BAB 2

9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora Kabaupaten Blora dan Kabupaten Grobogan sudah sejak lama dikenal sebagai daerah tambang minyak bumi, yang dieksploitasi sejak era Hindia Belanda. Bahkan Kabupaten Blora mendapat sorotan internasional ketika di kawasan Blok Cepu ditemukan cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel. Secara Fisiografis kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora tersusun dari daerah morfologi dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, dari rangkaian Zona Rembang ( Pegunungan Kapur Utara). Sedang di bagian selatan juga perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan. Rangkaian pegunungan ini tersusun atas sedimen laut dalam yang terlibatkan dan tersesarkan secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Kedua p egunungan ters ebut terpisahk an oleh suatu depre si yang disebut sebagai Zona Depresi Randublatung.

Transcript of BAB 2

  • 5/20/2018 BAB 2

    1/9

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Fisiografi Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora

    Kabaupaten Blora dan Kabupaten Grobogan sudah sejak lama dikenal sebagai

    daerah tambang minyak bumi, yang dieksploitasi sejak era Hindia Belanda. Bahkan

    Kabupaten Blora mendapat sorotan internasional ketika di kawasan Blok Cepu ditemukan

    cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel.

    Secara Fisiografis kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora tersusun dari

    daerah morfologi dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl.

    Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, dari rangkaian Zona Rembang (

    Pegunungan Kapur Utara). Sedang di bagian selatan juga perbukitan kapur yang

    merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang

    hingga Lamongan. Rangkaian pegunungan ini tersusun atas sedimen laut dalam yang

    terlibatkan dan tersesarkan secara intensif membentuk suatu antiklinorium.

    Kedua pegunungan tersebut terpisahkan oleh suatu depresi yang disebut

    sebagai Zona Depresi Randublatung.

  • 5/20/2018 BAB 2

    2/9

    Gambar. Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Bemmelen, 1949)

    Randublatung zone merupakan suatu depresi yang terbentuk akibat adanya

    tektonik diantara kendeng zone dan Rembang zone pada pleistosen dengan litologi

    berupa lempung dan lanau. Sedangkan Rembang zone sendiri merupakan suatu

    antiklinorium dengan kecenderungan mengarah dari barat ke timur.

    Zona Kendeng pada Miosen Awal merupakan zona tektonik aktif dan dalam,

    Kendeng zone masuk dalam cekungan Jawa Timur. Cekungan ini mengalami gaya ekstensi

    pada Paleosen dan menghasilkan banyak sesar turun sehingga terbentuk morfologi

    perbukitan dan morfologi dataran rendah. Pada Neosan, cekungan ini mengalami gaya

    kompresi sehingga terjadilah reaktivasi sesar turun menjadi sesar-sesar naik dan lipatan-

    lipatan yang pada akhirnya menjadi antiklinorium.

    Litologi atau lapisan batuan (tanah) yang terdapat pada zona ini terdiri dari jenis

    batuan sedimen yang bersifat silisiklastik, karbonat (batugamping), batu lempung dan

    napal laut dalam, serta jenis sedimen asal daratan, yang berupa endapan aluvial.

  • 5/20/2018 BAB 2

    3/9

    2.2Geologi Regional

    Secara umum sejarah geologi dan urutan pengendapan sedimen

    (tektonostratigrafi) di Kabupaten Grobogan dan kabupaten Blora yang sering disebut

    dengan blok Cepu dan merupakan bagian dari Cekungan Jawa Timur Utara dapat dirinci

    sebagai berikut :

    Dimulai dari fase rifting yang terjadi setelah tumbukan Kapur hingga Eosen

    Tengah yang membentuk half graben system berupa pola tinggian dan rendahan yang

    merupakan dasar dari endapan sedimen yang terbentuk. Pola tinggian dan rendahan

    tersebut yaitu dari utara ke selatan : Pati Stable Shelf (Bawean Arch), Pati Trough,

    Purwodadi High, Kening Trough, Cepu High dan Ngimbang Basin.

    Pada Eosen Oligosen Awal mulai diendapkan Formasi Ngimbang berupa

    endapan klastik batupasir dan serpih. Kemudian pada akhir Oligosen Awal Miosen

    Awal diendapkan Formasi Kujung Bawah dan Formasi Prupuh, terdiri dari napal dan

    batugamping di beberapa tempat tumbuh sebagai terumbu. Pada Miosen Awal

    diendapkan Formasi Tuban terdiri dari batulempung gampingan dengan sisipan napal.

    Sampai awal dari Miosen Tengah diendapkan Formasi Tawun terdiri dari endapan

    klastik halus (serpih) dan sisipan tipis batugamping orbitoid. Pada umur Miosen Tengah

    ini dimulai terjadi fase compressional inversion yang ditunjukkan dengan adanya

    pengangkatan dan perlipatan serta di beberapa tempat terjadi erosional. Mulai Miosen

    Tengah Miosen Akhir diendapkan Formasi Ngrayong, Bulu dan Wonocolo terdiri dari

    facies klastik dan batugamping yang merupakan facies regresi dan dibeberapa tempat

    saling silang jari. Pada akhir kala ini di beberapa tempat tidak terjadi pengendapan

    (hiatus). Miosen Akhir diendapkan Formasi Ledok terdiri dari batupasir dan klastik

    halus, serta batugamping. Selanjutnya Pliosen diendapkan Formasi Ledok dan Mundu

    terdiri dari napal dan klastik halus. Di beberapa tempat Formasi Ledok diendapkan

    secara tidak selaras. Kemudian pada Plio Pleistosen terjadi fase compresional

    Wrenching / thrusting yang merupakan puncak kegiatan tektonik yang membentuk

    lipatan dan sesar-sesar naik di selatan (Zona Kendeng) serta teraktifkannya sesar-sesar

    tua yang berarah N 70 E membentuk blok-blok sesar geser yang berasosiasi dengan

    lipatan antiklinorium dan sesar naik / turun di Zona Rembang, bersamaan pengendapan

    terakhir Formasi Lidah yang terdiri dari klastik halus.

  • 5/20/2018 BAB 2

    4/9

    Kondisi geologi di kawasan kedua kabupaten tersebut sangat dipengaruhi oleh

    aktifitas tektonik pada kala Miosen Awal Miosen Tengah, hal ini dapat dilihat dari

    kondisi perlipatan yang menyebabkan terangkatnya beberapa formasi ke permukaan

    dan tererosi (Miosen Tengah Pleistosen), disamping itu diinterpretasikan terjadi

    beberapa patahan.

    Aktifitas tektonik di kawasan ini menjadi sangat menarik dalam kaitannya

    terhadap Petroleum System, karena kritikal tektonik dan preservasi hidrokarbon

    nampaknya tidak hanya terjadi satu kali akan tetapi kemungkinan bisa lebih. Adapun

    gejala tektonik tersebut adalah pada kala Miosen Tengah Miosen Atasdan Pliosen /

    Pleistosen, sebagai akibat banyak dijumpai beberapa perangkapstratigrafi yang

    kemudian diaktifkan menjadi perangkap kombinasi.

    Gambar. Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara

    Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada

    umumnya berarah Barat Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah

    Timur Laut Barat Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur Barat.

    Zona pegunungan Rembang Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat

    dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang Anticlinorium) dan

    bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).

    Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan

    dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang

  • 5/20/2018 BAB 2

    5/9

    kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain

    struktur struktur Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong.

    Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif

    yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat lapangan

    lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo

    Semanggi, dan termasuk juga antiklin antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes,

    Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinal-

    antiklinal / struktur-struktur Gabus, Trembes, Kluweh, Kedinding Mundu, Balun, Tobo,

    Ngasem Dander, dan Ngimbang High. Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk

    struktur perlipatan yang dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

    1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut

    Timur Tenggara.

    2. Bagian Barat, yang masing masing porosnya mempunyai arah Barat

    timur dan secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat

    ataupun ke arah timur.

    2.3Stratigrafi Regional

    Litostratigrafi Tersier di Cekungan Jawa Timur bagian Utara secara umum dan

    rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembang yang disusun

    oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (lima belas) satuan yaitu

    Batuan Pra Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi

    Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi

    Ledok, Formasi Mundu, Formasi Selorejo, Formasi Paciran, Formasi Lidah dan Undak

    Solo. Pembahasan masing masing satuan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

    1) Formasi Kujung

    Tersusun oleh serpih dengan sisipan lempung dan secara setempatberupa

    batugamping baik klastik maupun terumbu. Diendapkan pada lingkunganlaut dalam

    sampai dangkal pada kala Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.

    2) Formasi Prupuh

    Tersusun dari batugamping warna abu-abu, bersifat klastik sebagian nonklastik

    dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai dalam pada kala Miosen Awal.

  • 5/20/2018 BAB 2

    6/9

    3) Formasi Tuban

    Tersusun oleh lapisan batulempung dengan sisipan batugamping. Semakin ke

    selatan berubah menjadi fasies serpih dan batulempung (Soejono, 1981, dalam

    PanduanFieldtrip GMB 2006). Diendapkan pada lingkungan neritik sedang-neritik

    dalam.

    4) Formasi Tawun

    Tersusun oleh serpih lanauan dengan sisipan batugamping. Pada bagian atas

    formasi ini didominasi oleh batupasir yang terkadang lempungan dan secara setempat

    terdapat batugamping. Satuan di bagian atas ini sering disebut sebagai Anggota

    Ngrayong. Diendapkan pada laut terbuka agak dalam sampai laut dangkal di bagian atas

    pada Miosen Tengah (N9-N13) (Rahardjo & Wiyono, 1993, dalam Panduan Fieldtrip

    GMB 2006).

    5) Formasi Ngrayong

    Harsono (1983), mendeskripsi Ngrayong sebagai anggota formasi Tawun,

    terdiridariorbitoid limestone dan shale dalam bagian bawah dan batupasir dengan

    intercalation batugamping dan lignit di bagian atas. Umur dari unit ini Miosen Tengah,

    pada area N9-N12. Lingkungan pengendapan dari anggota ini fluvial atau submarine

    dalam singkapan di sebelah utara (Jatirogo, Tawun) dan menjadi lingkungan laut pada

    bagian selatan. Di dekat Ngampel sekuen pasir endapan laut yang mendangkal ke atas

    darishore face ke pantai akan terlihat anggota ini mungkin berhubungan dengan haitus

    di atas area mulut laut jawa. Anggota ini merupakan reservoar utama dari lapangan

    minyak Cepu, tetapi terlihat adanya shale yang hadir di bagian selatan dan timur darilapangan ini. Ketebalan dari unit ini bervarian (lebih dari 300 m).

    6) Formasi Bulu

    Semula formasi ini disebut sebagai PlatenComplex oleh Trooster (1937).

    Tersusun oleh batugamping pasiran yang keras, berlapis baik, berwarna putih abu-abu,

    dengan sisipan napal pasiran. Kondisi litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan

    bahwa Formasi ini diendapkan pada laut dangkal, terbuka pada Kala Miosen Tengah

    Awal Miosen Akhir (N 13 N 15).

  • 5/20/2018 BAB 2

    7/9

    7) Formasi Wonocolo

    Tersusun dari napal kuning-coklat, mengandung glaukonit, terdapat sisipan

    kalkarenit dan batulempung. Menurut Purwati (1987, dalam Panduan Fieldtrip GMB

    2006) lingkungan pengendapan formasi ini adalah neritik dalam hingga bathyal tengah

    pada Miosen Tengah-Miosen Atas (N14-N16). Singkapan dari Formasi Wonocolo

    dijumpai mulai dari daerah Sukolilo, barat

    daya Pati. Ketebalan dari Formasi ini sangat bervariasi. Ke arah utara formasi ini

    berubah fasies menjadi batugamping dari Formasi Paciran. Melimpahnya fauna

    plangtonik pada batuan penyusun formasi ini menunjukkan bahwa pengendapannya

    berlangsung pada laut yang relatif dalam, wilayah ambang luar hingga batial atas.

    8) Formasi Ledok

    Formasi Ledok secara umum tersusun oleh batupasir glaukonitan dengan

    sisipan kalkarenit yang berlapis bagus serta batulempung yang berumur Miosen Akhir

    (N 16N 17) Ketebalan dari Formasi Ledok ini sangat bervariasi. Pada lokasi tipenya,

    yaitu daerah antiklin Ledok, ketebalannya mencapai 230 m. Di daerah sungai Panowan

    mencapai 160 m, sedangkan di sungai Cegrok tinggal 50 m. Batupasirnya kaya akan

    kandungan glaukonit dengan kenampakan struktur silang siur. Di beberapa tempat

    batupasir tersebut terutama tersusun oleh hanya oleh test foraminifera plangtonik

    dengan sedikit mineral kuarsa. Secara keseluruhan bagian bawah dari formasi ini

    cenderung tersusun oleh batuan yang berbutir lebih halus dari bagian atas,

    menunjukkan kecendrungan kondisi pengendapan laut yang semakin mendangkal

    (shallowing-upward sequence). Ke arah utara, seperti halnya Formasi Wonocolo,

    Formasi Ledok ini juga mengalami perubahan fasies menjadi batugamping dari formasi

    Paciran.

    9) Formasi Mundu

    Satuan stratigrafi ini semula disebut sebagai Mundu stage oleh Trosster (1937).

    Selanjutnya oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Globigerina Marls. Oleh Marks

    (1957) satuan ini diresmikan sebagai Formasi. Formasi ini tersusun oleh napal masif

    berwarna putih abu-abu, kaya akan fosil foraminifera plangtonik. Secara stratigrafis

    Formasi Mundu terletak tidak selaras di atas formasi ledok, penyebarannya luas, dengan

  • 5/20/2018 BAB 2

    8/9

    ketebalan 200 m300 m di daerah antiklin Cepu area, ke arah selatan menebal menjadi

    sekitar 700 m. Formasi ini terbentuk antara Miosen Akhir hingga Pliosen (N 17N 21),

    pada lingkungan laut dalam (bathyial).

    10)Formasi Selorejo

    Lokasi tipenya terletak di desa Selorejo dekat kota Cepu. Anggota Selorejo ini

    tersusun oleh perselingan antara batugamping keras dan lunak, kaya akan foraminifera

    planktonik serta mineral glaukonit. Penyebaran dari Anggota Selorejo ini tidak terlalu

    luas, terutama meliputi daerah sekitar Blora, sebelah utara Cepu (desa Gadu) dan di

    selatan Pati. Ketebalannya berkisar antara 0 hingga 100 meter. Berdasarkan kandungan

    foraminifera palngtonik, umur dari Anggota Selorejo adalah Pliosen ( N 21).

    11)Formasi Lidah

    Formasi ini terdiri atas batulempung kebiruan, napal berlapis dengan sisipan

    batupasir dengan lensa-lensa coquina. Dahulu Trooster (1937) menyebutnya sebagai

    Mergetton, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo dan TuriDomas.

    Harsono (1983) kemudian meresmikan satuan ini menjadi berstatus formasi, yaitu

    Formasi Lidah.

    12)Formasi Paciran

    Satuan ini semula oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Karren

    Limestone. Secara umum penyusunnya terdiri atas batugamping pejal, dengan

    permukaan singkapan-singkapannya mengalami erosi membentuk apa yang disebut

    sebagai karren surface. Harsono (1983) secara resmi menggunakan nama Paciran dan

    menempatkannya pada status formasi, dengan lokasi tipenya berada di daerah bukit

    piramid di sekitar Paciran, kabupaten Tuban. Formasi ini dijumpai hanya dibagian utara

    dari Zona Rembang.

  • 5/20/2018 BAB 2

    9/9

    Gambar. Urutan Stratigrafi daerah Zone Mandala Rembang (Harsono

    Pringgoprawiro, 1983).