Bab 1 Usulan Penelitian

6
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah remaja berasal dari adolescene yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 1994).Remaja merupakan masa transisi dari masa anak- anak menuju masa dewasa, periode perkembangan masa remaja bermula pada 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2002). Pada masa remaja, seseorang akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebaya di sekolah daripada dengan orangtuanya. Peranan orang tua sangat dibutuhkan pada masa peralihan ini dalam menuju masa kedewasaan putra-putrinya, meskipun remaja lebih tertarik menghabiskan sebagian besar waktunya dengan teman seusianya (Maheni, 2007). Masa remaja diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik dan pengalaman emosi yang mendalam, serta masa yang penuh dengan gejolak dengan berbagai pengenalan dan pengalaman akan

description

ispa

Transcript of Bab 1 Usulan Penelitian

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahIstilah remaja berasal dari adolescene yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1994).Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, periode perkembangan masa remaja bermula pada 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2002). Pada masa remaja, seseorang akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebaya di sekolah daripada dengan orangtuanya. Peranan orang tua sangat dibutuhkan pada masa peralihan ini dalam menuju masa kedewasaan putra-putrinya, meskipun remaja lebih tertarik menghabiskan sebagian besar waktunya dengan teman seusianya (Maheni, 2007).Masa remaja diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik dan pengalaman emosi yang mendalam, serta masa yang penuh dengan gejolak dengan berbagai pengenalan dan pengalaman akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997). Hal tersebut menempatkan remaja pada satu keadaan yang disebut sebagai krisis identitas (Marheni, 2007; Asmika dan Handayani, 2008).Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat menyebabkan kekacauan dalam kejiwaan remaja, antara lain berupa depresi baik ringan, sedang maupun berat. Depresi meningkat seiring pertambahan usia, terutama setelah melalui masa pubertas (Silberg dkk, 1999; Ardjana, 2007). Gangguan jiwa berat menimbulkan masalah yang serius bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat oleh karena produktivitas pasien menurun. Penderita gangguan jiwa berat sering mendapat perlakuan yang salah serta tidak mendapat pengobatan yang memadai. Perlakuan yang paling sering diterima oleh penderita gangguan jiwa berat salah satunya adalah dengan cara dipasung. Prevalensi gangguan jiwa berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi gangguan jiwa berat tertinggi terdapat pada provinsi Aceh dan Di Yogyakarta (masing-masing 2,7 permil).Gangguan mental emosional penduduk Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 adalah 11,6 persen dan bervariasi antara provinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 2013 dilakukan kembali penilaian terhadap gangguan mental emosional pada responden usia >15 tahun. Gangguan mental emosional tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi tengah sebesar 11,6% dan urutan kedua terdapat di provinsi Jawa barat dan Sulawesi selatan dengan penderita sebesar 9,3%. Sedangkan provinsi Aceh merupakan urutan ke lima dengan jumlah penderita gangguan mental emosional sebesar 6,6%.Jika seseorang dapat mengenali, meregulasi dan mengelola emosi yang muncul, maka persoalan yang terjadi dalam kehidupannya dapat dengan lebih mudah terselesaikan dan dapat mengurangi resiko terjadinya depresi atau gangguan pada seseorang. Kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual didefinisikan sebagai kecerdasan emosi oleh Salovey (2007).Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) dengan derajat depresi untuk mengetahui siswa siswi dalam mengelola permasalahanya agar tidak terjadi depresi berat atau gangguan jiwa terhadap siswa siswi SMU Negeri 1 Lhokseumawe.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah, penelitian ini akan membahas masalah: Adakah hubungan antara kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) dengan derajat depresi serta untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) dan derajat depresi pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan pada siswa-siswi SMU Negeri 1 Lhokseumawe?1.3 pertanyaan penelitianApakah ada hubungan antara kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) dengan derajat depresi pada siswa siswi SMA negeri !Lhokseumawe?1.4 Tujuan Penelitian1.4.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui gambaran adakah hubungan kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) dengan derajat depresi siswa-siswi SMA Negeri 1 Lhokseumawe1.4.2 Tujuan Khusus2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecerdasan emosi pada siswa siswi SMU Negeri 1 Lhokseumawe3. Untuk mengetahui gambaran tingkat depresi siswa siswi SMU Negeri 1 Lhokseumawe4. Untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi antara siswa laki-laki dan perempuan SMU Negeri 1 Lhokseumawe1.5 Manfaat Penelitiana. Manfaat Teoritis1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dibidang psikiatri tentang perbedaan tingkat kecerdasan emosi dan derajat depresi pada remaja pria maupun wanita serta hubungan antara kecerdasan emosi dengan derajat depresi2. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pembanding bagi peneliti yang berminat tentang kecerdasan emosi maupun depresi pada remaja SMUb. Manfaat Praktis1. Bagi pihak sekolah agar dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi siswa-siswi yang bermasalah agar dapat mengurangi resiko terjadinya depresi pada siswa-siswi sekolah menengah ke atas.2. Sebagai bahan pertimbangan bagi orang tua untuk mengelola dan mengatasi siswa-siswi yang mengalami depresi dan mengasah kecerdasan emosi guna menghindari terjadinya depresi berat