BAB 1
-
Upload
alfi-anzwa -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
description
Transcript of BAB 1
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai
jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping
yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan
tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini
terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang
menyertainya.
Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan
penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an, ketika
Chlorpromazine (CPZ), turunan dari phenotiazine (rantai aliphatik), telah disintetis di
Perancis. Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin, chlorpromazine memiliki
antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai model dalam pengembangan
antipsikotik, tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine) mempunyai efek yang
menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas property utama, antagonis kuat dari
reseptor dopamine D2. Sebagai tambahan property antipsikotik, obat-obat ini memiliki fungsi
lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin D2 (seperti antiemetic dan
mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan adanya gerakan yang berlebih).
Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan antipsikotik tipikal, (untuk memisahkan dengan
clozapine dan obat-obat atipikal) yang memiliki efek ekstrapiramidal yang rendah (Kaplan,
2010).
2
BAB II
OBAT ANTIPSIKOTIK
A. Definisi
Antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan
transquilizer mayor. Anti psikotik merupakan obat psikotropika yang bekerja
mengatasi gejala-gejala gangguan psikotik (Dorland, 2010).
B. Klasifikasi
1. Antipsikotik Tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama)
a. Phenothiazine
1) Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE (Largactil)
LEVOMEPROMAZINE (Nozinan)
2) Rantai piperazine : PERPHENAZINE (Trilafon)
TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
FLUPHENAZINE (Anatensol)
3) Rantai piperidine : THIORIDAZINE (Melleril)
b. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll)
c. Diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE(Orap)
2. Obat anti psikotik atipikal
a. Benzamide : SULPIRIDE (Dogmatil)
b. Dibenzodiazepine CLOZAPINE (Clozarif)
OLANZAPINE (zyprexa)
QUETIAPINE(Seroquel)
c. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)
First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine (gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat
antipsikotik lainnya).
(Gunawan et al, 2007)
3
C. Mekanisme Kerja
Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat
berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamin juga merupakan
neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Dopamin memiliki banyak fugsi di
otak, termasuk peran pentingnya pada perilaku dan kognisi, pergerakan volunter,
motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan dalam masa menyusui), tidur
mood, perhatian, dan proses belajar (Kaplan, 2010).
Dopaminergik neuron (neuron yang menggunakan dopamin sebagai
neurotransmitter utamanya). Terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada
midbrain, substantia nigra pars compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamus, jalur
dopaminergik merupakan jalur neural pada otak yang mengirimkan dopamin dari
satu regio di otak ke regio lainnya. Ada 4 jalur dopaminergik (Mycek et al, 2000):
1. Jalur mesolimbic
Jalur mesolimbic mengirimkan dopamin dari AVT, ke nucleus accumbens.
AVT terletak pada daerah midbrain dan nucleus accumbens pada sistem limbic.
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin
mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan,
euphoria yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif
dapat menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala
positif psikosis.
2. Jalur mesocortical
Jalur mesocortical mengirimkan dopamine dari AVT ke frontal korteks.
Gangguan pada jalur ini berhubungan dengan skizofrenia Jalur ini berproyeksi
dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu jalur ini
juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai
peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga berperan
pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi
dan sistem kognitif.
3. Jalur Nigrostriatal
Jalur nigrostrialtal mengirimkan dopamin dari subtantia nigra ke striatum.
Jalur ini berhubungan dengan control motorik dan degenerasi pada jalur ini
berhubungan dengan penyaikit parkinson. Jalur ini berproyeksi dari substansia
nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol
4
pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada
Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara
lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia
atau bradikinesia.
4. Jalur Tuberoinfundibular
Jalur tuberoinfundibular mengirimkan dopamin dari hipotalamus ke
kalenjer pituitary. Jalur ini mempengaruhi hormon tertentu termasuk
prolaktin. Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian
anterior. Jalur ini bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga
kalau diblok dapat terjadi galactorrhea.
Skizofrenia berhubungan dengan peningkatan aktifitas pada jalur mesolimbik
dan jalur mesocortical dopaminergik. Dopamin memiliki reseptor yang berguna untuk
menerima sinyal yang dikirmkan dari satu bagian otak ke bagian yang lainnya.
Reseptor dopamin sebenarnya dibagi menjadi 2 tipe ( D1 dan D2 ). Saat ini terdapat 5
reseptor dopamin yang digolongkan ke dalam 2 tipe ini. Reseptor yang menyerupai
D1 termasuk D1 dan D5. Sementara yang menyerupai D2 adalah D2,D3,D4 .
penelitian terbaru menggunakan single photon emission computed tomography
(SPECT) menunjukkan bahwa pada skizofrenia terdapat lebih banyak reseptor D2
yang di tempati. Hal ini menunjukkan stimulasi dopaminergik yang lebih hebat. Hal
ini menyebabkan semua obat-obatan antipsikotik ditujukan untuk memblokade
reseptor ini.
Obat-obatan antipsikotik atipikial selain memblokade reseptor dopamin, ia
juga memblokade reseptor serotonin 5HT2. Neurotransmitter serotonin sendiri punya
banyak pengaruh diantaranya terhadap kecemasan, nafsu makan, kognisi, prose
belajar, memori, mood, mual, tidur, dan termoregulasi.
D. Farmako Kinetik
Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat
memasuki sistem saraf pusat dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik
adalah lipid-soluble. Kebanyakan obat-obatan antipsikotik bisa diserap tapi tidak
seluruhnya. Obat-obatan ini juga mengalami first-pass metabolism yang signifikan.
Oleh karena itu, dosis oral chlorpromazine and thioridazine mempunyai availability
sistemik 25 – 35%. Haloperidol dimetabolisme lebih sedikit, dengan availability
sistemik rata-rata 65%. Kebanyakan obat antipsikotik bergabung secara intensif
5
dengan protein plasma (92 – 99%) sewaktu distribusi dalam dalam darah. Volume
distribusi obat-obatan ini juga besar, biasanya lebih dari 7L/kg.
Obat-obatan ini memerlukan metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan
mempunyai waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga memungkinkan once-
daily dosing. Walaupun setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-
hydroxychloropromazine dan reduced haloperidol, metabolit dianggap tidak penting
dalam efek kerja obat tersebut. Terdapat satu pengecualian, yaitu mesoridazine, yang
merupakan metabolit utama thioridazin, lebih poten dari senyawa induk dan
merupakan kontributor utama efek obat tersebut. Sediaan dalam bentuk parenteral
untuk beberapa agen, seperti fluphenazine, thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai
untuk terapi inisial yang cepat.
Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-
obatan tersebut hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar.
Waktu paruh eliminasi (ditentukan oleh clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10
sampai 24 jam (Katzung et al, 2001).
E. Efek Samping
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
2. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)
3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada
yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien.
Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal
response with minimal side effect”.
Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu
tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang
(terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan
dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related).
6
Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa
dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian
obat anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-
psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang
kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.
7
Tabel1. Efek Samping Obat Antipsikosis
Obat Anti Psikosis Efek
EPS
Efek
Antiemetik
Efek
Sedatif
Efek
Hipotensif
A. DERIVAT FENOTIAZIN
1. Senyawa dimetilaminopropil :
Klorpromazin
Promazin
Triflupromazin
2. Senyawa piperidil :
Mepazin
Tioridazin
3. Senyawa piperazin :
Asetofenazin
Karfenazin
Flufenazin
Perfenazin
Proklorperazin
Trifluoperazin tiopropazat
B. NON-FENOTIAZIN
Klorprotiksen
C. BUTYROPHENONE
Haloperidol
++
++
+++
++
+
++
+++
+++
+++
+++
+++
++
+++
++
++
+++
++
+
++
+++
+++
+++
+++
+++
++
+++
+++
++
+++
+++
++
+
++
++
+
++
++
+++
+
++
+++
+
++
++
+
++
+
+
+
+
++
+
F. Kerugian dan Keuntungan Antipsikotik
1. Antipsikotik tipikal:
Kerugian :
a. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia
b. Memperburuk gejala negatif dan kognitif
8
c. Peningkatan kadar prolaktin
d. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan
Keuntungan :
a. Jarang menyebabkan terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM)
b. Cepat menurunkan gejala positif.
2. Antipsikotik atipikal:
Kerugian :
a. peningkatan berat badan sedang sampai berat
b. diabetes mellitus
c. hiperkolesterolemia
d. sedasi
e. gangguan pergerakan yang sedang
f. hipotensi postural
g. hiperprolaktinemia
h. kejang
i. salivasi nocturnal
j. agranulositosis
k. miokarditis
l. lensa mata bertambah
m. sindrom neuroleptik maligna (SNM)
Keuntungan :
a. EPS jauh lebih kecil
b. Mengurangi gejala negatif dari skzofrenia
c. Menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia
d. sering digunakan untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang
resisten dan dapat menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan
penyakit Alzheimer.
G. Indikasi
1. Gejala sasaran antipsikosis (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS, yaitu :
a. Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing
ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang
9
terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan insight
terganggu.
b. Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala :
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan
situasi), dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali (disorganized).
c. Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala : tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
2. Sindroma psikosis dapat terjadi pada :
a. Sindrom psikosis fungsional : Skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif,
psikosis reaktif singkat, dll.
b. Sindrom psikosis organik : delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll.
H. Interaksi Obat
1. Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti
lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya,
Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.
2. Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat
(hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit
jantung).
3. Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus
dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).
4. Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi
hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas
yang tinggi.
5. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar
(dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat
anti-psikosis Haloperidol.
6. Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan
gangguan absorpsi.
I. Cara Penggunaan
1. Pemilihan Obat
10
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek
samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Tabel 2. Sediaan Antipsikosis Dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Chlorpromazine LARGACTIL
PROMACTIL
MEPROSETIL
ETHIBERNAL
Tab. 25 mg, 100 mg
Amp.25 mg/ml
150-600 mg/h
2 Haloperidol SERENACE
HALDOL
GOVOTIL
LODOMER
HALDOL DECA-
NOAS
Tab. 0,5 mg, 1,5&5 mg
Liq. 2 mg/ml
Amp. 5 mg/ml
Tab. 0,5 mg, 2 mg
Tab. 2 mg, 5 mg
Tab. 2 mg, 5 mg
Amp. 50 mg/ml
5-15 mg/h
50 mg / 2-4 minggu
3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg, 4&8 mg 12-24 mg/h
4 Fluphenazine
Fluphenazine-
Decanoate
ANATENSOL
MODECATE
Tab. 2,5 mg, 5 mg
Vial 25 mg/ml
10-15 mg/h
25 mg / 2-4 minggu
5 Levomepromazine
NOZINAN Tab.25 mg
Amp. 25 mg/ml
25-50 mg/h
6 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h
7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 mg 150-600 mg/h
8 Sulpiride DOGMATIL –
FORTE
Tab. 200 mg
Amp. 50 mg/ml
300-600 mg/h
9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h
11
10 Risperidone RISPERDAL
NERIPROS
NOPRENIA
PERSIDAL-2
RIZODAL
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 2 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab 2-6 mg/h
11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 mg 25-100 mg/h
12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 mg, 200 mg
50-400 mg/h
13 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 mg 10-20 mg/h
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat
anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau,
perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis –
atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang
tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko
medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical
complication).
2. Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
a. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
b. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.
Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).
12
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap
2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom
Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis
optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap
2 minggu “dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap
2-4 minggu) stop.
(Gunawan et al, 2007).
3. Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan
kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan
metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih
mempunyai keaktifan anti-psikosis.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama
3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk
“Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya
gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic
Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-
lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi
Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu
pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba
13
waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian
baru menyusul obat antiparkinson.
4. Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis “long acting” Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau
Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak
efektif terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu
beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama kemudian bau
ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
Pemberian obat anti psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 %
kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.
J. Perhatian Khusus
1. Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya :
Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi
Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi Nor-adrenaline (Nor-epinephrine) sebagai
“alfa adrenergic stimulator”.
Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa
dan beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat
terjadi Shock.
Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung
bangun setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10
menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED –
Abbot atau RAIVAS – Dexa Medica atau VASCON – Fahrenheit) ampul 4
mg/4cc dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3cc/menit.
Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan
Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet
Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im).
14
Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis
secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat
antiparkinson.
Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama
dari 3 bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan
pemberian “antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi
penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma rendah,
dan dapt menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang dibutuhkan untuk
penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis efektif.
“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapt diulangi
setiap 2 jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6
jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi,
hiperaktivitas psikomotorm impulsif, menyerang, gaduh-gelisah, perilaku
destruktif dll).
K. Kontraindikasi :
1. Penyakit hati (hepato-toksik),
2. Penyakit darah (hemato-toksik),
3. Epilepsi (menurunkan ambang kejang),
4. Kelainan jantung (menghambat irama jantung),
5. Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP),
6. Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat),
7. Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll),
15
BAB III
Kesimpulan
A. Pengobatan antipsikotik ditujukan untuk menghambat aktifitas berlebihan pada
neurotransmitter otak utamanya dopamin.
B. Obat-obatan antipsikotik terbagi atas 2 jenis yaitu golongan tipikal yang hanya
bekerja dengan menghambar reseptor dopamin D2 dan golongan atipikal yang selain
menghambat reseptor dopamin D2, dia juga menghambat reseptor serotonin 5HT2.
C. Pemberian obat-obatan antipsikotik didasarkan pada gejala klinis yang timbul dan
efek samping masing-masing obat.
D. Obat neuroleptika bukan untuk pengobatan kuratif dan tidak menghilangkan
gangguan pemikiran yang fundamental, tetapi sering memungkinkan pasien psikotik
berfungsi dalam lingkungan yang suportif.
E. Selain melihat dari efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat antipsikotik
atipikal, kita juga harus mempertimbangkan kondisi pasien yang akan diberikan obat
antipsikotik dan juga harus mengingat kontraindikasi dari obat-obatan antipsikotik
atipikal. Karena tidak semua obat antipsikotik dapat kita berikan dalam
kondisi/keadaaan pasien yang berbeda-beda.
16
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi dan Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta: Depaartemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. Hal 171-7
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science/ Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 2010.
Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2001.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s Illustatrated Reviews: Pharmacology.
2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.