin, carbamazepine atau mexilitine dapat ditambahkan untuk penatalaknaan nyeri neuropatik jangka panjang (Stoll, 2010).2.10 PEMULIHAN 80% pasien pulih dalam waktu 6 bulan 15% pulih sempurna 65% pulih dengan defisit neurologis ringan yang tdk dipengaruhi ADL 5-10% mengalami kelemahan motorik menetap, pemulihan dapat berlangsung > 2 tahun Mortalitas 3-5% Relaps : 2-10% Perburukan: 6% menjadi CIPD (chronic inflammatory demyelinating polyradiculoneurophaty) 2.11 PROGNOSIS Faktor yang mempengaruhi buruknya prognosis : Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot Umur tua Kebutuhan dukungan ventilator Perjalanan penyakit progresif dan berat Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain: 1. pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal 2. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset 3. progresifitas penyakit lambat dan pendek 4. pada penderita berusia 30-60 tahun (Stoll, 2010). 2.12 KOMPLIKASI 1.paralisis menetap 2.gagal nafas 3. hipotensi 4.tromboembolisme 5. pneumoniae 6. aritmia jantung 7. illeus 8. aspirasi 9. retensi urin 10. problem psikiatrik GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam jangka waktu yang lama dapat sampai 3-6 tahun setelah onset penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung bertahun tahun. Baik psien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun tahun pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya (Mumenthaler, 2006).Kecacatan yang permanen terlihat pada 20%-30%, pasien dewasa, tetapi lebih sedikit pada anak anak anak. Disability yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya , misalnya pada pasien dengan ventilator (Mumenthaler, 2006)..Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20 % dari pasien dengan GBS gangguan lain yang signifikan adalah illeus dinamik, hiponatremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial (Mumenthaler, 2006).

2