bab 1-4(1)

140
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation (WHO) kesehatan didefinisikan sebagai suatu kondisi sempurna baik fisik, mental, maupun sosial dan bukan sekedar tidak sakit atau tidak cacat. Dalam usaha pencapaian kesehatan tersebut salah satu komoditi yang dibutuhkan adalah obat-obatan. Pemerataan ketersediaan obat telah menjadi salah satu tujuan dari pembangunan nasional. Selain itu pembangunan nasional di bidang kesehatan juga mencakup tentang tercukupinya ketersediaan obat, meratanya pendistribusian obat dan terjangkaunya harga obat oleh masyarakat. Ini merupakan peluang bagi industri farmasi untuk mendukung program pemerintah tersebut. Selain itu pola hidup dan kesadaran masyarakat Indonesia yang semakin membaik merupakan angin segar bagi industri farmasi. Hal ini dibuktikan dengan data meningkatnya pasar farmasi pada tahun 2012 sebesar 15%. Namun dilain sisi obat-obatan bukanlah komoditi biasa sehingga industri farmasi yang merupakan produsen obat-obatan, diatur secara ketat dengan pertimbangan perannya yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi kesehatan tersebut. Industri farmasi sebagai industri pembuat obat, bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan obat dengan memproduksi obat yang bermutu tinggi (quality), berkhasiat (efficacy) dan aman (safety). Untuk memenuhi persyaratan tersebut industri farmasi di Indonesia harus dapat menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik

description

babab

Transcript of bab 1-4(1)

Page 1: bab 1-4(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organisation (WHO) kesehatan didefinisikan sebagai suatu kondisi sempurna baik fisik, mental, maupun sosial dan bukan sekedar tidak sakit atau tidak cacat. Dalam usaha pencapaian kesehatan tersebut salah satu komoditi yang dibutuhkan adalah obat-obatan. Pemerataan ketersediaan obat telah menjadi salah satu tujuan dari pembangunan nasional. Selain itu pembangunan nasional di bidang kesehatan juga mencakup tentang tercukupinya ketersediaan obat, meratanya pendistribusian obat dan terjangkaunya harga obat oleh masyarakat. Ini merupakan peluang bagi industri farmasi untuk mendukung program pemerintah tersebut. Selain itu pola hidup dan kesadaran masyarakat Indonesia yang semakin membaik merupakan angin segar bagi industri farmasi. Hal ini dibuktikan dengan data meningkatnya pasar farmasi pada tahun 2012 sebesar 15%. Namun dilain sisi obat-obatan bukanlah komoditi biasa sehingga industri farmasi yang merupakan produsen obat-obatan, diatur secara ketat dengan pertimbangan perannya yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi kesehatan tersebut.

Industri farmasi sebagai industri pembuat obat, bertanggung jawab dalam

memenuhi kebutuhan obat dengan memproduksi obat yang bermutu tinggi

(quality), berkhasiat (efficacy) dan aman (safety). Untuk memenuhi persyaratan

tersebut industri farmasi di Indonesia harus dapat menerapkan Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB) dalam memproduksi obat. CPOB diatur dalam

keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.43/Menkes/SK/II/1988

tanggal 2 Februari 1988. CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu

yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara

konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan sesuai tujuan penggunaan produk disamping persyaratan lainnya.

Penerapan CPOB merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu produk

farmasi secara terus-menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik

terhadap masyarakat

Salah satu sumber daya manusia yang paling bertanggungjawab dalam

usaha penerapan CPOB adalah seorang apoteker. Apoteker sebagai salah satu

Page 2: bab 1-4(1)

sumber daya manusia dalam industri farmasi hendaknya mempunyai kesadaran

dan kemauan tinggi untuk melaksanakan CPOB sesuai dengan pengetahuan dan

keterampilan yang dimilikinya. Selain itu di dalam Peraturan Pemerintah No 51

tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian disebutkan bahwa dalam menjalankan

CPOB, diperlukan tenaga yang mempunyai keahlian, ketrampilan, dan

kemampuan managerial yang menunjang. Salah satu tenaga kerja yang

dibutuhkan untuk pengelolaan industri farmasi yang memiliki semua keahlian

tersebut adalah apoteker. Didalam pasal 9 ayat 1 dinyatakan bahwa “Industri

farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab

masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu

setiap produksi sediaan farmasi”. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan

pengalaman di lapangan selain bekal teori yang diperoleh dari institusi

pendidikan.

Dalam usaha menyiapkan tenaga profesional apoteker, Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, untuk mendidik dan melatih calon-calon apoteker melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan pada tanggal 2 Juli hingga 31 Agustus 2013.

1.2 Tujuan

Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia. menyelenggarakan Pendidikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi para calon apoteker dengan tujuan sebagai berikut :1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran. fungsi, posisi

dan tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi.

2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan,

pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan

pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.

3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari

prinsip, CPOB, CPOTB, atau CPKB dan penerapannya dalam industri

farmasi.

Page 3: bab 1-4(1)

4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai

tenaga farrnasi yang professional.

5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di

Industri farmasi.

1.3 Tinjauan PT Boehringer Ingelheim Indonesia

1.3.1 Profil Boehringer Ingelheim

Boehringer Ingelheim adalah sebuah perusahaan keluarga yang didirikan oleh Albert Boehringer pada awal tahun 1885 di Ingelheim am Rhein. Pada tahun tersebut, Albert Boehringer membeli sebuah pabrik tartar kecil yang kemudian terdaftar secara komersial sebagai “Albert Boehringer, chem.. Fabrik vom 1. Aug. 1885 ab” yang menjadi dasar berdirinya perusahaan Boehringer Ingelheim saat ini. Pada saat itu Albert Boehringer hanya mempekerjakan 28 karyawan untuk memproduksi garam asam tarta yang berfungsi untuk pewarnaan.

Pada tahun 1893, Boehringer berhasil membuat terobosan baru bahwa asam laktat dapat diproduksi dalam jumlah besar dari bakteri sehingga perusahaan tersebut menjadi yang pertama dalam produksi skala besar produk bioteknologi. Dalam waktu singkat, perusahaan ini menjadi yang terdepan dalam produksi asam laktat karena adanya penemuan tersebut dan tingginya permintaan asam laktat dalam industri kulit, tekstil, pewarnaan, dan makanan minuman.

Di tahun 1939, perusahaan yang dibangun oleh Albert Boehringer telah berkembang dan memiliki pegawai sejumlah 1500 orang. Riset dan pengembangan terus dilakukan pada saat terjadi perang dunia kedua, sehingga produksi asam organic pada saat itu dihentikan untuk sementara. Produksi asam sitrat dilanjutkan pada tahun 1946 sedangkan produksi asama laktat dimulai lagi pada tahun 1952.

Pada tahun 1955, kinerja perusahaan telah meningkat menjadi empat kali lipat dibandingkan pada tahun 1939. Beberapa oabat baru pun dikenalkan dan merupakan awal dari program riset Boehringer Ingelheim yaitu obat-obatan untuk terapi penyakit pernapasan, kardiovaskular, dan gastrointestinal.

Boehringer Ingelheim (BI) telah memasuki pasar farmasi di Indonesia sejak tahun 1969, saat itu Boehringer belum berdiri sebagai perusahaan melainkan hanya sebuah divisi penjualan. Pada tahun 1974 aktivitas produksi dan marketing dimulai. Untuk proses produksinya Boehringer menjalin kerjasama dengan PT. Schering Indonesia. Oleh karena perkembangan usahanya yang cukup baik, pada tahun 1997 kantor pusat BI dan Schering AG di Berlin setuju untuk saling mengakhiri kerja sama di Indonesia.

Page 4: bab 1-4(1)

Tahun 2001 Boehringer akhirnya berdiri sebagai sebuah Perusahaan Terbatas (PT) yang memiliki sebuah pabrik yang berlokasi di Bogor. Pabrik ini dibeli dari sebuah perusahaan farmasi Prancis yang bernama Rhone Poulenc Rorer dan persetujuan melakukan toll manufacturing dengan PT Aventis Pharma.

Boehringer Ingelheim (BI) memiliki 144 perusahaan afiliasi dan 36.000 karyawan yang tersebar di 44 negara di seluruh dunia, merupakan salah satu dari 20 industri farmasi terkemuka di dunia. Kini aktivitas perusahaan di bidang penelitian, pengembangan, produksi, dan distribusi telah tersebar di seluruh penjuru dunia. Gamar dari logo perusahaan dapat dilihat pada gambar 1.1

Gambar 1.1 Logo Perusahaan

1.3.2 Visi dan Culture PT Boehringer Ingelheim

Visi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah memberi nilai melalui inovasi (Value Through Innovation). Nilai-nilai ini dapat membantu membangun kekuatan dan membentuk sebagian besar dari karakter spesifik perusahaan. Visi ini diraih dan dicapai melalui Lead and Learn. Budaya Lead and Learn merupakan gambaran bagaimana kerja sama diantara seluruh pegawai Boehringer Ingelheim dan juga budaya ini harus menjiwai seluruh aktivitas kerja pegawai Boehringer Ingelheim. Semua pegawai perlu terus melakukan segala sesuatu yang terbaik dan membawa orang lain untuk melakukan yang sama. Semua orang harus dapat menemukan cara yang baru dan lebih baik dalam melakukan semua pekerjaan dengan melihat pada orang lain untuk mendapatkan pengetahuan dan inspirasi.

Untuk menjalankan budaya tersebut dalam kegiatan kerja sehari-hari maka dapat dilakukan dengan cara menanyakan 4 pertanyaan berikut dalam setiap kegiatan kerja :

1. Are we taking initiative ?

2. Are we connected ?

3. Are we growing together ?

4. Are we getting results ?

Page 5: bab 1-4(1)

Pertanyaan-pertanyaan tersebut bertujuan supaya setiap orang yang bekerja di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia senantiasa mengambil inisiatif dan berkomunikasi aktif dengan rekan kerjanya sehingga dapat berkembang bersama-sama dan memperoleh hasil yang optimal.

1.3.3 Lokasi dan BangunanPT. Boehringer Ingelheim Indonesia berkantor pusat di Sampoerna

Strategic square North Tower Level 6 Jakarta. Sedangkan pabrik PT.

Boehringer Ingelheim Indonesia berlokasi di Jalan Lawang Gintung no. 89

Bogor, berdiri di atas area seluas 25.279 meter persegi. Renovasi pertama

dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada bulan Juni tahun 2003 yang

melingkupi pembangunan fasilitas produksi untuk sediaan liquid, solid, dan

semi solid. Perbaikan juga dilakukan pada sistem pergudangan,

laboratorium quality control dan kantor administrasi. Gedung dan fasilitas

dibangun sedemikian rupa agar dapat memenuhi standar Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB) terkini dan dapat memproduksi obat bermutu tinggi

yang diperlukan untuk sebuah industri farmasi modern.

Renovasi kedua dilakukan pada tahun 2007, meliputi pengembangan area

produksi, pengemasan, laboratorium, dan beberapa fasilitas pendukung

untuk karyawan dan diselesaikan pada bulan Maret 2009.

1.3.4 Struktur OrganisasiPharmaceutical production PT Boehringer Ingelheim Indonesia

(Bogor Plant) dipimpin oleh seorang Plant Director membawahi beberapa

Head of Department yaitu Head of Department Supply Chain Management,

Associate Director ICB & Technical Management, Associate Director

Production dan Associate Director Quality Operations. Struktur organisasi

Pabrik PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Page 6: bab 1-4(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi dan Pekerjaan Kefarmasian di Industri Farmasi

Salah satu tempat praktek dari seorang apoteker adalah industri farmasi.

Didalam industri farmasi wajib ada seorang apoteker. Kegiatan industri farmasi

diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Dengan berlakunya

peraturan ini maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X

tahun 1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Industri

Farmasi tidak berlaku. Industri Farmasi juga harus menerapkan Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB), sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan oleh

Menteri Kesehatan dalam SK Menkes RI No.43/Menkes/SK/II/1998. Dan SK

tersebut didukung oleh Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) Nomor HK.03.01.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1799/Menkes/PER/XII/2010, adalah badan usaha yang memiliki izin dari

Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

Industri obat jadi merupakan industri yang menghasilkan suatu produk yang telah

melalui seluruh tahap proses pembuatan meliputi produksi dan pengawasan mutu

mulai dari pengadaaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat

jadi didistribusikan. Industri bahan baku merupakan industri yang memproduksi

bahan baku, baik yang berkhasiat ataupun bahan pembantu yang digunakan dalam

proses pengolahan obat.

Beberapa kewajiban harus dilakukan oleh perusahaan yang telah

memperoleh izin usaha industri farmasi, yaitu :

1. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya setiap enam bulan. Sedangkan

untuk laporan lengkap wajib disampaikan setiap tahun

Page 7: bab 1-4(1)

2. Menyalurkan produknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku

3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah

pencemaran lingkungan.

4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil

produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja

5. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya

Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

Industri farmasi memiliki ciri yang spesifik dibandingkan dengan industri

lainnya. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,

CPOB, distribusi, dan perdagangan produk yang dihasilkan) karena

menyangkut jiwa manusia

2. Industri farmasi disamping menghasilkan obat untuk penderita juga

merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan

(profit).

3. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi, karena bukan tidak

mungkin kelak dikemudian hari apabila terbukti bahwa terjadi akibat yang

tidak diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan

membayar ganti rugi yang besar.

4. Industri farmasi adalah industri yang berbasis riset yang selalu memerlukan

inovasi, karena usia produk atau obat relatif singkat (lebih kurang 10-25

tahun) dan sesudah itu akan ditemukan generasi baru yang lebih baik, lebih

aman, dan efektif.

2.1.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi

Persyaratan izin industri farmasi di Indonesia diatur melalui surat

keputusan Menteri Kesehatan No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang

Industri Farmasi. Berdasarkan peraturan tersebut industri farmasi wajib memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,

Page 8: bab 1-4(1)

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tugas) apoteker Warga Negara

Indonesia masing–masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,

produksi dan pengawasan mutu,

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

kefarmasian.

6. Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan 2,

bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi

dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada

Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib

memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di

bidang tata ruang dan lingkungan hidup, yaitu:

1. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.

2. Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada poin 1

dibuktikan dengan sertifikat CPOB.

3. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi

persyaratan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi COPB

diatur oleh Kepada Badan POM.

Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi

yang bersangkutan berproduksi dan memenuhi ketentuan perundang-undangan.

Industri Farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan

persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi

wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Industri Farmasi mempunyai fungsi:

1. Pembuatan obat dan/atau bahan obat,

Page 9: bab 1-4(1)

2. Pendidikan dan pelatihan, dan

3. Penelitian dan pengembangan

2.1.3 Peraturan perundang-undangan tentang pekerjaan kefarmasian

Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 (PP 51) tentang pekerjaan kefarmasian pasal 1 ayat

1 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Menurut PP 51 pasal 9 ayat 1 pekerjaan kefarmasian di industri farmasi

harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab, masing-

masing pada bidang pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu setiap

produksi sediaan farmasi, sedangkan berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) tahun 2006, industri farmasi hendaknya memperkerjakan secara

tetap sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Apoteker sebagai penanggung jawab,

yaitu Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian

Mutu), untuk Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang terkualifikasi

dan lebih diutamakan seorang Apoteker.

2.2 Peran, Fungsi, dan Tugas Apoteker di industri

Menurut PP 51 tahun 2009, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah

lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Dalam

PP 51 tahun 2009 disebutkan pula industri farmasi harus memiliki tiga orang

Apoteker sebagai penanggungjawab masing-masing pada bidang pemastian mutu,

pengawasan mutu dan produksi. Selain dalam ketiga bidang tersebut, seorang

apoteker juga berperan dalam bidang lainnya, yaitu registrasi produk/obat,

pemasaran produk, serta pengembangan produk.

Dalam CPOB 2012 disebutkan bahwa personil kunci dalam suatu industri

farmasi mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan

kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat

Page 10: bab 1-4(1)

oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu

terhadap yang lain. Demikian juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 51

tahun 2009 pasal 9 (1) bahwa “Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang

Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian

mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi”. Oleh

karena itu, sekurang-kurangnya terdapat tiga orang apoteker yang bertanggung

jawab dalam suatu industri farmasi.

Berdasarkan aturan CPOB, seorang penanggungjawab produksi,

pengawasan mutu dan pemastian mutu/manajemen mutu memiliki tanggung

jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu,

yang berdasarkan peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO), yang terdiri dari :

1. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen

2. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat

3. Higiene pabrik

4. Validasi proses

5. Pelatihan

6. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan

7. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat atas dasar kontrak

8. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk

9. Penyimpanan catatan

10. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB

11. Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel

12. Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk

2.2.1 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Produksi

Kepala bagian produksi adalah seorang apoteker yang terdaftar dan

terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis

yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial

sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala

Page 11: bab 1-4(1)

bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam

produksi obat, termasuk :

a) Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

b) Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan

memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.

c) Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani

oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

d) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

produksi.

e) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

f) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

(BPOM, 2012)

2.2.2 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu

Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifi-

kasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang

memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk

melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian diberi wewenang dan

tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:

a) Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan dan produk jadi;

b) Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;

c) Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan

sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;

d) Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;

e) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

pengawasan mutu;

Page 12: bab 1-4(1)

f) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan

g) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di

departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

(BPOM, 2012)

2.2.3 Apoteker sebagai Penanggung Jawab Pemastian Mutu

Kepala bagian Pemastian Mutu adalah seorang apoteker yang terdaftar dan

terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis

yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial

sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara professional. Kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan

tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan

sistem mutu/ pemastian mutu, termasuk :

a) Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.

b) Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu

perusahaan.

c) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.

d) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu.

e) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit

terhadap pemasok).

f) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.

g) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu

produk jadi.

h) Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.

i) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan

mempertimbangkan semua faktor terkait.

(BPOM, 2012)

Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam

Page 13: bab 1-4(1)

menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan

peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO), mencakup :

a) Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen.

b) Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat.

c) Higiene pabrik.

d) Validasi proses.

e) Pelatihan.

f) Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan.

g) Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat atas dasar kontrak.

h) Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk.

i) Penyimpanan catatan.

j) Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB.

k) Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel.

l) Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.

2.3 Kompetensi Apoteker di Industri

2.3.1 Kompetensi Apoteker dalam Bidang Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar

(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya

karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung

jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang

memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di

dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan

mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,diperlukan manajemen mutu yang

didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Rincian aspek

pengetahuan yang harus dimiliki :

1. Metode analisis

2. Studi stabilitas

3. Penyelidikan kegagalan (failure investigation), penyimpangan bets

(batch deviation)

Page 14: bab 1-4(1)

4. Prosedur pengolahan dan pengemasan ulang (rework procedures).

5. Rancang bangun fasilitas (facility design) dan sertifikasi CPOB

6. CPOB di laboratorium

7. Inspeksi diri CPOB

8. Penanganan keluhan, obat kembalian dan penarikan obat jadi

9. Penilaian pemasok (vendor rating)

10. Kalibrasi, kualifikasi dan validasi

11. Pengendalian perubahan (change control)

12. Pengelolaan dan pengendalian dokumen

13. Pelatihan CPOB

14. UKK dan K3/environment, health dan safety (EHS)

15. Penyusunan data pendukung untuk registrasi

(IAI, 2004)

2.3.2 Kompetensi Apoteker dalam Bidang Manajemen Produksi

Aspek produksi yang perlu diperhatikan dalam memproduksi suatu produk

obat yang memenuhi persyaratan kualitas adalah produksi hendaklah dilaksanakan

dengan mengikuti proedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB

yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang   memenuhi  kriteria dan

ketentuan izin pembuatan dan izin edar atau registrasi. Rincian aspek pengetahuan

yang harus dimiliki :

1. Pemahaman desain formula

2. Penanganan bahan/material handling

3. Proses pembuatan produk farmasi

4. UKK dan K3/Environment, Health Dan Safety (EHS)

5. Rancang bangun fasilitas (facility design) dan sertifikasi CPOB

6. Inspeksi diri CPOB

7. Kalibrasi, kualifikasi dan validasi

8. Pengendalian perubahan/change control

(IAI, 2004)

2.3.3 Kompetensi Apoteker dalam Bidang Pengembangan Produk

Page 15: bab 1-4(1)

Berbagai tuntutan yang ada di masyarakat menjadi tantangan untuk

pengembangan dunia kefarmasian seperti Pharmaceutical care yaitu obat sampai

ke tangan pasien dalam keadaan baik, efektif dan aman disertai informasi yang

jelas sehingga penggunaannya tepat dan mencapai kesembuhan; timbulnya

penyakit baru dan perubahan pola penyakit yang memerlukan pencarian obat baru

atau obat yang lebih unggul ditinjau dari efektivitas dan keamanannya. Rincian

aspek pengetahuan yang harus dimiliki :

1. Formulasi

2. Teknologi farmasi

3. Pengembangan bahan pengemas

4. Penyiapan data penunjang registrasi

(IAI, 2004)

2.3.4 Kompetensi Apoteker dalam Bidang Manajemen Persediaan

Persediaan memiliki arti sangat penting bagi dalam operasi bisnis suatu

perusahaan, guna untuk memenuhi kebutuhan produksi dan memberikan kepuasan

pada kebutuhan organisasi (perusahaan). Rincian aspek pengetahuan yang harus

dimiliki :

1. Pengadaan barang (procurement)

2. Pergudangan

3. Production planning and inventory control (PPIC)

(IAI, 2004)

2.3.5 Kompetensi Apoteker Dalam Bidang Regulasi Dan Informasi Produk

Regulasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang

tidak memenuhi persyaratan efikasi, keamanan, mutu dan kemanfaatannya.

Informasi produk adalah keterangan lengkap mengenai obat yang disetujui oleh

Badan POM, meliputi khasiat, keamanan, cara penggunaannya, serta informasi

lain yang diangap perlu yang dicantumkan pada ringkasan karakteristik dan

informasi produk untuk pasien/brosur. Rincian aspek pengetahuan yang harus

dimiliki :

1. Registrasi.

2. Regulasi.

Page 16: bab 1-4(1)

3. Sertifikasi.

4. Informasi produk.

5. Permohonan izin dan pelaporan hasil uji klinik.

6. Pelaporan MESO.

7. Pelaporan penanganan keluhan dan penarikan kembali produk jadi.

(IAI, 2004)

Page 17: bab 1-4(1)

BAB III

KEGIATAN DAN HASIL PKPA

3.1 Hasil Kegiatan Harian di Tempat PKPA

Mahasiswa PKPA industri yang di tempatkan di PT Boehringer Ingelheim Indonesia setiap harinya melakukan pengamatan dan mengikuti kegiatan yang ada di PT Boehringer Ingelheim Indonesia. Untuk PKPA periode tanggal 2 Juli 2013 - 30 Agustus 2013 mahasiswa di tempatkan di bagian manufacturing dan mendapatkan tugas khusus. Walaupun di tempatkan di bagian manufacturing, tetapi mahasiswa tetap harus memahami seluruh kompetensi Apoteker di industri. Untuk itu selain melakukan pengamatan di area manufacturing, mahasiswa juga melakukan pengamatan di area lainnya. Hasil Kegiatan PKPA dijelaskan sebagai berikut.

3.1.1 Quality Operation (QO)Departemen QO merupakan bagian yang memegang kendali mutu

produk secara keseluruhan. Kegiatan QO bertujuan untuk menjamin obat yang sampai ke tangan konsumen memiliki mutu yang baik. Mutu produk harus dibentuk mulai dari bahan baku, proses produksi, produk jadi hingga saat distribusi sampai masa kadaluarsa. Secara garis besar tugas QO adalah melakukan pemeriksaan terhadap setiap tahapan kritis untuk mengetahui secara dini kesalahan yang terjadi dalam proses produksi obat. Departemen Quality Operation dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala departemen yang membawahi 2 bagian, yaitu Quality Assurance dan Quality Control. Struktur organisasi QO dapat dilihat pada Lampiran II.

3.1.1.1 Quality Assurance (QA)Quality Assurance (QA) merupakan bagian Quality Operation yang

dipimpin oleh seorang manager yang merupakan seorang apoteker. Manager QA

membawahi 6 orang officer, beberapa diantaranya adalah apoteker yang memiliki

tugas masing-masing terkait ruang lingkup tanggung jawab QA. Quality

Assurance (QA) adalah suatu sistem dari berbagai aktivitas untuk memastikan

bahwa kualitas, keamanan, kemurnian dan khasiat suatu produk sesuai dengan

tujuan penggunaannya dan dapat diawasi secara efektif. Tugas dari QA adalah

Page 18: bab 1-4(1)

untuk menjamin penerapan seluruh aktivitas penjaminan mutu, menjamin

kesesuaian prosedur yang digunakan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh

kantor pusat di Ingelheim, dan menjamin bahwa produk-produk yang

didistribusikan ke pasar memiliki kualitas yang telah memenuhi standar regulasi

dari pemerintah dan corporate.

Tugas dari departemen QA di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, yaitu :

1. Training GMP

Tugas dari Quality Assurance dalam hal ini adalah menetapkan dan

melaksanakan program pelatihan CPOB bagi seluruh karyawan. Tujuannya

adalah untuk menjamin bahwa setiap personel yang terlibat langsung maupun

tidak langsung dengan proses produksi atau proses pengawasan mutu, telah

mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai CPOB. Sebelum dilakukan

training, dilakukan mapping atau pemetaan terlebih dahulu untuk mengetahui

kebutuhan pelatihan setiap karyawan di masing-masing bagian. Setelah

dilakukan mapping, dibuat training matrix untuk setiap karyawan sesuai

dengan fungsi kerjanya masing-masing. Materi pelatihan yang diberikan

adalah semua aspek CPOB seperti sanitasi dan hygiene, dokumentasi,

keselamatan kerja dan lain-lain. Hasil training yang sudah didapat dari setiap

karyawan didokumentasikan dalam training record.

Untuk GMP Training atau pelatihan CPOB ada 2 jenis yaitu basic dan

advance. Untuk pelatihan CPOB dasar (basic) diberikan untuk karyawan

setingkat operator, analis, admin, dan sebagainya. Sedangkan CPOB lanjutan

(advance) untuk tingkatan karyawan yang lebih tinggi seperti supervisor,

officer, dan manajer.

2. Kualifikasi dan Validasi

Tujuan dari pelaksanaan kualifikasi dan validasi adalah untuk

menjamin bahwa mutu obat yang dibuat konsisten. Validasi dan kualifikasi

dilaksanakan terhadap semua aspek produksi dan pengujian dari suatu

produk. Kualifikasi maupun validasi yang dilakukan PT. BII meliputi validasi

metode analisa, mesin produksi, instrument laboratorium, prosedur

pembersihan, sistem penunjang, sistem computer, proses produksi.

Page 19: bab 1-4(1)

3. Audit

Tujuan dari audit adalah memastikan bahwa seluruh kegiatan

pengendalian mutu sesuai dengan kebijakan mutu yang telah ditetapkan

dalam GMP dan standar PT. BII. Dalam hal ini peranan QA adalah

melaksanakan :

a. Audit Internal (Self Inspection)

Audit ini dilakukan bertujuan untuk secara proaktif

mengidentifikasi sejauh mana pelaksanaan CPOB di internal yaitu di semua

area yang terkait dengan CPOB. QA berkunjung ke area tersebut untuk

mereview dokumennya apakah semua yang dilaksanakan sudah sesuai

dengan standar dan ketentuan CPOB. Bila ditemukan adanya hal yang tidak

sesuai (finding), QA membuat catatan lalu area yang diinspeksi tersebut

harus melakukan tindakan perbaikan untuk menutup Gaps artinya harus

mencapai standar yang sudah ditetapkan sehingga sesuatu yang tidak dapat

dilakukan bisa dikerjakan. Hal ini disebut dengan CAPA (Corrective Action

Preventive Action).

b. Audit Eksternal (Audit Supplier)

Selain melakukan audit internal, PT. BII juga melakukan audit ke

pihak lain, yaitu ke supplier atau pihak yang menyediakan bahan baku dan

jasa baik raw material maupun packaging material yang dikirimkan ke PT.

BII. PT. BII harus mengetahui bagaimana proses pembuatan material

tersebut dan juga dari segi sumber daya manusia yang berperan apakah

sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan PT. BII dari supplier tersebut.

Audit rutin dilakukan terhadap supplier sesuai dengan jadwal

yang disusun berdasarkan prosedur yang telah disetujui dan waktu yang

dibutuhkan sesuai dengan kategori dari raw material. Deviasi antara

program dan implementasi aktual harus diinvestigasi dan dilaporkan.

Vendor audit juga bisa dilakukan ketika terjadi kesalahan kritis pada

material yang diterima (seperti mix up, container defect, material rejected).

Jadwal audit supplier juga tergantung dari kategori raw material. Material

dibagi menjadi 3 kategori yaitu kategori 1, kategori 2, kategori 3. Semakin

Page 20: bab 1-4(1)

besar kategori material tersebut, semakin dinilai tidak penting atau

criticality terhadap produk semakin rendah.

Selain melakukan audit, QA juga melakukan monitor pelaksanaan

CAPA yang ditetapkan dari hasil audit. Dan juga mengkoordinasi persiapan

dan penerimaan ketika Boehringer menerima audit dari luar, misal dari

BPOM, TGA, Corporate, atau perusahaan customer lain.

4. Penanganan Deviasi (Deviasi Handling)

Deviasi adalah penyimpangan atau suatu hal yang tidak sesuai dan

hal tersebut tidak diharapkan. Deviasi atau penyimpangan dari standar yang

telah ditentukan harus didokumentasikan dan direview sebagai bagian dari

pemastian mutu yang sedang berjalan. QA bertanggung jawab dalam

menangani semua penyimpangan atau deviasi yang terkait dengan aspek

CPOB. Ketika ada suatu penyimpangan, departemen atau bagian yang

melakukan penyimpangan harus membuat suatu dokumen atau laporan

penyimpangan dan bersama-sama QA melakukan investigasi penyebab

penyimpangan tersebut dan kemudian melakukan tindakan perbaikan dan

pencegahan (CAPA) supaya tidak terjadi kesalahan yang sama.

5. Sistem Pengendalian Perubahan (Change Control System)

Pengendalian perubahan adalah suatu penanganan dan pengendalian

perubahan yang sudah direncanakan dan disengaja, serta memastikan dan

memonitor pelaksanaan perubahan. Perubahan tersebut meliputi perubahan

material, proses, sistem, peralatan, dokumen SOP, BMR, BPR, instrument,

fasilitas, dan keperluan lain yang terkait dengan manufacturing, packaging,

analisa, penyimpanan, dan distribusi produk-produk PT BII. Tujuan sistem ini

adalah ketika ada perubahan ada proses evaluasi apa yang perlu disiapkan

supaya perubahan tersebut tidak berdampak terhadap suatu mutu produk.

Pelaksanaannya ditangani dengan prosedur change control yang

terdokumentasi. QA akan mereview, dan menetapkan dokumen apa saja yang

harus dipersiapkan terkait dengan perubahan yang terjadi. Setelah itu

Page 21: bab 1-4(1)

melakukan tindak lanjut bila masih ada ketidaksesuaian terkait perubahan

tersebut.

6. Final Batch Release

Dilakukan proses evaluasi serta pemeriksaan kelengkapan Batch

Record (catatan batch) sebelum satu batch tersebut dijual ke pasaran. Hal

yang dievaluasi adalah kesesuaian suatu produk terhadap aspek kualitas untuk

memenuhi persyaratan mutu, dan juga spesifikasi dalam hal ketaatan terhadap

guideline baik badan regulasi lokal maupun corporate. Bila memenuhi

persyaratan, batch tersebut akan diluluskan atau siap dijual ke pasaran, bila

tidak produk akan di reject. Selain pelulusan berdasarkan dokumen, PT. BII

juga melakukan pelulusan batch berdasarkan sistem yaitu sistem BPCS.

7. Program Uji Stabilitas (Stability Testing Program)

Tujuan dari uji stabilitas adalah untuk memastikan bahwa suatu

produk yang dihasilkan stabil dan memenuhi persyaratan dalam memenuhi

self life. Bila suatu produk memiliki masa kadaluarsa, harus dibuktikan

kebenarannya apakah produk tersebut benar-benar kadaluarsa bila melebihi

jangka waktu tersebut. Tugas QA dalam hal ini adalah membuat jadwal uji

stabilitas produk untuk dilaksanakan oleh QC, mengumpulkan dan

mengevaluasi data-data yang didapat dan membuat laporan uji stabilitasnya.

Setiap produk yang baru dibuat, memiliki persyaratan waktu tertentu kapan

produk tersebut harus dilakukan uji stabilitas.

Uji stabilitas yang dilakukan oleh PT. BII meliputi :

a. Accelerated Stability, adalah pemeriksaan stabilitas produk yang dilakukan

pada suhu dan kelembaban yang efektif dan dalam waktu yang lebih

singkat atau dipercepat guna mendapatkan hasil pengujian yang cepat

pula. Suhu yang digunakan adalah 40oC±2oC, kelembaban 75% ± 5% dan

diperiksa pada bulan ke 3 dan ke 6. Uji ini umumnya dilakukan terhadap

produk baru atau produk yang mengalami perubahan formula sehingga

dapat diketahui kestabilan produk tersebut dalam waktu singkat.

Page 22: bab 1-4(1)

b. Real Time Stability, adalah pemeriksaan kestabilan yang secara rutin

dilakukan dengan kondisi penyimpanan di stability chamber dengan suhu

yang berbeda-beda, tergantung dimana produk tersebut akan dijual. Di PT.

BII tersedia 2 zona, yaitu :

i. Zona 2 (iklim sub-tropis), dengan suhu 25oC±2oC dan kelembaban

60% ± 5%. Uji stabilitas pada zona ini dilakukan terhadap produk-

produk yang akan diekspor ke negara-negara dengan iklim sub-tropis

seperti Korea, Australia, dsb.

ii. Zona 4 (iklim tropis), dengan suhu 30oC±2oC dan kelembaban 70% ±

5%. Stabilitas pada zona ini dilakukan terhadap produk-produk yang

akan dijual ke negara dengan iklim tropis seperti di Indonesia.

Testing point periode uji stabilitas ini tergantung pada waktu

kadaluarsa dari produk yang bersangkutan. Testing point dilakukan pada 3

batch pertama. Untuk accelerated time hanya 6 bulan pertama sedangkan

pada Real Time Stability testing, setiap 3 bulan pada taun pertama dari self

life produk tersebut kemudian 6 bulan di taun kedua dan satu kali setahun

sampai dengan akhir self life produk tersebut. Misal suatu produk memiliki

self life 3 tahun, akan diambil sampel untuk dianalisa pada bulan ke 0, 3, 6,

12, 18, 24, dan 36.

Bila suatu produk sudah dinyatakan stabil, tetap dilakukan

pengawasan pada kestabilannya yaitu uji follow up stability. Untk memonitor

stabilitas, setiap produk diambil minimal 1 batch pertahun untuk diuji follow

up stability pada awal, tengah, dan akhir dari waktu kadaluarsa, selama

produk tersebut masih diproduksi. Follow up stability dilakukan hanya untuk

verifikasi apakah uji stabilitas yang telah dilakukan diawal sudah valid atau

terjamin kebenaran hasilnya. Jumlah sampel yang diambil untuk uji stabilitas

sesuai dengan testing specification, yaitu jumlah sampel yang akan dianalisa

keseluruhan direplikasi 3 kali.

Page 23: bab 1-4(1)

8. Complaint and Recall

Ketika ada complaint atau keluhan dari distributor, dokter, maupun

konsumen, complaint tersebut akan diinformasikan kepada pihak QA. QA

akan melakukan investigasi dengan pihak yang terkait sehubungan dengan

kebenaran dari complaint tersebut. Setelah itu dicari penyebab dari complaint

tersebut, dikelompokkan berdasarkan kategori, dan kemudian QA harus

menetapkan CAPA dari complaint tersebut untuk mencegah keluhan terjadi

kembali.

Penyimpangan mutu terhadap produk yang telah dipasarkan dapat

memicu dilakukannya product recall, yaitu proses penarikan produk dari

pasaran oleh perusahaan. Salah satu contoh penyimpangan adalah hasil follow

up stability yang tidak memenuhi syarat. Hal ini dilakukan untuk menjamin

keamanan pasien. PT. BII juga harus berdiskusi dengan pihak pemerintahan

di negara yang bersangkutan sebelum mengambil keputusan recall. Bila

terjadi penarikan produk dari pasaran, maka pelaksanaannya dilakukan

dibawah koordinasi bagian QA bekerja sama dengan bagian marketing.

Pengembalian produk yang rusak atau kadaluarsa dari customer tetap diawasi

oleh bagian QA.

QA juga bertanggung jawab dalam mengawasi pengembalian produk

oleh distributor. Produk yang akan dikembalikan adalah produk yang reject

dan produk yang telah mendekati masa kadaluarsa. PT. BII memiliki

kebijakan kepada distributor bahwa distributor tersebut dapat menukarkan

produk yang akan mendekati expired date dengan produk baru.

9. Kualifikasi Pemasok (Supplier Qualification)

Semua supplier yang memberikan jasa maupun produk ke PT. BII

harus dikualifikasi. Kualifikasi supplier dilakukan untuk membantu menilai

supplier secara keseluruhan dari aspek quality, cost, dan delivery. Boehringer

mengkategorikan supplier menjadi 3 jenis, yaitu release supplier, approved

supplier, dan certified supplier. Kategori atau kelas yang paling rendah dari

suatu supplier diberi nama release supplier. Suatu release supplier dapat

Page 24: bab 1-4(1)

ditingkatkan kelasnya menjadi approved supplier dengan cara dilakukan audit

terlebih dahulu kepada release supplier tersebut, dan hasil audit harus

memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Approved supplier juga dapat meningkatkan kelasnya menjadi

certified supplier. Syaratnya adalah harus ada Quality Assurance Agreement

(QAA) antara BII dengan supplier tersebut. QAA berisi informasi apa saja

yang terjadi pada supplier tersebut, seperti adanya penyimpangan-

penyimpangan maupun perubahan yang terkait dengan proses pembuatan

bahan baku dan jasa yang dipesan oleh pihak PT. BII. Pihak supplier harus

memberitahukan kepada pihak PT. BII bila ada perubahan atau

penyimpangan tersebut. Syarat yang lain adalah certified supplier harus

memiliki history yang baik yaitu tidak adanya defect atau penyimpangan

terhadap barang yang dikirimkan. Tujuannya adalah bila supplier tersebut

telah menjadi certified supplier, kewajiban dalam melakukan analisa bahan

baku tidak perlu dilakukan untuk semua parameter pengujian namun hanya

identifikasi saja. Walaupun begitu material dari certified supplier dianalisa

penuh setahun sekali. Bila dalam suatu waktu terjadi masalah terkait material

tersebut, PT. BII dapat melakukan desertifikasi supplier dan supplier tersebut

turun kelas menjadi approved supplier atau release supplier.

10. Annual Product Review (APR)/ Product Quality Review (PQR)

Kinerja produk tahunan merupakan salah satu proses pengawasan

terhadap produk-produk yang dihasilkan perusahaan. Tujuan PQR adalah

mengevaluasi dan identifikasi perubahan spesifikasi produk, control prosedur

manufacturing, dan prosedur analisis. Peran QA adalah mengevaluasi dan

membuat laporan PQR dari obat-obat yang dihasilkan perusahaan. PQR

dilakukan setiap tahun namun bila produk tersebut dibuat dalam jumlah yang

sedikit, PQR dilakukan 3 tahun sekali. PQR dibuat dari data yang berasal dari

banyak batch produk, supaya didapatkan populasi yang dapat mewakili untuk

melihat bagaimana trend dari produk tersebut. CAPA dapat timbul dari hasil

Page 25: bab 1-4(1)

melakukan review PQR, yaitu bila terdapat deviasi berulang, dapat dilakukan

tindakan perbaikan dan pencegahan terjadinya deviasi berulang tersebut.

11. Sistem Dokumentasi

QA juga bertugas untuk menangani, menyimpan, dan mengontrol

semua dokumen yang berkaitan dengan GMP atau CPOB. Dokumen yang

sudah terkendali, diawasi oleh document center yang ada didalam

pengawasan QA. Dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan proses

pembuatan dan manajemen mutu, harus dalam keadaan terkendali, artinya

dokumen tersebut sudah direview dan sudah disetujui oleh pihak-pihak

tertentu, QA, maupun pihak regulatory. Bila ada perubahan, dokumen yang

sudah tidak berlaku atau dokumen obsolete harus diberi stampel uncontrolled

dan segera diganti dengan yang baru. Dokumen-dokumen yang termasuk

dalam controlled document adalah SOP, spesifikasi, validasi, kualifikasi,

batch record, manufacturing specification, dokumen registrasi, dan

sebagainya.

12. SOP

Semua sistem harus memiliki SOP supaya semua personel dalam

suatu perusahaan memiliki pemahaman yang sama. Setiap proses harus

mengacu pada satu SOP saja. SOP original disimpan di document center

dibawah pengawasan QA. Tugas QA adalah memastikan bahwa hanya SOP

yang terbaru atau yang update saja yang ada di area yang memerlukan. Bila

ada versi SOP yang baru, SOP versi lama (obsolete) sudah tidak berlaku dan

harus ditarik terlebih dahulu, sebelum SOP yang baru diedarkan. SOP harus

direview secara periodic 3 tahun sekali untuk menjamin bahwa isi dari SOP

tersebut masih sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Tugas QA

mengirimkan ke pihak-pihak terkait pembuat SOP untuk mereview SOP

tersebut.

Page 26: bab 1-4(1)

13. Site Master File

Site Master File berisi tentang bagaimana suatu perusahaan tersebut

menjalani CPOB. Site Master File merupakan informasi spesifik tentang

pemastian mutu, produksi dan/atau pengawasan mutu dari proses pembuatan

obat yang dilaksanakan PT. BII dan kegiatan terkait pada bangunan di

sekitarnya. SMF disusun setahun sekali (annually) dan mencakup informasi

umum, personil, bangunan dan peralatan, dokumentasi, pengawasan mutu,

pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, distribusi, keluhan dan

penarikan produk serta inspeksi diri.

3.1.1.1.1 Quality Inteligence and Regulatory Compliance (QIRC)

QIRC adalah bagian Quality Assurance yang dipegang oleh seorang apoteker. Tugas dari QIRC meliputi quality intelligence, regulatory compliance, dan juga regulatory affair. Dalam quality intelligence, bagian QIRC bertanggung jawab dalam pencarian informasi tentang regulatory yang berkaitan dengan CPOB atau GMP yang dikeluarkan oleh badan regulasi di Indonesia maupun di Negara lain, kemudian menyalurkan informasi tersebut ke bagian-bagian lain di perusahaan dan menerapkan informasi tersebut di perusahaan.

Untuk tugasnya sebagai penanggung jawab dalam hal regulatory compliance, QIRC mengatur agar setiap aturan yang diterapkan di perusahaan comply atau sesuai dengan peraturan regulatory yang ada. Tujuan dari pelaksanaan regulatory compliance adalah memastikan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan dokumen (dossier) yang di registrasikan ke badan regulatory di Indonesia maupun negara lain, benar-benar dilakukan di PT BII Pabrik Bogor. Sehingga QIRC harus bekerja sama dengan QA, QC, Produksi dan product transfer. QIRC juga merupakan perantara dalam bidang regulatory compliance antara Pabrik Bogor dengan kantor pusat yang ada di Jakarta. Sedangkan untuk regulatory affair, QIRC bertanggung jawab dalam hal registrasi obat khusus untuk produk ICB yang diproduksi di PT BII Pabrik Bogor.

Page 27: bab 1-4(1)

3.1.1.2 Quality Control (QC)

Departemen Pengawasan Mutu atau Quality control (QC) dipimpin oleh seorang apoteker sebagai manajer, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh 2 area leader dan 1 QC Analytical Development & Compliance Officer. Area leader 1 bertanggung jawab pada pengujian stabilitas dan produk jadi sedangkan area leader 2 bertanggung jawab dalam pengujian raw material, packaging material, dan mikrobiologi. QC Analytical Development & Compliance Officer memiliki tugas dalam hal mempersiapkan dokumentasi dalam pengujian seperti dokumen pengujian (testing document), metode analisis, dan dokumen yang berkaitan di bagian QC. Dalam kerjanya area leader membawahi beberapa QC Analyst yang bertugas untuk melakukan pengujian.

Tugas utama dari QC terbagi menjadi 3 yaitu dokumentasi (spesifikasi), sampling, dan pengujian (testing). Ruang lingkup dari kegiatan QC adalah seluruh kegiatan perencanaan dan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk sampling dan analisa sampel bahan awal, produk ruahan, produk jadi, intermediate, IPC, hasil validasi, uji stabilitas, monitoring lingkungan, uji purified water serta HVAC.

Bagian pengawasan mutu di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki tugas antara lain melaksanakan analisa yang sudah terjadwal, melakukan perubahan dan pembuatan PROTAP, testing specification, dan membuat dokumen registrasi. Dokumentasi (spesifikasi) dalam tugasnya QC melakukan terlebih dahulu dalam hal spesifikasi bahan yang akan di uji apakah sesuai bahan dengan COA. Segala pengujian yang dilakukan oleh tim penguji harus sesuai dengan dokumen pengujian.

Sampling dilakukan bila kelengkapan dari dokumen sudah lengkap lalu QC mengambil sampling bahan untuk di uji. Pengujian dilakukan di lab yang terdapat di ruangan QC, dilakukan oleh koordinasi area leader dan dilaksanakan oleh tim penguji. Pengujian yang dilakukan oleh QC yaitu terdiri dari 4 pengujian yaitu pengujian fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi dan pengujian dengan menggunakan instrumen seperti HPLC, GC, Spektrofotometer UV-VIS, AAS dan FTIR.

Pada tahap pengujian bila terjadi ketidaksesuaian dari spesifikasi (out of specification), maka area leader melakukan investigasi terhadap hasil pengujian tersebut. Area leader melakukan investigasi untuk memastikan tidak ada laboratory error dengan cara melakukan wawancara terhadap yang menguji, lalu melakukan pengujian kembali terhadap sampel yang baru dengan orang yang lain. Bila hasilnya sama maka bahan yang di uji terbukti out of specification.

Quality control PT. BII sudah melengkapi terhadap syarat yang ditetapkan oleh CPOB yaitu melakukan validasi metode analisis, pengujian stabilitas obat dan menyimpan sampel pertinggal untuk pengujian bila ada komplain. Pengujian

Page 28: bab 1-4(1)

stabilitas dilakukan atas instruksi langsung dari QA. QC mengontrol status sampel termasuk retained sample, yaitu memperbaharui status sampel maupun retained sample kedalam sistem BPCS, penyimpanan retained sample dan pemusnahan retained sample. Sampel pertinggal yang disimpan yaitu produk jadi dan bahan baku. Sampel pertinggal disimpan hingga waktu 1 tahun setelah expired date.

Tugas dan tanggung jawab lain dari tugas utama QC yaitu melakukan monitoring lingkungan kawasan produksi terhadap kandungan mikroba dan partikel. Monitoring lingkungan biasanya dilakukan 1 bulan sekali dengan koordinator yaitu QA. Monitoring air yang digunakan dalam lingkungan pabrik bogor dan monitoring limbah. Selain fungsi monitoring, QC juga melakukan mengatur inventaris sendiri bagian QC seperti reagen dan reference standart. Selain fungsi monitoring dan mengatur inventaris, QC juga memiliki tugas untuk mensuport dokumentasi yang berhubungan dengan dokumen regristasi yang akan dilakukan.

Fasilitas yang dimiliki oleh bagian QC terdapat beberapa ruangan pengujian. Small instrument room, ruangan yang berisi instrumen-instrumen kecil seperti alat-alat pengujian friability test, melting point, dan instrumen kecil lainnya. Weighing room, ruangan yang digunakan untuk menimbang selain alat timbangan disini juga terdapat alat Karl Fischer dengan tujuan lebih memudahkan kerja. Wet chemistry room, ruangan ini terdapat alat untuk menguji disolusi, disintegrasi dan instrumen lainnya. Instrument room, ruangan tempat pengujian dengan menggunakan instrumen seperti HPLC, GC, Spektrofotometer UV-VIS, AAS dan FTIR. Dan yang terakhir adalah ruangan pengujian mikrobiologi pada microbiology room.

QC memiliki hubungan kerja dengan beberapa departemen didalam perusahaan, antara lain Purchasing terkait jangka waktu pembayaran material, pembelian reagent, reference standard, dan alat-alat yang dibutuhkan di laboratorium QC. Hubungan kerja QC dengan warehouse terkait dengan jangka waktu penyimpanan material dan produk jadi serta sampling. Hubungan dengan produksi terkait dengan pelulusan raw material, packaging material, bulk, dan produk jadi. Hubungan QC dengan Technical Management terkait dengan maintenance kondisi di laboratorium seperti suhu ruangan, kelembaban, purified water, dan kalibrasi peralatan. Untuk hubungan kerja QC dengan Supply Chain Management hampir serupa dengan purchasing dan warehouse terkait jangka waktu pelulusan material sehingga berdampak pada jadwal pembuatan produk. Hubungan kerja QC dengan QA tidak bisa dipisahkan terkait dengan mutu suatu produk.

Sampel yang diterima oleh bagian QC adalah sampel berupa bahan baku (raw material), produk ruahan (bulk product), produk setengah jadi (intermediate product), produk jadi (finished product), dan packaging material yang kemudian

Page 29: bab 1-4(1)

oleh analis QC dilakukan analisa-analisa sehingga keamanan, kualitas, dan efikasi dapat tercapai.

Pengujian-pengujian yang dilakukan di bagian QC, diantaranya :

A. Alur Proses Sampling dan Pengujian Analisa Bahan Baku (Raw

Material)

Raw material yang diterima oleh bagian gudang harus dilengkapi

dengan Certificate of Analysis (CoA) dari pihak supplier yang diterima oleh

bagian gudang. Setelah sesuai dengan persyaratan, maka pihak gudang akn

memasukkan nama raw material tersebut ke dalam sistem BPCS dengan

status “Q” yang berarti quarantine, lalu mencetak RR (Receiving Report)

untuk diserahkan ke QC. RR yang diterima tersebut kemudian diregistrasikan

ke dalam logbook penerimaan Raw Material dan akan mendapatkan Testing

Number. Area leader QC akan membuat jadwal sampling dan analisa.

Planning analisa dibuat berdasarkan keperluan produksi, bila ada bahan yang

akan segera digunakan untuk produksi, maka bahan tersebutlah yang

dianalisa terlebih dahulu. Setelah itu barulah analisa berdasarkan FIFO.

Petugas QC kemudian mengambil sampel bahan baku yang datang di ruang

sampling, kemudian dilakukan pengujian. Petugas QC akan melakukan

pengambilan contoh untuk dianalisa yang dilakukan di sampling booth

dibawah Laminar Air Flow. Sebelum pengambilan sampel, dilakukan line

clearance pada sampling booth untuk memastikan bahwa ruang pengambilan

sampel bebas dari produk sebelumnya, dan diberi label bersih. Untuk

pengambilan sampel raw material, dilakukan 100% yang artinya diambil

sampel dari semua container yang datang.

Untuk proses pengujian yang dilakukan oleh analis, setiap analis harus

mengambil RR, Logbook, Testing Spesification, dan sampel. Pemeriksaan

yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik (bentuk, warna, bau, dan jumlah),

kimia (kadar, logam berat, pH, kadar air, dsb), serta mikrobiologi bila

diperlukan. Jumlah sampel yang dianalisa untuk pemeriksaan kualitatif atau

identifikasi bahan baku dilakukan untuk 100% sampel yang telah diambil.

Sedangkan untuk pemeriksaan selain identifikasi seperti assay, dilakukan

Page 30: bab 1-4(1)

pada masing-masing container dari 10 container pertama dan setiap 5

container berikutnya, diambil sedikit lalu dijadikan satu

Hasil pemeriksaan dicatat dalam form Result of Analysis (RoA),

direview oleh QC specialist atau area leader kemudian disetujui oleh

manager QC. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa spesifikasi

bahan baku yang datang telah sesuai dengan persyaratan, maka area leader

QC akan member tanda “conform” pada RR. RR dan RoA beserta lampiran-

lampiran hasil pemeriksaan disimpan sebagai arsip laboratorium. Area leader

QC akan segera merubah status raw material tersebut kedalam sistem BPCS

menjadi “A” atau approved. Pemberian tanda tersebut dilakukan, sehingga

bagian-bagian terkait seperti gudang, produksi, purchasing, QA, PPIC dapat

mengetahui secara langsung tanpa harus mengunjungi laboratorium. Akan

tetapi, bila hasil analisis keluar dari persyaratan, maka RR diberi tanda

“rejected”, QC akan merubah status raw material tersebut di BPCS menjadi

“R”. pihak purchasing akan mengetahui status raw material tersebut dan

akan melakukan tindak lanjut. Barang tersebut akan dikembalikan ke supplier

atau dimusnahkan sesuai kebijakan perusahaan dengan supplier.

Analisa bahan baku produk-produk toll in dilakukan sesuai dengan

perjanjian kontrak. Beberapa perusahaan customer tidak menggunakan jasa

QC PT. BII sehingga pengujian bahan baku yang datang hanyalah memeriksa

kesesuaian antara manufacturing date, expired date, dan lot number bahan

baku di gudang dengan Certificate of Analysis (CoA) yang dikirimkan.

Jika bahan baku diserahkan kepada bagian QC PT.BII, bahan baku

dianalisa sesuai dengan Testing Specification. Testing Specification

merupakan pedoman bagi analis QC untuk dapat melaksanakan analisis.

Dalam Testing Specification terdapat beberapa parameter-parameter apa saja

yang harus dilakukan berikut dengan nilai standar yang berlaku di PT. BII

serta prosedur analisanya. Analis QC menulis hasil analisa di dalam Result of

Analysis (RoA), dimana RoA ini yang nantinya akan menentukan lulus atau

ditolaknya suatu bahan baku.

Page 31: bab 1-4(1)

RoA yang sudah terisi harus dilampiri juga dengan hasil analisis dan

RR, setelah itu diberikan kepada Supervisor QC untuk disetujui. Setelah

disetujui dan ditandatangan, RoA tersebut harus juga mendapatkan

persetujuan HoS QO. Setelah HoS QO menyatakan CONFORM, barulah

dinyatakan release dan siap dipakai untuk kegiatan produksi.

B. Alur Proses Sampling dan Analisa Produk Ruahan (Bulk Product )

Bulk product merupakan produk akhir yang harus dianalisis terlebih

dahulu sebelum dilakukan pengemasan akhir. Pemeriksaan terhadap produk

obat yang dilakukan QC untuk mengetahui apakah produk akhir yang

dihasilkan oleh bagian produksi telah memenuhi persyaratan. Jumlah sampel

yang diambil dari produk ruahan atau bulk adalah 1x jumlah sampel untuk

full analisa. Bukan petugas QC yang melakukan sampling untuk bulk

melainkan petugas manufacturing.

Pengujian bulk product lebih mengarah pada kualitas obat (fisika,

kimia, dan mikrobiologi bila perlu). Untuk sediaan solid yang diuji

merupakan tablet yang belum diberi kemasan primer, sedangkan untuk

pemeriksaan sediaan cair dan semisolid, merupakan produk jadi yang telah

diberi kemasan primer (dalam kemasan botol/tube/strip suppositoria). Bulk

Product yang dihasilkan produksi dikirimkan ke QC disertai dengan slip

“Pengiriman Sampel dan Permintaan Analisa”. Slip tersebut berisi nama

produk, no. batch, tanggal pembuatan, tanggal diterima, tanggal sampling,

dan hasil analisa. QC akan meregistrasikan sampel yang datang tersebut di

dalam log book Bulk Product dan kemudian akan mendapatkan Testing

Number. Setelah itu, sampel disimpan dalam lemari sampel yang dikunci dan

akan dianalisa secara kimia sesuai dengan jadwal yang telah dibuat

Supervisor. Setelah bulk product diperiksa, slip ditandatangani oleh analis

yang memeriksa, disertai dengan RoA yang kemudian direview oleh area

leader QC dan disetujui oleh manajer QC. Setelah mendapatkan status

release barulah Bulk Product dikemas.

C. Alur Proses Sampling dan Analisa Produk Setengah Jadi (Intermediate

Product)

Page 32: bab 1-4(1)

Intermediate Product merupakan produk yang diproduksi di luar

pabrik PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, misalnya produk impor yang

masih memerlukan redressing sesuai dengan persyaratan produk atau produk

dari perusahaan ICB yang mempercayakan produknya untuk di repackaging

di PT. BII. Biasanya pada intermediate product belum ada HET.

Saat Intermediate Product datang ke gudang, gudang langsung

memberi status karantina, kemudian gudang mengirimkan RR kepada QC.

Setelah RR diberi nomor pengujian, QC akan melakukan sampling di gudang

dan melakukan pemeriksaan produk yang datang sesuai dengan CoA. Analis

akan mengambil foto dan dianalisa kelengkapan kemasan sesuai dengan form

result of analysis. Pengambilan gambar dilakukan untuk dokumentasi karena

intermediate product tidak disimpan sebagai retained sample. Hasil

pemeriksaan ditulis kedalam form Result of Analysis, yang selanjutnya

direview oleh area leader dan disetujui oleh manajer QC dan kepala

departemen. Intermediate product yang telah lulus pengujian siap dibawa ke

area packaging untuk dilakukan redressing atau repackaging sehingga

dihasilkan finished product. Redressing yang dilakukan diantaranya adalah

dengan mengganti kemasan sekunder, member label tambahan untuk

kemasan primer, dan atau member leaflet.

Finished product yang berasal dari proses repackaging produk

intermediate dianalisa kembali kelengkapan kemasan dan diambil foto

sebagai dokumentasi. Hasil pemeriksaan direview oleh area leader, dan

manajer QC. Hail pemeriksaan diberikan kepada QA untuk selanjutnya status

produk tersebut dirubah menjadi released.

D. Alur Proses Sampling dan Analisa Produk Jadi (Finished Product)

Finished Product yang dihasilkan oleh produksi dikirimkan ke QC

beserta slip “Pengiriman Sampel dan Permintaan Analisa”. Jumlah sampel

yang diambil adalah 2-3x jumlah sampel untuk full analisa. Sampel yang

datang akan diregistrasikan ke dalam Log book Finished Product. Sampel

dianalisa kualitas (fisika, kimia, mikrobiologi) dan kelengkapan kemasannya

baik primer maupun sekunder. Setelah didapat nomor pengujian barulah

Page 33: bab 1-4(1)

analisa dapat berjalan. Sampel finished product yang telah diambil foto nya

kemudian disimpan dalam lemari penyimpanan sementara yang nantinya

produk ini akan diambil untuk dipindahkan ke ruangan retained sample. Hasil

pemeriksaan finished product ditulis dalam green sheet. Green sheet akan di

review oleh area leader dan manajer QC kemudian hasil analisa harus

disetujui oleh HoS QO. Green sheet yang telah disetujui beserta green sheet

hasil analisa bulk product atau result of analysis intermediate product akan

diberikan kepada QA untuk digabungkan dengan batch record untuk

keperluan release product.

Dokumentasi yang dibuat di bagian QC seperti testing specification,

dan result of analysis merupakan sebagian dokumen yang dibutuhkan dalam

pembuatan Dossier. Dossier adalah kumpulan dokumentasi yang

komprehensif, professional tentang bahan baku farmasi yang terus bertambah.

Secara sederhana, dossier itu adalah kumpulan dokumen-dokumen tentang

produk obat yang isinya seperti spesifikasi produk jadi dan bahan baku,

sertifikat analisa bahan baku, data stabilitas produk obat, surat-surat dan

sebagainya. Singkatnya, dossier berisi semua dokumen tentang produk obat

yang telah melewati tahap registrasi. suatu produk obat. Dossier yang dibuat

oleh PT. Boehringer Ingelheim Indonesia telah disesuaikan dengan Asean

Common Technical Dossier (ACTD). Asean Common Technical Dossier

(ACTD) adalah pedoman yang telah disepakati dalam penyusunan format

umum dalam persiapan aplikasi untuk diserahkan kepada badan regulasi

ASEAN untuk pendaftaran obat-obatan yang digunakan manusia. Panduan ini

menjelaskan format CTD yang secara signifikan akan mengurangi waktu dan

sumber daya yang dibutuhkan untuk mengkompilasi aplikasi dalam

pendaftaran dan di masa depan akan memfasilitasi persiapan pengajuan

dokumentasi secara elektronik. Peninjauan peraturan dan komunikasi dengan

pendaftar akan difasilitasi oleh unsur-unsur umum dari dokumen standar.

Bagian QC yang mempunyai tanggung jawab dalam dossier adalah

bagian QC analytical development & compliance. Bagian dokumen dossier

yang dibuat oleh QC diantaranya adalah Specification for Excipient (P410),

Page 34: bab 1-4(1)

Analytical Procedure for Excipient (P420), Validation of Analytical

Procedure for Excipient (P430), Specification of Drug Product (P510),

Analytical Procedure of Drug Product (P520).

Dossier farmasi harus diperbaharui dan ditingkatkan, karena dossier

farmasi ini bisa menjadi jaminan bahwa validasi proses telah menjadi bagain

yang terintegrasi dari sistem dokumentasi. Unsur-unsur yang ada di dalam

dossier, yaitu :

- Formulasi yang jelas dan rinci

- Spesifikasi bahan baku

- Detail mengenai kemasan, dan

- Informasi produk jadi

Kesemua unsur ini harus dimasukkan ke dalam penyusunan dokumen baru. Keberadaan dossier farmasi yang komprehensif seperti ini akan memudahkan dan mengefektifkan pemenuhan kepatuhan terhadap regulasi, dan sebagai hasilnya akan mempercepat validasi proses produk baru.

Dossier dibuat untuk mendapatkan ijin edar, baik di Indonesia maupun negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Selain untuk mendapatkan ijin edar, juga untuk memperpanjang ijin edar yang sudah pernah didapat.

E. Alur Proses Sampling dan Analisa Packaging Material

Pada prinsipnya pengawasan mutu terhadap bahan pengemas sama

dengan pemeriksaan bahan baku yang datang. QC menerima RR dari

warehouse kemudian QC menulis di logbook penerimaan RR, setelah itu

dibuat jadwal pengambilan sampel dan analisa. Selanjutnya dilakukan

pengambilan sampel. Pengambilan sampel untuk kemasan primer dilakukan

di sampling booth dan pengambilan sampel kemasan sekunder dilakukan di

warehouse. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, dilakukan line

clearance terlebih dahulu untuk memastikan ruang pengambilan sampel

bebas dari produk sebelumnya dan diberi label bersih.

QC kemudian melakukan perubahan pada BPCS berkenaan dengan

jumlah PPM untuk sampling. Pada sistem BPCS, status PPM yang belum

dilakukan sampling masih berupa “Q” menandakan PPM belum disetujui

untuk dipakai pada proses packaging. Pengambilan sampel dilakukan

Page 35: bab 1-4(1)

terhadap sebagian kecil dari batch yang ada. Sampel yang diambil hendaklah

mewakili batch yang ada, dan berdasarkan prosedur tetap yang telah dibuat.

Jumlah sampel yang diambil mengikuti rumus √N+1. Dimana n adalah

jumlah container yang datang. Jumlah sampel yang diambil dari setiap

container yang disampling ditentukan dari military standard. Setiap kegiatan

sampling selalu dicatat dalam logbook. Logbook sampling berisi keterangan

berupa tanggal sampling, item number, deskripsi mengenai item PPM, lot

sample tersebut diambil, jumlah sampel, lokasi pengambilan sampel di

warehouse, nomor paket, dan transaksi pemotongan jumlah sampel.

Sebelumnya QC membuat spesifikasi untuk setiap PPM. Spesifikasi ini

kemudian akan direview oleh pihak packaging development dan Head of

Section QC untuk selanjutnya mendapatkan persetujuan dari Head of Quality

Management. Pengujian sampel dibandingkan dengan spesifikasi yang telah

tertera dalam ROA (Result of Analysis), juga dengan proof print yang telah

disetujui. ROA juga memuat hasil analisis sampel yang menunjukkan apakah

sampel tersebut lulus uji atau reject. Analisis dilakukan oleh pihak QC dan

diawasi oleh QC specialist dan direview oleh QC area leader, kemudian

harus mendapat persetujuan dari Head of Section QC. Apabila sampel yang

diuji telah memenuhi spesifikasi, maka pihak QC akan member stampel

“conform” di RR dan mengubah keterangan PPM tersebut dalam BPCS

menjadi “A” atau approved yang menandakan PPM tersebut bisa digunakan

oleh bagian pengemasan.

3.1.2 Departemen Produksi

Departemen produksi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai Associate Director Departement Production yang membawahi 3 seksi, yaitu Manufacturing, Packaging dan Production Technology yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer.

3.1.2.1. Manufacturing

Seksi manufacturing bertugas untuk membuat produk dari mulai penimbangan hingga menjadi bulk product. Seksi ini dipimpin oleh seorang

Page 36: bab 1-4(1)

manajer. Seluruh proses produksi dilakukan di area produksi dengan kelas ruangan adalah kelas E. Seluruh proses produksi dikerjakan dalam 3 shift.

Secara umum proses produksi dilakukan dari hasil yang telah direncanakan pada weekly planning yang dibuat oleh PPIC dan department lain. Setelah weekly planning maka planner akan menyiapkan dan memesan bahan kepada gudang melalui sistem BPCS (Business Planning and Inventory Control System) menggunakan form pemesanan Shop Order (SO) level 1. Pada SO level 1 semua bahan yang akan diproduksi dalam satu minggu akan disiapkan oleh gudang. Gudang akan mengirimkan material sesuai SO produk yang akan dibuat. Pada saat transfer material gudang menyertakan dokumen Material Transfer List (MTL), kemudian dilakukan kegiatan serah terima material antara gudang dengan bagian dispensing yaitu penimbangan pada seksi manufacturing.

Proses produksi sudah dimulai saat material telah masuk bagian dispensing. Dokumen yang digunakan yaitu Batch Record pada bagian manufacturing yang dikenal dengan nama Batch Manufacturing Record (BMR). BMR berisi tentang formulasi, proses produksi, rekonsiliasi hasil, deviation report dan process review. BMR merupakan dokumen pegangan yang berlaku di area produksi. Semua yang terkait dalam produksi obat harus mengikuti instruksi yang ada di BMR dan mencatat segala hasil produksi pada BMR.

Untuk produk baru yang akan diproduksi di PT. BII, akan dilakukan proses produk trasfer yang didalamnya akan dilakukan trial dan validasi. Setelah proses selesai, akan dilakukan pembuatan Bill of Material (BOM) dan Routing. BOM adalah suatu dokumen yang berisi tentang standar formula atau komposisi bahan untuk membuat suatu produk sesuai besar batch lengkap dengan jumlah dan unit satuannya. Sedangkan routing adalah standar jam kerja yang dipergunakan sebagai acuan dalam menghitung harga suatu produk jadi dan lebih lanjut dapat digunakan sebagai acuan lamanya proses tiap produk dan untuk evaluasi proses dengan membandingkan antara kenyataan jam kerja dengan standar tersebut agar dapat dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.

a. Proses Pembersihan dan Pelabelan Di Area Manufacturing

Pembersihan di area manufacturing dibagi menjadi pembersihan besar

(Major Cleaning) dan pembersihan kecil (Minor Cleaning). Pembersihan besar

adalah pembersihan yang dilakukan terhadap keseluruhan bagian mesin setelah

selesainya suatu produk dibuat. Pada umumnya dilakukan pada setiap

pergantian produk, terhadap mesin setelah perbaikan atau preventive

Page 37: bab 1-4(1)

maintenance yang dikhawatirkan dapat terjadi pencemaran terhadap produk,

dan pembersihan yang dilakukan setelah sampling validasi pembersihan.

Pembersihan kecil (Minor Cleaning) dibagi menjadi 2 kategori yaitu

kategori 1 merupakan pembersihan kecil dilakukan pada mesin yang tidak

digunakan dalam proses di suatu ruangan selama bagian mesin yang kontak

produk tertutup rapat dan/atau tidak tercemari oleh produk lain. Sedangkan

kategori 2 merupakan pembersihan kecil dilakukan pada akhir proses atau

kegiatan dalam suatu hari dan proses tersebut akan dilanjutkan keesokan

harinya, atau untuk produk yang dibuat secara berkesinambungan (campaign

process), kecuali untuk campaign yang mengharuskan pembersihan besar

karena alasan tertentu.

Pada pembersihan besar ditempelkan label bersih berwarna hijau yang

telah diperiksa area leader atau orang kedua yang terlatih dan berlaku selama 4

minggu (28 hari), kecuali dinyatakan lain pada SOP masing-masing mesin.

Pada pembersihan kecil, ditempelkan label bersih berwarna kuning yang telah

diperiksa area leader atau orang kedua yang terlatih. Untuk ruangan, alat, dan

mesin produksi yang akan atau sedang dibersihkan diidentifikasi dengan label

“SEDANG DIBERSIHKAN” (warna merah). Untuk ruangan, alat, instrumen,

dan mesin yang tidak dapat digunakan karena sedang diperbaiki/dikalibrasi

/dikualifikasi diidentifikasi dengan label “TIDAK DAPAT DIGUNAKAN”.

b. Proses Pengisian Line Clearance Di Area Manufacturing

Line Clearance merupakan suatu pedoman untuk menilai apakah proses

pada tahap produksi siap untuk dilaksanakan. Pengisian line clearance

dilakukan oleh operator masing-masing proses sebelum memulai proses. Line

clearance yang telah diisi kemudian harus diparaf oleh area leader atau orang

kedua yang terlatih.

c. Proses Produksi Solid, Semisolid, dan Liquid Di Area Manufacturing

PT. Boehringer Ingelheim Indonesia membagi proses produksi menjadi 3

bagian, yaitu pembuatan sediaan solid, pembuatan sediaan semi solid dan

pembuatan liquid.

1. Proses Pembuatan Sediaan Solid

Page 38: bab 1-4(1)

Jenis sediaan yang paling banyak di produksi PT Boehringer

Ingelheim Indonesia adalah sediaan solid. Sediaan solid yang dihasilkan

diantaranya tablet, tablet salut film, dan tablet salut gula, serta ada yang

berupa enteric couting ataupun free enteric couting. Proses sediaan solid

diawali dari proses dispensing, wet granulation, dry granulation,

compressing dan couting. Alur produksi Sediaan Solid dapat dilihat pada

lampiran VI.

i. Proses Dispensing.Dispensing merupakan proses penimbangan bahan-bahan yang

akan digunakan pada proses pembuatan sediaan solid, semisolid dan

liquid. Ketika pergantian penimbangan produk, dilakukan pembersihan

besar (alat dan ruangan) kemudian diberi label bersih serta mengisi line

clearance. Setelah itu proses penimbangan dapat dilakukan.

Tekanana udara di ruang timbang rata-rata 10 Psi dan aliran udara

yang masuk ke ruang timbangan di lengkapi dengan Laminar Air Flow

(LAF). Operator menimbang material sesuai permintaan di Shop Order

(SO) dan BMR yang diberikan oleh manufacturing office. Petugas

warehouse memberikan bahan-bahan yang akan ditimbang beserta

Material Transfer List (MTL).

Proses penimbangan suatu batch dimulai dari seluruh bahan

pembantu terlebih dahulu dan diakhiri oleh penimbangan bahan aktif,

kecuali ada pertimbangan lain. Untuk penimbangan material seperti gula

(dalam jumlah besar) tidak perlu dikeluarkan dari Original Container,

cukup diberisihkan wadahnya dengan alkohol 70 % dan ditransfer

dengan Flux Transfer Pump. Alat ini digunakan untuk transfer material

liquid dari original container material ke wadah/container penimbangan.

ii. Wet Granulation

Wet Granulation merupakan proses pencampuran partikel zat aktif

dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan

cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab

Page 39: bab 1-4(1)

yang dapat digranulasi. Sebagian produk yang diproduksi PT BII dibuat

dengan metode granulasi basah.

Proses granulasi basah diawali dengan dengan pembuatan larutan

pengikat menggunakan PW yang dididihkan pada wadah s/s double

jacket dan diaduk menggunakan mesin Bonnet Callad. Proses selanjutnya

memasukan bahan aktif, bahan pengisi, bahan penghancur dan zat

lainnya ke dalam mesin Diosna Pharma Mixer P 600 atau P 100 dengan

kecepatan mixer dan chopper low selama 5 menit. Kemudian dimasukan

larutan pengikat yang telah dibuat, mixer selama 2-5 menit. Setelah

campuran homogen, kemudian di granulasi menggunakan mesin

Alexanderwerk Granulator dengan kecepatan 8 rpm dan ukuran ayakan

2,00 mm.

PT Beohringer Ingelheim mempunyai 2 alat Waldner Drying, yaitu

Waldner Drying Oven 1 Explosion Proof untuk granul yang mengandung

organic solvent (alkohol, isopropanol dan lain-lain) dan Waldner Drying

Oven 2 Non Explosion Proof untuk granul yang tidak mengandung

organic solvent.

Ada beberapa produk yang proses pengeringannya tidak

menggunakan waldner oven, tetapi menggunakan Fluid Bed Dryer

(FBD). Pengeringan menggunakan FBD hanya sebentar saja, sekitar 20

menit. Pengeringan menggunakan waldner oven atau FBD tergantung

petunjuk dari BMR. Setelah proses pengeringan, granul disampling untuk

dilakukan pengujian LOD dengan alat Moisture Analyzer. Sampling

dilakukan di tray bawah, tengah dan atas. Tiap tray diambil di 5 titik

yang berbeda. Ketika hasil LOD memenuhi persyaratan maka akan

masuk tahap selanjutnya yaitu dry granulation, apabila LOD belum

sesuai maka akan dilakukan penambahan waktu pengeringan.

iii. Dry Granulation

Proses dry granulation diawali dengan menyaring granul yang

telah dikeringkan dengan mesin Bohle Turbo Sieve (BTS) 200 dengan

kecepatan 250-300 rpm menggunakan ayakan 1 mm. Mesin ini

Page 40: bab 1-4(1)

menggunakan desain ayakan berbentuk kerucut yang dapat diganti-ganti

sesuai dengan ukuran ayakan yang dikehendaki. Granul yang telah

diayak kemudian ditampung dalam plastik. Setelah diayak, kemudian

dicampur dengan Mg Stearat yang telah diayak 0,5 mm.

Proses pembuatan granulasi kering ini tidak menggunakan metode

Slug yaitu massa serbuk ditekan pada tekanan tinggi sehingga menjadi

tablet besar yang tidak berbentuk, kemudian digiling dan diayak hingga

diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan ataupun tidak

menggunakan metode Rol yaitu massa serbuk diletakkan diantara mesin

rol yang dijalankan secara hidrolik untuk menghasilkan massa rata yang

tipis, lalu diayak atau digiling hingga diperoleh granul dengan ukuran

yang diinginkan. Produk yang langsung di dry granulation tanpa melalui

proses wet granulation hanya di mixing dengan mesin BPB, kemudian

diayak dengan BTS. Campuran tersebut kemudian ditambahkan Mg

Stearat yang telah diayak 0,5 mm dan di final mixing dengan BPB atau

drum mixer.

iv. Compressing

Setelah granul melalui proses wet granulatian dan/atau dry

granulation, kemudian akan dilanjutkan dengan proses compressing/

pencetakan. PT BII mempunyai 2 alat cetak tablet Fette P 1000 yang

memiliki 28 dan 33 punches dan dies dan satu Fette P 2 yang memiliki

24 punches dan dies. Sebelum melakukan pencetakan, dilakukan

pemeriksaan line clearance ruang cetak tablet, diantaranya:

v. Sugar Coating

Proses penyalutan gula menggunakan bahan dasar gula (sucrose).

Hal ini karena gula merupakan salah satu dari sedikit bahan yang dapat

dihaluskan, dan mampu membentuk tablet salut yang halus, kuat,

mengkilap dan tidak saling lengket (menempel) pada saat telah menjadi

tablet salut. Proses dasar penyalutan gula mencakup tahap-tahap

penyegelan tablet inti (seal coating), pelapisan dasar (sub coating),

Page 41: bab 1-4(1)

pewarnaan (coloring), penghalusan atau penyelesaian (smoothing),

pengkilapan (polishing) (Priyambodo, 2007).

Tablet inti yang telah dibuat dan lulus uji QC akan dilakukan

penyalutan. Proses salut gula dilakukan pada alat coating pan yang

berputar dengan kecepatan tinggi, kemudian dituangkan larutan penyalut

4-7 kali tiap tahap hingga didapatkan bobot sesuai BMR. Selain

dilengkapi dengan aliran udara panas, coating pan juga dilengkapi

dengan sistem penghisap udara untuk mengurangi debu hasil coating.

Selama proses penyalutan, taburkan talc secara manual secukupnya

untuk membantu tablet mudah meluncur dalam pan serta diperiksa fisik

tablet, jika ada yang cacat secara fisik dipisahkan, kemudian tablet

dimasukan ke dalam coated tablet drying pada suhu 37 °C selama

semalam. Setelah proses pengeringan selesai, dilanjutkan dengan tahap

selanjutnya dari proses penyalutan.

vi. Film Coating

Proses penyalutan film di PT BII menggunakan mesin

Diamcoater yang dilengkapi Spray System. Spray System ini memiliki

prinsip kerja pengkabutan atau atomisasi yang disebabkan pertemuan

antara larutan coating dengan udara bertekanan pada spray gun

sehingga larutan coating berbaur dengan udara bertekanan dan terpecah

menjadi sekumpulan partikel yang sangat halus dan lembut.

vii. Imprinting

Beberapa produk PT BII melalui proses imprinting, khususnya

untuk produk yang akan diekspor ke negara korea contohnya adalah

Dulcolax S DBP Free ECT. Proses impinting ini adalah mencetak logo

PT BII ditengah tablet yang telah dihasilkan. PT BII mempunyai 2 alat

untuk imprinting tablet, yaitu:

Markem Imprinting Tablet Mechine No 1

Mesin Imprinting Ackley

Page 42: bab 1-4(1)

Setelah dicetak, tablet akan melewati pipa imprinting yang dialiri dengan oil free compresor air (udara bertekanan) dengan tujuan pengeringan tinta pada tablet yang telah dicetak.

viii. Sortir

Setelah proses penyalutan, akan dilakukan proses sortir. Proses

sortir ini dilakukan menggunakan mesin Sorting Conveyor. Mesin

Sorting Conveyor merupakan alat yang dapat digunakan untuk

melakukan pemeriksaan visual terhadap tablet. Alat ini dilengkapi

dengan bagian pembalik tablet sehingga pemeriksaan visual dapat

dilakukan terhadap kedua sisi tablet. Pada proses ini dilakukan oleh

beberapa petugas yang akan memeriksa defect berupa cosmetic defect.

ix. Pharmaceutical Defect Evaluation List (PDEL) di Ruang Work In Proses (WIP)

Ruang Work In Proses (WIP) merupakan ruang untuk

menyimpan produk antara yang akan dilanjutkan proses selanjutnya,

dan produk ruahan yang sedang menunggu proses packaging. Produk

ruahan sebelum dilakukan proses packaging akan dilakukan proses

Pharmaceutical Defect Evaluation List (PDEL) oleh QC. Pada tahap

ini, QC akan menguji kejadian cacat (defect) yang ada pada produk

yang dihasilkan, terutama adalah produk hasil penyalutan. PDEL

membagi defect dalam 5 kategori, yaitu:

Class Defect 1: Critical Defect merupakan cacat yang dapat

membahayakan kesehatan atau jiwa atau cacat yang melanggar

kondisi penting yang sudah ditetapkan.

Class Defect 2: Major Defect-product useless merupakan cacat yang

menyebabkan produk tidak berguna atau tidak berkhasiat.

Class Defect 3: Major Defect-usability greatly reduced Defect

merupakan cacat yang menyebabkan berkurangnya kegunaan atau

khasiat dari produk.

Class Defect 4: Minor Defect merupakan cacat yang menyebabkan

sedikit berkurangnya kegunaan atau khasiat dari produk.

Page 43: bab 1-4(1)

Class Defect 5: Cosmetic Defect merupakan cacat kosmetik yang

tidak merusak kegunaan atau khasiat dari produk.

2. Proses Pembuatan Sediaan Semisolid

PT Boehringer Ingelheim Indonesia memproduksi sediaan semisolid

berupa suppositoria dan krim. Alur produksi Sediaan Semisolid dapat dilihat

pada lampiran VII. Pembuatan suppositoria dilakukan menggunakan mesin

yang bernama Becomix. Mesin ini memiliki 2 motor agitator dan

homogenizer dan masing-masing mempunyai 2 tingkatan kecepatan, yaitu

low dan high speed. Mesin ini berfungsi untuk mencairkan basis lemak

melalui proses pemanasan dengan menggunakan steam dan proses mixing

untuk mencampurkan basis dengan zat aktif. Proses dimulai dengan

memasukan PW kedalam bejana Becomix hingga setengah bagian bejana,

kemudian dipanaskan pada suhu 90-100 °C dan sirkulasi selama 5 menit.

Setelah proses sirkulasi, PW dibuang melalui saluran pembuangan.

Kemudian bejana dibersihkan dari sisa PW menggunakan compressing air

(udara bertekanan).

Proses dilanjutkan dengan memasukan bahan basis lemak dalam Becomix, kemudian Becomix akan memanaskan dan mengaduk basis lemak tersebut hingga leleh sempurna. Pemanasan dilakukan pada suhu 40-43 °C. Setelah leleh sempurna, tampung basis lemak tersebut sebanyak 7 Kg di dalam wadah s/s. Kemudian masukan zat aktif pada wadah tersebut dan dilakukan proses pencampuran menggunakan mesin Ultra Turax Homogenizer. Ultra Turax Homogenizer merupakan mixer berkecepatan tinggi dan dapat mencacah material menjadi partikel dengan ukuran yang lebih kecil. Setelah zat aktif tercampur, kemudian dimasukan kedalam mesin Becomix dan dilanjutkan proses pengadukan hingga homogen. Proses pengadukan dilakukan pada suhu 38-43 °C, kecepatan 40 rpm, homogenizer stage I, waktu proses 13 menit dan tekanan -0,5 Bar. Untuk memastikan campuran telah homogen, dilakukan pengujian homogenitas menggunakan mikroskop di ruang IPC. Setelah proses pencampuran selesai, kemudian basis lemak cair dipindahkan pada Waldner Transfer Tank 500 L dan dilanjutkan proses filling suppositoria. Waldner Transfer Tank 500 L merupakan alat yang berfungsi untuk mengaduk dan memanaskan bulk suppo agar tetap homogen dan dalam keadaan cair/tidak membeku, kemudian mentransfer bulk suppo kebagian filling mesin Sarong. Panas

Page 44: bab 1-4(1)

yang dihasilkan mesin ini berasal dari steam water. Proses filling dilakukan di ruang filling suppositoria dengan menggunakan mesin Sarong. Mesin ini terdiri dari 5 bagian, yaitu:

Bagian Forming yaitu untuk membentuk pocket. Suhu pada forming

adalah 150 °C.

Bagian Filling yaitu untuk mengisi massa suppo kedalam pocket.

Bagian Cooling yaitu untuk membentuk massa, terdiri dari 4 ruang

dengan suhu berbeda yaitu 24, 22, 20 dan 18 °C.

Bagian Sealing dan Coding yaitu untuk melekatkan bagian atas pocket

dan memberi penandaan. Suhu pada sealing adalah 130 °C.

Bagian Cutting yaitu untuk memotong suppo menjadi strip sesuai yang

diharapkan.

Suppositoria yang dihasilkan kemudian dilakukan uji IPC, yaitu:

Bobot perstrip, biasanya perstrip terdiri dari 5 suppo. Bobot rata-rata

persuppo adalah 1,746-1,854 gram.

Kebocoran dengan menggunakan water bath, kemudian ditekan

apakah bocor apa tidak.

Uji fisik dengan melihat apakah ada no batch, kadar luarsa, dan

kualitas cetakan.

3. Proses Pembuatan Sediaan Liquid

Sediaan selanjutnya adalah sediaan Liquid. Alur produksi Sediaan

Semisolid dapat dilihat pada lampiran VIII. Pembuatan sediaan liquid

diawali dengan melakukan pengujian pH purified water di QC pada

rentang spesifikasi 5-7. Proses dilanjutkan dengan pencampuran bahan-

bahan seperti zat aktif, pewarna, pengawet dan lainnya pada tank ukuran

kecil, seperti tank 150 L dan 250 L. Kemudian dari tank ukuran kecil ini

akan di-transfer kepada tank ukuran besar, yaitu tank pembuatan ukuran

800 L dan 2400 L. Proses final mixing dilakukan di-tank pembuatan

ukuran besar ini.

Tank yang berada di PT Boehringer Ingelheim Indonesia (PT BII)

merupakan double jacket tank yang bisa untuk proses pemanasan (dengan

Page 45: bab 1-4(1)

dialiri steam) maupun proses pendinginan (dengan dialiri chiller atau cold

city water). Setelah dilakukan proses final mixing semua bahan sediaan,

akan dilakukan penambahan purified water hingga batas yang ditentukan

dengan melihat pada Load Cell. Load Cell merupakan suatu alat yang

digunakan untuk melihat bobot (kg) cairan yang berada dalam tanki

pembuatan. Pada penambahan purified water di-final mixing, harus dilihat

faktor konversi cairan dalam satuan liter menjadi satuan cairan dalam

kilogram. Setelah proses final mixing dan sebelum filtrasi, larutan diambil

sebanyak 100 ml untuk dilakukan uji IPC di QC. Uji tersebut diantaranya

penampilan, bau, pH dan density.

Setelah proses pencampuran bahan-bahan sediaan selesai,

kemudian akan dilakukan proses transfer dari tank pembuatan ke tank

penyimpanan sebelum dilakukan proses filling. Proses transfer sediaan

liquid dari tank pembuatan ke tank penyimpanan melalui pipa transfer

yang dilengkapi Swing Bend Panel dan bantuin Pompa Hilge. Swing Bend

Panel merupakan alat yang digunakan untuk mengatur proses transfer

menuju tanki penyimpanan yang dituju. Sedangkan Pompa Hilge

merupakan pompa yang berfungsi untuk mendorong larutan dari tank

pembuatan menuju tank penyimpanan. Tidak semua sediaan dilakukan

transfer dengan menggunakan pompa hilge, ada pula yang menggunakan

bantuan nitrogen untuk transfer.

Bersamaan dengan proses transfer, dilakukan pula proses filtrasi

menggunakan housing filter. Housing filter ada yang berupa single filter

(terdiri dari satu ukuran filter) dan ada pula yang multi filter (terdiri dari

beberapa ukuran filter). Semua proses ini merupakan proses inline, tank

pembuatan-pompa hilge-housing filter-pipa transfer-tank penyimpanan.

Didalam ruang Liquid Preparation 1 ini juga terdapat alat Liquid

Flow Meter yaitu alat untuk mengatur jumlah keluar sorbitol 70% dari

tank sorbitol 70% pusat untuk dimasukan ke tank mixing. Fuji Electric

Temperature Recorder yaitu alat untuk mencatat suhu di tank mixing 800

Page 46: bab 1-4(1)

dan 2500 L. Dan juga terdapat fasilitas seperti Purified Water, Hot City

Water, Cold City Water, Clean Steam dan Nitrogen.

Pada ruang liquid preparation 2 biasanya ditujukan untuk

pembuatan sediaan drops atau cairan inhalasi. Untuk proses awal dari

pembuatan diruangan ini sama dengan ruangan lain yaitu pembersihan

ruangan dan alat (jika dalam keadaan kotor) serta mengisi line clearance

dan pengujian pH purified water di QC. Yang berbeda pada proses

diruangan ini adalah alat-alat yang akan digunakan seperti erlenmeyer,

pipet volume, beaker glass dan lainnya harus di autoclave terlebih dahulu

di ruang QC serta proses pembuatannya dibawah Laminar Air Flow (LAF)

yang bertekanan positif. Proses pembuatan dilakukan di tank pembuatan,

ada yang berukuran 150 L dan 600 L.

PT. BII juga membuat antibiotik dalam bentuk suspensi. Proses

pembuatan suspensi ini dilakukan menggunakan mesin Shang Yuh. Mesin

Shang Yuh merupakan mesin yang digunakan untuk proses pencampuran

sediaan liquid dan semisolid. Alat ini dapat melakukan proses pemanasan

karena berupa double jacket.

3.1.2.2 Packaging

Area packaging di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dibagi menjadi area primer dan area sekunder. Untuk area primer dilakukan dikelas E yang menjadi satu dengan area manufacturing. Sedangkan untuk area sekunder, dilakukan di kelas F, dimana pada area tersebut tidak ada persyaratan jumlah partikel tertentu dikarenakan produk yang masuk ke area tersebut telah dalam kemasan primernya.

Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi, dimana terdapat dua tahap dalam proses pengemasan yakni:

a. Pengemasan primer merupakan pengemasan tahap awal yang berhubungan

langsung dengan produk sehingga proses ini dilakukan di area produksi.

Kemasan primer dibagi menjadi beberapa jenis seperti strip dan blister

(sediaan padat), botol (sediaan cair), tube (krim) dan alufoil (suppositoria).

Page 47: bab 1-4(1)

b. Pengemasan sekunder merupakan proses pengemasan yang tidak mengalami

kontak langsung dengan produk, proses ini adalah pengemasan produk ke

dalam folding carton dan selanjutnya ke dalam punch carton. Hal ini

menyebabkan proses ini dapat dikerjakan di area packaging yang merupakan

area kelas F.

Kemasan sekunder serta label di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia menggunakan 3 jenis kode, yakni edge code, EAN code dan barcode. Edge code berfungsi untuk mencegah terjadinya mix-up pada folding carton dan label. EAN code dan barcode berfungsi untuk identifikasi produk dan juga mencegah untuk terjadi mix-up.

Proses pengemasan di area packaging dimulai setelah dikirimnya material dari area manufacturing. Material tersebut sebelumnya telah diambil sampel untuk dilakukan pengujian oleh QC. Proses pengemasan dan pengujian terjadi secara pararel, sehingga produk dapat langsung diantaranya ke warehouse setelah proses pengemasan selesai meskipin belum ada keputusan release dari QA dengan diberi status karantina.

Hampir semua proses pengemasan di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia dilakukan secara semi otomatis. Pada proses packaging sediaan liquid, proses pencucian botol dan filling liquid bekerja secara otomatis dan terintegrasi. Botol-botol yang telah melalui tahap dilling akan langsung masuk ke area packaging untuk pengemasan sekunder yang prosesnya pun dibantu oleh mesin. Mesin tersebut akan langsung mengemas botol ke dalam folding carton, kemudian diberi batch number, tanggal kadaluarsa dan leaflet. Mesin pelabelan dan pengemasan sekunder sediaan cair tersebut memiliki tiga macam sensor, yakni sensor batch number dan expire date, sensore barcode dan sensor label.

Pengemasan primer untuk sediaan padat terbagi dua sesuai pemasarannya yakni secara striping dan blister. Kedua mesin pengemasan primer tersebut terdapat di area manufacturing. Pada pengemasan sekunder sediaan padat, selain langsung dalam folding carton terdapat pula pengemasan dalam bentuk catch cover yang selanjutnya akan masuk ke folding carton.

Jika pengemasan telah dilakukan, proses tersebut akan di dokumentasikan ke dalam satu bacth packaging record yang kemudian akan digabungkan ke dalam batch record bersama dengan batch manufacturing record.

3.1.2.3. Production Technology

Page 48: bab 1-4(1)

Seksi production technology merupakan suatu bagian yang menjalankan fungsinya mirip dengan development dikerjakan oleh apoteker. Fungsi dari seksi production technology yaitu melakukan analisis formula baru dari corporate dan pelaksanaan trial dari suatu produk sebelum dilakukan produksi dalam skala besar. Melakukan fungsi development untuk menghasilkan produk yang baru. Menerima usulan dan mengajukan tindakan perbaikan (opportunity for improvement) untuk meingkatkan kinerja ataupun mengefisiensikan proses demi keuntungan perusahaan.

3.1.3 Supply Chain ManagementBagian Supply Chain Management dipimpin oleh seorang head of

department yang membawahi 3 bagian, yaitu PPIC, Demand Planning & Packaging Development, dan warehouse, yang masing-masing dipimpin oleh seorang manager. Struktur organisasi supply chain management dapat dilihat pada Lampiran III.

Tugas departemen SCM adalah melakukan perencanaan produksi berdasarkan data perkiraan (Forecast) dari bagian marketing. Dan selanjutnya akan diproses pada tiap sub bab departemen. Dalam melakukan fungsinya, departemen SCM menggunakan dua sistem komputer yang terkoneksi dengan Boehringer Ingelheim di Jerman dan departemen lainnya. Sistem komputer yang digunakan adalah Business Planning and Control System (BPCS) dan Boehringer Ingelheim Export (BIX@ system).

Departemen SCM menggunakan BPCS dalam forecast system, Master Production Schedulling (MPS), Material requirements Planning (MRP), Shop Order (SO), Advance Process Industries (API), Bill of Material (BOM), dan inventory system. Dengan BPCS, jadwal yang telah direncanakan oleh SCM juga dapat diakses oleh bagian produksi, QC, packaging, dan bagian lainnya yang terkait. BPCS juga dapat diakses oleh Boehringer Ingelheim di Jerman, sehingga kontrol terhadap perencanaan yang dilakukan SCM di PT.BII dapat dilakukan on line.

BIX@ system adalah sistem yang membantu dalam proses ekspor yang dilakukan oleh PT BII. BIX@ system berperan dalam :

1. Mengatur aktivitas pemesanan raw material, produk antara, packaging

material, dan produk jadi untuk inter company

2. Proses ekspor

3. Proses permintaan untuk memulai persiapan produksi

4. Mengontrol dan memantau pengiriman barang

Page 49: bab 1-4(1)

3.1.3.1 Demand Planning dan Packaging Development

A. Demand Planning

Demand Planning Manager membawahi bagian packaging development.Tanggung jawab dari bagian Demand Planning adalah :

1. Menyusun pertemuan perencanaan pembelian bersama bagian marketing.

2. Mengontrol packaging development untuk mematuhi regulasi lokal dan

melakukan perubahan atau pengaturan yang baru.

Demand berperan sebagai perencana untuk menangkap permintaan dari marketing. Demand Planning akan menerima forecast dari bagian marketing. Forecast merupakan perkiraan jumlah produk PT. BII yang akan dipasarkan atau dijual berdasarkan perkiraan permintaan pasar. Permintaan tersebut akan dikonversikan dalam bentuk angka produksi dengan sebelumnya terdapat agreement antara demand dengan marketing dengan safety stock yang ditentukan oleh demand. Safety stock merupakan stok pengaman penyediaan produk untuk mengantisipasi kekurangan stock ketika ada permintaan diluar trend. Safety stock ada untuk menghadapi ketidakpastian dalam penawaran dan permintaan. Dengan memiliki jumlah safety stock yang memadai, sebuah perusahaan dapat memenuhi permintaan penjualan yang melebihi perkiraan permintaan mereka tanpa mengubah rencana produksi mereka.

Angka produksi tersebut dipengaruhi oleh variabel-variabel seperti permintaan pasar, program marketing, sales target, dan production capacity. Demand akan menjaga agar safety stock tetap terpenuhi, dan menjaga level dari DOI (Days of Inventory) untuk 45 hari tetap terpenuhi. Demand akan menjaga agar suatu produk tetap ada di pasaran dengan menyeimbangkan safety stock dan DOI. Produk harus selalu tersedia di pasaran untuk mencegah hilangnya pangsa pasar yang dapat berakibat pada penurunan sales marketing dan margin yang diperoleh dari penjualan produk. Angka produksi yang diperoleh dari bagian pemasaran dalam satuan unit untuk 1 bulan, akan diubah menjadi satuan lot oleh demand. Data dalam bentuk angka produksi dalam satuan lot akan diberikan ke bagian PPIC untuk diolah menjadi produksi mingguan dan produksi harian.

B. Packaging Development

Packaging Development dipimpin oleh demand planning manager yang membawahi beberapa officer. Tugas dari bagian Packaging Development adalah :

Page 50: bab 1-4(1)

a. Membuat disain baru atau perubahan disain produk.

b. Mengawasi dan menindaklanjuti sirkulasi disain.

c. Berkoordinasi dengan produksi dan TM untuk mencoba kesesuaian disain

baru dan mengubah disain pada mesin pendukung.

d. Membuat Packaging Display dan Packaging Composition sebagai

panduan untuk pembuatan Batch Packaging Record (BPR).

Packaging development menangani perubahan disain dan pembuatan disain baru baik itu untuk produk BII maupun produk ICB. Untuk perubahan pada produk ICB, packaging development akan berkoordinasi dengan pihak ICB dalam pembuatan disain. Pada pembuatan disain untuk produk ekspor, packaging development akan menyiapkan technical data dan DOA (development of artwork) untuk selanjutnya artwork akan disiapkan oleh International Logistic. Selanjutnya pihak packaging development akan menangani sirkulasi dari artwork maupun proofprint bahan kemas. Trial pada bahan kemas dilakukan pada bahan kemas baru dan pada perubahan bahan kemas yang berkaitan dengan dimensi, barcode, material bahan kemas, dan pemasok baru. Uji coba akan dilakukan dengan koordinasi packaging development bersama-sama dengan bagian Packaging/TM. Setelah penanganan pembuatan dan perubahan bahan kemas selesai, dibuatlah suatu dokumentasi bahan kemas untuk setiap produk, yaitu Packaging Composition (PC) dan Packaging Display (PD). PC dibuat setiap kali ada produk baru atau ada perubahan komposisi bahan kemas suatu produk. PD dibuat setiap kali ada produk baru atau setiap ada perubahan disain kemasan disertai dengan perubahan nomer versi.

3.1.3.2 PPIC (Production Planning and Inventory Control)Bagian PPIC dipimpin oleh seorang manager yang membawahi supply

specialist dan import operation. PPIC merupakan bagian yang merupakan penghubung antara bagian manajemen dengan bagian produksi untuk menyelaraskan kebutuhan pasar yang dilihat dari forecast dengan jumlah produk yang bisa dihasilkan sesuai kemampuan dari bagian produksi.

PPIC dalam menjalankan tugasnya membutuhkan data hasil konversi forecast (supply plan) dari bagian demand planning pada monthly meeting. Hasil dari monthly meeting dilakukan analisis oleh PPIC untuk menentukan weekly order.

Pada setiap minggu dilakukan weekly meeting yang intinya menentukan produk apa saja yang diproduksi maupun release dalam rentang 1 minggu. Setelah itu dirancang daily order production untuk menentukan produk apa yang diproduksi perhari. Pada weekly meeting juga dilakukan review produksi di

Page 51: bab 1-4(1)

minggu sebelumnya. Setelah rapat para planner dari PPIC akan membuat purchase requisition untuk melakukan pemesanan material ke gudang untuk produksi selama 1 minggu.Tugas dari PPIC adalah :

1. Mengontrol jadwal dan inventory dengan tujuan untuk memastikan bahwa

distribusi semua pesanan kepada semua pelanggan terpenuhi sesuai

dengan jangka waktu yang ditentukan baik produk yang dipasarkan di

pasaran domestik maupun ekspor.

2. Menghitung perencanaan Finished Goods untuk menjaga efektivitas dan

efisiensi inventory FG pada level optimal untuk memastikan supply yang

tepat waktu berdasarkan jadwal produksi.

3. Mengadakan negosiasi dengan pelanggan untuk menyalurkan kebutuhan

sesuai dengan keinginan pelanggan, dan mempersiapkan semua material

(dengan membuat form permintaan pembelian).

4. Bekerja sama dengan producton planning untuk memastikan ketepatan

pelaksanaan jadwal yang telah dibuat bagi seluruh customer.

5. Mengontrol proses produksi untuk memenuhi kebutuhan penjualan.

6. Melakukan tindak lanjut terhadap bahan material, produk antara, bahan

pengemasan, dan produk jadi yang telah memperoleh status release.

7. Melakukan pemesanan material kepada Interco (Inter company) melalui

BIX@ dan memonitor perencanaan ekspor.

8. Mengontrol jadwal dan pengiriman produk ICB.

Produk dibagi 2 kategori, ekspor dan domestik. Untuk produk ekspor prinsipnya adalah make to order yaitu dibuat berdasarkan pesanan, sehingga produk tersebut dibuat hanya bila ada pesanan. Pada pemasaran produk ekspor ada tingkat kepuasan service yang dinamakan PSL (Production Service Level). PSL yang harus dipenuhi untuk produk ekspor adalah 95% artinya produk harus sudah siap dipasarkan sebelum waktu yang diminta oleh pasar.

Pada produk domestik atau produk yang dipasarkan secara lokal, prinsip pembuatannya adalah make to stock, artinya dibuat untuk selalu tersedia. Tingkat kepuasan service untuk produk lokal dinamakan Customer Service Level (CSL). CSL adalah suatu pencapaian bagaimana pemenuhan kebutuhan customer yang diukur dalam %. Standar CSL di SCM adalah 98%. Stock yang disimpan harus sesuai aturan, tidak boleh berlebih dan juga tidak boleh kurang.

Page 52: bab 1-4(1)

Berdasarkan forecast dari demand, PPIC akan menyusun futurcast kemudian membuat Master Production Schedule (MPS) dan Material Requirement Planning (MRP). Selanjutnya PPIC akan memeriksa kesiapan dari tiap bagian terkait apakah bisa memenuhi permintaan produksi dari bagian pemasaran tersebut.

Dalam perencanaan produksi, PPIC membuat Manufacturing Order (MO) dan Packaging Order (PO) berdasarkan Bill of Material (BOM) serta membuat jadwal produksi.

PPIC akan melihat jumlah stok bahan baku dan bahan pengemas, stok awal produk yang akan diproduksi, kapasitas mesin produksi, kapasitas tenaga kerja dan yang terkait lainnya. Apabila terdapat kekurangan dalam hal jumlah bahan baku dan kemasan, PPIC akan meminta bagian purchasing untuk mengadakan pembelian sejumlah barang yang diperlukan. Setelah semua persyaratan terpenuhi untuk melakukan produksi, maka akan dikeluarkan SO (Shop Order) oleh bagian produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat.

3.1.3.3 WarehouseWarehouse dipimpin oleh manajer yang dalam melakukan tugasnya,

dibantu oleh beberapa supervisor. Seluruh kegiatan yang berlangsung di warehouse, tak terkecuali harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam peraturan CPOB. Kegiatan utama warehouse antara lain penerimaan barang (Inbound), penyimpanan, pengeluaran barang dan pengiriman barang.

A. Penerimaan Barang

Kegiatan penerimaan di warehouse adalah kegiatan penerimaan

produk dari supplier termasuk bahan baku obat, bahan kemas, reagent-

reagent untuk keperluan analisis laboratorium, barang-barang kebutuhan

untuk engineering, kembalian obat, kembalian produk, bahkan jalur

pembuangan limbah kering yang akan didestroy.

Selama penerimaan dari supplier dan sebelum pengesahan,

dokumen pengiriman harus diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan

Purchase Order yang tertera dalam sistem BPCS. Setiap container harus

diperiksa secara visual dalam hal bentuk, kebersihan dan keaslian serta

untuk kesesuaian label barang dan kesesuaian data dengan pesanan

pembelian (nama barang, jumlah, penyalur, nomor pesanan, waktu

penerimaan). Setiap pengiriman harus disertai dengan dokumen COA

(Certificate of Analysis). Setelahnya, data penerimaan harus diinput

Page 53: bab 1-4(1)

kedalam sistem BPCS dan dilakukan penyimpanan sementara didalam

loading dock. Kemudian barang dipindahkan pada lokasi berdasarkan

penggunaannya. Setelah barang dipindahkan, pemindahan harus

dimasukkan kedalam BPCS untuk memastikan seluruh departemen

mendapatkan informasinya. Apabila kedatangan barang diluar waktu batas

toleransi yang telah ditetapkan, maka petugas penerimaan barang harus

menghubungi bagian purchasing atau PPIC untuk mengkonfirmasi apakah

barang tersebut dapat diterima oleh warehouse.

Pada umumnya penolakan atas barang yang dikirim dilakukan

setelah pemeriksaan kualitas oleh QC, namun demikian gudang

mempunyai wewenang untuk menolak secara langsung apabila terdapat

cacat, robek atau kotor, ataupun terdapat ketidaksesuaian dengan kriteria

yang disebutkan di atas. Jika diberi label rejected, maka barang tersebut

harus dipindahkan ke lokasi rejected untuk dilakukan proses selanjutnya.

B. Penyimpanan Barang

Penyimpanan produk jadi, produk setengah jadi atau bahan baku

serta bahan pengemas secara keseluruhan, pada dasarnya harus memenuhi

kebutuhan akan kondisi keamanan serta kualitas dari bahan yang

diproduksi dan diuji.

Berdasarkan penyimpanannya, terdiri dari beberapa macam yaitu

warehouse 10 untuk penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, dan

produk jadi yang siap digunakan. Warehouse 30 yaitu warehouse yang

terdapat di area produksi digunakan sebagai perantara pengiriman antara

gudang dengan produksi. Warehouse 90 yaitu warehouse yang digunakan

untuk menyimpan barang-barang reject.

Penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi di

Boehringer Ingelheim sesuai dengan ketentuan ASEAN Guidelines for

Drug Product Stability Study di ruang yang sesuai dengan sifat dari barang

yang akan disimpan. Suhu ruangan yang tersedia di warehouse terdiri dari

suhu penyimpanan normal 25-30oC, kondisi pendinginan terkontrol 15-

25oC, lemari pendingin (cold room) 2-8oC. barang-barang disimpan di

Page 54: bab 1-4(1)

suhu ruangan yang sesuai dengan sifat dari barang itu sendiri. Apabila

produk tidak stabil pada suhu di bawah 25oC dan bila tidak ada kondisi

lain yang ditentukan, barang disimpan pada suhu penyimpanan normal

(25-30oC). Untuk produk obat yang sensitif terhadap panas, harus

disimpan di kondisi pendinginan terkontrol (15-25oC). Barang-barang

yang memerlukan pendinginan disimpan dilemari pendingin diukur suhu

antara 2-8oC.

Bahan baku yang membutuhkan penyimpanan khusus seperti bahan

aktif atau obat jadi yang mengandung narkotik atau bahan/sediaan lain

yang memerlukan pemisahan khusus, harus disimpan terpisah sesuai

undang-undang. Bahan aktif yang berbau keras harus disimpan terpisah

dari produk obat dan bahan baku lainnya dalam satu lemari yang

dilengkapi dengan alat penghisap. Bahan baku yang mudah menyerap air

dari udara harus disimpan didalam wadah yang tertutup rapat dengan

kantong silica gel didalamnya. Bahan baku yang sangat peka terhadap

pancaran cahaya, harus disimpan dalam bejana tertutup diruang gelap,

lemari, atau wadah yang kedap terhadap cahaya. Bahan baku yang mudah

terbakar seperti alkohol harus diletakkan dalam lemari flammable atau

lemari kabinet khusus yang dilengkapi dengan sistem pembuangan uap.

Penyimpanan reagen-reagen yang mempunyai daya ledak tinggi disimpan

di bangunan terpisah di luar gudang.

Barang-barang di gudang harus disimpan di atas palet, tidak boleh

kontak langsung dengan lantai (kecuali untuk barang yang berada dalam

tangki). Keadaan gudang harus bebas dari bau sehingga terdapat alat

penghisap, serta gudang harus bebas dari serangga, hewan pengerat, dan

hama-hama lainnya. Sebelum disimpan dalam rak, barang-barang didata

terlebih dahulu ke dalam BPCS, kemudian pihak QC akan mengambil

sampel untuk diperiksa kesesuaian spesifikasinya. Di dalam gudang

terdapat ruangan sampling yang terpisah dengan dilengkapi LAF dan

timbangan elektronik.

Page 55: bab 1-4(1)

Setelah mendapatkan status/label rejected, release, ataupun

quarantine, barang-barang disimpan berdasarkan kelompok lot, dipisahkan

secara fisik maupun secara kelompok. Tidak diperbolehkan menyimpan

dua macam barang dalam satu palet yang sama, atau berbeda pengiriman

disimpan pada palet yang sama. Ruang penyimpanan harus selalu

dibersihkan sesuai dengan SOP yang ada. Frekuensi pembersihan harian,

mingguan, dan bulanan sesuai dengan jenis barang dan area yang

dibersihkan.

C. Pengeluaran Barang

Kegiatan pengeluaran barang yang dilakukan oleh warehouse

antara lain kegiatan pengiriman barang ke produksi untuk diproses,

kegiatan pengiriman barang ke distributor dan ekspor, kegiatan

pengiriman barang untuk ICB, kegiatan pengiriman barang reject dan

expired untuk didestroy.

Pengeluaran barang baik raw material maupun finished goods

menggunakan prisip FEFO (First Expired First Out) baru kemudian FIFO

(First In First Out). Hal ini berarti barang-barang yang masa

kadaluarsanya paling dekat akan dikeluarkan terlebih dahulu dan jika masa

kadaluarsanya sama maka barang yang pertama kali masuk akan

dikeluarkan terlebih dahulu.

Warehouse mengirimkan barang ke produksi berdasarkan shop

order yang dibuat oleh produksi. Shop order merupakan daftar yang berisi

barang-barang kebutuhan per lot atau per batch, sesuai dengan BOM.

Setelah shop order dari pihak produksi sampai ke warehouse maka pihak

warehouse akan membuat picking list yang digunakan untuk mengambil

barang yang diperlukan dari raknya untuk kemudian dikirimkan ke bagian

produksi. Pihak warehouse akan memberikan Material List Transfer

(MLT) pada bagian produksi yang meminta pengiriman bahan.

Pengiriman bahan dilakukan di staging area yang dikhususkan untuk Raw

Material. Staging area ini dibagi menjadi dua dengan batas merah, batas

ini tidak boleh dilewati dari masing-masing bagian. Ruang ini juga

Page 56: bab 1-4(1)

dilengkapi dengan sensor yang akan menyala ketika salah satu pintu

bagian tersebut terbuka. Hal ini untuk menghindari proses kontaminasi

silang dari udara pengotor gudang yang akan masuk ke bagian produksi.

Setelah petugas gudang meletakkan bahan tersebut, lalu pihak produksi

mengambilnya. Kemudian semua material tersebut dikirim ke ruang

produksi yang diangkut dalam satu pallet. Material-material yang telah

selesai ditimbang, akan dikembalikan lagi ke warehouse melalui staging

area.

Pada proses pengiriman packaging material untuk bagian

Packaging sama dengan proses pengiriman ke area manufaktur, dengan

ruangan yang berbeda dan sistem pengambilan barang yang sama. FG

(Finished Goods) yang telah dikemas dalam kemasan sekunder disimpan

dalam rak-rak sesuai dengan kondisi penyimpanannya. FG tersebut masih

dalam status Quarantine apabila masih menunggu hasil dari QC dan QA.

Apabila hasilnya sudah ada berupa approved dalam BPCS, maka pihak

gudang bisa me-release-kannya. Tetapi apabila hasilnya rejected maka

produk tersebut disimpan dalam ruangan khusus yang sangat dijaga

keamanannya atau segregated area. Produk tersebut akan menunggu

keputusan dari QA sebelum di destroy.

Pengiriman barang ke pihak distributor juga dilakukan dengan

menggunakan bantuan sistem BPCS. SCM akan memasukkan pesanan

yang diterima dari customer ke dalam sistem BPCS yang dapat diakses

pula oleh warehouse. Setelah order dikonfirmasi maka selanjutnya pihak

warehouse akan membuat picking list yang digunakan operator untuk

mengambil barang dari rak. Setelah itu pihak warehouse akan membuat

delivery order yang berisi barang-barang yang akan dikirimkan. Delivery

order merupakan perintah untuk mengeluarkan finished goods berdasarkan

pada no batch atau no lot yang ada pada shop order. Pihak gudang akan

bertanggung jawab, akan ketepatan jadwal pengiriman produk sampai

ketangan customer.

Page 57: bab 1-4(1)

D. Penerimaan dan Penanganan Produk Kembalian (returned goods) serta pemusnahan produk reject

Barang jadi yang dikembalikan oleh distributor atau pelanggan

hanya dapat diterima di gudang apabila telah disetujui oleh pihak

departemen marketing dengan dokumen yang telah disetujui. Returned

goods yang diterima oleh pihak gudang harus disertai dengan surat

pengantar yang mencantumkan jumlah, jenis produk, no.batch, tempat asal

pengembalian, dan alasan pengembalian produk serta diperiksa kesesuaian

produk tersebut dengan surat pengantarnya.

Hal-hal yang perlu dicatat dalam catatan pengembalian barang

antara lain adalah tanggal penerimaan, nama barang, jumlah, banyaknya

kemasan, masa kadaluarsa, nomor batch, dan alasan dari pengembalian

produk tersebut. Catatan tersebut selanjutnya akan disampaikan pada

bagian QA untuk dilakukan penyelidikan dan tindakan selanjutnya. Barang

kembalian tersebut selanjutnya akan disimpan di lokasi non-aktif yang

diperuntukkan bagi penyimpanan barang berstatus “reject” sebelum

diadakan pemeriksaan.

Pengembalian barang jadi yang reject dari distributor atau customer

serta barang yang expired yang datang dari distributor, disimpan terlebih

dahulu di warehouse 90. Kemudian petugas warehouse melakukan input

kedalam sistem BPCS melalui proses RMA (Returned Material

Authorization). Proses RMA ini bertujuan untuk mencatat penerimaan

barang jadi yang dikembalikan oleh distributor. Kemudian dibuat credit

note ke distributor yaitu untuk memotong tagihan. Pihak warehouse akan

menginformasikan kepada QA sehingga QA dapat mengeluarkan form

disposisi untuk barang reject tersebut. Selanjutnya warehouse membuat

destruction form untuk melihat berapa jumlah barang yang dihancurkan

dan meminta persetujuan Plant Director hingga Finance Director. Setelah

itu dilakukan proses pemusnahan, kemudian pihak warehouse akan

melakukan transaksi pemotongan jumlah barang di BPCS sehingga tidak

Page 58: bab 1-4(1)

akan terjadi kesalahan pemesanan ataupun rancangan pembelian oleh

pihak planner akibat kesalahan data di BPCS.

Bila terdapat bahan baku maupun bahan pengemas yang datang

dari supplier yang tidak memenuhi spesifikasi, maka pihak gudang akan

menerima pemberitahuan berbentuk RR dari Quality Control yang

berstempel “rejected”. Pihak gudang akan berkomunikasi ke bagian

purchasing, kemudian pihak purchasing akan menindak lanjuti informasi

tersebut ke pemasok untuk pengembalian atau pemusnahan. Jika

ditemukan bahan baku dan pengemas yang tidak dapat dipakai untuk

proses produksi, pihak produksi akan memberitahukan ke pihak terkait dan

barang tersebut diberi label, kemudian dikembalikan ke warehouse. Di

warehouse barang tersebut disimpan diruang reject, yang selanjutnya

harus dimusnahkan setelah mendapatkan persetujuan dari pemasok.

Petugas gudang harus menginformasikan ke QA dan Purchasing untuk

keputusan lebih lanjut apakah barang tersebut harus diganti atau tidak.

Proses pemusnahan ada 2 macam yaitu untuk bahan-bahan yang

bisa dihancurkan sendiri seperti bahan pengemas dari bahan kertas, plastik,

alufoil akan dimusnahkan di lokasi PT. BII dengan mesin pencacah dan

proses rekonsiliasi perlu dilakukan, berat barang yang dimusnahkan

sebelum dan sesudahnya harus seimbang. Sedangkan untuk bahan dan

produk yang tidak bisa dihancurkan sendiri, atau yang mengandung zat-zat

berbahaya berupa padat, cair, larutan organik, akan dikumpulkan dan

dipilah-pilah sesuai dengan prosedur penanganan limbah dan dikirim ke

PT. Holcim dan PPLI untuk dimusnahkan.

3.1.4 Technical Management

TM (Technical Management) merupakan suatu departemen yang berfungsi

sebagai penyedia fasilitas penunjang guna kegiatan operasional perusahaan serta

menjamin pengoperasian peralatan agar dapat berjalan dengan baik untuk kegiatan

produksi maupun non produksi. Tugas lain departemen ini adalah membuat dan

melaksanakan program pemeliharaan peralatan produksi dan fasilitas lainnya,

Page 59: bab 1-4(1)

menjamin kebersihan dan sanitasi ruangan untuk produksi dan non produksi serta

penanganan terhadap masalah yang berkaitan dengan hal-hal di atas. Departemen

ini dikepalai oleh seorang Asociate Director Technical Management And ICB.

Departemen TM membawahi 4 seksi yaitu Site & QC Maintenance, EHS,

Preventive Maintenance (PM) dan ICB.

Page 60: bab 1-4(1)

3.1.4.1 Industrial Customer Business (ICB)ICB atau Industrial Customer Business adalah suatu departemen yang

menangani toll / contract manufacturing. Sebelumnya, bidang ICB ini merupakan bisnis sampingan dari PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, namun karena kontribusi ICB terhadap keuangan perusahaan meningkat pesat, ICB kini menjadi salah satu bisnis inti (core business) perusahaan. Seksi ICB merupakan suatu penghubung antara PT. BII dan perusahaan yang melakukan toll in manufacturing di PT. BII maupun PT. BII yang melakukan toll out manufacturing di pabrik lain. Hal yang menjadi dasar dari toll in adalah masih tersedianya kapasitas produksi dari PT. BII yang tersisa, sehingga untuk memaksimalkan kapasitas, PT. BII menawarkan kapasitas tersebut kepada perusahaan lain. Pada umumnya perusahaan yang menjalin kerjasama kontrak dengan PT. BII tidak memiliki kapasitas alat dan teknologi yang memadai untuk pembuatan produk tersebut. Ada juga perusahaan asing yang memiliki cabang di Indonesia namun tidak memiliki pabrik dan fasilitas yang dibutuhkan untuk pembuatan suatu produk. Sehingga perusahaan tersebut menyewa kapasitas yang masih kosong yang dimiliki oleh PT. BII.

Toll manufacturing yang dilaksanakan oleh PT Boehringer Ingelheim Indonesia terdiri dari beberapa tipe, yaitu :

a. Full toll manufacturing atau yang biasa disebut pure buy, adalah seluruh kegiatan pembelian bahan baku dan bahan pengemas, pelulusan bahan baku, administrasi, pembuatan produk, pengemasan, pelulusan produk dilaksanakan oleh PT. BII. PT. BII juga melakukan toll in atau kegiatan kerjasama kontrak dengan perusahaan lain untuk membuat produk di perusahaan tersebut. Prinsipnya juga sama, yaitu PT. BII tidak memiliki kapasitas dan teknologi untuk pembuatan produk tersebut.

a. Primary and secondary packaging yaitu PT. Boehringer Ingelheim Indonesia

hanya melakukan kegiatan pengemasan primer dan sekunder produk dari

perusahaan lain.

c. Secondary packaging : jenis ini hampir sama dengan jenis toll manufacturing yang kedua namun perusahaan lain hanya melakukan kegiatan pengemasan sekunder di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia.

d. Conversion toll manufacturing yaitu PT. BII melakukan seluruh kegiatan pembuatan dan pengemasan produk perusahaan lain hanya saja pembelian, pengujian, dan pelulusan bahan baku dan bahan pengemas yang dibutuhkan dilaksanakan oleh perusahaan tersebut.

e. Registration and Packaging development. Biasanya yang melakukan toll jenis ini adalah perusahaan yang mengimpor produk dari negara lain dan akan dipasarkan di Indonesia, sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap

Page 61: bab 1-4(1)

bahan pengemas untuk disesuaikan dengan aturan di Indonesia dan juga perlu dilakukan proses registrasi di BPOM.

Proses kerjasama toll manufacturing di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia idealnya mengikuti SOP yang ada, namun PT. BII juga menyesuaikan dengan permintaan perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan PT. BII. Proses kerjasama toll in pertama-tama dilakukan survey atau pencarian perusahaan yang tidak memiliki kapasitas dalam pembuatan suatu produk. Setelah itu dilakukan pemasaran dan promosi kepada perusahaan tersebut. Selanjutnya dilakukan negosiasi harga, apabila telah tercapai kesepakatan dilakukan perjanjian kerahasiaan atau confidentiality agreement untuk menjaga kerahasiaan kedua pihak dan dilakukan tanda tangan perjanjian kontrak (manufacturing contract agreement) yang berisi jangka waktu kontrak, serta kewajiban dan hak yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Setelah itu dilakukan transfer pengetahuan atau tinjauan tentang produk yang akan dibuat, dilakukan uji stabilitas dan proses percobaan produksi produk untuk mengetahui apakah proses produksi produk tersebut benar-benar bisa dilakukan di PT. BII. Untuk proses toll out, secara umum sama dengan toll in, PT. BII harus melakukan pencarian perusahaan yang mampu melakukan produksi produk yang tidak dapat dilakukan di pabrik Bogor.

Page 62: bab 1-4(1)

3.1.4.2 Preventive MaintenanceSeksi PM bertugas dalam set up untuk quality system maintenance,

maintenance database dan mempersiapkan dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan seperti dokumen kualifikasi. Sebelum dibeli dan digunakan, setiap peralatan harus dikualifikasi terlebih dahulu, yaitu meliputi kualifikasi rancangan (design qualification), kualifikasi instalasi (instalation qualification), kualifikasi operasional (operational qualification), dan kualifikasi kinerja (performance qualification). IQ dan OQ untuk mesin baru adalah tugas dari bagian Preventive Maintenance, mulai dari penyiapan protokol, eksekusi/pelaksanaan, sampai ke dokumentasi pelaporannya. PQ berada di bawah tanggung jawab system owner(bagian yang akan menggunakan alat tersebut), sedangkan untuk closing kualifikasi dilakukan QA.

Bagian Preventive Maintenance juga bertugas membuat jadwal perawatan alat agar alat tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu, atau kemurnian produk. Alat yang berupa timbangan dan alat ukur lainnya harus digunakan dalam rentang yang sesuai dan selalu harus sudah terkalibrasi. Kalibrasi dilakukan berdasarkan jadwal preventive maintenance BPCS, selain itu juga dilakukan verifikasi harian untuk memastikan bahwa alat ukur yang digunakan dapat mengukur dengan baik. Secara umum, bagian TM membuat sebuah sistem untuk dilaksanakan bagian Site & QC Maintenance.

3.1.4.3 Site and QC Maintenance

Seksi Site & QC Maintenance bertugas dalam pemeliharaan dan perbaikan segala fasilitas dari PT. BII termasuk sarana pendukung di PT. BII. Secara umum seksi ini bertugas sebagai eksekutor di lapangan. Ruang lingkup Site Maintenance secara umum adalah bangunan, fasilitas, dan utilitas. Bangunan, fasilitas, dan utilitas harus selalu dipelihara dengan baik dan memenuhi persyaratan GMP. Bangunan sangat penting untuk suatu perusahaan farmasi, oleh karena itu konstruksi bangunan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tahan terhadap cuaca dan banjir, dan juga tidak mudah dimasuki serangga dan hewan kecil lainnya. Dinding dan lantai juga harus diperhatikan sehingga mudah untuk dibersihkan. Tata letak ruangan pun harus diperhatikan dan direncanakan dengan baik untuk menghindari terjadinya resiko kontaminasi silang.

Fasilitas dan utilitas juga sangat penting bagi suatu perusahaan farmasi karena tanpa fasilitas dan utilitas yang baik, kegiatan produksi, analisa, dan penyimpanan barang tidak bisa berjalan dengan baik dan dapat mempengaruhi mutu produk. Fasilitas dan utilitas di PT. BII meliputi :

a. Water Treatment Plant

Page 63: bab 1-4(1)

PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memproduksi sendiri purified

water untuk memenuhi kebutuhan produksi pembuatan obat dan

laboratorium. Pada proses pembuatannya, air bersih didapat dari PDAM

Bogor. Pada tahap pertama air bersih diklorinasi menggunakan kaporit dan

kemudian dialirkan menuju water tank 60 L, 120 L dan 240 L. Air dari

water tank dialirkan menuju carbon filter untuk menghilangkan klorin,

kloramin, benzena, pestisida, bahan-bahan organik, warna, bau dan rasa

dalam air.

Air yang telah melewati carbon filter dialirkan sebagai city water

ke bagian manufacturing. Pada manufacturing, city water digunakan

sebagai pembilasan awal pada saat pencucian alat dan tidak digunakan

pada proses produksi. Selain pada manufacturing, city water juga dialirkan

ke QC, kantin, laundry & toilet dan purified water plant.

Air yang masuk ke purified water plant, selanjutnya akan melewati

water softener untuk menurunkan kesadahan air. Air yang telah melewati

water softener akan difiltrasi dengan filter ukuran 10 µm. Setelah melewati

filter air akan masuk dalam chiller sistem. Pada chiller air akan diturunkan

temperatur sirkulasi air agar berada dibawah 25oC. Chiller terkoneksi

dengan heat exchanger yang berfungsi untuk memanasakan atau

mendinginkan loops air. Pada proses pendinginan digunakan chiller

dengan temperatur dibawah 24 oC bertekanan lebih dari 5 psi. Pada

pemanasan digunakan steam boiler dengan bertekanan sekitar 3-5 bar.

Air kemudian difiltrasi menggunakan filter ukuran 5 µm. Setelah

difiltrasi air difiltrasi lagi dengan menggunakan carbon filter dan difiltrasi

kembali dengan filter ukuran 1 µm. Proses dilanjutkan dengan reverse

osmosis. Reverse osmosis difungsikan untuk menurunkan 95% komponen

yang terlarut dalam air untuk pembuatan purified water.

Setelah masuk ke reverse osmosis lalu masuk dalam continous

deionizazion system (CDI) dan electrodeionization system (EDI) untuk

menghilangkan ion-ion dalam air sehingga konduktivitas maupun

restintensivitas yang dibutuhkan yaitu ≤ 1 µS/cm. Air kemudian masuk

Page 64: bab 1-4(1)

dalam disinfections chamber yang disinari sinar UV untuk menghilangkan

99,9% mikroorganisme yang ada di air tanpa menggunakan bahan kimia

dan disimpan dalam purified water storage tank dengan kapasitas 3200 L

dan disirkulasikan di dalam suatu loop dengan kecepatan 1-3 m/s dan

tekanan air 1,5 bar. Purified water digunakan untuk proses di area

manufacturing dan QC. Alur proses water treatment dapat dilihat pada

Lampiran IV.

b. Heating, Ventilation and Air Conditioning (HVAC)

HVAC merupakan sistem yang bertujuan untuk mengatur suhu,

kelembaban udara, perbedaan tekanan, jumlah partikel serta pergantian

udara di dalam ruang produksi dan penyimpanan dengan menggunakan

AHU (air handling unit) dan Dehumidifier. Komponen-komponen utama

AHU, diantaranya:

i. Cooling coil

Cooling coil (sering pula disebut dengan istilah evaporator) berfungsi untuk mengontrol suhu (temperature) dan kelembaban relatif (Relative Humidity/RH) udara yang akan didistribusikan ke ruangan produksi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan output udara, sesuai dengan spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan. Proses pendinginan udara sendiri dilakukan dengan mengalirkan udara yang berasal dari campuran udara balik (return air) dan udara luar (fresh air) melalui kisi-kisi (coil evaporator) yang bersuhu rendah. Proses tersebut menyebabkan terjadinya kontak antara udara dan permukaan kisi evaporator yang akan menghasilkan udara dengan suhu yang lebih rendah. Proses ini juga akan menyebabkan kalor yang berada dalam uap air yang terdapat di dalam udara ikut berpindah ke kisi evaporator, sehingga uap air akan mengalami kondensasi. Hal ini menyebabkan kelembaban udara yang keluar dari evaporator juga akan berkurang. Evaporator harus dirancang sedemikian rupa sehingga kisi-kisinya memiliki luas permukaan kontak yang luas, sehingga proses penyerapan panas dari udara di dalam evaporator dapat berlangsung dengan efektif.

ii. Blower

Page 65: bab 1-4(1)

Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupa blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak. Energi gerak inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi penggerak udara hingga kemudian dapat menggerakkan udara. Blower ini dapat diatur agar selalu menghasilkan frekuensi putaran yang tetap, hingga akan selalu menghasilkan output udara dengan debit yang tetap. Dengan adanya debit udara yang tetap tersebut maka tekanan dan pola aliran udara yang masuk ke dalam ruang produksi dapat dikontrol (Priyambodo, 2007).

Fan atau blower menghisap udara panas kembali dari ruangan dan menghembuskannya ke dalam cooling coil, mendinginkan udara tersebut, dan mengirimkannya kembali ke ruangan untuk dijadikan air conditioned. Terdapat dua pengaturan yang mungkin dari fan dalam air handling unit, yaitu melalui penarikan atau tiupan. Dalam pengaturan melalui penarikan, fan akan menghisap udara kembali melalui filter dan cooling coil. Bersamaan dengan udara yang melalui cooling coil (udara menjadi dingin), yang kemudian diteruskan ke ruangan untuk menjadi air conditioned. Sedangkan pada pengaturan melalui tiupan, fan menyerap udara kembali dan menghembuskannya ke dalam filter udara dan cooling coil. Kemudian udara tersebut akan mengalir ke ruangan menjadi air conditioned. Pengaturan melalui penarikan digunakan umumnya berdasarkan compactness-nya. Fan ini merupakan tipe sentrifugal.

iii. Filter

Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme (partikel asing) yang mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Filter, biasanya ditempatkan di dalam rumah filter (filter house) yang didesain sedemikian rupa agar mudah untuk dibersihkan dan/atau diganti. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemasangan filter ini adalah penempatan posisi filter harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat ‘memaksa’ seluruh udara yang akan didistribusikan tersebut melewati filter terlebih dahulu. Filter yang digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapa jenis/tipe, tergantung efisiensinya, yaitu (a) pre-filter (efisiensi penyaringan 35%); (b) medium filter (efisiensi penyaringan 95%); dan (c) High Efficiency

Page 66: bab 1-4(1)

Particulate Air (HEPA) filter (efisiensi penyaringan 99,997%). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemasangan filter ini adalah posisi penempatan filter harus diatur berdasarkan jenis dan efisiensi penyaringan filter yang akan menentukan kualitas udara yang dihasilkan (Priyambodo, 2007). Ruang produksi PT. BII dilengkapi denga HEPA filter yang sering dilakukan pemeriksaan pemeriksaan tiap bulan, untuk mengetahui efisiensi dari kinerja filter. Bagian yang bertanggung jawab untuk memeriksa efisiensi dari sistem AHU adalah bagian QC.

iv. Ducting

Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan blower dengan ruangan produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk (ducting supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU (ducting return). Ducting harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat mendistribusikan udara ke seluruh ruangan produksi yang membutuhkan, dengan hambatan udara yang sekecil mungkin. Desain ducting yang tidak tepat akan mengakibatkan hambatan udara yang besar sehingga akan menyebabkan inefisiensi energi yang cukup besar. Ducting juga harus didesain agar memiliki insulator di sekeliling permukaannya, yang berfungsi untuk menahan penetrasi panas dari udara luar yang memiliki suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu di dalam ducting (Priyambodo, 2007).

v. Dumper

Dumper adalah bagian dari ducting AHU yang berfungsi untuk mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi. Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini sangat berguna terutama untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang akan menerima distribusi udara tersebut (Priyambodo, 2007).

vi. Hot Water SystemMenggunakan air yang sudah diklorinasi dan melewati carbon filter,

pemanasan menggunakan electric heater. Sistem air panas digunakan secara

khusus di area laundry dan untuk pemakaian di ruang ganti packaging,

manufacturing, dan warehouse.

Page 67: bab 1-4(1)

vii. Vacuum System

Vacuum system biasanya digunakan untuk tes kebocoran blister dengan cara blister yang berisi tablet dimasukkan kedalam cairan yang berisi metilen blue, lalu divakum dan jika blister dibuka dan tablet berwarna biru berarti ada kebocoran pada blister. Selain itu pada area QC, vakum digunakan untuk pengeringan pipet.

viii. Steam Boiler

Steam boiler atau bejana uap adalah mesin yang berfungsi menghasilkan uap bertekanan. Uap bertekanan ini digunakan antara lain untuk kepentingan sterilisasi dengan autoklaf, untuk pencucian botol, oven, FBD.

c. Waste Water Treatment Plant (WWTP)Seperti yang telah disebutkan dalam program diatas, EHS memiliki

tanggung jawab dalam penanganan limbah industri yang meliputi limbah cair, padat, dan gas. Secara umum limbah dibagi menjadi dua, yaitu limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan limbah bukan bahan berbahaya dan beracun (limbah non B3). Karakteristik limbah B3 adalah mudah terbakar, mudah meledak, beracun, reaktif, korosif, dan menyebabkan infeksi.

Pembuangan limbah di PT. BII terbagi menjadi tiga yaitu pembuangan ke PPLI (Prasada Pamunah Limbah Industri) yaitu berupa limbah B3, limbah kering dibuang melalui pemulung, sedangkan limbah cair yang bukan termasuk B3 dibuang melalui Waste Water Treatment Plant (WWTP). Penanganan limbah debu yang berasal dari kegiatan produksi diolah dengan alat dust collector. Dengan alat ini, debu dan partikel yang terdapat dalam udara hasil produksi dikumpulkan dan disemprot dengan air, kemudian partikel-partikel padatnya diendapkan sehingga udara yang dikeluarkan ke lingkungan sudah berkurang jumlah partikelnya. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia juga berada di lingkungan yang asri karena melakukan proses penghijauan lingkungan seperti penanaman pohon di sekitar area pabrik untuk melihat apakah ada dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan pabrik.

Limbah yang bukan merupakan limbah B3 harus benar-benar dipisahkan dari limbah B3 karena bila tercemar sedikit saja oleh limbah B3 maka limbah tersebut sudah dianggap sebagai limbah B3 dan hal itu akan memperbanyak jumlah limbah yang harus dikirim ke PPLI. Dalam prakteknya limbah B3 disimpan dalam drum-drum besar dan ditempatkan dalam ruangan tersendiri dan selalu dikunci. Setelah dikumpulkan dalam jumlah tertentu, limbah B3 tersebut dikirim ke PPLI.

Page 68: bab 1-4(1)

Limbah kering merupakan limbah kertas yang tidak basah dan tidak tercemar zat aktif. Limbah kering ini berasal dari proses packaging meliputi stripping, blister, leaflet, dll. Setelah dikumpulkan di masing-masing tempat, limbah ini dibawa melalui warehouse ke bagian pembuangan limbah kering. Limbah yang berasal dari proses produksi, kantin, endapan cairan pelarut bekas dari Laboratorium QC akan masuk ke instalasi pengolahan air limbah. Proses pengolahan limbah ini terdiri dari beberapa tahap.

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi, analisa QC, maupun yang berasal dari kantin Boehringer Ingelheim Bogor ditampung ditempat penampungan sementara yang disebut tabung pump it. Limbah yang ada di penampungan ini kemudian dijalankan oleh sensor menuju ke cooling basin yang berfungsi untuk pendinginan dan penyaringan. Suhu limbah akan diturunkan menjadi 27oC. Pendinginan dilakukan pada 2 cooling basin agar dapat menurunkan suhu dengan optimal. Setelah itu limbah dilewatkan ke filter mesh basin, yang memiliki 5 penyaring untuk menyaring lemak-lemak atau minyak yang terkandung didalam limbah tersebut. Selanjutnya limbah dialirkan kedalam bak ekualisasi yang merupakan tempat penampungan sementara limbah produksi yang kemudian dialirkan ke bak berikutnya. Bak ekualisasi berfungsi menampung air limbah produksi, kemudian terjadi proses penghomogenan kualitas dan kuantitas air limbah yang akan dialirkan ke bak selanjutnya. Selanjutnya limbah dialirkan ke bak netralisasi (neutralization tank). Pada bak ini terjadi proses netralisasi, adanya pengaturan pH. Jika limbah bersifat basa atau memiliki pH lebih besar dari 9 maka dinetralisasi menggunakan HCl sedangkan bila limbah bersifat asam atau pHnya lebih kecil dari 6.5 dinetralisasi menggunakan NaOH sampai didapat pH ± 7. Proses penambahan bahan kimia tersebut dilakukan secara otomatis dengan pengecekan pH otomatis.

Limbah yang telah bersifat netral selanjutnya dialirkan ke bak aerasi. Bak aerasi diisi oleh lumpur aktif yang fungsinya mereduksi polutan dalam air limbah secara biologis. Unit lumpur aktif merupakan unit pengolahan yang berfungsi menurunkan kandungan organic terurai dalam air limbah dengan bantuan mikroba aerobic. Organik terurai umumnya diwakili oleh parameter BOD5. Lumpur aktif ini mengandung mikroorganisme yang akan mengubah secara aktif polutan dengan suplai oksigen dari blower melalui diffuser. Bila oksigen yang dibutuhkan tidak cukup maka limbah tersebut akan mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Tahap selanjutnya adalah tahap sedimentasi. Di dalam bak sedimentasi diberi suatu senyawa yaitu PAC (Polyaluminium Chloride). PAC akan bereaksi dengan komponen air limbah untuk membentuk gumpalan-gumpalan kecil lumpur yang merupakan konsentrat polutan, proses pengadukan dibantu oleh mixer. Lumpur aktif yang terbawa dari bak aerasi mengendap pada bak sedimentasi.

Page 69: bab 1-4(1)

Lumpur dikembalikan ke bak aerasi untuk menjaga stabilitas pengolahan biologis dan bila jumlahnya dalam bak aerasi berlebih maka lumpur perlu dibuang.

Endapan lumpur yang dihasilkan dari tahap sedimentasi ditampung di bak sludge holding. Selain itu terdapat sludge drying bed yang berfungsi untuk menampung dan mengeringkan lumpur yang dibuang dari bak sludge holding. Setelah itu lumpur dibuang ke lembaga pengelolaan limbah seperti PPLI.

Filtrat dari limbah tersebut dialirkan ke bak intermediet. Bak ini berfungsi untuk tempat penampungan sementara air hasil olahan yang selanjutnya akan ditransfer ke Filter Multimedia. Di dalam bak intermediet ada pompa yang berhubungan dengan multimedia filter untuk penyaringan sisa-sisa lumpur halus yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Selain itu juga filter ini akan menyaring bau serta warna yang masih terkandung dalam air hasil olahan. Cairan yang dikeluarkan dari filter ini diukur untuk mengetahui seberapa banyak air yang dihasilkan kemudian ditampung di tangki kontrol sebagai kolam indikator dan juga tempat untuk pengambilan sampel sebelum dialirkan melalui drainase. Biasanya pada bak ini diukur nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Air yang sudah tidak mengandung limbah bisa dialirkan ke sungai dan sebagian kecil dialirkan kedalam kolam yang berisi ikan sebagai bioindikator bahwa air hasil oahan sudah layak untuk dialirkan ke saluran umum (drainase) dengan bukti ikan masih hidup. Bila ikan di dalam kolam tersebut mati maka air tersebut tidak ramah lingkungan dan masih belum terproses dengan sempurna. Bagan alir dari proses pengolahan limbah dapat dilihat pada Lampiran V.

3.1.4.4 EHS (Environment Health and Safety)

PT. Boehringer Ingelheim Indonesia memiliki satu departemen yang

menangani EHS yang terdapat dibawah departemen Technical Management dan

dikepalai oleh seorang manager. Program dan aktivitas yang berkaitan dengan

EHS di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia antara lain sebagai berikut :

a. Kebijakan EHS

Kebijakan mengenai EHS dibuat oleh manajemen di PT. Boehringer

Ingelheim, baik manajemen dari Indonesia maupun Jerman.

b. Perlindungan lingkungan

Rasa kepedulian dengan lingkungan sekitar, oleh karena itu ada penganan

khusus untuk limbah industri supaya tidak mencemari lingkungan.

c. Kesehatan

Page 70: bab 1-4(1)

Pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk para pegawai PT. Boehringer

Ingelheim Indonesia, yang bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur

kerja yang diterapkan mampu mengamankan karyawan dari bahan-bahan

berbahaya. Serta pengadaan kotak P3K di setiap bagian-bagian.

d. Keselamatan

Pengadaan fasilitas keselamatan kerja meliputi fasilitas fire protection, alat

pelindung diri, safety talk, pemberlakuan sistem LOTO (sistem pemberian

pesan jika adanya penguncian) .

e. Manajemen krisis dan persiapan terhadap keadaan darurat

Jika terjadi keadaan darurat, perusahaan sudah menetapkan area meeting

point sebagai tempat evakuasi. Serta pengadaan fasilitas pencegahan dan

penangan kebakaran, misalnya fire extinguisher, sprinkle, exit door, fire

door, alarm system, dan water tank. Serta pemberlakuan bahwa area

pabrik merupakan area bebas rokok.

f. Kampanye dan training EHS

Melakukan jadwal training EHS rutin ke seluruh bagian di PT. Boehringer

Ingelheim Indonesia sehingga diharapkan seluruh pegawai dapat

melaksanakan kebijakan-kebijakan yang berkenaan tentang lingkungan,

keselamatan dan kesehatan.

3.1.5 Purchasing

Departemen ini sebenarnya tidak termasuk dalam bagianPhP

(Pharmaceutical Production) atau Bogor Plant (Pabrik Bogor), namun berada

di dalam Head Office. Head office adalah kantor yang berhubungan dengan

manajerial perusahaan atau mengelola keuangan perusahaan. Purchasing

sendiri masuk kedalam divisi finance, tetapi di pabrik Bogor juga

membutuhkan bagian purchasing sebagai perantara antara pabrik dengan head

office. Bagian purchasing di pabrik bogor dipimpin oleh seorang head of

department yang dibantu oleh beberapa officer. Tugas utama dari bagian

purchasing adalah menangani pembelian inventory item dan non-inventory

item. Inventory item adalah barang-barang atau material yang dibutuhkan untuk

Page 71: bab 1-4(1)

kegiatan produksi suatu produk, seperti raw material dan packaging material.

Sedangkan non-inventory item adalah barang-barang selain raw material dan

packaging material, seperti kursi, meja, reagen, stationary, dan sebagainya.

Purchasing dengan pihak-pihak yang terkait juga bertanggung jawab

dalam KPI (Key Performance Index) supplier, yaitu untuk mengukur kinerja

supplier dalam hal penyaluran barang. KPI untuk supplier terdiri dari 3

macam, yaitu supplier delivery performance, quality performance supplier, dan

price. Suplier delivery performance adalah kinerja supplier dalam hal

pengiriman. PT. BII akan melihat jangka waktu pengiriman barang oleh

supplier apakah sesuai dengan toleransi yang diberikan. Quality performance

supplier digunakan untuk mengukur kinerja dalam hal kualitas barang yang

dikirimkan. Setiap tahun pihak purchasing dibantu oleh QA untuk menghitung

jumlah defect pada material yang terjadi setelah dilakukan analisa atau

pemeriksaan.

Purchasing memiliki wewenang untuk memilih supplier. Bila PT.

Boehringer Ingelheim Indonesia bekerja sama dengan 2 supplier yang berbeda,

namun kedua supplier tersebut membuat atau menyalurkan barang yang sama

dengan kualitas yang sama, pihak purchasing memiliki wewenang untuk

memilih diantara keduanya berdasarkan harga yang ditawarkan oleh kedua

supplier tersebut. Purchasing akan memilih supplier yang menawarkan

material dengan harga terendah.

3.1.5.1 Alur Proses Pemesanan dan PembelianBerdasarkan forecast dari demand, PPIC akan menyusun futurcast

kemudian membuat Master Production Schedule (MPS) atau jadwal produksi obat sesuai dengan stok yang masih ada. Berdasarkan MPS yang sudah dibuat, dibuatlah Material Requirement Planning (MRP), yaitu kebutuhan material yang akan diproduksi. Setelah itu pihak PPIC akan membuat dan memasukkan kembali kebutuhan material tersebut kedalam sistem BPCS. Sistem BPCS akan mencetak PR (Purchase Requisition). PR tersebut akan direview dan disetujui oleh manajer PPIC dan kepala departemen SCM. Setelah disetujui, PR akan dikirim ke pihak purchasing yang selanjutnya akan direview dan diperiksa kebutuhan yang dibutuhkan. Setelah direview pihak purchasing akan menentukan supplier dan harga dari material yang akan dipesan dan

Page 72: bab 1-4(1)

memasukkan informasi tersebut ke sistem BPCS kemudian sistem akan mencetak PO (Purchase Order). Purchase order berisi nama supplier, nomer PO, print date, alamat kirim, alamat invoice, nama material, jumlah material, harga material, juga nomer PR. Selanjutnya PO tersebut ditanda tangani oleh kepala bagian purchasing, kemudian dikirim ke supplier. Bila sudah menerima PO, supplier dapat mempersiapkan material yang sudah dipesan. Proses pengiriman dilakukan dengan disertai surat jalan. Surat jalan digunakan sebagai acuan untuk penerimaan material di gudang. Setelah barang diterima di gudang PT. BII, warehouse akan memeriksa kondisi barang sesuai surat jalan. Bila barang sudah sesuai dengan yang dipesan, warehouse akan membuat receiving report untuk selanjutnya akan dilakukan pengujian oleh QC. Apabila material tersebut lulus pengujian, RR distempel conformed. Invoice document (faktur yang terdiri dari surat jalan, PO, dan faktur pajak) beserta RR yang sudah ada hasil “conformed” dan juga pembayaran akan dikirimkan ke supplier.

3.2 TUGAS KHUSUS

TUGAS KHUSUS

A. JUDUL

Review SOP Di line Imprinting dan line Sortir

B. LATAR BELAKANG

SOP (Standar Operating Procedure) merupakan hal yang sangat

penting pada setiap proses atau kegiatan. SOP adalah prosedur standar yang

telah di review dan di setujui oleh personal yang berwenang di perusahaan.

Pada setiap line di manufacturing, memiliki jenis SOP yang berbeda, sesuai

dengan alat atau mesin yang ada pada setiap line tersebut. SOP tersebut harus

dilaksanakan oleh personal yang bertugas pada masing-masing line di

manufacturing. Tujuan dibuatnya SOP adalah untuk menyamakan persepsi

serta menyamakan cara melakukan suatu pekerjaan bagi semua operator agar

seragam. SOP dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bekerja agar tidak

terjadi perbedaan persepsi dan prosedur dalam melakukan suatu pekerjaan.

Page 73: bab 1-4(1)

Selain itu dengan adanya SOP maka akan lebih mempermudah dalam

menghadapi audit. Personal yang bekerja pada setiap line akan mendapatkan

pelatihan yang sesuai dengan SOP yang ada pada masing-masing line. selain

itu para personel juga akan mendapatkan pelatihan SOP general.

Area Manufacturing memiliki beberapa jenis SOP, diantaranya SOP

pembersihan ruangan, SOP pengoperasian mesin, SOP pembersihan mesin,

cara melakukan IPC, dan lain-lain. Setiap SOP yang telah dibuat, akan

dilakukan review atau pengkajian secara berkala. Hal ini di tujukkan untuk

meningkatkan efisiensi serta kualitas produk yang dihasilkan. Untuk

mengevaluasi perbedaan atau gap antara yang tertulis dengan kenyataan atau

actual maka dilakukan review terhadap SOP di line imprinting. Review SOP

ini dilakukan untuk mengetahui apakah SOP masih bisa dilaksananakan

dengan baik oleh personal yang bekerja di line tersebut.

Ruangan imprinting merupakan salah satu bagian dari area

manufacturing di dalam PT Boehringer Ingelheim. Di dalam ruangan ini

dilakukan proses imprinting tablet untuk produk ekspor ke luar negri, yaitu

Dulcolax s DBP free ect printed dan Buscopan sct. Di dalam ruangan

imprinting ada dua buah jenis mesin imprinting yaitu mesin imprinting tablet

Markem PSO.104 dan PSO.105, serta mesin imprinting Tablet Ackley

PSO.130.

Ruangan sortir merupakan salah satu ruangan yang berada di area

manufacturing. Di dalam ruangan sortir dilakukan proses sortir untuk

beberapa produk PT BII. Ada 3 cara dalam melakukan sortir, yaitu secara

manual dengan mengandalkan ketelitian tenaga kerja, sortir menggunakan

mika (semi manual) dan sortir dengan menggunakan mesin sortir.

Proses imprinting dan Sortir merupakan tahap dalam pembuatan

sediaan yang berkenaan dengan sifat fisik tablet. Untuk itulah proses ini harus

dilakukan dengan benar sesuai dengan SOP. Untuk menyamakan kinerja

personil dengan SOP maka perlu dilakukan review SOP di Line imprinting

dan sortir.

Page 74: bab 1-4(1)

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui SOP apa sajakah yang berada di ruang imprinting dan

Sortir

2. Untuk mengetahui apakah SOP yang ada di dalam ruangan sesuai dengan

GMP atau CPOB.

3. Untuk mengevaluasi pelaksanaan SOP oleh operator di Line imprinting

dan sortir.

D. METODE

Metode yang dilakukan adalah metode wawancara dan melakukan

pengamatan terhadap implementasi SOP oleh operator dan mendiskusikannya

dengan area leader. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengecekan kelengkapan SOP dan melaporkannya pada area

leader

2. Membaca dan mengkaji isi SOP

3. Melakukan pengamatan dan wawancara dengan operator yang bertugas

4. Melakukan revisi SOP.

5. Membuat tabel komparatif perubahan yang direkomendasikan untuk

ditindaklanjuti oleh bagian QA dan mendapatkan CR (Change Request)

E. HASIL

a. SOP di Line Imprinting

Dari hasil pengamatan didapatkan GAP pada Pelaksanaan SOP di

Line imprinting. Hasil dari pengamatan pelaksanaan SOP dan actual di

sajikan dalam tabel berikut:

Page 75: bab 1-4(1)

GAP SOP DI IMRINTING

NO NO.SOP JUDUL SOP PERNYATAAN DI SOP ACTUAL PELAKSANAAN

1 C:PRO-

077/01

PROSEDUR

PEMBERSIHAN

MESIN IMPRINTING

(MARKEM)

MINOR CLEANING :

Bersihkan bagian luar mesin seperti

format disk, unit roll drive, drive dan

meja dengan lap bersih yang di

basahi dengan alkohol 70% beberapa

kali hingga bebas debu.

MINOR CLEANING:

- Lepaskan rubber bawah kemudian di

bersihkan dengan lap yang dibasahi

alkohol 70%

- Nyalakan mesin dan bersihkan gravur

menggunakan lap yang dibasahi alkohol

70%.

- Lepaskan ink container, rendam dengan

alkohol 96%, bersihkan dengan cara

digosok menggunakan lap bersih sisa tinta

yang masih menempel. Gunakan texapone

10% bila perlu. Kemudian lakukan

sanitasi.

- Semprot bagian celah-celah mesin

menggunakan air compressor untuk

menghilangkan debu dan sisa Tablet.

Page 76: bab 1-4(1)

- Bersihkan bagian luar mesin dan

permukaan meja dengan lap yang

dibasahi dengan alkohol 70%.

MAJOR CLEANING

Bersihkan seluruh bagian mesin

dengan lap bersih dan bila perlu

gunakan larutan texapon 10%.

Perhatikan celah-celah di sekitar gear

dan as roll drive.

Bersihkan seluruh bagian mesin dengan lap

bersih dan bila perlu gunakan larutan

texapon 10%. Semprot bagian celah-celah

di sekitar gear dan as roll drive dengan

menggunakan compressed air untuk

menghilangkan debu dan sisa Tablet.

2. C:PRO-

090/00

PROSEDUR

PEMBERSIHAN

MESIN IMPRINTING

(ACKLEY)

MINOR CLEANING:

- Dilakukan setiap pergantian batch

produk yang sama

- Bersihan bagian luar mesin seperti

gravure, doctor blade, dan ink pand

dengan lap bersih yang dibasahi

dengan alkohol 96% beberapa kali

hingga bersih

MINOR CLEANING:

- Lepaskan gravure, doctor blade, dan ink

pand. Kemudian rendam dengan alkohol

96%, bersihkan dengan caral

menggunakan lap bersih sisa tinta yang

masih menempel. Gunakan texapone 10%

bila perlu. Kemudian lakukan sanitasi.

- Lepaskan bagian cover mesin, lap

Page 77: bab 1-4(1)

- Bersihkan hopper dan meja di

bawah mesin dengan lap bersih

yang sudah di basahi dengan

alkohol 70%.

meggunakan alkohol 70%.

- Semprot bagian celah-celah mesin

menggunakan air compressor untuk

menghilangkan debu dan sisa Tablet.

- Bersihkan bagian luar mesin dan

permukaan meja dengan lap yang dibasahi

dengan alkohol 70%.

Temuan Gap tersebut selanjutnya didiskusikan dengan area leader. Dari hasil diskusi tersebut kemudian disimpulkan

bahwa apa yang dilakukan oleh operator secara actualnya termasuk dalam improvement SOP. Karena berkaitan dengan kualitas

produk yang dihasilkan. Kemudian selanjutnya gap tersebut dibuat dalam Comparative Table. Comparative table untuk SOP di area

Imprinting, disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel Komparatif SOP Prosedur Pembersihan Mesin Imprinting Tablet (Ackley)

NO

JENIS PERUBAHAN

SOP LAMA SOP BARU ALASAN

1 NO SOP C: PRO-090/00 C XXXXXX Format Baru

2 Perubahan Redaksi

MAJOR CLEANING:

Menggunakan tissue

MAJOR CLEANING:

Menggunakan lap bersih

Pengunaan tissue untuk membersihkan alat sudah tidak diperbolehkan karena bisa

Page 78: bab 1-4(1)

SANITASI

Menggunakan tissue yang dibasahi alkohol

SANITASI

Menggunakan lap bersih yang dibasahi alkohol 70%

meninggalkan partikel. Sehingga penggunaan tisue diganti dengan lap bersih (majun).

3 Perubahan langkah pada Minor Cleaning atau pembersihan Kecil

Bersihkan bagian luar mesin seperti format disk, unit roll drive, drive dan meja dengan lap bersih yang di basahi dengan alkohol 70% beberapa kali hingga bebas debu

- Lepaskan rubber bawah kemudian di bersihkan dengan lap yang dibasahi alkohol 70%

- Nyalakan mesin dan bersihkan gravur menggunakan lap yang dibasahi alkohol 70%.

- Lepaskan ink container, rendam dengan alkohol 96%, bersihkan dengan cara digosok menggunakan lap bersih sisa tinta yang masih menempel. Gunakan texapone 10% bila perlu. Kemudian lakukan sanitasi.

- Semprot bagian celah-celah mesin menggunakan air compressor untuk menghilangkan debu dan sisa Tablet.

- Bersihkan bagian luar mesin dan permukaan meja dengan

- Pada saat proses minor cleaning, ink container dan rubber harus di lepaskan terlebih dahulu. Hal ini ditujukkan untuk menghindari black dot pada Tablet hasil imprinting.

- Penggunaan compressor untuk menyemprot sela-sela sangat dianjurkan, walaupun merupakan pembersihan minor, penyemprotan sela-sela ini untuk menghindari adanya debu yang mungkin mengganggu pada proses imprinting.

Page 79: bab 1-4(1)

lap yang dibasahi dengan alkohol 70%.

4 Lampiran Tidak Ada Ada Lampiran berisi tentang frekuensi pembersihan.

Page 80: bab 1-4(1)

Tabel Komparatif SOP Prosedur Pembersihan Mesin Imprinting Tablet (Markem)

NO JENIS PERUBAHAN

SOP LAMA SOP BARU ALASAN

1 NO SOP C: PRO-077/01 CXXXXXX Format Baru

2 Perubahan Redaksi MAJOR CLEANING:

Menggunakan Tisue

SANITASI

Menggunakan Tisue

MAJOR CLEANING:

Menggunakan Lap Bersih

SANITASI

Menggunakan Lap Bersih

Pengunaan tissue untuk membersihkan alat sudah tidak diperbolehkan karena bisa meninggalkan partikel. Sehingga penggunaan tisue diganti dengan lap bersih (majun).

3 Perubahan Langkah Pada Minor Cleaning atau pembersihan kecil.

Bersihkan bagian luar mesin seperti format disk, unit roll drive, drive dan meja dengan lap bersih yang di basahi dengan alkohol 70% beberapa kali hingga bebas debu

- Lepaskan rubber bawah kemudian di bersihkan dengan lap yang dibasahi alkohol 70%

- Nyalakan mesin dan bersihkan gravur menggunakan lap yang dibasahi alkohol 70%.

- Lepaskan ink container, rendam dengan alkohol 96%, bersihkan dengan cara digosok menggunakan lap bersih sisa tinta yang masih menempel. Gunakan texapone 10% bila

- Pada saat proses minor cleaning, ink container dan rubber harus di lepaskan terlebih dahulu. Hal ini ditujukkan untuk menghindari black dot pada Tablet hasil imprinting.

- Penggunaan compressor untuk menyemprot sela-sela sangat dianjurkan, walaupun merupakan pembersihan minor, penyemprotan sela-sela ini

Page 81: bab 1-4(1)

perlu. Kemudian lakukan sanitasi.

- Semprot bagian celah-celah mesin menggunakan air compressor untuk menghilangkan debu dan sisa Tablet.

- Bersihkan bagian luar mesin dan permukaan meja dengan lap yang dibasahi dengan alkohol 70%.

untuk menghindari adanya debu yang mungkin mengganggu pada proses imprinting.

4 Lampiran Tidak Ada Ada Lampiran berisi tentang frekuensi pembersihan

Tabel Komparatif SOP Prosedur Pembersihan Ruangan Imprinting Tablet

NO

JENIS PERUBAHAN SOP LAMA SOP BARU ALASAN

1 NO SOP C:PRO-076/00 XXXXX Format baru

2 Penambahan tahap pembersihan besar dan pembersihan kecil

Tidak ada Ada Mengacu Pada SOP pembersihan dan sanitasi ruangan di area produksi, pembersihan dibagi menjadi dua yaitu pembersihan besar atau major cleaning yang dilakukan setiap pergantian produk, Setelah

Page 82: bab 1-4(1)

beberapa batch produk yang sama, dan setelah sampling validasi pembersihan. Kemudian pembersihan kecil atau minor cleaning setiap pergantian batch dalam produk yang sama.

Page 83: bab 1-4(1)

b. SOP di Line Sortir

Dari hasil wawancara dalam SOP di area sortir, tidak terdapat Gap atau

penyimpangan. Selanjutnya dibuat comparative table SOP yang ada di

Line Sortir, berikut adalah komparatif tabel :

Page 84: bab 1-4(1)

Tabel komparatif SOP Prosedur Pembersihan Ruangan Sortir Tablet

NO

JENIS PERUBAHAN SOP LAMA SOP BARU ALASAN

1 NO SOP C:PRO-026/00 XXXXX Format baru

2 Penambahan tahap pembersihan besar dan pembersihan kecil

Tidak ada Ada Mengacu Pada SOP pembersihan dan sanitasi ruangan di area produksi, pembersihan dibagi menjadi dua yaitu pembersihan besar atau major cleaning yang dilakukan setiap pergantian produk, Setelah beberapa batch produk yang sama, dan setelah sampling validasi pembersihan. Kemudian pembersihan kecil atau minor cleaning setiap pergantian batch dalam produk yang sama.

3 Penambahan Lampiran Tidak ada Ada Perlu ditambahkan lampiran mengenai frekuensi pembersihan.

Page 85: bab 1-4(1)

Tabel komparatif SOP Prosedur Pembersihan Mesin Sortir Tablet

NO JENIS PERUBAHAN SOP LAMA SOP BARU ALASAN

1 NO SOP C:PRO-017/00 XXXXX Format baru

2 Perubahan Redaksi MAJOR CLEANING:

Menggunakan Tisue

SANITASI

Menggunakan Tisue

MAJOR CLEANING:

Menggunakan Lap Bersih

SANITASI

Menggunakan Lap Bersih

Pengunaan tissue untuk membersihkan alat sudah tidak diperbolehkan karena bisa meninggalkan partikel. Sehingga penggunaan tisue diganti dengan lap kain bersih (majun).

3 Penambahan Lampiran Tidak ada Ada Perlu ditambahkan lampiran mengenai frekuensi pembersihan.

Page 86: bab 1-4(1)

F. PEMBAHASAN

a. SOP di Line Imprinting

Ada beberapa langkah dalam melakukan revisi SOP. Yang pertama

harus memahami tentang SOP general, kemudian kajian terhadap SOP yang

akan di review terlebih dahulu, kemudian setelah itu melakukan pengamatan

dan wawancara terhadap operator. Setelah itu dilihat apakah ada gap atau

deviasi, jika ada gap diskusikan dengan area Leader yang bertanggung jawab

atau dengan pihak yang memahami tentang SOP tersebut. Kemudian lakukan

revisi terhadap SOP. Jika ada revisi maka SOP akan dibuatkan komparatif

table dan diajukan ke QA untuk mendapatkan CR, CR merupakan nomor

perubahan SOP yang sudah bisa di review oleh pihak lain yeng lebih tinggi

dari area leader. Setelah mendapat CR, SOP akan di review oleh area leader,

section manager, head of departemen serta personel tertentu yang terlibat

seperti EHS yang berhubungan dengan safety dan TM berhubungan dengan

pengoperasian alat. Dalam melakukan tugas khusus ini, tidak semua prosedur

dilakukan. Dalam mereview SOP di area imprinting tidak semua tahapan

dilakukan, hanya sampai diskusikan GAP dengan area leader.

Review SOP dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas yang telah

dilakukan selama ini apakah masih sesuai dengan prosedur atau tidak.

Jika terjadi Gap antara SOP dengan actual di lapangan yang dilakukan

operator, ada dua kemungkinan. Yang pertama memang operator tidak

mengerti prosedur yang ada di SOP sehingga operator tidak melaksanakan

dengan benar. Atau bisa saja, operator yang benar, karena ada improvement

yang belum dimasukkan ke dalam SOP. Improvement dilakukan karena

tuntutan kualitas, evisiensi dan produktifitas dari aktifitas yang dilakukan di

area manufacturing.

Pada SOP di dalam area imprinting masih ada istilah penggunaan

tissue. Penggunaan tisue pada saat proses sanitasi maupun pembersihan pada

mesin sudah tidak diperbolehkan. Karena penggunaan tisue ini bisa

meninggalkan partikel sehingga penggunaanya sudah tidak diperbolehkan.

Untuk itu dilakukan penggantian dengan menggunakan lap.

Page 87: bab 1-4(1)

Pada pembersihan minor mesin imprinting, hanya ada keterangan

Bersihkan bagian luar mesin seperti format disk, unit roll drive, drive dan

meja dengan lap bersih yang di basahi dengan alkohol 70% beberapa kali

hingga bebas debu. Padahal actualnya para operetaor dalam melakukan minor

cleaning pasti melepas ink container dan merendamnya dengan alkohol 96%.

Perendaman dengan alkohol ini dimaksudkan untuk menghilangkan bekas

tinta. Tidak menggunakan air dan texapon, karena jika ink container sering-

sering berinteraksi dengan air akan menyebabkan karatan. Maka itu lebih

dipilih pembersihan dengan menggunkan alcohol. Pembersihan ini

dimaksudkan untuk menghindari black dot, karena sebelum-sebelumnya jika

ink container tidak dibersihkan pada pembersihan minor, black dot yang

dihasilkan lebih banyak. Untuk itulah dalam SOP pembersihan mesin

imprinting perlu di tambahkan langkah pembersihan ink container dengan

menggunakan alkohol 96%.

b. SOP di Line Sortir

Revisi dan pembuatan SOP ini harusnya melalui kajian tentang

prosedur umum dalam area manufacturing, kajian terhadap SOP yang lama,

mengamati secara intensif aktivitas operator ketika menjalankan prosedur di

dalam SOP tersebut/ keadaan actual di lapangan, mencari gap atau deviasi

yang terjadi dan mendiskusikannya dengan area leader yang

bertanggungjawab atau dengan pihak yang memahami tentang SOP tersebut,

barulah dilakukan revisi atau pembuatan SOP baru. Namun tidak semua

prosedur di dalam SOP tersebut dilakukan karena memang tidak ada jadwal

untuk melakukannya. Sehingga pada SOP sortir hanya dilakukan proses

wawancara terhadap operator yang bertugas dan melakukan rasionalisasi

kesesuaian prosedur tersebut dengan prosedur umum serta melakukan diskusi

dengan area leader yang bertanggung jawab.

Hasil pengamatan menunjukkan masih adanya redaksi penggunaan

tisue pada SOP. Sehingga penggunaan tisue harus diganti dengan lap bersih,

karena memang penggunaan tisue sudah dilarang sebab dapat meninggalkan

Page 88: bab 1-4(1)

partikel pada alat. Penggantian ini hanya dilakukan secara redaksional, karena

memang kenyataannya sudah tidak ada penggunaan tissue hanya saja masih

ada di SOP.

Selain itu pengamatan juga dilakukan pada prosedur sortir yang

manual dan menggunakan mika. Dalam proses sortir manual dan

mengggunakan mika memang tidak ada SOP yang mengaturnya. Tetapi

pengamatan ini perlu untuk mengevaluasi proses sortir yang tidak

menggunakan mesin. Proses sortir diawali dengan pengambilan BMR,

kemudian penyiapan ruangan serta peralatan yang biasa digunakan. Para

petugas sortir manual biasa menggunakkan plastik sebagai alas untuk sortir.

Sedangkan untuk sortir mika, mereka biasa menggunakan mika untuk

membantu proses sortir. Selanjutnya setelah semua siap, petugas akan

mengambil tablet yang akan disortir, kemudian mereka melakukan proses

sortir.

Proses sortir manual benar-benar menuntut ketelitian mata. Selain

itu kondisi dari petugas sortir juga berpengaruh, jika mereka dalam kondisi

tidak fit maka konsentrasi mereka bisa turun dan hasil sortir bisa tidak bagus.

Dalam melakukan sortir para petugas sudah melakukan prosedur sesuai

standar. Hanya saja perlu dilakukan improvement dalam proses sortir agar

ketellitian para petugas lebih baik lagi.

G. KESIMPULAN

a. SOP di Line Imprinting

1. Review SOP sangat penting dilakukan secara berkala, untuk melihat

masa berlaku dari SOP tersebut dan untuk melihat apakah SOP masih

bisa dilaksanakan.

2. Di dalam ruang Imprinting terdapat 5 jenis SOP, yaitu :

a. Prosedur Pembersihan Mesin Imprinting Tablet (Markem)

b. Prosedur Pembersihan Mesin Imprinting Tablet (Ackley)

c. Prosedur Pengoperasian Mesin Imprinting Tablet (Markem)

d. Prosedur Pengoperasian Mesin Imprinting Tablet (Markem)

Page 89: bab 1-4(1)

e. Prosedur Pembersihan Ruangan Imprinting Tablet.

3. Dari hasil review terdapat gap pada SOP pembersihan mesin

imprinting.

b. SOP di Line Sortir

1. Di dalam ruangan sortir ada 3 buah SOP, yaitu:a. Prosedur Pembersihan Mesin Sortir Tabelt

b. Prosedur Pembersihan Ruangan Sortir Tabelt

c. Prosedur Pengoperasian Mesin Sorting Conveyor

2. SOP yang ada di area sortir ada yang perlu dilakukan perbaikan secara

redaksi.

3. Pelaksanaan Sortir secara manual sudah sesuai dengan prosedur, hanya

saja perlu dilakukan improvement dalam melakukan proses sortir manual

agar proses bisa berjalan lebih baik.

H. SARAN

a. SOP di Line Imprinting

1. Perlu dilakukan review SOP secara berkala di tiap line di area

manufacturing dengan cara melakukan pengamatan langsung pada

operator.

2. Perlu mendiskusikan lagi gap atau deviasi yang ada dengan operator dan

area leader, untuk memastikan apakah memang perlu improvement atau

tidak.

b. SOP di Line Sortir

1. Perlu dilakukan pengamatan terhadap pengoperasian mesin sortir dan

membandingkan dengan SOP.

2. Perlu dilakukan pengamatan lebih dalam lagi tentang sortir secara manual

untuk melihat improvement yang perlu dilakukan agar meningkatkan

ketelitian petugas sortir.

Page 90: bab 1-4(1)

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, sebagai salah satu industri farmasi

terbesar di Asia Tenggara telah mampu menerapkan aspek-aspek yang terdapat

pada Cara Pembuatan Obat yang Baik dengan terus menerus melakukan perbaikan

di setiap aspek. Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam perusahaan,

yakni menjamin setiap proses yang berjalan sesuai dengan prosedur yang telah

ditetapkan sehingga memenuhi standar mutu yang ingin dicapai.

Peran apoteker di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia telah menempati 3

posisi kunci dalam industri farmasi yaitu Quality Assurance (QA), Quality

Control (QC) dan Produksi. Selain dari ketiga posisi kunci, apoteker di PT. BII

juga berperan dalam bagian lain seperti pengemasan, production technology,

supply chain management, regulasi dan informasi produk..

4.2 SARAN

Setelah menjalankan kegiatan PKPA di PT.BII saran yang dapat kami

berikan antara lain :

1. Melaksanakan validasi proses secara berkala untuk dapat menjamin setiap

proses yang berlangsung sehingga prosedur produksi tetap terjamin baik

secara efektif dan efisien.

2. Tetap melakukan kerjasama dengan bidang pendidikan hingga dapat

meningkatkan mutu sumber daya manusia untuk kemajuan dan

perkembangan industri kefarmasian Indonesia.