BAB 2

33
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Dasar Penyakit 1.1.1 Pengertian Gagal ginjal kronis biasanya merupakan akibat terminal destruksi jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung berangsur-angsur. Keadaan ini dapat pula terjadi karena penyakit yang progresif cepat yang menghancurkan nefron dan menyebabkan kerusakan ginjal yang irreversible (Kowalak, et all. 2011:561). Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47). Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selam rentang waktu lebih dari 3 bulan. Gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada dibawah 60 ml/mnt/1,73 m 2 , yang disertai dengan kelainan sedimen urine (As’adi, 2012:68). 1.1.2 Etiologi Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif (Price, 2005:933). 5

description

askep

Transcript of BAB 2

25

BAB 1TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Penyakit1.1.1 Pengertian Gagal ginjal kronis biasanya merupakan akibat terminal destruksi jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung berangsur-angsur. Keadaan ini dapat pula terjadi karena penyakit yang progresif cepat yang menghancurkan nefron dan menyebabkan kerusakan ginjal yang irreversible (Kowalak, et all. 2011:561).Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009:47).Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selam rentang waktu lebih dari 3 bulan. Gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada dibawah 60 ml/mnt/1,73 m2, yang disertai dengan kelainan sedimen urine (Asadi, 2012:68).1.1.2 EtiologiGagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif (Price, 2005:933).Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik.1) Tekanan Darah TinggiHipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata. Pada ginjal adalah akibat arterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang- lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan gloumerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (Price, 2005:933).2) GloumerulonefritisGloumerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada gloumerulus yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan di gloumerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler gloumerulus dan filtrasi gloumerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Gloumerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:(1) Gloumerulonefritis AkutGloumerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.(2) Gloumerulonefritis KronikGloumerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus (Price, 2005:924).3) Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam membrane basalis gloumerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai gloumerulus atau hanya mengenai beberapa gloumerulus yang tersebar (Price, 2005:925).4)Penyakit Ginjal PolikistikPenyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937).5) PielonefritisPielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bisa terjadi melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu ginjal, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter (Price, 2005: 938). 6)Diabetes MelitusDiabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:(1) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hipertropi dan hiperventilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal, efek rennin, angiotensin II dan prostaglandin.(2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial. (3) Stadium 3 (Nefropati insipient)(4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)(5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)Gagal ginjal kronis dapat disebabkan oleh: (Kowalak, et all. 2011;561)(1) Penyakit glomerulus yang kronis (glumerulonefritis)(2) Infeksi kronis (seperti pielonefritis kronis dan tuberculosis)(3) Anomaly congenital (penyakit polikistik ginjal)(4) Penyakit vaskuler (hipertensi, nefrosklerosis)(5) Obstruksi renal(batu ginjal)(6) Penyakit kolagen (lupus eritematosus)(7) Preparat nefrotoksik(terapi aminoglikosid yang lama)(8) Penyakit endokrin (nefropati diabetik)1.1.3 Anatomi Fisiologi dan Fungsi Ginjal 1) Anatomi Fisiologi GinjalSetiap manusia memiliki saluran kemih yang terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar tranversum abdominis, kuadratus tumborum, dan psoas mayor. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung disebelah posterior dilindungi oleh iga, dianterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal (Price, 2005:867-868).Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 10 gram. Perbedaan panjang dari kutub kekutub kedua ginjal (dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci). Ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25 hingga 30 cm), terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya ureter adalah menyalurkan ke vesika urinaria.Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak dibelakang simpisis pubis vesika urinaria mempunyai 2 muara: dua dari ureter dan satu menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh dan berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu oleh uretra).Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria sampai keluar tubuh (Price, 2005: 867-869). Didalam nefron terjadi pembentukan urine yang terdiri dari 3 tahap yaitu, filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus.2) Fungsi GinjalFungsi ginjal menurut Syaifuddin, (2009:254) adalah sebagai berikut:(1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.(2) Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion.(3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.(4) Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme.(5) Fungsi hormonal dan metabolisme.(6) Pengaturan tekanan darah.(7) Pengeluaran zat beracun.

1.1.4 Manifestasi Klinis1) Keseimbangan Na+ dan Status VolumeKelebihan Na+ dan air dalam derajat sedang dapat terjadi tanpa disertai tanda-tanda objektif kelebihan CES. Namun, ingesti Na+ yang berlebihan akan menyebabkan gagal ginjal kongestif, hipertensi, asites, edema perifer, dan penambahan berat badan. Kehilangan mendadak Na+ dapat mengalami deplesi CES, kolaps vaskuler dan syok. Tanda dan gejala keringnya selaput lendir, pusing, pingsan, takikardia, dan penurunan pengisian vena jugularis.2) Keseimbangan K+ Hiperkalemia adalah masalah serius pada gagal ginjal kronik, khususnya pada pasien dengan LFG yang telah menurun di bawah 5 mL/mnt. 3) Asidosis MetabolikBerkurangnya kemampuan pasien gagal ginjal kronik dalam mengekskresikan asam dan membentuk penyangga menyebabkan asidosis metabolic. Turunnya pH darah pada para pasien dapat dikoreksi dengan 20-30 mmol (2-3 g) natrium bikarbonat per oral setiap hari.4) Mineral Dan TulangPada gagal ginjal kronik, terjadi beberapa gangguan metabolisme fosfat, Ca2+ dan tulang. Hipofosfatemia dan hipermagnesemia dapat terjadi akibat pemakaian berlebihan zat pengikat fosfat dan antacid yang mengandung magnesium. Hiperfosfatemia ikut berperan dalam terjadinya hipokalsemia sehingga berfungsi sebagai factor pemicu tambahan terjadinya hiperparatiroidisme dan peningkatan kadar PTH darah.5) Kelainan Kardiovaskular Dan ParuGagal jantung kongestif dan edema paru paling sering disebabkan oleh kelebihan cairan dan garam. Hipertensi juga terjadi akibat kelebihan cairan dan garam, hipereninemia.6) Kelainan Hematologik Pasien dengan gagal ginjal kronik memperlihatkan kelainan pada sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Gambaran yang sering ditemukan adalah anemia normokromik normositik dengan gejala gelisah, mudah lelah serta hemotokrit dalam kisaran 20-25%. Pasien gagal ginjal memperlihatkan kelainan hemostasis yang bermanisfestasi mudah memar, peningkatan perdarahan saat pembedahan. Uremia dilaporkan berkaitan dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, yang disebabkan oleh supresi leukosit oleh toksin uremik.7) Kelainan NeuromuskularGejala dan tanda SSP dapat berkisar dari gangguan tidur ringan, serta penurunan konsentrasi mental, berkurangnya daya ingat, kesalahan dalam melakukan penilaian, dan iritabilitas neuromuscular. 8) Kelainan Saluran Cerna Pasien dengan uremia mengalami penyakit tukak peptik, gastroenteritis uremik. Temuan GI nonsfesifik pada pasien uremik mencakup anoreksia, cegukan, mual, muntah dan divertikulosis.9) Kelainan Endokrin Dan MetabolikWanita dengan uremia memperlihatkan kadar estrogen yang rendah sehingga terjadi peningkatan insidens amenorea dan berkurangnya kemampuan pasien untuk hamil. Kadar testosterone yang rendah, impotensi, ologospermia dan dysplasia sel benih sering ditemukan pada pria dengan gagal ginjal kronik.10) Kelainan KulitPasien dengan gagal ginjal kronik mungkin tampak pucat karena anemia, memperlihatkan perubahan waran kulit yang brkaitan dengan penimbunan metabolit berfigmen atau kulit menjadi keabuan akibat hemokromatosis terkait tranfusi, mengalami ekimosis dan hematoma akibat kelainan pembekuan , serta mengidap pruritus dan ekskoriasi akibat pengendapan Ca2+ oleh hiperparatiroidisme (Wiliam, 2010:509).1.1.5 PatofisiologiGagal ginjal kronis sering berlangsung progresif melalui empat stadium. Penurunan cadangan ginjal memperlihatkan laju filtrasi glomerulus sebesar 35% hingga 50% laju filtrasi normal. Insufisiensi renal memiliki laju filtrasi glomerulus sebesar 20% hingga 35% laju filtrasi normal. Gagal ginjal mempunyai laju filtrasi glomerulus sebesar 20% hingga 25% laju filtrasi normal, sementara penyakit ginjal stadium terminal memiliki laju filtrasi glomerulus kurang dari 20% laju filtrasi normal (Kowalak, et all. 2011:562).Kerusakan nefron berlangsung progresif, nefron yang sudah rusak tidak dapat berfungsi dan tidak bisa pulih kembali. Ginjal dapat mempertahankan fungsi yang relatif normal sampai terdapat sekitar 75% nefron yang tidak berfungsi. Nefron yang masih hidup akan mengalami hipertrofi dan meningkatkan filtrasi, reabsorpsi serta sekresi. Urine dapat mengandung protein, sel darah merah, dan sel darah putih atau sedimen (endapan) dalam jumlah abnormal. Produk akhir ekskresi yang utama pada dasarnya masih normal dan kehilangan nefron menjadi signifikan. Karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kadar kreatinin plasma meninggi secara proporsional. Ketika pengangkutan natrium kedalam nefron meningkat maka lebih sedikit natrium yang direabsorpsi sehingga terjadi kekurangan natrium dan deplesi volume. Ginjal tidak mampu lagi memekatkan atau mengencerkan urine.Perubahan asam-basa akan memengaruhi keseimbangan kalsium dan fosfor. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Dengan menurunnya filtrasi glomurulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum dan kadar serum kalsium menurun. Penurunan serum kalsium dapat menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, sehingga kalsium di tulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang. Ekskresi fosfat melalui ginjal dan sintesis 1,25 (OH)2-vitamin D3 oleh ginjal akan berkurang. Hipokalsemia mengakibatkan hipoparatiroidisme sekunder, penurunan laju filtarasi glomerulus, hiperfosfatemia yang progresif, hipokalsemia, dan disolusi tulang. Ketika laju filtrasi glomerulus menurun hingga 30% sampai 40% maka terjadi asidosis metabolik yang progresif dan sekresi kalium dalam tubulus renal meningkat. Pada gloumerulosklerosis terjadi distorsi lubang filtrasi dan erosi sel epitel gloumerulus yang meningkatkan transportasi cairan melalui dinding glomerulus. Protein berukuran besar melintasi lubang tersebut tetapi kemudian terperangkap dalam membrane basalis gloumerulus dan menyumbat kapiler gloumerulus. Cedera epitel dan endotel menyebabkan proteinuria. Proliferasi sel mesangial, peningkatan produksi matriks ekstrasel, dan koagulasi intraglomerulus menyebabkan sklerosis. Perubahan struktural memicu respons inflamasi. Endapan fibrin mulai terbentuk disekitar interstisium. Mikroaneurisma terjadi karena kerusakan dinding vaskuler dan peningkatan tekanan yang timbul sekunder akibat obstruksi atau hipertensi. Kehilangan nefron yang akhirnya terjadi akan memicu hiperfungsi kompensasi pada nefron yang belum mengalami cedera dan keadaan ini memulai suatu lingkaran balik positif karena terjadi peningkatan kerentanan.Pada akhirnya, gloumerulus yang sehat menangguang beban kerja yang terlalu berlebihan sehingga organ ini mengalami sklerosis, menjadi kaku dan nekrosis. Zat-zat toksik menumpuk dan perubahan yang potensial membawa kematian terjadi pada semua organ penting.

1.1.6 KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronis meliputi: (Kowalak, et all. 2011:564)1) Anemia2) Neuropati perifer 3) Komplikasi kardiopulmoner 4) Komplikasi GI5) Disfungsi seksual6) Defek skeletal7) Parestesia8) Disfungsi saraf motorik, seperti foot drop dan paralisis flasid9) Fraktur patologis1.1.7 Pemeriksaan DiagnostikMenurut Cecily, (2009) untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya: 1) Pemeriksaan LaboratoriumPemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi gloumerulus (LFG).(1) Tes darah : nitrogen urea darah dan kreatinin serum, kalium serum, natrium serum, kalsium serum, fosfor serum, pH serum dan bikarbonat (HCO3), hemoglobin, hematokrit, trombosit, glukosa serum, asam urat serum dan kultur darah.(2) Tes Urine : Urinalisis, elektrolit urine, osmolalitas dan natrium urine.2) Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).

3) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.4) Foto Polos AbdomenSebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. 5) Pemeriksaan Pielografi RetrogadDilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.6) Pemeriksaan Foto DadaDapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.1.1.8 Penatalaksanaan Medis1) Penatalaksanaan KonservatifPrinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas ekskresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Bila hal ini sudah diketahui maka diet zat terlarut dan cairan orang bersangkutan dapat diatur dan disesuaikan dengan batas-batas tersebut. Selain itu, terapi diarahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi (Price, 2005:965).(1) Pengaturan Diet ProteinPembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil metabolisme protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurangi asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang berasal dari protein. Mempertahankan keseimbangan protein pada diet protein 20 g mungkin dilakukan, menyediakan protein dalam nilai biologik yang tertinggi dan kalori yang memadai.

(2) Pengaturan Diet KaliumJumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium.(3) Pengaturan Diet Natrium Dan AirJumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari. Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik.(4) Pencegahan Dan Pengobatan Komplikasi1. Hipertensi, dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi.2. Hiperkalemia, dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena yang akan memasukkan kalium ke dalam sel.3. Anemia, dapat diberikan eritropoietin manusia rekombinan (EPO) diberikan sebagai injeksi subkutan (25 hingga 125 U/kgBB).4. Asidosis, penurunan asupan protein dapat memperbaiki keadaan asidosis, tetapi bila kadar bikarbonat serum kurang dari 15 mEq/L, beberapa ahli nefrologi memberikan terapi alkali, baik natrium bikarbonat maupun sitrat pada dosis 1 mEq/kg/hari secara oral.2) DialisisDialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membrane berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Jika darah dipisahkan dari suatu cairan dengan membrane semipermiabel, maka elektrolit dan zat lain akan berdifusi melewati membrane sampai tercapai kesetimbangan. Pada hemodialisis digunakan membrane sintetik, sedangkan pada dialisis peritoneal digunakan membrane peritoneal (OCallaghan, 2007:43)(1) HemodialisisTerjadi difusi larutan antara darah dan dialisat yang mengalir kearah berlawanan, dipisahkan oleh membran semipermiabel. Masalah yang paling sering muncul adalah instabilitas kardiovaskular selama dialisis, dan sulitnya mendapatkan akses vaskular. Ini bisa dicapai dengan cara fistula arteriovena, jalur lumen, cangkok sintetik dan pirau scribner (Rubenstein, et all. 2007:231).(2) Dialisis peritonealDitanamkan sampai 2 L larutan glukosa isotonik atau hipertonik dalam rongga peritoneal pasien melalui membran peritoneal seluas 2 m2 dengan darah di kapiler peritoneum. Setelah beberapa jam cairan yang mengandung sisa buangan toksik ditarik keluar. Prosedur ini diulangi tiga atau empat kali sehari. Kelebihan cairan diambil oleh larutan hipertonik. Komplikasi utama adalah peritonitis, biasanya akibat Staphylococcus epidermidis atau S. Aureus (Rubenstein, et all. 2007:232).3) Transplantasi GinjalGinjal dapat berasal dari donor hidup yang memiliki hubungan kekerabatan atau donor yang mati otak atau donor yang baru meninggal; organ ini diimplan di fossa iliaka kanan atau kiri. Arteri renalis dijahit ke arteri iliaka eksterna atau interna dan vena renalis ke vena iliaka eksterna, dan ureter ditanam pada dinding kandung kemih. Human leukocyte antigen (HLA) merupakan protein yang sangat polimorfik. Ketidakcocokan HLA antara organ transplant dan resipien, terutama molekul HLA-A, HLA-B, atau HLA-DR, meningkatkan resiko penolakan dan sebisa mungkin dihindari. Molekul HLA mengikat fragmen peptide dari antigen protein pada suatu lekukan untuk dikenali oleh sel T. Peptide dari protein diri sendiri diikat dan dikenali sebagai diri sendiri oleh sel T. Selama infeksi, peptide dari pathogen diikat, dan memicu serangan imun. Selama transplantasi yang tidak cocok, sel T melihat molekul HLA asing dan hal ini memicu serangan imun tanpa mempertimbangkan peptide yang terikat. Bahkan molekul HLA yang cocok dari suatu organ tranplan pun dapat berikatan dengan peptida dari molekul polimorfik tidak cocok yang lain dan memicu serangan imun.4) ImunosupresiImunosupresip menghambat respon imun dan mengurangi kemungkinan penolakan, namun meningkatkan resiko infeksi dan tumor (OCallaghan, 2007:100).Steroid seperti prednisolon dan metilprednisolon berikatan dengan reseptor steroid, menghambat transkripsi gen dan fungsi imunologis pada sel T, makrifag, dan neutrofil.Siklosporin membentuk kompleks dengan siklofilin, yang menghambat kalseneurin. Siklosporin menghambat sintesis IL-2 dan aktivasi sel T.Azatioprin dimetabolisme menjadi 6-merkaptopurin, yang menghambat metabolisme purin menghambat sintesis asam nukleat dan proliferasi sel, terutama pada limfosit dan neutrofil.Mikofenolat menghambat inosin monofosfot dehidrogenasi, suatu enzim yang dibutuhkan untuk sintesis asam nukleat.Takrolimus berkaitan dengan imunofilin FKBP untuk membentuk kompleks yang menghambat kalsineurin.Sirolimus (rapamisin) juga berkaitan dengan FKBP untuk menghambat mTOR, suatu fosfo-inositol-3 kinase. Hal ini memblok translasi protein, yang disinyalkan melalui reseptor IL-2 dan proliferasi sel T dan sel B melalui siklus sel.1.2 Manajemen Keperawatan1.2.1 Pengkajian KeperawatanMenurut teori Muttaqin, (2011) pengkajian yang ditemukan pada CRF yaitu:1) Keluhan utamaKeluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum) dan gatal pada kulit.2) Riwayat kesehatan sekarangKaji onset menurun urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.3) Riwayat kesehatan dahuluKaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.4) Psikososial Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan. Banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran dan keluarga (self esteem). 5) Pemeriksaan FisikKeadaan umum dan TTVKeadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.(1) B1 (Breathing). Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernapasan Kussmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.(2) B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemis sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.(3) B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot dan nyeri otot.(4) B4 (Bladder). Penurunan urine output 600 ml/hari(4) Mempertahankan pembatasan diet dan cairan(5) Menunjukan tanda-tanda vital normalTabel 2.2 Rencana tindakan asuhan keperawatan pada CRF dengan masalah keperawatan Kelebihan volume cairan menurut teori Muttaqin, (2011:175).IntervensiRasional

1. Kaji adanya edema ekstremitas.1. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.

2. Istirahatkan/anjurkan pasien tirah baring pada saat edema masih terjadi.

2. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan dieresis yang bertujuan mengurangi edema.

3. Kaji tekanan darah.

3. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan baban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.

4. Ukur intake dan output.

4. Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.

5. Timbang berat badan.5. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.

6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.

6. Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.

7. Berikan diet tanpa garam.7. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma.

Kolaborasi8. Berikan diet rendah protein tinggi kalori.

8. Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi renal dan retensi nitrogen yang akan meningkatkan BUN.

9. Berikan diuretik, contoh: furosemide, sprinolakton, hidronolakton.

9. Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.

10. Adenokortikosteroid, golongan prednisone.10. Adenokortikosteroid, golongan predison digunakan untuk menurunkan proteinuri.

11. Lakukan dialysis.11. Dialysis akan menurunkan volume cairan yang berlebihan.

3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulitKriteria Hasil : (1) Kulit tidak kering(2) Hiperpigmentasi berkurang(3) Memar pada kulit berkurangTabel 2.3 Rencana tindakan asuhan keperawatan pada CRF dengan masalah keperawatan Resiko kerusakan integritas kulit menurut teori Muttaqin, (2011:176).Intervensi Rasional

1. Kaji terhadap kekerinagan kulit, pruritis, ekskoriasi dan infeksi.

1. Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsium dan fosfat pada lapiran kutaneus.

2. Kaji terhadap adanya petekie dan purpura.

2. Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.

3. Monitor lipatan kulit dan area yang edema.3. Area-area ini sangat mudah terjadinya injuri.

4. Gunting kuku dan pertahankan kuku pendek dan bersih.4. Penurunan curah jantung dan mengakibatkan gangguan perfusi ginjal.

Kolaborasi5. Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.5. Mengurangi stimulasi gatal pada kulit.

4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH pada cairan serebropinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons asidosis metabolic. Tujuan : Tercapainya pola napas yang efektifKriteria Hasil : (1) Menunjukkan pola pernapasan efektif dengan bunyi napas jelas(2) Tidak mengalami tanda dispnea(3) Tanda vital dalam batas normal(4) Tidak sesak napas lagiTabel 2.4 Rencana tindakan asuhan keperawatan pada CRF dengan masalah keperawatan Pola napas tidak efektif menurut teori Muttaqin, (2011:177).IntervensiRasional

1. Awasi frekuensi/upaya pernapasan.

1. Dispnea diduga tekanan diafragmatik dari distensi rongga peritoneal.

2. Auskultasi paru, perhatikan penurunan, tidak adanya bunyi napas.2. Penurunan area ventilasi menunjukkan adanya atelektasis.

3. Perhatikan karakter, jumlah dan warna sekresi.

3. Pasien rentan terhadap infeksi paru akibat penekanan reflekss batuk dan upaya pernapasan.

4. Tinggikan kepala tempat tidur. Tingkatkan latihan napas dalam.

4. Memudahkan ekspansi dada/ventilasi dan mobilisasi secret.

Kolaborasi5. Kaji ulang GDA/nadi oksimetri dan foto seri dada.5. Perubahan PaO2/PaCo2 dan penampilan infiltrate/kongesti pada foto dada menunjukkan terjai masalah paru.

6. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.

6. Memaksimalkan oksigen untuk penyerapan vakular, pencegahan/peengurangan hipoksia.

7. Berikan analgesic sesuai indikasi.7. Menghilangkan nyeri, meningkatkan pernapaasan nyaman.

1.2.4 ImplementasiImplementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005:205).1.2.5 EvaluasiMerupakan langkah terakhir dari proses perawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005:216).5