bab 1-4

62
Op poenya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu trauma yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala, karena sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga kepala. Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh. Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi yang diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing individu. Dari 1

description

cedera kepala

Transcript of bab 1-4

Page 1: bab 1-4

Op poenya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan berkembangnya teknologi di berbagai bidang kehidupan, tidak

berarti bahwa resiko tinggi kecelakaan pada manusiapun tidak ada. Banyak

kecelakaan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas sehari-hari. salah satu

trauma yang memiliki tingkat resiko paling tinggi ialah resiko cedera kepala,

karena sangat berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang berada di rongga

kepala.

Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah

injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang

hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma

disebabkan oleh  kondisi klien yang memburuk secara progresif  akibat 

perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi

surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini.

Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh

berbagai kegagalan sistem tubuh.

Data statistik menunjukkan bahwa tingkat trauma kepala sangat tinggi

yang diakibatkan sebagai akibat kurang kewaspadaan dari masing-masing

individu. Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat 49% disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas (sepeda motor) dan jatuh merupakan penyebab ke

dua (keperawatan kritis, Hudak & Gallo) serta dua kali lebih besar pada pria

dibandingkan wanita sedangkan di Indonesia belum ada penelitian yang

menunjukkan presentasi kematian yang diakibatkan oleh cedera kepala, tetapi

dari pengamatan yang dilakukan banyak kasus cedera kepala disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas.

Cedera kepala ringan pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas

sehingga masyarakat tidak langsung mencari bantuan medis, padahal sekecil

apapun trauma di kepala bisa mengakibatkan gangguan fisik, mental bahkan

kematian. Untuk mengantisipasi keadaan di atas maka masyarakat harus diberi

penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap trauma

1

Page 2: bab 1-4

Op poenya

kepala. Peran dari berbagai pihak seperti kepolisian sangat penting karena

kecelakaan terjadi biasanya didahului dengan pelanggaran lalu lintas, sehingga

pendidikan, tata tertib di jalan raya perlu ditingkatkan.

Oleh karena itu peran perawat tidak kalah pentingnya dalam penanganan

trauma kepala karena perawat bisa melakukan penyuluhan maupun tindakan

observasi untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh cedera

kepala.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari cedera kepala?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada cedera kepala?

3. Bagaimanakah etiologi dari cedera kepala?

4. Bagaimanakah patofisiologi dari cedera kepala?

5. Bagaimanakah woc dari cedera kepala?

6. Apa-apa sajakah manifestasi klinis dari cedera kepala?

7. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan dari cedera kepala?

8. Apa-apa sajakah pemeriksaan penunjang dari cedera kepala?

9. Bagaimanakah penatalaksanaan dari cedera kepala?

10. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dari cedera kepala?

11. Bagaimanakah asuhan keperawatan terhadap kasus cedera kepala?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari cedera kepala.

2. Mengetahui anatomi dan fisiologi pada cedera kepala.

3. Mengetahui etiologi dari cedera kepala.

4. Mengetahui patofisiologi dari cedera kepala.

5. Mengetahui woc dari cedera kepala.

6. Mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala.

7. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari cedera kepala.

8. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari cedera kepala.

2

Page 3: bab 1-4

Op poenya

9. Mengetahui penatalaksanaan dari cedera kepala.

10. Mengetahui penatalaksanaan medis dari cedera kepala.

11. Mengetahui asuhan keperawatan terhadap kasus cedera kepala.

3

Page 4: bab 1-4

Op poenya

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat

kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif,dkk ,2000)

Cedera kepala adalah Suatu gangguan trauma fungsi yang disertai

pendarahan interstisial dalam sub stansi otak tampa diikuti terputusnya

continuitas otak (R. Samsuhidayat, dkk, EGC, 1997)

Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari

fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalm

substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin,

2008, hal 270-271)

Cedera Kepala (terbuka & tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak Cranio

serebri

(geger), Kontusio (memar) atau Laserasi & perdarahan serebral

(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral batang otak). Trauma primer

terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi atau

deselerasi otak). Trauma sekunder akibat trauma syaraf (mil akson) yang

meluas hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik

(Doengoes,1993)

4

Page 5: bab 1-4

Op poenya

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi kepala

Tengkorak terbagi atas:

a) Tengkorak Otak

Tengkorak otak menyelubingi otak dan alat pendengar. Tengkorak

otak terdiri dari :

a. Kubah tengkorak

Kubah tengkorak yang berbentuk cembung menyelubungi

rongga tengkorak dari atas dan dari sisi. Kubah tengkorak terdiri atas

beberapa tulang ceper yang dihubungkan oleh sutura tengkorak. Dari

depan ke belakang terdapat berturut-turut sebuah tulang dahi,

sepasang tulang ubun-ubun dan sebuah tulang belakang kepala. Pada

dinding sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang pelipis. Tulang

dahi, tulang belakang kepala turut pula membentuk dasar tengkorak.

b. Dasar Tengkorak

Bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk

tengkorak depan, lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak

belakang. Bagian tengah dasar lekuk tengkorak depan dibentuk oleh

tulang lapisan yang mempunyai banyak lubang halus untuk memberi

jalan kepada serabut-serabut saraf penghidu, oleh karena itu bagian

tulang lapisan tersebut dinamakan lempeng ayakan yang merupakan

atap bagi rongga hidung.

Lekuk tengkorak tengah terdiri dari atas bagian tengah dan dua

bagian sisi, bagian tengah adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorak

belakang letaknya lebih rendah daripada dasar lekuk tengkorak depan.

Lekuk tengkorak belakang letaknya lebih rendah lagi daripada lekuk

tengkorak tengah.

b) Tengkorak Wajah

Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak.

Lubang-lubang lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan

5

Page 6: bab 1-4

Op poenya

tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata juga dibentuk oleh tulang

baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh tulang

langitan, tulang lapisan dan tulang air mata. Selain oleh toreh lekuk mata

atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat maka dinding lekuk mata itu

tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara tulang baji,

tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk wajah

pelipis. Tulang air mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk

kelenjar air mata yang disambung ke arah bawah oleh tetesan air mata

yang bermuara di dalam rongga hidung.

a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :

1) Kulit

2) Jaringan penyambung (connective tissue)

3) Galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung

dengan tengkorak.

4) Perikranium.

Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi

perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak

kehilangan darah, (American College of Surgeons 1997)

b. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga

tengkorak dasar adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat

lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah

dan serebelum, (American College of Surgeons 1997)

c. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri

dari 3 lapisan, yaitu dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter

adalah selaput keras terdiri atas jaringan  ikat fibrosa yang melekat erat

dan tabula interna atau bagian dalam kranium. Di bawah dura meter

terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang di sebut selaput

arakhnoid. Lapisan ketiga adalah pia mater yang melekat pada permukaan

kortek serebri, (American College of Surgeons 1997)

6

Page 7: bab 1-4

Op poenya

d. Sistem Saraf Pusat (SSP)

Sistem saraf pusat di sini adalah otak dan medula spinalis yang

tertutup di dalam tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen)

pelindung, serta rongga yang berisi cairan.

1) Otak dan pembagiannya

Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu :

serebrum, batang otak, dan serebelum.

a) Serebrum

Setiap hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus frontalis,

parietal, oksipital, temporalis. Fungsi dari setiap lobus berbeda-

beda. Berikut penjelasan dari masing-masing fungsi lobus :

1. Lobus Frontalis, bagian depan bekerja untuk proses belajar,

merancang, psikologi, lobus frontalis bagian belakang untuk

proses motorik termasuk bahasa.

2. Lobus parietal, bekerja  khusus untuk sensorik somatik (misal

sensibilitas kulit) dan peran asosiasinya, beberapa areanya

penting bagi proses kognitif dan intelektual.

3. Lobus Oksipital, merupakan area pengoperasian penglihatan.

4. Lobus temporalis, merupakan pusat pendengaran dan

asosiasinya, beberapa pusat bicara, pusat memori. Bagian

anterior dan basal lobus temporalis penting untuk indra

penghidu.

b) Batang Otak

Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula

oblongata. Masing-masing struktur mempunyai tanggung jawab

yang unik dan fungsi ketiganya sebagai unit untuk menjalankan

saluran impuls yang disampaikan ke serebri dan lajur spinal.

1. Otak Tengah, merupakan bagian pendek dari batang otak yang

letaknya di atas pons. Bagian ini terdiri dari bagian posterior

yaitu tektum yang terdiri dari bagian bagian kolikuli superior

dan kolikuli inferior dan bagian anterior yaitu pedunkulus

serebri. kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan

7

Page 8: bab 1-4

Op poenya

dan koordinasi gerakan penglihatan, sedangkan kolikuli inferior

berperan dalam reflek pendengaran, misalnya menggerakkan

kepala ke arah datangnya suara. Pedunkulus serebri terdiri dari

berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turundari

serebelum.

2. Pons, terletak diantara otak tengah dan medula oblongata. Pons

berupa jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua

hemisfer serebelum, serta menghubungkan mesensefalon di

sebelah atas dengan medula oblongata bawah. Pons merupakan

mata rantai penghubung yang penting pada jaras

kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan

serebelum.bagian bawah pons berperan dalam pengaturan saraf

kranial trigeminus, abdusen dan fasialis (lihat gambar 2)

3. Medula Oblongata, terletak diantara pons dan medula spinalis.

Pada medula ini merupakan pusat refleks yang penting untuk

jantung. Vasokonstriktor, pernapasan,bersin,batuk,menelan,

pengeluaran air liur dan muntah.

c) Serebelum

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi

oleh durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang

menisahkan dari bagian posterior serebrum. Serebelum terdiri dari

bagian tengah, vermis dan dura hemisfer lateral. Serebelum

dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang

dinamakan pedunkulus. Pendukulus serebeli superior berhubungan

dengan mesensefalon ; pendukulus serebeli media menghubungkan

kedua hemisfer otak ; sedangkan pendukulus serebeli inferior berisi

serabut-serabut traktus spinosere belaris dorsalis dan berhubungan

dengan medula oblongata. Semua aktivitas serebelum berada di

bawah kesadaran. Fungsi utama serebelum adalah sebagai pusat

refleks yang mengkoordinasi dan memperluas gerakan otot, serta

mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh.

8

Page 9: bab 1-4

Op poenya

2) Medula Spinalis

Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna

vertebra, berjalan ke bawah dan memenuhi kanalis neural sampai

setinggi vertebra lumbalis kedua. Sepasang saraf spinalis berada

diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna vertebra. Di bawah

ujung tempat medula spinalis berakhir. Di dalam ujung tempat medula

spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden, serabut motorik

desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter)

dan motor neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis

merupakan massa abu-abu yang mengandung badan sel saraf dan

neuron internunsial.

e. Sistem Saraf Tepi (SST)

Menurut Price & Wilson, (1995) susunan saraf tepi terdiri dari

saraf kranial bervariasi, yaitu sensori motorik dan gabungan dari kedua

saraf. Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial,

12 pasang saraf kranial adalah :

1) Nervus I (Olfaktorius)       :   Sifatnya sensorik mensarafi hidung

membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari aroma rongga

hidung ke otak.

2) Nervus II (Optikus)            :   Sifatnya sensorik, mensarafi bola

mata membawa rangsangan penglihatan ke otak

3) Nervus III (Okulomotorius)  :  Sifatnya motorik, mensarafi otot-

otot orbital (otot penggerak bola mata)             / sebagai pembuka

bola mata.

4) Nervus IV (Trochlear)       :   Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot

orbital, sebagai pemutar bola mata

5) Nervus V  (Trigeminus)     :   Sifatnya majemuk (sensorik- motorik)

bertanggung jawab untuk pengunyah.

6) Nervus VI  (Abdusen)        :   Sifatnya motorik, sebagai pemutar

bola mata ke arah luar

9

Page 10: bab 1-4

Op poenya

7) Nervus VII (Fasial)           :   Sifatnya majemuk (sensorik-

motorik), sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap,

asam, asin dan manis.

8) Nervus VIII (Vestibulokokhlearis) :  Sifatnya sensorik, saraf kranial

ini mempunyai dua bagian sensoris yaitu auditori dan vestibular

yang berperan sebagai penterjemah.

9) Nervus IX (Glosofharyngeal)  :  Berperan dalam menelan dan

respons sensori terhadap rasa pahit di lidah.

10) Nervus X (Vagus)              :   Sifatnya majemuk (sensorik- motorik)

mensarafi faring, laring dan platum

11) Nervus XI (Asesoris)         :   Sifatnya motorik, saraf ini bekerja

sama dengan vagus untuk memberi informasi ke otot laring dan

faring.

12) Nervus XII (Hipoglosal)    :   Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot

lidah.

f. Sistem Saraf Otonom (SSO)

Sistem Saraf Otonom merupakan sistem saraf campuram. Serabut-

serabut aferennya membawa masukan dari organ-organ viseral (menangani

pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernafasan,

percernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan dan sebagainya). Saraf

aferen motorik SSO mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar-

kelenjar viseral-SSO terutama menangani pengaturan fungsi viseral dan

interaksinya dengan lingkungan dalam.

Sistem Saraf Otonom dibagi menjadi dua bagian  : Bagian Pertama

adalah Sistem Saraf Otonom parasimpatis (SSOp) dan Sistem Saraf

Otonom simpatis (SSOs), bagian simpatis meninggalkan sistem saraf pusat

dari daerah thorakal dan lumbal (torakolumbal) medula spinalis. Bagian

parasimpatis ke luar otak (melalui komponen-komponen saraf karanial)

dan bagian sakral medula spinalis (kraniosakral).

Fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan

pernapasan, serta menurunkan aktivitas saluran cerna.tujuan utama

10

Page 11: bab 1-4

Op poenya

fungsinya adalah mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stress atau

apa yang dinamakan respon lari.

Fungsi parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung

dan pernapasan dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan

kebutuhan pencernaan dan pembuangan. Jadi saraf parasimpatis

membantu konservasi dan hemostatis fungsi-fungsi tubuh.

g. Cairan Serebrospinal

Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai penahan getaran,

menjaga jaringan SSP yang sangat halus dari benturan terhadap struktur

tulang yang mengelilinginya dan dari cedera mekanik. Juga berfungsi

dalam pertukaran nutrien antara plasma dan kompartemen selular. Cairan

serebrospinal merupakan filtrat plasma yang dikeluarkan oleh kapiler di

atap dari keempat ventrikel otak. Seperti yang telah disebutkan, ini serupa

dengan plasma minus plasma protein yang besar, yang ada di balik aliran

darah. Sebagaian besar cairan ini dibentuk dalam ventrikel bagian lateral,

yang terletak pada masing-masing hemisfer serebri.

Cairan mengalir dari ventrikel lateral ini melalui duktus ke dalam

ventrikel ketiga diensefalon. Dari ventrikel ketiga cairan mengalir

melalui aquaduktus Sylvius midbrain dan masuk ke ventrikel keempat

medula. Kemudian sebagian dari cairan ini masuk melalui lubang

(foramen) di bagian atas dari ventrikel ini dan masuk ke dalam spasium

subarakhnoid (sejumlah kecil berdifusi ke dalam kanalais spinalis). Dalam

spasium subarakhnoid, CSS diserap kembali ke dalam aliran darah pada

tempat tertentu yang disebut pleksus subarakhnoid.

Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik

koloid dan hidrostatik yang sama yang mengatur perpindahan cairan dan

partikel-partikel kecil antara plasma dan kompartemen cairan interstisial

tubuh. Secara singkat direview, kerja dari tekanan ini adalah sebagai

berikut : dua tim yang berlawanan dari tekanan mendorong dan menarik

mempengaruhi gerakan air dan partikel-partikel kecil melalui membran

kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri atas tekanan osmotik plasma dan

tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air dari kompartemen

11

Page 12: bab 1-4

Op poenya

CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi

oleh tim dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim

yang berpengaruh bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel,

aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan

tim bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel kecil dari plasma ke

ventrikel.

Tekanan hidrostatik darah yang rendah dalam sinus venosus

bersebelahan dengan vili arakhnoid menunjukkan skala untuk gerakan air

dan terlarut dari kompartemen CSS kembali ke dalam aliran darah.

Kematian sel-sel yang  melapisi kompartemen CSS akan mengeluarkan

protein ke dalam CSS.  Ini akan meningkatkan tekanan osmotik CSS dan

memperlambat reabsorbsi (sementara juga mempercepat pembentukan bila

kerusakan terjadi di dalam dinding ventrikel). Peningkatan protein CSS

karena hal ini atau penyebab lain dapat merangsang atau mencetuskan

kondisi kelebihan CSS yang disebut hidrosefalus.

h. Tekanan Intrakranial

Menurut American College of Surgeon, (1997) berbagai proses

patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan tekanan

intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya

berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial

yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi

otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi

kenaikan intrakranial tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah

serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK

normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mm H2O), TIK lebih

tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg

termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera

kepala, semakin buruk prognosisnya.

C. Etiologi

1. Trauma oleh benda tajam

12

Page 13: bab 1-4

Op poenya

Menyebabkan cedera setempat & menimbulkan cedera lokal.

Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan

otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau

hernia.

2. Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk :

cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,

hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar

pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Klasifikasi Cedera Kepala

1. Menurut Jenis Cedera

a. Cedera Kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang

tengkorak dan jaringan otak

b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger otak

ringan dan oedem serebral yang luas

2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

a. Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

1) GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

2) Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

3) Tak ada fraktur tengkorak

4) Tak ada contusio serebral (hematom)

5) Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

6) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

7) Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit

kepala

8) Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

b. Cedera kepala sedang

1) GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

2) Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam

(konkusi)

13

Page 14: bab 1-4

Op poenya

3) Dapat mengalami fraktur tengkorak

4) Amnesia pasca trauma

5) Muntah

6) Kejang

c. Cedera kepala berat

1) GCS 3-8 (koma)

2) Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran

progresif)

3) Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

4) Tanda neurologist fokal

5) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

3. Menurut morfologi

a. Fraktur tengkorak

Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup.

Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa

kelumpuhan nervus VII

b. Lesi intracranial

Fokal: epidural, subdural, intraserebral.

Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difusi.

D. Patofisiologi

Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam

menentukan berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala.

Cedera percepata (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak

membentur kepala yang diam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul,

atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)

adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti

badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara

bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung

seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat.

Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala

14

Page 15: bab 1-4

Op poenya

yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alaba dan

batang orak.

Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu benturan,

mungkin karena memar pada permukaan otak. Landasan substansi alba,

cerdera robekan atau hemoragi sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi

sebagai kemampuan autoregulasi dikurangi atau tidak ada pada area cedera.

Konsekwensinya meliputi : hiperemia (peningkatan volume darah) pada area

peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi, semua menimbulkan

peningkatan isi intra kronial dan akhirnya peningkatan tekanan intra kranial

(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder

meliputi hipoksia dan hipotensi.

Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk

menggunakan hasil dengan lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan lokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intra serebral

serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,

pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan

kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu :

cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak. Jenis

cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi

karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau dua –

duanya, situasi yang terjadi pada hampir 50 % pasien yang mengalami cedera

kepala berat bukan karena peluru.

Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :

1. Kekuatan benturan

Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu

diteruskan pada substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang

jalan yang dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.

2. Akselerasi dan deselerasi

Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.

Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam. Keduanya

mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba

15

Page 16: bab 1-4

Op poenya

tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak

yang keras bergerak dan otak akan membentur permukaan dalam

tengkorak pada otak yang berlawanan.

3. Kup dan kontra kup

Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat

daerah yang terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup”

berlawanan pada sisi desakan benturan.

4. Lokasi benturan

Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera

kepala terbesar adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis,

bagian posterior lobus aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.

5. Rotasi

Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan

dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

6. Fractur impresi

Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong

fragmen tentang turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang

otak itu sendiri, akibat fraktur ini dapat menimbulkan kontak cairan

serebraspimal (CSS) dalam ruang sobarachnoid dalam sinus

kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir ke hidung,

telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan

spinal

E. WOC

Terlampir

F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya

cedera kepala.

1.      Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive

yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)

16

Page 17: bab 1-4

Op poenya

2.      Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala

karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh

tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cidera kepala ringan:

1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh.

2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

3. Mual atau dan muntah.

4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

5. Perubahan keperibadian diri.

6. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang cidera kepala berat:

1. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di

otak menurun atau meningkat.

2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

4. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau

posisi abnormal ekstrimitas.

G. Komplikasi

1. Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi

beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.

Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya

cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera

kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40%

penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat)

biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering

17

Page 18: bab 1-4

Op poenya

diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius,

untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut

selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.

2. Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa

karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu

memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang

mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan

bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari

area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan

mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

3. Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang

memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi

dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus

frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang

telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

4. Agnosis

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan

merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan

peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat

mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-

benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat

dan menggambarkan benda-benda tersebut.

Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan

temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya

disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala

atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami

perbaikan secara spontan.

5. Amnesia

18

Page 19: bab 1-4

Op poenya

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk

mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama

berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.

Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa

yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau

peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca

trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai

beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang

dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat

menetap.

6. Fistel Karotis-kavernosus

Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat

timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi

dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan

yang permanent.

7. Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis,

menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien

mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan

hipernatremia dan deplesi volum.

8. Kejang pasca trauma

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama)

atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan

predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan risiko yang

meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan

antikonvulsan.

9. Kebocoran cairan serebrospinal

Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya

leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup.

Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari

pada 85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini.

19

Page 20: bab 1-4

Op poenya

Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang meningkat, pemberian

antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea atau rinorea cairan

serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi

untuk reparative.

10. Edema serebral & herniasi

Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi

72 Jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak

teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan

dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak bergeser.

Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak

menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak.

Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial & menimbulkan herniasi.

Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah / lateral & menekan di

enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak

posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES.

Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.

11. Defisit Neurologis dan Psikologis

Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran,

Nyeri kepala hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

H. Pemeriksaan Penunjang

1. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)

Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

pergeseran jaringan otak.

2. Aniografi Cerebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan

otak akibat edema, perdarahan, trauma.

3. X-Ray

Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),

perubahan struktur garis (perdarahan/ edema).

4. AGD (Analisa Gas Darah)

20

Page 21: bab 1-4

Op poenya

Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi

peningkatan intracranial.

5. Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan

tekanan intracranial.

6. MRI

Sama dengan scan CT dengan atau tanpa menggunakan kontraks.

7. EEG

Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.

8. BAER (Brain Auditory Edvoked Respon) : menentukan fungsi korteks dan

batang otak.

9. PET (Positron Emission Tomografhy) : menunjukkan perubahan aktifitas

metabolisme pada otak

10. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya pendarahan

subarakhonoid

11. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenisasi yang akan dapat meningkatkan TIK

12. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui keseimbangan yang berperan

dalam meningkatkan TIK atau perubahan mental

13. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhdap penurunan kesadaran

14. Kadar Anti Konvulsan Darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang

I. Penatalaksanaan Cidera Kepala

Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :

1. Cedera Kepala Ringan

21

Page 22: bab 1-4

Op poenya

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah

tanpa perlu dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :

a. Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya

berjalan) dalam batas normal.

b. Foto servikal jelas normal

c. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam

pertama, dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat

jika timbul gejala yang lebih buruk.

Kriteria perawatan di rumah sakit :

1) Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.

2) Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

3) Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

4) Intoksikasi obat atau alkohol

5) Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

6) Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di

rumah.

2. Cedera Kepala Sedang

Pasien yang menderita konkusi otak (comotio cerebri), dengan skala GCS

15 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan normal,

tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di

rumah,meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia.

Resiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan

cedera kepala sedang adalah minimal.

3. Cedera Kepala Berat

Setelah penilaian awal dan stabilitasi tanda vital,keputusan segera pada

pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah  saraf segera

(hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera

dikonsultasikan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan

cedera kepala berat sebaiknya perawatan dilakukan di unit rawat intensif.

Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk kerusakan primer akibat

cedera kepala, tetapi sebaiknya dapat mengurangi kerusakan otaksekunder

akibat hipoksia, hipertensi, atau tekanan intrakranial yang meningkat.

22

Page 23: bab 1-4

Op poenya

 Dalam unit rawat intensif dapat dilakukan hal-hal berikut :

a. Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi

b. Monitor tekanan darah

c. Pemasangan alat monitor tekanan intraktranial pada pasien dengan

skor GCS < 8, bila memungkinkan.

d. Penatalaksanaan cairan : hanya larutan isotonis (salin normal dan

ringer laktat)

e. Nutrisi

f. Temperatur badan

g. Anti kejang fenitoin 15 – 20 mg/kg BB bolus intravena

h. Steroid deksametason 10 mg intravena setiap 4 – 6 jam selama 48 – 72

jam

i. Antibiotik

j. Pemeriksaan

Dapat menberikan manfaat terhadap kasus yang ragu-ragu. Harus

dilakukan pemeriksaan sinar X tulang kepala, bila bertujuan hanya

untuk kepentingan medikolegal.

J. Penatalaksanaan Medis

1. Bedrest total

2. Pemberian obat-obatan

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma

kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.

Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 %

atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. Antibiotika yang mengandung

barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan

metronidasol.

Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak

dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin,

aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian

diberikan makanan lunak.

23

Page 24: bab 1-4

Op poenya

Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita

mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan

elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan.

Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 %

8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan

diberikan melalui nasogastric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian

protein tergantung nilai urin nitrogen.

3. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat

kesadaran)

24

Page 25: bab 1-4

Op poenya

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

Kasus :

An. I (20 tahun) terlibat perkelahian antar kampung dan mengalami

benturan benda tumpul di bagian kepala. Pasien mengalami benturan yang

cukup keras sehingga mengakibatkan pasien mengalami fraktur tengkorak,

terdapat luka lebam di bagian mata sebelah kiri dan terdapat luka di bagian

kaki. Pasien tidak sadarkan diri kemudian pasien di bawa ke rumah sakit

M.Djamil untuk mendapatkan pengobatan dan tindakan lebih lanjut. Ada

cairan keluar dari hidung, adanya suara gurgling, GCS : 8, setelah

dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 90/70

mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 35 kali permenit dan dangkal,

suhu tubuh 37,5ºC.

1. Pengkajian

a. Anamnesa

Nama : An. I

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Sungai Penuh

Tanggal masuk rumah sakit : 5 Desember 2014

No registrasi : 111.005.872

Tanggal pengkajian dan diagnosis medis : 6 Desember 2014

Diagnosa medis : Fraktur Tengkorak

b. Primary Survey

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,

pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma

parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang

25

Page 26: bab 1-4

Op poenya

mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey

antara lain (Fulde, 2009) :

a. Airway maintenance dengan cervical spine protection

b. Breathing dan oxygenation

c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal

d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat

e. Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary

survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan

langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah

sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan

tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah

dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan

sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan

mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus

dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci

untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,

kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta

pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention,

reassessment).

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain

(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

a) Pengkajian Airway

Pasien yang tidak sadar memerlukan bantuan airway dan ventilasi.

Pasien memiliki masalah pada kepatenan jalan nafas sehingga pasien tidak

bisa bernafas bebas. Adanya obstruksi pada jalan nafas yang ditandai

dengan adanya gurgling.

Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien

yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang. Gunakan berbagai

alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :

Chin lift/jaw thrust

Oropharyngeal airway

26

Page 27: bab 1-4

Op poenya

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Gerakan dada simetris, irama nafas dangkal, pola nafas tidak

teratur, adanya retraksi otot dada. Pernafasan 35 kali/menit. Ketika

dipalpasi tidak adanya gerakan trakea.

c) Pengkajian Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi

pasien, antara lain :

Cek nadi : Nadi pasien terasa

Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan

pemberian penekanan secara langsung.

d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala

AVPU dan didapatkan pasien memiliki respon unresponsive to pain. GCS

8, ada refleks terhadap cahaya.

e) Expose, Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.

Terdapat lesi pada kaki, tidak ada deformitas dan edema.

c. Secondary Assessment

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan

secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya

dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok

atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

Anamnesis

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang

merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi :

27

Page 28: bab 1-4

Op poenya

a. Keluhan utama

An. I umur 20 tahun, datang ke RS dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Klien mengalami benturan benda tumpul di bagian kepala. Terdapat luka

lebam di bagian mata sebelah kiri dan terdapat luka di bagian kaki.

b. Riwayat masalah kesehatan sekarang

Pasien mengalami benturan yang cukup keras sehingga mengakibatkan

pasien mengalami fraktur tengkorak, terdapat luka lebam di bagian mata

sebelah kiri dan terdapat luka di bagian kaki. Pasien tidak sadarkan diri

kemudian pasien di bawa ke rumah sakit M.Djamil untuk mendapatkan

pengobatan dan tindakan lebih lanjut. Ada cairan keluar dari hidung,

adanya suara gurgling, GCS : 8.

c. Riwayat medis

Tidak ada penyakit serius yang pernah diderita pasien, pasien juga tidak

pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya. Pasien pernah menderita

penyakit campak, demam, dan sesekali sakit kepala.

d. Riwayat keluarga, sosial, dan sistem.

Keluarga pasien dari golongan dengan kelas ekonomi menengah kebawah.

Memiliki hubungan yang baik dengan tetangga dan selalu berinteraksi

dengan keluarga. Keluarga berada pada lingkungan dengan adat melayu.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari

pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):

A : Alergi ( Pasien tidak memiliki riwayat alergi ).

M : Medikasi/obat-obatan ( Pasien diberi obat untuk mengurangi nyeri,

dan menghentikanperdarahan ).

P : Pertinent medical history ( Pasien tidak pernah mengalami penyakit

yang serius)

L : Last meal ( Pasien di beri asupan cairan melalui infus )

28

Page 29: bab 1-4

Op poenya

E : Events, ( Pasien mengalami fraktur tengkorak karena adanya benturan

benda tumpul )

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien

yang meliputi :

Provokes/palliates : Nyeri disebabkan oleh adanya benturan benda

tumpul pada bagian kepala sehingga mengakibatkan fraktur tengkorak.

Pasien telah diberi penanganan cedera dan diberi obat untuk

mengurangi nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien membuat tidur pasien

terganggu.

Quality : Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk.

Radiates: Nyeri menyebar.

Severity : Skala nyeri 7

Time : Nyeri menetap.

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah

pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,

frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.

Pemeriksaan fisik

a. Kulit kepala

Adanya perdarahan, fraktur, dan nyeri tekan pada kepala.

b. Wajah

1) Mata : Mata pasien sebelah kiri lebam dan bengkak, adanya

rasa nyeri pada mata sebelah kiri.

2) Hidung : Setelah dilakukan tindakan pembebasan jalan nafas,

hidung klien bebas dari cairan dan tidak adanya

penyumbatan.

3) Telinga : Membrane timpani utuh dan tidak ada cedera pada

telinga.

4) Rahang atas : Stabilitas rahang atas menurun.

5) Rahang bawah: Tidak adanya fraktur.

29

Page 30: bab 1-4

Op poenya

6) Mulut dan faring : Mulut kering, disekitar mulur terdapat memar,

tidak ada tonsil yang meradang.

c. Vertebra servikalis dan leher

Tidak terjadi deformitas tulang dan tidak ada edema.

d. Toraks

Inspeksi : Expansi dinding dada simetris. Tidak ada lesi pada

bagian thorak.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekandan krepitasi.

Auskultasi : Terdengar suara gurgling.

e. Abdomen

Tidak ada trauma benda tajam ataupun tumpul, tidak adanya sitensi

abdomen,luka, lecet ataupun memar.

f. Ektremitas

Adanya lesi pada kedua ektremitas bawah dan memar di ektremitas atas.

g. Neurologis

Pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS 8, terjadi amnesia selama

28 jam, tidak bisa menentukan kanan dan kiri pada beberapa jam dan

disorientasi waktu dalam 24 jam.

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Diagnostik

a. X ray / CT Scan

Menunjukkan adanya fraktur tengkorak.

b. Angiografi serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral.

2. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan toksikologi

Mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

30

Page 31: bab 1-4

Op poenya

e. Aplikasi NANDA, NOC, NIC

No NANDA Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)1. Bersihan jalan

nafas tidak efektif b.d adanya cairan pada hidung.DS :- Keluarga pasien mengatakan nafas pasien sesak.- Keluarga pasien mengatakan pasien terlihat sulit bernafas.- Keluarga pasien mengatakan nafas klien dangkal.DO:- Terlihat cairan yang keluar dari hidung- Pernafasan

35 x per

menit

- Nafas

Dangkal

- Nafas klien

terlihat

dalam.

- Ada bunyi

gurgling

1. Status pernapasan : Kepatenan jalan napas- Tidak ada demam

- Tidak ada cemas

- Tidak ada rasa

tercekik.

- Frekuensi nafas

dalam batas normal.

- Irama nafas dalam

batas normal.

- Mampu

mengeluarkan dahak.

- Bebas dari suara

nafas tambahan.

2. Status pernapasan: Ventilasi- Rata-rata pernafasan

dalam rentang yang

diharapkan

- Irama pernafasan

dalam rentang yang

diharapkan.

- Kedalaman

pernafasan normal.

- Mudah bernafas.

- Tidak ada

penggunaan otot-otot

bantu oernafasan.

- Tidak ada nafas

1. Manajemen jalan napas- Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi yang

potensial

- Identifikasi masukan jalan nafas

baik yang aktual ataupun

potensial

- Keluarkan sekret dengan batuk

atau suction/pengisapan

- Auskultasi bunyi nafas, catat

adanya ventilasi yang turun atau

yang hilang dan catat adanya

bunyi tambahan

- Atur intake cairan untuk

mengoptimalkan keseimbangan

cairan

- Posisikan pasien untuk

mengurangi dispnu

- Monitor pernafasan dan status

oksigen

1. Terapi oksigen

- Bersihkan mulut, hidung dan

secret trakea

- Pertahankan jalan nafas yang

paten

- Atur peralatan oksigenasi

- Monitor aliran oksigen

31

Page 32: bab 1-4

Op poenya

pendek.

- Kapasitas vital dalam

rentang yang

diharapkan.

3. Kontrol aspirasi - Identifikasi faktor

resiko

- Menghindari faktor

resiko

- Memposisikan tubuh

sesuai saat makan

atau minum

- Pertahankan posisi pasien

- Observasi adanya tanda tanda

hipoventilasi

- Monitor adanya kecemasan

pasien terhadap oksigenasi

3. Tindakan pencegahan

aspirasi

- Periksa tingkat kesadaran, refleks

batuk, refleks muntah, dan

kemampuan menelan.

- Monitor status paru-paru.

- Pertahanan jalan nafas.

- Posisikan dengan benar 90

derajat atau sejauh mungkin.

- Pertahankan susunan pengisapan.

- Makanan dalam jumlah kecil.

- Menghindari cairan atau

menggunakan agen yang kental.

- Memotong makanan dalam

potongan-potongan kecil.

- Pecahkan dan hancurkan pil-pil

sebelum memberi obat.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d fraktur tengkorakDS :- Keluarga

pasien

mengatakan

kalau

pasien

1. Perfusi

jaringan : serebral

Indikator :- Tekanan intrakranial

- Cerebral angiogram

normal

- Tidak ada abnormal

dalam berfikir.

- Tidak ada gangguan

1. Pemantauan neurologis

Aktivitasnya:- Monitor ukuran, bentuk,

kesimetrisan, dan reaktivitas

pupil.

- Monitor tingkat kesadaran.

- Monitor tingkat orientasi.

- Monitor GCS.

- Monitor memori sekarang,

rentang perhatian, memori masa

32

Page 33: bab 1-4

Op poenya

sempat

tidak

sadarkan

diri.

- Keluarga

pasien

mengatakan

kalau

pasien tidak

bisa

membedaka

n kanan dan

kiri.

- Keluarga

pasien

mengatakan

pasien tidak

sensitif

terhadap

sentuhan di

bagian

tertentu.

DO :- GCS 8

- Pasien tidak

bisa

membedaka

n kanan dan

kiri.

- Pasien

sempat

tidak

reflek neurologi

2. Status

neurologikal :

kesadaran

Indikator :

- Kesadaran diharapkan

normal

- Pusat kontrol motorik

- Sensorik kranial dan

fungsi motorik

diharapkan normal

- Tekanan intrakrania

diharapkan normal

- Pola nafas diharapkan

normal

- Tekanan darah

diharapkan normal

- Denyut nadi

diharapkan normal

3. Cognitive

orientasi

- Tepat dalam

mengidentifikasi hari

- Tepat dalam

mengidentifikasi

tempat

- Tepat dalam

mengidentifikasi bulan

- Tepat dalam

mengidentifikasi tahun

- Tepat dalam

mengidentifikasi

lampau, mood, emosi, dan

prilaku.

- Monitor TTV: suhu, takanan

darah, nadi, dan pernafasan.

- Monitor status pernafasan: level

ABG, kedalaman, pola, frekuensi,

dan kekuatan nafas.

- Jika diindikasikan, monitor

parameter hemodinamik invasif.

- Monitor tekanan intrakranial dan

tekanan kardiopulmonal.

2. Pemantauan tekanan

intrakranial

Aktivitasnya:- Membantu pemasangan alat

monitoring TIK

- Berikan informasi kepada

keluarga dan orang penting

lainnya.

- Irigasi sistem aliran.

- Atur pengingat waktu.

- Ambil sampel cairan

serebrospinal

- Rekam gambaran TIK dan analisa

bentuk gelombangnya.

- Monitor tekanan perfusi serebral.

- Catat perubahan respon pasien

terhadap stimulus.

- Monitor TIK pasien dan respon

neurologis untuk aktivitas

perawatan.

- Monitor jumlah atau tingkat

33

Page 34: bab 1-4

Op poenya

sadarkan

diri.

- Pasien tidak

terorientasi

dengan

waktu dan

tempat

selama 24

jam.

musim drainase cairan serebrospinal.

- 3. Perawatan Sirkulasi

- Lakukan penilaian dari sirkulasi

keseluruhan (ex : periksa detak

keseluruhan, edema, kapiler refil,

warna, dan suhu dari ekstremitas)

- Periksa kulit untuk stasis ulserasi

atau luka

- Kaji derajat ketidaknyamanan

dan nyeri

- Angkat badan 200 atau lebih

diatas jantung untuk

meningkatkan venous return, jika

memungkinkan

- Berikan pengobatan antiplatelet

atau antikoagulan, jika

memungkinkan

- Pelihara/atur hidrasi yang

adekuat untuk mencegah

peningkatan kekentalan darah

- Monitor status cairan, pemasukan

intake dan output

4. Manajemen cairan/elektrolit

- Timbang berat badan tiap hari

- Beri cairan

- Promosikan intake oral

- Monitor hasil lab yang relevan

dengan retensi cairan

- Monitor tanda- tanda vital

- Monitor tanda dan gejala retensi

cairan.

34

Page 35: bab 1-4

Op poenya

- Lakukan perkontrolan kehilangan

cairan.

3. Nyeri Akut b.d fraktur tengkorak.DS: 1. Klien

mengatakan

nyeri pada

bagian

kepala

2. Klien

mengatakan

tidak bisa

tidur karena

nyeri yang

dirasakan

3. Klien

mengatakan

tidak nafsu

makan

karena nyeri

yang

dirasakan

4. Keluarga

klien

mengatakan

klien sering

merintih dan

mengeluh

kesakitan

DO : 1. Hasil

pemeriksaan

1. Kontrol nyeri

Indikator :- Menggunakan buku

harian untuk

memantau gejala

dari waktu ke waktu

- Menggunakan

langkah-langkah

pencegahan gejala

nyeri

- Menggunakan

langkah-langkah

bantuan non

analgesik

- Menggunakan

analgesik seperti

yang

direkomendasikan

- Mengenali gejala

nyeri

- Laporan nyeri

dikontrol

Tingkat nyeri

Indikator :

- Klien melaporkan

nyeri yang dirasakan

telah berkurang atau

menghilang

- Panjangnya episode

nyeri berkurang

- Klien tidak lagi

1. Manajemen nyeri

Aktivitas :

- Lakukan penilaian nyeri secara

komprehensif dimulai dari lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas dan penyebab.

- Kaji ketidaknyamanan secara

nonverbal, terutama untuk pasien

yang tidak bisa

mengkomunikasikannya secara

efektif

- Pastikan pasien mendapatkan

perawatan dengan analgesic

- Tentukan dampak nyeri terhadap

kehidupan sehari-hari (tidur,

nafsu makan, aktivitas,

kesadaran, mood, hubungan

sosial, performance kerja dan

melakukan tanggung jawab

sehari-hari)

- Kontrol faktor lingkungan yang

dapat menimbulkan

ketidaknyamanan pada pasien

(suhu ruangan, pencahayaan,

keributan)

- Pertimbangkan tipe dan sumber

nyeri ketika memilih metoda

mengurangi nyeri

- Menyediakan analgesic yang

dibutuhkan dalam mengatasi

35

Page 36: bab 1-4

Op poenya

ransangan

nyeri :

mengerang,

tangan fleksi

abnormal,

Skala nyeri

7.

2. Klien terlihat

gelisah,

merintih dan

meringis.

3. Gangguan

tidur (mata

sayu,tampak

capek,

gerakan

kacau)

4. Klien dalam

posisi untuk

menahan

nyeri.

mengekpresikan

wajah nyeri

- Klien tidak merasa

gelisah lagi

- TTV dalm batas

normal

- Nafsu makan klien

diharapkan

meningkat.

nyeri

- Gunakan pendekatan dari

berbagai disiplin ilmu dalam

manajemen nyeri

- Monitor kepuasan pasien

terhadap manajemen nyeri ynag

diberikan dalam interval yang

ditetapkan.

2. Pemberian analgesik

Aktivitas : - Menentukan lokasi ,

karakteristik, mutu, dan intensitas

nyeri sebelum mengobati pasien

- Periksa order/pesanan medis

untuk obat, dosis, dan frekuensi

yang ditentukan analgesik

- Cek riwayat alergi obat

- Tentukan analgesik yang cocok,

rute pemberian dan dosis

optimal.

- Tentukan jenis analgesik yang

digunakan (narkotik, non

narkotik atau NSAID)

berdasarkan tipe dan tingkat

nyeri.

- Monitor TTV sebelum dan

sesudah pemberian obat narkotik

dengan dosis pertama atau jika

ada catatan luar biasa.

- Cek pemberian analgesik selama

24 jam untuk mencegah

terjadinya puncak nyeri tanpa

36

Page 37: bab 1-4

Op poenya

rasa sakit, terutama dengan nyeri

yang menjengkelkan

- Dokumentasikan respon pasien

tentang analgesik, catat efek yang

merugikan

- Kolaborasikan dengan dokter jika

terjadi perubahan obat, dosis, rute

pemberian, atau interval, serta

membuat rekomendasi spesifik

berdasar pada prinsip

equianalgesic.

4. Resiko Infeksi b.d kontaminasi cairan spinal.DO :- Leukosit

11.200

- Adanya

fraktur

tengkorak

sehingga

adanya

kemungkin

an

kontaminas

i cairan

spinal

1. Pengendalian

resiko

a. Memantau faktor

resiko

lingkungan.

b. Memantau faktor

resiko pribadi.

c. Mengembangkan

strategi kontrol

risiko yg efektif.

d. Menghindari

paparan ancaman

kesehatan.

e. Pantau perubahan

status kesehatan.

2. Integritas

jaringan : Kulit dan

membran mukosa

a. Suhu jaringan

dalam batas

1. Manajemen lingkungan- Jauhi pasien dari benda yang

berbahaya.

- Mencari lingkungan secara rutin

untuk memelihara klien bebas

dari bahaya

- Pantau keamanan alat-alat yang

dibawa pengunjung ke sekitar

klien

- Instruksikan pengunjung dan

petugas kesehatan yang lain

mengenai informasi keamanan

klien

- Tempatkan pasien kepada tempat

yang nyaman bagi klien.

- Tempatkan ruangan pasien

didekat ruang perawat.

- Tempatkan pasien pada

lingkungan yang dibatasi

sehingga terhindar dari

kemungkinan yang ada

- Sediakan pengawas pada akses

37

Page 38: bab 1-4

Op poenya

normal.

b. Warna dalam

batas normal.

c. Elastisitas dalam

batas normal.

d. Tekstur dalam

batas normal.

3. Status nutrisi

a. Asupan zat gizi

baik.

b. Asupan makanan

dan cairan

optimal.

c. Indeks masa

tubuh dalam batas

normal.

d. Berat badan

dalam batas

normal.

area untuk memelihara keamanan

pasien dan intevensi teraupetik ,

kalau diperlukan

2. Pengendalian infeksi- Ciptakan lingkungan ( alat-alat,

berbeden dan lainnya) yang

nyaman dan bersih terutama

setelah digunakan oleh pasien

- Instruksikan kepada pengunjung

untuk selalu mencuci tanagn

sebelum dan sesudah memasuki

ruangan pasien

- Cuci tangan sebelum dan

sesudah melakukan tindakan

kepada pasien

- Terapkan kewaspadaan

universal

- Gunakan selalu handscoon

sebagai salah satu ketentuan

kewaspadaan universal

- Bersihkan kulit pasien dengan

pembersih antibakteri

- Jaga dan lindungi area atau

ruangan yang diindikasikan

dan digunakan untuk tindakan

invasive, operasi dan gawat

darurat.

3. Manajemen nutrisi- Menentukan jumlah kalori dan

jenis zat makanan yang

diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi, ketika

38

Page 39: bab 1-4

Op poenya

berkolaborasi dengan ahli

makanan, jika diperlukan.

- Membantu pasien untuk

memilih makanan lembut, lunak

dan tidak asam, jika diperlukan

- Mengatur pemasukan makanan,

jika diperlukan

- Memastikan keadaan terapeutik

terhadap kemajuan makanan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan

lalu lintas. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan

cedera kepala antara lain adalah bedrest total,pemberian obat-obatan serta

observasi tanda-tanda vital seperti GCS dan tingkat kesadaran. Untuk

39

Page 40: bab 1-4

Op poenya

penatalaksanaan keperawatan terlebih dahulu perawat harus melakukan

pengkajian dengan metode primary survey sebelum melanjutkan perawatan

dengan penentuan diagnosa dan perencanaan tindakan keperawatan.

4.2 Saran

Makalah ini hanya sebagai salah satu bahasan mengenai asuhan

keperawatan pada pasien dengan cedera kepala, oleh karena itu disarankan kepada

pembaca agar membaca sumber lain sebagai tambahan referensi mengenai

bahasan ini.

40