BAB 1-BAB 5.doc

76
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 38°C. Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan. Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh yang bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai respon terhadap suatu penyakit. Namun suhu tubuh yang terlalu tinggi juga akan berbahaya. Saat ini, demam dianggap sebagai suatu kondisi sakit yang umum. Demam merupakan keadaan yang sering diderita oleh anak-anak. Hampir setiap anak pasti pernah merasakan demam (Amarilla Riandita, 2012). Berdasarkan pengkajian pada An. A dengan kasus Demam di ruang F RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 20 Januari 2013 terdapat keluhan utama klien badan terasa panas, kurang nafsu makan, dengan keadaan umum wajah terlihat merah, kulit terasa panas, dan anak terlihat rewel dengan suhu 37,7°C Persentase pasien febris terbesar adalah kelompok umur 17–60 tahun (63,28%) dengan diagnosis akhir febris (29,58%) penggunaan antibiotika sebesar 86,00 % (21 jenis) dan terbanyak pefloksasin (17,19%) dan non febris (70,42%) di antaranya infeksi virus (17,16%), DHF (8,28%), DF (7,10%) dan ISPA (5,92%). Sebesar 79,62% diterapi dengan antibiotika (29 jenis

Transcript of BAB 1-BAB 5.doc

Page 1: BAB 1-BAB 5.doc

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas

38°C. Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan.

Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh yang

bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai respon terhadap suatu penyakit.

Namun suhu tubuh yang terlalu tinggi juga akan berbahaya. Saat ini, demam

dianggap sebagai suatu kondisi sakit yang umum. Demam merupakan keadaan

yang sering diderita oleh anak-anak. Hampir setiap anak pasti pernah merasakan

demam (Amarilla Riandita, 2012). Berdasarkan pengkajian pada An. A dengan

kasus Demam di ruang F RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 20

Januari 2013 terdapat keluhan utama klien badan terasa panas, kurang nafsu

makan, dengan keadaan umum wajah terlihat merah, kulit terasa panas, dan anak

terlihat rewel dengan suhu 37,7°C

Persentase pasien febris terbesar adalah kelompok umur 17–60 tahun

(63,28%) dengan diagnosis akhir febris (29,58%) penggunaan antibiotika sebesar

86,00 % (21 jenis) dan terbanyak pefloksasin (17,19%) dan non febris (70,42%)

di antaranya infeksi virus (17,16%), DHF (8,28%), DF (7,10%) dan ISPA

(5,92%). Sebesar 79,62% diterapi dengan antibiotika (29 jenis antibiotika) dan

terbanyak adalah pefloksasin (13,42%) (Aris Widayati, 2008).

Apabila tidak ditangani dengan cepat akan terjadi, seperti: dehidrasi

(kekurangan cairan tubuh), kekurangan oksigen, kerusakan neurologis (saraf), dan

resiko kejang demam (febrile konvulsi). Ketika mengalami demam, terjadi

peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan cairan. Anak

yang demam dengan penyakit paru-paru atau penyakit jantung, dan kelainan

pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga panyakit paru-paru

atau kelainan jantungnya semakin berat. Selain itu demam di atas 42ºC bisa

menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), meskipun sangat jarang terjadi. Pada

anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di antara 6 bulan sampai

3 tahun, berada dalam resiko kejang demam (febrile convulsion), khususnya pada

temperatur rektal di atas 40ºC. kejang demam biasanya hilang dengan sendirinya,

1

Page 2: BAB 1-BAB 5.doc

2

dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf) (Aris Widayati,

2008).

Pada dasarnya, terdapat dua kondisi demam yang memerlukan pengelolaan

yang berbeda. Pertama adalah demam yang tidak boleh terlalu cepat diturunkan

karena merupakan respon terhadap infeksi ringan. Kedua adalah demam yang

membutuhkan pengelolaan segera karena merupakan tanda infeksi serius dan

mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, dan sepsis. Oleh karena itu,

pemahaman mengenai pengelolaan demam pada anak yang baik menjadi sesuatu

yang penting untuk dipahami. Pengelolaan demam dapat di lakukan secara self

management dan non self management. Self management dapat dilakukan melalui

terapi fisik, terapi obat-obatan maupun kombinasi keduanya. Terapi secara fisik

yang dilakukan antara lain menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal,

memberikan minum yang banyak, dan melakukan kompres. Terapi obat-obatan

yang dilakukan dengan memberi antipiretik. Sedangkan non self management

tindakan yang mengandalkan pengobatan pada tenaga medis (Amarilla Riandita,

2012). Saya tertarik untuk mengambil kasus ini untuk studi kasus agar kebih

mengoptimalkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah demam.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Demam

Di Ruang F RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu ............... menyajikan dan menerapkan asuhan

keperawatan pada klien dengan Demam Di Ruang F RSUD Dr. Doris Sylvanus

Palangka Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien

dengan masalah Demam.

1.3.2.2 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien

dengan masalah Demam.

1.3.2.3 Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada klien dengan

masalah Demam.

Page 3: BAB 1-BAB 5.doc

3

1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang sudah

direncanakan pada klien dengan masalah Demam.

1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah

dilakukan.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Teoritis

Studi Kasus ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu bagi

keperawatan untuk menambah pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada

klien dengan Demam Ruang F RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya serta

memperkuat teori yang sudah ada.

1.4.2 Praktis

1.4.2.1 Bagi Penulis

1) Sebagai suatu syarat kelulusan.

2) Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan

Keperawatan pada klien dengan Demam, serta aplikasinya.

3) Memperoleh pengalaman dalam membuat Laporan Studi Kasus di bidang

keperawatan dan memberikan informasi sebagai bahan masukan Laporan

Studi Kasus yang akan datang.

1.4.2.2 Bagi Pihak Rumah Sakit

Manfaat Laporan Studi Kasus ini bagi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka

Raya, khususnya perawat di ruang F adalah sebagai bahan masukan dalam upaya

meningkatkan mutu pelaksaan dan bahan evaluasi dalam perbaikan asuhan

keperawatan.

1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan laporan ini dapat menjadi sumber informasi, bacaan dan bahan

masukan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya yang terkait

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan demam.

Page 4: BAB 1-BAB 5.doc

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi

Menurut Lynda Juall C. (2009), demam adalah keadaan ketika individu

mengalami atau beresiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus-menerus

lebih tinggi dari 37,8°C secara oral atau 38,8°C secara rektal yang disebabkan

oleh berbagai faktor eksternal.

2.1.2 Tipe Demam

Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu

tubuh secara abnormal. Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain:

2.1.2.1 Demam Septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari

dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan

menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang

normal dinamakan juga demam hektik.

2.1.2.2 Demam Remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan

normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan

tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

2.1.2.3 Demam Intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu

hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila

terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

2.1.2.4 Demam Kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada

tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

2.1.2.5 Demam Siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh

beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh

kenaikan suhu seperti semula.

4

Page 5: BAB 1-BAB 5.doc

5

2.1.3 Etiologi

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam

dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit

metabolik maupun penyakit lain. Penyebab demam selain infeksi juga dapat

disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian

obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak,

koma). Situasi lingkungan juga bdapat menyebabkan demam, seperti: pajanan

terhadap panas/sinar matahari, berpakaian yang tidak tepat dengan kondisi iklim,

tidak mempunyai alat pendingin udara (Julia, 2000).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Julia (2000), tanda dan gejala demam antara lain:

1) Anak terlihat rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8° C-40°C).

2) Kulit terlihat kemerahan.

3) Hangat pada sentuhan.

4) Peningkatan frekuensi pernapasan.

5) Menggigil.

6) Dehidrasi.

7) Kehilangan nafsu makan.

2.1.5 Patofisiologi

Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi

ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak

disertai peningkatan set point. Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan

tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam

tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem

pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab

demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh

(pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau

merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi) (Julia, 2000).

Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang

terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus.

Reaksi menaikan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan

menghambat sekresi kelenjar keringat pengeluaran panas menurun, terjadilah

ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang

Page 6: BAB 1-BAB 5.doc

6

menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas

tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut

dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan

dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh (Julia, 2000).

Demam

Mekanisme Pertahanan Tubuh

Pirogen dilepaskan (zat penyebab demam)

Reseptor Hipotalamus

Menaikan suhu tubuh dengan

menyempitkan pembuluh darah

Menghambat sekresi kelenjar keringat

Ketidakseimbangan pembentukan dan

pengeluaran panas

Demam

Bagan 2.1 Patofisiologi Demam

Page 7: BAB 1-BAB 5.doc

7

2.1.6 Komplikasi

2.1.6.1 Kejang

Kejang adalah gangguan sistem saraf pusat lokal atau sistemik sehingga

kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling penting

akan adanya suatu penyakit lain. Kejang juga bisa diartikan sebagai gerakan otot

tubuh secara mendadak yang tidak disadari tanpa disertai hilangnya kesadaran.

2.1.6.2 Resiko persisten bakterimia atau infeksi bakteri.

2.1.6.3 Resiko meningitis

Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit

ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan

tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang

belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan

kematian (Julia, 2000).

2.1.7 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besaran

jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur

dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang, (cm, meter), umur

tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium, nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya

proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masisng-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan

tingkah laku hasil interaksi dengan lingkuangannya (Soetjiningsih, 1995).

Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan

mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada tahun

kedua anak akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5-2,5 kg dan panjang

badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan

yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat

tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham pertama, dan gigi taring

sehingga seluruhnya 14-16 buah (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009).

Page 8: BAB 1-BAB 5.doc

8

Dalam perkembangan motorik kasar anak sudah mampu melangkah dan

berjalan dengan tegak, pada sekitar umur 18 bulan anak mampus menaiki tangga

dengan cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu

berlari-lari kecil, menendang bola dan mulai mencoba melompat. Perkembangan

motorik halus mampu mencoba menyusun atau membuat menara pada kubus.

Kemampuan bahasa pada anak sudah mulai ditunjukan dengan anak mampu

memiliki sepuluh perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta

responsif terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukan dua gambar,

mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukan lambaian

anggota badan. Pada perkembangan adaptasi sosial mulai membantu kegiatan di

rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju (A.

Aziz Alimul Hidayat, 2009).

Page 9: BAB 1-BAB 5.doc

9

Tabel: 3.1 Pertumbuhan dan perkembangan selama masa bayiUsia

(Bulan) Fisik Motorik Kasar Motorik Halus Sensori Vokalisasi Sosialisasi/kognitif

1) Penambahan berat badan 150 sampai 210 g setiap minggu selama 6 bulan pertama.

Penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama 6 bulan pertama.

Peningkatan lingkar kepala sebesar 1,5 cm setiap buan selama 6 bulan pertama.

Ada reflek primitif dan kuat.

Reflek mata boneka dan reflex dansa menghilang.

Pernapasan hidung harus terjadi (pada kebanyakan bayi).

Memilih posisi fleksi dengan pelvis tinggi tetapi lutut tidak di bawah abdomen bila telungkup (pada saat lahir, lutut fleksi di bawah abdomen).

Dapat memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain bila telungkup; mengangkat kepala sebentar dari tempat tidur.

Mengalami head lag yang nyata, khususnya bilamenarik kepala dari posisi berbaring keposisi duduk.

Menahan kepala sebentar secara paralel dan dalam garis tengah dan tertahan dalam posisi telungkup.

Menunjukkan posisi refleks leher tonik asimetris bila telentang.

Tangan tertutup secara umum.

Reflek menggenggam kuat.

Tangan mengatup pada kontak dengan mainan.

Mampu memfiksasi objek bergerak dalam rentang 45 derajat bila digendong pada jarak 20 sampai 25 cm.

Menangis untuk mengekspresikan ketidaksenangan.

Membuat bunyi kecil dengan suara tenggorok.

Membuat bunyi tenang selama makan.

Ada dalam fase sensori motorik-tahap I penggunaan reflex-refleks, (lahir sampai 1 bulan), dan tahap II, reaksi sirkular utama (1 sampai 4 bulan).

Memandang wajah orangtua secara terus menerus saat mereka bicara pada bayi.

9

Page 10: BAB 1-BAB 5.doc

10

Bila menahan dalam posisi berdiri, rubuh lemas pada lurut dan panggul.

Pada posisi duduk, punggung memutar bersamaan, tidak ada kontrol kepala

2) Fontanel posterior menutup.

Refleks merangkak hilang.

Menunjukkan posisi yang kurang fleksi bila telungkup)—panggul datar, kaki terekstensi, lengan fleksi, kepala ke satu sisi.

Head lag berkurang bila menariknya ke posisi duduk.

Dapat mempertahankan kepala dalam dalam kesejajaran yang sama dengan posisi rubuh yang Iain ketika ditahan dalam suspensi ventral.

Bila telungkup, dapat mengangkat kepala hampir 45 derajat dari meja.

Tangan sering terbuka.

Refleks menggenggam menghilang.

Mulai memfiksasi binokular dan konvergen pada objek dekat.

Bila telentang, mengikuti mainan yang tergantung dari satu sisi ke titik di garis tengah. Secara visual mencari untuk melokalisasi bunyi.

Memutar kepala ke satu sisi bila bunyi dibuat pada ketinggian telinga.

Bersuara, berbeda dari menangis.

Tangisan menjadi berbeda.

Mendekut.

Bersuara pada wajah yang dikenal.

Menunjukkan senyum sosial sebagai respons terhadap berbagai stimulus.

10

Page 11: BAB 1-BAB 5.doc

11

Bila digendong dalam posisi duduk, kepala ditahan ke atas tetapi menunduk ke depan.Menunjukkan posisi refleks leher tonik asi-metris secara intermiten.

3) Refleks primitif menghilang.

Mampu menahan kepala lebih tegak bila duduk tetapi masih menunduk ke depan.

Hanya sedikit mengalami head lag yaitu bil amenarik kepala ke posisi duduk.

Mendapatkan posisi tubuh simetrik.

Mampu mengangkat kepala dan bahu dari po-sisi telungkup sampai sudut 45-90 derajat dari meja; menahan beban berat badan pada lengan bawah.

Bila digendong pada posisi berdiri, mampu menahan sedikit fraksi beban badan pada kakinya.

Secara aktif memegang mainan tetapi tidak akan menggapai mainan itu.

Refleks menggenggam tidak ada.

Tangan tetap tertutup rapat.

Menggenggam tangan sendiri, mearik selimut atau pakaian.

Mengikuti objek ke perifer (180 derajat).

Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke samping dan melihat ke arah yang sama.

Mulai mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasikan rangsang dari berbagai organ indera.

Menjerit keras untuk menunjukkan kesenangan' Mendekut, menggumam, tertawa.

Bersuara bila tersenyum. "Bicara" banyak hal bila diajak berbicara.

Menangis berkurang selama periode terbangun.

Menunjukkan minat yang dapat diper- timbangkan terhadap sekitarnya.

Berhenti menangis bila orangtua memasuki ruangan.

Dapat mengenali wajah dan objek yang dikenal, seperti botol minum.

Menunjukkan kewaspadaan terhadap situasi asing.

11

Page 12: BAB 1-BAB 5.doc

12

Memegang tangan sendiri.

4) Mulai merangkak.

Refleks Moro, tonik leher, dan rooting telah menghilang.

Hampir tidak mengalami head lag ketikamenariknya ke posisi duduk.

Keseimbangan kepala pada posisi duduk baik.

Pungung sedikit melengkung, lengkung hanya dalam area lumbal.

Mampu duduk tegak bila disangga. Mampu mengangkat kepala dan dada dari permukaan sampai sudut 90 derajat.

Mengambil posisi simetris utama Berguling dari telungkup ke sisi lain.

Melihat dan memainkan tangan; menarik pakaian atau selimut ke atas wajah untuk bermain.

Mencoba meraih objek de-ngan tangan tetapi me-lampaui.

Menggenggam objek dengan kedua tangan.

Bermain dengan mainan yang ditempatkan di; tangan, mencarinya, tetapi tidak dapat mengambilnya bila dijatuhkan.

Dapat memasukkan objek ke mulut.

Mampu mengakomodasi objek dekat.

Penglihatan binocular cukup baik terbentuk.

Dapat memfokuskan pada blok yang berada pada jarak 1,25 cm.

Dimulainya koordinasi mata-tangan.

Membuat bunyi konsonan n, k, g, p, h.

Tertawa keras.

Suara berubah sesuai alam perasaan.

Ada dalam tahap III, rekasi sirkular sekunder.Menuntut perhatian dengan rewel, menjadi bosan bila ditinggal sendirian.

Menikmati interaksi social dengan orang.

Mengantisipasi pemberian makan bila melihat botol atau ibu bila menyusui dengan asi.

Menunjukkan kesenangan dengan seluruh tubuh, menjerit, bernapas dengan keras.

Menunjukkan minat dalam rangsang kuat.

Mulai menunjukkan

Page 13: BAB 1-BAB 5.doc

13

memori.5) Memulai tanda-tanda

pertumbuhan gigi.

Berat badan ahir menjadi dua kali lipat.

Tidak ada head lag ketiak menarik kepala untuk posisi duduk.Bila duduk, mampu menahan kepala tegak dan mantap.Mampu duduk untuk periode yang lebih lama bila punggungdisokong dengan baik.

Punggung tegak.

Bila telungkup, menunjukkan posisi simetris dengan lengan ekstensi.

Dapat membalik dari posisi telungkup ke telentang.

Bila telentang, menempatkan kaki ke mulut.

Mampu menggenggam objek secara volunteer.Menggunakan genggamart telapak, pendekatan bidextrou.s

Memainkan jari-jari kaki.

Mengambil objek secara langsung ke mulut.

Memegang satu kotak, sementara memperhatikan kotak yang lain.

Secara visual mengikuti objek yang dijatuhkan.Mampu menunjukkan inspeksi visual terhadap suatu objek.Dapat melokasilisasi bunyi yang dibuat di bawah telinga.

Menjerit.

Membuat bunyi gumanam vokal yang diselingi dengan bunyi konsonan misalnya ah-goo.

Tersenyum pada bayangan dicermin.

Memegang botol atau payudara dengan kedua tangan.

Lebih antusias bermain, tetapi mungkin mengalami perubahan alam perasaan yang cepat.

Mampu membedakan ketidaksenangan bila objek diambil.

Menemukan bagian-bagian tubuh.

1213

Page 14: BAB 1-BAB 5.doc

14

6) Laju pertumbuhan mulai menurun.

Penambahan berat badan 90 sampai 150 g setiap minggu selama 6 bulan berikutnya.

Penambahan tinggi badan 1,25 cm setiap bulan se-lama 6 bulan berikutnya.

Gigi geligi mulai dengan pertumbuhan dua gigi ins is i sentral bawah.

Mengunyah dan menggigit mulai terjadi.

Bila telungkup, dapat mengangkat dada dan abdomen bagian atas dari atas meja, mem-bebankan berat badan pada tangan.

Bila akan menarik untuk posisi duduk, mengangkat kepala.

Duduk pada kursi tinggi dengan punggung tegak.

Berguling dari telungkup ke telentang.

Bila digendong dalam posisi berdiri, membebankan hampir semua berat badan.

Memegang tangan tidak ada lagi.

Mengamankan objek yang jatuh.

Menjatuhkan satu kotak bila kotak lainnya diberikan.

Menggenggam dan memanipulasi objek kecil.

Memegang botol.

Menggenggam kaki dan menarik ke mulut.

Menyesuaikan postur untuk melihat objek.

Lebih menyukai rangsang visual yang kompleks.

Dapat melokalisasi bunyi yang dibuat di atas telinga.

Akan memalingkan kepala pada sisi, kemudian melihat ke bawah.

Mulai mengikuti bunyi-bunyian.

Mengoceh menyerupai ungkapan satu suku kata-ma, mu, da, di , hi.

Memvokalisasi terhadap mainan, bayangan cermin.

Menikmati mendengarkan suara sendiri (penguatan diri).

Mengenali orang tua, mulai takut pada orang asing.

Memegang tangan untuk mengambil.

Mempunyai kesukaan dan ketidaksukaan pasti.

Mulai meniru (batuk, menjulurkan lidah).

Senang mendengarkan langkah kaki.

Tertawa bila kepala disembunyikan di handuk.

Mencari sejenak objek yag dijtuhkan (mulai menetapkan objek).

Sering berubah alam perasaan-dari menangis menjadi tertawa dengan sedikit atau tanpa

Page 15: BAB 1-BAB 5.doc

15

provokasi.

7) Pertumbuhan gigi insisi tengah atas.

Bila telentang, secara spontan mengangkat kepala dari meja.

Duduk,menyandar ke depan dengan kedua tangan.

Bila telungkup, membebankan berat badan pada satu tangan.

Duduk tegak sebentar.

Membebankan seluruh berat badan pada kaki.

Bila digendongdalam posisi berdiri, meloncat secara aktif.

Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lain.

Mempunyai pendekatan unidextrous dan menggenggam.

Memegang kedua kotak lebih dari sebentar.

Membanting kotak ke meja.

Menggaruk pada objek kecil.

Dapat memfiksasi objek yang sangat kecil.

Berespons terhadap nama sendiri.

Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala pada lengkungan.

Mulai menyadari kedalaman dan ruang.

Mempunyai kesukaan rasa.

Menghasilkan bunyi vokal dan menggabungkan suku kata-baba, dada, kaka.

Melokalisasi empat bunyi vokal berbeda.

Bicara bila orang lain bicara.

Meningkatkan rasa takut pada orang asing menunjukkan tanda kekuatiran bila orang tua menghilang.

Meniru tindakan dan bunyi sederhana.

Mencoba untuk mencari perhatian dengan batuk atau mendengkur.

Bermain cilukba.

Menunjukkan ketidaksukaan makanan dengan mempertahankannya bibir tetap tertutup.

Menunjukkan keagresifan oral dalam menggigit dan mengunyah.

14

Page 16: BAB 1-BAB 5.doc

16

Menunjukkan harapan dalam respons terhadap pengulangan rangsang.

8) Mulai menunjukkan pola yang teratur dalam eliminasi kandung kemih dan defekasi.

Refleks parasut muncul.

Duduk dengan mantap tanpa sokongan.

Membebankan berat badan pada aki dengan segera bila disokong, dapat berdiri berpegangan pada perabot.

Menyesuaikan postur untuk meraih objek.

Mulai menggenggam dengan menggunakan jari telunjuk, jari keempat, dan kelima terhadap bagian tungkai bawah.

Melepaskan objek sesuai keinginan.

Membunyikan bel dengan tujuan.

Memegang dua kotak dan menginginkan kotak ketiga.

Mengamankan objek dengan menarik.

Membuat bunyi konsonan t, d, dan w.

Mendengarkan secara selektif kata-kata yang dikenalnya.

Mengungkakan tanda penekanan dan emosi.

Menggabungkan suku kata, seperti dada, tetapi tidak menunjukkan artinya.

Meningkatkan ansietas terhadap kehilangan orangtua, terutama ibu dan rasa takut pada orang asing.

Berespons terhadap kata tidak..

Tidak menyukai pakaian, penggantian popok.

15

Page 17: BAB 1-BAB 5.doc

17

Meraih secara mantap mainan yang berada di luar jangkauan.

9) Pertumbuhan gigi incisor lateral atas mulai terjadi merangkak pada tangan dan lutut.

Creeps on hands and kness.

Duduk dengan mantap di lantaiuntuk waktu lama (10 menit).

Mengatasi keseimbangan bila bersandar ke depan tetapi tidak dapat melakukannya bila bersandar ke samping.

Menarik badan ke posisi berdiri dan berdiri berpegangan pada perabot.

Menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dalam menggenggam kasar.

Menyukai menggunakan tangan yang dominan mulai terlihat.Menggenggam kotak ketiga.

Membandingkan dua kotak membawanya.

Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala secara diagnonal dan secara langsung terhadapbunyi.

Persepsi dalam meningkat.

Berespons terhadap perintah verbal sederhana.

Memahami”no-no”.

Orangtua (biasanya ibu) makin penting untuk pencariannya.

Menunjukkan peningkatan minat dalam menyenangkan orang tua.

Mulai menunjukkan ras takut terhadap pergi tidur dan menjadi sendiri.

Menempatkan tangan di depan wajah untuk menghindari dicuci wajahnya.

16

Page 18: BAB 1-BAB 5.doc

18

10) Refleks labyrinth rihgting paling kuat bila bayi pada posisi telungkup atau telentang, mampu mengangkat kepala.

Mengubah telungkup menjadi duduk.

Berdiri sementara memegang perabot, duduk dengan menjatuhkan diri.

Melakukan keseimbangan dengan mudah pada saat duduk.

Saat berdiri, mengangkkat salah satu kaki untuk melangkah.

Pelepasan sederhana terhadap suatu objek mulai.

Menggenggam objek dengan tangan.

Mengatakan “da-da” “ma-ma ” dengan makna.

Memahami “dag-dag”.

Dapat mengatakan satu kata (misal hai, daag, tidak).

Menghambat perilaku untuk perintah verbal dari tidak atau nama sendiri.

Meniru ekspresi wajah, melambaikan untuk ‘daag-daag’.

Menunjukkan mainan pada orang lain tetapi tidak akan memberikannya.

Membangun objek permainan.

Mengulangi tindakan yang menarik perhatian dan menyebabkan tertawa.

Menarik pakaian orang lain untuk menarik perhatian.

Memainkan per mainan menarik seperti tepuk ami-

17

Page 19: BAB 1-BAB 5.doc

19

ami.

Bereaski terhadap kemarahan orang dewasa seperti menangis bila dimarahi.

Menunjukkan kemandirian dalam berpakaian, makan, keterampilan lokomotif, dan menguji orang tua.

Melihat dan mengikuti gambar dalam buku.

11) Munculnya gigi incisor lateral bawah.

Bila duduk, berputar untuk meraih objek.

Meluncur atau berjalan memegang perabot atay dengan kedua tangan di pegang.

Menjelajahi objek lebih seksama (misal genta di dalam bel).

Memiliki genggaman lebih erat.

Menjatuhkan objek dengan sengaja untuk mengambilnya.Menempatkan suatu objek setelah objek

Meniru bunyi bicara pasti.

Mengalami kesenangan dan kepuasaan bila tugas dikuasai.

Bertindak terhadap pembatasan dengan frustasi.

Menggelindingkan bola pada orang lain sesuai permintaan.

Mengantisipasi gerak tubuh bila

18

Page 20: BAB 1-BAB 5.doc

20

lain di dalam suatu wadah (permainan sekuensial).

Mampu memanipulasi onjek untuk memindahkannya dari penjepitan paha yang erat.

irama pengasuh dikenal atay cerita diceritakan (misal, menggengam ibu jari dan jari kaki dalam berespons terhadap “babi kecil ini pergi ke supermarket”).

Memainkan permainan ke atas-bawah, besar atau cilukba.

Menggelengkan kepala untuk “tidak”.

12) Tiga kali berat badan lahir.

Panjang lahir meningkat 50%.

Lingkar kepala dan lingkar dada sama (lingkar kepala 46,5 cm).Mempunyai total gigi enam sampai delapan.

Fontanel anterior hampir menutup.

Berjalan dengan satu tangan dipegang.

Meluncur dengan baik.

Dapat berusaha untuk berdiri sendiri sejenak; dapat berusaha melangkah pertama sendiri.

Dapat duduk dari posisi berdiri tanpa bantuan.

Melepaskan kotak ke dalam cangkir.

Berusaha untuk membangun dua blok menara tapi gagal.

Mencoba untuk memasukkan butir-butir ke dalam leher botol yang sempit tetapi gagal.Dapat membalikkan halaman buku,

Mendiskriminasikan bentuk geometrik sederhana (mis., melingkar).

Ambliobia dapat terjadi dengan kurang binokularitas.

Dapat mengikuti objekbergerak dengan cepat.

Mengontrol dan menyesuaikan respon

Mengatakan tiga sampai lima kata di samping “dada,” “mama”.

Memahami makna beberapa kata (pemahaman selalu mendahului verbalisasi).

Mengenali objek berdasarkan nama.Meniru bunyi binatang.

Menunjukkan emosi seperti cemburu, perasaan (dapat memberikan pelukan atau ciuman sesuai permintaan), marah, takut.

Menikmati lingkungan yang di kenal dan menggali dari orang tua.Rasa takut dalam situasi asing;

19

Page 21: BAB 1-BAB 5.doc

21

Reflex Lantau berkurang.

Reflex Babinski menghilang.

Kurva lumbar terbentun, lordosis terlihat selama berjalan.

banyak dalam sekali waktu.

terhadap bunyi; mendengarkan bunyi berulang.

Memahami perintah verbal sederhana (mis., “berikan padaku”).

memegang erat orang tua.

Dapat mengembangkan kebiasaan “selimut keamanan “ atau mainan favorit.

Memiliki peningkatan penentuan untuk praktik keterampilan lokomotor.

Mencari objek seolah-olah tidak di sembunyikan, tetapi mencari di mana objek terlihat terakhir.

15) Pertumbuhan mantap pada tinggi dan berat badan.

Lingkar kepala 48 cm.Berat badan 11 kg.

Tinggi badan 78,7 cm.

Berjalan tanpa bantuan (biasanya sejak usia 13 bulan).

Memanjat tangga.Berlutut tanpa sokongan.

Tidak dapat berjalan sekitar sudut atau berhenti tiba-tiba tanpa kehilangan

Secara konstan menjatuhkan objek kelantai.

Membangun menara dari dua kotak.

Memegang dua kotak dalam satu tangan.Melepaskan butir-

Mampu mengidentifikasi bentuk geometrik; menempatkan objek bulat ke dalam lubang yang tepat.

Penglihatan binokular berkembang baik.

Menunjukan intens dan

Menggunakan ekspresi jargon.

Mengatakan empat sampai enam kata, termasusk nama-nama.

“Meminta” objek dengan menunjukannya.Memahami perintah

Mentoleransi perpisahan dari orangtua.

Kurang mungkin untuk takut pada orang asing.

Mulai meniru orangtua, seperti membersihkan

20

Page 22: BAB 1-BAB 5.doc

22

keseimbangan.

Memiliki posisi berdiri tanpa sokongan.

Tidak dapat melempar bola tanpa jatuh.

butir ke dalam leher botol yang sempit.

Mencoret-coret secara spontan.

Menggunakan cangkir dengan baik tetapi memutarkan sendok.

lama minat dalam gambar.

sederhana.

Dapat menggunakan gerakan berjabat tangan untuk mengatakan ”tidak”.

Menggunakan tidak mesksipun menyetujui permintaan.

rumah (menyapu, mengelap), melipat pakaian.

Makan sendiri dengan menggunakan cangkir tertutup dan sedikit tumpah.

Dapat membuang botol.

Mengatur sendok tetapi memutarnya ke dekat mulut.

Mencium dan memeluk orangtua, dapat mencium gambar dalam buku.

Eksperesif emosis, memiliki temper tantrum.

18) Anoreksia fisiologis dari penurunan kebutuhan pertumbuhan.

Fontanel anterior tertututp

Berlari secara kikuk sering jatuh.

Berjalan naik tangga dengan satu tangan

Membangun menara tiga sampai empat kotak.

Pelepasan,

Mengatakan 10 kata atau lebih.

Menunjukan objek umum, seperti sepatu

Peniru yang baik (mimikri domestik).

Mengatur sendok dengan baik.

21

Page 23: BAB 1-BAB 5.doc

23

Secara fisiologi mampu mengendalikan sfingter.

berpegangan.

Menarik dan mendorong mainan.

Melompat ditempat dengan kedua kaki.

Duduk sendiri di kursi.

Melempar bola dari satu tangan ke tangan lain tanpa jatuh.

prehension dan pencapaian perkembangan dengan baik.

Membalik halaman dalam buku, dua atau tiga lembar sekaligus.

Dalam menggambar, membuat tekanan sesuai tiruan.

Mangatur sendok tanpa memutar.

atau bola dan dua atau tiga bagian tubuh. Melepaskan sarung

tangan, kaus kaki dan sepatu, serta resleting.

Temper tatrum mungkin terlihat.

Mulai sadar kepemilikan (“mainanku”).

Mengembangkan ketergantungan pada objek transisi seperti “selimut keamanan”.

22

Page 24: BAB 1-BAB 5.doc

24

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.8.1 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat menunjang, seperti: keadaan umum, tanda-

tanda vital, kepala dan wajah, leher dan tenggorokan, dada, punggung, abdomen,

ekstremitas dan genitalia.

2.1.8.2 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang hasil diagnostik, seperti:

Leukosit, eritrosit, haemoglobin, trombosit dan pemeriksaan tinja.

2.1.8.3 USG

Untuk mengetahui adanya infeksi atau kelainan pada bagian abdomen.

2.1.8.4 CT scan

Untuk mengetahui adanya gangguan pada bagian kepala (Julia, 2000).

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

2.1.9.1 Fisik

1) Mengawasi kondisi klien dengan:

(1) Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.

(2) Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.

(3) Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau

apakah anak mengalami kejang-kejang.

(4) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan.

(5) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan.

(6) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai

oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.

(7) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya.

Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare

menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan

tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh

gantinya.

(8) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang.

(9) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya

untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya

suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh

digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan

Page 25: BAB 1-BAB 5.doc

25

menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah

menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol

dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).

(10)Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat.

Kompres air hangat maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan

menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan

demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak

supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi (Julia, 2000).

2.1.9.2 Obat-obatan Antipiretik

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu

di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin

dengan jalan menghambatenzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus

direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas

diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk

pemberian antipiretik:

1) Bayi 6-12 bulan: ½-1 sendok teh sirup parasetamol.

2) Anak 1-6 tahun: ¼-½ parasetamol 500 mg atau 1-1 ½ sendok teh sirup

parasetamol.

3) Anak 6-12 tahun: ½-1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok teh sirup

parasetamol.

4) Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan

dengan air atau teh manis. Obat penurun panas ini diberikan 3x1.

Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya

(Julia, 2000).

2.1 Manajemen Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

2.2.1.1 Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan timbul

demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual muntah,

nafsu makan, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil,

gelisah, upaya yang harus dilakukan (Julia, 2000).

2.2.1.2 Melakukan pemeriksaan fisik.

2.2.1.3 Observasi manifestasi klinis demam:

1) Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.

Page 26: BAB 1-BAB 5.doc

26

2) Kulit terlihat kemerahan.

3) Kulit terasa hangat/panas.

4) Peningkatan frekuensi pernapasan.

5) Takikardi.

6) Kejang demam.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.2.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

2.2.2.2 Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

2.2.2.3 Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

2.2.3.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan: suhu tubuh dalam keadaan stabil.

Kriteria hasil:

1) Bebas dari demam.

2) Suhu tubuh stabil 36°-37°C.

Intervensi:

(1) Monitor tanda-tanda vital.

Rasional: Mengetahui keadaan umum pasien.

(2) Berikan kompres air biasa atau air hangat.

Rasional: Kompres mengakibatkan konduksi sehingga panas tubuh

dialihkan ke kompres.

(3) Anjurkan banyak minum.

Rasional: Menghindari dehidrasi.

(4) Kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik

Rasional: Menekan hipotalamus untuk memproses regulasi dengan

baik.

2.2.3.2 Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

Tujuan: Intake terpenuhi.

Kriteris hasil:

1) Nafsu makan meningkat, dapat menghabiskan sesuai porsi diet yang

telah diberikan.

2) Kebiasaan makan pagi, siang, dan sore.

Page 27: BAB 1-BAB 5.doc

27

Intervensi:

(1) Berikan makanan sesuai keinginan pasien.

Rasional: menambah nafsu makan pasien.

(2) Berikan makanan yang bervariasi dan menarik.

Rasional: pasien tidak bosan dengan makanan yang diberikan dan

menambah nafsu makan pasien.

(3) Anjurkan makan sedikit tapi sering.

Rasional: membantu terpenuhinya intake pasien.

(4) Anjurkan untuk makan buah.

Rasional: membantu memenuhi vitamin dan nutrisi pasien serta

menghindari adanya masalah pencernaan.

(5) Observasi nafsu makan pasien.

Rasional: mengetahui adanya peningkatan atau penurunan nafsu

makan.

(6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan diet.

Rasional: membantu dalam meningkatkan selera makan pasien.

2.2.3.3 Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan: Keluarga dapat mengidentifikasi hal-hal yang dapat

meningkatkan dan menurunkan suhu tubuh.

Kriteria Hasil:

1) Keluarga mau berpartisipasi dalam setiap tindakan yang dilakukan.

2) Keluarga mengungkapkan rasa cemas berkurang.

Intervensi:

(1) Observasi tentang informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai

hipertermi.

Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang

hipertermi.

(2) Berikan informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi.

Rasional: Dalam keadaan cemas keluarga pasien harus mengetahui

apa yang menjadi penyebab hipertermi tersebut.

(3) Yakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan merupakan respon yang

normal.

Page 28: BAB 1-BAB 5.doc

28

Rasional: Komunikasi dapat membantu berkurangnya kecemasan

keluarga terhadap proses penyakit.

(4) Diskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan dengan

hipertermi dan keadaan penyakit.

Rasional: Berdiskusi dapat membantu keluarga dalam mengurangi

kecemasan dan dapat membuka wawasan keluarga tentang penyakit

yang di derita oleh pasien.

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana

tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan

sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan

masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu

pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan

seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005). Evaluasi

dari tindakan yang telah diberikan pada An. A berdasarkan dari tujuan (Kriteria

Hasil) yang telah dibuat dalam intervensi dan membuat catatan perkembangannya.

Seperti pada diagnosa yang pertama tujuannya adalah pasien terbebas dari

demam, dan suhu tubuh stabil 36°-37°C. Pada diagnosa yang kedua tujuannya

adalah nafsu makan meningkat, dapat menghabiskan sesuai porsi diet yang telah

diberikan, dan kebiasaan makan pagi, siang, dan sore. Demikian pula pada

diagnosa ketiga yang tujuannya adalah keluarga mau berpartisipasi dalam setiap

tindakan yang dilakukan, dan keluarga mengungkapkan rasa cemas berkurang.

BAB 3

Page 29: BAB 1-BAB 5.doc

29

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Anamnesa

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Januari 2013,

Pukul: 20.00 WIB.

3.1.1 Identitas Pasien

Pasien bernama An. A yang lahir pada tanggal 5 April 2011 berjenis

kelamin perempuan, beragama kristen protestan. Pasien adalah orang dayak yang

berasal dari Sepang Simin kabupaten Gunung Mas. Pasien di rawat dengan

diagnosa medis Demam.

3.1.2 Identitas Penanggung Jawab

Pasien mempunyai orang tua yang bernama Ny. N yang lahir pada tanggal

14 November 1983, beragama kristen protestan. Ny. N adalah orang dayak yang

berasal dari Sepang Simin kabupaten Gunung Mas. Pendidikan terakhir Ny. N

adalah SMA yang sekarang membuka usaha sendiri di tempat asalnya.

3.1.3 Keluhan Utama

Orang tua pasien mengatakan: “Badan anak saya terasa panas”.

3.1.4 Riwayat Kesehatan

3.1.4.1 Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada tanggal 19 Januari 2013 pasien di rawat di RS Gunung Mas, karena

kondisi pasien belum membaik pihak RS melakukan rujukan ke RSUD Doris

Sylvanus.

3.1.4.2 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pasien pernah dirawat pada usia 8 bulan dan pada tanggal 20 Januari 2013

dirawat di RS Gunung Mas dengan kasus Kejang Demam.

3.1.4.3 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

1) Riwayat Prenatal: Selama hamil, Ibu pasien memeriksakan

kandungannya ke bidan.

2) Riwayat Prenatal: Normal, persalinan dibantu oleh bidan. Pasien adalah

anak ketiga dari tiga bersaudara.

3) Riwayat Postnatal: Sehat, Berat Badan 2,9 kg.

3.1.4.4 Status Imunisasi: 28

Page 30: BAB 1-BAB 5.doc

30

BCG pada usia 1 bulan, DPT pada usia 2 bulan, Polio pada usia 3 bulan,

Campak pada usia 6 bulan, dan Hepatitis 8 bulan.

3.1.4.5 Riwayat Kesehatan Keluarga

Orang tua pasien mengatakan, keluarga tidak pernah menderita penyakit

yang sama.

3.1.4.6 Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi

Keterangan :

: Laki-laki : Orang terdekat

: Perempuan : Tinggal serumah

: Meninggal

: Pasien

Bagan 3.1 Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi

3.2 Pemeriksaan Fisik

3.2.1 Keadaan Umum

Tingkat kesadaran Compos Menthis, terpasang infus KA EN 4B 10 tetes

/menit.

3.2.2 Tanda Vital

Suhu pasien adalah 37,7° C

3.2.3 Kepala dan Wajah

Page 31: BAB 1-BAB 5.doc

31

3.2.3.1 Ubun-ubun

Ubun-ubun pasien dalam keadaan menutup dan datar.

3.2.3.2 Rambut

Pasien memiliki rambut berwarna hitam, tidak rontok, tidak mudah di cabut

dan tidak kusam.

3.2.3.3 Kepala

Keadaan kulit kepala bersih, tidak ada peradangan atau benjolan.

3.2.3.4 Mata

Bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna merah muda, skelera berwarna

putih, reflek pupil positif. Ketajaman penglihatan pasien baik, dapat membedakan

orang tua dan perawat.

3.2.3.5 Telinga

Bentuk telinga simetris, tidak ada serumen atau secret, tidak ada peradangan

dan ketajaman pendengaran pasien baik, pasien menoleh saat namanya di panggil.

3.2.3.6 Hidung

Bentuk hidung simetris, tidak ada serumen atau secret, fungsi penciuman normal.

3.2.3.7 Mulut

Keadaan bibir lembab dan palatum terasa lunak.

3.2.3.8 Gigi

Pasien mempunyai gigi 9 buah dan tidak ada carries gigi.

3.2.3.9 Leher dan Tenggorokan

Bentuk leher simetris, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran tonsil,

tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan dan peradangan.

3.2.3.10 Dada

Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe

pernafasan dada, bunyi jantung normal (lup dup). Tidak ada iktus kordis, bunyi

tambahan dan nyeri dada.

3.2.3.11 Punggung

Bentuk punggung simetris, tidak ada peradangan dan benjolan.

3.2.3.12 Abdomen

Bentuk abdomen simetris, bising usus 7x /menit. Tidak ada asites, massa,

hepatomegali, splenomegali ataupun nyeri.

3.2.3.13 Ekstremitas

Page 32: BAB 1-BAB 5.doc

32

Pergerakan atau tonus otot bebas. Tidak ada oedem, sianosis, dan clubbing

finger. Keadaan kulit halus, turgor kulit baik di bawah 2 detik dan kulit teraba

panas.

3.2.3.14 Genitalia

Kebersihan baik, keadaan labia lengkap, tidak ada peradangan ataupun

benjolan.

3.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

3.3.1 Gizi: Baik, kebutuhan gizi terpenuhi dengan berat badan 9 kg dan usia 1,9

tahun.

3.3.2 Kemandirian Dalam Bergaul: Baik, pasien dapat memanggil nama

saudaranya.

3.3.3 Motorik Halus: Baik, dapat menyusun atau membuat menara pada kubus.

3.3.4 Motorik Kasar: Baik, mampu melangkah dan berjalan dengan tegak.

3.3.5 Kognitif dan Bahasa: Baik, pasien dapat menyebutkan nama benda.

3.3.6 Psikososial: Baik, pasien dekat dengan orang tua dan keluarga.

3.4 Pola Aktivitas Sehari-hari

3.4.1 Nutrisi

3.4.1.1 Frekuensi: Frekuensi makan pasien pada sebelum sakit normal dan saat

sakit 2x sehari.

3.4.1.2 Porsi: porsi makan pasien pada sebelum sakit 1 porsi dan pada sesudah

sakit hanya ¼ porsi.

3.4.1.3 Nafsu makan/selera: Nafsu makan pasien pada sebelum sakit baik dan

saat sakit berkurang.

3.4.1.4 Jenis makanan: Sebelum sakit jenis makanan pasien terdiri dari nasi,

lauk pauk dan sayur dan saat sakit jenis makanan pasien terdiri dari nasi

dan lauk.

3.4.1.5 Jenis minuman: sebelum sakit jenis minuman pasien adalah air putih,

susu, dan teh. Sedangkan sesudah sakit pasien hanya mau minum air

putih dan susu.

3.4.1.6 Jumlah minuman: jumlah minuman pasien sebelum sakit 800/cc/24 jam

sedangkan pada saat sakit 550/cc/24 jam.

Page 33: BAB 1-BAB 5.doc

33

3.4.1.7 Kebiasaan makan: sebelum sakit kebiasaan makan pasien pagi, siang

dan malam. Sedangkan pada saat sakit pasien hanya makan pada pagi

dan sore hari.

3.4.2 Eliminasi

3.4.2.1 BAB

Fungsi pencernaan pasien pada sebelum sakit dan saat sakit tetap baik yaitu

1x sehari. Konsistensinya lembek.

3.4.2.2 BAK

Frekuensi BAK pasien 5x sehari.

3.4.3 Istirahat/tidur

Sebelum sakit pada siang hari pasien beristirahat selama 2-3 jam dan pada

malam hari selama 9-10 jam. Sedangkan pada saat setelah sakit, pada siang hari

pasien dapat beristrhat selama 1-2 jam dan pada malam hari selama 9-10 jam.

3.4.4 Personal hygiene

3.4.4.1 Mandi

Sebelum sakit dan saat sakit pasien mandi 2x sehari.

3.4.4.2 Oral hygiene

Sebelum sakit dan saat sakit pasien melakukan oral hygiene 2x sehari.

3.5 Data Penunjang

Tanggal: 20 Januari 2013

Tabel: 3.2 Data Penunjang

No. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1)

2)

Leukosit (WBC)

Eritrosit (RBC)

Haemoglobin (HGB)

Trombosit (PLT)

Pemeriksaan Makroskopis Tinja

Konsistensi dan Bentuk

Warna

Bau

5.40/UL

3.86/UL

10.3 g/dl

186/UL

Padat

Kecoklatan

Khas tinja

4.00-10.00/UL

3.50-5.20/UL

12.0-16.0 g/dl

100-600/UL

Padat

Kecoklatan

Khas tinja

Page 34: BAB 1-BAB 5.doc

34

3.6 Penatalaksaan Medis

Tanggal: 20 Januari 2013

Infus: KA EN 4B 10 tetes /menit.

Intravena: Ceftriaxone 2 x 500 mg

Dexamethasone 3 x 1,5 mg

Oral: Puyer Tripanzyme 3 x 1 /bungkus

L-Bio 2 x 1 sachet

Pheno Oral 45 mg 2 x 1 /bungkus

Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4 x 1 cth

3.7 Informasi Lain

Orang tua pasien mengatakan: “Saya merasa cemas dengan keadaan anak

saya, karena demamnya belum juga turun”. Orang tua juga bertanya tentang

penyebab penyakit yang diderita anaknya.

Palangka Raya, 21 Januari 2013

Mahasiswa yang mengkaji

SINTIA MANDARA

Page 35: BAB 1-BAB 5.doc

35

3.8 ANALISIS DATA

Tabel: 3.3 Analisis Data

Data Subyektif dan Data Obyektif Kemungkinan Penyebab Masalah

Ds: Orang tua pasien mengatakan: “Badan

anak saya terasa panas”.

Do:

1) Wajah terlihat merah

2) Kulit terasa panas

3) Anak terlihat rewel

4) Suhu 37,7°C

Ds: orang tua mengatakan: “Anak saya

kurang nafsu makan”.

Do:

1) Porsi makan pasien hanya ¼ porsi.

2) Nafsu makan pasien pada sebelum sakit

baik dan saat sakit berkurang.

Proses infeksi

Intake yang kurang.

Hipertermi

Resiko kekurangan nutrisi

34

Page 36: BAB 1-BAB 5.doc

36

Data Subyektif dan Data Obyektif Kemungkinan Penyebab Masalah

3) Jenis makanan pasien terdiri dari nasi

dan lauk dan kebiasaan makan pasien

hanya makan pada pagi dan sore hari.

Ds: Orang tua pasien mengatakan: “Saya

merasa cemas dengan keadaan anak

saya, karena demamnya belum juga

turun”.

Do:

1) Terlihat orang tua dan keluarga yang

selalu menjaga anaknya.

2) Wajah orang tua tampak sedih.

3) Keluarga tampak gelisah.

4) Orang tua bertanya tentang penyebab

penyakit anaknya.

Kurangnya informasi Cemas

35

Page 37: BAB 1-BAB 5.doc

37

3.9 PRIORITAS MASALAH

Tabel: 3.4 Prioritas Masalah

1) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

2) Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.

3) Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.

36

Page 38: BAB 1-BAB 5.doc

38

3.10 INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien: An. A

Ruang Rawat: F (Anak)

Tabel: 3.5 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional

1) Hipertermi

berhubungan dengan

proses infeksi.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x7 jam suhu

tubuh dalam keadaan stabil

dengan kriteria hasil:

1) Bebas dari demam.

2) Suhu tubuh stabil 36°-

37°C.

(1) Monitor tanda-tanda vital.

(2) Berikan kompres air biasa/hangat.

(3) Anjurkan untuk banyak minum.

(4) Anjurkan untuk tidak menggunakan

pakaian dan selimut yang tebal.

(5) Kolaborasi dalam pemberian terapi

antipiretik Parasetamol Sirup

(Kalau perlu) 4 x 1 sendok teh .

(1) Mengetahui keadaan umum

klien.

(2) Kompres mengakibatkan

konduksi sehingga panas

tubuh dialihkan ke

kompres.

(3) Menghindari dehidrasi.

(4) Membantu proses konduksi.

(5) Menekan hipotalamus

untuk memproses regulasi

dengan baik.

37

Page 39: BAB 1-BAB 5.doc

39

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional

2) Resiko kekurangan

nutrisi berhubungan

dengan intake yang

kurang.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x7 jam

diharapkan intake terpenuhi

dengan kriteria hasil:

1) Nafsu makan meningkat,

dapat menghabiskan sesuai

porsi diet yang telah

diberikan.

2) Kebiasaan makan pagi,

siang, dan sore.

(1) Berikan makanan sesuai keinginan

pasien.

(2) Berikan makanan yang bervariasi

dan menarik.

(3) Anjurkan makan sedikit tapi sering.

(4) Anjurkan untuk makan buah.

(5) Observasi nafsu makan pasien.

(1) Rasional: menambah nafsu

makan pasien.

(2) Rasional: pasien tidak bosan

dengan makanan yang

diberikan dan menambah

nafsu makan pasien.

(3) Rasional: membantu

terpenuhinya intake pasien.

(4) Rasional: membantu

memenuhi vitamin dan

nutrisi pasien serta

menghindari adanya masalah

pencernaan.

(5) Rasional: mengetahui adanya

peningkatan atau penurunan

nafsu makan.

38

Page 40: BAB 1-BAB 5.doc

40

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional

(6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam

menentukan diet.

(6) Rasional: membantu dalam

meningkatkan selera makan

pasien.

39

Page 41: BAB 1-BAB 5.doc

41

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional

3) Cemas berhubungan

dengan kurangnya

informasi.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 1x7 jam keluarga

dapat mengidentifikasi hal-hal

yang dapat meningkatkan dan

menurunkan suhu tubuh dengan

kriteria hasil:

1) Keluarga mau berpartisipasi

dalam setiap tindakan yang

dilakukan.

2) Keluarga mengungkapkan

rasa cemas berkurang.

(1)Observasi tentang informasi

yang dimiliki keluarga pasien

mengenai hipertermi.

(2)Berikan informasi yang

akurat tentang penyebab

hipertermi.

(3)Yakinkan keluarga pasien

bahwa kecemasan merupakan

respon yang normal.

(4)Diskusikan rencana tindakan

yang dilakukan berhubungan

dengan hipertermi dan

keadaan penyakit.

(1) Mengetahui tingkat pengetahuan

keluarga tentang hipertermi.

(2) Dalam keadaan cemas keluarga

pasien harus mengetahui apa yang

menjadi penyebab hipertermi

tersebut.

(3) Komunikasi dapat membantu

berkurangnya kecemasan keluarga

terhadap proses penyakit.

(4) Berdiskusi dapat membantu keluarga

dalam mengurangi kecemasan dan

dapat membuka wawasan keluarga

tentang penyakit yang di derita oleh

pasien.

40

Page 42: BAB 1-BAB 5.doc

42

3.10 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tabel: 3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Hari/TanggalJam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan dan Nama

PerawatSenin, 21 Januari

2013

1) Memonitor tanda-tanda vital.

2) Memberikan kompres air biasa/hangat.

3) Menganjurkan untuk banyak minum.

4) Menganjurkan untuk tidak menggunakan

pakaian dan selimut yang tebal.

5) Berkolaborasi dalam pemberian terapi

antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau

perlu) 4 x 1 sendok teh.

S: Orang tua pasien mengatakan:

“Badan anak saya masih panas”.

O:

1) Kulit terasa panas.

2) Anak terlihat rewel.

3) Suhu 37,7°C.

A: Masalah belum teratasi.

P: Lanjutkan Intervensi. SINTIA MANDARA

41

Page 43: BAB 1-BAB 5.doc

43

Hari/TanggalJam Implementasi Evaluasi (SOAP)

Tanda Tangan dan Nama Perawat

Minggu, 20 Januari

2013

1) Memberikan makanan sesuai keinginan

pasien.

2) Memberikan makanan yang bervariasi

dan menarik.

3) Menganjurkan makan sedikit tapi sering.

4) Menganjurkan untuk makan buah.

5) Mengobservasi nafsu makan pasien.

6) Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam

menentukan diet.

S: Orang tua mengatakan: “Nafsu

makan anak masih belum

membaik”.

O:

1) Porsi yang diberikan tidak habis

yaitu hanya ¼ porsi.

2) Kebiasaan makan hanya pagi dan

sore.

3) Pasien terlihat rewel.

A: Masalah belum teratasi.

P: Lanjutkan Intervensi. SINTIA MANDARA

42

Page 44: BAB 1-BAB 5.doc

44

Hari/Tanggal

JamImplementasi Evaluasi (SOAP)

Tanda Tangan dan

Nama Perawat

Senin, 21 Januari

2013

1) Mengobservasi tentang informasi yang

dimiliki keluarga pasien mengenai

hipertermi.

2) Memberikan informasi yang akurat

tentang penyebab hipertermi.

3) Meyakinkan keluarga pasien bahwa

kecemasan merupakan respon yang

normal.

4) Mendiskusikan rencana tindakan yang

dilakukan berhubungan dengan

hipertermi dan keadaan penyakit.

S: Orang tua pasien mengatakan: “Saya

masih merasa cemas dengan

keadaan anak saya”.

O:

1) Terlihat orang tua dan keluarga yang

selalu menjaga anaknya.

2) Wajah orang tua tampak sedih.

3) Keluarga tampak gelisah.

4) Suhu 37,7°C.

A: Masalah belum teratasi.

P: Lanjutkan intervensi. SINTIA MANDARA

43

Page 45: BAB 1-BAB 5.doc

45

BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan teori-teori keperawatan di BAB 2 laporan ini dan dalam

melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan kasus Demam di ruang F

RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya yang terdapat pada BAB 3, maka ada

beberapa hal yang menjadi persamaan yaitu:

4.1 Pengkajian

Berdasarkan pengkajian pada An. A dengan kasus Demam di ruang F

RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 20 Januari 2013 terdapat

keluhan utama klien badan terasa panas, kurang nafsu makan, dengan keadaan

umum wajah terlihat merah, kulit terasa panas, dan anak terlihat rewel dengan

suhu 37,7°C dengan adanya masalah tersebut orangtua merasa cemas. Secara

umum tidak jauh berbeda dengan teori (Julia, 2000), karena pada teori ini

dijelaskan tanda dan gejala yang terdapat pada seorang yang menderita demam

antara lain: anak terlihat rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8° C-40°C), kulit terlihat

kemerahan, hangat pada sentuhan dan dehidrasi. Pada saat pengkajian tidak

ditemukan tanda dan gejala demam, seperti: peningkatan frekuensi pernapasan,

dehidrasi dan menggigil. Tidak adanya tanda dan gejala tersebut karena suhu

tubuh pasien masih belum termasuk suhu yang tinggi sehingga tidak menye-

babkan masalah tersebut. Dalam faktor penunjang untuk mendapatkan data

keluarga klien cukup kooperatif dalam memberikan informasi maupun data-data

yang diperlukan.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan teori diagnosa keperawatan pada kasus Demam, diagnosa yang

mungkin muncul adalah: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, resiko

kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang, dan cemas

berhubungan dengan kurangnya informasi. Diagnosa keperawatan yang muncul

pada kasus An. A tidak jauh berbeda dengan teori, yaitu: hipertermi berhubungan

dengan proses infeksi, resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang

kurang, dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.

Pada saat pengkajian didapatkan 3 diagnosa berdasarkan teori diatas, karena

An. A sudah mengalami demam sejak tanggal 19 Januari 2013. Munculnya diag-

44

Page 46: BAB 1-BAB 5.doc

46

nosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi karena peningkatan suhu

tubuh pasien bisa disebabkan karena adanya infeksi. Kemudian pada diagnosa

resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang muncul karena

adanya kurang nafsu makan pada pasien, hal tersebut beresiko menyebabkan

pasien kekurangan nutrisi. Sedangkan pada diagnosa cemas berhubungan dengan

kurangnya informasi muncul karena adanya kecemasan dari orangtua terhadap

anaknya.

4.3 Intervensi Keperawatan

Penentuan prioritas masalah dalam kasus ini disesuaikan menurut Hirarki

Maslow yaitu kebutuhan dasar dan keadaan yang mengancam keselamatan klien.

Jika dilihat dari studi kasus dan teori yang ada, maka diagnosa utama yang

diangkat adalah: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, resiko

kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang, dan cemas

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Menurut teori Lynda Juall (2009), intervensi dari diagnosa pertama adalah:

monitor tanda-tanda vital, berikan kompres air biasa/hangat, anjurkan untuk

banyak minum, anjurkan untuk tidak menggunakan pakaian dan selimut yang

tebal, dan kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau

perlu) 4x1 sendok teh. Intervensi dari kasus An. A. tidak jauh berbeda dengan

teori diatas, yaitu: monitor tanda-tanda vital, berikan kompres air biasa/hangat,

anjurkan untuk banyak minum, anjurkan untuk tidak menggunakan pakaian dan

selimut yang tebal, kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik Parasetamol

Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh, karena keadaan tersebut mengancam

keselamatan klien. Apabila intervensi ini tidak dilakukan dapat menyebabkan pen-

ingkatan suhu tubuh dan komplikasi lain yang dapat mengancam keselamatan

pasien.

Intervensi pada diagnosa kedua adalah berikan makanan sesuai keinginan

pasien, berikan makanan yang bervariasi dan menarik, anjurkan makan sedikit

tapi sering, anjurkan untuk makan buah, observasi nafsu makan pasien dan

kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan diet. Intervensi pada kasus An. A.

tidak berbeda dengan teori, direncanakan untuk mencegah adanya resiko

kekurangan nutrisi pada pasien.

Page 47: BAB 1-BAB 5.doc

47

Pada diagnosa ketiga intervensi yang diberikan adalah observasi tentang

informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai hipertermi, berikan informasi

yang akurat tentang penyebab hipertermi, yakinkan keluarga pasien bahwa

kecemasan merupakan respon yang normal, diskusikan rencana tindakan yang

dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit. Intervensi ini

direncanakan agar rasa cemas pada keluarga pasien berkurang.

4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi pada asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana

intervensi yang telah dibuat sebelumnya. Pada diagnosa pertama: hipertermi

berhubungan dengan proses infeksi implementasi yang dapat dilakukan adalah

memonitor tanda-tanda vital, memberikan kompres air biasa/hangat,

menganjurkan untuk banyak minum, menganjurkan untuk tidak menggunakan

pakaian dan selimut yang tebal, dan berkolaborasi dalam pemberian terapi

antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh. Pada kasus An. A.

tidak jauh berbeda dengan implementasi pada teori, yaitu: memonitor tanda-tanda

vital, memberikan kompres air biasa/hangat, menganjurkan untuk banyak minum,

menganjurkan untuk tidak menggunakan pakaian dan selimut yang tebal, dan

berkolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau perlu)

4x1 sendok teh. Implementasi yang dilakukan pada diagnosa pertama untuk men-

stabilkan suhu tubuh pasien menjadi 36º-37ºC.

Sedangkan pada diagnosa kedua implementasi yang dapat dilakukan adalah

memberikan makanan sesuai keinginan pasien, memberikan makanan yang

bervariasi dan menarik, menganjurkan makan sedikit tapi sering, menganjurkan

untuk makan buah, mengobservasi nafsu makan pasien dan berkolaborasi dengan

ahli gizi dalam menentukan diet. Pada kasus An. A. tidak jauh berbeda dengan

implementasi pada teori, yaitu: memberikan makanan sesuai keinginan pasien,

memberikan makanan yang bervariasi dan menarik, menganjurkan makan sedikit

tapi sering, menganjurkan untuk makan buah, mengobservasi nafsu makan pasien

dan berkolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan diet. Pada diagnosa kedua

dilakukan untuk meningkatkan nafsu makan pasien.

Pada diagnosa yang ketiga implementasi yang dapat dilakukan adalah

mengobservasi tentang informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai

hipertermi, memberikan informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi,

Page 48: BAB 1-BAB 5.doc

48

meyakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan merupakan respon yang normal,

mendiskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan dengan hipertermi

dan keadaan penyakit. Pada kasus An. A. tidak jauh berbeda dengan implementasi

pada teori, yaitu: mengobservasi tentang informasi yang dimiliki keluarga pasien

mengenai hipertermi, memberikan informasi yang akurat tentang penyebab

hipertermi, meyakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan merupakan respon

yang normal, mendiskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan

dengan hipertermi dan keadaan penyakit. Tidak ada kendala yang berarti sehingga

asuhan keperawatan yang diberikan perawat tetap berkesinambungan dan

dilanjutkan oleh perawat ruangan. Pada diagnosa yang ketiga agar rasa cemas

pada keluarga dapat berkurang dan dapat berpartisipasi dalam setiap tindakan

yang diberikan.

4.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan

seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi. (Patricia A. Potter, 2005).

Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan pada An. A berdasarkan dari tujuan

(Kriteria Hasil) yang telah dibuat dalam intervensi dan membuat catatan

perkembangannya.

Seperti pada diagnosa yang pertama tujuannya adalah pasien terbebas dari

demam, dan suhu tubuh stabil 36°-37°C tetapi setelah dilakukan evaluasi masalah

belum teratasi dengan data obyektif, seperti: kulit terasa panas, anak terlihat rewel

dan suhu 37,7°C.

Pada diagnosa yang kedua tujuannya adalah nafsu makan meningkat, dapat

menghabiskan sesuai porsi diet yang telah diberikan, dan kebiasaan makan pagi,

siang, dan sore. Tetapi setelah dilakukan evaluasi masalah tersebut belum teratasi

dengan data obyektif, seperti: porsi yang diberikan tidak habis yaitu hanya ¼

porsi, kebiasaan makan hanya pagi dan sore dan pasien terlihat rewel.

Demikian pula pada diagnosa terakhir yang tujuannya adalah keluarga mau

berpartisipasi dalam setiap tindakan yang dilakukan, dan keluarga

mengungkapkan rasa cemas berkurang. Setelah dilakukan evaluasi masalah

tersebut belum teratasi dengan adanya data obyektif, seperti: terlihat orang tua dan

keluarga yang selalu menjaga anaknya, wajah orang tua tampak sedih, keluarga

tampak gelisah dan suhu 37,7°C. Tidak semua tujuan pada setiap diagnosa dapat

Page 49: BAB 1-BAB 5.doc

49

dicapai, masalah belum teratasi karena Demam yang dialami klien masih belum

stabil sehingga diperlukan asuhan keperawatan lebih lanjut dan

berkesinambungan.

Page 50: BAB 1-BAB 5.doc

50

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Pengkajian Keperawatan

Menurut Lynda Juall C. (2009), demam adalah keadaan ketika individu

mengalami atau beresiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus-menerus

lebih tinggi dari 37,8°C secara oral atau 38,8°C secara rektal yang disebabkan

oleh berbagai faktor eksternal. Pada pengkajian yang dilakukan adalah anamnesa,

pemeriksaan fisik, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, dan pola aktivitas

sehari-sehari.

5.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada masalah diatas adalah: hipertermi

berhubungan dengan proses infeksi, resiko kekurangan nutrisi berhubungan

dengan intake yang kurang dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.

5.1.3 Intervensi Keperawatan

Berdasarkan pada diagnosa di atas, intervensi yang dapat dilakukan adalah

pada diagnosa pertama yaitu monitor tanda-tanda vital, berikan kompres air

biasa/hangat, anjurkan untuk banyak minum, anjurkan untuk tidak menggunakan

pakaian dan selimut yang tebal, dan kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik

Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh. Sedangkan pada diagnosa kedua

yaitu berikan makanan sesuai keinginan pasien, berikan makanan yang bervariasi

dan menarik, anjurkan makan sedikit tapi sering, anjurkan untuk makan buah,

observasi nafsu makan pasien dan kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan

diet. Serta pada diagnosa yang ketiga yaitu observasi tentang informasi yang

dimiliki keluarga pasien mengenai hipertermi, berikan informasi yang akurat

tentang penyebab hipertermi, yakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan

merupakan respon yang normal dan diskusikan rencana tindakan yang dilakukan

berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit.

5.1.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan yang dilakukan berdasarkan diagnosa diatas adalah: diagnosa

pertama yaitu memonitor tanda-tanda vital, memberikan kompres air biasa/hangat,

menganjurkan untuk banyak minum, menganjurkan untuk tidak menggunakan

pakaian dan selimut yang tebal, dan berkolaborasi dalam pemberian terapi

49

Page 51: BAB 1-BAB 5.doc

51

antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh. Diagnosa kedua yaitu

memberikan makanan sesuai keinginan pasien, memberikan makanan yang

bervariasi dan menarik, menganjurkan makan sedikit tapi sering, menganjurkan

untuk makan buah, mengobservasi nafsu makan pasien dan berkolaborasi dengan

ahli gizi dalam menentukan diet. Diagnosa ketiga yaitu mengobservasi tentang

informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai hipertermi, memberikan

informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi, meyakinkan keluarga pasien

bahwa kecemasan merupakan respon yang normal, mendiskusikan rencana

tindakan yang dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit.

5.1.5 Evaluasi

Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan se-

berapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi. (Patricia A. Potter, 2005). Evaluasi

dari tindakan yang dilakukan pada An. A mengacu pada tujuan yang dibuat dalam

perencanaan dan membuat catatan perkembangan, dari ke tiga diagnosa diatas se-

mua tujuan dari intervensi diatas belum tercapai atau masalah belum teratasi.

5.2 Saran

5.2.1 Penulis

Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan

Demam serta dapat menambah wawasan tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

terbaru.

5.2.2 Bagi Pihak Rumah Sakit

Laporan Studi Kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam

upaya meningkatkan mutu pelaksaan dan bahan evaluasi dalam perbaikan asuhan

keperawatan bagi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, khususnya perawat

di ruang F dan diharapkan untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada pasien.

5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan Laporan Study Kasus ini dapat menjadi sumber informasi,

bacaan dan bahan masukan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa tentang

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya yang terkait dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan pada klien dengan demam.