bab 1.doc

32
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka yang disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah. Luka bakar merupakan jenis trauma dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan suatu penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut. . Luka bakar dapat terjadi pada setiap orang muda maupun orang tua dan baik laki-laki maupun perempuan. Luka bakar dapat bervariasi dari cedera ringan yang dapat dengan mudah dikelola di klinik rawat jalan, untuk luka yang luas dapat mengakibatkan kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di rumah sakit. Luka bakar, yang telah mencapai proporsi epidemi dalam beberapa tahun terakhir, dianggap sebagai masalah kesehatan yang lebih serius daripada epidemi polio. Dalam beberapa tahun terakhir profesi medis telah mulai mengenal dan memahami masalah yang terkait dengan luka bakar. Pada 1950-an terdapat kurang dari 10 rumah sakit di Amerika Serikat yang khusus luka bakar. Sejak saat itu, telah ada kemajuan yang signifikan dalam memahami masalah luka bakar dan kini ada sekitar 200 pusat perawatan khusus luka bakar di Amerika Serikat. 1

Transcript of bab 1.doc

BAB IPENDAHULUAN1. Latar Belakang

Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka yang disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah. Luka bakar merupakan jenis trauma dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan suatu penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut. . Luka bakar dapat terjadi pada setiap orang muda maupun orang tua dan baik laki-laki maupun perempuan. Luka bakar dapat bervariasi dari cedera ringan yang dapat dengan mudah dikelola di klinik rawat jalan, untuk luka yang luas dapat mengakibatkan kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di rumah sakit.

Luka bakar, yang telah mencapai proporsi epidemi dalam beberapa tahun terakhir, dianggap sebagai masalah kesehatan yang lebih serius daripada epidemi polio. Dalam beberapa tahun terakhir profesi medis telah mulai mengenal dan memahami masalah yang terkait dengan luka bakar. Pada 1950-an terdapat kurang dari 10 rumah sakit di Amerika Serikat yang khusus luka bakar. Sejak saat itu, telah ada kemajuan yang signifikan dalam memahami masalah luka bakar dan kini ada sekitar 200 pusat perawatan khusus luka bakar di Amerika Serikat.2. Tujuan Pembahasan

Secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :a. Melengkapi tugas small group discussion skenario keempat tentang Luka Bakar, Modul XXI tentang Kegawatdaruratan Medik.

b. Menambah pengetahuan para pembaca tentang Luka Bakar.

3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada makalah ini adalah yaitu tentang jenis Syok beserta penanganannya.4. Learning Objective

Adapun Learning Objective yang akan dibahas adalah:

a. Definisi luka bakar

b. Etiologi luka bakar

c. Klasifikasi luka bakar

d. Patofisiologi luka bakar

e. Penanganan luka bakar

f. Komplikasi luka bakar

5. Metode dan Teknik

Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriftif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKALUKA BAKAR

A. Anatomi 1. Anatomi kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

Gambar 1. Lapisan-lapisan kulit.2a. Lapisan Epidermis Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen. Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). b. Lapisan Dermis Lapisan yang terletak di bawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. c. Lapisan SubkutisLapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah teedapat saluran getah bening.d. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur. B. Luka Bakar1. Definisi

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif.

Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C. Suhu 65C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47C, air panas yang mempunyai suhu 60C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120 detik.

2. Etiologi

Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan evaluasi dan penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas : a. Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api itu sendiri, uap panas, cairan panas, dan benda-benda panas, serta terpapar oleh suhu rendah yang sangat ekstrim. Kedalaman luka bakar karena suhu berkaitan dengan temperatur cairan, lamanya paparan dengan cairan, dan viskositas cairan (biasanya ada kontak lama dengan cairan lebih kental). b. Luka bakar karena bahan kimia, seperti berbagai macam zat asam, basa, dan bahan tajam lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.c. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct Current (DC). Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.d. Luka bakar inhalasi, seperti keracunan karbon monoksida, panas atau smoke inhalation injuries.e. Luka bakar akibar radiasi, yang bersumber dari bahan-bahan nuklir, termasuk sinar ultraviolet. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.3. Klasifikasi

Luka bakar dibedakan menjadi: Luka bakar derajat 1 (luka bakar superficial). Luka bakar hanya terbatas pada lapipsan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 7 hari.

Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis).

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada element epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial, karena adanya iritasi ujung syaraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi :

Derajat dua dangkal

Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10- 14 hari.

Derajat dua dalam

Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakkan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit ( epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Luka bakar derajat 3

Lukabakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi memeberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri.

4. Luasnya luka bakar.

Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9 yang terkenal dengan nama Rule Of Nine atau Rule Of Wallace. Kepala dan leher ... 9%

Lengan (masing-masing 9%)... 18%

Badan Depan ...18%

Badan Belakang 18% ..... 36%

Tungkai (Masing-masing 18%) .. 36%

Genitalia/perineum ... 1%

Total100%

Gambar 2: Rule of Nine

Pada anak-anak, kepala dan leher memiliki daerah permukaan yang jauh lebih besar dari pada orang dewasa dan anggota gerak bawah yang lebih kecil. Untuk menghindari kesulitan ini bagan seperti bagan lund and browder dapat digunakan untuk menentukan TBSA luka bakar pada tiap umur. Pada pemeriksaan ringkas luka bakar yang kecil, satu permukaan tangan pasien dapat digunakan sebagai penentuan 1% daerah permukaan tubuh. Perlu diingat bahwa satu telapak tangan seseorang adalah 1% dari permukaan tubuhnya. Pada anak-anak, Bagan menurut Lund dan Browder membagi lebih akurat tetapi untuk di hafal agak sukar. Oleh karenanya orang membuat modifikasi saja dari Rule of Nine, modifikasi ini bermacam-macam namun yang dipilih di sini adalah yang mirip dengan bagan dari Lund dan Browder. Ditekankan disini umur patokan adalah 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

Umur 15 thn

umur 5 thn umur 0-1 thn

Gambar 3: Modifikasi Rule Of Nine untuk anak

Antara umur 15 tahun dan 5 tahun, untuk tiap tahun, tiap tungkai berselisih 0,2%. Antara umur 5 tahun dan 1 tahun, untuk tiap tungkai berselisih 0,4%. Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban dengan api, lamanya eksposure, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi thermal ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi tubuh.5. Patogenesis

Dalam perjalanan penyakit dibedakan tiga fase pada luka bakar: a. Fase Awal, fase akut, fase shock.

Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera teknis yang bersifat sistemik.

b. Fase setelah shock berakhir/diatasi atau fase sub akut.

Fase ini berlangsung setelah shock berakhir/dapat diatasi. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah antara lain:

Proses inflamasi

Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka sayat elektif, proses inflamasi disini terjadi lebih hebat disertai eksudasi dan kebocoran protein. Pada saat ini terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan proses imunologik, yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik (sistemik inflamation response syndrome, SIRS)

Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.

Proses penguapan cairan tubuh disertai panas/energi (evaporative heat loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.

c. Fase Lanjut.Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadinya maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan organ-organ strukturil.

Cedera panas menyebabkan kerusakan pada jaringan dapat dibedakan atas 3 zona, masing-masing yaitu:

Zona koagulasi, daerah yang berlangsung mengalami kontak dengan sumber panas.

Zona statis, daerah dimana terjadi no flow phenomena oleh karena adanya kerusakan pada endotel, trombosit dan leukosit di pembuluh kapiler, yang menyebabkan gangguan sirkulasi mikro dan perfusi ke jaringan.

Zona hiperemi, daerah yang mengalami vasodilatasi, gangguan permeabilitas kapiler, edema dan distribusi sel radang akut.

Gangguan sirkulasi yang terjadi disebabkan perubahan permeabilitas kapiler, perubahan tekanan onkotik dan hidrostatik yang kemudian diikuti ekstravasasi cairan dengan manifestasi hipovolemi dan penimbunan cairan di jaringan intersisiel (edema).

Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses metabolisme anaerob yang menyebabkan peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat yang menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemik jaringan berakhir dengan nekrosis.

Gangguan sirkulasi makro menyebabkan hambatan perfusi ke jaringan organ-organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung dan ginjal; yang selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan tubuh, bila terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh (homeostasis), maka organ-organ perifer yang pertama dikorbankan oleh tubuh (vasokonstriksi perifer), organ dimaksud dalam hal ini ginjal. Dengan adanya penurunan dan disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.

Resusitasi cairan yang inadekuat menyebabkan berjalannya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya, bila terjadi kelebihan pemberian cairan (overload), sementara sirkulasi dan perfusi tidak/belum berjalan normal, atau pada kondisi syok, cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru. Edema paru menyebabkan kegagalan fungsinya sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbon-dioksida, kadar oksigen dalam darah sangat rendah dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi yang bersifat irreversibel. Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitif, bila dalam waktu lebih dari 4 menit terjadi kondisi hipoksia, maka sel-sel otak mengalami kerusakan dan kematian yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral. Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu pompa. Pada mulanya jantung mampu menjalankan mekanisme kompensasi namun akhirnya terjadi dekompensasi.

Kegagalan fungsi organ-organ (multi system organ failure/mof) yang diuraikan diatas tidak terjadi begitu saja dan tidak terlepas dari peran mediator-mediator inflamasi seperti sitokin, ekosanoids (prostaglandin, tromboksan dan radikal bebas,dsb) yang dilepas ke dalam sirkulasi menyusul suatu cedera jaringan.

Reaksi dari mediator-mediator inflamasi ini dikenal dengan sebutan systemic inflammation response syndrome/sirs yang merupakan fenomena yang rumit terjadi dalam beberapa fase. Kondisi klinis yang terlihat adalah suatu keadaan yang disebut multisystem organ dysfunction/mod akan berakhir dengan multisystem organ failure, mof ( yang sebelumnya diduga / dikenal sebagai kondisi sepsis). Dengan kegagalan fungsi organ-organ penting, proses berakhir dengan kematian. 46. Komplikasi Beberapa komplikasi akibat luka bakar yang dapat berujung pada kematian (delayed death), antara lain:a. Syok. Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama. Segera setelah terjadi luka bakar, terjadi perubahan-perubahan yang bertahap yang mengikutinya. Kerusakkan akan terjadi sampai kedalaman kulit tertentu, akan tetapi lapisan kulit yang lebih dalam walaupun masih vital akan mengalami trauma cukup berat sebagai akibat thermal injury. Pembuluh darah kapiler akan melebar dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga cairan yang kaya protein akan cepat hilang dari plasma kedalam ruang extracellular, menyebabkan edema yang hebat dan kehilangan volume darah dari sirkulasi. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang progresif ini berhubungan dengan pengaktifan komplemen dan pelepasan histamin, dimana interaksi dari histamin dan xanthine oxidase akan menghasilkan peningkatan aktifitas katalitik enzim-enzim ini. Oksigen toksik yang dihasilkan oleh reaksi xanthine oxidase meliputi H2O2 dan radikal hidroksil,substansi inilah yang menyebabkan kerisakan endothel pembuluh darah.b. Pulmonary edema.Luka bakar pada jalan nafas akan mengakibatkan inhalasi asap dan api yang panas pada saluran nafas. Bibir dan mulut biasanya memperlihatkan kelainan berupa luka bakar, dan perubahan yang sama terjadi pada saluran nafas. Edema paru yang fulminan dapat terjadi sebagai akibat iritasi dinding alveoli, bronchiolar dan bronchus oleh karena inhalasi asap dan gas. Kematian terjadi oleh karena korban drowning pada sekresi lendir yang berlebihan yang diproduksi oleh saluran nafasnya. Mekanisme kematian ini biasanya timbul dalam beberapa jam, dapat dalam satu atau dua hari setelah broncho-pulmonary terjadi.

Smoke inhalation ini dapat diikuti oleh fase laten. Dimana pada fase ini tidak ada gejala-gejala dari obstruksi jalan nafas seperti refleks bronchospasme dan hipersekresi. Setelah 6 sampai 48 jam kemudian fase kedua dapat terjadi, yang karakteristik dari fase ini adalah onset dari edema paru yang terjadi secara tiba-tiba, yang diikuti oleh obstruksi tracheobronchial yang hebat dan reflek batuk yang tidak efektif yang kemudian diikuti oleh retensi dari sekresi, atelektase dan bronchopneumonia. Keadaan ini diperburuk lagi dengan hambatan dalam pembentukan surfactant oleh karena kerusakan secara kimia dan hypoxia dari sel-sel alveoli. Adanya mukosa bronchus yang nekrosis, terbentuknya alveolar membrane hyaline dan edema interstitial akan menyebabkan hambatan dalam pengembangan paru dan menyebabkan ventilasi yang adekuat menjadi tidak mungkin. Perubahan-perubahan pada paru ini dapat mengakibatkan kegagalan jantung kanan yang akut. Kematian oleh karena acute chemical-smoke lung injury ini secara pasti tidak dapat diketahui. c. Laryngeal edema.

Inhalasi udara yang panas, gas atau api akan menyebabkan edema yang meliputi lipatan aryepiglotik, epiglottis dan vocal cord yang mengakibatkan hambatan dalam jalan nafas. Kelainan pada laryng ini biasanya diikuti dengan luka bakar pada wajah yang berat. d. Pneumonia dan infeksi saluran nafas lainnya.

Hipostatik pneumonia adalah komplikasi non spesifik yang tersering yang terjadi oleh karena thermal injury. Inhalasi asap dan gas-gas kimia akan menyebabkan iritasi mukosa saluran nafas yang menyebabkan predisposisi invasi kuman dan akhirnya menyebabkan laryngotracheobronchitis dan pneumonitis. e. Lower nephron nephrosis (hemoglobinuric nephrosis).

Destruksi jaringan ikat apapun sebabnya akan menyebabkan shok dan sepsis yang mengakibatkan kelainan pada ginjal dengan akibat anuria dan azotemia f. Acute hemolytic anemia.

Terjadi destruksi yang nyata yang menyertai kelainan klinik dan laboratorium. Ini dapat tertutup oleh karena adanya hemokonsentrasi.

Kehilangan sel darah pada luka bakar terjadi oleh karena: Efek langsung dari panas pada erythrocyte yang sedang mengalami sirkulasi yang mengaliri kapiler pada waktu terbakar akan menyebabkan fragmentasi sel darah merah dan sferositosis. Lekukan sel darah merah yang terbakar akan menyebabkan stasis sirkulasi.

Kongesti visceral dan melena.

g. Sepsis

Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier (sawar), luka sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit yang luas, terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan ini disertai pengeluaran protein dan energi, sehingga terjadi gangguan metabolisme. Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS), yang berakhir dengan kematian. h. Curling`s ulcer. Erosi gaster superficial sering terjadi, bahkan duodenum sering mangalami ulkus, ini yang pertama kali digambarkan oleh Curling. Post burn ulcer ini juga terjadi pada esophagus, ileum dan caecum. Insidence ulcus duodenum yang tercatat di Amerika Serikat adalah lebih dari 5%, sedangkan di United Kingdom Muir dan Johnes menemukan 18 contoh kasus dari 32.500 kasus yang diobati. Curling`s ulcer ini biasanya berbentuk tegas punched-out, dengan kedalaman yang bervariasi dari yang hanya di lamina propria sampai seluruh ketebalan dinding visceral. Secra histology ulcus ini digambarkan sebagai progresi yang akut tanpa fibroplasia seperti yang terdapat pada lesi ulkus peptic yang kronik. Sering terjadi perdarahan submukosa, dan sering terlihat tanpa ulserasi. Sering dijumpai koloni bakteri, jamur pada kerusakan mukosa ini. Teori lain dari Curling`s ulcer ini adalah teori yang melibatkan kerusakan pada endotel kapiler oleh karena toksin yang beredar pada sirkulasi darah yang diproduksi oleh protein jaringan ikat yang breakdown. Kapiler yang rusak ini yang bertanggung jawab terhadap petekie submukosa dan sepertinya ini merupakan locus minoris yang resisten yang kemudian berkembang menjadi ulkus. i. Non specific squele.

Korban luka bakar dapat meninggal oleh karena homologous serum jaundice, pulmonary emboli, atau kerusakan sumsum tulang atau gangguan hematopoetik. Iatrogenik dan kesalahan dalam managemen pengobatan dapat mengakibatkan korban terlambat dalam penyembuhannya.

7. Pemeriksaan Luar Korban

Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.

Artefak artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar: a. Skin Split.

Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka sayat dan sering disalah-artikan sebagai kekerasan tajam. Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.b. Abdominal Wall Destruction.

Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar atau didalam rongga abdomen. c. Skull Fractures.Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau subarachnoid. d. Pseudo Epidural Hemorrhage.Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.e. Non-Cranial Fractures.Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena terekspos terlalu lama dengan api dan asap. Tulang tulang yang terbakar mempunyai warna abu-abu keputihan dan sering menunjukkan fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena sudah mengalami fragmentasi.f. Pugilistic Posture

Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi pugilistic. Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi pugilistic ini tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian. pugilistic attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.

8. Pemeriksaan Dalam korban.

Beberapa temuan intravitalitas pada korban luka bakar:

a. Jelaga dalam saluran nafas. Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta isi perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu, plastik akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan pharynx, glottis , vocal cord , trachea bahkan bronchiolus terminalis. Sehingga bila secara histology ditemukan jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi.

Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mucus yang melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di dalam rumah.

b. Saturasi COHb dalam darah. CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru.

Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHb maka korban mati sebelum terjadi kebakaran. Bahwa kadar saturasi CO dalam darah tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO. Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah sehingga warna cherry red ini menjadi sulit untuk dikenali.c. Reaksi jaringan. Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem.

Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajad tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang.

Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem.Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada kulit yang hangus terbakar.Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti.

Secara tradisionil banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yangterjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu. Blister yang dibentuk pada ante mortem dikatakan mengandung lebih banyak protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolute.d. Subendocardial left ventricular hemorrhages. Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi kebakaran.

9. PenatalaksanaanPrinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.

Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan korban dan sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar > 10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut:a. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi, yaitu: Periksa jalan napas

Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction, dsb), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi

Berikan oksigen

Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok

Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressurel/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ektensif (> 40%)b. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistimatis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat 2 atau 3 dengan luas > 25 %, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu:Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama hitunglah: Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan koloid (2) 2.000 cc glukosa 5% (3)Separuh dari jumlah (1), (2), dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.Cara Baxter. Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus = % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah darijumlah pemberian hari pertama.c. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara intravena. Hati-hati dengan pemberian intramuskular karena dengan sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot.d. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat dipakai yaitu Betadine atau nitras argenti 0,5%.e. Berikan antibiotik topikal pascapencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat. Kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat lain yang banyak dipakai adalah silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman.f. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.g. Berikan serum anti-tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang dewasa dan separuhnya pada anak-anak.BAB 3PENUTUP

1. KesimpulanLuka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif.

2. Saran

Setelah membaca makalah ini yaitu mengenai Luka Bakar semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moenadjat Y. Luka bakar, pengetahuan klinis praktis. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2001. p:l-82.

2. Gerard J. Tortora, Bryan H. Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and Physiology, 12th Edition. Canada: John Wiley & Sons.

3. Wasitaatmadja, S. M., 2003. Faal Kulit. Dalam: Djuanda,A. (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Schrock, T, R., Ilmu Bedah (Handbook Of Surgery) Edisi ke 7, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995. 13-21

5. Yefta Moenadjat, R., Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis, Farmedia, 2000.1-25

6. Djuanda, A. DR. Prof, Hamzah, M. Dr., Aisah, S. DR., Anatomi Kulit, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga, FKUI, Jakarta, 1999. 3-6

7. Djohansjah Marzoeki. Dr. Dr., Pengelolaan Luka Bakar, Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Hasanuddin. 1-15

8. David C. Sabisfon, Jr.M.D., Buku Ajar Bedah (Essential Of Surgery) bagian Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995. 151-163

18

9

9

18

18

14

14

14

9

9

18

18

16

16

9

9

9

18

18

1

18

18

3