BAB 1

23
1 BAB 1 PENDAHULUAN Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine (CPZ), turunan dari phenotiazine (rantai aliphatik), telah disintetis di Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan antipsikotik, tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan antipsikotik tipikal, (untuk memisahkan dengan clozapine dan obat-obat atipikal) yang memiliki efek ekstrapiramidal yang rendah (Kaplan, 2010).

description

nnn

Transcript of BAB 1

Page 1: BAB 1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai

jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping

yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan

tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini

terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang

menyertainya.

Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan

penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika

Chlorpromazine (CPZ), turunan dari phenotiazine (rantai aliphatik), telah disintetis di

Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki

antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan

antipsikotik, tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang

menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari

reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi

lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan

mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih).

Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan antipsikotik tipikal, (untuk memisahkan dengan

clozapine dan obat-obat atipikal) yang memiliki efek ekstrapiramidal yang rendah (Kaplan,

2010).

Page 2: BAB 1

2

BAB II

OBAT ANTIPSIKOTIK

A. Definisi

Antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan

transquilizer mayor. Anti psikotik merupakan obat psikotropika yang bekerja

mengatasi gejala-gejala gangguan psikotik (Dorland, 2010).

B. Klasifikasi

1. Antipsikotik Tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama)

a. Phenothiazine

1) Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE (Largactil)

LEVOMEPROMAZINE (Nozinan)

2) Rantai piperazine : PERPHENAZINE (Trilafon)

TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)

FLUPHENAZINE (Anatensol)

3) Rantai piperidine : THIORIDAZINE (Melleril)

b. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll)

c. Diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE(Orap)

2. Obat anti psikotik atipikal

a. Benzamide : SULPIRIDE (Dogmatil)

b. Dibenzodiazepine CLOZAPINE (Clozarif)

OLANZAPINE (zyprexa)

QUETIAPINE(Seroquel)

c. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine (gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat

antipsikotik lainnya).

(Gunawan et al, 2007)

Page 3: BAB 1

3

C. Mekanisme Kerja

Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat

berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamin juga merupakan

neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Dopamin memiliki banyak fugsi di

otak, termasuk peran pentingnya pada perilaku dan kognisi, pergerakan volunter,

motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan dalam masa menyusui), tidur

mood, perhatian, dan proses belajar (Kaplan, 2010).

Dopaminergik neuron (neuron yang menggunakan dopamin sebagai

neurotransmitter utamanya). Terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada

midbrain, substantia nigra pars compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamus, jalur

dopaminergik merupakan jalur  neural pada otak yang mengirimkan dopamin dari

satu regio di otak ke regio lainnya. Ada 4 jalur dopaminergik (Mycek et al, 2000):

1. Jalur mesolimbic

Jalur mesolimbic mengirimkan dopamin dari AVT, ke nucleus accumbens.

AVT terletak pada daerah midbrain dan nucleus accumbens pada sistem limbic.

Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin

mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan,

euphoria yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif

dapat menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala

positif psikosis.

2. Jalur mesocortical

Jalur mesocortical mengirimkan dopamine dari AVT ke frontal korteks.

Gangguan pada jalur ini berhubungan dengan skizofrenia Jalur ini berproyeksi

dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu jalur ini

juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai

peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga berperan

pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi

dan sistem kognitif.

3. Jalur Nigrostriatal

Jalur nigrostrialtal mengirimkan dopamin dari subtantia nigra ke striatum.

Jalur ini berhubungan dengan control motorik dan degenerasi pada jalur ini

berhubungan dengan penyaikit parkinson. Jalur ini berproyeksi dari substansia

nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol

Page 4: BAB 1

4

pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada

Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara

lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia

atau bradikinesia.

4. Jalur Tuberoinfundibular

Jalur tuberoinfundibular mengirimkan dopamin dari hipotalamus ke

kalenjer pituitary. Jalur ini mempengaruhi hormon  tertentu termasuk

prolaktin. Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian

anterior. Jalur ini bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga

kalau diblok dapat terjadi galactorrhea.

Skizofrenia berhubungan dengan peningkatan aktifitas pada jalur mesolimbik

dan jalur mesocortical dopaminergik. Dopamin memiliki reseptor yang berguna untuk

menerima sinyal yang dikirmkan dari satu bagian otak ke bagian yang lainnya.

Reseptor dopamin sebenarnya dibagi menjadi 2 tipe ( D1 dan D2 ). Saat ini terdapat 5

reseptor dopamin yang digolongkan ke dalam 2 tipe ini. Reseptor yang menyerupai

D1  termasuk D1 dan D5. Sementara yang menyerupai D2 adalah D2,D3,D4 .

penelitian terbaru menggunakan single photon emission computed tomography

(SPECT) menunjukkan bahwa pada skizofrenia terdapat lebih banyak reseptor D2

yang di tempati. Hal ini menunjukkan stimulasi dopaminergik yang lebih hebat. Hal

ini menyebabkan semua obat-obatan antipsikotik ditujukan untuk memblokade

reseptor ini.

Obat-obatan antipsikotik atipikial selain memblokade reseptor dopamin, ia

juga memblokade reseptor serotonin 5HT2. Neurotransmitter serotonin sendiri punya

banyak pengaruh diantaranya terhadap kecemasan, nafsu makan, kognisi, prose

belajar, memori, mood, mual, tidur, dan termoregulasi.

D. Farmako Kinetik

Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat

memasuki sistem saraf pusat dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik

adalah lipid-soluble. Kebanyakan obat-obatan antipsikotik bisa diserap tapi tidak

seluruhnya. Obat-obatan ini juga mengalami first-pass metabolism yang signifikan.

Oleh karena itu, dosis oral chlorpromazine and thioridazine mempunyai availability

sistemik 25 – 35%. Haloperidol dimetabolisme lebih sedikit, dengan availability

sistemik rata-rata 65%. Kebanyakan obat antipsikotik bergabung secara intensif

Page 5: BAB 1

5

dengan protein plasma (92 – 99%) sewaktu distribusi dalam dalam darah. Volume

distribusi obat-obatan ini juga besar, biasanya lebih dari 7L/kg.

Obat-obatan ini memerlukan metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan

mempunyai waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga memungkinkan once-

daily dosing. Walaupun setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-

hydroxychloropromazine dan reduced haloperidol, metabolit dianggap tidak penting

dalam efek kerja obat tersebut. Terdapat satu pengecualian, yaitu mesoridazine, yang

merupakan metabolit utama thioridazin, lebih poten dari senyawa induk dan

merupakan kontributor utama efek obat tersebut. Sediaan dalam bentuk parenteral

untuk beberapa agen, seperti fluphenazine, thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai

untuk terapi inisial yang cepat.

Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-

obatan tersebut hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar.

Waktu paruh eliminasi (ditentukan oleh clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10

sampai 24 jam (Katzung et al, 2001).

E. Efek Samping

1. Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.

2. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan

intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)

3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,

bradikinesia, rigiditas).

4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),

hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada

yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien.

Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal

response with minimal side effect”.

Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan berulang

involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu

tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang

(terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan

dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related).

Page 6: BAB 1

6

Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa

dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian

obat anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-

psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus

dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi

ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat

overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang

kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama

dimakan.

Page 7: BAB 1

7

Tabel1. Efek Samping Obat Antipsikosis

Obat Anti Psikosis Efek

EPS

Efek

Antiemetik

Efek

Sedatif

Efek

Hipotensif

A. DERIVAT FENOTIAZIN

1. Senyawa dimetilaminopropil :

Klorpromazin

Promazin

Triflupromazin

2. Senyawa piperidil :

Mepazin

Tioridazin

3. Senyawa piperazin :

Asetofenazin

Karfenazin

Flufenazin

Perfenazin

Proklorperazin

Trifluoperazin tiopropazat

B. NON-FENOTIAZIN

Klorprotiksen

C. BUTYROPHENONE

Haloperidol

++

++

+++

++

+

++

+++

+++

+++

+++

+++

++

+++

++

++

+++

++

+

++

+++

+++

+++

+++

+++

++

+++

+++

++

+++

+++

++

+

++

++

+

++

++

+++

+

++

+++

+

++

++

+

++

+

+

+

+

++

+

F. Kerugian dan Keuntungan Antipsikotik

1. Antipsikotik tipikal:

Kerugian :

a. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia

b. Memperburuk gejala negatif dan kognitif

Page 8: BAB 1

8

c. Peningkatan kadar prolaktin

d. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

Keuntungan :

a. Jarang menyebabkan terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM)

b. Cepat menurunkan gejala positif.

2. Antipsikotik atipikal:

Kerugian :

a. peningkatan berat badan sedang sampai berat

b. diabetes mellitus

c. hiperkolesterolemia

d. sedasi

e. gangguan pergerakan yang sedang

f. hipotensi postural

g. hiperprolaktinemia

h. kejang

i. salivasi nocturnal

j. agranulositosis

k. miokarditis

l. lensa mata bertambah

m. sindrom neuroleptik maligna (SNM)

Keuntungan :

a. EPS jauh lebih kecil

b. Mengurangi gejala negatif dari skzofrenia

c. Menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia

d. sering digunakan untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang

resisten dan dapat menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan

penyakit Alzheimer.

G. Indikasi

1. Gejala sasaran antipsikosis (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS, yaitu :

a. Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing

ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang

Page 9: BAB 1

9

terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan insight

terganggu.

b. Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala :

gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham),

gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan

situasi), dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali (disorganized).

c. Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam

gejala : tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

2. Sindroma psikosis dapat terjadi pada :

a. Sindrom psikosis fungsional : Skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif,

psikosis reaktif singkat, dll.

b. Sindrom psikosis organik : delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll.

H. Interaksi Obat

1. Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti

lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya,

Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.

2. Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat

(hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit

jantung).

3. Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus

dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

4. Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi

hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas

yang tinggi.

5. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan

serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar

(dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat

anti-psikosis Haloperidol.

6. Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan

gangguan absorpsi.

I. Cara Penggunaan

1. Pemilihan Obat

Page 10: BAB 1

10

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)

yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek

samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

Tabel 2. Sediaan Antipsikosis Dan Dosis Anjuran

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

1 Chlorpromazine LARGACTIL

PROMACTIL

MEPROSETIL

ETHIBERNAL

Tab. 25 mg, 100 mg

Amp.25 mg/ml

150-600 mg/h

2 Haloperidol SERENACE

HALDOL

GOVOTIL

LODOMER

HALDOL DECA-

NOAS

Tab. 0,5 mg, 1,5&5 mg

Liq. 2 mg/ml

Amp. 5 mg/ml

Tab. 0,5 mg, 2 mg

Tab. 2 mg, 5 mg

Tab. 2 mg, 5 mg

Amp. 50 mg/ml

5-15 mg/h

50 mg / 2-4 minggu

3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg, 4&8 mg 12-24 mg/h

4 Fluphenazine

Fluphenazine-

Decanoate

ANATENSOL

MODECATE

Tab. 2,5 mg, 5 mg

Vial 25 mg/ml

10-15 mg/h

25 mg / 2-4 minggu

5 Levomepromazine

NOZINAN Tab.25 mg

Amp. 25 mg/ml

25-50 mg/h

6 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h

7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 mg 150-600 mg/h

8 Sulpiride DOGMATIL –

FORTE

Tab. 200 mg

Amp. 50 mg/ml

300-600 mg/h

9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h

Page 11: BAB 1

11

10 Risperidone RISPERDAL

NERIPROS

NOPRENIA

PERSIDAL-2

RIZODAL

Tab. 1,2,3 mg

Tab. 1,2,3 mg

Tab. 1,2,3 mg

Tab. 2 mg

Tab. 1,2,3 mg

Tab 2-6 mg/h

11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 mg 25-100 mg/h

12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 mg, 200 mg

50-400 mg/h

13 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 mg 10-20 mg/h

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang

dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis

ekivalen.

Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang

sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat

anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis

ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat

anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek

samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran

miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau,

perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis –

atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang

tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko

medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical

complication).

2. Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :

a. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu

b. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.

Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).

Page 12: BAB 1

12

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek

samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu

mengganggu kualitas hidup pasien.

Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap

2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom

Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis

optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap

2 minggu “dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun

(diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap

2-4 minggu) stop.

(Gunawan et al, 2007).

3. Lama Pemberian

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”, terapi

pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian

yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali.

Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari

setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung

menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan

kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan

metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih

mempunyai keaktifan anti-psikosis.

Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama

3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk

“Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya

gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.

Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun

diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil

sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic

Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-

lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi

Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu

pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba

Page 13: BAB 1

13

waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian

baru menyusul obat antiparkinson.

4. Penggunaan Parenteral

Obat anti-psikosis “long acting” Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau

Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk

pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak

efektif terhadap medikasi oral.

Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu

beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.

Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama kemudian bau

ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.

Pemberian obat anti psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan

pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 %

kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.

J. Perhatian Khusus

1. Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya :

Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi

Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).

Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenaline (Nor-epinephrine) sebagai

“alfa adrenergic stimulator”.

Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa

dan beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat

terjadi Shock.

Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung

bangun setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10

menit.

Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED –

Abbot atau RAIVAS – Dexa Medica atau VASCON – Fahrenheit) ampul 4

mg/4cc dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3cc/menit.

Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan

Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet

Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im).

Page 14: BAB 1

14

Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis

secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat

antiparkinson.

Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama

dari 3 bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan

pemberian “antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi

penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma rendah,

dan dapt menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk

penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis efektif.

“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapt diulangi

setiap 2 jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6

jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi,

hiperaktivitas psikomotorm impulsif, menyerang, gaduh-gelisah, perilaku

destruktif dll).

K. Kontraindikasi :

1. Penyakit hati (hepato-toksik),

2. Penyakit darah (hemato-toksik),

3. Epilepsi (menurunkan ambang kejang),

4. Kelainan jantung (menghambat irama jantung),

5. Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP),

6. Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat),

7. Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll),

Page 15: BAB 1

15

BAB III

Kesimpulan

A. Pengobatan antipsikotik ditujukan untuk menghambat aktifitas berlebihan pada

neurotransmitter otak utamanya dopamin.

B. Obat-obatan antipsikotik terbagi atas 2 jenis yaitu golongan tipikal yang hanya

bekerja dengan menghambar reseptor dopamin D2 dan golongan atipikal yang selain

menghambat reseptor dopamin D2, dia juga menghambat reseptor serotonin 5HT2.

C. Pemberian obat-obatan antipsikotik didasarkan pada gejala klinis yang timbul dan

efek samping masing-masing obat.

D. Obat neuroleptika bukan untuk pengobatan kuratif dan tidak menghilangkan

gangguan pemikiran yang fundamental, tetapi sering memungkinkan pasien psikotik

berfungsi dalam lingkungan yang suportif.

E. Selain melihat dari efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat antipsikotik

atipikal, kita juga harus mempertimbangkan kondisi pasien yang akan diberikan obat

antipsikotik dan juga harus mengingat kontraindikasi dari obat-obatan antipsikotik

atipikal. Karena tidak semua obat antipsikotik dapat kita berikan dalam

kondisi/keadaaan pasien yang berbeda-beda.

Page 16: BAB 1

16

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi dan Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.

Jakarta: Depaartemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2007. Hal 171-7

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry:

Behavioral Science/ Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 2010.

Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2001.

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s Illustatrated Reviews: Pharmacology.

2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.