Bab 2

35
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, di sini dapat kita ketahui bahwa ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006) Gambar 2.1

Transcript of Bab 2

Page 1: Bab 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang

(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya

retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, di sini dapat kita ketahui

bahwa ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium

(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar

(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati

dan limpa. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin,

2006)

Gambar 2.1

Anatomi Ginjal

Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7

hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya

sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.

Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan

Page 2: Bab 2

pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan

tanda yang paling penting (Syaiffudin, 2006).

Gambar 2.2

Letak Anatomi Ginjal (Price and Wilson, 2006)

Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral

ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena

adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus

adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal

diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar

dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan

ginjal (Price dan Wilson, 2006). Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri

dari beberapa bagian:

1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/ terdiri dari korpus

renalis/ Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus

proksimal dan tubulus kontortus distalis.

2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus

rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal.

Page 3: Bab 2

4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/ medula yang menonjol ke arah

korteks.

5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/ area di mana pembuluh darah, serabut

saraf atau duktus memasuki/ meninggalkan ginjal.

6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus

pengumpul dan calix minor.

7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang

menghubungkan antara calix major dan ureter.

Gambar 2.3

Struktur Makroskopis Ginjal

Sumber: Novartis.com

Page 4: Bab 2

Struktur ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula

renalis yang terdiri dari jaringan fibrosa berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat

lapisan korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla

(substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak

kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut

papila renalis. Masing-masing piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah

renalis 15-16 buah.

Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-lubang yang

terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler satu

badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang bercabang

membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke

vena kava inferior.

Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini

berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal

terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar

bantu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan

hormon kortison. Adrenalin dihasilkan oleh medulla. Berikut ini adalah

struktur mikroskopik ginjal:

a. Nefron

Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Ukuran

ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap ginjal

manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin

sendiri. Karena itu fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.

Page 5: Bab 2

b. Glomerulus

Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut

glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal. Tekanan

darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular

setiap menit. Plasma yang tersaring masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan

protein yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan

tertinggal.

c. Tubulus kontortus proksimal

Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah

disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat

glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar

tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55 μm.

d. Ansa henle

Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal

dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian

naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-

14 mm.

e. Tubulus kontortus distalis

Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar kedua.

Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus

kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit)

mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.

f. Duktus koligen medula

Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus

Page 6: Bab 2

dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki kemampuan

mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

Gambar 2.4

Proses Pembentukan Urin

2.2 Fisiologi ginjal

Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi dua yaitu

fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain:

a. Fungsi ekskresi

1) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mosmol dengan

mengubah ubah ekskresi air.

2) Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-

ubah ekskresi Na+.

3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu

dalam rentang normal.

4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+

dan membentuk kembali HCO3 –

5) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein

(terutama urea, asam urat dan kreatinin).

Page 7: Bab 2

6) Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

b.Fungsi non ekskresi

1) Menghasilkan renin : penting dalam pengaturan tekanan darah.

2) Menghasilkan eritropoetin meransang produksi sel darah merah oleh

sumsum tulang.

3) Menghasilkan 1,25-dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3

menjadi bentuk yang paling kuat.

4) Mengaktifkan prostaglandin sebagian besar adalah vasodilator,

bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

5) Mengaktifkan degradasi hormon polipeptida.

6) Mengaktifkan insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon

pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal (gastrin, polipeptida

intestinal vasoaktif [VIP]).

Proses pembentukan urine menurut Syaifuddin (2006) glomerulus berfungsi

sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung hasil

filtrasi dari gomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-

zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala

ginjal berlanjut ke ureter.

Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal,

darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.

Ada tiga tahap pembentukan urine:

a.Proses filtrasi

Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih

besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan

Page 8: Bab 2

sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang

tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium,

klorida, sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.

b. Proses reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,

natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara

pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus

atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali

penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap

kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapanya terjadi secara

aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada

papila renalis.

c.Proses sekresi

Sisanya penyerapan urine kembali yang pada tubulus dan

diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika

urinaria.

2.3 Penyakit Ginjal Kronik

2.3.1 Pengertian

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3

bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m²,

seperti pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Batasan Penyakit Ginjal Kronik

Page 9: Bab 2

2.3.2 Tahapan Perkembangan Penyakit Ginjal Kronik

Berdasarkan perkembangan penyakitnya, penyakit ginjal kronik terdiri

dari lima tahap. Tabel 2.2 menjelaskan klasifikasi PGK .

Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Sumber : Suwitra dalam Sudoyo (2006)

2.3.3. Etiologi

Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :

1. Penyakit infeksi: pielonefritis kronik atau refluks, nefropati,

tubulointestinal.

2. Penyakit peradangan: glomerulonefritis.

Page 10: Bab 2

3. Penyakit vaskuler hipertensi: nefrosklerosis maligna, nefrosklerosis

benigna, stenosis arteria renalis.

4. Gangguan jaringan ikat: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis

nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan hederiter: penyakit ginjal polikistik

hederiter, asidosis sistemik progresif.

6. Penyakit metabolik: diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme,

amiloidosis.

7. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.

8. Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu,

neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertrofi prostat, striktur uretra,

anomali kongenital leher vesika urinarian dan uretra.

2.3.4 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving

nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan

terjadinya hiperfitrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra dalam Sudoyo,

2006).

Page 11: Bab 2

Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein

(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya

terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).

Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal

dapat mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan

hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi karena aktivitas aksis renin

angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.

CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat

ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik

juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi

ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan

ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi.

Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena

produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah

merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan

akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan.

Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang

untuk menghasilkan sel darah merah jika produksi eritropoietin menurun

maka mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan

sesak napas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan

metabolisme akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan

fosfat dalam tubuh memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah

Page 12: Bab 2

satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Akibat

menurunya glomerular filtration rate (GFR) kadar fosfat akan serum

meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium menurun. Terjadinya

penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari

kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal

terhadap peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang

menurun, yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit

tulang. Demikian juga dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang

dibentuk diginjal menurun seiring dengan perkembangan gagal ginjal.

Penyakit tulang uremik/ osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan

kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon (Nursalam, 2006).

2.3.5. Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal kronik

didapat antara lain :

1. Umum : lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan debilitas, edema.

2. Kepala dan leher : foetor uremi

3. Mata : fundus hipertensi dan mata merah

4.

5. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema kaki, tangan, sekrum), edema

periorbital, pembesaran vena leher, sindroma overload, perikarditis uremik.

6. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisik,

pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

7. Pulmoner : krekles, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernafasan

kussmaul, efusi pleua, edema pulmo.

Page 13: Bab 2

8. Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada

mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan

dari saluran GI.

9. Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,

kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan

perilaku, mioklonus, tremor, asteriksis, penurunan kesadaran, koma.

10. Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, faktor tulang,

11. Reproduktif: amenore, atrofi testikuler.

2.3.6. Penatalaksanaan Medis

Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

menurut Suwitra dalam Sudoyo (2006) antara lain:

Tabel 2.2 Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

Sumber: Suwitra dalam Sudoyo (2006)

Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakit ginjal

kronik berdasarkan tabel diatas adalah:

1) Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah

sebelum terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak

terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi,

Page 14: Bab 2

biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang

tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30%

dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

2) Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan

LFG pada pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui

kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan

pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain, gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus

urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras,

atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

3) Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan

nefrotoksik, hipertensi berat, gangguan elektrolit (hipokalemia).

4) Pembatasan Asupan Protein

Asupan protein dan fosfat pada pasien PGK dijelaskan dalam tabel 2.3

Tabel 2.3 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik

Sumber : Suwitra dalam Sudoyo (2006)

Page 15: Bab 2

5) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi,

memeperkecil risiko gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan

kerusakan nefron. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim

konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzym/ ACE inhibitor).

6) Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit

kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian

dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi

terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.

7) Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang

terjadi.

8) Terapi Pengganti Ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium

5, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat

berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk

terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan

sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK

stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan

Page 16: Bab 2

terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD

kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).

Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD

kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.

Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):

1.Kegawatan ginjal

a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5

mmol/l )

e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)

g. Ensefalopati uremikum

h. Neuropati/miopati uremikum

i. Perikarditis uremikum

j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)

k. Hipertermia

2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran

dialisis.

Indikasi Hemodialisis Kronik

Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan

seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut

Page 17: Bab 2

K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai

GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu

dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al.,

2007):

a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.

c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

2.3.7. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare

(2001) yaitu :

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diet berlebihan.

2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

rennin-angiostensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

Page 18: Bab 2

6. Ensefalopati Uremikum

Ensefalopati uremik muncul pada pasien dengan gagal ginjal dan

ditandai dengan perubahan perilaku (apatis, gangguan kognitif, defisit atensi,

kebingungan, halusinasi) sa, sakit kepala, disatria, dan mioklonik (mioklonus

koreoatetosis, tremor, asterixis). Ensefaopati yang berat bisa menyebabkan

koma. Diagnosis banding untuk ensefalopati uremikum diantaranya berupa

penyakit serebral primer, seperti perdarahan intra kranial, keracunan obat

karena gangguan katabolisme, dan ensefalopati hipertensi. Sindrom

neurologis yang serupa bisa timbul selama atau setelah

hemodialisis/peritoneal dialisis (dyequilibrium syndrome). Dialisis

ensefalopati (dialisis demensia; sekarang jarang) mungkin adalah akibat

keracunan aluminium sebagai komplikasi dari hemodialisis kronis.

Manifestasi termasuk disatria dengan gagap dan terbata-bata, mioklonus,

epilepsi, dan perubahan perilaku.

2.3.8 Pencegahan

2.3.8.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari

diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan,

antara lain:

a. Modifikasi gaya hidup

Pola hidup memegang peranan penting dalam menentukan derajat kesehatan

seseorang. Mengatur pola makan rendah lemak dan mengurangi garam, minum air

yang cukup (disarankan 10 gelas atau dua liter per hari), berolahraga secara teratur

dan mengatur berat badan ideal, hidup dengan santai merupakan upaya yang dapat

Page 19: Bab 2

dilakukan untuk menjaga fungsi organ tubuh untuk dapat bekerja maksimal.

Bernafas dalam dan perlahan selama beberapa menit perhari dapat

menurunkan hormon kortisol sampai 50%. Kortisol adalah hormon stress yang

apabila terdapat dalam jumlah berlebihan akan mengganggu fungsi hampir semua

sel di dalam tubuh. Bersantai dan melakukan latihan relaksasi serta mendengarkan

musik juga merupakan alternatif untuk mengurangi stress.

b. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik tanpa

sepengetahuan dokter, misalnya obat pereda nyeri yang dijual bebas dan

mengandung ibuprofen maupun obat-obatan herbal yang belum jelas

kandungannya.

c. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang

diketahui nefrotoksik.

2.3.8.2 Pencegahan Sekunder

a. Penegakan diagnosa secara tepat

Pengelolaan terhadap penyakit ginjal yang efektif hanya dapat

dimungkinkan apabila diagnosisnya benar. Pemeriksaan fisis yang diteliti dan

pemilahan maupun interpretasi pemeriksaan laboratorium yang tepat amat

membantu penegakan diagnosis dan pengelolaannya. Ginjal mempunyai kaitan

yang erat dengan fungsi organ-organ lain dan demikian pula sebaliknya, oleh

karena itu haruslah penderita dihadapi secara utuh bukan hanya ginjalnya saja,

baik pada pengambilan anamnesis maupun pada pemeriksaan jasmani dan

pemeriksaan lainnya.

b.Penatalaksanaan medik yang adekuat

Pada penderita gagal ginjal, penatalaksanaan medik bergantung pada proses

Page 20: Bab 2

penyakit. Tujuannya untuk memelihara keseimbangan kadar normal kimia dalam

tubuh, mencegah komplikasi, memperbaiki jaringan, serta meredakan atau

memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif. Tindakan yang dilakukan

diantaranya:

1.Penyuluhan pasien/keluarga

Pasien lebih mampu menerima pendidikan setelah tahap akut. Materi yang

dapat dimasukkan dalam pendidikan kesehatan meliputi: penyebab kegagalan

ginjal, obat yang dipakai (nama obat, dosis, rasional, serta efek dan efek

samping), terapi diet termasuk pembatasan cairan (pembatasan kalium, fosfor dan

protein, makan sedikit tetapi sering), perawatan lanjutan untuk gejala/tanda yang

memerlukan bantuan medis segera (perubahan haluaran urine, edema, berat badan

bertambah tiba-tiba, infeksi, meningkatnya gejala uremia).

2.Pengaturan diet protein, kalium, natrium

Pengaturan makanan dan minuman menjadi sangat penting bagi penderita

gagal ginjal. Bila ginjal mengalami gangguan, zat-zat sisa metabolisme dan cairan

tubuh yang berlebihan akan menumpuk dalam darah karena tidak bisa dikeluarkan

oleh ginjal. Konsumsi protein terlalu banyak dapat memperburuk kondisi

kerusakan ginjal karena hasil metabolismenya yang paling berbahaya, urea,

menumpuk didalam darah sehingga terjadi peningkatan Blood Urea Nitrogen

(BUN). Diet gagal ginjal juga didukung dengan pembatasan asupan natrium

(garam) untuk mengatur keseimbangan cairan-elektrolit, pemberian makanan

yang kaya kalsium untuk mencegah osteotrofi ginjal (penurunan masa jaringan,

kelemahan otot) dan memperbaiki gangguan irama jantung yang tidak seimbang

(aritmia).

Page 21: Bab 2

3.Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit

Perubahan kemampuan untuk mengatur air dan mengekskresi natrium

merupakan tanda awal gagal ginjal. Tujuan Dari pengendalian cairan adalah

memepertahankan status normotensif (tekanan darah dalam batas normal) dan

status normovolemik (volume cairan dalam batas normal). Dapat dilakukan

dengan pengendalian elektrolit, seperti: Hiperkalemia: dikendalikan dengan

mengurangi asupan makanan yang kaya dengan kalium (pisang, jeruk, kentang,

kismis, dan sayuran berdaun hijau).

2.3.8.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan langkah yang bisa dilakukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian.

Pengobatan penyakit yang mendasari, sebagai contoh: masalah obstruksi saluran

kemih dapat diatasi dengan meniadakan obstruksinya, nefropati karena diabetes

dengan mengontrol gula darah, dan hipertensi dengan mengontrol tekanan darah.

a. Cuci Darah (dialisis)

Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara

pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju

kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik utama

yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi

solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan

konsentrasi atau tekanan tertentu.

-Hemodialisis klinis di rumah sakit

Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia

adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai

Page 22: Bab 2

ginjal buatan.

-Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD

Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran

selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan

dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. CAPD

merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu

diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien

diabetes dan kardiovaskular)

b.Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal

karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik dan

menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal.

Transplantasi ginjal merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat

berasal dari orang lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru

mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam

menjalankan fungsinya. Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru

(donor) pada sisi abdomen bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis

dengan ginjal yang baru. Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan

membuat urin seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang

dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru

saja meninggal (donor kadaver).