Irbang 1 Bab 4

download Irbang 1 Bab 4

of 20

Transcript of Irbang 1 Bab 4

Irigasi dan Bangunan Air I

BAB IV. JARINGAN IRIGASIIV.1 PENGERTIAN JARINGAN IRIGASI.......................................................................................78 IV.2 PETAK PETAK IRIGASI....................................................................................................78 IV.2.1 Petak tersier.............................................................................................................78 IV.2.2 Petak Sekunder.........................................................................................................79 IV.2.3 Petak primer.............................................................................................................79 IV.3 SUSUNAN JARINGAN IRIGASI............................................................................................79 IV.3.1 Bagian-bagian dari Jaringan Irigasi............................................................................79 IV.3.2 Bangunan Utama......................................................................................................80 IV.3.3 Saluran Irigasi...........................................................................................................81 IV.3.4 Saluran Pembuang....................................................................................................83 IV.3.5 Bangunan Bagi dan sadap.........................................................................................83 IV.3.6 Bangunan Ukur.........................................................................................................84 IV.3.7 Bangunan Pengatur tinggi muka air.........................................................................86 IV.3.8 Bangunan Pembawa dengan aliran super kritis.........................................................87 IV.3.9 Bangunan Pembawa dengan aliran subkritis.............................................................87 IV.3.10 Bangunan Lindung..................................................................................................89 IV.3.11 Jalan dan Jembatan.................................................................................................89 IV.3.12 Bangunan Pelengkap..............................................................................................90 IV.4 STANDAR TATA NAMA.....................................................................................................90 IV.4.1 Nama Daerah Irigasi.................................................................................................90 IV.4.2 Nama saluran Irigasi.................................................................................................91 IV.4.3 Nama Bangunan ......................................................................................................94 IV.4.4 Nama petak dan saluran tersier................................................................................94 IV.4.5 Nama jaringan tersier...............................................................................................94 IV.4.6 Jaringan pembuang...................................................................................................95 IV.4.7 Tata warna peta........................................................................................................95 IV.4.8 Luas baku, luas potensial dan luas fungsional...........................................................96

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Irigasi dan Bangunan Air I

BAB IV JARINGAN IRIGASI.IV.1 PENGERTIAN JARINGAN IRIGASI.Jaringan Irigasi yang akan dibahas dalam bab ini adalah suatu rangkaian yang terdiri dari bangunan-bangunan irigasi yang dihubungkan oleh saluran-saluran guna melayani pemberian air irigasi serta pembuangan air kelebihan pada suatu daerah irigasi yang pemberian airnya dengan menggunakan cara irigasi genangan dengan tingkatan irigasi teknis. Jaringan irigasi seperti itu yang dipilih untuk dibahas karena jaringan irigasi tersebut banyak digunakan di Indonesia. Dan karenanya perencanaan jaringan irigasi tersebut mengikuti Standar Perencanaan Irigasi yang dikeluarkan oleh Dirjen Pengairan Departemen PU tahun 1986. Bagaimana bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi terhubungkan, dapat dilihat pada peta ikhtisar yang memperlihatkan : bangunan bangunan utama jaringan dan trase saluran irigasi trase dan saluran pembuang petak-petak primer, sekunder dan tersier lokasi bangunan batas-batas daerah irigasi jaringan dan trase jalan daerah-daerah yang tidak terairi ( misalnya desa-desa ) daerah yang tidak dapat diairi ( tanah jelek, terlalu tinggi dsb ).

IV.2 PETAK PETAK IRIGASI.IV.2.1 Petak tersier.

Petak tersier adalah hamparan yang dilayani oleh suatu saluran tersier. Suatu petak tersier dan juga petak sawah pada irigasi teknis hanya boleh mendapat air dari satu inlet dari saluran satu tersier, seperti digambarkan pada gambar I.1. pada bab I. Petak tersier merupakan satuan wilayah yang terkecil pada perencanaan irigasi teknis. Pembagian petak tersier harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Luas petak yang ideal adalah antara 50 100 ha walaupun kadang-kadang dapat mencapai 150 Ha. Bentuk petak yang ideal adalah bujur sangkar. Petak tersier sebaiknya berbatasan dengan : saluran induk, saluran sekunder, saluran pembuang, sungai, batas desa dan jalan. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 meter. Petak tersier sebaiknya berada pada satu wilayah desa. Batas petak sebaiknya bertepatan dengan batas hak milik tanah.

Pengelolaan air dipetak tersier ini menjadi tanggung jawab petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air ( P3A ) sehingga usaha-usaha pengembangan petak tersier ini hendaknya melibatkan petani melalui P3Anya. Untuk effisiensi pembagian air, petak tersier tersebut dibagi dalam petak kuarter. Petak kuarter ini mendapat air dari saluran kuarter yang menyadap air dari saluran tersier. Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier pada jaringan utama ke petak-petak kuarter. Dengan demikian ujung saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. 78

Irigasi dan Bangunan Air I Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui saluran kuarter. Air dari saluran kuarter ini disadap melalui lubang sadap atau saluran cacing ke petak sawah. Saluran kuarter ini sebaiknya berakhir di saluran pembuang agar air yang tidak terpakai bisa dibuang. Saluran pembuang kuarter menampung air buangan dari sawah-sawah dan menyalurkan ke saluran pembuang tersier dan seterusnya kesaluran pembuang sekunder dan primer. Ukuran petak kuarter sebainya antara 8 Ha sampai 15 Ha dengan panjang saluran kuarter kurang dari 500 meter, sedangkan jarak antara saluran kuarter ke saluran pembuang sebaiknya kurang dari 300 meter. IV.2.2 Petak Sekunder.

Petak sekunder adalah hamparan pertanian yang dilayani dari suatu saluran sekunder dan terdiri dari beberapa petak tersier. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Dengan demikian maka batas-batas petak sekunder adalah batas petak tersier paling luar, berupa : saluran induk, saluran sekunder, saluran pembuang, sungai, batas desa dan jalan. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah dan petak tersier yang dilayani. Saluran sekunder sering terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng - lereng medan yang lebih rendah saja. IV.2.3 Petak primer.

Petak primer adalah hamparan pertanian yang pembagian air irigasinya dilayani melalui suatu saluran induk/primer. Petak Primer terdiri dari beberapa petak sekunder dan tersier, yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Seringkali suatu Daerah Irigasi dilayani oleh dua saluran induk : Induk Kiri dan Induk Kanan. Ini menghasilkan dua petak primer. Selain melayani saluran sekunder, seringkali saluran induk harus melayani petak terseier tanpa melalui saluran sekunder. Terutama saluran induk yang mengikuti garis tinggi, petak tersier yang berada pada daerah sepanjang saluran induk harus dilayani langsung oleh saluran induk. Luas petak primer tergantung dari luas petak sekunder dan luas petak tersier yang dilayani.

IV.3 SUSUNAN JARINGAN IRIGASI.IV.3.1 Bagian-bagian dari Jaringan Irigasi.

Agar dapat membagi air dengan effektif dan effisien, maka suatu jaringan irigasi tersusun atas : 1. Bangunan Utama. 2. Saluran Irigasi. 3. Saluran Pembuang. 4. Bangunan Bagi/sadap. 5. Bangunan Ukur. 6. Bangunan Pengatur muka air. 7. Bangunan Pembawa dengan aliran super kritis. 8. Bangunan Pembawa dengan aliran subkritis. 9. Bangunan Lindung. 10. Jalan dan Jembatan. 11. Bangunan Pelengkap.

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

79

Irigasi dan Bangunan Air I IV.3.2 Bangunan Utama. Bangunan utama (headworks) adalah bangunan dimana suatu jaringan irigasi mengambil air dari sumbernya, baik berupa sungai, waduk maupun air tanah untuk dialirkan ke jaringan irigasi. Beberapa bentuk bangunan utama antara lain adalah : 1. Bendung ( weir ). Bendung adalah bangunan yang dibangun melintang sungai dengan tujuan meninggikan muka air dihulunya. Dengan kenaikan air ini maka air dapat dialirkan ke saluran irigasi yang ada dikiri atau kanan sungai. Ketinggian muka air di tetapkan berdasar ketinggian sawah yang akan diairi setelah ditambah dengan kehilangan tinggi akibat bangunan maupun saluran. Bendung ini memiliki mercu yang mempunyai ketinggian tetap. Pada waktu air normal, muka air dihulu bendung adalah setinggi mercu bendung, sedangkan pada waktu air banjir, air dapat melimpah diatasnya. Tinggi muka air banjir diatas mercu ini akan mengakibatkan genangan dihulu bendung.

Gambar IV.1. Bendung Pejengkolan, Wadaslintang

Pemilihan bendung sebagai bangunan utama, terutama berdasar genangan yang terjadi dibagian hulunya. Tebing kiri kanan sungai dibagian hulu harus cukup tinggi untuk menampung genangan tersebut. Kalau bantaran sungai cukup landai, maka harus dibangun tanggul banjir. Penempatan tanggul ini harus diperhatikan sehingga tidak banyak menimbulkan masalah dalam pembangunannya. Genangan yang terjadi juga tidak boleh menimbulkan masalah, misalnya karena menggenangi permukiman atau kawasan penting lainnya. 2. Bendung gerak ( barrage ). Bendung gerak ini mempunyai fungsi yang sama dengan bendung diatas, namun ketinggian muka air dihulunya dapat diatur , baik dengan menggunakan pintu maupun dengan menggunakan bendung karet yang ketinggian mercunya dapat diturunkan. Gambar III.2. Bendung Benteng Sulawesi Bendung Benteng seperti gambar di Selatan. sebelah merupakan bendung gerak dimana diatas mercu dipasang pintu yang dapat diangkat dengan menggunakan tenaga listrik. Pemilihan bendung gerak sebagai bangunan utama terutama berdasar daerah genangan-nya. Kalau genangan yang terjadi membahayakan daerah hulunya, karena 80

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

Irigasi dan Bangunan Air I terdapat permukiman atau kawasan penting lainnya, maka bendung gerak harus dipilih, sehingga pada waktu air banjir, muka air dihulu dapat diturunkan dengan membuka pintu atau mengempiskan bendung karet. 3. Bangunan Pengambilan Bebas. Bangunan Pengambilan Bebas adalah bangunan yang dibangun ditepi sungai, untuk menyadap air sungai tanpa harus meninggikan muka air sungai. Bangunan Pengambilan bebas ini dapat digunakan kalau ketinggian sawah setelah ditambah dengan kehilangan tingginya masih lebih rendah dibanding dengan muka air sungai dalam keadaan normal. Dalam keadaan normal, air yang dimasukkan ke jaringan irigasi harus dapat mencukupi kebutuhan air yang diperlukan untuk mengairi lahan yang harus dilayani. 4. Pengambilan dari waduk. Waduk atau bendungan penyimpan berfungsi menampung air pada saat debit sungai berlebih yang umumnya terjadi pada musim hujan dan mengeluarkannya sesuai dengan keperluan. Dengan dibangunnya bendungan, akan terbentuk semacam danau buatan dihulu bendungan. Air yang tertampung itu digunakan untuk berbagai keperluan sesuai perencanaannya, seperti irigasi, pembangkit listrik, air baku air minum atau serba guna yang merupakan kombinasi dari beberapa tujuan tersebut. Untuk keperluan ini, maka kriteria perencanaan didasarkan atas volume Gambar IV.3. Embung di Nusa Tenggara air yang tertampung, sesuai dengan Barat. debit yang diperlukan pada periode yang direncanakan. Misalnya banyaknya air yang harus ditampung dalam musim hujan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi selama musim kemarau. Konstruksi bendungan penyimpan ini dapat dibuat dari pasangan batu, beton maupun urugan tanah/batu. Termasuk dalam bendungan penyimpan ini selain waduk adalah embung yang banyak dibangun di Nusa Tenggara Barat seperti pada gambar diatas. Curah hujan di NTB cukup kecil sehingga air hujan yang jatuh harus ditampung untuk digunakan pada waktu hujan kurang. 5. Stasiun pompa. Stasiun Pompa adalah bangunan tempat pompa air untuk menaikkan air dari sungai atau dari air tanah. Penggunaan pompa untuk irigasi merupakan alternatif terakhir kalau penggunaan bendung untuk menaikkan muka air sungai tidak memungkinkan. Penggunaan pompa memerlukan modal yang kecil, namun biaya operasinya cukup besar. IV.3.3 Saluran Irigasi.

Saluran irigasi adalah saluran yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bangunan utama sampai ke petak sawah. Dilihat dari fungsinya saluran irigasi dibedakan atas : 81

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

Irigasi dan Bangunan Air I 1. Saluran Induk/primer. Saluran ini membawa air dari bangunan utama sampai bangunan bagi akhir. bangunan ini air dibawa melalui saluran sekunder. 2. Saluran Sekunder. Saluran ini menyadap air irigasi dari saluran induk melalui bangunan bagi. Untuk selanjutnya air dari saluran sekunder ini dialirkan ke saluran terseir melalui bangunan sadap. Karenanya ujung saluran sekunder ini adalah bangunan sadap akhir. 3. Saluran Tersier. Saluran ini menyadap air irigasi dari saluran sekunder atau saluran primer/induk melalui bangunan sadap. Saluran ini membawa air sampai ke boks kuarter yang selanjutnya dialirkan melalui saluran kuarter ke petak sawah. Dilihat dari bahan pembentuknya saluran ini dibedakan atas : 1. Saluran tanah. Yang dimaksud dengan saluran tanah yaitu saluran irigasi yang digali pada tanah asal atau pada tanah timbunan, tanpa lapisan yang memperkuat dinding maupun dasar saluran. Perencanaan saluran tanah ini harus memenuhi beberapa kriteria hidrolis yaitu : 1. Mampu mengalirkan debit yang direncanakan. 2. Tidak mengalami sedimentasi sehingga mendangkalkan saluran. 3. Tidak mengalami erosi baik pada dinding maupun dasar saluran. Untuk dapat mengalirkan debit yang Gambar IV.4 Saluran tanah pada direncanakan, maka saluran irigasi harus D.I. Temiang Mali Kab. Sanggau mempunyai penampang basah dan kemiringan memanjang saluran yang memadai sehingga didapat rencana penampang dan kecepatan aliran yang mampu mengalirkan debit yang direncanakan. Agar tidak terjadi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan saluran, maka kecepatan aliran yang didapat tidak boleh terlalu rendah sehingga pada kecepatan yang rendah tersebut, pengendapan akan terjadi. Untuk itu kemiringan memanjang saluran serta penampang yang direncanakan harus menjamin tidak terjadinya endapan. Agar tidak terjadi erosi, maka kecepatan aliran tidak boleh melebihi kecepatan yang diijinkan sesuai dengan karakteristik tanah dimana saluran tersebut dibuat. Besarnya kecepatan ijin tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis tanah, nilai perbandingan rongga ( void ratio ), kedalaman dan lengkungan mendatar. 2. Saluran pasangan. Saluran pasangan adalah saluran yang dinding dan dasar salurannya dilapisi dengan bahan yang kedap air. Banyak bahan yang dapat digunakan untuk pasangan, namun menurut Standar Perencanaan Irigasi jenis pasangan yang dianjurkan adalah : pasangan batu, beton, tanah yang dipadatkan. Penggunaan bahan-bahan yang lain tidak dianjurkan, karena sulitnya memperoleh Dari

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

82

Irigasi dan Bangunan Air I persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri. Kegunaan saluran pasangan ini dimaksudkan untuk : mencegah kehilangan air akibat rembesan, mencegah gerusan dan Gambar IV.5. Saluran pasangan erosi, pada saluran induk Wadaslintang mencegah merajalelanya Barat tumbuhan air, mengurangi biaya pemeliharaan, memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar, tanah yang dibebaskan lebih kecil. IV.3.4 Saluran Pembuang.

Saluran Pembuang adalah saluran yang berfungsi membuang air kelebihan keluar daerah irigasi agar tidak terjadi genangan. Berdasar fungsinya dibedakan atas : 1. Saluran Pembuang Tersier. Saluran Pembuang ini menampung buangan dari petak tersier melalui saluran pembuang kuarter untuk selanjutnya membuangnya kesaluran pembuang sekunder. 2. Saluran Pembuang Sekunder. Saluran pembuang sekunder ini menampung air buangan dari saluran pembuang ke saluran pembuang primer atau langsung ke saluran alami seperti parit atau sungai. 3. Saluran Pembuang Primer. Saluran pembuang primer ini menampung air buangan dari saluran pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer ini sering berupa saluran alami seperti parit atau sungai yang kemudian membuangnya ke sungai utama atau langsung kelaut. IV.3.5 Bangunan Bagi dan sadap.

Bangunan ini berfungsi untuk membagi air dari saluran induk ke sekunder atau tersier dan dari saluran sekunder ke saluran tersier. Berdasar fungsinya dibedakan atas : 1. Bangunan Bagi. Bangunan ini membagi air dari saluran induk atau saluran sekunder ke saluran sekunder. Dengan perkataan lain suatu bangunan disebut bangunan bagi kalau dihilir bangunan tersebut terdapat lebih dari satu saluran induk atau sekunder. 2. Bangunan Sadap. Bangunan sadap adalah bangunan dimana saluran tersier menyadap. Dengan perkataan lain kalau dihilir bangunan terdapat saluran tersier, maka bangunan itu diberi nama banguna sadap. 3. Bangunan Bagi sadap.

Gambar IV.7. Bangunan bagi sadap

Bangunan Bagi Sadap adalah bangunan yang berfungsi ganda, baik sebagai bangunan bagi maupun sebagai bangunan sadap. Dengan perkataan lain kalau dihilir Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. 83

Irigasi dan Bangunan Air I bangunan terdapat lebih dari satu saluran induk atau sekunder serta saluran tersier, maka bangunan tersebut disebut bangunan bagi-sadap. IV.3.6 Bangunan Ukur.

Bangunan Ukur adalah bangunan yang dapat digunakan untuk mengukur aliran yang melewatinya. Pada jaringan irigasi bangunan ukur ini dipasang pada setiap pangkal saluran tersier dihilir pintu sadap. Pada bangunan bagi, dimana dihilir bangunan terdapat lebih dari satu saluran sekunder atau primer, hanya satu saluran yang tidak dilengkapi dengan bangunan ukur. Selebihnya dipasang bangunan ukur pada saluran sekunder. Bagian bangunan ukur yang berfungsi untuk mengukur debit adalah pintu ukur. Beberapa tipe pintu ukur yang sering digunakan adalah : 1. Pintu Ukur Ambang Lebar. Alat ukur ambang lebar ini merupakan alat ukur overflow, karena air melimpah lewat atas ambang. Besarnya debit diukur berdasar tinggi muka air diatas ambang. Agar pengukuran dapat dilakukan dengan baik, maka aliran nya harus bersifat aliran yang melimpah sempurna, diaman muka air hilir cukup rendah sehingga kenaikan muka air hilir tidak mempengaruhi muka Gambar IV.8. Pintu Ukur Ambang air di hulu. Selain itu bangunan ini harus Lebar cukup jauh dihilir bangunan bagi agar aliran dihulu pintu ukur sudah tenang. Alat ukur ini umumnya digunakan pada saluran sekunder atau induk, dimana kehilangan tinggi yang diperlukan bangunan ini masih dapat dipenuhi. 2. Pintu Ukur Romijn. Alat ukur ini mengambil prinsip yang sama dengan alat ukur ambang lebar, hanya ambang yang digunakan disini berupa meja yang dapat dinaik turunkan. Dengan demikian pintu ini tidak hanya mengukur tapi juga mengukur debit. Untuk mempermudah penyediaan pintu ukur, maka pintu ini dibuat dengan ukuran standar. Pintu ukur ini terutama digunakan pada saluran tersier serta saluran sekunder yang tidak besar. 3. Pintu Ukur Cipoletti. Pintu ukur Cipoletti dibuat berdasar prinsip aliran melimpah sempurna lewat ambang tajam. Beberapa syarat khususyang harus dipenuhi dalam pembuatan pintu Cipoletti ini : Air diudik ambang harus mengalir tenang, agar tinggi muka air dapat dibaca seksama pada papan duga yang dipasang dimuka tembok sekat sebelah udik.Untuk ini ambang poelimpah harus dipasang cukup jauh dari pintu sadap saluran, yaitu 12 sampai 30 meter. Untuk lebih menenangkan mengalirnya air di sebelah hulu ambang, maka lebar saluran hendaknya diambil lebih lebar dari semestinya. Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. Gambar IV.9 Pintu Ukur Romijn

84

Irigasi dan Bangunan Air I Tetapi akan mengakibatkan bangunan.

terjadinya

lebih

banyak

pengendapan

dihulu

Tinggi ambang sebelah hulu diukur dari dasar saluran sebelah hulu harus diambil minimal 3 kali tinggi muka air diatas ambang, sedangkan jarak antara pinggir lubang dengan Gambar IV.10. Pintu Ukur Cipoletti didnding saluran harus diambil paling sedikit sama denagn dua kali tinggi air diatas ambang.. Pada debit kecil,tinggi air diatas ambang paling sedikit 5 @ 6 cm dan letak muka air dihilir ambang paling sedikit 2,5 cm lebih rendah dari mercu ambang Pintu ini dibuat dari pasangan batu atau beton sedangkan mercunya dibuat dari besi siku. Untuk mencegah kerusakan akibat air yang melimpah, di bagiab hilir pintu ukur ini dibuat kolam olakan dan sebelah hulunya juga diberi pasangan batu. Karena bangunan ukur ini tidak bergerak, maka untuk mencegah terjadinya endapan lumpur dibagian hulu pintu, maka di bagian bawah ambang sebaiknya dipasang lubang yang dapat disumbat, yang apabila diperlukan untuk menguras endapan, sumbat tersebut dibuka. 4. Pintu Ukur Thomson. Pintu ukur Thonson ini juga didasarkan pada prinsip aliran yang melimpah sempurna melalui ambang tajam. Hanya bedanya pada pintu ukur Thomson ambang berbentuk segi tiga siku-siku. Pintu ukur ini umumnya terbuat dari plat besi yang ditanamkan pada pasangan batu. Dalam penggunannya pintu ukur Thomson ini digunakan untuk mengukur air yang debitnya kecil, seperti di saluran yang mengalirkan air ke kebun tebu. Pintu ukur ini sering juga digunakan pada saluran kuarter atau tersier yang melayani areal kecil. Agar mendapat hasil yang baik, maka pintu ukur ini harus memenuhi syarat perbandingan besarnya h1, p dan B sperti ayang akan dibahas pada bab V dibelakang. 5. Pintu Ukur Parshall. Pintu ukur ini didasarkan kepada aliran melalui penampang yang menyempit. Aliran ini merupakan aliran sempurna apabila perbandingan kedalaman dibagian udik ( Ha ) dengan kedalaman air dibagian hilir ( Hb ) adalah : Hb/Ha = O,7O Pintu bagian : ukur ini terdiri dari tiga Gambar IV.11. Pintu Ukur Thomson

Bagian yang menyempit tapi datar.( bagian udik ) Bagian yang lebarnya tetap tapi miring kebawah ( bagian leher ) Bagian yang melebar dan miring keatas ( bagian hilir ).

Selama aliran masih merupakan aliran sempurna ( belum tenggelam ), maka pada alat ukur ini dibagian tengah akan terjadi aliran kritis atau super kritis sehingga Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. Gambar IV. 12. Pintu Ukur Parshall 85

Irigasi dan Bangunan Air I dibagian hilir terjadi air loncat. Dalam keadaan ini, besar nya debit hanya tergantung pada kedalaman air diudik ( Ha ). Hubungan antara debit dengan kedalaman air udik ini dapat ditentukan berdasar percobaan di laboratorium. Kalau aliran sudah mulai tenggelam, maka alat ukur ini masih dapat digunakan, tapi harus disertai dengan penagunaan faktor koreksi. Tapi dengan demikian, pengukuran akan menjadi lebih oulit, karena itu keadaan ini harus dihindari. Alat ukur ini dapat dipakai pada bangunan bagi, bangunan sadap maupun bangunan ba6i dan sadap untuk pengukuran pombagian dan penyadapan air. Keuntungan keuntungan alat ukur ini diantaranya : Dapat mengukur pada tinggi tekan yang kecil. Dapat membersihkan sendiri terhadap endapan yang terjadi didepan alat ukur karena kecepatan pada leher alat ukur. Tidak mudah dirubah-rubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab di lapangan dengan tujuan untuk pembagian air yang tidak adil. Tidak dapat digunakan pada kombinasi bangunan dengan jarak dekat; karena alat ukur ini memerlukan muka air yang tenang. Biaya pembangunan lebih besar dibandingkan alat ukur lainnya. Memerlukan pekerja yang ahli dalam pembuatannya.

Sedangkan kerugian kerugiannya adalah antara lain : IV.3.7

Bangunan Pengatur tinggi muka air.

Bangunan ini dapat merupakan bangunan tersendiri dan dapat juga menjadi bagian dari bangunan bagi atau bangunan air lainnya. Ada dua sisi fungsi yang terkait : mengatur muka air hulu dan mengatur besarnya debit yang melewati bangunan ini. 1. Pintu Sorong. Pintu sorong ini merupakan pintu yang dapat dinaik turunkan sesuai dengan keperluan. Air mengalir lewat bawah pintu, dimana besarnya debit yang melewati pintu ini tergantung dari bukaan pintu dan muka air hulu. Kalau debit yang melewati pintu ini sama dengan debit saluran, diperlukan bukaan pintu tertentu untuk mendapatkan tinggi muka air hulu yang diinginkan. Kalau bukaan ini ditambah, maka muka air hulu akan turun. Begitu juga halnya kalau bukaan dikecilkan, maka muka air dihulu akan naik. Dengan cara ini bangunan akan mengatur permukaan air dihulu bangunan. Kalau pintu sorong ini merupakan bagian dari bangunan lain seperti bangunan bagi, maka pintu ini lebih berfungsi untuk mengatur besarnya debit Gambar IV. 13. Pintu Sorong yang melewatinya, karena muka air dihulu konstan ( sesuai dengan muka air rencana ). Dengan muka air konstan, maka bukaan pintu akan mengatur banyaknya air yang melewatinya. Semakin besar bukaan, semakin besar pula debitnya. Dengan cara ini pintu sorong akan mengatur banyaknya air yang akan dibagi ke saluran sekunder atau tersier yang merupakan cabang dari bangunan bagi. 2. Balok Sekat. Balok sekat ini terdiri dari balok-balok yang disusun dari bawah keatas dan akan menyekat aliran dan air 86 Gambar IV.14 Balok Sekat

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

Irigasi dan Bangunan Air I akan melimpah melewati atas pintu. Banyaknya air yang melimpah tergantung dari tinggi muka air diatas balok, sehingga ketinggian muka air hulu adalah sama dengan ketinggian balok ditambah dengan tinggi muka air diatas balok. Dengan cara ini maka ketinggian muka air dihulu bangunan akan dapat diatur. Kalau balok sekat ini merupakan bagian dari bangunan lain seperti bangunan bagi, maka pintu ini lebih berfungsi untuk mengatur besarnya debit yang melewatinya, karena muka air dihulu konstan dan besarnya debit tergantung pada tinggi air diatas balok, maka besarnya debit diatur dengan mengatur tinggi balok. 3. Mercu tetap. Mercu tetap yang digunakan untuk mengatur muka air ini dapat berbetuk mercu bulat atau ambang lebar, dimana air melimpah diatasnya. Ketinggian mercu tetap dan banyaknya air yang melimpah tergantung dari tinggi muka air diatas mercu, sehingga ketinggian muka air hulu adalah sama dengan ketinggian mercu ditambah dengan tinggi muka air diatas mercu. Dengan cara ini maka ketinggian muka air dihulu bangunan akan dapat diatur. Kalau mercu tetap ini merupakan bagian dari bangunan lain seperti bangunan bagi, maka mercu ini tidak dapat difungsikan untuk mengatur besarnya debit yang melewatinya. IV.3.8 Bangunan Pembawa dengan aliran super kritis.

Bangunan pembawa adalah bangunan yang terletak pada saluran irigasi, yang membawa air dari bendung sampai ruas hilir saluran. Dilihat dari jenis alirannya, bangunan pembawa dibagi menjadi dua kelompok : Bangunan Pembawa dengan aliran super kritis dan Bangunan Pembawa dengan aliran subkritis. Aliran superkritis mempunyai kecepatan yang cukup besar sehingga bilangan FR (Freude)nya lebih besar dari satu. Aliran superkritis ini kalau bertemu dengan aliran sub kritis akan terjadi air loncat yang harus diredam dengan baik. Untuk itu bangunan pembawa yang mengalirkan aliran superkritis, dibagian hilirnya harus dilengkapi dengan kolam olakan. 1. Bangunan terjun. Bangunan terjun adalah bangunan untuk menerjunkan air dari bagian hulu bangunan ke bagian hilir bangunan. Bangunan ini diperlukan kalau kemiringan medan lebih besar dari kemiringan memanjang saluran maksimum yang direncanakan. Dengan kemiringan memanjang yang cukup besar ada kemungkinan terjadinya erosi pada dasar saluran. Untuk menghindari ini maka kemiringan saluran tetap dibuat sesuai dengan kemiringan rencana dan perbedaan tinggi dipusatkan pada satu tempat dan pada tempat tersebut dilengkapi dengan bangunan terjun. 15 Bangunan Gambar IV. Terjun 2. Got miring. Got miring adalah bangunan berupa saluran pasangan dengan kemiringan dasar saluran yang cukup terjal, sehingga aliran yang terjadi adalah aliran superkritis. Got miring ini digunakan kalau trase saluran melewati medan dengan kemiringan yang tajam dan dengan jumlah perbedaan tinggi yang cukup besar. Walaupun got miring ini mampu mengalirkan dengan kecepatan yang cukup besar, namun tidak boleh melampaui kecepatan ijin sesuai dengan bahan yang digunakan. Seperti halnya bangunan terjun, got miring ini harus dilengkapi dengan kolam olakan pada bagian hilirnya. IV.3.9 Bangunan Pembawa dengan aliran subkritis.

Bangunan pembawa dengan aliran subkritis, adalah bangunan pembawa dengan kecepatan aliran dengan bilangan Freude kurang dari satu. Aliran subkritis ini mempunyai kecepatan yang lebih rendah dari aliran superkritis, oleh karenannya kebutuhan akan saluran Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. 87

Irigasi dan Bangunan Air I pembawa subkritis ini tidak ditujukan untuk mengendalikan aliran, tetapi diperlukan karena menghadapi sungai, saluran pembuang, lereng yang curam atau galian yang dalam. 1. Gorong gorong. Gorong-gorong diperlukan kalau saluran harus melintasi jalan atau bangunan lain atau melintasi saluran pembuang. Kalau melintasi jalan air irigasi yang dilewatkan melalui gorong-gorong, tapi kalau melintasi saluran pembuang umumnya air irigasi melintasi diatas gorong-gorong. 2. Talang. Talang digunakan kalau saluran irigasi harus melintasi sungai, saluran pembuang alami, lembah atau cekungan. Bagian atas talang umumnya Gambar IV. 16 Talang dimanfaatkan untuk lalu lintas, sehingga talang sering terkesan sebagai jembatan. Agar talang tidak tersumbat, maka talang harus dilengkapi dengan saringan sampah dan pintu penguras samping untuk mengalirkan air pada waktu talang diperbaiki. 3. Sipon. Sipon digunakan kalau saluran irigasi harus melintasi sungai, saluran pembuang alami, lembah, jalan atau cekungan dimana aliran dialirkan lewat bawah sungai, saluran pembuang alami, lembah, jalan atau cekungan. Dengan demikian sipon merupakan saluran tertutup dan berlaku ketentuan aliran melalui pipa. Dengan demikian pembangunan sipon harus dikerjakan dengan bik, karena adanya tinggi tekan dibagian bawah dan kemungkinan terjadinya kebocoran cukup tinggi. Pencegahan terjadinya sampah masuk kedalam sipon harus lebih diperhatikan, karena kalau sampai terjadi penyumbatan, penanganannya lebih sulit.

Gambar IV. 17 Sipon 4. Jembatan Sipon. Kalau sungai yang akan dilintasi oleh sipon cukup dalam, maka tinggi tekanan pada bagian bawah sipon juga cukup tinggi. Untuk itu pada bagian tengah sipon tidak dilewatkan dibawah sungai, tapi dibuatkan bangunan pendukung sehingga seperti jembatan. Jembatan sipon ini sering juga diberi nama talang sipon. 5. Flum. Flum adalah saluran air non alami yang terbuat dari pasangan batu atau beton maupun hasil galian pada tanah cadas yang digunakan untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi situasi medan tertentu, misalnya : Flum tumpu ( bench flume ) untuk mengalirkan air disepanjang lereng bukit yang curam. Flum tumpu ini sering disebut saluran gendong dengan pasangan. Flum elevasi ( elevated flume ), untuk menyeberangkan air irigasi lewat diatas saluran pembuang atau jalan air lainnya. Fungsinya mirip talang terbuka. 88

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

Irigasi dan Bangunan Air I Flum yang dipakai apabila batas pembebasan tanah ( right of way ) terbatas atau bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapesium biasa.

Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat. Aliran dalam flum adalah aliran bebas. 6. Saluran tertutup. Saluran tertutup berupa salauran pasangan dengan penampang segiempat atau bulat. Saluran tertutup harus dibuat kalau trase saluran harus melewati suatu daerah dimana galian cukup dalam dengan lereng-lereng yang tinggi dan tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun pada daerah-daerah permukiman dan di daerah-daerah pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Sifat aliran dalam saluran tertutup umumnya adalah aliran bebas. 7. Terowongan. Terowongan yaitu saluran tertutup yang dibuat dengan menembus bukit-bukit dan medan yang tinggi. Terowongan ini umumnya dibangun menembus lapisan yang keras. IV.3.10 Bangunan Lindung. Bangunan lindung adalah bangunan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Perlindungan dari luar adalah perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan perlindungan dari dalam adalah perlindungan terhadap aliran saluran 1. Bangunan Pembuang Silang. Kalau saluran irigasi melintasi saluran pembuang, maka untuk mencegah masuknya aliran p-embuang masuk ke saluran irigasi, maka yang umum dilakukan adalah membuat gorong-gorong pada saluran pembuang. Dapat juga digunakan sipon dipakai kalau saluran irigasi kecil melintas saluran pembuang yang besar. Dalam hal ini, biasanya lebih aman dan ekonomis untuk membawa air irigasi dengan sipon lewat di bawah saluran pembuang tersebut. 2. Pelimpah ( Spilway ). Ada tiga tipe lindungan-dalam yang umum dipakai, yaitu : saluran pelimpah atau pelimpah samping, sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis.

bangunan pelimpah ini ditempatkan tepat dihulu bangunan bagai atau diujung hilir saluran primer/sekunder, serta ditempat-tempat lain yang dianggap perlu. 3. Bangunan Penguras ( Wasteway ). Banguna Penguras diperlukan untuk diperlukan menguras air yang ada pada setiap ruas saluran pada waktu pemeliharaan saluran. Untuk praktisnya bangunan penguiras ini digabung dengan bangunan pelimpah. 4. Saluran Pembuang samping. Pada saluran irigasi yang berada dikaki bukit, air buangan dari bukit akan masuk ke saluran irigasi yang akan berpengaruh terhadap sedimentasi maupun debit saluran irigasi. Untuk itu perlu dibuat saluran pembuang yang lebih tinggi dan sejajar dengan saluran irigasi. Saluran-saluran ini membawa air ke bangunan pembuang silang dan jika debit relatif kecil dibanding aliran air irigasi, air dari saluran pembuang dimasukkan kedalam saluran irigasi itu melalui lubang pembuang. IV.3.11 Jalan dan Jembatan. Jalan yang ada pada daerah Irigasi dapat berupa jalan umum dan jalan inspeksi. Jalan Umum adalah jalan digunakan untuk umum yang menghubungkan permukiman yang satu Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. 89

Irigasi dan Bangunan Air I dengan yang lain. Sedangkan jalan inspeksi adalah jalan yang dibangun disisi saluran induk dan saluran sekunder untuk keperluan pengawasan dan pemeliharaan saluran. Jalan ini dilengkapi dengan jembatan dan dihubungkan dengan jalan umum didekatnya. Jalan ini dibangun oleh Dinas Pengairan dan masyarakat boleh menggunakan jalan-jalan inspeksi ini untuk keperluan-keperluan tertentu saja misalnya untuk mengangkut hasil panen. IV.3.12 Bangunan Pelengkap. Bangunan pelengkap adalah bangunan lainnya yang tidak termasuk dalam kelompok bangunan diatas, namun diperlukan untuk berfungsinya jaringan irigasi termasuk sebagai fasilitas Operasi dan Pemeliharaan. Untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar diperlukan tanggul-tanggul. Pada umumnya tanggul diperlukan di sepanjang sungai di sebelah hulu bendung atau di sepanjang saluruh primer. Untuk keperluan operasi dan pemeliharaan irigasi, diperlukan fasilitas untuk melaksanakan secara efektif dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain meliputi antara lain: kantor-kantor di lapangan, bengkel, perumahan untuk staf irigasi, jaringan komunikasi, patok hektometer, papan eksploitasi, papan duga, dan sebagainya. Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di dan sepanjang saluran meliputi: pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat; tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng; kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan gorong-gorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut; jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk.

IV.4 STANDAR TATA NAMAPemberian nama pada Daerah Irigasi, saluran irigasi, saluran pembuang maupun bangunan-bangunan harus dilakukan menurut standar harus jelas dan logis. Nama yang diberikan harus pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus dipilih dan dibuat sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang sudah ada. IV.4.1 Nama Daerah Irigasi. Nama daerah irigasi diberi sesuai dengan nama daerah setempat. Nam ini bisa diambil dari nama daerah setempat atau nama desa yang penting dan mudah diukenal. Dapat juga nama daerah irigasi ini diberi nama sesuai dengan nama sungai yang dibendung. Seperti nama D.I. Sanggau Ledo yang skema irigasi ada pada gambar berikut ini, nama tersebut diambil dari nama kota kecamatan yang berdekatan dengan Daerah Irigasi, walaupun sungai yang dibendung adalah sungai Tebudak. Tapi pada kasus lain di Kabupaten Sanggau untuk daerah irigasi D.I. Merowi, nama D.I. tersebut diambil dari sungai yang dibendung, karena nama sungai tersebut lebih dikenal dibanding dengan nama desa didekatnya.

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

90

Irigasi dan Bangunan Air I IV.4.2 Nama saluran Irigasi. Nama saluran induk irigasi diberi nama sesuai dengan nama Daerah Irigasi atau nama bendung dimana saluran induk itu berpangkal. Pada gambar berikut ini, pada Daerah Irigasi Sanggau Ledo terdapat dua saluran induk. Saluran induk yang mengairi daerah irigasi Sanggau Ledo sebelah kiri diberi nama saluran induk Tebudak Kiri, karena nama bendung itu adalah bendung Tebudak. Yang mengairi areal sebelah kanannya diberi nama Tebudak Kanan. Bisa saja saluran induk tersebut diberi nama sesuai dengan nama D.I. yaitu saluran Induk Sanggau Ledo Kiri dan Sanggau Ledo Kanan. Untuk nama saluran sekunder, diberi nama sesuai dengan nama desa yang dilalui oleh saluran sekunder tersebut. Seperti pada D.I. Sanggau Ledo, saluran sekunder Transos adalah saluran sekunder yang melewati desa Transos. Sedangkan saluran sekunder Paket A adalah saluran sekunder yang melewati desa Paket A, yang merupakan desa transmigrasi.

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

91

Irigasi dan Bangunan Air I Gambar III. 18 Peta situasi D.I. Sangau Ledo

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

92

Irigasi dan Bangunan Air I Gambar III. 19 Skema D.I. Sanggau Ledo

Saluran Induk dan saluran sekunder dibagi dalam ruas-ruas dan setiap ruas diberi nomor. Saluran Induk Ruas 1 adalah saluran induk mulai bendung sampai bangunan ke satu. Saluran sekunder ruas 1 adalah saluran sekunder dari pangkalnya ( berupa bangunan bagi ) sampai bangunan pertama beriukutnya. Ruas saluran ini disingkat R pada pemberian nama saluran. Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura. 93

Irigasi dan Bangunan Air I Untuk itu saluran induk Tebudak kiri Ruas 1 diberi nama TU Kr R1, yaitu saluran induk dari bendung sampai bangunan sadap pertama. Sedangkan untuk Saluran induk Tebudak Kanan Ruas 6 diberi nama TU Kn R6 adalah saluran induk antara bangunan sadap ke 5 dengan bangunan bagi ke 6. IV.4.3 Nama Bangunan .

Nama bangunan diberi nama sesuai dengan nama salurannya. Untuk bangunan bagi dan bangunan sadap, penomoran diberi nomor : 1,2,3 dst. dengan diawali dengan huruf B ( Bangunan ). Untuk bangunan sadap pertama pada saluran induk Tebudak kiri, misalnya diberi nama : BTU Kr 1. Untuk bangunan bagi pada saluran sekunder Paket A, untuk bangunan ketiga diberi nama BPA 3. Begitu dan seterusnya. Untuk bangunan lain selain bangunan bagi atau sadap, pemberian nama diberikan sesuai nomor ruas salurannya dan diikuti dengan huruf kecil. Gorong-gorong antara bangunan BTU Kn3 dengan BTU Kn4 misalnya, diberi nama BTU Kn4a, karena terletak pada saluran induk Tebudak Kanan Ruas 4. Kalau pada ruas tersebut terdapat beberapa bangunan, maka bangunan-bangunan itu diberi huruf sesuai urutannya sehingg menjadi : BTU Kn 4a, BTU Kn 4b, BTU Kn 4c dst. IV.4.4 Nama petak dan saluran tersier.

Petak Tersier diberi nama sesuai nama saluran dimana dia menyadap. Untuk petak tersier yang menyadap dari saluran induk Tebudak Kanan Ruas 3 pada bangunan BTU Kn 3, diberi nama petak tersier disebelah kiri saluran : TU Kn 3 kr dan untuk sebelah kanan diberi nama TU Kn 3 Kn. Kalau disebelah kiri saluran terdapat dua petak tersier, maka nama tepak tersier tersebut menjadi : TU Kn 3 kr kr dan TU Kn 3 kr kn atau TU Kn 3 kr 1 dan TU Kn 3 kr 2. Nama saluran tersier mengikuti nama petak tersiernya. Untuk saluran tersier yang melayani petak tersier TU Kn 3 kr diberi nama saluran tersier TU Kn 3 kr. Untuk bangunan sadap akhir, sering dijumpai ada petak tersier diantara dua petak tersier kiri dan kanan, seperti pada saluran sekundere Transos Ruas 3, dimana terdapat 3 petak tersier : TS 3 ki, TS 3 kn dan TS 3 tg ( tengah ). IV.4.5 Nama jaringan tersier. Jaringan tersier yaitu jaringan pada petak tersier, terdiri atas : Petak kuarter, Boks Tersier, Boks Kuarter, Saluran tersier dialam petak tersier, Saluran irigasi kuarter, saluran pembuang kuarter. saluran pembuang tersier.

1. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi diikuti dengan nomor urut sesuai dengan jarum jam. Pada daerah Irigasi yang dilakukan dengan rotasi teknis dengan 4 golongan, maka terdapat empat petak totasi : A, B, C dan D. 2. Boks Tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks pertama di hilir bangunan tersier. 3. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks kurter pertama dihilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi : K1, K2, dan seterusnya. 4. Saluran tersier didalam petak tersier diberi nama sesuai nama boks terser yang mengapitnya, misalnya tersier T1 - T2, T2 T3 dst.

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

94

Irigasi dan Bangunan Air I

Gambar III. 20. Sistem tata nama petak rotasi dan kuarter. 5. Saluran irigasi kuarter diberi namasesuai dengan petak kuarter yang dilayani, namun menggunakan huruf kecil, misalnya a1, a2, c1, c2 dst. 6. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan nama petak kuarter yang dibuang airnya, dengan huruf kecil dan diawali dengan dk, misalnya dka1, dk a2 dst. 7. Saluran pembuang tersier didalam petak tersier, diberi kode dt1, dt2 dst juga menurut arah jarum jam. IV.4.6 Jaringan pembuang.

Pada umumnya saluran pembuang primer berupa sungai alami yang telah mempunyai nama, sehingga pemberian namanya sesuai dengan nama asalnya.Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat, maka saluran-saluran tersebut harus diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi menjadi ruas-ruas, maka masingmasing ruas akan diberi nama, mulai dari ujung hilir. Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang lebih kecil. Beberapa di antaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak sungai/anak sungai tersebut akan diberi nama dengan sebuah huruf bersama-sarna dengan nomor seri. Nama-nama diawali dengan huruf d (d = drainase). Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan dibagi-bagi menjiadi ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing diberi nomor. Masing-rnasing petak tersier akan rnempunyai nomor serl sendiri-sendiri. IV.4.7 peta. Warna-warna yang dipakai adalah : biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan yang ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan. merah untuk sungai dan jaringan pembuang, garis penuh untuk jaringan yang ada dan garis putus-putus ( _ . _ . _ ) untuk jaringan yang sedang direncanakan. coklat untuk jaringan jalan. 95 Tata warna peta. Warna standar akan digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakan irigasi pada

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

Irigasi dan Bangunan Air I kuning untuk daerah yang tidak diairi ( dataran tinggi , rawa-rawa ), hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa dan kampung. merah untuk tana nama bangunan. hitam untuk jalan kereta api. warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, batas-batas petak tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama untuk petak sekunder, semua petak tersier yang diberi air langsung dari primer akan mempunyai warna yang sama. Luas baku, luas potensial dan luas fungsional. Tinjaub luas berikut ini adalah luas lahan yang dikaitkan dengan jaringan irigasi. 1. Luas baku. Luas baku adalah luas bersih lahan yang berdasarkan perencanaan teknis dapat dijadikan areal persawahan. Termasuk dalam luas baku ini adalah luas lahan yang pada saat ini belum menjadi sawah, namun nantinya dapat dijadikan sawah.Tidak termasuk dalam luas baku ini adalah adalah luas lahan yang dijadikan jalan, permukiman atau daerah tinggi yang tidak akan terjangkau air irigasi. 2. Luas Potensial. Luas potensial adalah bagian dari luas baku yang dapat dilayani oleh jaringan irigasi yang ada. Jadi termasuk dalam luas potensial ini adalah luas lahan yang sudah sawah ataupun bukan sawah yang belum terairi dari jaringan irigasi, namun sudah masuk wilayah pelayanan jaringan irigasi yang sudag ada. Dan tidak termasuk dalam luas potensial ini adalah luas lahan, baik berupa sawah atau yang dapat dijadikan sawah nantinya, tapi berada diluar wilayah pelayanan jaringan yang ada. 3. Luas Fungsional. Luas Fungsional adalah bagian dari luas potensial yang telah dilayani dengan jaringan tersier. Dengan adanya jaringan tersier tersebut, maka jaringan irigasi yang ada sudah berfungsi untuk mengairi lahan sawah yang masuk dalam wilayah pelayanannya. Jadi dengan demikian, pengertian luas baku irigasi adalah berbeda dari luas baku sawah, dimana pada luas baku sawah, mungkin termasuk sawah yang berada diluar daerah perencanaan. Begitu juga karena pada luas baku irigasi, lahan pertanian yang ada tidak seluruhnya sawah, maka luas sawah pada luas baku irigasi mungkin akan lebih kecil dari luas baku sawah yang ada pada daerah irigasi ybs.

IV.4.8

Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura.

96