BAB 1-5 BISMILLAH (2)

180
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kornea merupakan membran transparan dan avaskular yang terletak di bagian depan menutupi ruang anterior, iris, pupil, dan lensa. Kornea juga merupakan media refraksi utama yang berfungsi meneruskan cahaya yang masuk ke mata hingga tepat jatuh pada fovea di retina (Sherwood, 2009). Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparansi, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. (Vaughan, 2007) Keratoplasti adalah istilah medis yang mengacu pada transplantasi kornea. Terdapat beberapa perbedaan antara definisi keratoplasti yang biasanya disebutkan pada tehnik 1

description

,m

Transcript of BAB 1-5 BISMILLAH (2)

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar BelakangKornea merupakan membran transparan dan avaskular yang terletak di bagian depan menutupi ruang anterior, iris, pupil, dan lensa. Kornea juga merupakan media refraksi utama yang berfungsi meneruskan cahaya yang masuk ke mata hingga tepat jatuh pada fovea di retina (Sherwood, 2009). Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparansi, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. (Vaughan, 2007)Keratoplasti adalah istilah medis yang mengacu pada transplantasi kornea. Terdapat beberapa perbedaan antara definisi keratoplasti yang biasanya disebutkan pada tehnik trasplantasi kornea, antara lain: Lamellar Keratoplasty, yang merupakan proses pencangkokan kornea yang dilakukan pada lapisan parsial atau pada lapisan yang mengalami kerusakan dan Penetrating Keratoplasty; adalah proses pencangkokan korena dengan mengangkat seluruh lapisan kornea (Ospina, 2012)Indikasi untuk dilakukannya keratoplasti, antara lain: Optik (untuk meningkatkan ketajaman visual dengan mengganti jaringan kornea yang mengalami kerusakan dengan jaringan kornea pendonor), Tektonik (pada pasien dengan lapisan stroma menipis, untuk mempertahankan anatomi kornea), Terapi (pengangkatan jaringan kornea yang mengalami inflamasi akibat pengobatan dengan menggunakan antibiotik, antiviral, atau antiinflamasi), Kosmetik (pada penderita dengan bekas luka kornea (jaringan parut) yang memberikan rona buram keputihan pada kornea) (Ospina, 2012).Tehnik penjahitan pada keratoplasti merupakan faktor yang akan mendorong terjadinya penyimpangan pada mata dan memberikan ketegangan sepanjang pemasangan jahitan yang kemudian akan menghasilkan peradangan atau infeksi (Van Meter, et al, 2011). Infeksi pada kornea atau keratitis pascakeratoplasti merupakan komplikasi utama yang dapat membahayakan hasil dari transplantasi yang menyebabkan kegagalan pada transplantasi dan dapat menghasilkan visual yang buruk (Vajpayee,2007)Keratitis merupakan sebuah proses inflamasi pada kornea yang ditimbulkan oleh organisme penginfeksi atau agen pencetus yang noninfeksi (Barnes, et al, 2014). Penyebab yang paling sering dari perubahan kornea akibat terapi keratoplasti adalah keratokonus, infeksi bakteri, dan faktor hygene yang buruk pada pemakaian kontak lensa, atau trauma. Pada infeksi kornea oleh mikroba, kasus infeksi bakteri paling sering didapatkan, terutama disebabkan oleh Staphylococcus sp., Strepstococcus sp., atau Pseudomonas sp. (Ospina, 2012).Kasus keratitis yang terjadi setelah transplantasi kornea merupakan penyebab utama kegagalan pada proses pencangkokan kornea, dengan insiden pada negara-negara berkembang menunjukkan hasil lebih tinggi dengan hasil persentasi mencapai angka 1,76% sampai 7,4%. Penelitian serupa yang dilakukan di negara berkembang melaporkan kejadian infeksi setelah transplantasi kornea hingga 11,9%. Namun, tingkat kejadian setinggi 25% telah dilaporkan dalam sebuah studi dari negara maju (Vajpayee, 2007).Terdapat beberapa pendapat mengenai pandangan terapi keratoplasti atau transplantasi organ menurut pandangan Islam, mengingat manusia merupakan makhluk mulia dan dimuliakan karenanya manusia harus dihormati, baik saat masih hidup maupun sudah mati. Di sisi lain, Islam menganjurkan berobat dengan yang halal. ternayata ada jenis penyakit atau sakit yang hanya dapat diobati dengan organ atau jaringan tubuh manusia, mana yang harus dipilih, berobat dengan yang haram atau tidak berobat karena tidak ada yang halal namun berarti akan mati atau lebih parah penyakitnya (Zuhroni, 2012)Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya Haram sesuai dengan firman Allah Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan (Q.S. Al-Baqarah;195) yang menjelaskan bahwasanya orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya bagi seorang manusia.Di lain sisi, mengambil organ tubuh donor yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong-menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya (Ebrahim, 2007)Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh agama Islam, karena agama Islam sangat memuliakan manusia (Q.S. Al-Isra:70). Dan juga Islam sangat menghormati jasad manusia walaupun sudah menjadi mayat, berdasarkan hadits Rasulullah SAW: Sesungguhnya memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti memecahkan tulangnya sewaktu masih hidup. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari Aisyah).Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memilih judul Keratitis Sebagai Komplikasi pada Pelaksanaan Terapi Keratoplasti Ditinjau dari Kedokteran dan Islam dengan harapan dapat menjelaskan lebih lanjut bagaimana mekanisme terapi keratoplasti yang dapat menimbulkan infeksi pada kornea atau keratitis. Penulis berharap skripsi ini dapat membantu dalam memahami secara jelas mengenai apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keratitis akibat dari pelaksanaan terapi keratoplasti. Penulis juga berharap dapat menjelaskan bagaimana hukum keratoplasti menurut pandangan Islam dan bagaimana pandangan Islam mengenai keratitis sebagai komplikasi pada terapi keratoplasti secara jelas dan menyeluruh.

1.2 Permasalahan1. Bagaimana mekanisme keratoplasti?2. Apa saja faktor yang mempengaruhi keratitis akibat pelaksanaan keratoplasti?3. Bagaimana hukum terapi keratoplasti menurut pandangan Islam?4. Bagaimana pandangan Islam mengenai keratitis sebagai komplikasi pada pelaksanaan terapi keratoplasti?

1.3Tujuan1.3.1Umum Agar masyarakat mengetahui salah satu dari komplikasi tindakan terapi keratoplasti adalah infeksi pada kornea atau keratitis ditinjau dari kedokteran dan pandangan Islam.1.3.2Khusus 1.3.2.1. Dapat mengetahui dan menjelaskan mekanisme kerja terapi keratoplasti1.3.2.2. Dapat mengetahui dan menjelaskan faktor yang mempengaruhi keratitis akibat pelaksanaan terapi keratoplasti1.3.2.3. Dapat mengetahui dan menjelaskan terapi keratoplasti menurut pandangan Islam1.3.2.4. Dapat memahami dan menjelaskan pandangan Islam mengenai keratitis sebagai komplikasi pada pelaksanaan terapi keratoplasti.

1.4Manfaat1.4.1. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini diharapkan akan menambah pengetahuan mengenai keratitis sebagai komplikasi pada pelaksanaan terapi keratoplasti ditinjau dari segi kedokteran dan ajaran Islam serta mengetahui lebih dalam tentang cara penulisan ilmiah yang baik dan benar.1.4.2 Bagi Universitas YARSI, penyusunan skripsi ini diharapkan akan menambah karya tulis terutama mengenai pembahasan tentang keratitis sebagai komplikasi pada pelaksanaan terapi keratoplasti ditinjau dari segi kedokteran dan ajaran Islam sehingga bermanfaat untuk masukan bagi civitas akademika, khususnya pada fakultas kedokteran.1.4.3. Bagi masyarakat, penyusunan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui tentang keratitis sebagai komplikasi pada pelaksanaan terapi keratoplasti ditinjau dari segi kedokteran dan ajaran Islam, serta dapat mempelajari faktor-faktor yang dapat dicegah dari penyakit tersebut dan mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.

BAB IIKERATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI PADA PELAKSANAAN TERAPI KERATOPLASTI DITINJAU DARI KEDOKTERAN

2.1.Kornea2.1.1.Anatomi KorneaKornea dalam Bahasa Latin yaitu cornum yang diartikan seperti tanduk, adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang dapat tembus oleh cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan (Sidarta Ilyas, 2014). Kornea dapat disisipkan ke dalam sklera pada limbus, melalui lekukan melingkar pada sambungan ini yang disebut sulcus scleralis. Kornea dewas rata-rata mempunyai ketebalan 550 m di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbi), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel (Paul Riordan-Eva, 2007).

1. Lapisan EpitelLapisan epitel kornea mempunyai ketebalan 550 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.1. Membran BowmanMembran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan bagian stroma yang mengalami perubahan.1. StromaStroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan lamelar serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 m dan tinggi 1-2 m yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamela ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan karena ukuran serta kerapatannya kornea menjadi menjadi jernih secara optis. Lamela terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan-terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.1. Membran DescementMembran Descement merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dengan sel endotel. Membran Descement bersifat sangat elastik. Pada saat lahir tebal membran Descemet mencapai sekitar 3 m dan berkembang terus seumur hidup sampai mencapai 10 12 m. Membran Descement, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan mikroskop electron. 1. Lapisan EndotelLapisan endotel kornea berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan mempunyai besar 20-40 m. Endotel melekat pada Membran Descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Endotel yang hanya memiliki satu lapisan sel yang berperan besar dalam mempertahankan deturgensi stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliaris longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.

Gambar 1. Anatomi kornea (1) Gambaran histologi lapisan kornea (2) Anatomi kornea pada organ mata(Meeney, A., 2014)

Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma yang atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutupi bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar, masuk ke kornea (Paul Riordan-Eva, 2007) (Sidarta Ilyas, 2014).2.1.2. Fisiologi KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strkturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya transparansi, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi Obat melalui kornea yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Jadi, agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak sekaligus larut-air (Roderick Biswell, 2007).2.2. Keratoplasti2.2.1. Definisi KeratoplastiTransplantasi kornea atau keratoplasti adalah solusi pembedahan yang diperuntukan untuk kornea yang mengalami penurunan visus atau kebutaan, meskipun hasil jangka panjangnya mempunyai prognosis yang tidak sesuai harapan (Coster, et al, 2014). Terapi keratoplasti merupakan prosedur pembedahan yang tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan integritas struktural mata (keratoplasti tektonik) (Donnenfeld, et al, 2011). Keratoplasti adalah suatu prosedur pembedahan dimana kornea yang telah mengalami kerusakan diganti dengan kornea dari donor. Donor kornea tersebut diambil dari seseorang yang telah menjadi calon donor setelah meninggal dunia, secara sukarela dan iklhlas mendonorkan korneanya. Transplantasi kornea diindikasikan pada sejumlah kondisi kornea yang serius , misalnya kondisi terdapat jaringan parut, edema, penipisan, dan distorsi (Vaughan, 2007).2.2.2. Sejarah KeratoplastiSejarah transplantasi kornea kembali ke lebih dari dua abad yang lalu dengan eksperimen menggunakan allografts dan xenograft. Tehnik untuk Deep Anterior Lamellar Keratoplasti dimulai pada tahun 1800-an. Selanjutnya, pada tahun 1905 Eduard Zirm melakukan Penetrating Keratoplasty untuk pertama kalinya dan memberikan kesuksesan pada hasilnya. Namun, prognosis yang kurang baik pada tehnik Penetrating Keratoplasty menghasilkan minat baru pada Deep Anterior Lamellar Keratoplasty dengan menurunnya resiko pada kerusakan endotel (Kelly TL, 2011). Pada pertengahan 1950-an, pengenalan steroid topikal dan perbaikan pada tehnik pembedahan meningkatkan kembali minat pada tehnik Penetrating Keratoplasty yang menjadi andalan pada operasi transplantasi kornea sampai saat ini dalam 10 tahun terakhir. Namun, gagasan Lamellar Keratoplasty secara selektif telah muncul dengan mengarah ke dasar perubahan keratoplasti. Semua operasi transplantasi kornea menuntut untuk teliti pada persiapan lingkungan okular untuk memaksimalkan kesuksesan keratoplasti. Persiapan ini meliputi optimalisasi keadaan permukaan mata dengan menggunakan langkah-langkah untuk meminimalkan efek samping dari penyakit permukaan mata; ini termasuk koreksi bedah pada paparan kornea dan malposisi penutupan pada mata, serta pengobatan dry eye dan terbentuknya inflamasi atau peradangan pada mata. Pengobatan peradangan pada mata dapat mencakup terapi lokal dan sistemik (seperti pada penyakit yang cukup parah yaitu penyakit atopik dan rheumatoid arthritis). Pengontrolan terhadap glaukoma praoperasi, baik secara medis maupun pembedahan, juga penting untuk hasil yang sukses (Kelly TL, 2011).2.2.3. Jenis KeratoplastiPenetrating Keratoplasty (PK) merupakan penggantian kornea seutuhnya (full thickness). PK merupakan bedah mikro dimana 7-8 mm bagian tengah kornea yang rusak atau berkabut diangkat dan digantikan dengan kornea sehat dan jernih, lalu dijahit dengan benang nilon bedah mikro yang sangat halus (Vaughan, 2007).

Gambar 2. Penetrating Keratoplasty (PK)(Chai, 2013)

Lamellar Keratoplasty (LK) merupakan konsep baru dalam pengobatan penyakit kornea yaitu dengan menghapus secara selektif jaringan atau lapisan kornea yang bersifat patologis. LK merupakan prosedur di mana melakukan transplantasi atau cangkok kornea hanya pada sebagian ketebalan jaringan kornea. Hal tersebut digunakan untuk memberikan stabilitas tektonik dan untuk perbaikan optik. Terdapat dua jenis Lamellar Keratoplasty, yaitu: Anterior Lamellar Keratoplasty dan Posterior Lamellar Keratoplasty (Vaughan, 2007). Pada Anterior Lamellar Keratoplasty (ALK) jaringan kornea yang dilakukan transplantasi tidak termasuk lapisan endotel kornea. Prosedur ini menghindari penolakan endotel dengan demikian jaringan kornea pendonor dapat diperoleh dari mata pasien yang lebih tua. Indikasi untuk ALK terutama mencakup patologi kornea anterior di mana kornea posterior tidak terpengaruh oleh kerusakan yang ada pada jaringan bagian anterior (Tan DT, 2012). Lalu, apabila dilakukan penggantian sebagian besar lapisan depan kornea misalnya luka superficial kornea sampai lapisan stroma maka prosedur ini disebut Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) (Vaughan, 2007).

Gambar 3. Anterior Lamellar Keratoplasty (ALK)(Chai, 2013)

Selanjutnya, tehnik Posterior Lamellar Keratoplasty (PLK) telah dikembangkan di mana tujuan utamanya adalah untuk menggantikan endotel kornea yang sakit sehingga permukaan kornea anterior tetap terjaga utuh (Tan DT, 2012). Tidak adanya jahitan, berarti proses pemulihan penglihatan setelah dilakukannya PLK akan lebih cepat dan ketajaman penglihatan akan lebih baik dikarenakan kelainan refraksi dan astigmat yang ditimbulkan setelah PLK lebih kecil (Anshu A., 2011).

Gambar 4. Posterior Lamellar Keratoplasty (PLK)(Chai, 2013)

2.2.4. Tujuan KeratoplastiTujuan dilakukan transplantasi kornea antara lain sebagai berikut (Vaughan, 2007):1. Tujuan Optik: Untuk memperbaiki visus atau ketajaman penglihatan1. Tujuan Terapi: Untuk menghilangkan keadaan yang patologis di jaringan kornea, misalnya dengan menghilangkan jaringan kornea yang meradang yang tidak responsif terhadap pengobatan dengan obat-obatan1. Tujuan Tektonik: Untuk memperbaiki struktur jaringan kornea yang mengalami penipisan atau kerusakan atau untuk merekonstruksi anatomi mata1. Tujuan Kosmetik: Untuk memulihkan kejernihan kornea agar tidak terlihat berwarna putih akibat bekas luka kornea.2.2.5. Indikasi KeratoplastiIndikasi trasplantasi kornea secara keseluruhan antara lain (Vaughan, 2007):1. Adanya jaringan parut pada kornea/ scar akibat infeksi, seperti herpes dan keratritis bakteri maupun jamur1. Kelainan kornea, seperti keratokonus1. Kerusakan kornea akibat trauma mata, trauma kimia, dan lain-lain1. Kelainan mata akibat dari faktor genetik, misal: distrofi kornea dan sebagainya.Adapun indikasi keratoplasti menurut tehniknya antara lain:1. Penetrating Keratoplasty (Davison, 2010) :1. Operasi ulang pada kegagalan operasi yang dilakukan sebelumnya1. Memperbaiki visus pada penyakit katarak1. Mengeliminasi infeksi pada keratitis bakterial, keratitis jamur, dan lain-lain1. Distrofi stroma kornea1. Astigmatisme iregular1. Penebalanan jaringan parut pada kornea1. Dan lain-lain.1. Lamellar KeratoplastyAnterior dan Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (Arslan, 2011):1. Distrofi kornea1. Penebalan jaringan parut pada kornea (post-keratitis atau post-traumatic)1. Keratokonus atau penipisan pada kornea secara bertahap1. Kekeruhan pada kornea 1. Infeksi pada kornea atau keratitis terutama yang mengenai lapisan stroma dan membran Descement1. Dan lain-lain.Posterior Lamellar Keratoplasty (Price FW):1. Distrofi membran Fuchs1. Aphakic bullous keratopathy1. Iridocornea endothelial syndrome1. Kegagalan pada penetrating keratoplasty1. Infeksi pada kornea atau keratitis terutama yang mengenai sampai lapisan endotel 1. Dan lain-lain2.2.6. Persiapan Praoperasi KeratoplastiPersiapan praoperasi dapat dikelompokkan menjadi persiapan pada pendonor dan persiapan pada resipien atau penerima. Identifikasi faktor risiko dapat membantu para ahli bedah menentukan keadaan mata yang akan dilakukan pembedahan, sehingga mata dapat diobati lebih cepat apabila terjadi komplikasi serius (Christo 2009). 1. Persiapan PendonorSalah satu faktor penentu yang paling penting dari kesuksesan pelaksanaan transplantasi kornea adalah penyaringan donor mata yang berkualitas tinggi dan pemeriksaan fisik dari jaringan kornea yang akan didonorkan. Skrining pada pendonor yang memiliki penyakit menular sangat penting untuk melindungi pihak penerima donor dari penyakit yang parah atau yang mengancam jiwa seperti transmisi virus human immunodeficiency (HIV). Pemeriksaan serologi pada pendonor digunakan untuk skrining penyakit sifilis, hepatitis, dan HIV/AIDS. Kornea pendonor dari bayi yang lebih muda dari usia 18 bulan harus dihindari untuk dilakukannya transplantasi kornea karena akan terjadi komplikasi berupa myopia pada penerima setelah dilakukannya pembedahan. Persiapan pada donor untuk tehnik Penetrating Keratoplasty harus lebih teliti dan memadai karena tehnik tersebut membutuhkan pendonor lapisan endotel yang layak yang dapat menopang trauma bedah dan perubahan sel selanjutnya. Apabila penerima donor cocok dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) pendonor, dapat mencegah penolakan jaringan dari pendonor (Christo, 2009). 1. Persiapan Resipien atau PenerimaPersiapan pada resipien berupa identifikasi keadaan resipien dengan vaskularisasi kornea, glaukoma, atau sinekia anterior perifer akan memberikan angka yang rendah bagi kegagalan pencangkokan. Penerima dengan riwayat gagal dalam terapi keratoplasti akan lebih sering mengalami faktor prognostik yang buruk seperti sinekia anterior perifer, peningkatan tekanan intraokular, dan penerunan mediator kekebalan pada reaksi pencangkokan. Penolakan jaringan donor adalah penyebab utama kegagalan pada keratoplasti berulang. Pengobatan khusus untuk diagnosis praoperasi mungkin dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada cangkok kornea berulang. Faktor risiko tambahan untuk penolakan jaringan donor, seperti usia penerima donor yang kurang dari 40 tahun dan diameter kornea pendonor lebih dari 8 mm. Identifikasi tekanan intraokular sebelum operasi sangat penting karena diagnosis adanya glaukoma praoperasi merupakan faktor risiko utama untuk kegagalan terapi keratoplasti. Keadaan abnormal praoperasi berupa tekanan intraokular yang rendah, seperti pada pasien dengan uveitis kronis, yang akan semakin buruk dengan terapi keratoplasti dan menyebabkan edema makula dan hasil visus yang buruk. Peradangan intraokular harus segera dikendalikan sebelum dilaksanakannya terapi keratoplasti kecuali keratoplasti dilakukan dalam situasi darurat (misalnya pada perforasi kornea). Hasil keratoplasti jauh lebih buruk bagi pasien dengan peradangan kornea akibat Herpes simplex virus yang aktif daripada pasien dengan jaringan parut (scars) pada kornea (Christio, 2009).

Adapun persiapan praoperasi lain pada tehnik keratoplasti, yaitu (Tan DT, 2012):1. Mengontrol infeksiAntibiotik yang diberikan sebelum operasi dapat membantu mengurangi angka kejadian endoftalmitis yang terkait dengan operasi intraokular. Kebanyakan ahli bedah yang memberikan antibiotik sebelum operasi menggunakan antibiotik spektrum yang luas selama 1-3 hari sebelum operasi. Sumber yang paling umum dari endoftalmitis adalah flora normal periokular pada pasien. Selain itu, aplikasi tunggal dengan satu tetes 5% povidone iodine yang merupakan solusi untuk permukaan mata pada saat persiapan bedah, telah terbukti mengurangi secara signifikan kejadian endoftalmitis. Solusi lain adalah harus dilakukan irigasi pada mata sebelum membuat sayatan untuk menghindari kemungkinan toksisitas intraokular.1. Mengontrol tekanan intraokularPengontrolan terhadap penyakit glaukoma harus dicapai sebelum operasi. penutupan lengkap dan akinesia otot luar mata penting untuk menghilangkan peningkatan tekanan intraoperatif terkait dengan kontraksi otot. Selanjutnya penurunan tekanan intraokular menggunakan kompresi mata sebelum operasi dapat membantu risiko kerugian pada vitreous dan perdarahan koroid. 1. Manajemen pada lensaUntuk pasien phakic yang menjalani keratoplasti tanpa operasi katarak gabungan, dapat diberikan dua tetes 2% pilocarpine selama 5 menit terpisah pada saat penempatan balon Honan untuk menyempitkan pupil dan membantu melindungi kristal lensa. Untuk kasus pertukaran lensa atau vitrektomi anterior, fungsi pupil tidak perlu diubah.1. Manajemen pada jaringan kornea pendonorAhli bedah harus meninjau jaringan kornea pendonor, riwayat penyakit pada pendonor, dan hasil tes laboratorium. Meskipun screening jaringan dilakukan pada bank mata, mungkin masih terdapat kecacatan, termasuk infiltrat, kaca atau benda asing lainnya, bekas luka atau laserasi, atau patologi lainnya. Media penyimpanan donor biasanya mencakup persiapan antibiotik. Dalam rangka untuk memperoleh antibiotik yang efektif, media harus dibiarkan hangat pada suhu kamar sebelum menggunakan jaringan tersebut.

2.2.7. Mekanisme Keratoplasti1. Penetrating Keratoplasty (PK)PK mengacu pada penggantian atau pelaksanaan transplantasi pada seluruh jaringan kornea dengan kornea dari donor yang sehat. Langkah bedah bervariasi antar ahli bedah, tetapi terdapat dua tujuan yang mendasar pada tehnik PK: (1) memperoleh keselarasan luka yang baik dengan astigmatisme minimal dan (2) menghindari kerusakan sel endotel (Nijm LM, 2011).Dekompresi yang memadai dari bola mata hendaknya dipastikan sebelum PK, tekanan intraokular pada praoperasi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko perdarahan pada koroid. Manitol intravena atau dekompresi mata mekanik harus dipertimbangkan, atau dengan obat tetes mata miotik. Cincin fiksasi sklera dapat digunakan terutama pada mata yang tidak memiliki lensa (aphakic eyes) setelah dilakukan vitrektomi atau pada pada pasien yang masih muda atau anak-anak. Perlu diperhatikan dalam menjahit cincin fiksasi sklera. Ketidaksesuaian dalam memposisikan cincin dapat mengakibatkan trephination tidak teratur (Tan DT, 2012).Ukuran pencangkokan ditentukan berdasarkan lokasi patologi dan penilaian klinis. Jaringan kornea pendonor biasanya berukuran 0,25 mm lebih besar dari diameter jaringan kornea resipien. Dalam keadaan tertentu, ukuran yang lebih besar (0,5 mm) pada jaringan kornea pendonor dapat dipertimbangkan pada kasus aphakic eyes yang dapat menyebabkan miopia, atau ukuran button penonor yang sama, misalnya pada jaringan kornea resipien dengan keratokonus, dapat dipilih untuk mengurangi miopia. Sumbu visual dari kornea resipien ditandai dengan pena yang khusus untuk menandai kornea. Penanda bertinta untuk keratotomi dapat digunakan untuk menandai kornea perifer. Trephine yang paling umum digunakan adalah Barron Donor Cornea Punch (Gambar 5.1) (Tan DT, 2012).Kornea pendonor dipotong dari endotelium ke epitel. Kornea pada resipien dapat dipotong dengan menggunakan berbagai trephines, seperti Hessburg-Barron suction trephine (Gambar. 5.2), Hanna trephine, Castroviejo trephine, dan sekarang dengan Laser Femtosecond. Hessburg-Barron suction trephine terdiri dari pisau rakit melingkar yang memiliki ruang untuk menempel pada jarum suntik seperti pegas. Eksisi pada button kornea pendonor dapat dilakukan melalui trephination diikuti dengan masuknya pengontrol ke ruang anterior menggunakan pisau Beaver No. 75, atau melalui trephination lanjutan yang dihentikan segera setelah terdapat cairan pada bola mata yang masuk ke ruang anterior. Button pada resipien kemudian dipotong menggunakan tang dan gunting kornea (Gambar. 5.3). Tepi tempat tidur resipien dibuat tegak lurus agar posisi pencangkokan tetap optimal (Tan DT, 2012). Jika pasien membutuhkan ekstraksi katarak bersamaan dengan trasnplantasi kornea, atau vitrektomi anterior dan penempatan lensa intraokular (IOL) yang baru, dapat dilakukan sebelum tehnik trephination apabila visualisasi memungkinkan. Karena dalam banyak kasus kornea patologis dapat menghalangi visualisasi yang baik. Untuk menghasilkan visualisasi yang baik maka dilakukan operasi tersebut setelah trephination (Gambar 5.4). Viskoelastik dapat ditempatkan di ruang anterior resipien dan button pada pendonor. Kemudian resipien ditempatkan diatas tempat tidur dan dijahit di tempat dengan empat jahitan kardinal (Gambar. 5.5). Dalam penempatan jahitan kardinal, distribusi jaringan sangat penting untuk diperhatikan. Kedalaman jahitan 90% dari ketebalan kornea. Jahitan yang tersisa merupakan kombinasi jahitan terputus (Gambar. 5.6). Jahitan terputus cocok untuk kornea yang terdapat vaskularisasi atau kornea yang tipis untuk mengendalikan astigmatisme. Membuat jahitan memiliki keuntungan cepat dalam penempatan kornea, distribusi tekanan darah secara baik, dan proses penyembuhan. Sebelum penempatan jahitan akhir, bahan viskoelastik di ruang anterior sebaiknya dilepas. Jahitan dapat disesuaikan dengan menggunakan keratoskop. Ketika penjahitan selesai, semua jahitan diputar sedemikian rupa sehingga simpul dapat diposisikan stroma sehingga keamanan luka dapat diminimalkan (Tan DT, 2012).

Gambar 5. Tehnik pada Penetrating Keratoplasty (1) Barron Donor Cornea Punch digunakan untuk menggunting jaringan kornea dari tepi endotel (2) Penggunaan trephine Hessburg-Barron untuk memotong kornea resipien (3) Eksisi pada button kornea dengan menggunakan pisau (4 a,b,c) Penggantian lensa intraokular ruang anterior (5) Meletakkan button kornea pendonor pada posisi kornea resipien yang telah ditandai (6) Menjahit transplantasi kornea dengan menggunakan benang nylon(Tan DT, 2012)

1. Lamellar Keratoplasty (LK)Pembedahan atau Pemotongan Lapisan Lamelar Kornea ResipienUntuk permulaan, hendaknya bola mata resipien distabilkan dengan jahitan tali kokoh melewati bawah pada bagian kedua otot rektus superior dan inferior. Trephine digunakan dengan lembut untuk menandai tingkat pencangkokan yang diperlukan. Tehnik trephination kemudian dilakukan sampai kedalaman yang diinginkan dari pemotongan yang ingin dicapai (Gambar. 6.1). Sebuah pisau digunakan untuk memperpanjang bidang pembedahan sepanjang seluruh jaringan kornea resipien sampai pembedahan jaringan tersebut selesai. Tujuannya adalah untuk menciptakan daerah penempatan jaringan pendonor pada resipien dengan tepi yang halus (Gambar. 6.2). Jika dalam tehnik pembedahan ini bola mata mengalami perforasi, prosedur ini sebaiknya diubah ke tehnik PK (Tan DT, 2012). Dalam tehnik baru pada LK, Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) dapat menggunakan gelembung udara yang digunakan untuk memfasilitasi pembedahan lapisan lamelar anterior. Dalam DALK, cairan atau aquous pertama yang keluar ditukar dengan udara, menciptakan permukaan udara pada endotel yang berguna untuk untuk visualisasi. Lapisan lamelar anterior dilakukan tehnik trephination dan diikuti dengan pemotongan membran Descemet serta lapisan endotelium dari stroma kornea menggunakan tehnik big-bubble. Viskoelastik juga mungkin disuntikkan dalam ruang yang sama untuk memfasilitasi pemisahan lapisan akhir. Lapisan stroma yang terdalam dipotong dan button pada kornea pendonor ditempatkan setelah penghapusan membran Descemet dan lapisan endotel, dengan cara dijahit menggunakan 10-0 nilon (Tan DT, 2012).Persiapan DonorKriteria untuk jaringan donor pada tehnik ALK tidak terlalu ketat seperti pada tehnik PK, karena endothelium pada pendonor tidak digunakan. Sebaliknya, PLK membutuhkan setidaknya kriteria yang sama pada jaringan kornea pendonor seperti dalam tehnik PK. Dalam tehnik ALK, seluruh bagian mata pendonor yang segar atau yang dibekukan atau korneoskleral pada pendonor serta bilik anterior buatan dapat digunakan untuk model jaringan yang akan didonorkan pada tehnik tersebut. Ketika dilakukan secara manual, sayatan dibuat hanya bagian dalam limbus pada kornea pendonor untuk mencapai kedalaman pembedahan yang diinginkan. Sebuah alat pemotong Martinez atau spatula cyclodialysis digunakan untuk memperpanjang bidang pembedahan sampai bagian dalam stroma kornea dan menambalnya dengan jaringan kornea pada pendonor (Gambar. 6.3). Jaringan tersebut ditambal dan dijahit dalam bentuk melingkar, anular, atau bentuk lainnya, tergantung pada kebutuhan pasien (Gambar 6.4). Kornea dan sklera keduanya dapat digunakan. Biasanya, jaringan donor akan sedikit besar ukurannya (0,25-0,5 mm) dibandingkan dengan bidang pemotongan pada jaringan kornea resipien (Tan DT, 2012).Penjahitan Lapisan Lamelar Pendonor pada Jaringan ResipienDalam ALK tepi jaringan kornea resipien yang sudha dipotong harus dirusak untuk membuat alur horizontal dengan menggunakan pisau Paufique. Lamelar pendonor ditempatkan di tempat donor pada jaringan resipien yang sudah disiapkan dan di jahit dengan jahitan terputus menggunakan 10-0 nilon (Gambar. 6.5). Kedalaman jahitan sekitar 90% dari kedalaman stroma kornea. Tepi jaringan pendonor seharusnya tidak naik ke bagian tepi anterior pada jaringan resipien. Penyelesaiannya dapat pula dengan cara jaringan pada pendonor dan resipien sama-sama dipotong dengan laser femtosecond, lalu jaringan donor ditempatkan tanpa jahitan di pada tempat yang telah disediakan pada kornea resipien. Hanya lensa kontak perban digunakan dalam banyak kasus (Tan DT, 2012).

Gambar 6. Tehnik pada Lamellar Keratoplasty (1) Tehnik trephanation sesuai dengan kedalam yang diinginkan pada lapisan kornea resipien (2) Memotong jaringan kornea resipien yang patologis (hanya bagian yang sakit saja yang dipotong atau dihapuskan) (3) Spatula cyclodialysis digunakan untuk memperpanjang bidang pembedahan sampai bagian dalam stroma kornea (4) Meletakkan jaringan kornea pendonor pada mata resipien dengan menggunakan trephine (5) Jaringan donor dijahit pada mata resipien dengan jahitan terputus menggunakan 10-0 nylon(Tan DT, 2012)2.2.8. Perawatan Pascaoperasi KeratoplastiBeberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan perawatan pascakeratoplasti, yaitu (Galvarry, 2008):1. Manajemen pada sisa infeksi dan pencegahan infeksi berulangTerapi keratoplasti sering memberikan dampak infeksi setelah bedah eksisi. Terapi antiinfeksi harus dipertahankan sampai epitel kornea dinyatakan sembuh. Durasi pengobatan tergantung pada tingkat keparahan infeksi dan organisme penyebab. Secara umum, semakin oportunistik infeksi, infeksi yang disebabkan oleh jamur, yang paling resisten terhadap terapi, semakin sangat memerlukan pengobatan paskaoperasi jangka panjang dengan antimikroba untuk mencegah infeksi berulang ulang.1. Meningkatkan reepitelisasi pada jaringan kornea dan pada penyembuhan luka.Hindari pengobatan pada kornea secara berlebihan untuk durasi waktu yang panjang dengan menggunakan obat toksik, seperti antibiotik yang diperkaya, amfoterisin B, dan antivirus.1. Kontrol inflamasi dengan kortikosteroidPenggunaan kortikosteroid topikal untuk organisme yang menyebabkan infeksi merupakan manajemen yang sering dilakukan oleh ahli bedah sebagai terapi pascakeratoplasti. Infeksi kornea yang disebabkan oleh bakteri biasanya responsif terhadap antibiotik. Oleh karena itu, penggunaan bersama kortikosteroid dibenarkan dalam mata yang meradang. Ketika mata telah diperlakukan secara ekstensif dan debridement yang lebar telah dilakukan, kortikosteroid dapat digunakan dengan aman. Untuk peradangan yang cukup parah, penggunaan kortikosteroid sistemik harus dipertimbangkan.1. Mengontrol perkembangan tekanan intraokular pasien Glaukoma muncul pada sekitar 50% kasus pascakeratoplasti. Setelah terapi keratoplasti, pasien biasanya mengalami sinekia anterior, iritis, dan trabekulitis, yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pupil harus dilebarkan dengan obat tetes mata Cyclopentolate 1% untuk mengurangi kekejangan pada otot siliaris, mencegah penutupan pada pupul, dan mengurangi sinekia anterio perifer. 2.2.9. Komplikasi KeratoplastiTerdapat beberapa komplikasi yang terkait dengan pelaksanaan keratoplasti. Hal ini dapat diklasifikasikan sesuai waktu pelaksanaan, yaitu: intraoperatif, periode awal pascaoperasi, dan periode akhir pascaoperasi (Vail A, 2011).1. Komplikasi Intraoperatif1. Infeksi terkait jahitanMasalah jahitan merupakan faktor predisposisi yang paling penting pada infeksi cangkokan. Jahitan yang longgar dan rusak, serta keberadaan musin bertindak sebagai sarang serangga untuk invasi mikroba dan proliferasi yang dapat menyebabkan infeksi cangkokan. Jahitan kontinyu memiliki kesempatan lebih tinggi untuk terjadinya infeksi dibandingkan dengan jahitan terputus. Tidak seperti jahitan kontinyu, jahitan terputus dapat dengan mudah dan selektif diangkat jika terdapat masalah terkait jahitan atau pada tanda pertama dari infeksi terkait jahitan. Infeksi terkait jahitan mungkin dikaitkan dengan keratitis menular pada 14-60% kasus. Abses akibat jahitan telah dilaporkan pada 2-3,3% kasus keratoplasti. Pasien dengan diabetes melitus dilaporkan memiliki kesempatan lebih tinggi terkena infeksi pada cangkokan. Di negara berkembang, infeksi terkait jahitan dikaitkan dengan status sosial ekonomi rendah pasien (Christo, 2009).

Gambar 7. Masalah terkait jahitan yang menyebabkan infeksi(Christo, 2009)1. Komplikasi Pascaoperatif Periode Awal (Early Complication)1. Kecacatan epitel kornea persistenPencegahan kecacatan epitel harus ditangani sebelum operasi. Kondisi seperti dry eye, blepharitis, trikiasis, ektropion, entropion, atau malposisi pada penutupan mata harus diperbaiki sebelum melakukan keratoplasti. Faktor dari donor pada praoperasi meningkatkan risiko untuk terbentuknya kecacatan epitel pascaoperasi hari pertama.

Gambar 8. Komplikasi pascakeratoplasti berupa kecacatan epitel kornea persisten (a) Sebelum dilakukan pewarnaan dengan fluorescein (b) Sesudah dilakukan pewarnaan fluorescein terlihat komplikasi tersebut pascakeratoplasti(Vail A, 2011)

1. Infeksi terkait jahitan (keratitis)Bakteri Gram-positif adalah organisme yang paling umum terlibat dalam infeksi terkait jahitan pada pasien pascakeratoplasti, tetapi bakteri Gram-negatif atau jamur juga mungkin menjadi penyebab infeksi ini. Kerokan kornea untuk pewarnaan Gram dan kultur juga harus dilakukan saat ini untuk membantu mengidentifikasi organisme penyebab. Pasien harus diberikan antibiotik spektrum luas seperti ciprofloxacin, cefazolin, atau gentamisin sampai hasil kultur dan sensitivitas antibiotik diketahui. Penggunaan topikal kortikosteroid harus dihentikan sementara pada awal tahap pengobatan. Setelah infeksi dapat dikendalikan, kortikosteroid topikal dapat digunakan kembali dengan hati-hati.2.3. Keratitis sebagai Komplikasi Keratoplasti2.3.1. Definisi KeratitisKeratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan tersebut dapat terjadi pada bagian epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya (Bower, 2011).Keratitis mikrobial atau infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan kornea. Kondisi ini sangat mengancam pengelihatan dan merupakan kegawatdaruratan di bidang oftalmologi. Pada satu penelitian, keratitis merupakan penyebab kedua terbanyak (24,5%) untuk tindakan keratoplasti setelah edema kornea (24,8%). Membedakan etiologi keratitis infektif sulit dilakukan secara klinis dan membutuhkan pemeriksaan diagnosis penunjang (Bower, 2011).2.3.2. Etiologi KeratitisBanyak jenis patogen telah terlibat dalam menyebabkan keratitis mikroba setelah transplantasi kornea. Beberapa mikroba yang mendominasi yang terlibat dalam keratitis mikroba antara lain Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus diikuti pula oleh bakteri gram negatif dan beberapa jamur. Namun, dalam banyak kasus, organisme yang biasanya tidak dianggap patogen dapat menjadi oportunistik dalam kondisi tertentu pada mata. Lamensdorf dan rekannya melaporkan pengalaman yang sangat berbeda dengan organisme yang bertanggung jawab menyebabkan keratitis mikroba. Dalam laporan mereka, sebagian besar patogen umumnya adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans (Wagoner, 2007). Secara keseluruhan, infeksi jamur telah didokumentasikan dalam 6% sampai 36% dari kasus keratitis mikroba setelah keratoplasti. Berbeda dengan seri sebelumnya, Tavakkoli dan Gula melaporkan Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Staphylococcus koagulasi negatif, dan Staphylococcus aureus adalah organisme yang dominan menyebabkan keratitis pascakeratoplasti (Fong, 2010).2.3.3.PatofisiologiMata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses peradangan, mula-mula pembuluh darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat sehingga masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah seperti makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah jika pada kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi oleh adanya toksin, enzim protease atau reaksi mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel (American Academy of Ophthalmology, 2011).Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk melewati limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi kornea. Sindrom iskemik ini dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis kronik yang disebabkan oleh virus herpes zoster dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea (American Academy of Ophthalmology, 2011).2.3.4. Faktor Predisposisi Keratitis PascakeratoplastiBeberapa faktor yang memperngaruhi keratitis sebagai komplikasi dari pelaksanaan keratoplasti atau transplantasi kornea antara lain (Jafarinasab, 2012) (Shi, 2010):1. Pra-operatif (sebelum pembedahan):1. Bahan donor yang terkontaminasi dengan lingkungan luar yang kurang higienis1. Sistem imun dari penerima donor yang menurun atau kurang baik1. Persiapan operasi yang tidak steril1. Pelaksanaan keratoplasti pada fase akut yang sangat beresiko menimbulkan banyak komplikasi1. Penggunaan steroid atau imunosupresan pada saat praoperasi diduga pula dapat menyebabkan infeksi pada kornea pasca operasi. Selain itu, dikatakan bahwa penggunaan steroid dapat meningkatkan tingkat keparahan penyakit dan tingkat kekambuhan pada mata dengan pengobatan menggunakan steroid pada praoperasi.1. Intraoperatif (pada saat dilakukan pembedahan):1. Terdapat infeksi intraoperatif atau infeksi nosokomial oleh mikroorganisme 1. Pelaksanaan pembedahan yang kurang steril (baik dari pihak dokter, perawat, maupun sterilisasi yang kurang pada alat bedah dan kornea pada pasien yang akan dibedah) sehingga mikroorganisme dapat menyerang bagian kornea1. Pasca-operatif (setelah pembedahan):1. Kecacatan epitel dari kornea atau gangguan pada permukaan kornea dan konjungtiva 1. Trauma yang mengenai mata pascaoperatif1. Masalah pada jahitan (rusak atau longgar) menjadi media kolonisasi mikroorganisme yang akhirnya memprovokatori mikroorganisme tersebut untuk merusak lapisan kornea1. Penerapan kortikosteroid topikal dan penggunaan antibiotik berspektrum luas yang dapat mengubah flora normal pada mata sehingga memungkinkan mikroorganisme lain untuk tumbuh1. Adanya resistensi terhadap penggunaan antibiotik atau antijamur1. Kurangnya asupan nutrisi (terutama pada vitamin A yang baik untuk mata)1. Terdapat penurunan sistem imun akibat penggunaan kortikosteroid yang berlebihan1. Adanya perluasan perlukaan yang diakibatkan oleh insisi pembedahan yang terlalu dalam sehingga mikroorganisme, seperti jamur, dapat menembus ke dalam lapisan kornea atau ruang anterior dalam waktu singkat.2.3.5.Jenis Keratitis Pascakeratoplasti1. Keratitis BakteriKeratitis bakterial jarang terjadi pada mata normal yang menyebabkan terjadinya mekanisme pertahanan alami kornea terhadap infeksi. Faktor predisposisi yang umum terjadi adalah penggunaan lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, kelainan permukaan bola mata, penyakit sistemik dan imunosupresi (Sutphin, 2008).1. Epidemiologi Keratitis Bakteri PascakeratoplastiInsiden keratitis bakterial pascakeratoplasti di negara berkembang bahkan lebih tinggi, dengan perkiraan insiden antara 100 sampai 800 per 100.000 orang per tahun. Sejumlah bakteri organisme dapat menyebabkan keratitis menular pascakeratoplasti. Staphylococcus sp. merupakan spesies yang paling sering terlihat di Kanada dan Amerika Serikat bagian timur, infeksi Pseudomonas lebih umum di Amerika Serikat bagian selatan. Streptococcus pneumoniae pernah menjadi bakteri yang paling patogen diisolasi dari keratitis bakteri. Kejadian relatif infeksi Pseudomonas dan Staphylococcus mengalami peningkatan. Infeksi kornea pascakeratoplasti juga terjadi pada pasien dengan penurunan sistem imun pada beberapa kasus, diantaranya seperti penyalahgunaan alkohol, kekurangan gizi, atau diabetes sering dikaitkan dengan Moraxella. Di negara berkembang, infeksi kornea pascakeratoplasti oleh Streptococcus tetap yang paling umum, diikuti oleh bakteri Staphylococcus dan Pseudomonas (Jeng, 2010) (Dart, 2008). 1. Etiologi Keratitis Bakteri PascakeratoplastiBeberapa bakteri, termasuk Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, Corynebacterium diphtheriae, dan Haemophylus influenzae mampu menembus epitel kornea yang masih normal, biasanya berkaitan dengan konjungtivitis yang cukup parah. Penting untuk diingat bahwa Infeksi mungkin dapat berupa polymicrobial atau didapatkan beberapa bakteri sebagai patogen, termasuk infeksi jamur. Jenis bakteri yang paling umum adalah sebagai berikut (Keenan, 2009) (Fleiszig, 2008): Pseudomonas aeruginosa yang merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk bacillus atau batang yang biasanya berasal dari saluran gastrointestinal. Bakteri ini mudah melekat pada epitel yang rusak sehingga infeksi terjadi sangat cepat. Hal ini dikarenakan bakteri tersebut menghasilkan enzim yang dapat merusak epitel kornea seperti enzim protease, lipase, elastase, dan eksotoksin yang dapat mengakibatkan ulserasi sampai nekrosis yang menghasilkan warna pekat. Ulserasi dapat meluas hingga ke perifer dan dalam waktu yang singkat dapat melibatkan seluruh kornea. Epitel kornea pada bagian perifer yang berubah dari infeksi menjadi ulkus primer biasanya berubah penampilannya menjadi abu-abu dan akan berubah lagi menjadi lendir berwarna kuning kehijauan. Keratitis yang mengalami perluasan dapat menyerang sampai ke limbus dan menghasilkan skleritis yang menular.

Gambar 9. Keratitis bakteri Pseudomonas aeruginosa (Fleiszig, 2008)

Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri gram positif dan biasanya berasal dari organ hidung, kulit dan konjungtiva. Keratitis akibat bakteri ini biasanya terlihat berwarna putih atau kekuningan. Bakteri ini cenderung muncul secara tunggal atau berpasangan berwarna krem atau abu-abu putih menyusup melalui epitel yang rusak di atasnya. Kadang-kadang beberapa abses dapat berkembang dan menyerupai lesi satelit jamur. Staphylococcus aureus cenderung menyebabkan infiltrasi yang lebih parah sampai menyebabkan nekrosis daripada bakteri Staphylococcus epidermidis. Seiring waktu keratitis yang disebabkan oleh bakteri ini dapat berkembang sampai stroma dan menyebabkan perforasi hingga nekrosis. Dapat terlihat pula hypopion dan plak pada endotel yang terkena.

Gambar 10. Defek stroma dan hypopion pada keratitis bakteri Staphylococcus (Fleiszig, 2008)

Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumonia. Streptococcus pyogenes merupakan bakteri gram positif yang berasal dari organ tenggorokan dan vagina. Sedangkan Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) merupakan bakteri gram positif yang berasal dari saluran pernapasan bagian atas. Infeksi pneumokokus dapat dengan mudah menyebar serta menghasilkan abses stroma yang mendalam, deposisi fibrin, pembentukan plak, reaksi ruang anterior yang sangat parah, hypopion, dan sinekia iris. Nekrosis sering terjadi pada jaringan kornea. Keratitis yang tidak diobati sering menyebabkan perforasi pada lapisan kornea. Infeksi Streptococcus pyogenes terjadi lebih jarang namun memiliki gambaran klinis serup. Terapi kortikosteroid jangka panjang diperkirakan memainkan peran dalam patogenesis pada keratitis bakteri ini.

Gambar 11. Infiltrasi Streptococcus pada kornea bagian sentral (Fleiszig, 2008)

1. Patogenesis Keratitis BakteriEpitel kornea dan membran Bowman bagian bawah merupakan batas masuknya organisme ke dalam stroma kornea, kecuali apabila barrier tersebut mengalami kerusakan akibat trauma. Beberapa organisme yang muncul dan masuk kedalam kornea dalam keadaan tidak adanya trauma merusak barrier tersebut dengan menggunakan enzim proteolitik atau racun lalu melisiskan penghalang jaringan pada lapisan kornea. Adanya migrasi leukosit yang masuk ke dalam limbus ke kornea yang terinfeksi akan menambah destruksi pada jaringan (Butcko, 2007).Pada penjelasan lain, dikatakan bahwa permukaan kornea biasanya dilindungi dengan baik oleh berbagai mekanisme. Kelopak mata dan bulu mata membentuk penghalang fisik untuk materi luar, dan refleks berkedip menyapu benda asing yang akan terjebak dalam air mata. Sebuah garis pertahanan kedua adalah film air mata, yang berisi bermacam-macam antimikroba dan anti-inflamasi faktor, seperti laktoferin, lisozim, beta-lisin, air mata-spesifik albumin, dan immunoglobulin A (IgA). Akhirnya, sel-sel epitel kornea dan konjungtiva memberikan penghalang melalui pertahanan ketat, molekul yang penting bagi mereka untuk sistem kekebalan (misalnya: reseptor), dan menghasilkan berbagai antimikroba peptida. Konjungtiva memberikan perlindungan tambahan dari infeksi. Konjungtiva tersebut mengandung sel mast yang ketika diaktifkan, menyebabkan pembuluh darah dilatasi dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, yang mengakibatkan produksi dari transudat antimikroba. Konjungtiva juga berisi limfoid yang terdiri dari nodul limfosit yang bertanggung jawab untuk pertahanan lokal dari antigen. Sel plasma, makrofag, dan berbagai sel T juga hadir, serta IgG, IgA, dan IgM, yang dibawa oleh pembuluh darah konjungtiva. Dalam sebagian besar kasus keratitis bakteri, setidaknya salah satu faktor risiko yang merupakan penyebab terganggunya mekanisme pertahanan dapat diidentifikasi. Kelainan menutup pada mata seperti entropion atau ektropion, paparan permukaan kornea, atau trichiasis dapat menyebabkan kerusakan epitel kornea pelindung. Produksi air mata yang buruk dapat menyebabkan pengurangan antimikroba komponen air mata dan pengeringan epitel dan kerusakan. Masalah epitel seperti keratopati bulosa, toksisitas obat, dan penyakit infeksi herpes sebelumnya dapat memungkinkan invasi dari mikroba. Penurunan sistem imun lokal dapat pula menyebabkan keratitis bakteri. Hal ini paling sering disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid topikal yang menyebabkan imunosupresi. Selain itu, keganasan, kekurangan gizi, atau luka bakar yang luas juga dapat menyebabkan hal itu, meskipun gangguan kontinuitas epitel adalah yang paling umum yang memungkinkan pembentukan infeksi kornea (Sutphin, 2008).1. Gejala Klinis dan Faktor Resiko Keratitis Bakteri PascakeratoplastiTanda dan gejala klinis keratitis bakterial bergantung kepada virulensi organisme dan durasi infeksi. Gejala klinis berupa (Bower,2011) (Butcko, 2007): Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang terlokalisir ataupun difus. Terdapat defek epitel di atas infiltrat stromal nekrotik yang berwarna putih-keabuan Terdapat kecacatan epitel terkait dengan infiltrasi yang lebih besar dan dapat meluas Edema atau abses pada stroma, lipatan membran Descemet, dan uvea di bawah epitel yang intak Edema atau pembengkakan pada konjungtiva dan kelopak mata pada kasus berat Infiltrasi yang berkembang sangat cepat ditandai dengan meluasnya hypopion Ulserasi berat dapat menyebabkan pembentukan descemetocele (apabila proses proteinase menyebabkan stromal-melting dan mengakibatkan membran Descement menonjol) dan perforasi, khususnya pada infeksi Pseudomonas aueruginosa Ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi neovaskularisasi Endophthalmitis jarang terjadi bila tidak adanya perforasi pada lapisan kornea Jaringan parut, vaskularisasi, dan kekeruhan Rasa nyeri, fotopobia, mata merah, dan mengeluarkan kotoran Pengelihatan buram atau kurang jelas

Gambar 12. Gejala klinis keratitis bakteri (a) Hypopion (b) Perforasi pada kornea(Fleiszig, 2008)

Faktor resiko yang menyebabkan keratitis bakteri, antara lain (Dart, 2008): Pemakaian lensa kontak terutama jika pemakaiannya dalam jangka waktu panjang. Hal ini merupakan faktor resiko yang sangat sering terjadi Epitel kornea yang mengalami hipoksia dan trauma minor dianggap penting karena dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam permukaan mata. Infeksi dapat terjadi pada faktor kebersihan lensa yang buruk tetapi juga dapat terjadi bahkan pada perawatan lensa kontak yang teliti Trauma bedah (terutama LASIK), telah dikaitkan dengan infeksi bakteri, termasuk oleh atypical mycobacteria Faktor-faktor lain termasuk obat imunosupresi lokal atau sistemik, penyakit diabetes mellitus, dan kekurangan asupan vitamin A.1. Diagnosis dan Diagnosis Banding untuk Etiologi Keratitis Bakteri PascakeratoplastiDiagnosis pada infeksi keratitis didasarkan terutama pada gejala klinis dan pemeriksaan fisik, tetapi konfirmasi penyebab infeksi tersebut dapat diidentifikasi dari kerokan atau usapan kornea lalu diteliti pada laboratorium (Butcko, 2007). Kerokan kornea, dimulai dengan memberhentikan pemakaian antibiotik kurang lebih 12 jam sebelum dilakukannya kerokan. Anestesi dilakukan dengan menggunakan proxymetacaine 0,5%. Kerokan diambil baik dengan pisau bedah sekali pakai, dengan ujung bengkok berdiameter lebih besar dari jarum suntik, atau menggunakan spatula steril. Cara termudah melakukan kerokan tanpa merusak permukaan gel dengan menggunakan spatula. Jika spatula steril tidak tersedia, untuk setiap sampel tunggal harus disterilkan oleh api dengan cara diusapkan pada goresan di object glass. Perlu hati-hati dalam menghapus lendir dan jaringan nekrotik dari permukaan ulkus. Swab konjungtiva mungkin bermanfaat untuk menggores kornea, terutama pada kasus yang berat. Untuk kasus keratitis akibat lensa kontak, botol larutan atau lensa kontak itu sendiri harus dikirimkan ke laboratorium untuk diidentifikasi penyebab infeksinya. Pewarnaan gram, digunakan untuk membedakan spesies bakteri menjadi Gram-positif dan Gram-negatif berdasarkan kemampuan pewarna (crystal violet) untuk menembus dinding sel. Bakteri yang mengambil atau menyerap kristal violet merupakan bakteri Gram-positif dan yang tidak menampilkan warna atau tidak menyerap warna merupakan bakteri Gram-negatif. Media harus disimpan pada ruangan dengan suhu kamar sebelum dikirim ke laboratorium.

MediaBakteri SpesifikKeterangan

Media Agar DarahBakter dan jamur, kecuali Neisseria sp., Haemophilus sp., dan Moraxella

5-10% menggunakan darah kuda dan domba

Media Agar CoklatBakteri pilihan, khususnya Haemophilus influenza, Moraxella, dan Neisseria sp. Media agar darah dimana sel-sel telah mengalami pemanasan, tidak mengandung coklat

Media Agar SabouraudSpesies jamur Ph rendah dengan menggunakan antibiotik (mis: kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri

Media Agar Non-nutrien dengan bakteri E. coliAcanthamoebaE. coli merupakan makanan bagi Acanthamoeba

Media Lwenstein-JensenMycobacteria dan Nocardia Berisi berbagai nutrisi beserta inhibitor pertumbuhan bakteri

Kaldu daging yang dimasakBakteri anaerob (mis: Propionibacterium acnes)Dikembangkan dari Perang Dunia I untuk pertumbuhan mikroorganisme anaerob

Tabel 1. Media kultur pada sediaan kerokan kornea(Butcko, 2007)

Laporan Sensitivitas dikirim kurang lebih 1 atau 2 hari, 7 hari hingga mencapai 2 minggu. Ketika menentukan tes sensitifitas obat untuk mikroorganisme yang terisolasi, hasilnya dapat dilaporkan sebagai berikut: Suspectible, menunjukkan bahwa mikroorganisme sensitif terhadap dosis normal antimikroba Intermediate, menunjukkan bahwa mikroorganisme mungkin peka terhadap dosis tinggi antimikroba. Resistant, berarti bahwa mikroorganisme tidak sensitif terhadap antimikroba pada dosis yang diujikan.

Gambar 13. Diagnosis keratitis bakteri (a) Kerokan Kornea (b) Media kultur yang digunakan untuk pemeriksaan (c) Gambaran mikroskopis bakteri gram positif (S. aureus) (d) Gambaran mikroskopis bakteri gram negatif (P. aeruginosa) (e) Pertumbuhan bakteri S. aureus pada Media Agar Darah (f) Pertumbuhan N. gonorhoeae pada Media Agar Coklat(Butcko, 2007)

Adapun diagnosis banding untuk keratitis bakteri antara lain:Infeksi Non-infeksi

Infeksi bakteriKerusakan epitel kronis

Infeksi jamurPenyakit autoimun (mis: Rheumatoid arthritis)

Infeksi parasit (mis: Acanthamoeba, Microsporidiosis, dan Onchocerciasis)Infiltrasi akibat lensa kontak

Infeksi virus (mis: Herpes simplex virus, Varicella zoster virus, Epstein-Barr virus, Measles, dan Mumps)Keratokonjungtivitis vernal

Infeksi sifilisToksisitas akibat obat-obatan

Pelaksanaan anastesi

Xeropthalmia

Keratomalasia

Tabel 2. Diagnosis banding keratitis bakteri(Butcko, 2007)

1. Pengobatan Keratitis Bakteri PascakeratoplastiKeputusan dalam pengobatan hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut, diantaranya: pengobatan intensif mungkin tidak diperlukan untuk infiltrat yang kecil yang secara klinis masih steril dan mungkin masih dapat diobati dengan antibiotik atau steroid topikal dosis rendah dalam frekuensi yang singkat, penghentian sementara pada pemakaian lensa kontak dalam masa pemulihan, bakteri penyebabtidak dapat diidentifikasi dengan hanya melihat penampilan dari infeksi atau ulkus pada kornea saja, dan pengobatan empiris spektrum luas dapat dimulai sebelum hasil laboratoium keluar (Cohen, 2009).Terapi Lokal:Terapi topikal terdiri dari antibiotik spektrum luas yang meliputi pengobatan untuk bakteri yang paling umum. Awalnya berangsur-angsur diberikan pada waktu siang dan malam selama 24-48 jam, dan kemudian dikurangi secara perlahan sesuai dengan gejala klinis (Wagoner, 2007).1. Antibiotik monoterapi, memiliki keuntungan yang lebih besar daripada multiterapi yaitu mengurangi toksisitas obat agar lebih nyaman. Golongan fluorokuinolon yang tersedia merupakan pilihan untuk monoterapi empiris dan merupakan terapi yang efektif Ciprofloxacin atau ofloxacin digunakan di beberapa negara di mana terdapat resistensi yang belum teridentifikasi terhadap generasi sebelumnya yaitu fluorokuinolon. Ciprofloxacin dikaitkan pula dengan endapan kornea yang berwarna putih yang dapat menghambat penyembuhan pada epitel kornea Moksifloksasin dan gatifloxacin adalah generasi baru dari fluorokuinolon yang dapat diindikasikan dalam kasus-kasus resisten terhadap obat generasi sebelumnya. Keduanya memiliki keefektifan yang lebih baik terhadap bakteri Gram-positif. Selain itu, moksifloksasin memiliki kemampuan untuk penetrasi ke ocular superior.1. Antibiotik multiterapi mungkin lebih disukai sebagai pengobatan empiris lini pertama, terutama pada penyakit yang aktif, pada hasil gambaran mikroskop yang menunjukkan adanya bakteri Streptococcus atau mikroorganisme tertentu yang dapat diobati secara lebih efektif oleh rejimen yang disesuaikan. Multiterapi biasanya melibatkan kombinasi dari dua antibiotik, yaitu sefalosporin dan aminoglikosida, untuk melawan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Antibiotik ini tidak tersedia secara komersial dan harus khusus dipersiapkan Masalah antibiotik biasanya terkait dengan tingginya biaya, ketersediaan yang terbatas, risiko kontaminasi, dan kebutuhan untuk pendinginan agar menjaga suhu antibiotik tersebut.1. Antibiotik subkonjungtiva hanya diindikasikan jika terdapat minimnya kepatuhan dalam menggunakan antibiotik topikal1. Obat tetes mata yang berfungsi dalam midriasis pupil (cyclopentolate 1%, 2% atau homatropin atropin 1%) digunakan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior dan untuk mengurangi rasa sakit1. Steroid, para pendukung berpendapat bahwa steroid mengurangi peradangan pada kornea, meningkatkan kenyamanan, dan meminimalkan terbentuknya jaringan parut pada kornea. Namun, bukti bahwa steroid dapat meningkatkan hasil visual akhir belum dapat dipastikan. Steroid dapat menghambat epitelisasi dan harus segera dihindari pemakaiannya jika terdapat penipisan yang signifikan atau terhambatnya penyembuhan pada epitel kornea. Sediaan bervariasi dari keefektifan minimal pada frekuensi rendah; untuk deksametason 0,1% setiap 2 jam, sediaan yang biasanya dipakai adalah prednisolon 0.5-1%. Penghentian dini penggunaan steroid dapat menyebabkan kambuhnya peradangan.Antibiotik SistemikAntibiotik sistemik Antibiotik sistemik biasanya tidak diberikan, tetapi mungkin disesuaikan pemakaiannya dalam situasi berikut, diantaranya (Wagoner, 2007):1. Potensi keterlibatan sistemik seperti: Infeksi Neisseria meningitidis, di mana profilaksis awal sistemik mungkin akan menyelamatkan nyawa. Pengobatannya dengan benzilpenisilin intramuskular, ceftriaxone atau sefotaksim, atau dengan ciprofloxacin oral. Infeksi Haemophylus influenzae harus ditangani dengan amoksisilin oral dan asam klavulanat Infeksi Neisseria gonorrhoeae memerlukan cefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone1. Menipis lapisan kornea dengan potensi terjadinya perforasi Dapat diberikan obat ciprofloxacin sebagai antibakteri Golongan tetrasiklin (misalnya doksisiklin 100 mg) sebagai antikoagulasi1. Kemampuan sklera dalam menerima obat dalam bentuk oral atau intravena.MikroorganismeAntibiotikKonsentrasi

Bakteri Gram-positif kokusCefuroxime

Vancomycin Teicoplanin

0,3%5%1%

Bakteri Gram-negatif batangGentamicin Fluoroquinolone Ceftazidime1,5%0,3%5%

Bakteri Gram-negatif kokusFluoroquinoloneCeftriaxone 0,3%5%

MycobacteriaAmikacin Clarithromycin 2%1%

NocardiaAmikacin Trimethorim +Sulphamethoxazole2%1,6%8%

(Terapi Empiris)Fluoroquinolone (monoterapi)Cefuroxime +Gentamicin(multiterapi)0,3%

5%1,5%

Tabel 3. Antibiotik untuk pengobatan keratitis bakteri(Wagoner, 2007)

Terapi Bedah Keratitis pascakeratoplasti yang tidak dapat dimanajemen dengan terapi medikamentosa dan terapi lain dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya pengobatan bedah dengan melakukan tehnik keratoplasti ulang. Pada kasus ini ahli bedah hendaknya melakukan identifikasi terkait masalah keratitis pasien agar dapat mengurangi komplikasi yang lebih luas pada keratoplasti yang dilakukan kedua kalinya tersebut.1. Prognosis Keratitis Bakteri Pasca KeratoplastiHasil visus pada keratitis bakteri pascakeratoplasti sangat bervariasi. Pasien dengan visus yang buruk pada diagnosis akan memiliki visus yang semakin buruk setelah keratitis bakteri yang tidak diterapi hingga menjadi ulkus. Infiltrat yang relatif kecil yang tidak melibatkan kornea bagian sentral mungkin akan meninggalkan jaringan parut yang hanya samar-samar dilihat pada pemeriksaan slit-lamp, ulserasi yang lebih luas dan infiltrasi yang menybar dapat mengakibatkan jaringan paut tidak teratur. Meskipun cenderung akan memudar seiring waktu, jaringan parut yang tersisa dapat melemahkan pengelihatan. Bekas luka yang lebih dalam membutuhkan tehnik bedah kornea dengan Penetrating Keratoplasty atau Deep Anterior Lamellar Keratoplasty. Peradangan kornea dapat menyebabkan neovaskularisasi dan dapat dibantu dengan terapi kortikosteroid. Inflamasi pada mata juga dapat menyebabkan pembentukan sinekia, peningkatan tekanan intraokular, dan katarak (American Academy of Ophthalmology, 2011).2) Keratitis Mikotik atau Keratitis JamurKeratitis mikotik merupakan istilah umum untuk infeksi kornea yang disebabkan oleh berbagai macam jamur. Kondisi ini biasanya dimanifestasikan oleh peradangan kornea yang parah, pembentukan ulkus kornea, dan hypopion, dengan kehadiran hifa jamur dalam lapisan stroma kornea (Tuft SJ, 2009). Keratitis jamur akibat dari pelaksanaan tranplantasi kornea disebabkan oleh bahan donor yang terkontaminasi atau infeksi intraoperatif dengan mikroba jamur. Infeksi tersebut dapat juga berkembang pasca operasi karena faktor predisposisi tertentu (Hedayati, 2007).1. Epidemiologi Keratitis Jamur PascakeratoplastiDalam hal ini, keratitis mikotik pascakeratoplasti bisa mencapai lebih dari 50% dari semua pasien dengan yang terbukti terserang keratitis mikroba, terutama di lingkungan tropis dan subtropis. Kondisi ini ternyata terjadi lebih sering di negara berkembang (misalnya Cina dan India). Keratitis mikotik terkait dengan memakai lensa kontak dapat juga meningkat. Sebuah peningkatan yang signifikan secara statistik dalam frekuensi relatif pada penderita keratitis mikotik selama bertahun-tahun (1997-2007) tercatat di Mesir; kenaikan ini ditemukan berkorelasi secara signifikan dengan kenaikan suhu minimum dan kelembaban atmosfer maksimum di Kairo selama periode yang sama (Saad-Hussein, 2011).1. Etiologi Keratitis Jamur PascakeratoplastiSebagian besar kasus keratitis jamur pascakereatoplasti disebabkan oleh Candida sp. Agen penyebab lainnya adalah Cladosporium sp., Cryptococcus sp., dan Aspergillus sp. Meskipun keratitis yang disebabkan oleh Aspergillus telah dilaporkan, tidak adanya laporan tentang ulserasi yang disebabkan oleh Aspergillus flavus pasca Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) (Tuft SJ, 2009). Jamur merupakan kelompok mikroorganisme yang memiliki dinding yang kaku dan inti yang berbeda dengan beberapa kromosom yang mengandung baik DNA dan RNA. Keratitis jamur pasca keratoplasti sangat langka pada negara-negara beriklim tetapi merupakan penyebab utama kebutaan di negara-negara tropis dan negara berkembang. Dua jenis utama jamur yang menyebabkan keratitis adalah (Dart, 2008):1. Jamur berfilamen (filamentous fungi), bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari: Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.1. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.1. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedangkan pada media pembiakan membentuk miselium: Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

1. Patogenesis Keratitis JamurHifa jamur cenderung masuk ke stroma kornea secara paralel ke lapisan lamellar kornea.Mungkin terdapat nekrosis koagulatif pada stroma kornea yang meluas dengan disertai edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah dari pusat ulkus. Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior (Tuft SJ, 2009).1. Gejala Klinis dan Faktor Resiko Keratitis Jamur PascakeratoplastiGejala keratitis jamur umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Gejala awal dapat berupa rasa mengganjal di mata dengan peningkatan rasa nyeri. Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan dengan menggunakan slit-lamp juga umum ditemukan pada keratitis mikrobial seperti supurasi, injeksi konjungtiva, defek epitel kornea, infiltrasi stroma, reaksi radang di bilik mata depan atau hipopion. Tampilan pigmentasi coklat dapat mengindikasikan infeksi oleh jamur. Keratitis jamur juga dapat memiliki tampilan epitel yang intak dengan infiltrat stroma yang dalam . Walaupun terdapat tanda-tanda yang cukup khas untuk keratitis jamur, penelitian klinis gagal membuktikan bahwa pemeriksaan klinis cukup untuk membedakan keratitis jamur dan bakterial (Tuft SJ, 2009). Gejala klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur filamentosa adalah sebagai berikut (Dart, 2008): Infiltrasi stroma berwarna abu-abu atau putih kekuningan Infiltrasi progresif seringkali dengan lesi satelit Formasi cincin di sekeliling ulkus Perkembangan cepat dengan diikuti nekrosis dan penipisan lapisan kornea Penetrasi dari membran Descemet utuh mungkin dapat terjadi dan menyebabkan endophthalmitis tanpa perforasi Ulkus kornea yang bercabang Batas luka yang iregular dan seperti kapas Permukaan yang kering dan kasar Selain itu, terdapat gejala klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur Candida sp. antara lain (Dart, 2008): Infiltrat supuratif yang padat serta berwarna putih kekuningan Terlihat pula badan Collar

Gambar 14. Gejala klinis pada keratitis yang disebabkan oleh jamur berupa ulkus kornea (a) Gejala yang disebabkan oleh Candida sp. (b) Gejala berupa lesi satelit dan gambaran hypopion(Dart, 2008)

Faktor resiko yang umum terjadi adalah sebagai berikut (Tuft SJ, 2009): Penyakit permukaan mata kronis Penggunaan jangka panjang steroid topikal (sering bersama dengan pemakaian lensa kontak sebelum dilakukannya transplantasi kornea) Penggunaan imunosupresi sistemik Penyakit diabetes mellitus Keratitis jamur juga dapat berhubungan dengan trauma yang melibatkan tanam-tanaman, aktivitas berkebun, dan alat-alat pertanian Pengguna lensa konta dalam jangka waktu panjang yang dikaitkan dengan larutan pembersihnya Konjungtivitis vernal atau alergika Ulkus kornea neurotrofik yang disebabkan oleh virus Varicella zoster atau Herpes simplex, dan pelaksanaan terapi keratoplasti Untuk pasien keratoplasti adalah masalah jahitan, penggunaan steroid topikal dan antibiotik, penggunaan lensa kontak, dan defek epitel persisten Penyakit sistemik juga merupakan faktor risiko bagi terjadinya keratitis jamur, terutama yang berkaitan dengan imunosupresi. Pasien yang menderita penyakit kronik dan menjalani perawatan rawat inap intensif juga memiliki faktor resiko untuk terjadinya keratitis jamur, terutama Candida sp. Pada suatu penelitian di Afrika ditemukan bahwa pasien yang HIV-positif memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita keratitis jamur dibandingkan pasien yang HIV-negatif. Hal ini juga ditemukan pada pasien penderita kusta.1. Diagnosis dan Diagnosis Banding untuk Etiologi Keratits Jamur PascakeratoplastiDiagnosisSampel untuk pemeriksaan laboratorium harus diperoleh sebelum memulai pemakaian terapi antijamur1. Pewarnaan Pewarnaan Gram dan Giemsa, kesensitifan keduanya mencapai 50% Periode Schiff-acid (PAS) dan Grocott-Gomori methenamine-silver (GMS) juga dapat digunakan, namun lebih sering dilakukan pada bagian histologis

1. Kultur Kerokan kornea harus disebar pada media agar Sabouraud, meskipun sebagian besar jamur juga akan tumbuh pada media agar darah atau media pengayaan Jika terdapat pemakaian lensa kontak, lensa kontak harus ikut dikultur1. BiopsiBiopsi kornea ditunjukkan dengan tidak adanya perbaikan klinis setelah 3-4 hari dan jika tidak ada pertumbuhan yang berkembang dari kerokan kornea setelah seminggu observasi. Sekitar 2-3 mm blok harus diambil, dengan menggunakan teknik yang sama dengan blok eksisi sklera pada pelaksanaan trabekulektomi. Blok dipotong dan dikirim untuk dikultur dan analisis histopatologi1. Confocal Microscopy, jarang tersedia tetapi memungkinkan untuk identifikasi jamur secara in vivo.

Gambar 15. Diagnosis pada keratitis jamur (a) Pseudohifa pada pewarnaan gram Candida sp. (b) Pewarnaan dengan GMS menunjukan adanya jamur Aspergillus sp.(Dart, 2008)

Diagnosis BandingDiagnosis banding meliputi infeksi kornea akibat bakteri, virus dan keratitis Acanthamoeba. Perlu diingat bahwa infeksi bakteri terkadang mungkin hadir, terutama pada organisme atipikal. Hal ini penting untuk berhati-hati pada koinfeksi, termasuk dengan spesies jamur tambahan (Tuft SJ, 2009).1. Pengobatan Keratitis Jamur PascakeratoplastiPerbaikan mungkin berjalan lambat bila dibandingkan dengan infeksi akibat bakteri pascakeratoplasti (Flor, 2012). Penghapusan epitel di atas lesi mungkin meningkatkan penetrasi agen antijamur. Mungkin juga dapat membantu untuk secara teratur mengeluarkan lendir dan jaringan nekrotik dengan menggunakan spatula. Pengobatan topikal awalnya harus diberikan per jam untuk 48 jam dan kemudian dikurangi sesuai gejala klinis karena kebanyakan antijamur hanya fungistatik. Pengobatan harus dilanjutkan selama minimal 12 minggu Infeksi oleh Candida sp. diobati dengan amfoterisin B 0,15% atau econazole 1%; terapi alternatif misalnya natamycin 5%, flukonazol 2%, dan clotrimazole 1%. Infeksi filamentosa diobati dengan natamycin 5% atau econazole 1%; terapi alternatifnya adalah amfoterisin B 0,15% dan miconazole 1%. Antibiotik spektrum luas juga harus dipertimbangkan untuk mengatasi atau mencegah co-infeksi bakteri Flukonazol subkonjuntiva dapat digunakan dalam kasus berat Antijamur sistemik dapat diberikan pada kasus yang berat, ketika lesi berada di dekat limbus atau dicurigai endophthalmitis. Pilihan lain termasuk vorikonazol 400 mg dilanjutkan untuk satu hari kemudian dengan dosis 200 mg, itraconazole 200 mg setiap hari, lalu dikurangi menjadi 100 mg sehari, atau flukonazol 200 mg Golongan Tetrasiklin (misalnya doxycycline 100 mg) mungkin diberikan untuk memberikan efek antikoagulasi ketika ada penipisan secara signifikan Keratektomi superficial efektif untuk multi-lesi Terapi keratoplasti atau transplantasi kornea (Penetrating Keratoplasty atau Deep Anterior Lamellar Keratoplasty) dilakukan jika terapi medis tidak efektif atau memperbaiki perforasi pada kornea.1. Prognosis Keratitis jamur PascakeratoplastiPrognosis keratitis jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi serta organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang baik terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera maupun intraokular lebih sulit untuk ditangani. Suatu penelitian intervensional prospektif mengevaluasi terapi natamisin topikal pada 115 pasien keratitis jamur. Pada penelitian tersebut, 52 pasien mengalami keberhasilan terapi, 27 menderita ulkus yang pulih walaupun lambat, dan 36 mengalami kegagalan terapi. Analisis memperlihatkan bahwa kegagalan terapi berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih dari 14 mm2, adanya hipopion, dan Aspergillus sp. sebagai organisme penyebab. Jika penanganan medis gagal, dapat dilakukan tindakan bedah (Tuft SJ, 2009).3) Keratitis VirusKeratitis yang disebabkan oleh virus relatif jarang terjadi setelah keratoplasti. Virus Herpes simplex virus terbanyak yang menyebabkan keratitis. Keratitis virus pasca keratoplasti berkembang tanpa riwayat klinis pada hospes. Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi pada 2 tahun pertama setelah transplantasi. Trauma bedah, pada penghapusan jahitan, kortikosteroid topikal gunakan, dan reaksi imun mungkin disebabkan endogen yang reaktivasi pada pasien ini. Penting untuk dokter untuk menyadari kemungkinan keratitis herpes pada mata setelah keratoplasti, bahkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat keratitis virus. Penjelasan lain untuk keratitis herpes epitel pada pasien tanpa riwayat infeksi yang menjalani transplantasi kornea adalah kemungkinan penularan virus melalui kornea pendonor. Dalam sebuah studi terpisah, DNA pada virus Herpes simplex tipe 1 diisolasi dari kornea donor sebelum dan setelah keratoplasti untuk menunjukkan transmisi dari virus ini melalui transplantasi (Tan DT, 2012)

BAB IIIKERATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI PADA PELAKSANAAN TERAPI KERATOPLASTI DITINJAU DARI ISLAM

3.1.Keratitis Menurut Pandangan IslamMata diciptakan agar manusia dapat mendapatkan petunjuk di dalam kegelapan. Dengan perantara mata manusia dapat menyaksikan keindahan alam, melihat segala macam yang diciptakan oleh Allah SWT yang semua itu merupakan pertanda dari ayat-ayat keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Oleh karena itu, begitu besarnya kenikmatan yang diperoleh melalui mata, maka hal ini wajib untuk disyukuri. Yang demikian dimaksudkan agar dapat selamat dari segala kemudharatan atau pun kemaksiatan yang dapat dilakukan oleh mata, yang akibatnya akan sangat merugikan diri sendiri. Hendaklah kita sadar dan menyadari, serta selalu memikirkan rahasia mata yang dititipkan oleh Allah untuk hamba-Nya. Pada dasarnya, Islam telah memberikan tuntunan terhadap kita dalam menggunakan atau memanfaatkan organ mata. Allah SWT telah memerintahkan mata digunakan untuk hal-hal yang mengarah kepada kebaikan (Anonim A, 2014).Mata juga disebutkan merupakan salah satu panca indera terpenting yang diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Mata manusia merupakan bentuk yang sangat menonjol tentang ciptaan-Nya yang jelas kesempurnaannya. Supaya mata dapat melihat, semua bagiannya harus bekerja sama secara serasi dan selaras. Misalnya, jika mata kehilangan kelopak tetapi masih mempunyai semua bagian lain seperti, kornea, retina, bola mata, lensa, khoroid, dan kelenjar air mata maka akan tetap mengakibatkan kerusakan yang amat fatal dan dapat segera kehilangan fungsi penglihatannya. Begitu pula jika produksi air mata berhenti, maka mata akan segera kering dan menjadi sulit untuk melihat atau dapat mengalami kebutaan walaupun organ lain masih ada dan sehat (Shihab, 2012).Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk menggunakan mata dalam memperoleh petunjuk dalam kegelapan, untuk memperoleh pertolongan dalam menuntut segala hajat dalam mengarungi kehidupan, dan untuk melihat dan menyaksikan segala keindahan yang telah Allah SWT ciptakan baik keindahan yang ada di langit maupun di bumi. Selanjutnya, agar kita dapat mengambil pelajaran dari pengetahuan tentang kekuasaan, keagungan, dan kebesaran Allah SWT (Anonim A, 2014)Didalam Al-Quran dijelaskan beberapa fungsi aspek jismiyyah (fisik), yang dalam hal ini adalah mata, yang membantu cara kerja aspek psikis lainnya (Yunus, 2012):1) Kulit (al-jild) sebagai alat peraba (al-lams)2) Hidung (al-anf) sebagai alat penghidu (al-shummu)3) Telinga (al-udhun) sebagai alat pendengaran (al-sam)4) Mata (al- ayn) sebagai alat penglihatan 5) Lidah (lisan), kedua bibir (al-shafatayn) dan mulut (al-famm) sebagai alat pengucapan (al-qawl) yang berguna untuk memperoleh dan menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuanDi dalam ajaran Rasulullah SAW juga hendaknya kita selalu menjaga dan memelihara organ tubuh, terutama mata dari empat perkara, yaitu: jangan digunakan untuk melihat orang lain yang bukan mahram, jangan digunakan untuk melihat ragam keindahan bentuk dan rupa yang dapat menimbulkan syahwat, jangan digunakan untuk melihat dan memandang orang Islam dengan nada sinis dan meremahkan, dan yang terakhir jangan digunakan untuk melihat orang lain yang dapt menimbulkan ketakutan bagi mereka (Anonim A, 2014).Manusia hendaknya bersyukur dianugerahi oleh Allah SWT mata yang sangat berguna dalam keberlangsungan hidup manusia, sesuai dengan firman Allah SWT:

Artinya: Katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur (Q.S. Al-Mulk (67): 23).Dari dalil diatas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT menciptakan kita sebagai manusia secara utuh dan hendaknya kita sebagai manusia wajib bersyukur kepada-Nya, tetapi hanya sedikt manusia yang merasakan syukur atas pemberian Allah SWT tersebut.Tubuh dalam pandangan Islam memiliki karakteristik yang penting bagi manusia. Tubuh adalah tempat beradanya panca indera manusiatermasuk di dalamnya terdapat mata, sehingga dengannya manusia dapat melihat. Melalui bantuan mata sebagai panca indera, manusia dapat melihat dan membaca ayat-ayat dan tanda-tanda yang terdapat di alam semesta ini (Yunus, 2012).Terdapat ayat-ayat yang menyatakan kesempurnaan ciptaan-Nya yang mengandung kebesaran-kebesarannya yang sangat nyata yang dapat dilihat oleh manusia sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, sehingga ternyata jelas kepada mereka bahwa Al-Quran adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Q.S. Fussilat (41): 53).Penglihatan pada mata manusia dapat melihat kebesaran Allah SWT yang diciptakan dengan seimbang tanpa cacat, seperti langit, lautan, dan seluruh alam semesta ini. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

Artinya: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah (Q.S. Al-Mulk (67): 3-4).Sesuai ayat diatas, disimpulkan bahwa Allah SWT menciptakan seluruh ciptaan-Nya tidak ada yang dibuat tidak sempurna dan tidak seimbang. Maka Allah SWT tselalu memuliakan seluruh ciptaan-Nya termasuk dalam menciptakan manusia.Pandangan disini mengisyaratkan peranan jasad terutama panca indera sebagai sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Islam memandang panca indera sebagai nikmat yang diberikan kepada Allah SWT kepada hamba-Nya, mengingat posisinya sebagai sumber ilmu pengetahuan berdasarkan keterangan dalam Al-Quran. Namun manusia harus berhat-hati menggunakan matanya karena mata merupakan pintu pertama yang dimasuki oleh syaitan. Setiap perbuatan yang manusia lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT (Yunus, 2012). Sebagaimana fijelaskan dalam firman Allah SWT:

Artinya:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggung jawabannya (Q.S. Al-Isra (17): 36).Kesimpulan dari ayat di atas adalah bahwa semua yang diberkan oleh Allah SWT kepada kita sebagai manusia, termasuk pengelihatan, akan dimintai pertanggung jawabannya kelak pada hari perhitungan setelah hari kiamat. Manusia harus memanfaatkan dengan benar apa yang sudah Allah SWT percayakan kepada kita untuk menggunakannya.Dijelaskan pula pada Surah As-Sajdah (32): 9 bahwa mata merupakan salah satu panca indera paling utama.

Artinya: Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia Menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi kamu sedikit sekali bersyukur (Q.S. As-Sajdah (32): 9).Pada ayat di atas, dikatakan bahwa mata merupakan penyempurnaan dari ciptaan Allah yang dapat digunakan sebagai indera penglihatan. Tetapi masih sangat sedikit manusia yang pandai bersyukur atas apa yang telah Allah berikan, termasuk kenikmatan dalam melihat keindahan ciptaan-Nya yang lain.Al-Quran juga menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan mata sebagai penglihatan dan lainnya agar manusia dapat bersyukur, peran dan fungsi panca indera ini terdapat dalam firman Allah SWT:

Artinya: Dan Allah yang telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan toidak mengetahui apa-apa, lalu Dia Menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan akal supaya kamu bersyukur (Q.S. An-Nahl (16): 78).Ayat di atas juga menjelaskan bahwasanya Allah melengkapi seluruh ciptaan-Nya, dalam hal ini menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna yang dilengkapi dengan penglihatan, pendengaran, dan akal agar manusia lebih meningkatkan lagi rasa syukurnya kepada Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT.Mata dapat memberikan keuntungan yang luar biasa sehingga manusia harus dapat menjaga indera matanya agar tidka melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Terdapat salah satu perinta yang ditujukan untuk kebaikan orang mukmin, apabila melihat sesuatu yang diharamkan ia dapat melalaikan diri dalam mengingat Allah dan membangkitkan hawa nafsu. Dengan mengawasi mata dalam memandang hal-hal haram maka akan dapat membangkitkan hati untuk melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Orang yang beriman senantiasa menjaga dan membentengi matanya dalam melihat sesuatu yang termasuk dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Satu keuntungan orang yang berhasil mengawasi indera matanya adalah dapat menikmati kesehatan jiwa karena terselamatkan dari rayuan dan tipu daya muslihat yang dapat menggoyahkan hatinya (Halim, 2013). Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

Artinya: Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatann mereka. Yang demikian itu lebih suci dari mereka. Sesungguhnya Allah amat demikian suci bagi mereka; Sesungguhnya Allah amat mendalam pengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan (Q.S. An-Nur (24): 30).Berdasarkan yang diuraikan di atas, manusia dalam penciptaan-Nya dilengkapi dengan panca indera, diantaranya adalah mata yang berfungsi sebagai alat penglihatan. Segala kejadian alam yang merupakan tanda-tanda kekuasaan dan keberan Allah SWT. Sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT hendaknya bersyukur dengan apa yang sudah Allah SWT berikan, dalam hal ini adalah organ mata yang sempurna. Cara bersyukur dengan menggunakan indera penglihatan tersebut untuk melihat yang dihalalkan atau sesuatu yang dibolehkan oleh Allah SWT untuk melihatnya, serta berpaling dari penglihatan yang tidak dianjurkan atau yang diharamkan oleh Allah SWT. Dan juga hendaknya merawat dan menjaga mata sebagai suatu amanah yang diberikan oleh Allah SWTKeratitis merupakan infeksi pada mata dengan gambaran klinis berupa nyeri hebat akibat radial neuritis, mata merah dan fotofobia, serta mata mengeluarkan sekret berupa mucus cair maupun kental. Jika tidak didiagnosis secara dini dan mendapatkan terapi yang adekuat dapat terjadi ulserasi epitel kornea dengan infiltrat pada stroma. Jika penyakit terus berlangsung, akan mengakibatkan terjadinya perforasi kornea dan pembentukan infiltrat berbentuk cincin, dan pada akhirnya dapat mengakibatkan hilangnya fungsi penglihatan (Khan, 2009).Kesehatan adalah rahmat Allah SWT yang sangat besar, oleh karena itu agama Islam sangat menekankan agar manusia menjaga kesehatan, juga menjaga setiap penyebab yang dapat menjadikannya menderita sakit. Datangnya penyakit umumnya disebabkan oleh kesalahan dalma mengatur pola makan, tidak menjaga kebersihan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan ketidak hati-hatian pada berbagai sarana medis. Mengedepankan pola hidup sehat, seperti anjuran tentang menjaga kesehatan, kebersihan, pola makan, menjaga kehormatan dari perbuatan keji, menjauhkan diri dari mengkonsumsi khamr serta berbagai zat adiktif dan lain-lain (Zuhroni, 2012).Allah SWT menurunkan penyakit kepada manusia sebagai tanda bahwa Ia sedang menguji hamba-Nya. Seorang muslim hendaknya bersabar ketika Allah SWT sedang mengujinya. Sesuai dengan firman Allah SWT:

Artinya: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu (Q.S. Muhammad (47): 31).Dari dalil di atas, kesimpulan yang dapat kita ambil adalah bahwa Allah SWT akan menguji hamba-Nya yang berjihad dijalan-Nya serta bersabar pada setiap masalahnya. Dalam hal ini, keratitis atau penyakit mata lainnya merupakan cara Allah SWT menguji hamba-Nya supaya dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT. Mengenai keratitis, Allah SWT mengatakan bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Allah SWT memberi penyakit, Allah SWT juga telah menetapkan obat ataupun penawarnya, kecuali penyakit tua. Begitu juga dengan harapan untuk hidup ataupun untuk sembuh pada setiap penyakit, baik sakit fisik, mental, ataupun yang berkaitan dengan hati juga ada penawarnya (Ramli, 2009). Bagi muslim hendaknya bersabar dan bertawakkal untuk kesembuhan dirinya, untuk masalah kesembuhannya itu merupakan kuasa Allah SWT, sesuai dengan firman Allah:

Artinya: Dan apabila aku sakit, Dialah (Al