USULAN PENELITIAN (1)
-
Upload
arya-putra-bharata -
Category
Documents
-
view
73 -
download
2
description
Transcript of USULAN PENELITIAN (1)
USULAN PENELITIAN
PENGARUH PERANAN AUDIT INTERNAL TERHADAP PENERAPAN
TATA KELOLA (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) PADA BADAN
USAHA MILIK NEGARA (STUDI KASUS : PT ANGKASA PURA I)
Usulan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun skripsi
S1 Jurusan Akuntansi
Diajukan Oleh:
I Made Arya Putra BharataNIM : 1215351018
PROGRAM EKSTENSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR
2015
A. Judul : Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap Penerapan Tata
Kelola (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara
(Studi Kasus : PT. Angkasa Pura I)
B. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui, salah satu pilar kegiatan ekonomi di Indonesia yang
dikenal adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN merupakan suatu unit
usaha yang sebagian besar atau seluruh modalnya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan untuk membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya yang tidak
lain digunakan untuk kemakmuran rakyat. Menurut Undang-Undang Pemerintah
Nomor. 19 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Badan Usaha Milik Negara, menyatakan
bahwa :
1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
1
BUMN memiliki peran dan wewenang yang sangat besar dalam
menggerakan perekonomian suatu negara yang diharapkan akan mampu mendukung
terhadap upaya perwujudan kesejahteraan sosial, karena semua ekonomi, potensi
sumber daya alam, dan faktor-faktor produksi yang ada, dikuasai oleh negara dan
dialokasikan pengelolaannya oleh negara kepada organisasi, badan usaha, dan
individu untuk kesejahteraan rakyatnya. Agar harapan ini dapat diwujudkan, maka
upaya serius diperlukan dalam mengoptimalkan keberadaan BUMN sebagai pilar
ekonomi di Indonesia.
Dewasa ini, perkembangan dunia bisnis dan ekonomi sudah berkembang
semakin pesat tidak terkecuali pada BUMN. Para pelaku bisnispun dihadapkan pada
berbagai macam tantangan yang semakin beragam, mulai dari semakin maraknya
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai kecurangan yang dapat
membahayakan harta perusahaan, munculnya perusahaan-perusahaan pesaing dan
juga perusahaan-perusahaan yang berasal dari luar negeri (asing). Berdasarkan
kondisi tersebut, perlu kiranya setiap perusahaan khususnya BUMN berusaha
meningkatkan kesadaran untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG)
guna meminimalisir tantangan-tantangan bisnis tersebut. Keputusan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor. 117 Tahun. 2002 Pasal 1 tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan
bahwa :
2
“Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.
Good Corporate Governance dapat menjadi salah satu kunci sukses perusahaan untuk
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan
persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang
sekaligus menjadi terbuka serta untuk menjauhkan perusahaan dari tantangan-
tantangan yang kerap muncul pada saat ini. Good Corporate Governance itu sendiri
merupakan sebuah sistem mengenai bagaimana mengontrol dan mengarahkan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) dan untuk memperhatikan
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan dan stakeholders seperti
kreditor, pemasok, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah, serta
masyarakat umum. Good Corporate Governance juga mengatur hubungan antara
Dewan Komisaris, Direksi, dan manajemen perusahaan agar terjadi keseimbangan
dalam pengelolaan organisasi.
Good Corporate Governance sangat memberikan pengaruh positif terhadap
keberlangsungan suatu perusahaan, baik itu BUMN ataupun perusahaan yang dimiliki
oleh pihak swasta. Optimalisasi keberadaan BUMN akan mampu diwujudkan apabila
BUMN tersebut mampu menghadirkan pengelolaan BUMN yang efisien dan efektif.
3
Dengan demikian, sejalan dengan pemikiran ini, BUMN juga semestinya mampu
mengimplementasikan prinsip Good Corporate Governance. Akan tetapi, dalam
kenyataannya BUMN dalam melakukan kegiatan usahanya kurang begitu
memperhatikan implementasi prinsip Good Corporate Governance.
Adapun, fenomena umum yang terjadi diantaranya saat krisis keuangan
melanda kawasan Asia di sekitar tahun 1997-1998, dimana Indonesia termasuk
didalamnya telah dirasakan sangat membertakan kehidupan bagi semua kalangan.
Krisis ini kemudian diperburuk lagi dengan krisis politik dengan puncaknya berupa
kejatuhan pemerintahan Soeharto di tahun 1998 sehingga pada akhirnya merusak
perekonomian Indonesia. Pada saat itu negara kita bukan lagi hanya sekedar
mengalami krisis keuangan, melainkan telah meluas menjadi krisis ekonomi. Hal ini
ditandai dengan menciutnya produk domestik bruto (GDP) pada tahun 1998 itu
menjadi minus 13,68% dibandingkan dengan 4,65% di tahun 1997, begitu juga
dengan laju inflasi yang naik menjadi 77,63% pada tahun itu dibandingkan dengan
hanya 11,05% di tahun sebelumnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Baird (2000) bahwa salah satu akar penyebab
timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai negara Asia lainnya
adalah buruknya pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan)
dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerintahan
(BUMN) maupun yang dimiliki pihak swasta. Dengan buruknya pelaksanaan
corporate governance, maka tingkat kepercayaan pemilik modal menjadi turun
4
karena investasi yang mereka lakukan menjadi tidak aman. Hal ini tentu akan diikuti
dengan tindakan penarikan atas investasi yang sudah ditanamkan, sementara investor
baru juga enggan untuk melakukan investasi.
(Sumber : AZHAR MAKSUM, PIDATO PENGUKUHAN JABATAN GURU BESAR
TETAP, Desember 2005:1-3)
Pada sektor BUMN, tidak dilaksanakannya Good Corporate Governance dan
keterlibatan pejabat negara atau birokrasi dalam manajemen telah menyebabkan
kinerja BUMN tidak berkembang, bahkan sering diidentikan sebagai unit usaha yang
tidak efesien. Investasi BUMN pada tahun 1998 sebesar Rp. 500 triliun, ternyata
hanya mampu menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp.17,6 triliun. Dari jumlah
tersebut, ternyata kontribusi BUMN kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) relatif kecil, tingkat return yang dihasilkan masih di bawah cost
capital perbankan. Selain itu, BUMN juga belum sepenuhnya dapat menyediakan
barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang
terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global
(Mishardi Wilamarta, 2002).
(Sumber : BUDI AGUS RISWANDI, FENOMENA Vol.4 No.2 September 2006 : 122-
123)
Berdasarkan hasil studi Asian Development Bank (ADB) terhadap negara-
negara di Asia, tidak diterapkannya corporate governance bisa berdampak fatal bagi
perekonomian suatu negara bahkan bisa berdampak pula bagi negara sekitarnya.
5
Hasil laporan tersebut menunjukkan lemahnya corporate governance yang
merupakan salah satu faktor utama dari krisis ekonomi di Asia Tenggara pada kurun
waktu krisis 1997-1998 (Syarifuddin, 2007).
Adanya fenomena mengenai buruknya implementasi Good Corporate
Governance tersebut, diharapkan mulai dari sekarang semua perusahaan melakukan
upaya untuk mulai mengimplementasikan Good Corporate Governance guna
mencapai sasaran dan tujuan yang hendak ingin dicapai oleh perusahaan. Dalam
upaya penerapan Good Corporate Governance peran audit internal yang independen
sangatlah penting. Menurut (The International Professional Practices Framework
(IPPF) yang dirilis oleh The Institute of Internal Auditors (The IIA), 2009) audit
Internal adalah kegiatan pemastian dan konsultasi yang independen dan objektif yang
dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal
membantu organisasi mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematik dan
teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas proses pengelolaan risiko,
pengendalian, dan tata kelola.
Keberadaan atau pembentukan audit internal pada perusahaan swasta maupun
BUMN diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor. 3 Tahun 1983 Pasal 46
tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perjan, Perum, dan Persero yang
menyatakan bahwa :
1. Satuan pengawasan intern bertugas membantu Direktur Utama dalam
mengadakan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan (manajemen)
6
dan pelaksanaannya pada badan usaha yang bersangkutan dan memberikan
saran-saran perbaikan. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka manajemen
suatu perusahaan dituntut untuk mengembangkan audit internal agar dapat
memberikan kontribusi yang positif dalam meningkatkan kinerja di
perusahaan.
2. Pimpinan BUMN dan BUMD menggunakan pendapat dan saran-saran dari
satuan pengawasan intern sebagai bahan untuk melaksanakan penyempurnaan
pengelolaan (manajemen) perusahaan yang baik dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Audit internal merupakan bagian dari Good Corporate Governance, dimana
didalamnya mencakup pengawasan yang memadai, etika bisnis, independensi,
pengungkapan yang akurat dan tepat waku, akuntabilitas dari seluruh pihak yang
terlibat dalam proses pengelolaan perusahaan, serta mekanisme untuk memastikan
adanya tindak lanjut yang seksama jika terjadi pelanggaran dalam perusahaan.
Menurut Tjager dkk. (2003) dalam Sela (2012) mengemukakan bahwa salah satu
unsur pelaksanaan Good Corporate Governance adalah audit internal. Fungsi audit
internal meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang sistem pengendalian internal
perusahaan untuk memastikan efektifitas dikaitkan dengan rencana strategi
perusahaan.
Peran audit internal pada perusahaan swasta maupun BUMN sangatlah
diperlukan guna membantu pihak manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab
7
mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan
komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa. Dalam hal ini,
manajemen perlu mendelegasikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang kepada
pihak lain yaitu auditor internal yang berada pada divisi SPI (Satuan Pengawasan
Intern).
Auditor internal merupakan organ pendukung yang dibentuk oleh Direksi
dalam penerapan Good Corporate Governance. Peranan dan fungsi auditor internal
dalam suatu perusahaan digunakan sebagai parameter dan indikator untuk mengukur
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (Zulkarnain, 2010). Peran
auditor internal yang independen sangat penting dalam penerapan prinsip tersebut.
Good Corporate Governance di perusahaan. Auditor internal yang
independen dapat berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan
memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktik-praktik dalam
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam perusahaan yang
meliputi: akuntabilitas (accountability), pertanggung-jawaban (responsibility),
keterbukaan (transparency), serta kewajaran (fairness). Ini merupakan upaya agar
tercipatanya keseimbangan antar kepentingan dari para stakeholder, karyawan
perusahaan, suppliers, pemerintah, konsumen yang merupakan indikator tercapainya
keseimbangan kepentingan, sehingga benturan kepentingan yang terjadi dapat
diarahkan dan dikontrol serta tidak menimbulkan kerugian pada masing-masing pihak
(Trimanto, 2010).
8
Berdasarkan uraian di atas mengingat pentingnya audit internal terhadap
penerapan Good Corporate Governance, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap Penerapan Tata Kelola (Good Corporate
Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus : PT. Angkasa Pura I)”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah peranan
audit internal berpengaruh terhadap penerapan tata kelola (Good Corporate
Governance) pada PT. Angkasa Pura I?
D. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan latar belakang serta identifikasi masalah tersebut,
penelitian ini dimaksudkan untuk mencoba mempelajari dan menilai pengaruh
peranan Audit Internal terhadap penerapan tata kelola (Good Corporate Governance),
adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh peranan
audit internal terhadap penerapan tata kelola (Good Corporate Governance) pada PT.
Angkasa Pura I.
E. Kegunaan Penelitian
9
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai
Pengaruh Peranan Audit Internal terhadap Penerapan tata kelola (Good Corporate
Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. Selain itu, dapat juga dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan antara teori dan praktek yang sebenarnya di dalam
sebuah perusahaan yang selanjutnya sebagai referensi untuk peneliti lebih lanjut.
Selain itu, penulis juga mengharapkan kiranya penelitian ini dapat berguna untuk
menambah pengetahuan bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Udayana.
2. Kegunaan Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan
masukan bagi pihak perusahaan yang berupa saran dalam peningkatan kualitas
peranan audit internal sejalan dengan penerapan Good Corporate Governance.
F. Kajian Pustaka
F.1 Landasan Teori
F.1.1 Audit Internal
F.1.1.1 Definisi Audit Internal
Audit internal timbul sebagai suatu cara atau teknik guna mengatasi risiko
yang meningkat akibat semakin pesatnya laju perkembangan dunia usaha. Dimana,
10
pesatnya perkembangan tersebut terjadi karena adanya perubahan secara dinamis dan
tidak dapat diprediksi sehubungan dengan era globalisasi, sehingga sumber informasi
yang sifatnya tradisional dan informal sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan
para manajer yang bertanggungjawab atas hal-hal yang tidak teramati secara
langsung.
Menurut Institute of Internal Auditing (IIA) dalam Ardeno Kurniawan
(2012:7) definisi audit internal adalah sebagai berikut :
“Audit internal adalah aktivitas penjaminan yang independen dan objektif
serta jasa konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan
meningkatkan operasi organisasi. Audit internal akan membantu organisasi
mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan
terjadwal untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses
pengelolaan risiko, kecukupan pengendalian dan pengelolaan pengendalian”.
Definisi audit internal menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah :
“Suatu aktivitas yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan
mengevaluasi aktifitas-aktifitas organisasi sebagai pemberi bantuan bagi
manajemen”.
Menurut Agoes Sukrisno (2013:203) definisi dari audit internal adalah
sebagai berikut :
11
“Internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan catatan
akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen
puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah
misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup,
perbankan, perindustrian, investasi, dan lain-lain”.
Sedangkan Sawyer’s, at all, (2003:10) dalam Moh. Wahyudin Zarkasyi
(2008:25) mendefinisikan audit internal sebagai berikut :
“Internal auditing is systematic, objective appraisal by internal auditors of
the diverse operation and controls within an organizatitonal to determine
whether :
1. financial and operating informations is accurate and reliable;
2. risks to the enterprise are identified and minized;
3. external regulation and acceptable internal policies and procedures are
followed;
4. satisfactory operating criteria are met;
5. resources are used efficiently and economically; and
6. the organization’s objectives are effectivelly achieved- all for the purpose
of consulting with management and for assiting members all for the
organization in the effective discharge of their governance
responsibilities”.
12
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa audit internal adalah sebuah penilaian
sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol
yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah :
1. informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan;
2. risiko yang dihadapi oleh perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisi;
3. peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima
telah diikuti;
4. kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi;
5. sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis;
6. tujuan organisasi telah dicapai secara efektif.
Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa audit internal merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin pencapaian tujuan dan sasaran suatu
organisasi. Dimana, kegiatan ini dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah
(value added) dalam rangka meningkatkan kualitas dan aktivitas operasional
organisasi tersebut. Audit internal juga mencakup kegiatan pemberian konsultasi
kepada pihak manajemen sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Konsultasi
ini diberikan sesuai dengan hasil temuan dan analisis yang dilakukan atas berbagai
aktifitas operasional secara independen dan objektif dalam bentuk hasil temuan dan
rekomendasi atau saran yang ditujukan untuk keperluan organisasi.
Audit internal dilakukan oleh seseorang yang berasal dari dalam organisasi
yang bersangkutan yang disebut dengan auditor internal. Keberadaan profesi auditor
13
internal didalam suatu organisasi membantu perusahaan mencapai tujuannya dengan
pendekatan yang sistematis dan ketat agar dapat melakukan evaluasi dan
peningkatkan efektivitas terhadap manajemen resiko, pengendalian dan proses tata
kelola (Elder dkk, 2011:450).
F.1.1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal
Tujuan audit internal yang dikemukakan oleh The Institute of Internal
Auditors (IIA) dan dikutip oleh Boynton et.al adalah sebagai berikut :
“It helps an organization accomplish it objectives by bringing a systematic,
disciplined approach to evaluated and improved the effectivenes of risk
management, control, and governance process”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa audit internal membantu organisasi dalam
usaha mencapai tujuannya dengan cara memberikan suatu pendekatan yang disiplin
dan sistematis untuk mengevaluasi dan meningatkan keefektifan manajemen risiko,
pengendalian, pengaturan proses serta pengelolaan organisasi.
Sedangkan menurut Hery (2010:39) tujuan dari audit internal adalah sebagai
berikut :
“Audit internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap
anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara
efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan komentar yang
objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa”.
14
Pada dasarnya tujuan dari audit internal adalah membantu manajemen di
dalam suatu organisasi untuk menjalankan tugas dan wewenangnya secara sistematis
dan efektif dengan cara memberikan analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi dan
informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksanya.
Masih menurut Hery (2010:39) bahwa untuk mencapai keseluruhan tujuan
tersebut, maka auditor internal harus melakukan beberapa aktivitas (ruang lingkup
audit internal) yaitu sebagai berikut :
1. Memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi keuangan
dan operasi lainnya.
2. Memeriksa sampai sejauhmana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan,
rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Memeriksa sampai sejauhmana aktiva perusahaan dipertanggung jawabkan
dan dijaga dari berbagai macam bentuk kerugian.
4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh
perusahaan.
5. Menilai prestasi kerja para pejabat/ pelaksana dalam menyelesaikan
tanggung jawab yang telah ditugaskan.
Adapun aktivitas dari audit internal yang disebutkan di atas digolongkan
kedalam dua macam, diantaranya :
1. Financial Auditing
Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran
15
segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan atau kecurangan dan
menjaga kekayaan perusahaan.
2. Operational Auditing
Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat
memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem
pengendalian dan sebagainya.
Ruang lingkup audit internal tersebut haruslah dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya guna membantu pihak manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi
berjalannya roda suatu organisasi.
F.1.1.3 Fungsi Audit Internal
Fungsi audit internal yang dikemukakan Ardeno Kurniawan (2012: 53) :
“Fungsi audit internal adalah memberikan berbagai macam jasa kepada
organisasi termasuk audit kinerja dan audit operasional yang akan dapat
membantu manajemen senior dan dewan komisaris di dalam memantau
kinerja yang dihasilkan oleh manajemen dan para personil di dalam organisasi
sehingga auditor internal dapat memberikan penilaian yang independen
mengenai seberapa baik kinerja organisasi”.
Sedangkan fungsi audit internal menurut Standar Profesi Akuntan Publik
(SPAP) adalah sebagai berikut :
“Fungsi audit internal dapat terdiri dari satu atau lebih individu yang
16
melaksanakan aktivitas audit internal dalam suatu entitas. Mereka secara
teratur memberikan informasi tentang berfungsinya pengendalian,
memfokuskan sebagian besar perhatian mereka pada evaluasi terhadap desain
tentang kekuatan dan kelemahan dan rekomendasi untuk memperbaiki
pengendalian intern”.
Secara umun fungsi audit internal adalah untuk memberikan penilaian
terhadap keefektifan suatu pengendalian di dalam organisasi. Fungsi audit internal
bukan hanya terpaku kepada pencarian ketepatan dan kebenaran atas catatan-catatan
akuntansi saja, melainkan harus juga melakukan suatu penelitian dari berbagai
operasional yang terjadi di perusahaan.
F.1.1.4 Kode Etik Audit Internal
Definisi dari etika itu sendiri menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark
S. Beasley (2008:98) adalah :
“Etika (ethics) secara garis besar dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip
atau nilai moral”.
Bagi profesi audit internal, kode etik merupakan hal yang sangat penting dan
diperlukan dalam pelaksanaan tugas profesional terutama yang menyangkut
manajemen risiko, pengendalian dan proses tata kelola.
Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) dan dikutip oleh Moh.Wahyudin
Zarkasyi (2008:25) bahwa ada dua komponen penting dalam kode etik audit internal,
17
diantaranya yaitu :
“1. Prinsip-prinsip yang relevan dengan profesi maupun praktik audit internal.
2. Rule of conduct yang mengatur norma perilaku yang diharapkan dari
auditor internal”.
Adapun prinsip-prinsip kode etik yang harus dijaga oleh audit internal, yaitu :
a. Integritas
Integritas dari auditor internal menimbulkan kepercayaan dan memberikan
basis untuk mempercayai keputusannya.
b. Objektif
Auditor internal membuat penilaian yang berimbang atas hal-hal yang
relevan dan tidak terpengaruh kepentingan pribadi atau pihak lain dalam
pengambilan keputusan.
c. Confidential
Auditor internal harus menghargai nilai-nilai dan pemikiran atas informasi
yang mereka terima dan tidak menyebarkan tanpa izin kecuali ada
kewajiban profesional.
d. Kompetensi
Auditor internal menerapkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang
diperlukan untuk melaksanakan jasa audit internal.
F.1.1.5 Standar Profesional Audit Internal
18
Menurut Hery (2010:73) standar profesional audit internal terbagi atas empat
macam diantaranya yaitu :
1. Independensi
2. Kemampuan Profesional
3. Lingkup Pekerjaan
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Adapun penjelasan dari keempat standar profesional audit internal tersebut
adalah :
1. Independensi
a) Mandiri
Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang
diperiksa. Audit inernal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan
pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian audit internal sangat
penting terutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral).
Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari
para audit interrnal. Status organisasi audit internal harus dapat memberikan
keleluasaan bagi audit internal dalam menyelesaikan tanggung jawab
pemeriksaan secara maksimal.
b) Dukungan moral manajemen senior dan dewan
Audit internal haruslah memperoleh dukungan moral secara penuh dari
segenap jajaran manajemen senior dan dewan (dewan direksi dan komite
19
audit) agar dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai
campur tangan pihak lain. Pimpinan audit internal harus bertanggung jawab
untuk mewujudkan kemandirian pemeriksaan. Koordinasi yang teratur antara
pimpinan audit internal dengan dewan direksi dan komite audit akan
membantu terjaminnya kemandirian dan juga merupakan sarana bagi semua
pihak untuk dapat saling memberikan informasi demi kepentingan organisasi
secara keseluruhan. Kehadiran pimpinan audit internal dalam rapat dewan
juga akan melengkapi pertukaran informasi berkaitan dengan rencana dan
kegiatan audit internal. Pimpinan audit internal harus bertemu langsung
dengan dewan secara periodik, paling tidak setiap tiga bulan sekali.
2. Kemampuan Profesional
a) Pengetahuan dan kemampuan
Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh audit internal. Dalam setiap
pemeriksaan, pimpinan audit internal haruslah menugaskan orang-orang yang
secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan
kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi,
keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik, perpajakan, dan hukum yang
memang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
b) Pengawasan
Pimpinan audit internal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan
terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh para stafnya.
20
Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang dimulai dengan
perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil pemeriksaan yang
dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup :
Memberikan instruksi kepada para staf audit internal pada awal pemeriksaan
dan menyetujui program-program pemeriksaan.
Melihat apakah program pemeriksaan yang telah disetujui dilaksanakan,
kecuali bila terdapat penyimpangan yang dibenarkan atau disalahkan.
Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung
temuan pemeriksaan, kesimpulan-kesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan.
Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat, objektif, jelas,
ringkas, konstruktif dan tepat waktu.
Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai.
c) Kecakapan berkomunikasi
Audit internal harus memiliki kemampuan berkomunikasi untuk menghadapi
orang lain dan berkomunikasi secara efektif. Audi internal dituntut untuk
dapat memahami hubungan antar manusia dan mengembangkan hubungan
yang baik dengan audit. Audit internal juga harus memiliki kecakapan dalam
berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, sehingga audit internal
dapat dengan jelas dan efektif menyampaikan berbagai hal, seperti tujuan
pemeriksaan, evaluasi, kesimpulan, dan juga dalam hal memberikan
rekomendasi (saran-saran perbaikan).
21
d) Pendidikan berkelanjutan
Audit internal harus meningkatkan kemampuan tekniknya melalui pendidikan
berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
keahliannya. Audit internal harus berusaha memperoleh informasi mengenai
kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik
audit.
e) Mewaspadai kemungkinan terjadinya pelanggaran
Audit internal harus dapat bekerja secara teliti dalam melaksankan
pemeriksaan. Audit internal harus mewaspadai berbagai kemungkinan
terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian,
ketidakefektifan, pemborosan (ketidakefesienan), dan konflik kepentingan.
f) Merekomendasikan perbaikan
Audit internal harus dapat mengidentifikasi pengendalian intern yang lemah
dan merekomendasikan perbaikan terhadap pengendalian intern yang lemah
tersebut untuk menciptakan kesesuaian dengan berbagai prosedur dan praktek
yang sehat guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh
perusahaan.
3. Lingkup Pekerjaan
a) Pengujian dan evaluasi
Lingkup pekerjaan audit internal meliputi pengujian dan evaluasi terhadap
kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh
22
organisasi. Tujuan peninjauan terhadap kecukupan dan keefektifan suatu
sistem pengendalian internal ini adalah untuk menentukan apakah sistem yang
telah ditetapkan dapat memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan dan
sasaran organisasi dapat tercapai secara efisien, ekonomis, serta untuk
memastikan apakah sistem tersebut telah berfungsi sebagaimana yang
diharapkan.
b) Keandalan informasi
Auditor internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan menentukan
apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan operasional perusahaan
mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat
waktu, lengkap, dan berguna.
c) Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-
undangan
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang dibuat dengan
tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan, seperti kebijakan,
rencana, prosedur, dan peraturan perundang-undangan. Audit internal
bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup
efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan.
d) Perlindungan aktiva
Audit internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk
23
melindungi aktiva perusahaan terhadap berbagai jenis kerugian, seperti
kerugian yang diakibatkan oleh pencurian, dan kegiatan yang ilegal. Pada saat
memverifikasi keberadaan suatu aktiva, audit internal harus menggunakan
prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat.
e) Penggunaan sumber daya
Audit internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefesienan
penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit internal
bertanggung jawab untuk :
Telah menetapkan suatu standar operasional untuk mengukur
keekonomisan dan efesiensi
Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi
Berbagai penyimpangan dari standar operasional telah diidentifikasi,
dianalisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan telah dilakukan
f) Pencapaian tujuan
Audit internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua pemeriksaan
yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan oleh perusahan.
4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
a) Perencanaan kegiatan pemeriksaan
24
Audit internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan pemeriksaan
dengan meliputi :
Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan
Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa
Penentuan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan
Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu
Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang atau area
yang akan diperiksa
Penetapan program pemeriksaan
Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil pemeriksaan
disampaikan
Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan
b) Rapat manajemen
Audit internal haruslah melakukan rapat dengan manajemen yang
bertanggung jawab terhadap bidang yang akan diperiksa. Hal-hal yang
didiskusikan antara lain mencakup berbagai tujuan dan lingkup kerja
pemeriksaan yang direncanakan, waktu pelaksanaan pemeriksaan, staf audit
ynag akan ditugaskan, hal-hal yang menjadi perhatian audit internal.
c) Pengujian dan pengevaluasian
Audit internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua
informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari informasi tersebut yang
25
nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan. Berbagai informasi tentang
seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan pemeriksaan dan lingkup kerja
haruslah dikumpulkan. Informasi yang dikumpulkan haruslah kompeten,
mencukupi, relevan, dan berguna untuk membuat dasar yang logis bagi
temuan pemeriksaan dan rekomendasi.
d) Pelaporan hasil pemeriksaan
Audit internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat
waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak, dan terbebas dari
distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dimengerti dan logis.
Laporan yang singkat adalah laporan yang diringkas langsung membicarakan
pokok permasalahan dan menghindari berbagai perincian yang tidak
diperlukan. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan
sifatnya akan membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta
menghasilkan berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yang tepat waktu
adalah laporan yang pemberitaannya tidak ditunda dan mempercepat
kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit
internal juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada
pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan.
e) Tindak lanjut pemeriksaan
Audit internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak
26
lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan
memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut audit internal
didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan,
dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen
terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.
F.1.2 Good Corporate Governance
F.1.2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Dalam rangka memahami konsep Good Corporate Governance, maka
digunakanlah dasar persfektif hubungan keagenan. Menurut Jansen dan Meckling
(1976) dalam Anggitasari (2012), teori keagenan adalah :
“Teori yang mengungkapkan hubungan antara pemilik (principal) dengan
manajemen (agent). Teori ini menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agen tersebut”.
Sembiring (2003) dalam Syuhada (2012), Agency theory (teori keagenan)
menjelaskan tentang hubungan antara dua pihak dimana salah satu pihak menjadi
agen dan pihak yang lain bertindak sebagai prinsipal. Menurut Jensen dan Mecking
(1976) dalam Syuhada (2012), teori keagenan ini menyatakan bahwa hubungan
keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk
27
melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian
beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen. Yang dimaksud dengan
prinsipal adalah pemegang saham atau investor, sedangkan yang dimaksud agen
adalah manajemen yang mengelola perusahaan.
Masalah corporate governance sangat erat kaitannya dengan agency theory.
Agency theory menjelaskan bagaimana pihak – pihak yang terlibat dalam perusahaan
(manajer, pemilik perusahaan dan kreditor) akan berperilaku, karena pada dasarnya
mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Manajer mempunyai kewajiban untuk
memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer
juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.
Berdasarkan agency theory tersebut dapat dilihat adanya perbedaan kepentingan
antara manajemen dan kepentingan pemegang saham perusahaan. Pemegang saham
tidak menyukai kepentingan pribadi manajer, karena hal itu akan menambah biaya
perusahaan. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah
yang disebut dengan masalah keagenan (conflict agency) (Dini, 2010).
F.1.2.2 Definisi Good Corporate Governance
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu konsep
kewajiban yang mengontrol perusahaan untuk bertindak secara adil baik bagi
kepentingan seluruh pemegang saham ataupun untuk stakeholders. Konsep kewajiban
ini didasari oleh agency theory, dimana permasalahan agency muncul ketika
28
kepengurusan suatu perusahaan terpisah dari kepemilikan. Dengan kata lain, dewan
komisaris dan direksi sebagai agen dalam perusahaan mempunyai kepentingan yang
berbeda dengan pemegang saham (Akmalia, 2008). Ada beberapa definisi Good
Corporate Governance, diantaranya :
Menurut Moh.Wahyudin Zarkasyi (2008:36) definisi dari Good Corporate
Governance adalah sebagai berikut :
“Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan suatu sistem
(input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti
sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan
direksi demi terciptanya tujuan perusahaan”.
Ardeno Kurniawan (2012:27) mendefinisikan Good Corporate
Governance sebagai berikut :
“Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola organisasi adalah
seperangkat hubungan yang terjadi antara manajemen, direksi, pemegang
saham dan stakeholder-stakeholder lain seperti pegawai, kreditor dan
masyarakat”.
Sedangkan pengertian Good Corporate Governance menurut Forum
Corporate Governance in Indonesian dalam Hery (2010:11) adalah :
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
29
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka”.
Penerapan Good Corporate Governance merupakan alternatif penting yang
diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah akibat benturan kepentingan antara
pihak-pihak yang terkait baik itu untuk BUMN ataupun perusahaan swasta. Good
Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan dan
mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi perusahaan
dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki
dengan segera.Pengaturan dan pengimplementasian Good Corporate Governance
memerlukan komitmen dari seluruh jajaran organisasi dan dimulai dengan penetapan
kebijakan dasar serta tata tertib yang harus dianut oleh top manajemen dan penerapan
kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang ada didalamnya. Apabila sistem
Good Corporate Governance yang terdiri atas struktur corporate governance
(pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, sekretaris
perusahaan, manajer dan karyawan, auditor) dilaksanakan dengan mekanisme yang
baik dan dilandasi dengan prinsip Good Corporate Governance maka akan
bermanfaat dalam mengatur dan mengendalikan perusahaan (Cahyaningsih & Venty,
2011).
Dalam upaya mewujudkan Good Corporate Governance, perusahaan
memerlukan peran audit internal yang bertugas meneliti, mengevaluasi suatu sistem
akuntansi, serta menilai kebijakan manajemen yang dilaksanakan. Audit internal
30
merupakan salah satu profesi yang menunjang terwujudnya Good Corporate
Governance yang pada saat ini telah berkembang menjadi komponen utama dalam
meningkatkan perusahaan secara efektif dan efisien.
F.1.2.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut Valery G.Kumat (2011:22) prinsip-prinsip Good Corporate
Governance adalah sebagai berikut :
1. Kewajaran (Fairness)
2. Keterbukaan (Transparency)
3. Akuntabilitas (Accountability)
4. Pertanggung jawaban (Responsibility)
Adapun penjelasan dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang
dikemukakan oleh Valery G.Kumat tersebut adalah :
1. Kewajaran (Fairness)
Adalah perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham, khususnya
menyangkut hak dan kewajiban mereka, termasuk bagi pemegang saham
minoritas/asing.
Prinsip ini perlu ditegakan oleh perusahaan dalam bentuk :
a. Penyajian informasi secara full disclosure menyangkut setiap materi yang
relevan bagi para pemegang saham (termasuk aspek remunerasi para
Komisaris/Direksi).
31
b. Berbagai larangan terkait “permainan” harga saham (wajib bagi
perusahaan Tbk), seperti sistem pembagian dividen tersendiri bagi internal
shareholders, perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading),
otoritas penetapan harga dengan otoritas tunggal (self dealing), dan
sebagainya.
2. Keterbukaan (Transparency)
Adalah keterbukaan informasi (secara akurat dengan tepat waktu) mengenai
kinerja perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk :
a. Pengembangan Sistem Akuntansi (Accounting system) perusahaan
berdasarkan standar akuntansi (PSAK), kelaziman terkait kualitas
pelaporan, serta secara berkala diperiksa oleh auditor eksternal yang
disetujui oleh RUPS. Hal ini untuk menjamin sebuah Laporan Keuangan
Korporasi yang dapat diungkapkan secara kualitatif.
b. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen (Management Information
System) untuk menunjang efektivitas dalam hal penelusuran permasalahan
disekitar kinerja, penilaian kinerja, serta pengambilan keputusan
manajemen yang efektif. Pengembangan Sistem Manajemen Risiko (Risk
Management System) untuk memastikan semua risiko yang signifkan telah
dikelola dengan tingkat toleransi yang dapat diterima.
3. Akuntabilitas (Accountability)
32
Adalah bentuk tanggung jawab korporasi yang diwujudkan dengan
menyediakan seluruh perangkat pengawasan secara komperhensif serta siap
untuk digugat sesuai peraturan dan regulasi yang berlaku.
Hal ini diterapkan antara lain dengan :
a. Merumuskan kembali peran/fungsi Audit Internal sebagai mitra bisnis
strategik berdasarkan best practice (bukan sekedar ada), yaitu berupa
“risk-based auditing”.
b. Memperkuat pengawasan intenal dan pengelolaan risiko dengan
pembentukan Komite Audit/ Komite Risiko yang memperkuat peran
pengawasan oleh Dewan Komisaris, disamping menempatkan Komisaris
Independen dalam Dewan Komisaris.
c. Menunjuk dan mengevaluasi auditor eksternal berdasarkan azas
profesionalisme (bukan sekedar referensi pihak yang berpengaruh).
4. Pertanggung jawaban (Responsibility)
Adalah bentuk pertanggung jawaban seluruh internal stakeholders
(Business Owner/ RUPS, Komisaris dan Direksi, Karyawan) kepada para
eksternal stakeholders lainnya. Termasuk seluruh masyarakat melalui : Misi
menjadikan perusahaan berkategori sehat, penciptaan lapangan kerja, serta
nilai tambah bagi masyarakat dimana bisnis mendapatkan manfaat dari
seluruh aktivitasnya.
Hal ini diungkapkan dengan cara :
33
a. Membangun lingkungan bisnis yang sehat, menghindari penyalahgunaan
tanggung jawab/ wewenang, mengembangkan profesionalisme, serta
menjunjung etika universal dan budaya setempat.
b. Menyatakan kepedulian terhadap permasalahan aktual di masyarakat yang
menjadi tanggung jawab seluruh bangsa, seperti pengentasan kemiskinan,
pengurangan angka populasi buta huruf dan anak putus sekolah,
kepedulian terhadap dampak bencana alam, dan sebagainya.
F.1.2.4 Kriteria Good Corporate Governance
Menurut versi The Organization for Economic Co-operation and
Development (OEDC) dalam Hery (2010:6) ada lima kriteria dari Good Corporate
Governance, yaitu :
1. The rights of shareholders
2. The equitable treatment of shareholders
3. The role of stakeholders in corporate governance
4. Disclosure and transparency
5. The responsibilities of the board
Adapun penjelasan dari kelima kriteria Good Corporate Governance tersebut
adalah :
1. The rights of shareholders
Hak para pemegang saham terdiri dari hak untuk menerima informasi yang
34
relevan mengenai perusahaan pada waktu yang tepat, mempunyai peluang
untuk ikut berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan termasuk hak
dalam hal pembagian keuntungan/ laba perusahaan. Pengendalian terhadap
perusahaan haruslah dilakukan secara efisien dan se-transparan mungkin.
2. The equitable treatment of shareholders
Adanya perlakuan adil kepada seluruh pemegang saham, khususnya bagi para
pemegang saham minoritas atau asing, yang terdiri dari hak atas
pengungkapan yang lengkap mengenai segala informasi perusahaan yang
material. Seluruh pemegang saham dengan kelas saham yang sama harus
diperlakukan secara adil. Anggota corporate board dan manajer diharuskan
mengungkapkan segala kepentingan yang material atas setiap transaksi
perusahaan yang telah terjadi.
3. The role of stakeholders in corporate governance
Peran pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan haruslah diakui
melalui penetapan secara hukum. Kerangka kerja GCG harus dapat
mendorong kerja sama yang aktif antara pihak perusahaan dengan
stakeholders demi menciptakan pekerjaan, kemakmuran, dan perusahaan yang
sehat serta finansial.
4. Disclosure and transparency
Adanya pengungkapan dan transparansi yang akurat dan tepat waktu atas
segala hal yang material terhadap kinerja perusahaan, kepemilikan, dan tata
35
kelola perusahaan, serta masalah lain yang berkaitan dengan karyawan dan
stakeholders. Laporan keuangan haruslah diaudit oleh pihak yang independen
dan disajikan berdasarkan standar kualitas tertinggi.
5. The responsibilities of the board
Kerangka kerja GCG harus menjamin adanya arahan, bimbingan, dan
pengaturan yang strategis atas jalannya operasional maupun finansial
perusahaan, pemantauan dan pengawasan yang efektif oleh corporate board,
dan adanya pertanggung jawaban corporate board kepada perusahaan dan
pemegang saham.
F.1.2.5 Pedoman Praktik Pelaksanaan Good Corporate Governance
Pelaksanaan Good Corporate Governance perlu dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu diperlukan pedoman praktis yang dapat
dijadikan acuan oleh perusahaan dalam melaksanakan Good Corporate Governance.
Untuk melaksanakan Good Corporate Governance diperlukan penyusunan pedoman
Good Corporate Governance yang spesifik untuk masing-masing perusahaan.
Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008: 46) pedoman pelaksanaan Good
Corporate Governance mencakup berbagai kebijakan yang sekurang-kurangnya
meliputi hal- hal sebagai berikut :
1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, Komite-komite
36
Penunjang Dewan Komisaris, dan Pengawasan Internal.
3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya efektivitas fungsi masing-masing
organ perusahaan.
4. Kebijakan untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas pengendalian
internal dalam laporan keuangan.
5. Pedoman perilaku (code of conduct) yang didasarkan pada etika bisnis yang
disepakati.
6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemangku (public disclosure).
7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka
memenuhi prinsip Good Corporate Governance.
Masih menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008: 46) agar pelaksanaan Good
Corporate Governance dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan semua
pihak dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut :
1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen semua organ perusahaan
dan semua karyawan dengan dipelopori oleh pemegang saham.
2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan Good Corporate Governance dan tindakan penyempurnaan yang
diperlukan.
3. Menyusun program dan pedoman pelaksanan Good Corporate Governance.
4. Melakukan internalisasi pelaksanaan Good Corporate Governance sehingga
terbangun rasa memiliki dari semua pihak dalam perusahaan, serta
37
pemahaman atas aplikasi dari pedoman Good Corporate Governance dalam
aktivitas sehari-hari.
5. Melakukan penilaian baik secara sendiri (self assessment) maupun dengan
menggunakan jasa pihak eksternal yang independen untuk memastikan
implementasi Good Corporate Governance secara berkesinambungan.
Penilaian (assessment) ini sebaiknya dilakukan setiap tahun dan hasil
penilaian tersebut dilaporkan kepada pemegang saham pada pelaksanaan
RUPS dan kepada publik dalam laporan tahunan.
Mekanisme tata kelola organisasi pada dasarnya merupakan suatu aturan
main, prosedur-prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil
keputusan dengan pihak yang melakukan pengawasan terhadap keputusan tersebut.
Mekanisme tata kelola organisasi diarahkan untuk menjamin dan mengawasi
berjalannya sistem tata kelola di dalam organisasi. Dengan mekanisme tata kelola
yang baik akan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh
manajemen yang dapat merugikan investor/ pemegang saham yang telah
menanamkan modalnya di dalam suatu organisasi.
F.1.2.6 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance
Menurut Hery (2010:5) manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang
menerapkan Good corporate Governance, yaitu sebagai berikut :
1. Good Corporate Governance secara tidak langsung akan dapat mendorong
38
pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien,
yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau
perkembangan ekonomi nasional.
2. Good Corporate Governance dapat membantu perusahaan dan perekonomian
nasional dalam hal menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah
melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditor domestik maupun
internasional.
3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/ menjamin bahwa
perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum dan peraturan.
4. Membantu manajemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan
aset perusahaan.
5. Mengurangi korupsi.
Menurut Surat Keputusan Menteri BUMN No.117 Tahun. 2002 pada Bab II
menyatakan bahwa tujuan dari penerapan Good corporate Governance pada BUMN
adalah :
1. Memaksimalkan nilai BUMN;
2. Mendorong pengelolaan BUMN;
3. Mendorong agar keputusan yang dibuat dilandasi : nilai moral tinggi,
kepatuhan terhadap perundang-undangan, kesadaran akan tanggung jawab
sosial BUMN terhadap stakeholders dan lingkungan sekitar;
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
39
5. Meningkatkan iklim investasi nasional;
6. Mensukseskan program privatisasi.
F.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian yang berkaitan dengan penelitian ini
telah dilakukan oleh beberapa orang. Untuk memperjelas perbedaan dan
persamaannya dengan penelitian sekarang. Maka dapat disajikan dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 2.1Penelitian dan Referensi Terdahulu
No Nama Peneliti/Tahun Judul Penelitian
Variabel Yang Diteliti
Hasil Penelitian
1 Surya Pratolo (2007) GCG dan Kinerja BUMN di Indonesia : Aspek Audit Manajemen dan Pengendalian Internal sebagai Variabel Eksogen serta tinjauannya pada jenis perusahaan
Audit Manajemen (X1), Pengendalian Internal (X2), Penerapan prinsip-prinsip GCG (Y), Kinerja Perusahaan (Z)
Audit Manajemen dan Pengendalian Intern saling mendukung dalam rangka mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip GCG dan kinerja perusahaan
2 Evelyn Yusrina Sitompul (2008)
Pengaruh Peranan Biro Satuan Pengawas Internal (SPI) terhadap pelaksanaan GCG pada PTPN II (Persero) Tanjung Morawa
Variabel Independen adalah Peranan Biro SPI (X), Variabel Dependen adalah pelaksanaan GCG (Y)
Peranan Biro SPI berpengaruh terhadap pelaksanaan GCG
40
F.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis
F.3.1 Kerangka Konseptual
GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki
tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara
yang tidak merugikan stakeholders organisasi tersebut. Penerapan Corporate
Governance pada perusahaan akan memberikan keuntungan sebagai berikut :
1. Menurunkan risiko
2. Meningkatkan nilai saham
3. Menjamin kepatuhan
4. Memiliki daya tahan
5. Memacu kinerja
6. Meningkatkan akuntabilitas publik
7. Membantu penerimaan Negara
Melalui peranan SPI sebagai auditor internal dalam organisasi perusahaan,
maka diharapkan pula GCG dapat dilaksanakan secara optimal. Pengendalian internal
dalam perusahaan umumnya dilakukan oleh seluruh aspek sumberdaya manusia tanpa
terkecuali, namun audit internal yang menjadi pemantau atas pelaksanaan
pengendalian internal yang ada. Menurut Pratolo (2007), pengendalian internal secara
simultan dan parsial berpengaruh langsung terhadap pelaksanaa GCG. Kondisi
penerapan GCG yang belum optimal pada BUMN di Indonesia secara dominan
dipengaruhi juga oleh kondisi pengendalian internal BUMN yang belum optimal. Hal
41
ini juga mengindikasikan bahwa, buruknya pengendalian internal juga sebagai
dampak buruknya peranan audit internal.
Berdasarkan uraian tersebut, penulisan merumuskan kerangka konseptual
sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
F.3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban ataupun dugaan sementara terhadap suatu
masalah yang dihadapi, yang masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut melalui
analisa data yang relevan dengan masalah yang terjadi. Hipotesis penelitian ini adalah
peranan auditor internal berpengaruh terhadap penerapan tata kelola (GCG) pada PT.
Angkasa Pura I.
G. Metode Penelitian
G.1 Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
berbentuk asosiatif dengan hubungan kausalitas. Desain kausal berguna untuk
42
Peranan Audit Internal (X)
Penerapan GCG (Y)
mengukur hubungan-hubungan antar variabel riset atau berguna untuk manganalisis
bagaimana satu variabel mempengaruhi variabel lain (Umar,2003:30). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh peranan audit internal sebagai variabel
independen terhadap penerapan tata kelola (GCG) sebagai variabel dependen.
G.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah objek yang diteliti dan dianalisis. Dalam penelitian
ini, yang menjadi objek penelitian adalah audit internal dan Good Corporate
Governance pada sebuah perusahaan BUMN yaitu PT. Angkasa Pura I yang
berkantor di Jalan Raya Gusti Ngurah Rai, Bali 80362. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara peranan audit internal terhadap
penerapan tata kelola (Good Corporate Governance).
G.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau
narasumber. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
kuesioner yang telah diisi oleh seluruh pegawai SPI.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan berupa sejarah
perusahaan singkat berdirinya perusahaan, dan struktur organisasi perusahaan.
43
G.4 Metode Penentuan
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subyek yang
mempunyai kausalitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dapat dipelajari dan kemudian akan ditarik kesimpulannya mengenai populasi
tersebuut (Sugiyono,2008). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pegawai
bagian SPI PT. Angkasa Pura I yang berjumlah 14 responden. Sampel penelitian ini
adalah seluruh populasi penelitian. Menurut Erlina (2007:72), jika peneliti
menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data penelitian, maka disebut sensus,
jika sebagian saja disebut sampel. Dengan demikian metode pengambilan sampel
yang digunakan adalah sensus. Maka itu, data kuantitatif yang diperoleh melalui
pendistribusian kuesioner terhadap seluruh pegawai yang ada pada bagian SPI PT.
Angkasa Pura I. Hasil kuesioner tersebutlah yang dijadikan sebagai acuan untuk
diolah dengan menggunakan alat SPSS versi 20.0.
G.5 Metode Pengumpulan Data
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono,2008:199). Dengan mengumpulkan data primer yang berupa
kuesioner, ada beberapa langkah yang dilakukan penulis, yaitu:
1. Memberikan kuesioner kepada seluruh responden
44
2. Responden meminta waktu satu minggu untuk mempelajari dan mengisi
kuesioner tersebut
3. Kuesioner yang dikembalikan sebanyak 14 kuesioner
Data sekunder yang berupa sejarah perusahaan dan struktur organisasi
perusahaan yang didapatkan langsung dari perusahaan.
G.6 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel independen dan variabel
dependen.
1. Variabel Bebas (Independent Variable) yaitu peranan Audit Internal
Audit internal (SPI) adalah satu bagian dalam perusahaan yang berfungsi
sebagai aparat pengawasan internal PT. Angkasa Pura I yang bertugas
melakukan pengendalian dan konsultasi secara objektif dan independen
terhadap aktivitas/operasi perusahaan untuk member nilai tambah dan
meningkatkan operasi perusahaan serta membantu organisasi dalam
mengefektifkan manajemen risiko. Kuesioner yang digunakan pada
penelitian untuk variabel X diadaptasi dari kuesioner yang dipublikasikan
oleh PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Kuesioner ini dibentuk dan
disesuaikan dengan PT. Angkasa Pura I, mengingat bahwa segmen kedua
perusahaan ini berbeda. Variabel ini diperoleh dari hasil kuesioner dan diukur
dengan skala likert yaitu pengukuran sikap dengan menyatakan setuju atau
45
tidak setuju, dimana poin 1 (sangat tidak setuju), poin 2 (tidak setuju), poin 3
(netral), poin 4 (setuju), dan poin 5 (sangat setuju).
2. Variabel Terikat (Dependent Variable) yaitu penerapan GCG
Sederhananya GCG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi. GCG merupakan variabel
dependen dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini setiap responden diminta
untuk menunjukkan apakah mereka setuju dengan pernyataan yang terdapat
dalam kuesioner mengenai elemen-elemen GCG. Terdapat lima elemen GCG
yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan
kewajaran. Kuesioner untuk elemen-elemen GCG tersebut disusun oleh
penulis sendiri sesuai dengan Buku Pedoman GCG Indonesia 2006 yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance. Dalam kuesioner
penerapan GCG, seluruh elemen GCG digabung untuk memudahkan analisis
statistik. Hal ini dikarenakan penulis tidak menggunakan sub variabel
dependen dan penelitian ini hanya menggunakan dua variabel saja. Agar tidak
terjadi kesalahpahaman, maka penulis akan mengelompokkan pernyataan-
pernyataan yang ada dengan elemen-elemen GCG yang ada. Berikut ini
adalah pengelompokkannya.
1) Pernyataan 1-6 mencakup elemen transparansi
2) Pernyataan 7-11 mencakup elemen kemandirian
3) Pernyataan 12-16 mencakup elemen akuntabilitas
46
4) Pernyataan 17-21 mencakup elemen pertanggungjawaban
5) Pernyataan 21-26 mencakup elemen kewajaran
Variabel dependen ini diperoleh dari hasil kuesioner dan diukur dengan skala
likert yaitu pengukuran sikap dengan menyatakan setuju atau tidak setuju,
dimana poin 1 (sangat tidak setuju), poin 2 (tidak setuju), poin 3 (netral), poin
4 (setuju), dan poin 5 (sangat setuju).
G.7 Uji Instrumen Penelitian
Pengujian instrumen dalam penelitian ini yaitu dengan menguji validitas dan
reliabilitas instrumen. Mengingat adanya pengumpulan data melalui kuesioner,
amaka kesungguhan responden menjawab merupakan suatu hal yang penting.
Instrumen yang valid dan reliable merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
yang valid dan reliable. Data yang telah terkumpul diuji dengan bantuan komputer
dengan Program SPSS versi 20.0 yang merupakan program pengolah data statistik
sebagai berikut :
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah teknik analisis data yang digunakan untuk mengukur
seberapa kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya. Menurut Sugiyono
(2008:172), bahwa instrumen valid adalah suatu instrumen yang dapat digunakan
untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dapat dikatakan
valid apabila pertanyaan yang ada di dalam kuesioner tersebut mampu
47
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Hasil pengujian
validitas ditentukan dengan nilai signifikansi. Jika tingkat signifikansi tersebut lebih
kecil dari 0.05 maka instrumen penelitian ini adalah valid. Pengolahan validitas
dapat menggunakan Correlation Pearson dimana untuk mengetahui tidak adanya
hubungan dua variabel. Apabila nilai korelasi F hitung > 0.30 maka dapat diambil
kesimpulan bahwa item tersebut valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu teknik analisis data yang digunakan untuk
mengukur konsistensi suatu variabel pada penelitian. Kuesioner dapat dikatakan
reliable atau handal apabila jawaban ata pertanyaan yang diberikan adalah konsisten
atau dengan kata lain instrument tersebut stabil dari waktu ke waktu
(Ghozali,2009:45). Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrument
dalam penelitian ini adalah CrnbachAlpha. Suatu variable dikatan reliable jika
memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali,2009:46).
G.8 Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Model ini
mengestimasi besarnya koefisien-koefisien yang dihasilkan dari persamaan yang
bersifat linier, yang melibatkan satu variabel bebas sebagai alat prediksi besarnya
nilai variabel terikat, Rochaety,dkk.(2007:131). Sesuai dengan hipotesis yang diuji
dalam penelitian ini maka persamaan regresi linier sederhana adalah sebagai berikut :
48
Y = a + bX + e
Keterangan :
Y = Variabel dependen yakni penerapan GCG
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X =Variabel Independen yakni peranan Audit Internal
e = Error (tingkat kesalahan)
G.9 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Jika asumsi ini
dilanggar atau tidak dipenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal
atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan analisis statistik. Penelitian ini
menggunakan analisis grafik dan analisis statistik untuk mengetahui apakah distribusi
sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dengan
menggunakan uji grafik dilakukan dengan dua cara yaitu melalui grafik histogram
dan normal PP Plot, sedangkan dengan uji statistik digunakan uji Kolmogorov-
Smirnov (K-S).
2. Uji heteroskedastisitas
49
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap,
maka disebut homokedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut
heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik scatterplot di sekitar nilai residual dan variabel dependen suatu penelitian. Jika
terdapat pola tertentu maka telah terjadi gejala heteroskedastisitas.
G.10 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi linier sedrehana.
Analisis regresi linier sederhana adalah apabila terdapat hubungan kausal (sebab
akibat) antara satu variabel bebas (independen) dengan satu variabel terikat
(dependen). Pada penelitian ini hanya menggunakan uji signifikansi parsial (Uji-t).
1. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Menurut Ghozali (2005:56), “uji-t digunakan untuk menentukan apakah dua
sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda”. Uji ini
menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap
variabel dependen. Uji hipotesis ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi
thitung dengan ketentuan :
Jika signifikansi thitung < 0,05, maka Ha diterima
Jika signifikansi thitung > 0,05, maka Ha ditolak
50
2. Koefisien Determinasi (R2)
Pengujian koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan variabel-variabel independen dapat menjelaskan variasi dalam variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah anatar nol sampai denagn satu. Hal ini
berarti jika R2 = 0 menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Bila nilai R2 mendekati nol,menunjukkan
semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variasi variabel dependen,
sebaliknya jika nilai R2 mendekati satu menunjukkan semakin besar pengaruh
variabel independen terhadap variasi variabel dependen.
51
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2013. Auditing : Petunjuk Praktis Akuntansi oleh Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat
Arens, Alvin A. Elder, J.Randal . Beasley, S.Mark. Jusuf, Amir. 2008. Jilid I, Edisi Ke Duabelas. Auditing dan Jasa Assurance, alih bahasa oleh Herman Wibowo. Jakarta : Erlangga.
Arens, Alvin A. Elder, J.Randal . Beasley, S.Mark. Jusuf, Amir. 2011. Jasa Audit dan Assurance, alih bahasa oleh Desti Fitriani. Jakarta : Erlangga.
Cahyaningsih & Venty. 2011. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung jawab Sosial.
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang
Hery. 2010. Cetakan Kesatu. Potret Profesi Audit Internal. Bandung : Alfabeta.
Islahuzzaman. 2012. Istilah-istilah Akuntansi. Jakarta : Bumi Aksara.
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor. 117 Tahun. 2002 Pasal 1tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kumaat, Valery.G. 2011. Internal Audit. Jakarta : Erlangga.
Kurniawan, Ardeno. 2012. Audit Internal Nilai Tambah Bagi Organisasi. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Mansyur, Syuhada. 2012. Pelaporan Corporate Social Responsibility Perbankan Syariah Dalam Perspektif Syariah Enterprise Theory.
Mulyadi. 2010. Jilid I, Cetakan ke Tujuh. Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
52
Nurafrillia, Nindya. 2012. Pengaruh Implementasi Sistem Enterprise Resource Planning Terhadap Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Manajemen.
Peraturan Pemerintah. Pasal 46 Nomor. 3 tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perjan, Perum, dan Persero.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap, Azhar Maksum, Desember (2005):1-3.
Riswandi, Budi (Fenomena Vol.4 No.2 September 2006 : 122-123)
Sela. 2012. Pengaruh Audit Terhadap Pencapaian Good Corporate Governance.
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Undang-Undang Pemerintah Nomor. 19 Tahun. 2003 Pasal 1 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Undang-undang Pemerintah Nomor. 40 Tahun. 2007 Pasal 1 tentang Perseroan Terbatas.
Tunggal, Widjaja, Amin. 2012. The Fraud Audit (Mencegah dan Mendeteksi Fraud). Jakarta : Harvarindo.
Universitas Pasundan. 2009. Pedoman Penyusunan Skripsi dan Sidang Ujian Akhir. Bandung : Fakultas Ekonomi.
Zarkasyi, Wahyudin. Moh. 2008. Cetakan Kesatu. Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Bandung : Alfabeta.
http://www.angkasapura1.co.id/cabang/bandar-udara-internasional-ngurah-rai (Diakses 14 Mei 2015)
http://digilib.unpas.ac.id/download.php?id=2875 (Diakses 14 Mei 2015)
53
54