bab 1-4 cardio.docx

43
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi. Banyak orang yang menderita penyakit tersebut tetapi tidak menyadarinya. Penyakit ini berjalan terus seumur hidup dan sering tanpa adanya yang khas selama belum ada komplikasi pada organ tubuh. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan melainkan hanya dapat dikontrol, maka diperlukan ketelatenan dan biaya yang cukup mahal. Saat ini, hipertensi menyerang paling tidak 24% orang dewasa di Amerika Serikat dan sekitar 1 miliar orang di seluruh dunia serta diperkirakan meningkat menjadi 1,6 miliar menjelang tahun 2025. 1 Di Indonesia, hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan hingga kini belum ada pedoman penanganan maupun hasil penelitian yang berskala nasional. Ujung tombak penanggulangan hipertensi terletak pada dokter atau paramedis yang berada di sector pelayanan primer. Untuk itu, mereka perlu diberi pelatihan, angka hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17-21% dari keseluruhan populasi orang dewasa. Artinya, 1 diantara 5 orang dewasa menderita hipertensi, di Jakarta persentase hipertensi mencapai 19,9%. Diantara keseluruhan kasus hipertensi 40-95% 1

Transcript of bab 1-4 cardio.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi. Banyak orang

yang menderita penyakit tersebut tetapi tidak menyadarinya. Penyakit ini berjalan

terus seumur hidup dan sering tanpa adanya yang khas selama belum ada

komplikasi pada organ tubuh. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat

disembuhkan melainkan hanya dapat dikontrol, maka diperlukan ketelatenan dan

biaya yang cukup mahal. Saat ini, hipertensi menyerang paling tidak 24% orang

dewasa di Amerika Serikat dan sekitar 1 miliar orang di seluruh dunia serta

diperkirakan meningkat menjadi 1,6 miliar menjelang tahun 2025.1

Di Indonesia, hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan

hingga kini belum ada pedoman penanganan maupun hasil penelitian yang

berskala nasional. Ujung tombak penanggulangan hipertensi terletak pada dokter

atau paramedis yang berada di sector pelayanan primer. Untuk itu, mereka perlu

diberi pelatihan, angka hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17-21% dari

keseluruhan populasi orang dewasa. Artinya, 1 diantara 5 orang dewasa menderita

hipertensi, di Jakarta persentase hipertensi mencapai 19,9%. Diantara keseluruhan

kasus hipertensi 40-95% penyebabnya adalah faktor keturunan (hipertensi

primer), sedangkan 5% disebabkan faktor lainnya.1,2

Penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) sering kali tidak memberikan

tanda-tanda peringatan kepada kita, sehingga bisa menjadi pembunuh diam-diam

(sillent killer). Penyakit tekanan darah tinggi dapat membebani jantung dan

pembuluh darah secara berlebihan, sehingga mempercepat penyumbatan

pembuluh arteri yang disebut atherosclerosis, ini dapat mengarah kepada serangan

jantung, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.2

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai dalam

praktek klinik sehari-hari. Menurut Joint National Committe on Detection, Evaluation

and Treatment of High Blood Pressure tahun 2003, hipertensi adalah tekanan yang

lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,

mempunyai rentang dari tekanan darah tinggi sampai maligna. Keadaan ini

dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder,

terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat

diperbaiki.3

2.2. Etiologi

Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial (primer) dan

sekunder. Sebanyak 95 % hipertensi esensial dan hanya 5% yang penyebabnya

diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh darah, dan kelainan

hormonal.3

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang

mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:3

Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, rasial, obesitas, merokok,

genetik

Sistem saraf simpatis

a. Tonus simpatis

b. Variasi diurnal

Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel

pembuluh darah berperan utama, tetap remodeling dari endotel, otot polos,

dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir

Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem rennin,

angiotensin dan aldosteron.

2

Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya

diketahui. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal,

kelainan pada korteks adrenal, kelainan endokrin-metabolik (sindroma cushing,

hiperaldosteronisme sekunder, feokromositoma, akromegali), koarktasio aorta,

dan toksemia gravidarum serta adanya pemakaian obat-obatan sejenis

kortikosteroid.3

2.3 Klasifikasi

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi3

2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang

reversibel dan irreversibel. Faktor risiko yang irreversibel adalah usia, jenis

kelamin, etnis dan hereditas (genetik). Sedangkan faktor risiko yang bersifat

reversibel adalah prehipertensi, berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi

makanan yang mengandung natrium tinggi, merokok, dan sindroma metabolik.2,4

2.4.1 Usia

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar

risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring

bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi

meningkat. Tekanan sistolik meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan

diastolik tidak berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merupakan

jenis hipertensi yang paling ditemukan pada orang tua.2,4

3

2.4.2 Jenis kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka

yang cukup bervariasi. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria.

Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah

pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih

banyak ditemukan pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan karena

terdapatnya hormon estrogen pada wanita.2,4

2.4.3 Etnis

Penelitian klinis yang melibatkan sejumlah besar orang menunjukkan bahwa

orang keturunan Afrika atau Afro-Karibia memiliki tekanan darah yang lebih

tinggi dibandingkan orang Kaukasia (berkulit putih). Hipertensi pada orang

keturunan Afrika lebih sensitif terhadap garam dalam pola makan, yang

diperkirakan berkaitan dengan sistem renin-angiotensin. Orang berkulit hitam

memiliki kadar renin yang lebih rendah.2,4

2.4.4 Hereditas

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)

mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga

yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5

kali lipat.2

2.4.5 Pola makan

a. Mengkonsumsi garam dan lemak tinggi

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam

menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel

agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Lemak

trans (ditemukan pada makanan yang diproses, misalnya biskuit dan margarin)

dan lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging,

dan krim) telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.

Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan

dapat menyumbat peredaran darah.2,4

4

b. Jarang mengonsumsi sayur dan buah

Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pemakan daging

dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah.2,4

2.4.6 Gaya hidup

a. Olahraga tidak terarur

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena

meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga

cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot

jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan

sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada

arteri.2,4

b. Kebiasaan merokok

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap

melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah

segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin

diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan

diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai

otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal

untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan

yang lebih tinggi.2,4

c. Mengonsumsi alkohol

Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari

meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan

mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas.

Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum minuman

beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.2,4

2.4.7 Obesitas

5

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengonsumsi makanan yang

mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi

karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang

dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti

volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga

memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.

Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Berat badan

dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah,

terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada

orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya

normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan

lebih.2,4

2.5 Patofisiologi

Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang

dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (Cardiac Output) dan tonus dari arteri

(peripheral resisten). Faktor-faktor ini menentukan besarnya tekanan darah.

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi cardiac output dan resistensi perifer.

Hipertensi dapat terjadi karena kelainan dari salah faktor tersebut. 5

Gambar 1 Patofisiologi Hipertensi5

6

Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output

secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload)

atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh

dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara

meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat

menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh

darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output. 5

Teori terkini mengenai hipertensi :

- Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (SNS)

1) Respons maladaptive terhadap stimulasi saraf simpatis.

2) Perubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin serum yang

menetap.

- Peningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAA)

1) Secara langsung menyebabkan vasokonstriksi tetapi juga meningkatkan

aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida

nitrat.

2) Memediasi kerusakan organ akhir pad jantung (hipertrofi), pembuluh

darah, dan ginjal.

7

3) Memediasi remodeling arteri (perubahan struktural pada dinding

pembuluh darah)

- Defek pada transport garam dan air

1) Gangguan aktivitas peptida natriuretik otak, peptida natriuretik atrial,

adrenomedulin, urodilatin, dan endotelin.

2) Berhubungan dengan asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium yang

rendah.5,6

2.6 Manisfestasi Klinis

Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala. Namun demikian,

secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang

bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan

tekanan darah yang normal.6

Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan

adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan

anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan

yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal.

Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan

derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.6

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, maka dapat

menunjukkan gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,

dan pandangan menjadi kabur.6

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang rutin yang direkomendasikan sebelum memulai

terapi termasuk elektrokardiogram 12 lead, urinalisis, glukosa darah, dan

hematokrit, kalium serum, kreatinin, dan profil lipid (termasuk HDL kolesterol,

LDL kolesterol, dan trigliserida). Test tambahan termasuk pengukuran terhadap

ekskresi albumin atau albumin/ kreatinin rasio.3,6

Tabel 2 Pemeriksaan penunjang untuk skrening etiologi hipertensi 3,6

8

2.8 Diagnosis

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. 3

2.9 Pencegahan

2.9.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap

hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh

adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan

senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi. 7

2.9.2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang

menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi

terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk

mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab

penyakit dan faktor-faktor risikonya.7 Upaya-upaya yang dilakukan dalam

pencegahan primer terhadap hipertensi antara lain:

1. Pola Makan yang Baik

a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi7

9

Panduan terkini dari British Hypertension Society menganjurkan asupan

natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4 gram sehari. Jumlah tersebut setara

dengan 6 gram garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari. Mengurangi asupan

garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram garam) bisa menurunkan

TDS 2-8 mmHg. Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya

atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan

konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari

hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari

minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat

menurunkan tekanan darah. Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan

darah TDS/TDD 6/3 mmHg.

b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah7

Sayur dan buah mengandung zat kimia tanaman (phytochemical) yang

penting seperti flavonoids, sterol, dan phenol. Mengonsumsi sayur dan buah

dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg.

2. Perubahan Gaya Hidup

a. Olahraga teratur

Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, karena kedua

sifat inilah yang dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik maksudnya

olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih

dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, dan bersepeda. Aktivitas

fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan

energi (pembakaran kalori). Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan sekurang-

kurangnya 30 menit perhari dengan baik dan benar. Melakukan olahraga secara

teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-8 mmHg. Di usia tua, fungsi

jantung dan pembuluh darah akan menurun, demikian juga elastisitas dan

10

kekuatannya. Tetapi jika berolahraga secara teratur, maka sistem kardiovaskular

akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara.2

b. Menghentikan merokok

Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk

mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.2

c. Menghentikan konsumsi alkohol

Menghindari konsumsi alkohol bisa menurunkan TDS 2-4 mmHg.2

3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan

Penurunan berat badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui

perubahan pola makan dan olahraga secara teratur. Menurunkan berat badan bisa

menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB.2,7

2.9.3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang sudah pernah

terjadi untuk berulang atau menjadi berat. Pencegahan ini ditujukan untuk

mengobati para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari

penyakit, yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Dalam

pencegahan ini dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan juga

kepatuhan berobat bagi orang yang sudah pernah menderita hipertensi.7

2.9.4 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier yaitu upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi

hipertensi.7

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan atau pengobatan hipertensi meliputi terapi

farmakologik dan non farmakologik. Terapi non farmakologi antara lain dengan

modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, mengurangi asupan natrium, olahraga

atau aktivitas fisik, seperti pada tabel di bawah ini.3

11

Dan terapi farmakologik ditentukan oleh jenis hipertensi berdasarkan faktor

resiko.10

Pilihan obat :

Hipertensi tanpa komplikasi : Diuretik, Beta bloker, penghambat kanal

kalsium.

Indikasi tertentu : Inhibitor ACE, penghambat reseptor, Angiostensin II, alfa

bloker, beta bloker, antagonis Ca, diuretic.

Indikasi yang sesuai :

(1) Diabetes mellitus type 1 dengan proteinuria : inhibitor ACE.

(2) Gagal jantung : inhibitor ACE, diuretic.

(3) Hipertensi sistolik terisolasi : diuretic, antagonis Ca, dihidropiridin kerja

lama.

(4) Infark miokard : beta bloker (non-ISA), inhibitor ACE (dengan disfungsi

sistolik).10,11

Setelah keberhasilan dalam mengontrol tekanan darah selama setahun,

terutama bila terjadi modifikasi gaya hidup yang bermakna, pasien hipertensi

tanpa komplikasi dapat dipertimbangkan untuk menjalani terapi pengurangan,

meliputi :

12

- Pengurangan obat harus dilakukan secara perlahan dengan tindak lanjut

yang ketat.

- Pasien harus selalu diperiksa secara teratur karena hipertensi dapat kembali

setelah beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah obat dihentikan.15

Terapi yang adekuat secara bermakna menurunkan risiko terjadinya

penyakit jantung, stroke, dan gagal jantung kongestif. Keberhasilan terapi

bergantung pada pendidikan pasien, pemilihan obat yang tepat, tindak lanjut yang

cermat, dan pembahasan strategi secara berulang bersama pasien.12

Gambar 2 Algoritma Penanggulangan Hipertensi12

13

Modifikasi Gaya Hidup

Obat hipertensi inisial

Dengan indikasi khusus

Obat-obatan untuk indikasi khusus

tersebut ditambah obat antihipertensi

(diuretic, ACEI, BB, CCB)

Tanpa indikasi khusus

Hipertensi tingkat I(sistolik 140-159

mmHg atau diastolik 90-99 mHg)

Diuretik golongan tiazid. Dapat

dipertimbangkan pemberian ACEI, BB, CCB atau kombinasi

Hipertensi tingkat II(sistolik > 160 mmHg

atau diastolik > 100 mHg)

Kombinasi dua obat. Biasanya diuretic

dengan ACEI atau BB atau CCB

2.11 Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam

jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut,

yaitu:

a. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan

meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung

dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,

yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan

menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun

jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau edema. Kondisi ini

disebut gagal jantung.6

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke. Tekanan darah

tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke

iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak

menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus)

timbul saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya

adalah tekanan darah tinggi yang persisten.6

c. Ginjal

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem

penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu

14

membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah

dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.6

2.12 Prognosis

WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang

berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun

ke depan: (1) risiko rendah, kurang dari 15 %. (2) risiko menengah , sekitar 15-20

%. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.12

Tabel 3 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis 12

Tabel 4 Prognosis12

15

BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan meningkatnya

kadar tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau diastolik ≥90 mmHg.

Hipertensi dikelompokkan menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan hipertensi

sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang

disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada organ lainnya yang menyebabkan

peningkatan tekanan darah.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada

pasien hipertensi adalah: Jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark

16

miokardium dan gagal jantung), otak (stroke atau transient ischemic attack),

penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer dan retinopati.

Hipertensi adalah penyakit seumur hidup. Untuk hasil yang optimal,

diperlukan komitmen jangka panjang dalam modifikasi gaya hidup dan terapi

farmakologi. Gaya hidup yang baik mempengaruhi tingkat tekanan darah dan

mengurangi risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Tujuan farmakoterapi

adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.

BAB IV

ANALISA KASUS

STATUS PASIEN

I. Identitas

Nama : Ny. H

Umur : 39 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : Lr. Syahmiddin No. 56 Lampaseh Kota

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Status : Menikah

17

Berat Badan : 58 kg

Tinggi Badan : 155 cm

BMI : 24,1 (Normoweight)

Tanggal Pemeriksaan : 8 Oktober 2014

II. Anamnesa

Keluhan Utama : Nyeri kepala

Keluhan Tambahan : Nyeri di tengkuk dan terasa tegang, jantung

berdebar, perut kembung, mual, muntah, gelisah

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri

kepala yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Nyeri kepala dirasakan pasien sudah

sejak ± 1 tahun yang lalu, nyeri kepala dirasakan hilang timbul, timbulnya

sesekali terutama saat pasien lelah beraktivitas dan akan hilang setelah pasien

beristirahat. Nyeri kepala dirasakan pasien menjalar hingga ke leher bagian

belakang. Leher pasien juga dirasakan sering nyeri dan tegang. Pasien juga

mengeluhkan jantung sering berdebar yang diikuti dengan rasa gelisah, perasaan

seperti itu dirasakan setiap kali akan pergi ke puskesmas, untuk memeriksakan

tekanan darahnya, dan berhubungan dengan masalah kesehatan. Selain itu pasien

sering merasakan perut kembung jika sudah telat makan sudah sejak 1 tahun yang

lalu, mual ada, muntah ada,

Pasien mengaku bahwa pasien sudah mengidap darah tinggi selama 1 tahun,

pasien mengaku bahwa tekanan darahnya paling tinggi yaitu 160. Pasien kontrol

tekanan darah rutin yaitu di puskesmas. Pasien mengatakan bahwa ke puskesmas

kembali jika pasien merasakan kepalanya sakit atau tengkuknya yang sakit atau

jika obat hipertensinya habis. Pasien mengaku bahwa tengkuknya sakit, nyeri

kepala jika tensinya tinggi. Gangguan BAK dan BAB disangkal. Riwayat sesak,

pandangan kabur, nyeri dada, dan bengkak pada kedua kaki disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sudah menderita penyakit hipertensi sudah

sejak 1 tahun yang lalu, DM tidak ada, asma tidak ada, alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien menderita hipertensi, kakak dan abang

pasien menderita hipertensi juga

Family Genogram :

18

syarw ati,50

Simbol Genogram

Perempuan KematianIndividu

Laki-laki

hipertensi

Riwayat Pengobatan : Selama 1 tahun terakhir, pasien rutin berobat ke

puskesmas untuk mendapat obat hipertensi. Pasien selama ini mengkonsumsi

tablet Amlodipin 1x 5 mg, dan vitamin B1 3x1

Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien sering makan makanan yang mengandung lemak (santan kental) dan mengandung banyak garam, pasien juga jarang berolahraga.

III. Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Respirasi : 21 x/menit

Suhu : 36,70C

Pemeriksaan General

Kepala : Normocephali

Mata : Ikterik (- /- ), Konjungtiva palpebra inferior pucat (- /- )

Telinga : normotia, serumen tidak ada

19

Hidung : napas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada

Mulut : T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-), TVJ R-2 cmH2O

Thorax depan

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe Pernafasan : Abdomino-torakal

Retraksi : (-)

2. Palpasi

Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi

Perkusi Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi

Suara utama Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Thorax belakang

1. Inspeksi

20

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe Pernafasan : Abdomino-torakal

Retraksi : (-)

2. Palpasi

Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi

Perkusi Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi

Suara utama Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Jantung:

I : Iktus cordis tidak terlihat di ICS VI LMCS

P : Iktus cordis teraba di ICS VI LMCS

P : Batas atas jantung ICS 2 LMCS

Batas kanan jantung LPSD

21

Batas kiri jantung 2 jari LMCS

A : HR : 76 x/ menit, bising (-), BJ I > BJ II

Abdomen:

I : simetris

P : Soepel, NT (-), Hepar, Lien, Ren tidak teraba

P : Timpani di seluruh lap. Abdomen

A: Peristaltik normal

Ekstremitas:

Superior : udem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)

Inferior : udem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)

Status Neurologik

a. GCS : E4M6V5 = 15

b. Tanda Rangsang Meningeal : (-)

c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial : (-)

d. Mata : pupil bulat isokor, Ø 3mm/ 3mm,

RCL (+/+), RCTL (+/+)

e. Motorik : dalam batas normal

f. Sensibilitas : dalam batas normal

g. Fungsi-fungsi luhur : dalam batas normal

h. Gangguan khusus : tidak dijumpai

I. Kesimpulan

A. Anamnesis

Nyeri kepala, leher tegang dan nyeri

jantung berdebar, perut kembung, mual, muntah, gelisah

Pasien memiliki riwayat hipertensi

B. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan vital sign (tekanan darah

160/100 mmHg) dapat disimpulkan pasien mengalami

hipertensi derajat 2 sesuai dengan klasifikasi JNC 7

C. Pemeriksaan laboraturium

Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan EKG

22

Alat tidak tersedia (tidak dilakukan)

IV. Diagnosa

Hipertensi grade II

V. Penatalaksanaan

Medikamentosa

Amlodipine 1 x 5 mg

Non Medikamentosa

- Minumlah obat yang teratur dan kontrol tekanan darah yang rutin

- Makan-makanan tinggi protein, buah dan serat serta hindari makanan yang

berlemak

- Diet rendah garam

- Membiasakan gaya hidup sehat dengan olahraga yang sesuai

DALAM KEDOKTERAN KELUARGA

1. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

Hipertensi Stage II

2. Konfirmasi diagnosa pasien tersebut ?

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien mengeluh

nyeri kepala yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu. nyeri kepala dirasakan hilang

timbul, Nyeri kepala dirasakan pasien menjalar hingga ke leher bagian belakang.

Leher pasien juga dirasakan sering nyeri dan tegang. Kemudian dilakukan

pemeriksaaan vital sign didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg. Pasien

mengaku sudah mengidap hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.

3. Apa langkah berikutnya terhadap pasien ini?

Langkah berikutnya pada kasus ini adalah dengan melakukan pemeriksaan

lebih lanjut (penunjang) untuk membantu menegakkan diagnosis pada pasien serta

untuk menyingkirkan ada-tidaknya penyakit penyerta pada pasien ini.

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pasien meliputi: pemeriksaan

EKG, ro thoraks, laboratorium seperti kadar kolesterol, trigeserida, LDL dan

HDL, dan pemeriksaan fungsi ginjal jika diperlukan.

4. Skrinning apa yang paling tepat pada kasus ini?

23

Skrining yang bisa dilakukan pada pasien ini adalah dengan mengevaluasi

gejala klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium secara berkala.

Dengan skrining yang tepat seorang dokter dapat memprediksi perburukan apa

yang mungkin terjadi kepada pasien dan dan tatalaksananya.

5. Faktor risiko yang terdapat pada kasus ini?

Adapun faktor resiko terjadinya hipertensi pada pasien ini adalah pola hidup

pasien yang tidak sehat yaitu kebiasaan makan makanan berlemak, diet tinggi

garam, dan jarang berolahraga. Pasien juga memiliki faktor resiko herediter, ibu,

kakak dan abang pasien mengidap hipertensi.

6. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini ?

a. Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian

pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari

perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri

disfungsi diastolik, dan gagal jantung.

b. Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik

otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik.

Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan

tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi

menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemoragik.

c. Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi

pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus

130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.

7. Apa penatalaksanaan komprehensif terbaik untuk kasus ini ?

Dengan berbagai komplikasi yang dapat timbul, hipertensi sering disebut juga

dengan silent killer. Oleh karena itu, sebagai dokter keluarga yang nantinya akan

bertindak sebagai dokter layanan primer untuk memahami dan dapat memberikan

pelayanan secara holistik terhadap kasus hipertensi ini. Seperti yang kita ketahui,

bahwa pelayanan holistik tidak hanya meliputi pelayanan secara kuratif

(medikamentosa) tetapi juga meliputi pelayanan preventif (pencegahan) pada

pasien maupun keluarga pasien yang beresiko menderita hipertensi.

A. Efek Penyakit Terhadap Keluarga

24

Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga pasien serta keluarga yang

sangat mendukung kesehatan pasien dapat membuat suasana keluarga yang sehat

jasmani dan rohani dan prognosisnya baik untuk pasien maupun keluarganya.

B. Efek Keluarga Terhadap Penyakit dan Penatalaksanaannya

Peran keluarga sangat besar khususnya suami dan anak pasien. Peran keluarga

sudah baik, terlihat saat melakukan kunjungan sang anak memperhatikan pasien

dengan mengunjungi dokter untuk berkonsultasi. Selain itu, pengawasan terhadap

konsumsi obat telah dilakukan dengan baik. Peran keluarga sudah cukup baik

terutama pasien yang sering diingatkan agar istirahat teratur, makan dikontrol, dan

tidak lupa untuk minum obat. Peran lainnya ialah dengan mengontrol pola makan

pasien yang terkadang sulit mengikuti anjuran diet dari dokter. Akan tetapi

terkadang sulit untuk menyesuaikan jenis makanan pasien dengan keluarga

lainnya. Hal inilah yang menjadi kendala. Pasien dan keluarga memiliki kesadaran

untuk memeriksakan diri secara tepat dan tidak menunda penyakit sampai parah.

Keadaan sosialisasi pasien dengan kerabat masyarakat sekitar cukup baik. Hal ini

dapat menjadi salah satu faktor positif bagi kesehatan pasien.

C. Pelayanan Pendekatan Kedokteran Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat personal, menyeluruh, dan berkesinambungan kepada pasien. Dalam hal

pendekatan kedokteran keluarga pada kasus ini, dokter harus menggali informasi

yang lengkap dan maksimal tentang riwayat penyakit, faktor risiko dan status

kesehatan keluarga pasien termasuk status sosial ekonomi. Dilakukan  pendekatan

sesuai dengan teori Bloom, yang memandang status kesehatan seseorang karena

dipengaruhi faktor-faktor seperti genetik, lingkungan, tingkah laku dan fasilitas

pelayanan kesehatan.

Hal yang paling penting dalam kasus ini adalah dokter harus mencari etiologi

dan faktor risiko yang dimiliki pasien terkait penyakit yang dialaminya, untuk

kemudian menentukan etiologi atau faktor risiko apa yang paling mungkin dan

paling mendekati sebagai penyebab pada pasien. Hal ini dimaksudkan untuk

mencegah dan meminimalisir kekambuhan dan tingkat keparahan penyakit.

25

Setelah penyebab ditemukan, maka dapat dilakukan penatalaksanaan yang sesuai

dan memodifikasi gaya hidup serta menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan

penyakitnya.

Hal yang paling penting adalah dokter keluarga harus mampu untuk melakukan

management promotif dan preventif dalam menangani kasus ini.

PROMOTIF

Promotif merupakan suatu tindakan yang lebih memberikan informasi -

informasi sebagai edukasi mengenai kesehatan, termasuk masalah penyakit,

sehingga keluarga mengetahui bahaya-bahaya dari suatu penyakit dan bagaimana

cara menghindari dan mengatasinya termasuk tindakan preventifnya yang

bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan anggota keluarga. Tindakan

promotif yang dapat dilakukan adalah :

- Menjelaskan tentang hipertensi itu penyakit seperti apa pada keluarganya,

terutama mengenai apa penyebabnya, apa akibatnya, bagaimana cara

mengobati dan pencegahannya.

- Edukasi kepada keluarga pasien mengenai masalah-masalah yang dapat

memunculkan penyakit-penyakit tersebut dan bagaimana cara mengatasinya

- Melakukan penyuluhan kepada keluarga di lingkungan sekitarnya mengenai

pola hidup yang sehat agar terhindar dan bagaimana cara mengontrol hipertensi

PREVENTIF

Tindakan preventif merupakan tindakan atau program yang dilakukan untuk

mencegah agar tidak terjadi penyakit. Berbagai tindakan preventif yang bisa

dilakukan seperti melakukan pengawasan faktor risiko. Pada hipertensi, tindakan

pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

Mengurangi konsumsi garam dalam makanan

Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium.

Kalium, magnesium dan kalsium mampu mengurangi tekanan darah tinggi.

Olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah tinggi. Jika menderita

tekanan darah tinggi, pilihlah olahraga yang ringan seperti berjalan kaki,

bersepeda, lari santai, dan berenang. Lakukan selama 30 hingga 45 menit

sehari sebanyak 3 kali seminggu.

26

Makan sayur dan buah yang berserat tinggi seperti sayuran hijau, pisang,

tomat, wortel, melon, dan jeruk.

Jalankan terapi anti stres agar mengurangi stres dan mampu mengendalikan

emosi.

Berhenti merokok juga berperan besar untuk mengurangi tekanan darah tinggi

atau hipertensi.

Kendalikan kadar kolesterol.

Kendalikan diabetes jika sudah terkena.

Hindari obat yang bisa meningkatkan tekanan darah.

KURATIF

Tindakan kuratif adalah mengobati suatu penyakit dan komplikasi. Pengobatan

untuk hipertensi :

1. Terapi Non-farmakologi

a. Penurunan Berat Badan (pelihara berat badan normal BMI 18,5 – 24,9)

b. Adopsi pola makan DASH (Dietary approach to stop hypertension) yang

kaya akan kalsium dan kalium dan rendah natrium. Diet yang kaya dengan

buah, sayur, dan produk susu rendah lemak

c. Olahraga secara teratur

d. Berhenti merokok

2. Terapi farmakologi

Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim

konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan

antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik

sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien

dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.

Golongan Obat anti-hipertensi :

1) Diuretik

2) Calsium Channel Blocker

3) Antagonis aldosteron

4) ACE inihibitor

5) Penyekat reseptor angiotensin

27

6) Beta blocker

7) Antagonis kalsium

REHABILITATIF

Tindakan rehabilitatif adalah program untuk meminimalisasi dampak suatu

penyakit. Pada kasus di skenario dapat dikatakan tindakan rehabilitatif yang

penting adalah untuk mencegah komplikasi dari penyakit Ibu yakni hipertensi,

tindakan yang dapat diberikan adalah :

Kontrol Penyakit ke dokter minimal sebulan sekali

Monitoring :

o Tekanan darah

o Kerusakan target organ : jantung, ginjal, mata, otak dll

o Interaksi obat dan efek samping

o Kepatuhan (adherence)

D. Perencanaan Penanganan Kasus Pada Pasien

Dokter Keluarga harus memberikan saran yang komprehensif terkait

hipertensi yang dialami pasien. Saran tersebut mencakup edukasi tentang tindakan

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif baik mengenai faktor risiko,

perjalanan penyakit, pemeriksaan yang dilakukan, penanganan yang diberikan

maupun edukasi tentang keadaan sosial ekonomi pasien. Perlu disampaikan

kepada keluarga bahwa keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit pasien juga

bergantung pada motivasi dan  perhatian keluarga.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Sirait, A. M. dan Woro Riyadina. 1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Lanjut Usia. Jurnal Epidemiologi Indonesia.

2. Sugiharto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada

Masyarakat. http://eprints.undip.ac.id/16523/1/Aris_Sugiharto.pdf

3. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72.

4. Palmer, A. dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga. Jakarta

5. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006

29

6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New York: McGrawHill:2008

7. Sianturi, E. 2004. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor Risiko di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan. Program Magister Epidemiologi Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana USU. Medan

8. The National Collaborating centre for Chronic Conditions. 2004. Hypertension: management of hypertension in adults in primary care. NICE Clinical Guideline 18

9. World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992

10. Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed.13. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC; 2000.(3).h.1128-39.

11. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.4. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.1503-4.

12. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72

30