BAB 2

19
2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi PPOK PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif irreversibel atau reversi PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. 4 Menurut GOLD Global !nisiative for "hroni# Obstru#tive Lung Disease PPOK adalah penyakit paru yang dapat di#egah diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan penderita. Karakteristik penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. &ambatan aliran udara ter biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulm terhadap partikel atau gas berbahaya. ' (ronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh ba kronik berdahak minimal ) bulan dalam setahun% sekurang*kurangnya dua tah berturut*turut% tidak disebabkan penyakit lainnya. 4 +mfisema adalahsuatu kelainan anatomi paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal% disertai kerusa alveoli. 4 2.2 Epidemiologi Di seluruh dunia% PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab utama kematian pada tahun ,-- . &al ini diproyeksikan men/adi penyebab uta

description

BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2BAB 2

Transcript of BAB 2

3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi PPOKPPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif irreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.4

Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease), PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan penderita. Karakteristik penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya.5

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.4

Emfisema adalah suatu kelainan anatomi paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.42.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia, PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab utama kematian pada tahun 1990. Hal ini diproyeksikan menjadi penyebab utama keempat kematian di seluruh dunia pada 2030 karena peningkatan tingkat merokok dan perubahan demografis di banyak negara.6

PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat dan beban ekonomi PPOK di AS pada tahun 2007 adalah 426 juta dollar dalam biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas.7

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.6

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyebabnya. Etiologi dari PPOK yang utama adalah emfisema, bronkitis kronis, dan perokok berat.8

Berbagai faktor resiko dari PPOK adalah :

1. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

a. Riwayat merokok

1. Perokok aktif

2. Perokok pasif

3. Mantan perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

1. Ringan : 0-200

2. Sedang : 200-600

3. Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja. Polusi udara, meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok,asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).

3. Hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus berkaitan dengan hipersekresi mukus kronik. Hipersekresi mukus kronik pada PPOK berat berhubungan dengan mortaliti dan menggambarkan peningkatan resiko infeksi lanjut. Penelitian histopatologis PPOK menunjukan keterlibatan saluran napas perifer (bronkiolus) dan parenkim paru yaitu obtruksi pada bronkiolus dan fibrosis, infiltrasi dan peningkatan makrofag dan peningkatan sel CD8 (cytotoxic) dibandingkan dengan sel CD4 (helper).9

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang.

5. Defisiensi antitripsin alfa-1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi alfa- antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif.82.4 Patogenesis dan Patologi

Penyempitan saluran nafas kecil yang irreversibel, emfisema, dan obstruksi lumen dengan sekresi mukus dapat menyebabkan hambatan aliran udara pada PPOK. Pada PPOK keterbatasan aliran udara berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas dan partikel yang berbahaya.10

Proses penyempitan saluran napas dan fibrosis, destruksi parenkim, dan hipersekresi mukus dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konsep Patogenesis PPOK.11

Perbedaan antara asma dan PPOK

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.12 Penebalan saluran napas kecil dengan peningkatan pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran napas menghambat pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan beberapa derajat penebalan dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus respiratorius. Proses patologi pada saluran napas akibat pajanan gas berbahaya akan menimbulkan perubahan fisiologis paru. Proses patologi PPOK bergantung jenis zat terinhalasi menyebabkan kerusakan tempat yang berbeda tergantung pajanan individual dan suseptibiliti terhadap kapasitas difusi karbonmonoksida, obtruksi pada bronkiolus, fibrosis, infiltrat makrofag dan limfosit.

Pada gambar 2.1 bisa dilihat perbedaan antara alveoli normal dengan alveoli pada bronkitis kronik dan emfisema.

Gambar 2.4 Perbedaan alveoli normal dengan alveoli pada bronkitis kronik dan emfisema 12

Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomi dibedakan menjadi tiga jenis emfisema:

1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.

2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.

3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveolar.42.5 Manifestasi Klinik

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap gejala yang biasa terjadi karena penuaan.

a. Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.

b. Berdahak kronik adalah berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.

c. Sesak nafas terutama saat beraktivitas, seringkali pasien telah beradaptasi dengan sesaknya sehingga tidak dikeluhkan.

Tabel 2.5 Skala sesak 4

Skala sesakKeluhan sesak berkaitan dengan aktivitas

0Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

1Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik

tangga 1 tingkat

2Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah

beberapa menit

4Sesak bila mandi atau berpakaian

Pada pasien PPOK, reseptor pada saluran napas dan kemoreseptor berkontribusi terhadap patofisiologi dispnea. Hipoksia akut atau kronik atau hiperkapnia pada PPOK juga menyebabkan dispnea tersebut. a. Kemoreseptor

Perubahan pH, pCO2, dan pO2darah arteri dapat dideteksi oleh kemoreseptor sentral dan perifer. Stimulasi reseptor ini mengakibatkan peningkatan aktivitas motorik respirasi. Aktivitas motorik respirasi ini dapat menyebabkan hiperkapnia dan hipoksia, sehingga memicu terjadinya dispnea. Menurut studi, terdapat pula peran serta kemoreseptor karotid yang langsung memberikan impuls ke korteks serebri, meskipun hal ini belum dibuktikan secara luas.13

Hiperkapnia akut yang terjadi pada seseorang sesungguhnya lebih dikaitkan terhadap ketidaknormalan keluaran saraf motorik dibanding aktivitas otot respiratorik. Hal ini disebabkan gejala umum hiperkapnia akut berupa urgensi untuk bernapas yang sangat menonjol. Sensasi ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan parsial karbondioksida pada pasien-pasien, khususnya yang mengalamiquadriplegiamaupun yang mengalami paralisis otot pernapasan. Penderita sindrom hipoventilasi sentral kongenital yang mengalami desentisasi respons ventilatorik terhadap CO2tidak merasakan sensasi sesak napas ketika penderita tersebut henti napas atau diminta untuk menghirup kembali CO2yang telah dihembuskan. Dengan kata lain,mekanismeyang turut serta dalam sensasi sesak napas ini adalahkenaikan pCO2dan penurunan pO2dibawah normal. Ketika nilai pCO2normal dan ventilasi normal, tekanan parsial oksigen harus diturunkan di bawah 6.7 kPa untuk bisa menghasilkan sensasi sesak napas.13

b. Hipoksia

Hipoksia berkaitan dengan kejadian dispnea baik secara langsung (independen, tidak harus ada perubahan ventilasi) maupun tidak langsung (perubahan kondisi hipoksia dengan terapi oksigen mampu membuat keadaan penderita sesak napas membaik). Namun, hubungan antara hipoksia dengan dispnea tidak absolut; beberapa pasien dengan dispnea tidak mengalami hipoksia, begitu pula sebaliknya.13

c. Hiperkapnia

Hiperkapnia dapat menginduksi terjadinya dispnea melalui peningkatan stimulus refleks ke aktivitas otot-otot respiratorik. Pada pasien-pasien yang diberikan agen blokade neuromuskular, ketika mereka diberikan ventilator dan tekanan tidal CO2dinaikkan sebanyak 5 mmHg, seluruh subjek sontak merasakan sensasi sesak napas. Namun, pada pasien dengan penyakit-penyakit respiratorik umumnya, tetap tidak dijumpai kaitan antara hiperkapnia dan dispnea. Contohnya, pasien COPD yang biasanya mengakami hiperkapnia kronik tidak serta merta mengalami dispnea. Menurut studi, hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan parsial karbondioksida tersebut dimodulasi dengan perubahan pH pada kemoreseptor sentral, sehingga sensasi yang dihasilkan berbeda pula.14

Perjalanan klinis penderita PPOK dimulai dengan pink puffer (berkaitan dengan PLE primer), tanda klinis utama pada pink puffer adalah timbulnya dispneu tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti dan merupakan gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursedlips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).

Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Pasien ini biasanya menderita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernafasan yang dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi paru.4

2.6 Klasifikasi

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain seperti gejala sesak berdasarkan skalanya.5

2.7 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Paru

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan, namun anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data dasar dan mendukung kearah diagnosis PPOK. Anamnesis tentang riwayat merokok, riwayat terpapar zat iritan yang bermakna di tempat kerja atau lingkungan tempat tinggal, infeksi saluran nafas yang berulang, batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.5

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan secara sistematik, didapatkan hasil sebagai berikut :

a. Inspeksi

1. Pursed- lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).

2. Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding).

3. Penggunaan otot bantu napas.

4. Hipertropi otot bantu napas.

5. Pelebaran sela iga.

6. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularisi leher dan edema tungkai penampilan pink puffer atau blue bloater.

b. Palpasi

Pada PPOK fremitus melemah, sela iga melebar.

c. Perkusi

Pada PPOK hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

d. Auskultasi

1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah.

2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa.

3. Ekspirasi memanjang.

4. Bunyi jantung terdengar jauh.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:

1. Spirometri.

Spirometri adalah tes fungsi paru yang paling sering digunakan untuk menapis (screening) penyakit paru. Indikasi lain penggunaan spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok. Pada PPOK obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1(volume cadangan ekspirasi paksa pertama) prediksi (%) dan atau VEP1 / KVP (kapasitas vital paru paksa) prediksi (%). Nilai obstruksi % VEP1 (VEP1 / VEP1 pred) 18 mmHg.4

Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Menurut Anthonisen dkk. (1987), eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I (eksaserbasi berat) apabila memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala utama, dan tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.9

2.10 Penatalaksanaan PPOK

Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

a. Mengurangi gejala.

b. Mencegah eksaserbasi berulang.

c. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru.

d. Meningkatkan kualitas hidup penderita.

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

a. Edukasi

b. Obat - obatan

c. Terapi oksigen

d. Ventilasi mekanik

e. Nutrisi

f. Rehabilitasi.8Tabel2.10.1Algoritme penanganan PPOK stabil ringan.4 Tabel 2.10.2 Algoritme penanganan PPOK stabil sedang-berat 4

2.11 Prognosis

Prognosis untuk penderita PPOK buruk. Derajat kerusakan fungsi paru dalam hal ini berperan sangat penting: rata-rata kelangsungan hidup pada pasien dengan FEV1 yang parah yaitu yang kurang dari 1 L, kurang lebih 4 tahun. Tetapi, dengan adanya indeks BODE (yang mencakup penilaian obstruksi sal napas (FEV1), BMI, dyspnea, dan kapasitas dalam melakukan aktivitas), prediksi mengenai keberlangsungan hidup pasien dan lamanya rawat inap menjadi lebih baik dibandingkan penilaian FEV1 saja.82