bab 1 - bab VII (1)

66
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat kompleks yang paling berkaitan dengan masalah-masalah yang lain diluar kesehatan itu sendiri, dengan demikian pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatan itu sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruh terhadap masalah sehat sakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Soekidjo Notoatmojo, 2007) . Kesehatan lingkungan sangat berhubungan dengan pola atau perilaku masyarakatnya, oleh karena itu perlu dilakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku dengan pola hidup sehat. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi atau terpaparnya penyakit pada manusia seperti penyakit dermatitis. Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan 1

Transcript of bab 1 - bab VII (1)

Page 1: bab 1 - bab VII (1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat kompleks yang paling

berkaitan dengan masalah-masalah yang lain diluar kesehatan itu sendiri, dengan

demikian pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat, tidak hanya

dilihat dari segi kesehatan itu sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada

pengaruh terhadap masalah sehat sakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang

mempengaruhi, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Soekidjo

Notoatmojo, 2007) .

Kesehatan lingkungan sangat berhubungan dengan pola atau perilaku

masyarakatnya, oleh karena itu perlu dilakukan promosi kesehatan untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku dengan pola hidup sehat.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar serta berakumulasi dengan

perilaku manusia yang tidak sehat dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme

yang dapat menyebabkan infeksi atau terpaparnya penyakit pada manusia seperti

penyakit dermatitis.

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon

terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan gatal.

Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (

oligomorfik ). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis ( Djuanda dan

Sularsito, 1999 )

Di Indonesia, dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2.122 pasien

alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H.

Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik

alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan

Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%)

menderita dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya

diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus

yang tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga

diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan industri ( Keefner, 2004 ).

1

Page 2: bab 1 - bab VII (1)

Prevalensi penyakit dermatitis di Provinsi Banten 5,3%.

(www.litbang.depkes.go.id, 13 Mei 2011) Propinsi Banten mempunyai 4 wilayah

Kabupaten / kota. Di antara wilayah tersebut, Kabupaten Pandeglang merupakan

Kabupaten yang mempunyai prevalensi penyakit dermatitis tinggi pada tahun 2006

terdapat 44.612 kasus, pada tahun 2007 terdapat 41.436 kasus dan pada tahun 2008

terdapat 50.319 kasus (Profil kesehatan Kabupaten Pandeglang)

Salah satu puskesmas di Kabupaten Pandeglang yang prevalensi penyakit

dermatitisnya tinggi adalah puskesmas Pagadungan pada bulan Januari – November

2010 terdapat sebanyak 2.578 kasus dermatitis, dimana di Desa Cigadung sendiri

terdapat 46 kasus.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah pada penelitian

dalam rangka menyusun Laporan Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II ini

adalah masih tingginya angka kejadian penyakit dermatitis sebanyak 2.578 di

Wilayah kerja Puskesmas Pagadungan Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian

penyakit dermatitis di Desa Cigadung Kecamatan karang Tanjung tahun 2011.

1.3.2 Tujun Khusus

1 Diketahuinya kejadian penyakit dermatitis di Desa Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011.

2 Diketahuinya distribusi frekuensi faktor individu (pekerjaan, pendidikan,

kebersihan pribadi) di Desa Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun

2011.

3 Diketahuinya distribusi frekuensi faktor lingkungan (pengelolaan sampah,

ketersediaan air bersih) di Desa Cigadung Kecamatan Karangtanjung

tahun 2011.

2

Page 3: bab 1 - bab VII (1)

4 Diketahuinya hubungan antara faktor individu (pekerjaan, pendidikan,

kebersihan pribadi) dengan kejadian penyakit dermatitis di Desa

Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

5 Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (pengelolaan sampah,

pengelolaan air bersih) dengan kejadian penyakit dermatitis di Desa

Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas Pagadungan

Diperolehnya masukan tentang faktor pendidikan, pekerjaan, penyediaan

sarana air bersih, pengelolaan sampah, personal hygiene (kebersihan pribadi) pada

masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit penyakit dermatitis,

sehingga dapat memberikan upaya penanganan lebih lanjut dalam hal pengendalian

penyakit dermatitis di wilayahnya.

1.4.2 Bagi STIKes Faletehan

1. Menambah kepustakaan ilmu kesehatan masyarakat khususnya dibidang

kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan kejadian penyakit

dermatitis.

2. Menjalin kerja sama yang sinergis antara STIKes Faletehan dengan

Puskesmas Pagadungan.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu

pengetahuan yang kami peroleh, khususnya mengenai penyakit yang berhubungan

dengan kejadian penyakit dermatitis.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

PBL II (Pengalaman Belajar Lapangan) ini dilakukan penelitian tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis di Kelurahan Cigadung

wilayah kerja puskesmas Pagadungan Kecamatan Karangtanjung Kabupaten

Pandeglang tahun 2011. Objek penelitian ini adalah seluruh penduduk di kelurahan

3

Page 4: bab 1 - bab VII (1)

Cigadung sejumlah 11.088. Penelitian akan dilakuakan selama 2 (dua) minggu

terhitung mulai tanggal 23 Mei – 4 Juni 2011. Data yang diperlukan pada PBL ini

berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan

responden dengan menggunkan kuesioner. Data primer pada PBL ini terdiri dari

wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari profil Puskesmas

dan Kecamatan.

4

Page 5: bab 1 - bab VII (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dematitis

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon

terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi) dan gatal.

Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa

(oligomorfik). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis. (Djuanda Suria dan

Sri Adi Sularsito, 1999)

2.1.1 Etiologi

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar ( eksogen ), misalnya bahan

kimia, fisik ( contoh : sinar ), mikro organisme ( bakteri, jamur ), dapat pula dari

dalam ( endogen ), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui tidak

pasti.

2.1.2 Patogenesis

Banyak macam dermatitis yang belum diketahui patogenesisnya, terutama

fator endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis kontak, baik

yang tipe alergi maupun iritan primer.

2.1.3 Gejala Klinis

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, kelainan kulit

tergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas,

penyebaran dapat setempat, generalisata, bahkan universalis.

Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,

erosi dan eksedusi, sehingga tampak basah ( madidans ). Stadium subakut, eritema

berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak

lesi kering, skuama, hiperpegmentasi, lekinefikasi, dan dapul, mungkin juga terdapat

erosi atau ekskorisasi karena garukan, stadium tersebut tdak selalu berurutan, bisa

saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit

stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tdak selalu harus polimorfi,

mungkin hanya oligomorfi.

5

Page 6: bab 1 - bab VII (1)

2.2 Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi)

yang menempel pada kulit. ( Suria Djuanda Dan Sri Adi Sularsito, 1999 )

2.2.1 Jenis

Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak elergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.

2.2.1.1 Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iitan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan.

Bahan iritan adalah bahan bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan

kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu

tertentu.

2.2.1.2 Epidiomiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin.

Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun

angkanya secara tetap sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak

penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat.

2.2.1.3 Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, detergen,minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,

konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor

lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak kekerapan (terus menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula

gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembapan lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga berpengaruhi pada dermatitis iritan, misalnya perpedaan

ketebalan kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak

di bawah 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit

putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita);

6

Page 7: bab 1 - bab VII (1)

penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan

iritan turun), misalnya dermatitis atopik.

2.2.1.4 Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah ikat air kulit. Keadaan

ini akan merusak epidermis.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan

menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang

iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-

ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,

mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

2.2.1.5 Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan

dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada

dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor.

2.2.2.1 Dermatitis Kontak Alergik

Gambar 1 : Bentuk lesi dari dermatitis kontak alergi yang lesinya muncul akibat

penggunaan plester dan reaksi sinar matahari

7

Page 8: bab 1 - bab VII (1)

2.2.2.2 Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya

sangat peka ( hipersensitif ). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi

dermatitis ini di masyartakat.

2.2.2.3 Etiologi

Penyebabnya dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa

baha kimia dengan berat molekul kurang dari 500- 1000 Da, yang juga disebut bahan

kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen,

derajat pejanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

2.2.2.4 Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah

mengikuti respons imun yang diperantai oleh sel ( cell- mediated immune respons )

atau reakasi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbulnya lambat ( delayed

hypersensitivity ), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.

Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih

dahulu mendapatkan perubahan spesifik rekatifitas pada kulitnya. Perubahan ini

terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut Hapten

yang akan terkait dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkat

dan diproses oleh makrofag dan sel lengerhans. Selanjutnya dipersentasikan oleh sel

T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar

getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi secara spesifik dan sel

memori. Sel- sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi keseluruh tubuh, juga sistem

limfoid, sehingga menyebabkan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase

saat pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase

sensitisasi. Fase ini rata- rata berlangsung selama 2- 3 minggu. Pada umumnya reaksi

sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen

(sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sentizer kuat mempunyai fase yang

lebih pendek , sebaiknya sensitizer lemah seperti bahan- bahan yang dijumpai pada

kehidupan sehari- hari pada umumnya kelainan kulit pertama kali muncul setelah

lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan saat

8

Page 9: bab 1 - bab VII (1)

terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya

gejala klinis disebut fase elisitasi, umunya berlangsung antara 24- 48 jam.

2.2.2.5 Berbagi Lokalisasi Terjadinya Dermatitis Kontak

Tangan, kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering

di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis

kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan

iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran atau tanaman,

semen, dan pestisida.

Lengan, alergen umumnya sama pada tangan, misalnya oleh jam tangan

(nikel), sarung tangan karet, debu semen , dan tanaman. Di aksila umumnya oleh

bahan pengharum.

Wajah, dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,

obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel ( tangkai kaca mata ). Bila bibir atau

sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah- buahan.

Dermatitis di klopak mata disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows, dan

obat mata.

Telinga. Anting atau jepit telinga tersebut dari nikel, penyebab dermatitis

kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,

cat rambut, hearing- aids.

Leher. Penyebabnya, kalung dari nikel, cat kuku ( yang berasal dari ujung

jaru ), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

Badan, Dermatits kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna,

kancing logam, karet ( elastis, busa ), plastik dan detergen.

Genitelia, penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

pembalut wanita dan alergen yang terdapat di tangan.

Paha dan tungkai bawah, dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh

pakaian, dompet kunci ( nikel ) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal ( misalnya

anestesi lokal, neomisin, etilendiamin ), semen, dan sepatu.

9

Page 10: bab 1 - bab VII (1)

2.3 Dermatits Atopik

Gambar 2 : Bentuk lesi dermatitis atopik persisten pada daerah telapak tangan dan

daerah dada

Dermatits atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai

gatal, yang berhubungan dengan atopik, kata atopik pertama diperkenalkan oleh coca

( 1928 ), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang

mempunayi riwayat kepekaan dala keluarganya, misalnya asma bronkial, rinitis

alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik. ( dr. Ny. Irma D. Roesyanto-

Mahada, 1998 ).

2.3.1 Epidemiologi

Belakangan ini prevalensi dermatitis atopik makin meningkat dan hal ini

merupakan masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita

tetapi juga melibatkan keluarganya.

Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri

lainnya, prevalensi dermatitis atopik pada anak mencapai 10 – 20 persen, sedangkan

pada dewasa 1 – 3 persen.

Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria

adalah 1,3:1. dermatitis atopik cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita

atopi maka lebih dari seperempat anaknya akan menderita dermatitis atopik pada 3

bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya

menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka

ini meningkat sampai 75 persen.

10

Page 11: bab 1 - bab VII (1)

2.3.2 Respons Imun Pada Kulit

Salah satu faktor yang berperan pada dermatitis atopik adalah faktor

imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon

imun yang melibatkan sel Langerhans ( SL ) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel

mas. Bila suatu antigen ( bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen

ataupun super antigen ) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka

antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan

sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis.

Bila antigen ditangkap IgE sel mas ( melalui reseptor FcεRI ), IgE akan

mengadakan cross linking dengan FcεRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan

keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif

tipe cepat ( immediate type hypersensitivity ). Pada pemeriksaan histopatologi akan

nampak sebukan sel eosinofil.

Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor

FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya

dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel

Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan

terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan

sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-γ, TNF, IL-2

dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun

infiltrasi fase akut dermatitis atopik didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel

TH1 ikut berpartisipasi.

Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara

IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada

pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.

Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcεRI yang

terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel

basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin pro

inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit

Dermatitis atopik.

Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga

timbul dugaan adanya autoimunitas pada dermatitis atopik. Pada lesi kronik terjadi

perubahan pola sitokin. IFN-γ yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih

11

Page 12: bab 1 - bab VII (1)

banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan

dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal

untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis.

Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2.

IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.

2.3.3 Respons Sistemik

Perubahan sistemik pada dermatitis atopik adalah sebagai berikut :

Sintesis IgE meningkat.

IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.

Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.

Respons hipersensitivitas lambat terganggu

Eosinofilia

Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat

Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun

Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-

13 dan PGE2.

2.3.4 Sawar kulit

Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi

akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat,

skin capacitance ( kemampuan stratum korneum meningkat air ) menurun.

Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah

dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan

sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain

untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.

2.3.5 Faktor lingkungan

Peran lingkungan terhadap tercetusnya dermatitis atopik tidak dapat dianggap

remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Jenis makanan

yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya susu dan telur,

sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-kacangan.

12

Page 13: bab 1 - bab VII (1)

Tungau debu rumah ( TDR ) serta serbuk sari merupakan alergen hirup yang

berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor pencetus

dermatitis atopik. 95% penderita dermatitis atopik mempunyai IgE spesifik terhadap

TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat

keparahan dermatitis atopik.

Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus dermatitis atopik, suhu

udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat

menjadi masalah bagi penderita dermatitis atopik.

Hubungan psikis dan penyakit dermatitis atopik dapat timbal balik. Penyakit

yang kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan

merangsangpengeluaran substansi tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang

menimbulkan rasagatal.

Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme

dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki

kulit.

2.4 Dermatitis Numular

Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap,

dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi berbentuk uang logam, sirkular atau

lesi oval berbatas tegas, umumnya ditemukan pada daerah tangan dan kaki. Lesi awal

berupa papul disertai vesikel yang biasanya mudah pecah. . ( Suria Djuanda Dan Sri

Adi Sularsito, 1999 )

2.4.1 Epidemiologi

Dermatitis numular angka kejadiannya pada usia dewasa lebih seringpada

laki-laki dibandingkan wanita, onsetnya pada usia antara 55 dan 65 tahun.Penyakit

ini jarang pada anak-anak, jarang muncul dibawah usia 1 tahun, hanyasekitar 7 dari

466 anak yang menderita dermatitis numular dan frekuensinya cenderung

meningkat sesuai dengan peningkatan umur. hanya sekitar 7 dari 466 anak yang

menderita dermatitis numular dan frekuensinya cenderung meningkat sesuai dengan

peningkatan umur.

13

Page 14: bab 1 - bab VII (1)

2.4.2 Potofisiologi

Dermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis

dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini, tetapi sering

bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura pada permukaan kulit

yang kering dan gatal dapat menyebabkan masuknya alergen dan

mempengaruhi terjadinya peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan

dermatitis numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua terutama

yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi.

Barrier pada kulit yang lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan

untuk terjadinya dermatitis kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung metal.

Karena pada dermatitis numular terdapat sensasi gatal, telah dilakukan penelitian

mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini dan ditemukan adanya

peningkatan jumlah mast cell pada area lesi dibandingkan area yang tidak mengalami

lesi pada pasien yang menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga

mengidentifikasi adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada

dermatitis numular dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast cell

dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis

dan dermis dari pasien dengan dermatitis numular.

Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan mediator

inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers

dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal

antara mast cell dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada

penderita dermatitis numular. Substansi P dan kalsitonin terikat rantai peptide

meningkat pada daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis

numular. Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga

memicu timbulnya inflamasi.

Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari

pasien dermatitis numular menurunkan aktivitas enzimchymase, mengakibatkan

menurunnya kemampuan menguraikan neuropeptida dan protein. Disregulasi

ini dapat menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses

inflamasi.

14

Page 15: bab 1 - bab VII (1)

2.4.3 Gejala Klinik

Gejala – gejala yang umum, antara lain:

Timbul rasa gatal

Luka kulit yang antara lain makula, papul, vesikel, atau tambalan :

Bentuk numular (seperti koin).

Terutama pada tangan dan kaki.

Umumnya menyebar.

Lembab dengan permukaan yang keras.

Kulit bersisik atau ekskoriasi.

Kulit yang kemerahan atau inflamasi.

,

Gambar 3 : Merah, Lesi dermatitis numularis pada mata kaki.

15

Page 16: bab 1 - bab VII (1)

Gambar 4 : Lesi yang khas berbentuk koin dari dermatitis numularis pada tangan dari penderita

Gambaran diatas dapat disimpulkan ada 3 bentuk klinis dermatitis numular yaitu;

Dermatitis numular pada tangan dan lengan. Kelainannya terdapat pada

punggung tangan serta di bagian sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai

sebagai plak tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau iritan. Lesi

ini jarang meluas.

1. Dermatitis numular pada tungkai dan badan.

Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada sebagian

kasus, kelainan sering didahului oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga.

Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif. Dalam

perkembangannya, kelainan dapat sangat edematous dan berkrusta, cepat meluas

disertai papul-papul dan vesikel yang tersebar. Pada Dermatitis numular juga sering

dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi secara klinis berbeda dari

bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif

kurang tegas. Lesi permulaan biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar

ke kaki yang lain, lengan dan sering ke badan.

2. Dermatitis numular bentuk kering.

Bentuk ini jarang dijumpai dan berbeda dari dermatitis numular umumnya

karena di sini dijumpai lesi diskoid berskuama ringan dan multipel pada tungkai atas

dan bawah serta beberapa papul dan vesikel kecil di bagian tepinya di atas dasar

eritematus pada telapak tangan dan telapak kaki. Gatal minimal yang berbeda sekali

16

Page 17: bab 1 - bab VII (1)

dengan bentuk dermatitis numular lainnya. Menetap bertahun- tahun dengan

fluktuasi atau remisi yang sulit diobati.

2.4.4 Penatalaksana

Penatalaksanaanya difokuskan pada gejala yang mendasari

1. Melindungi kulit dari trauma.

Karena pada jenis ini biasanya berawal dari trauma kulit minor. Jika ada

trauma pada tangan, gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi.

2. Emollients.

Emollients merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi kekeringan

pada kulit. Contohe mollients yang sering digunakan antara lain aqueous cream,

gliserine dan cetomacrogol cream, wool fat lotions.

3. Steroid Topikal.

Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi iritasi kulit.

Misalnya dengan pemberian triamcinolone 0,025-0,1%.

4. Antibiotik oral maupun topikal.

Untuk mencegah infeksi sekunder. Digunakan dicloxacillin dosis oral 125-

500 mg 4 kali per hari selama 7-10 hari. Kadang-kadang dermatitis numular dapat

sembuh total, hanya timbul lagi jika pengobatan tidak diteruskan.

5. Antihistamin oral.

Mengurangi gatal dan sangat berguna pada malam hari. Tidak menghilangkan

dermatitis. Misalnya hydroxzine ( atarax, vistaril,vistazine ) dengan dosis oral 25-

100 mg 4 kali per hari.

6. Fototerapi.

Ultraviolet light treatment beberapa kali dalam seminggu biasanya dapat

membantu. Dapat mengontrol dermatitis dalam beberapa bulan, namun pada kasus

yang berat sangat diperlukan. Fototerapi dengan ultraviolet B

mungkin efektif.

17

Page 18: bab 1 - bab VII (1)

7. Steroid Sistemik

Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat, diberikan

prednilson dengan dosis oral 40-60 mg 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan

secara perlahan-lahan. Hanya berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang

belum sembuh sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan

emolilients.

2.5 Dermatitis Stasis

Definisi

Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan,

pembentukan sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat,

yang sering meninggalkan bekas berupa kulit yang berwarna coklat gelap. ( dr. Ny.

Irma D. Roesyanto- Mahadi, 1998 )

2.5.1 Penyebab

Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di

bawah kulit, sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises) dan

pembengkakan (edema).

2.5.2 Gejala

Dermatitis stasis biasanya timbul di pergelangan kaki. Pada awalnya kulit

menjadi merah dan sedikit bersisik. Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan,

warna kulit berubah menjadi coklat gelap. Pengumpulan darah dibawah kulit yang

terjadi sebelumnya sering tidak dihiraukan, sehingga terjadi pembengkakan dan

kemungkinan infeksi, yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit yang berat

(ulserasi).

18

Page 19: bab 1 - bab VII (1)

Gambar 5: Dermatitis Stasis

2.5.3 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

2.5.4 Pengobatan

Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan

darah di dalam vena di sekitar pergelangan kaki. Mengangkat kaki dalam posisi yang

lebih tinggi dari dada akan menghentikan penimbunan darah di dalam vena dan

penimbunan cairan di dalam kulit. Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa

membantu mencegah kerusakan kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan

cairan di tungkai yang lebih bawah. Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.

Untuk dermatitis yang aktif, kompres yang menyejukkan (misalnya bantalan

yang direndam dalam air ledeng), bisa membuat kulit terasa lebih baik dan bisa

membantu mencegah infeksi. Jika keadaannya memburuk, bisa digunakan perban

yang lebih menyerap. Bisa juga diberikan krim kortikosteroid yang sering

dikombinasikan dengan pasta seng oksida.

Antibiotik diberikan hanya jika kulit telah terinfeksi. Kadang diambil kulit

dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan guna menutupi luka terbuka yang

sangat lebar. Beberapa penderita mungkin memerlukan sepatu Unna, yaitu suatu alat

yang menyerupai pembalut gips yang berisi pasta gelatin yang mengandung seng.

Sepatu ini membantu melindungi kulit dari iritasi dan pasta membantu

19

Page 20: bab 1 - bab VII (1)

menyembuhkan kulit. Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini,

pasta yang sama bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik.

Pada dermatitis stasis, kulit mudah teriritasi; karena itu sebaiknya penderita

menghindari pemakaian krim antibiotik, krim anestetik, alkohol, lanolin atau bahan

kimia lainnya sebab bisa memperburuk keadaan.

2.6 Pengelolaan Sampah

Sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia,

atau benda padat yg sudah tdk digunakan lg dlm suatu kegiatan manusia dan dibuang

( Soekidjo Notoatmodjo, 1997 )

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. ( UU

Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah ).

1. Pengumpulan dan Pengangkutan sampah :

a. Compacting, penyimpanan dengan menggunakan cara pengempaan

sehingga kompak dan padat, kemudian ditumpuk.

b. Open dumping, Penyimpanan dengan cara membiarkan menumpuk

ditempat terbuka.

c. Refrigeration, Penyimpanan di ruang tertutup yang menggunakan udara

pendingin.

2. Pemusnahan dan Pengolahan sampah :

a. Landfil, Pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian

sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah

b. Inceneration, yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar

didalam tungku pembakaran (incenerator).

c. Composting, yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, khususnya untuk

sampah organik, daun2an

20

Page 21: bab 1 - bab VII (1)

2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Dermatitis

1. Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan )

( kamus besar bahasa Indonesia, 1996 ). Penyakit dermatitis ini sering kali

terjadi pada bayi dan anak-anak dengan mempunyai riwayat penyakit

keluarga seperti asma, rhinitis alergi, konjungtivitis alergi. Biasanya timbul

pada usia 2 bulan sampai 2 tahun, umumnya diawali dengan suatu plak yang

cukup gatal pada daerah pipi. Tetapi pada orang tua sekitar umur 60 tahun

juga sering terjadi karena umur 60 tahun lebih rentang dan kulitnya lebih

sensitive karena sudah mulai mengkerut. (http://tikkysuwntiko.multiplay.com,

13 Mei 2011).

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah sifat karakter fisik yang mempunyai perbedaan atau

dibedakan menjadi dua macam yaitu laki-laki dan perempuan atau jantan dan

betina (kamus lengkap bahasa Indonesia, 1996). Penyakit dermatitis ini tidak

terfokus pada laki-laki atau perempuan tetapi, kemungkinan besar penyakit

ini terjadi pada laki-laki, karena laki-laki lebih cenderung pekerja keras atau

kasar contohnya pada laki-laki yang bekerja sebagai buruh, dan bekerja di

lading (sawah) ( http://wikkipedia.com, 13 Mei 2011 ).

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Thomas, 1996 dalam nursalam,

2001). Seseorang yang bekerja akan berinteraksi dengan lingkungan ditempat

ia bekerja yang salah satunya akan menghasilkan arus perkembangan

informasi didalamnya. Lain halnya dengan seseorang yang tidak bekerja akan

cenderung terbatas dalam arus komunikasi daan interaksi dengan

lingkungannya, sehinggan transfer informasi dan pengetahuan akan kurang

jika dibandingkan dengan seseorang yang bekerja. Pekerja sangat

mempengaruhi semua panyakit terutama penyakit dermatitis, pada penyakit

dermatitis ini sering terjadi pada pekerja yang suka bekerja di lading

21

Page 22: bab 1 - bab VII (1)

sawah),karena dilihat dari kondisi airnya yang tidak bersih yang sangat kotor,

hal ini bisa menyebabkan penyakit dermatitis. Dibandingkan dengan pekerja

kantoran kemungkinan besar sangat kecil untuk menderita.

4. Tingkat pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suarno,

1992 dalam Nursalam, 2001). Pendidikan diperlikan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi

Kualitas hidup terutama tingkat pendidikannya rendah, karena masyarakat

tingkat pendidikannya rendah akan berpengaruh terhadap kebersihan dirinya

sendiri, mereka cenderung tidak tahu bagaimana cara membersihkan diri

yang baik. Beda dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi setidaknya

mereka tahu bagaimana cara membersihkan diri yang baik (http://pendidikan-

kebersihan diri.com, 13 Mei 2011).

5. Kebiasaan mandi

Mandi merupakan salah satu cara untuk menjaga tubuh agar tetap bersih dan

segar, mandi yang baik dan benar adalah sebanyak dua kali sehari yaitu

setelah bangun tidur (pagi hari) dan setelah bekerja (artinya setelah

melakukan kegiatan-kegiatan selama sehari) sebaiknya dilakukan pada sore

hari. Bagi musim dengan melakukan wudhu sebanyak lima kali sehari adalah

supaya untuk menjaga tubuh tetap bersih dan segar, maka hidup bersih dan

menjaga kesehatan adalah bagian dari iman. Agar tubuh atau badan tetap

bersih, sebaiknya sewaktu mandi menggunakan air yang bersih, memakai

sabun yang berfungsi melarutkan kotoran, dan menggunakan handuk yang

kering dan bersih untuk mengeringkan tubuh setelah mandi.

6. Kebiasaan mencuci pakaian

Mencuci pakaian adalah salah satu cara untuk memebersihkan kotoran

dipakaian, da membersihkan pakaian dengan menggunakan sumber air bersih

dan sabun (detergen) dengan maksud membersihkan pakaian agar terhindar

22

Page 23: bab 1 - bab VII (1)

dari kuman yang bisa menyebabkan penyait kulit (Kamus Lengkap bahasa

Indonesia, 2005)

7. Penggunaan sumber air bersih

Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini tidak

akan ada kehidupan seandainya dimuka bumi ini tidak ada air. Air yang

relative bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperlusn hidup

sehari-hari untuk keperluan industri, untuk sanitasi kota, maupun untuk

keperluan pertanian dan sebagainya, apabila kita menggunakan air kotor

kemungkinan besar penyakit dermatitis (penyakit kulit) akan menyerang kita

(Wisnu, 1995).

8. Tingakt pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suarno,

1992 dalam Nursalam, 2001). Pendidikan diperlikan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi

penyakit dermatitis terutama tingkat pendidikannya rendah, karena

masyarakat tingkat pendidikannya rendah akan berpengaruh terhadap

kebersihan dirinya sendiri, mereka cenderung tidak tahu bagaimana cara

membersihkan diri yang baik. Beda dengan masyarakat yang berpendidikan

tinggi setidaknya mereka tahu bagaimana cara membersihkan diri yang baik

(http://pendidikan-kebersihan diri.com,13 Mei 2011).

9. Kebiasaan mandi

Mandi merupakan salah satu cara untuk menjaga tubuh agar tetap bersih dan

segar, mandi yang baik dan benar adalah sebanyak dua kali sehari yaitu

setelah bangun tidur (pagi hari) dan setelah bekerja (artinya setelah

melakukan kegiatan-kegiatan selama sehari) sebaiknya dilakukan pada sore

hari. Bagi musim dengan melakukan wudhu sebanyak lima kali sehari adalah

supaya untuk menjaga tubuh tetap bersih dan segar, maka hidup bersih dan

menjaga kesehatan adalah bagian dari iman. Agar tubuh atau badan tetap

23

Page 24: bab 1 - bab VII (1)

bersih, sebaiknya sewaktu mandi menggunakan air yang bersih, memakai

sabun yang berfungsi melarutkan kotoran, dan menggunakan handuk yang

kering dan bersih untuk mengeringkan tubuh setelah mandi.

10. Kebiasaan mencuci pakaian

Mencuci pakaian adalah salah satu cara untuk memebersihkan kotoran

dipakaian, da membersihkan pakaian dengan menggunakan sumber air bersih

dan sabun (detergen) dengan maksud membersihkan pakaian agar terhindar

dari kuman yang bisa menyebabkan penyait kulit ( Kamus Lengkap bahasa

Indonesia, 2005 ).

11. Penggunaan sumber air bersih

Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini tidak

akan ada kehidupan seandainya dimuka bumi ini tidak ada air. Air yang

relative bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperlusn hidup

sehari-hari untuk keperluan industri, untuk sanitasi kota, maupun untuk

keperluan pertanian dan sebagainya, apabila kita menggunakan air kotor

kemungkinan besar penyakit dermatitis (penyakit kulit) akan menyerang kita

( Wisnu, 1995 ).

24

Page 25: bab 1 - bab VII (1)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka konsep

Kerangka Konsep Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kejadian Penyakit Dermatitis

Variabel Independen Variabel Dependen

25

Faktor individu

Pekerjaan

Pendidikan

Kebersihan pribadi

Faktor lingkungan

Pengelolaan sampah

Ketersediaan air bersih

Penyakit Dermatitis

Page 26: bab 1 - bab VII (1)

3.2 Hipotesis

Ha 1: Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian penyakit dermatitis.

Ha 2 : Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit dermatitis.

Ha 3 : Ada hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit dermatitis.

Ha 4: Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit dermatitis.

Ha 5: Ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakit dermatitis.

26

Page 27: bab 1 - bab VII (1)

3.3 Definisi Oprasional

No VariabelDefinisi

OprasionalAlat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 Dermatitis Gangguan peradangan kulit responden berdasarkan rekam medis dari Puskesmas

Kuesioner Wawancara 0. Dermatitis1. Tidak dermatitis

Ordinal

2 Pekerjaan Aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh responden untuk menghasilkan uang.

Kuesioner Wawancara 0. Bekerja1.Tidak bekerja

Ordinal

3 Tingkat Pendidikan

Jenjang sekolah formal terkhir yang ditamatkan responden pada saat dilakukan pengambilan data.

Kuesioner Wawancara 0. Dasar jika ≤ SMP1. Lanjutan jika SMA

Ordinal

4 Kebersihan Pribadi

Kegiatan yang dilakukan responden untuk memelihara kebersihan badan.

Kuesioner Wawancara 0. tidak menjaga kebersihan pribadi jika ≤ nilai tengah 1. menjaga kebersihan pribadi jika ≥ nilai tengah

Ordinal

5. Ketersediaan Air Bersih

Sumber air bersih yang digunakan oleh responden untuk aktifitas sehari-hari yang memenuhi syarat kesehatan.

Chek list Observasi 0. Tidak memenuhi syarat kesehatan jika air yang digunakan berasa, berbau dan berwarna.

1. Baik jika memenuhi syarat kesehatan jika air yang digunakan jernih, tidak berasa dan tidak berbau.

Ordinal

27

Page 28: bab 1 - bab VII (1)

6. Pengelolaan sampah

Upaya yang dilakukan oleh responden dalam mengelola sampah yang hasilkan, yang meliputi pengumpulan dan pengolahan / pemusnahan sampah.

Kuesioner Wawancara 0. Tidak memenuhi syarat jika sampah tidak dilakukan pengelolaan

1. Memenuhi syarat jika melakukan tahap- tahap pengelolaan sampah.

Ordinal

28

Page 29: bab 1 - bab VII (1)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pada penelitian

ini variabel pekerja, pendidikan, personal hygiene, keseterdiaan air bersih,

pengelolaan sampah serta variabel kejadian Dermatitis diobservasi dalam waktu

yang bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Mei - 4 Juni tahun

2011.

4.2.2 Tempat Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam semua penelitian ini adalah penduduk yang yang ada di

Kelurahan Cigadung di Wilayah kerja Puskesmas Pagadungan sebanyak 11.088.

Berdasarkan laporan Puskesmas Pagadungan di Wilayah Kerja Puskesmas

Pagadungan jumlah yang menderita penyakit dermatitis sebanyak 2.578 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002).

Sampel pada penelitian ini adalah penduduk di Kelurahan Cigadung yang menderita

Dermatitis. Adapun teknik pengambilan sampel ini dengan cara cluster.

Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung berdasarkan

rumus perhitungan sampel, yaitu :

29

Page 30: bab 1 - bab VII (1)

Rumus : Z2 1 - α/2 P( 1 – P ) N

d2 ( N – 1 ) + Z2 1 – α/2 P ( 1 – P )

ket :

Z2 – α/2 : Derajat kepercayan ( 95%, nilainya = 1,96 )

N : Populasi

P : Proporsi penderita Dermatitis ( jika tidak diketahui

0,5 )

d : Presisi ( ketepatan = 0,1 )

: 1.962 (0,5) (1 - 0,5) (1.108 )

(0.1)2 ( 1.108 - 1) + 1,9622 (0,5) (1 – 0,5)

: 1.108

0,01 ( 1.107 )

: 1.108

11,07

: 100,09 ≈ 100

Untuk menghindari terjadinya ketidaklengkapan data, maka jumlah sampel

yang diambil ditambah 10% menjadi 110 responden.

30

Page 31: bab 1 - bab VII (1)

4.4 Pengolahan dan Analisa Data

4.4.1 Pengolahan data

Setelah data yang diharapkan terkumpul dilakukan pengolahan data

dengan tahap sebagai berikut:

1. Editing

Mengecek alat penelitian yang telah terkumpul, hal-hal yang ditinjau

kembali adalah:

a. Kelengkapan identitas responden

b. Kelengkapan jumlah kuesioner dan observasi

c. Kelengkapan isi atau jawaban responden pada kuesioner dan observasi

dikembalikan pada responden untuk dilengkapi

2. Coding

Pada tahapan ini dilakukan pemebrian kode dari berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka/bilangan. Pada jawaban pertanyaan

dalam kuesioner. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah pada

saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

3. Proccessing

Setelah dilakukan pengkodean dan pemberian skor, maka selanjutnya

adalah memproses data agar dapat di analisis. Pemprosesan data

dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke paket program

komputerisasi penghitung data.

4. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali

data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak. Pembersihan

data meliputi:

a. Mendeteksi adanya data yang hilang

b. Mendeteksi variasi data

c. Mendeteksi konsistensi data

31

Page 32: bab 1 - bab VII (1)

4.4.2 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menghitung distribusi frekuensi

terhadap data dari variabel dependen dan variabel independen

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Analisa bivariat bertujuan untuk

membuktikan adanya hubungan antara variabel tersebut digunakan uji

statistik Chi Square (X2) (Notoatmodjo, 2002). Dengan batas kemaknaan

= 0,05 apabila nilai p ≤ maka Ho ditolak berarti secara statistik

terdapat hubungan bermakna dan apabila nilai p > maka Ho gagal

ditolak yang berarti secara stastik tidak terdapat hubungan bermakna

dengan rumus sebagai berikut:

X2=∑ (O−E)2

E

Keterangan:

X2=¿ Nilai Chi Square

O=¿ Frekuensi observasi

E=¿ Frekuensi harapan

(Hastono, 2007)

32

Page 33: bab 1 - bab VII (1)

BAB V

GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIGADUNG

5.1 Keadaan Geografis

Kelurahan Cigadung merupakan salah satu dari 4 kelurahan yang terdapat di

Kecamatan Karangtanjung dalam wilayah kerja Puskesmas Pagadungan,

memiliki luas wilayah 512.665 Ha, dengan perbatasan wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Tanagara

Sebelah Selatan : Kelurahan Kadumerak

Sebelah Timur : Kelurahan Juhut

Sebelah Barat : Kelurahan Pagadungan.

Tabel. 5.1

Jumlah Kepala Keluarga Tiap-tiap Kampung di Kelurahan Cigadung

No. Kampung/ RWJumlah Kepala Keluarga

JumlahLaki-laki Perempuan

1 Kalahang 188 16 203

2 Pabrik 260 8 268

3 Cikiray 256 35 291

4 Ambuleuit 173 17 192

5 Cigadung Indah 187 6 193

6 Cigadung 136 6 142

7 Kadulolo 226 10 236

8 Sampora 131 12 143

9 Kadu Tunggul 151 3 154

10Komplek Cigadung Mandiri 183 7 190

11 Komplek Ambuleuit 1 133 13 146

12 Komplek RSS 117 6 123

33

Page 34: bab 1 - bab VII (1)

13 Komplek SMA 159 3 162

14 Babakan Jambu 22 3 25

JUMLAH 2322 178 2500

5.2 Keadaan Demografi

a. Jumlah Penduduk

Penduduk diwilayah kelurahan Cigadung berjumlah 11.158 jiwa, terdiri dari

2.500 KK, yang terdiri dari 14 RW dan 48 RT.

b. Komposisi Penduduk menurut Umur

Tabel 5.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

No. Golongan Umur Jumlah

1 0-12 Bulan 313

2 >1- <5 tahun 985

3 > 5- <7 tahun 1.324

4 >7- < 15 tahun 1.450

5 >15- 56 tahun 4.424

6 56 tahun ke atas 2.662

Jumlah 11.158

Sumber : Data Kelurahan Cigadung, Mei 2011

Jumlah penduduk terbesar di Kelurahan Cigadung yaitu pada usia >15- 56

tahun sebesar 4.424 jiwa.

34

Page 35: bab 1 - bab VII (1)

BAB VI

HASIL PENELITIAN

6.1.1 Distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

penyakit dermatitis

6.1.1.1 Penyakit Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon

terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan gatal.

Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (

oligomorfik ). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis. ( Suria Djuanda dan

Sri Adi Sularsito, 1999 ).

Tabel 6.1 Distribusi frekuensi kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011.

Penyakit Dermatitis Jumlah Persentase (%)Dermatitis 47 42,7

Tidak Dermatitis 63 57,3Total 110 100

Berdasarkan tabel 6.1 diatas, diperoleh hasil bahwa dari 110 responden, terdapat 47

responden (42,7%) yang terkena penyakit dermatitis dan 63 responden (57,3%) tidak

terkena penyakit dermatitis.

6.1.1.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil dari responden yang berhubungan dengan pekerja bahwa

mayoritas masyarakat di wilayah Kerja Kelurahan Pagadungan adalah buruh tani.

Tabel 6.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan di Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung tahun 2011.

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)Bekerja 101 91,8

Tidak bekerja 9 8,2Total 110 100

Berdasarkan tabel 6.2 di atas, responden yang bekerja lebih banyak yaitu 91,8 %

dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 8,2%.

35

Page 36: bab 1 - bab VII (1)

6.1.1.3 Pendidikan

Berdasarkan hasil dari responden yang berhubungan dengan pendidikan

bahwa lebih banyak pendidikan dasar.

Tabel 6.3 Distribusi frekuensi pendidikan di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)Pendidikan dasar (Tidak

Lulus SMA)106 96,3

Pendidikan lanjutan (Lulus SMA/ PT )

4 3,7

Total 110 100

Berdasarkan tabel 6.3 di atas, pendidikan responden yang paling banyak adalah

Pendidikan dasar (tidak lulus SMA) berjumlah 96,3 %, sedangkan pendidikan

lanjutan (lulus SMA/ PT) berjumlah 3,7 %.

6.1.1.4 Kebersihan Pribadi

Tabel 6.4 Distribusi frekuensi kebersihan pribadi di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Kebersihan Pribadi Jumlah Persentase (%)Tidak menjaga

Kebersihan Pribadi29 26,4

Menjaga KebersihanPribadi

81 73,6

Total 110 100

Berdasarkan tabel 6.4 di atas, responden yang menjaga kebersihan pribadi sebanyak

73,6 %, sedangkan yang tidak menjaga kebersihan pribadi berjumlah 26,4%.

6.1.1.5 Ketersediaan Air Bersih

Tabel 6.5 Distribusi frekuensi ketersediaan air bersih di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

36

Page 37: bab 1 - bab VII (1)

Ketersediaan Air Bersih Jumlah Persentase (%)Tidak memenuhi syarat 65 59,1

Memenuhi syarat 45 40,9Total 110 100

Berdasarkan tabel 6.5 di atas, ketersediaan air bersih responden yang paling banyak

tidak memenuhi syarat berjumlah 59,1 %, sedangkan yang memenuhi syarat

berjumlah 40,9%.

6.1.1.6 Pengolahan Sampah

Tabel 6.6 Distribusi responden berdasarkan pengolahan sampah di Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011

Pengolahan Sampah Jumlah Persentase (%)Tidak memenuhi syarat 89 80,9

Memenuhi syarat 21 19,1Total 110 100

Berdasarkan tabel 6.6 di atas, ketersediaan air bersih responden yang paling banyak

tidak memenuhi syarat berjumlah 80,9 %, sedangkan yang memenuhi syarat

berjumlah 19,1%.

6.1.2 Hubungan antara faktor individu dan faktor lingkungan dengan kejadian

penyakit dermatitis

6.1.2.1 Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit dermatitis

Tabel 6.7 Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Pekerjaan

Penyakit DermatitisTotal p value

DermatitisTidak

Dermatitis

Bekerja45

(44,6%)56

( 55,4%)101

( 100 % )0,344

Tidak bekerja2

(22,2%)7

(77,8%)9

( 100 % )

Jumlah47

(42,7%)63

(57,3%)110

(100%)

37

Page 38: bab 1 - bab VII (1)

Berdasrkan data tabel 6.7 menunjukkan bahwa penyakit dermatitis

proporsinya lebih tinggi pada responden yang bekerja di bandingkan dengan

responden yang tidak bekerja. Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,344 yang

berarti bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian

penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

6.1.2.2 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit

dermatitis.

Tabel 6.8 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Tingkat PendidikanPenyakit Dermatitis

Total p valueDermatitis

Tidak Dermatitis

Pendidikan Dasar 46

( 43,4 % )60

( 56,6 % )106

( 100 % )

0,213Pendidikan lanjutan1

( 25 % )3

( 75 % )4

( 100 % )

Jumlah47

( 42, 7 % )63

( 57, 3 % )110

( 100 % )

Pada tabel 6.8 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang berpendidikan dasar yaitu sebanyak 43,4 % di

bandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan yaitu sebanyak 25%

Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,213 yang berarti bahwa tidak ada

hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan kejadian penyakit dermatitis

di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

6.1.2.3 Hubungan antara tingkat kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit

dermatitis.

Tabel 6.9 Hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

38

Page 39: bab 1 - bab VII (1)

Kebersihan pribadi

Penyakit dermatitisTotal p value OR

DermatitisTidak

dermatitisTidak menjaga

Kebersihan Pribadi

23( 79,3 % )

6( 20,7 % )

29( 100 % )

0,005 3,354Menjaga KebersihanPribadi

24( 29,6 % )

57( 70,4 % )

81( 100 % )

Jumlah47

( 42, 7 % )63

( 57, 3 % )110

( 100 % )

Dari tabel 6.9 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang tidak menjaga kebersihan pribadi tsebanyak 79,3 %

di bandingkan dengan responden yang menjaga kebersihan pribadi yaitu sebanyak

29,6 %.

Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,005 yang berarti bahwa ada

hubungan antara kebersihan pribadi responden dengan kejadian penyakit dermatitis

di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

6.1.2.4 Hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakit

dermatitis

Tabel 6.10 Hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakitdermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Ketersediaan Air Bersih

Penyakit DermatitisTotal p value

DermatitisTidak

Dermatitis

Tidak memenuhi syarat

29( 44,6 % )

36( 55,4 % )

65( 100 % )

0,821Memenuhi syarat

18( 40 % )

27( 60 % )

45( 100 % )

Jumlah47

( 42, 7 % )63

( 57, 3 % )110

( 100 % )Dari tabel 6.10 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang tidak memenuhi syarat sebanyak 44,6 % di

bandingkan dengan responden yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 40%

39

Page 40: bab 1 - bab VII (1)

Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,821 yang berarti bahwa tidak ada

hubungan antara ketersediaan air bersih responden dengan kejadian penyakit

dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

6.1.2.5 Hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit

dermatitis.

Tabel 6.11 Hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Pengelolaan Sampah

Penyakit dermatitis

Total p valueDermatitisTidak

dermatitisTidak memenuhi

syarat40

( 44,9 % )49

( 55,1 % )89

( 100 % )

0,270Memenuhi syarat7

( 33,3 % )14

( 66,7 % )21

( 100 % )

Jumlah47

( 42, 7 % )63

( 57, 3 % )110

( 100 % )

Dari tabel 6.11 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat

sebanyak 44,9 % dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 33,3%.

Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai p= 0,270 yang berarti bahwa tidak ada

hubungan antara pengelolaan sampah responden dengan kejadian penyakit

dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

BAB VII

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

40

Page 41: bab 1 - bab VII (1)

7.1 Kejadian Dermatitis Di Desa Cigadung Kecamatan Karangtanjung Tahun

2011.

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidemis dan dermis ) sebagai respon

terhadap pengaruh eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuema, lenifikasi ) dan gatal.

Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (

oligomorfik ). Dematitis cenderung residif dan menjadi kronis. ( Suria Djuanda dkk,

1999 )

Berdasarkan hasil penelitian kejadian penyakit dermatitis di Kelurahan

Cigadung, Kecamatan Karangtanjung tahun 2011 sebesar 42,7 % dari jumlah

responden.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa kejadian penyakit dermatitis di

Kelurahan cihadung, Kecamatan Karangtanjung cukup banyak, karena kebersihan

pribadinya kurang baik.

Pencegahan harus dilakukan pada masyarakat setempat terutama pada

responden yang mengidap penyakit dermatitis, pihak puskesmas harus sering

mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang PHBS.

7.2 Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kejadian Penyakit Dermatitis Di

Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung Tahun 2011.

Berdasrkan data tabel 6.7 menunjukkan bahwa penyakit dermatitis

proporsinya lebih tinggi pada responden yang bekerja yaitu sebanyak 38,5%

dibandingkan dengan yang tidak bekerja yaitu sebanyak 0%.

Dalam hal ini ibu rumah tangga sangat berpengaruh karena dilihat dari

pekerjaan sehari- hari seperti mencuci, membersihkan rumah dan pemakaian sabun

atau ditergen memungkinkan terjadinya penyakit dermatitis tersebut.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan

nilai p= 0,764 p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan

responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan

Karangtanjung tahun 2011.

7.3 Hubungan antara pendidikan dengan kejadian penyakit dermatitis di

Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

41

Page 42: bab 1 - bab VII (1)

Pada tabel 6.8 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang berpendidikan dasar sebanyak 43,4 % di

bandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan yaitu sebanyak 25%.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan

nilai p= 0,213 p> 0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Tingkat

pendidikan responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung,

Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Menurut peneliti ketiadaan hubungan antara pendidikan dengan penyakit

dermatitis dikarenakan penyakit menyerang manusia tidak hanya pada orang yang

berpendidikan rendah tetapi yang berpendidikan tinggi juga bisa terkena penyakit

tersebut, dan pendidikan tidak harus diberikan secara formal tetapi dapat pula

diberikan dalam bentuk penyuluhan pada masyarakat, hal tersebut dilakukan untuk

memutuskan rantai penularan penyakit dermatitis baik dilakukan keluarga mauun

masyarakat sebab yang terpenting adalah mereka harus mendapat pembekalan

mengenai penyakit dermatitis.

7.4 Hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit dermatitis

di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011

Dari tabel 6.9 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang tidak menjaga kebersihan pribadi tsebanyak 79,3 %

di bandingkan dengan responden yang menjaga kebersihan pribadi yaitu sebanyak

29,6 %.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan

nilai p= 0,005 p<0,05 yang berarti bahwa ada hubungan antara kebersihan pribadi

responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung, Kecamatan

Karangtanjung tahun 2011. maka berdasar hasil uji tersebut kemungkinan dari

pemakaian handuk yang bergantian dan penggunaan sabun batang secara bergantian

yang menyebabkan terjadinya penyakit dermatitis.

7.5 Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan kejadian penyakit

dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

42

Page 43: bab 1 - bab VII (1)

Dari tabel 6.10 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang tidak memenuhi syarat sebanyak 44,6 % di

bandingkan dengan responden yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 40%.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan nilai

p= 0,821 p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Ketersediaan Air

bersih responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung,

Kecamatan Karangtanjung tahun 2011. Ini dikarenakan sebagian sebagian responden

memiliki ketersediaan air bersih yang baik atau memenuhi syarat dan terjadi bias

kuesioner, yaitu perbedaan persepsi antara pewawancara dengan responden, dan juga

antar sesame kelompok dalam menanggapi jawaban yang diajukan.

7.6 Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan kejadian penyakit

dermatitis di Kelurahan Cigadung Kecamatan Karangtanjung tahun 2011.

Dari tabel 6.11 menunjukkan bahwa kejadian penyakit dermatitis proporsinya

lebih tinggi pada responden yang pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat

sebanyak 44,9 % dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 33,3%.

Dari hasil uji statistic dengan menggunakan rumus chi square di dapatkan nilai

p= 0,270 p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara Ketersediaan Air

bersih responden dengan kejadian penyakit dermatitis di kelurahan Cigadung,

Kecamatan Karangtanjung tahun 2011. Hal ini mungkin karena terjadinya bias

kuesioner, yaitu perbedaan persepsi antara pewawancara dengan responden, dan juga

antar sesame kelompok dalam menanggapi jawaban yang diajukan.

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

43

Page 44: bab 1 - bab VII (1)

8.1 KESIMPULAN

Hasil penelitian tentang hubungan antara faktor individu ( pekerjaan,

pendidikan, kebersihan pribadi ) dan faktor lingkungan ( pengelolaan sampah,

ketersediaan air bersih ) dengan kejadian dermatitis di Kelurahan Cigadung

Kecamatan Karangtanjung Kabupaten Pandeglang, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Terdapat 42,7% responden yang terkena Penyakit Dermatitis.

2. Hasil distribusi frekuensi faktor individu dengan kejadian penyakit

dermatitis di Wilayah Kerja Kelurahan Cigadung yaitu yang bekerja

91,8%, pendidikan dasar 96,3%, dan yang menjaga kebersihan pribadi

73,6%.

3. Hasil distribusi frekuensi faktor lingkungan dengan kejadian penyakit

dermatitis di Wilayah Kerja Kelurahan Cigadung yaitu dalam

pengelolaan sampah, memenuhi syarat 19,1% dan sarana air bersih

memenuhi syarat 90,9%.

4. Hasil analisis faktor individu menunjukkan bahwa :

a. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian penyakit

dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011

(p = 0,344)

b. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian penyakit

dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011

(p = 0.213)

c. Ada hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian penyakit

dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011

(p = 0,005), ( OR = 3,354)

5. Hasil analisis faktor lingkungan menunjukkan bahwa:

44

Page 45: bab 1 - bab VII (1)

a. Tidak ada hubungan antara pengolaan sampah dengan kejadian

penyakit dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011

(p = 0,270)

b. Tidak ada hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian

penyakit dermatitis di wilayah kerja Kelurahan Cigadung Kecamatan

Karangtanjung Kabupaten Pandeglang tahun 2011

(P=0,821)

8.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang tindakan

pencegahan terhadap penyakit dermatitis terutama terkait dengan

personal hygiene (kebersihan perorangan). Penyuluhan dapat dilakukan

oleh pihak Dinas Kesehatan beserta Puskesmas dan Puskesmas

Pembantu, Kader- kader, tokoh masyarakat serta instansi terkait melalui

berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik.

2. Perlu adanya peraturan daerah yang mendukung agar setiap pelaksaan

kegiatan pengawasan dan pencegahan terhadap kejadian penyakit

terbanyak khususnya perhatian terhadap penyakit dermatitis.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut secara khusus kepada responden

yang pernah terkena penyakit dermatitis, dan dilakukan penelitian

berulang atau lebih lanjut pada kasus yang sama agar diperoleh gambaran

yang pasti tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit

dermatitis.

45