bab 1-4

83
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Dinkes, 2009). Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala aktivitas hidup sehari-hari. Untuk bisa hidup sehat, kita harus mempunyai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (DepKes, 2006). Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju dan mandiri,

Transcript of bab 1-4

Page 1: bab 1-4

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk

mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam

lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses

terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Dinkes, 2009).

Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala aktivitas

hidup sehari-hari. Untuk bisa hidup sehat, kita harus mempunyai Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan

sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil

pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri

di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya

(DepKes, 2006).

Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya

bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin. Salah satu ciri bangsa yang

maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.

Hanya dengan sumber daya yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya

saing bangsa (DepKes, 2005).

Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2015 untuk

mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan kedalam

empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui

pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI,

Page 2: bab 1-4

2

2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan menggerakkan dan

memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas

dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga

dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

dilakukan melalui pendekatan tatanan yaitu: PHBS di rumah tangga, PHBS di

sekolah, PHBS di tempat kerja, PHBS di institusi kesehatan dan PHBS di tempat

umum. (Dinkes, 2009).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan wujud keberdayaan

masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekan PHBS. Dalam PHBS ada 5

program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan lingkungan, Gaya hidup dan Dana

sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM. Penyakit yang timbul akibat rendahnya PHBS

dapat mengakibatkan rendahnya derajat kesehatan Indonesia dan rendahnya kualitas

hidup sumber daya manusia (DepKes, 2005).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga merupakan salah

satu upaya strategis untuk menggerakan dan memberdayakan keluarga atau anggota

rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota rumah tangga

diberdayakan agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan

dengan mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi

masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, serta memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang ada. Setiap rumah tangga juga digerakkan untuk berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakatnya dan mengembangkan upaya kesehatan

bersumber masyarakat (Depkes RI, 2006).

Pemberdayaan keluarga atau anggota rumah tangga untuk melaksanakan

perilaku hidup bersih dan sehat tidak terlepas dari peran orangtua, karena orangtua

akan menjadi panutan dan teladan bagi anggota keluarga lainnya sehingga pemberian

informasi kesehatan akan lebih efektif apabila disampaikan oleh orangtua pada

Page 3: bab 1-4

3

anggota keluarga yang lain (Dermawan dan Setiawan, 2008). Orangtua juga memiliki

fungsi afektif untuk memberikan pengetahuan dasar kepada anggota keluarga yang

lain (Friedman, 1998). Agar dapat memberikan pengetahuan dasar tentang perilaku

hidup bersih dan sehat kepada anak atau anggota keluarga lainnya diperlukan

pengetahuan yang memadai dari orangtua.

Pengetahuan merupakan hasil proses pembelajaran dengan melibatkan indra

penglihatan,pendengaran,penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan

penguatan terhadap individu dalam setiap pengambilan keputusan dan dalam

berperilaku. (Dermawan dan Setiawan, 2008). Pengetahuan juga merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior), karena

dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo,

2007).

Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya

berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6 – 12 tahun) seperti

kecacingan, diare, sakit gigi, sakit kulit, gizi buruk dan lain sebagainya yang ternyata

umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan

perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan

sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri

mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam

mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui

pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dengan menitikberatkan kepada upaya

sanitasi atau pengawasan berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

derajat kesehatan manusia (Azwar, 1999).

Kesehatan lingkungan adalah usaha pengendalian semua faktor yang ada pada

lingkungan fisik manusia yang diperkirakan akan menimbulkan hal-hal yang

merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya,

oleh karena itu diperlukan sanitasi lingkungan yang merupakan suatu usaha untuk

Page 4: bab 1-4

4

mencapai lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan fisik,

khusususnya hal-hal yang memiliki dampak merusak perkembangan fisik kesehatan

dan kelangsungan hidup manusia (Kusnoputranto, 2007).

Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 250.000 sekolah negeri, swasta

maupun sekolah agama dari berbagai tindakan. Jika tiap sekolah memiliki 10 kader

kesehatan saja maka ada 3 juta kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya

dua strategi utama Departemen Kesehatan yaitu menggerakan dan memberdayakan

masyarakat untuk hidup sehat serta Surveilans, monitoring dan informasi kesehatan

(DepKes, 2006).

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan

lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan

air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban/ wc), pembuangan air limbah dan

pengelolaan sampah (tempat sampah). Sarana sanitasi ini merupakan prasarana

pendukung untuk melakukan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

(Azwar, 1999).

Mengingat sekolah merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai

andil besar dalam kelangsungan negara ini, maka perlu diperhatikan dan ditingkatkan

kemampuan hidup sehat peserta didik melalui salah satunya menciptakan lingkungan

sekolah yang sehat sehingga peserta didik dapat belajar tumbuh dan berkembang

secara harmonis dan optimal yang nantinya akan menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas (Ahmadi, 2001).

1.2. Perumusan Masalah

Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya

berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah seperti kecacingan, diare,

sakit gigi, sakit kulit, gizi buruk dan lain sebagainya.

Page 5: bab 1-4

5

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa penting untuk meneliti

tentang “Bagaimanakah Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada

anak SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan”

1.3. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana gambaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

pada anak SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan.

1.4. Tujuan Khusus

1. Mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan (kognitif) remaja terhadap PHBS

2. Mengetahui bagaimana gambaran tindakan (psikomotor) remaja terhadap PHBS

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan serta acuan terhadap

orang tua,guru atau selaku pengasuh anak dalam menerapkan pentingnya perilaku

hidup bersih dan sehat pada anak

1.5.2. Ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan

penelitian lebih lanjut

1.5.3. Bagi Siswa

Memberikan informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat sehingga

masyarakat khususnya anak-anak (siswa) dapat mengetahui dan menerapkan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Page 6: bab 1-4

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang dapat diamati

secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku

kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan

sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan

(Notoatmodjo, 2007).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan

yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat

menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam

kegiatan-kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di

masyarakat (Depkes RI, 2007).

Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan segala

aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum. Sekolah

adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal, dimana

terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada anak

didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya

besar sekali pada jiwa anak, maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan,

sekolah juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi

anak (Adznan, 2013).

PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan

masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan PHBS,

Page 7: bab 1-4

7

dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah lembaga dengan

organisasi yang tersusun rapih dengan segala aktifitasnya direncanakan dengan

sengaja disusun yang disebut kurikulum (Adznan, 2013).

PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk

menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada

keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga/masyarakat

untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan (Depkes RI,

2007)

2.2. Tujuan PHBS

PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,

keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,

memberikan informasi dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support), dan gerakan

masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam

rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi

paradigma hidup sehat dapat dilihat dalam program Perilaku Hidup Bersih Sehat

(Depkes RI, 2008).

Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan

preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehat

merupakan perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku perorangan,

keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan,

memelihara, dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun

sosial (Ningrum, 2012).

Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk:

a. Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga teratur dan

hidup sehat

b. Menghilangkan kebudayaan yang berisiko menimbulkan penyakit

Page 8: bab 1-4

8

c. Usaha untuk melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan penyakit

d. Berpartisipasi aktif daalam gerakan kesehatan masyarakat.

2.3 Sasaran PHBS

Sasaran PHBS menurut Depkes RI 2008 dikembangkan dalam lima tatanan

yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-tempat umum, institusi

pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan sasaran PHBS di institusi pendidikan

adalah seluruh warga institusi pendidikan yang terbagi dalam:

a. Sasaran primer

Yaitu sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah

perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/kelompok

dalam institusi pendidikan yang bermasalah).

b. Sasaran sekunder

Yaitu sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan

yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader

kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor

terkait.

c. Sasaran tersier

Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam mendukung

pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS

di institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah, camat, kepala

Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.

2.4 Strategi PHBS

Kebijakan Nasional Promosi kesehatan menetapkan tiga strategi dasar

promosi kesehatan dan PHBS yaitu:

a. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)

Page 9: bab 1-4

9

Merupakan proses pemberian informasi secara terus menerus dan

berkesinambungan agar sasaran berubah dari aspek knowledge, attitude,

dan practice. Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan

keluarga, serta kelompok masyarakat.

b. Bina Suasana (Social Support)

Adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong

individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang

diperkenalkan.

Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana antara lain:

1. Pendekatan individu

2. Pendekatan kelompok

3. Pendekatan masyarakat umum

c. Advokasi (Advocacy)

Adalah upaya yang terencana untuk mendapatkan dukungan dari

pihak-pihak terkait (stakeholders). Pihak-pihak terkait ini dapat berupa

tokoh masyarakat formal yang berperan sebagai penentu kebijakan

pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Selain itu, tokoh

masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain

sebagainya dapat berperan sebagai penentu kebijakan tidak tertulis

dibidangnya atau sebagai penyandang dana non pemerintah. Sasaran

advokasi terdapat tahapan-tahapan yaitu: (Ningrum, 2012)

1. Mengetahui adanya masalah

2. Tertarik untuk ikut menyelesaikan masalah

3. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan

mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah

4. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih

salah satu alternatif pemecahan masalah

5. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan

Page 10: bab 1-4

10

2.5 Manfaat PHBS

Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya sekolah yang

bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi

dari berbagai ancaman penyakit, meningkatkan semangat proses belajar mengajar

yang berdampak pada prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan

semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua dan dapat mengangkat

citra dan kinerja pemerintah dibidang pendidikan, serta menjadi percontohan sekolah

sehat bagi daerah lain (Depkes RI, 2008).

2.6 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah

Beberapa indikator PHBS di lingkungan sekolah antara lain:

2.6.1 Mencuci Tangan dengan Air yang Mengalir dan Menggunakan Sabun

Perilaku cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun mencegah

penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan, penyakit kulit,

hepatitis A, ISPA, flu burung, dan lain sebagainya. WHO (World Health

Organization) menyarankan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun karena dapat

meluruhkan semua kotoran yang mengandung kuman. Cuci tangan ini dilakukan pada

saat sebelum makan, setelah beraktivitas diluar sekolah, setelah menyentuh hewan,

dan sehabis dari toilet. Usaha pencegahan dan penanggulangan ini disosialisasikan di

lingkungan sekolah untuk melatih hidup sehat sejak usia dini. Anak sekolah menjadi

sasaran yang sangat penting karena diharapkan dapat menyampaikan informasi

kesehatan pada keluarga dan masyarakat. (World Health Organization, 2009).

2.6.2 Mengkonsumsi Jajanan Sehat di Kantin Sekolah

Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung

pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa

tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak

Page 11: bab 1-4

11

selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam

pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. (Judarwanto, 2010)

Di sekolah siswa dan guru membeli atau konsumsi makanan/jajanan yang

bersih dan tertutup di warung sekolah sehat, hal ini dilakukan untuk mencegah agar

anak tidak sembarang jajan. Makanan yang sehat mengandung karbohidrat, protein,

lemak, mineral dan vitamin. Makanan yang seimbang akan menjamin tubuh menjadi

sehat. Makanan yang ada di kantin sekolah harus makanan yang bersih, tidak

mengandung bahan berbahaya, serta penggunaan air matang untuk kebutuhan minum

(Judarwanto, 2005; Adznan, 2013)

2.6.3 Menggunakan Jamban yang Bersih dan Sehat

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah kontak antara

manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta

binatang lainnya, mencegah bau yang tidak sedap dan konstruksi dudukannya dibuat

dengan baik, aman, dan mudah dibersihkan (STBM, 2009)

Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang memenuhi

syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup) dan terjaga

kebersihannya. Jamba leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet

berbentuk lengkung dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat

sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban

model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

Jamban yang sehat adalah yang tidak mencemari sumber air minum, tidak

berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak mencemari tanah disekitarnya,

mudah dibersihkan dan aman digunakan (Hamzah, 2014).

2.6.4 Olahraga yang Teratur

Aktivitas fisik adalah salah satu wujud dari perilaku hidup sehat terkait

dengan pemeliharaan dan penigkatan kesehatan. Kegiatan olah raga disekolah

bertujuan untuk memelihara kesehatan fisik dan mental anak agar tidak mudah sakit.

Page 12: bab 1-4

12

Anak-anak harus dibiasakan atif ketika di sekolah baik ketika sebelum masuk

sekolah, istirahat, maupun ketik mengikuti pelajaran di sekolah khususnya pelajaran

pendidikan jasmani. Orang tua harus sadar bahwa anak yang tidak mempunyai

tingkat kebugaran jasmani yang baik dimungkinkan akan mempengaruhi pretasi

belajar di sekolah (Adi, 2010).

Dalam rangka meningkatkan kesegaran jasmani, perlu dilakukan latihan fisik

yang benar dan teratur agar tubuh tetap sehat dan segar. Dengan melakukan olahraga

secara teratur akan dapat memberikan manfaat antara lain: meningkatkan kemampuan

jantung dan paru, memperkuat sendi dan otot, mengurangi lemak atau mengurangi

kelebihan berat badan, memperbaiki bentuk tubuh, mengurangi risiko terkena

penyakit jantung koroner, serta memperlancar peredaran darah (Adznan, 2010).

2.6.5 Memberantas Jentik Nyamuk

Kegiatan ini dilakukan dilakukan untuk memberantas penyakit yang

disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit demam berdarah. Memberantas

jentik nyamuk dilingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M (menguras,

menutup, dan mengubur) tempat-tempat penampungan air (bak mandi, drum,

tempayan, ban bekas, tempat air minum, dan lain-lain) minimal seminggu sekali.

Hasil yang didapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian di sosialisasikan

kepada seluruh warga sekolah (Merdawati, 2010).

2.6.6 Tidak Merokok di Sekolah

Kebiasaan merokok sudah menjadi budaya pada bangsa Indonesia. Remaja,

dewasa, bahkan anak-anak sudah tidak asing lagi dengan benda mematikan tersebut.

Perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja sering kita lihat di berbagai tempat,

misalnya di warung dekat sekolah, perjalanan menuju sekolah, halte bus, kendaraan

pribadi, angkutan umum, bahkan di lingkungan rumah. Riset WHO memperkirakan

bahwa orang yang mulai merokok pada usia remaja (70% perokok pada usia dini) dan

Page 13: bab 1-4

13

terus menerus merokok sampai 2 dekade atau lebih, akan meninggal 20-25 tahun

lebih awal dari orang yang tidak pernah menyentuh rokok (Fahrosi, 2013).

Indikator PHBS adalah siswa dan guru tidak ada yang merokok di lingkungan

sekolah. Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat orang sekitarnya

merokok. Di sekolah siswa dapat melakukan hal ini mencontoh dari teman, guru,

maupun masyarakat sekitar sekolah. Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan

merokok akan menjadi lebih dewasa. Merokok di lingkungan sekolah sangat tidak

dianjurkan karena rokok mengandung banyak zat berbahaya yang dapat

membahayakan kesehatan anak sekolah (Adznan, 2013).

2.6.7 Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan

Siswa menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.

Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan anak serta status gizi anak sekolah. Hal ini dilakukan untuk deteksi

dini gizi buruk maupun gizi lebih pada anak usia sekolah (Adznan, 2013).

2.6.8 Membuang sampah pada tempatnya

Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi

atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan

sendirinya. Mendidik anak untuk selalu membuang sampah pada tempatnya akan

dapat menekan angka penyakit yang dapat muncul di lingkungan sekolah (Silalahi,

2010).

Sampah dibedakan menjadi:

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.

a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik

b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan

sebagainya

2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu

Page 14: bab 1-4

14

b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas

4. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk

a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging

b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Silalahi, 2010).

Perilaku Membuang Sampah yang Benar

a. Sarana membuang sampah

Membuang sampah yang benar adalah dengan memisahkan sampah menjadi 3 bagian

yaitu:

1. Sampah organik seperti buah atau makanan yang cepat busuk.

2. Sampah non organik seperti botol plastik, kaleng minuman, pecahan kaca,

dan sebagainya.

3. Sampah yang mudah terbakar seperti kertas atau plastik (Adznan, 2013)

Page 15: bab 1-4

15

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

kerangka konsep dalam penelitian “Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada

Siswa siswi SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2015” dapat

digambarkan sebagai berikut:

Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Siswa- Siswi SD 064026 Kecamatan

Medan Tuntungan

1. Mencuci tangan dengan air

mengalir dan sabun

2. Jamban sehat

3. Mengkonsumsi makanan

bergizi dan jajanan sehat

4. Membuang sampah pada

tempatnya

5. Olahraga yang teratur

6. Tidak merokok

7. Memberantas jentik nyamuk

8. Menimbang berat badan dan

mengukur tinggi badan setiap

bulan

Page 16: bab 1-4

16

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Oprasional

Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, maka yang menjadi

variabel dalam penelitian beserta dengan definisi oprasionalnya sebagai berikut:

a) Pengetahuan Hidup Bersih dan Sehat

a. Definisi : Pengetahuan responden yang merupakan siswa SD Negeri

064026 Kecamatan Medan Tuntungan mengenai perilaku hidup bersih

dan sehat

b. Alat ukur : Kuesioner

c. Cara ukur : Wawancara

d. Hasil pengukuran: Baik atau Kurang

e. Skala pengukuran: Nominal

b) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

a. Definisi : Sekumpulan perilaku atau tindakan yang berfungsi untuk

memelihara dan menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang terdiri dari:

- Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun

- Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

- Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

- Olahraga yang teratur dan terukur

- Memberantas jentik nyamuk

- Tidak merokok disekolah

- Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap

bulan

Page 17: bab 1-4

17

- Membuang sampah pada tempatnya

b. Alat ukur : Kuesioner

c. Cara ukur : Wawancara

d. Hasil pengukuran : Baik atau Kurang

e. Skala pengukuran : Nominal

Tabel 3.1. Variasi dan Alat Ukur

VARIABEL ALAT

UKUR

CARA

UKUR

HASIL

UKUR

SKALA

UKUR

Pengetahuan

Hidup Bersih

dan Sehat

Kuesioner Wawancara Baik (>75%)

Kurang

(<75%)

(Machfoedz,

2009)

Nominal

Perilaku Hidup

Bersih dan

Sehat

Kuesioner Wawancara Baik (>75%)

Kurang

(<75%)

(Machfoedz,

2009)

Nominal

Page 18: bab 1-4

18

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan desain

cross-sectional (potong lintang), yaitu dengan melakukan pengamatan sesaat untuk

mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa-siswi SD Negeri

064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2015.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selama 6 minggu (dari proposal sampai dengan hasil).

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Mei 2015. Pengambilan data dilakukan saat

pelaksanaan salah satu sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan, yaitu di

SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan. Lokasi ini dipilih karena

merupakan penempatan kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) oleh Dinas

Kesehatan Kota Medan

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V dan VI di SD Negeri

064026 Kecamatan Medan Tuntungan tahun ajaran 2014/2015.

4.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling dimana

seluruh populasi menjadi sampel penelitian.

Page 19: bab 1-4

19

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Seluruh siswa kelas V dan VI SD Negeri 064026 Kecamatan Medan

Belawan

2. Responden bersedia mengikuti penelitian

3. Responden dapat berbahasa Indonesia dengan baik

4.3.3.2 Kriteria Ekslusi

1. Responden tidak hadir saat penelitian

2. Responden tidak bersedia mengikuti penelitian

4.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari responden adalah dalam bentuk kuesioner (angket). Kuesioner tersebut dibagikan

pada siswa-siswi SD Negeri 064026 Kecamatan Medan Tuntungan kelas V dan VI.

4.4.1 Pengetahuan PHBS

Perilaku responden diukur melalui 16 pertanyaan. Jawaban benar akan diberi

skor bernilai 1 dan jawaban salah akan diberi skor bernilai 0. Dengan demikian akan

diperoleh skor maksimal 32. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka ukuran

tingkat pengetahuan responden:

a. Baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari 75% dari skor

maksimum, yaitu 25-32 (Machfoedz, 2009)

b. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil dari 75% dari skor

maksimum, yaitu 0-25 (Machfoedz, 2009)

Page 20: bab 1-4

20

4.4.2 Tindakan PHBS

Tindakan PHBS diukur melalui 12 pertanyaan. Setiap pertanyaan terdiri atas

pilihan “Selalu”, “Kadang-kadang” dan “Tidak pernah”. Apabila responden

menjawab “Selalu” akan diberi skor 2, apabila koresponden menjawab “Kadang-

kadang” akan diberi skor 1, dan apabila responden menjawab “Tidak pernah” akan

diberi skor 0. Pada pertanyaan nomor 7 apabila responden menjawab “Selalu” akan

diberi skor 0, apabila responden menjawab “Kadang-kadang” maka akan diberi skor

1, dan apabila responden menjawab “Tidak pernah” maka akan diberi skor 2. Dengan

demikian diperoleh skor maksimal 24. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh,

maka ukuran tingkat perilaku responden :

a. Baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari 75% dari

skor maksimum, yaitu 19-24(Machfoedz, 2009)

b. Kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil dari 75% dari

skor maksimum, yaitu 0-18 (Machfoedz, 2009)

4.5 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. dimana

data tersebut didapat langsung dari responden. Pengumpulan data akan dilakukan

dengan metode wawancara dengan menggunakan instrumen kuisioner.

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu editing, coding, entry,

cleaning data, dan saving. Langkah pertama, editing, dilakukan untuk memeriksa

ketepatan dan kelengkapan data; kedua, coding, data yang telah terkumpul kemudian

diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; ketiga,

entry, data kemudian dimasukkan ke dalam program komputer; kemudian, cleaning

data, dengan melakukan pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan untuk

menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data; terakhir, saving, data

kemudian disimpan dan siap dianalisa. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat

Page 21: bab 1-4

21

dan dikelompokkan kemudian diolah menggunakan program Statistic Package for

Social Science (SPSS) sesuai dengan tujuan penelitian.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Pengetahuan

Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri di daerah kerja

puskesmas Tuntungan di kecamatan Medan Tuntungan. Penelitian dilaksanakan SD

Negeri 064026 kelurahan Tanjung Slamat, kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase (%)

Laki-laki 28 47,5

Perempuan 30 52,5

Total 58 100

Pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebanyak 28 responden (47,5%)

berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 30 responden (52,5%) berjenis kelamin

perempuan.

Page 22: bab 1-4

22

5.1.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan PHBS

Sebaran pengetahuan responden berdasarkan pengetahuan PHBS sebelumnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2 Pengetahuan PHBS

Frekuensi (N) Persentase (%)

Mengetahui PHBS

Ya 20 34.5

Tidak 38 65.5

Sumber Pengetahuan PHBS

Sekolah 12 20.7

TV 7 12.1

Orang Tua 9 15.5

Puskesmas 11 19.0

Tidak Pernah 19 32.8

Total 58 100.0

Pada tabel 5.2 dijelaskan bahwa sebanyak 20 responden (34,5%) menjawab

mengetahui PHBS dan sebanyak 38 responden (65,5%) menjawab tidak tahu PHBS.

Dari 58 responden yang mengetahui PHBS sebanyak 39 responden (67,3%) ,

mengetahui PHBS dari sekolah sebanyak 12 responden ( 20,7%), mengetahui PHBS

dari TV sebanyak 7 responden ( 12,1%), mengetahui PHBS dari orang tua sebanyak

9 responden ( 15,5%), mengetahui PHBS dari puskesmas sebanyak 11 responden

( 19%), tidak pernah mengetahui PHBS sebanyak 19 responden ( 32,8%).

Page 23: bab 1-4

23

5.1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Kebiasaan Mencuci Tangan

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai kebiasaan

mencuci tangan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3 Distribusi responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Kebiasaan Mencuci Tangan

Mencuci Tangan Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Mencuci Tangan

Baik 39 67.2

Kurang 19 32.8

Tindakan Mencuci Tangan

Mencuci Tangan Sebelum dan

Sesudah makan

Tidak Pernah 0 0

Kadang-Kadang 8 13,8

Selalu 50 86,2

Mencuci tangan sesudah BAB

dan BAK

Tidak Pernah 4 6.9

Kadang-Kadang 10 17.2

Selalu 44 75.9

Mencuci Tangan dengan sabun

dan air mengalir

Tidak Pernah 2 3.4

Kadang-kadang 7 12.1

Selalu 49 84.5

Total 58 100

Page 24: bab 1-4

24

Pada Tabel 5.3 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki

pengetahuan tentang mencuci tangan yang baik sebanyak 39 murid (67,2%) dan

jumlah responden yang kurang pengetahuan tentang mencuci tangan sebanyak 19

murid (32,8%). Jumlah responden yang mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 0 murid (0%), kadang-kadang sebanyak 8

murid (13,8%) dan selalu 50 murid (86,2%). Jumlah responden yang mencuci tangan

sesudah BAB dan BAK dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 4 murid (6,9%),

kadang-kadang sebanyak 10 murid (17,2%) dan selalu 44 murid (75,9%). Jumlah

responden yang mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dengan frekuensi

tidak pernah sebanyak 2 murid (3,4%), kadang-kadang sebanyak 7 murid (12,1%)

dan selalu 49 murid (84,5 %).

5.1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Jamban Sehat

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai jamban sehat

dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Jamban Sehat

Jamban Sehat Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Jamban Sehat

Baik 51 87.9

Kurang 7 12.1

Tindakan Mencuci Tangan

BAB dan BAK di jamban

Tidak Pernah 7 12.1

Kadang-Kadang 14 24.1

Selalu 37 63.8

Page 25: bab 1-4

25

Membersihkan jamban setelah

menggunakan

Tidak Pernah 4 6.9

Kadang-Kadang 13 22.4

Selalu 41 70.7

Total 58 100

Pada tabel 5.4 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang pengetahuan

tentang Jamban Sehat baik sebanyak 51 murid (87,9%), jumlah responden yang

kurang pengetahuannya tentang jamban seha baik sebanyak 7 murid (12,1%).Pada

tindakan untuk BAB dan BAK di jamban, responden yang tidak pernah sebanyak 7

(12,1%) yang kadang 14 responden (24,1%) dan yang selalu 37 (63,8%). Untuk yang

membersihkan jamban setelah menggunakan, yang tidak pernah dari jumlah

responden ada 4 (6,9%),kadang-kadang 13 (22,4%) dan yang selalu 41 (70,7%).

5.1.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Makanan Sehat

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai makanan sehat

adalah sebagai berikut.

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Makanan Sehat

Makanan Sehat Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Makanan sehat

Contoh Makanan Sehat

Baik 49 84.5

Kurang 9 15.5

Konsumsi Buah dan Sayur

Page 26: bab 1-4

26

Harian

Baik 15 25.9

Kurang 43 74.1

Tindakan Berkaitan dengan

Makanan Sehat

Membawa Bekal ke Sekolah

Tidak Pernah 13 22.4

Kadang-Kadang 41 70.7

Selalu 4 6.9

Frekuensi Jajan di Sekolah

Tidak Pernah 0 0

Kadang-Kadang 16 27.6

Selalu 42 72.4

Konsumsi sayur dan buah lebih

dari 3 kali dalam sehari

Tidak Pernah 4 6.9

Kadang-Kadang 34 58.6

Selalu 20 34.5

Total 58 100

Pada tabel 5.5 ditunjukkan bahwa sebanyak 49 responden (84,5 %) memiliki

pengetahuan yang baik mengenai contoh makanan sehat. Untuk pertanyaan mengenai

pengetahuan responden tentang jumlah konsumsi buah dan sayur yang paling baik

dalam sehari sebanyak 15 responden (25,9%) memiliki pengetahuan baik dan 43

responden (74,1 %) memiliki pengetahuan kurang.

Dari tabel 5.5 dapat diketahui juga bahwa sebanyak 41 responden (70,7 %)

kadang-kadang membawa bekal ke sekolah, sebanyak 13 responden ( 22,4 %) tidak

pernah, dan hanya 4 responden (6,9%) yang selalu membawa bekal ke sekolah.

Sebanyak 42 responden ( 72,4 %) selalu jajan di kantin sekolah dan 16 responden

Page 27: bab 1-4

27

(27,6 %) kadang-kadang. Untuk pertanyaan kebiasaan konsumsi sayur dan buah lebih

dari 3 kali sehari sebanyak 4 responden (6,9 %) menjawab tidak pernah, 34 responden

(58,6%) menjawab kadang-kadang, dan hanya 20 responden (34,5 %) yang menjawab

selalu.

5.1.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Sampah

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai sampah adalah

sebagai berikut.

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Sampah

Sampah Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Mengenai Sampah

Cara Membuang Sampah

Baik 55 94.8

Kurang 3 5.2

Akibat yang disebabkan oleh

sampah

Baik 28 48.3

Kurang 30 51.7

Tindakan Berkaitan dengan

Sampah

Membuang sampah ke tempat

sampah

Tidak Pernah 0 0

Kadang-Kadang 35 60.3

Selalu 23 39.7

Page 28: bab 1-4

28

Memisahkan sampah

Tidak Pernah 37 63.8

Kadang-Kadang 15 25.9

Selalu 6 10.3

Mengikuti piket sekolah

Tidak Pernah 1 1.7

Kadang-Kadang 14 24.1

Selalu 43 74.1

Mengambil sampah yang

tercecer di jalan

Tidak Pernah 17 29.3

Kadang-Kadang 37 63.8

Selalu 4 6.9

Total 58 100

Pada Tabel 5.6 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki

pengetahuan tentang cara membuang sampah sebanyak 59 murid (94,8%) dan jumlah

responden yang kurang pengetahuan tentang cara membuang sampah sebanyak 3

murid (5,2%). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan tentang akibat yang

disebabkan oleh sampah sebanyak 28 murid (48,3%) dan jumlah responden yang

kurang pengetahuan tentang akibat yang disebabkan oleh sampah sebanyak 30 murid

(51,7%)

Jumlah responden yang membuang sampah ke tempat sampah dengan

frekuensi tidak pernah sebanyak 0 murid (0%), kadang-kadang sebanyak 35 murid

(60,3%) dan selalu 23 murid (39,7%). Jumlah responden yang memisahkan sampah

dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 17 murid (29,3%), kadang-kadang sebanyak

37 murid (63,8%) dan selalu 4 murid (6,9%).

Jumlah responden yang mengikuti piket sekolah dengan frekuensi tidak

pernah sebanyak 1 murid (1,7%), kadang-kadang sebanyak 14 murid (24,1%) dan

Page 29: bab 1-4

29

selalu 43 murid (74,1%). Jumlah responden yang mengambil sampah yang tercecer

dijalan dengan frekuensi tidak pernah sebanyak 17 murid (29,3%), kadang-kadang

sebanyak 37 murid (63,8%) dan selalu 4 murid (6,9%).

5.1.2.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Olahraga

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai olahraga adalah

sebagai berikut.

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Olahraga

Sampah Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Mengenai Olahraga

Frekuensi Berolahraga

Baik 12 20.7

Kurang 46 79.3

Manfaat Olahraga

Baik 58 100.0

Kurang 0 0

Tindakan Berkaitan dengan

Olahraga

Mengikuti Olahraga di Sekolah

Tidak Pernah 0 0

Kadang-Kadang 12 20.7

Selalu 46 79.3

Berolahraga di luar sekolah

Tidak Pernah 15 25.9

Kadang-Kadang 32 55.2

Page 30: bab 1-4

30

Selalu 11 19.0

Total 58 100

Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai

frekuensi olahraga yang seharusnya yaitu sebanyak 12 responden (20,7 %) memiliki

pengetahuan baik dan 46 responden (79,3 %) memiliki pengetahuan kurang. Untuk

pertanyaan manfaat olahraga sebanyak 58 responden ( 100 %) memiliki pengetahuan

yang baik.

Tabel 5.7 juga menjelaskan perilaku responden yang berkaitan dengan

olahraga, sebanyak 46 responden (79,3%) selalu mengikuti olahraga di sekolah dan

hanya 12 responden (20,7%) yang kadang-kadang mengikuti olahraga di sekolah.

Untuk kebiasaan berolahraga di luar sekolah sebanyak 15 responden (25,9%)

menjawab tidak pernah, 32 responden (55,2 %) menjawab kadang-kadang dan hanya

11 responden (19,0%) menjawab selalu.

5.1.2.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Merokok

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai merokok adalah

sebagai berikut.

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Merokok

Merokok Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Mengenai Rokok

Bahaya Merokok

Baik 46 79.3

Kurang 12 20.7

Akibat Merokok

Baik 43 74.1

Page 31: bab 1-4

31

Kurang 15 25.9

Total 58 100

Pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki

pengetahuan baik mengenai bahaya merokok sebanyak 46 orang (79,3%) dan jumlah

responden yang memiliki pengetahuan kurang mengenai bahaya merokok sebanyak

12 orang (20,7%). Kemudian jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik

mengenai akibat rokok adalah sebanyak 43 orang (74,1%) dan jumlah responden

yang memiliki pengetahuan kurang mengenai akibat merokok sebanyak 15 orang

(25,9%).

5.1.2.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai PSN

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai PSN adalah

sebagai berikut.

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai PSN

PSN Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Mengenai PSN

Kegiatan PSN

Baik 10 17.2

Kurang 48 82.8

Pelaksanaan PSN (3M)

Baik 32 55.2

Kurang 26 44.8

Tindakan Berkaitan dengan PSN

Melakukan kegiatan 3M

Page 32: bab 1-4

32

Tidak Pernah 48 82.8

Kadang-Kadang 10 17.2

Selalu 0 0

Total 58 100

Pada tabel 5.9 ditunjukkan bahwa jumlah responden yang mengetahui tentang

PSN yang baik adalah 10 responden (17.2%). Sedangkan 48 responden (82.8%)

kurang mengetahui tentang PSN. Pada pelaksaan 32 responden (55.2%) mengetahui

tentang pelaksanaan PSN dengan baik,sedangkan 26 responden (44.8%) kurang

mengetahui pelaksanaan PSN. Pada tindakan yang berkaitan dengan PSN 48

responden (82.8%) tidak pernah melakukan,10 responden (17.2%) kadang-kadang

dan tidak ada siswa yang selalu melakukan tindakan PSN.

5.1.2.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Pengukuran Pertumbuhan

Sebaran responden berdasarkan pengetahuan dan tindakan mengenai pengukuran

pertumbuhan adalah sebagai berikut.

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Tindakan

Mengenai Pengukuran Pertumbuhan

Pertumbuhan Frekuensi (N) Persentase (%)

Pengetahuan Mengenai Pengukuran Pertumbuhan

Kegiatan pengukuran

pertumbuhan setiap bulan

Baik 48 82.8

Kurang 10 17.2

Tindakan Berkaitan dengan Pengukuran Pertumbuhan

Melakukan kegiatan pengukuran

Page 33: bab 1-4

33

pertumbuhan setiap bulan

Tidak Pernah 45 77.6

Kadang-Kadang 13 22.4

Selalu 0 0

Total 58 100

Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa jumlah responden yang

memiliki pengetahuan baik tentang kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan

sebanyak 48 orang (82,8%) dan jumlah responden yang memiliki pengetahuan kurang

tentang kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan sebanyak 10 orang (17,2%).

Kemudian jumlah responden yang tidak pernah melakukan kegiatan pengukuran

pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 45 orang (77,6%), jumlah responden yang

kadang-kadang melakukan kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan adalah

sebanyak 13 orang (22,4%), dan jumlah responden yang selalu melakukan kegiatan

pengukuran pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 0 orang (0%).

5.1.2.11 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat

Tingkat pengetahuan responden mengenai perilaku hidup bersih dan sehat adalah

sebagai berikut.

Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat

Pengetahuan PHBS Frekuensi (N) Persentase (%)

Baik 18 31.0

Kurang 40 69.0

Total 58 100

Page 34: bab 1-4

34

Dari tabel 5.11 didapati bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai

perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 18 responden (31,0 %) memiliki

pengetahuan baik dan sebanyak 40 responden (69,0%) memiliki pengetahuan kurang.

Tabel 5.12 Tindakan Responden Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tindakan PHBS Frekuensi (N) Persentase (%)

Baik 3 5.2

Kurang 55 94.8

Total 58 100

Dari tabel 5.12 didapati bahwa sebanyak 3 responden (5.2%) memiliki

tindakan baik dan 55 responden (94,8%) memiliki tindakan kurang.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan Tabel 5.3 ditunjukkan bahwa mayoritas responden yang

memiliki pengetahuan tentang mencuci tangan yang baik sebanyak 39 murid (67,2%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD Negeri 064975

Medan pada periode September 2012 hingga November 2012 dimana responden yang

mengetahui tentang pengertian cuci tangan yaitu sebanyak 259 murid (72,3%) dan

yang mengetahui pentingnya cuci tangan yaitu sebanyak 327 murid (91,3%) dari total

385 koresponden. (Mayasari, 2012)

Menurut Notoatmodjo (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang

lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

Page 35: bab 1-4

35

yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih

rendah.

3. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu, faktor

predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat. Faktor predisposisi meliputi

pendidikan, ekonomi, hubungan sosial, dan pengalaman. Orang yang berpendidikan

tinggi akan memberikan respons yang lebih rasional terhadap informasi yang datang.

Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi perilaku, semakin tinggi

ekonomi keluarga akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan fasilitas

pendukung perilaku.

Hubungan sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan

yang lain. Faktor pendukung, mencakup ketersediaan sumber dan fasilitas yang

memadai. Faktor pendukung ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum.

Fasilitas fisik misalnya sarana kesehatan. Sedangkan fasilitas umum misalnya media

massa. Faktor penguat meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan yang

merupakan panutan untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003). Seperti hal nya

perilaku kesehatan tentang mencuci tangan responden pada penelitian ini dimana

didapati responden yang selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

sebanyak 50 murid (86,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD

kelurahan Harjosari Medan dimana mayoritas responden mencuci tangan sebelum

dan sesudah makan yaitu sebanyak 91 murid (68,9%) dari 132 koresponden.

(Syahputri, Delly, 2011).

Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden selalu mencuci tangan

sesudah BAB dan BAK 44 murid (75,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian Mayasari

(2012) dimana murid selalu mencuci tangan sesudah BAB dan BAK yaitu sebanyak

335 murid (93,6%) dari total 385 responden. Jumlah responden yang selalu mencuci

tangan dengan sabun dan air mengalir yaitu sebanyak 49 murid (84,5%). Pada

Page 36: bab 1-4

36

penelitian Fewtrell l, Kaufman RB, et al (2005) disebutkan perilaku cuci tangan pakai

merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan

intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi resiko penularan

berbagai penyakit salah satunya diare. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan SD Negeri Podo 2 Pekalongan dimana didapati murid SD yang terbiasa

cuci tangan sebanyak 47 murid (66,7%) dan semuanya tidak mengalami kejadian

diare, sedangkan murid SD yang tidak terbiasa cuci tangan sebanyak 3 murid dengan

2 murid mengalami kejadian diare (Rosidi et al, 2010)

Dari tabel 5.4 Tingkat pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup bersih

dan sehat di kecamatan belawan sudah cukup baik. Meliputi kebersihan terhadap cuci

tangan bahkan pengetahuan tentang jamban. Tidak hanya pengetahuan terhadap

keluarga namun juga pengetahuan anak-anak akan perilaku hidup bersih dan sehat

sudah sangat baik. Terlihat bahwa keluarga sudah baik untuk memberikan edukasi

ataupun pengetahuan terhadap anggota keluarga lainnya. Hal ini terlihat pada hasil

penelitian tentang pengetahuan akan jamban sehat sudah baik sekali. Pada hasil

penelitian, dari jumlah responden 58 murid, responden yang mengetahui pengetahuan

akan jamban sehat (87,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian Budiyono (2007)

tentang hubungan praktik penggunaan fasilitas sanitasi dan praktik personal hygiene

dengan kejadian diare di kelurahan bandarharjo kota semarang. Dari jumlah

responden 84, 52 responden (61,9%) memiliki pengetahuan baik tentang sanitasi

yang baik. 27 responden (32,1%) memiliki pengetahuan sedang dan 5 responden

(6.0%) memiliki pengetahuan yang kurang. Menurut Penelitian Jariston Habeahan :

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di

Yayasan Panti Asuhan Rapha-El,2010, dari 19 responden, 10 (52,6%) mengetahui

tentang jamban sehat dan 9 (47,4%) tidak mengetahui tentang jamban sehat.Menurut

penelitian Rudi,2012 pengetahuan tentang jamban sehat terhadap anak panti asuhan

harapan kita di kabupaten bone Sulawesi selatan yang menyatakan bahwa tingkat

pengetahuan anak anak akan jamban sehat sudah cukup baik. Dari jumlah 32

responden, 27 responden (84.4%) sudah mengetahui dengan baik tentang jamban

Page 37: bab 1-4

37

sehat dan sisanya 5 responden (15.6%) tidak mengetahui bagaimana jamban sehat.

Hal ini sudah sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak SD

sudah mengetahui dengan baik tentang jamban sehat.

Pada tindakan untuk BAB dan BAK di jamban, responden yang tidak pernah

sebanyak 7 (12,1%) yang kadang 14 responden (24,1%) dan yang selalu 37 (63,8%).

Untuk yang membersihkan jamban setelah menggunakan, yang tidak pernah dari

jumlah responden ada 4 (6,9%),kadang-kadang 13 (22,4%) dan yang selalu 41

(70,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Jariston Habeahan : Pengetahuan, Sikap

Dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Anak-anak Di Yayasan Panti Asuhan

Rapha-El,2010 bahwa jumlah responden yang selalu menggunakan jamban untuk

BAB dan BAK adalah 17 responden (89,5%) dan yang tidak pernah adalah 2

responden (10,53%).Menurut penelitian Pane,2012 pada warga desa Sukamurni

Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi pada Bulan April – Mei 2008. Pada

penelitian ini 46,4% telah menggunakan jamban dan di desa Sukamurni ini sedikit

lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kasnodihardjo,dimana hanya 33,5% penduduk di Kabupaten Subang yang

menggunakan jamban. Pada hasil kedua penelitian ini terlihat bahwa banyak warga

yang sudah tau dan menggunakan jamban sebagai tempat untuk BAB dan BAK. Hal

ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Tarigan,2008

tentang sikap dan tindakan akan penggunaan jamban pada bahwa dari jumlah 101

responden, 85 responden (84,2%) telah melakukan tindakan dan sikap baik terhadap

jamban dan 16 responden (15,8%) tidak melakukan sikap dan tindakan yang baik

terhadap jamban.Hal ini sudah sejalan hasil penelitian Rudi,2012 pengetahuan

tentang jamban sehat terhadap anak panti asuhan harapan kita di kabupaten bone

Sulawesi Selatan yang menyatakan sikap anak di panti asuhan ini dari 32 responden

dan mendapati 100 % hasil bahwa semua anak di anti asuhan tersebut telah

menggunakan jamban untuk buang air kecil dan buang air besar. Pengetahuan

merupakan faktor pemudah bagi anak-anak untuk terlaksananya Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat. Dengan demikian faktor ini menjadi pemicu terhadap perilaku yang

Page 38: bab 1-4

38

menjadi dasar atau movtivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau

kebiasaan,kepercayaan,tingkat pendidikan,atau tingkat social ekonomi

(Notoadmodjo, 2007). Tingginya hasil responden untuk tingkat pengetahuan

didukung dengan motivasu dari anak-anak yang bersangkutan serta tingkat

pendidikan responden yang dominan di SD yang sebagian besar telah mengetahui

tentang PHBS yang penting untuk kehidupan mereka. Maka dapat di lihat bahwa

sikap anak-anak si SD tidak ada masalah karena pengetahuan yang baik buat mereka

bias menciptakan sikap yang lebih baik pula. Karena mereka mengetahui apa yang

benar sehingga sikap yang ada pada anak anak. SD bias baik pula. Dan jika di

bandingkan pada penilitian sebelumnya terlihat persentase pengetahuan anak di SD

ini terlihat lebih tinggi persentasenya.

Pada tabel 5.5 ditunjukkan bahwa sebanyak 49 responden (84,5 %) memiliki

pengetahuan yang baik mengenai contoh makanan sehat. Hal ini berbeda dengan

hasil penelitian Maulana (2010) yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan anak

SD Inpres 2 Pannampu sebanyak 38 orang (46,3%) memiliki pengetahuan cukup

mengenai pemilihan makanan sehat dan sebanyak 44 orang (53,7%) memiliki

pengetahuan kurang. Berbagai faktor mempengaruhi pemilihan makanan inidividu

maupun keluarga.Secara garis besar, dikelompokkan faktor yang mempengaruhi

pemilihan makanan menjadi tiga determinan, yaitu karakteristik individu, makanan,

dan lingkungan (Azrimaidaliza, 2011).

Dari tabel 5.5 dapat diketahui juga bahwa sebanyak 41 responden (70,7 %)

kadang-kadang membawa bekal ke sekolah, sebanyak 13 responden ( 22,4 %) tidak

pernah, dan hanya 4 responden ( 6,9 %) yang selalu membawa bekal ke sekolah. Hal

ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Putra (2009) di Sekolah Dasar (SD) Hj.

Isriati Semarang yang menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden (19,2%)

membawa bekal makanan ke sekolah. Sebanyak 48 responden lainnya (61,5%) tidak

mengkonsumsi/ membawa makanan ke sekolah. Alasan responden tidak membawa

bekal diantaranya yaitu responden merasa selalu terburu-buru, orang tua sibuk,

membawa uang saku/ jajan tidak suka dibawakan makanan.

Page 39: bab 1-4

39

Untuk pertanyaan mengenai pengetahuan responden tentang jumlah konsumsi

buah dan sayur yang paling baik dalam sehari sebanyak 15 responden (25,9%)

memiliki pengetahuan baik dan 43 responden (74,1 %) memiliki pengetahuan kurang.

Hal ini sejalan dengan penelitian Maryam (2012) di Sekolah Dasar Shafiyyatul

Amaliyah Kelas V, didapatkan jumlah responden dengan tingkat pengetahuan yang

baiksebanyak 29 orang (41,4%) dan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan

sedang adalah sebanyak 38 orang (54,3%) sedangkan responden yang mempunyai

tingkat pengetahuan yang buruk adalah sebanyak 3 orang (4,3%). Tingkat

pengetahuan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan sedang, sehingga dapat

dilihat bahwa pengetahuan anak-anak sekolah dasar tentang manfaat konsumsi sayur-

mayur masih kurang.Tingkat pengetahuan anak-anak sekolah dasar tentang konsumsi

sayur dan buah yang sedang ini juga mungkin karena kurangnya konsumsi sayur-

mayur di rumah, kurangnya penyuluhan oleh pihak sekolah maupun petugas

kesehatan di Medan.

Kurangnya pengetahuan tentang manfaat konsumsi sayur-mayur di kalangan

anak-anak sekolah dasar adalah karena kurangnya informasi tentang manfaat

konsumsi sayur-mayur. Hal ini sejalan dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) yang

menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengetahuan yang berasal dari

berbagai sumber informasi sehingga dapat membentuk keyakinan bagi seseorang.

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebanyak 42 responden ( 72,4 %) selalu jajan

di kantin sekolah dan 16 responden (27,6 %) kadang-kadang jajan di kantin sekolah

Hal ini sejalan dengan penelitian Anthony (2011) di beberapa Sekolah Dasar di kota

Medan yang menunjukkan sebanyak 329 responden (85,9%) selalu jajan di kantin

sekolah, diikuti sejumlah 48 responden (12,5%) kadang-kadang jajan di kantin

sekolah, dan sejumlah 6responden (1,6%) tidak pernah jajan di kantin sekolah.

Kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer dikalangan anak-anak

sekolah. Kebiasaan jajan tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Biasanya makanan

jajanan yang mereka sukai adalah makanan dengan warna, penampilan, tekstur,

aroma dan rasa yang menarik.Alasan responden mengonsumsi jajanan di sekolah

Page 40: bab 1-4

40

berbagai macam diantaranya adalah sebagai pengganti sarapan, rasanya enak,

mengurangi rasa lapar, adanya pemberian uang saku dari orang tua dan karena

harganya murah/ terjangkau (Putra, 2009).

Untuk pertanyaan kebiasaan konsumsi sayur dan buah lebih dari 3 kali sehari

sebanyak 4 responden (6,9%) menjawab tidak pernah, 34 responden (58,6%)

menjawab kadang-kadang, dan hanya 20 responden (34,5 %) yang menjawab selalu.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayanti (2005) tentang kebiasaan konsumsi

sayur dan buah pada anak SD di Kecamatan Cihideung Kota tasikmalaya yaitu

sebanyak 0 responden (0%) tidak pernah, sebanyak 243 responden (87,4 %) kurang

dari 3 kali per minggu, sebanyak 35 responden (12,6%) mengonsumsi sayur lebih

dari 3 kali per minggu, dan sebanyak 0 responden (0%) mengonsumsi sayur setiap

makan. Hal ini mencerminkan kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah yang masih

sangat kurang pada anak Sekolah Dasar. Umumnya alasan anak tidak mengkonsumsi

sayuran karena tidak suka, kecuali sayuran jenis tertentu seperti bayam dan

kangkung. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendidikan

formal kepala keluarga, tingkat pendidikan formal ibu dan pengeluaran terhadap

kebiasaan mengkonsumsi sayuran pada anak (Nilawati,1998)

Pada Tabel 5.6 ditunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

pengetahuan tentang cara membuang sampah yaitu sebanyak 55 murid (94,8%). Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD kelurahan Harjosari Medan

dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang cara membuang sampah

yaitu sebanyak 68 murid (51,5 %) dari total 132 responden. (Syahputri, 2012).

Jumlah responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang akibat yang disebabkan

oleh sampah sebanyak 28 murid (48,3%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian

Syahputri (2012) yang menunjukkan bahwa 74 murid (56,1%) dari total 132

responden memiliki pengetahuan yang baik tentang akibat yang disebabkan oleh

sampah.

Menurut Sari S. (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam

upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan

Page 41: bab 1-4

41

memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku.Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah kadang-kadang ke

tempat sampah yaitu sebanyak 35 murid (60,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan

dengan penelitian Habeahan (2009) yang menunjukkan bahwa 16 murid (84.2% ) dari

25 responden di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar membuang sampah pada tempat

sampah yang sampah. Data dari penelitian yang dilakukan di SD RA Kartini juga

menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah pada tempatnya yaitu

sebanyak 87%. (Masita, 2010)

Jumlah responden yang memisahkan sampah dengan frekuensi tidak pernah

sebanyak 37 murid (63,8%). Ditemukan bahwa responden memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi tetapi dalam tindakan masih tergolong rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak selamanya seseorang dengan pengetahuan yang tinggi

dapat melakukan tindakan atau perilaku mengenai sesuatu dengan baik.

Kemungkinan masalah tersebut dikarenakan ada faktor-faktor lain yang berperan

sehingga perilaku siswa tidak sesuai dengan pengetahuan siswa tersebut, misalnya

ada atau tidaknya sarana dan prasarana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 murid (74,1%). selalu mengikuti

piket sekolah dan mayoritas responden kadang-kadang mengambil sampah yang

tercecer dijalan yaitu sebanyak 37 murid (63,8%).

Pada Tabel 5.6 ditunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

pengetahuan tentang cara membuang sampah yaitu sebanyak 55 murid (94,8%). Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SD kelurahan Harjosari Medan

dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang cara membuang sampah

yaitu sebanyak 68 murid (51,5 %) dari total 132 responden. (Syahputri, 2012).

Jumlah responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang akibat yang disebabkan

oleh sampah sebanyak 30 murid (51,7%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian

Syahputri (2012) yang menunjukkan bahwa 74 murid (56,1%) dari total 132

responden memiliki pengetahuan yang baik tentang akibat yang disebabkan oleh

sampah.

Page 42: bab 1-4

42

Menurut Sari S. (2006), ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam

upaya memperbaiki perilaku. Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan

memberi hasil yang cukup berarti untuk memperbaiki perilaku.Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah kadang-kadang ke

tempat sampah yaitu sebanyak 35 murid (60,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan

dengan penelitian Habeahan (2009) yang menunjukkan bahwa 16 murid (84.2% ) dari

25 responden di Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar membuang sampah pada tempat

sampah yang sampah. Data dari penelitian yang dilakukan di SD RA Kartini juga

menunjukkan bahwa mayoritas responden membuang sampah pada tempatnya yaitu

sebanyak 87%. (Masita, 2010)

Jumlah responden yang memisahkan sampah dengan frekuensi tidak pernah

sebanyak 37 murid (63,8%). Ditemukan bahwa responden memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi tetapi dalam tindakan masih tergolong rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak selamanya seseorang dengan pengetahuan yang tinggi

dapat melakukan tindakan atau perilaku mengenai sesuatu dengan baik.

Kemungkinan masalah tersebut dikarenakan ada faktor-faktor lain yang berperan

sehingga perilaku siswa tidak sesuai dengan pengetahuan siswa tersebut, misalnya

ada atau tidaknya sarana dan prasarana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 murid (74,1%). selalu mengikuti

piket sekolah dan mayoritas responden kadang-kadang mengambil sampah yang

tercecer dijalan yaitu sebanyak 37 murid (63,8%).

Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden mengenai

frekuensi olahraga yang seharusnya yaitu sebanyak 12 responden (20,7 %) memiliki

pengetahuan baik dan 46 responden (79,3 %) memiliki pengetahuan kurang. Siswa-

siswi SDN 060957 belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai frekuensi

olahraga yang seharusnya dilakukan. Untuk pertanyaan manfaat olahraga sebanyak

58 responden ( 100 %) memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini sesuai dengan

penelitian Habeahan (2009) di Yayasan Rapha-El Simalingkar, yaitu sebanyak 84,2%

memiliki pengetahuan baik mengenai manfaat olahraga.

Page 43: bab 1-4

43

Tabel 5.7 juga menjelaskan perilaku responden yang berkaitan dengan

olahraga, sebanyak 46 responden (79,3%) selalu mengikuti olahraga di sekolah dan

hanya 12 responden (20,7%) yang kadang-kadang mengikuti olahraga di

sekolah.Untuk kebiasaan berolahraga di luar sekolah sebanyak 15 responden (25,9%)

menjawab tidak pernah, 32 responden (55,2 %) menjawab kadang-kadang dan hanya

11 responden (19%) menjawab selalu. Hal ini sejalan dengan penelitian Stevanie

(2011) di SDN2 Kebon Kopi yang menjelaskan bahwa sebanyak 70% responden

kadang-kadang berolahraga di luar sekolah, dan sebanyak 30% responden yang selalu

berolahraga di luar sekolah. Hal ini mencerminkan jumlah siswa SD yang

berolahraga di luar sekolah masih cukup sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena

banyak siswa SD yang menghabiskan waktu nya di luar sekolah dengan bermain

daripada berolahraga.

Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki

pengetahuan baik mengenai bahaya merokok sebanyak 46 orang (79,3%). Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh di SDN Ungaran 02.04 dengan jumlah

sampel 41 responden, didapatkan bahwa sebanyak 23 responden (56,1%) memiliki

tingkat pengetahuan yang baik tentang bahaya merokok (Liana, 2013). Begitu juga

dengan hasil penelitian yang dilakukan di SMP 1 Tempurejo dengan jumlah

responden sebanyak 499 siswa didapatkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan

remaja berada pada pengetahuan sedang sebanyak 217 orang (45,2%) dan hasil

penelitian yang dilakukan di SD 6 Jember dengan jumlah responden sebanyak 678

orang didapatkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan remaja mengenai bahaya

merokok adalah baik dengan jumlah 245 orang (42,4%) dan sedang sebanyak 179

orang (26,5%) (Fahrosi, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VI di SD Katolik

Santa Theresia Manado dengan jumlah responden sebanyak 55 orang didapatkan

bahwa pengetahuan responden tentang bahaya merokok bagi kesehatan adalah baik

sebanyak 53 responden (96,3%) dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 2

responden (3,7%). Menurut Notoatmodjo tahun 2003, pengetahuan seseorang dapat

Page 44: bab 1-4

44

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, pengalaman pribadi atau orang

lain, media massa dan lingkungan. Hal ini jelas dapat memberikan informasi

mengenai bahaya merokok yang dapat diperoleh melalui media massa seperti iklan di

televisi, radio maupun surat kabar. Penggunaan media dalam pendidikan kesehatan

memiliki tujuan untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah dan

mengingatkan informasi yang disampaikan supaya menimbulkan perubahan

pengetahuan dan sikap (Machfoedz, 2009). Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa

dalam satu batang rokok yang dihisap terdapat sekitar 4000 bahan kimia berbahaya

diantaranya nikotin, tar, dan CO. Efek merokok tidak hanya pada pengguna rokok itu

sendiri (perokok aktif) tetapi juga ada orang-orang yang berada di sekitar perokok

yang menghirup asap rokok (perokok pasif).

Dari tabel 5.9 dapat diketahui tingkat pengetahuan anak SD tentang PSN pada

penelitian ini masih memiliki angka yang kurang baik. Untuk tingkat pengetahuan

PSN dari jumlah 58 responden hanya 10 responden (17.2%) yang mengetahui dengan

baik tentang kegiatan PSN,dan dalam pelaksanaannya 32 responden (55.2%)

mengetahui baik dan 26 (44.8%) kurang mengetahui pelaksanaan PSN kurang baik.

Sedangkan 48 responden (82,8%) tidak mengetahui tentang kegiatan PSN. Hal ini

tidak sejalan dengan penelitian Tri Krianto pada tahun 2009 yang menyatakan 72,6 %

mengetahui tentang pelaksanaan PSN 3M Plus. 63,4% siswa telah melakukan

pemeriksaan jentik dengan baik.Dalam tindakan yang berkaitan dengan PSN, 117

responden (94,4%) tidak pernah melakukan 3M, yang kadang-kadang 7 responden

(5,6%) dan yang selalu tidak ada (0%). Hal ini sejalan dengan penelitian dari

Nurafifah,2013 yang menunjukkan bahwa dari 35 responden , 19 responden (54.3%)

tidak melakukan PSN dan 16 responden (45,71%) tidak melakukan PSN dengan

baik. Terlihat bahwa masi banyak masyarakat yang tidak melakukan kegiatan PSN.

Pengetahuan tentang vektor serta PSN ini sendiri secara umum menunjukkan

bahwa pengetahuan murid tentang DBD ini masi rendah. Murid kurang mengetahui

kapan nyamuk DBD ini menggigit serta dimana habitat perkembangbiakannya. Hal

ini tidak lepas dari keharusan anak-anak untuk mengetahui bagaimana

Page 45: bab 1-4

45

perkembangbiakan vektor dimulai dari kurangnya sikap dan kesadaran akan

pentingnya PSN (3M). Vektor sendiri dapat berkembangbiak dengan cepat jika tidak

ada nya penanggulangan 3M dari awal.. Hal ini juga sejalan dengan penelitian dari

Koendrat et al, di dua kecamatan di provinsi Kamphaeng Phet, Thailand yang

memberikan informasi bahwa pada umunya pengetahuan tentang gejala demam

berdarah kurang di pahami oleh masyarakat. Pengetahuan ibu tentang perilaku

nyamuk dalam menggigit juga relatif rendah. Studi Kumar dan Gururaj di negara

bagian Kartanaka,India juga memberikan gambaran bahwa lebih dari 50% responden

tidak mengetahui tentang pemberantasan nyamuk ini sendiri.Maka dapat kita

simpulkan bahwa kurangnya pengetahuan oleh orang tua terhadap pemberantasan

nyamuk ini sendiri dapat berimbas pada anak-anak karena kurangnya edukasi yang

akan dapat disampaikan sehingga masih banyak anak-anak yang tidak mengetahui

betapa pentingnya menjaga dan melakukan program pemberantasan sarang nyamuk

khususnya di Indonesia dengan nama program 3M. Dari sisi program

pengendalian,perilaku dan habitat nyamuk lebih jauh penting daripada nyamuk ini

sendiri. Dengan memahami habitat dan perilaku nyamuk,terjadinya perubahan

perilaku dapat mengubah cara pandang dan berpikir sesorang akan pengendalian

nyamuk terutama program 3M ini sendiri (Notoadmodjo,2007).

Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki

pengetahuan baik tentang kegiatan pengukuran pertumbuhan setiap bulan sebanyak

48 orang (82,8%). Hal ini sejalan dengan survey yang dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2011 dengan jumlah responden 792 siswa

didapatkan sebanyak594 responden (75,0%) menyatakan menimbang berat badan dan

tinggi badan secara teratur setiap bulan (Dinkes, 2011). Sama halnya dengan

penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas VI di SD Katolik Santa Theresia

Manado dengan jumlah responden sebanyak 55 orang didapatkan bahwa pengetahuan

responden tentang menimbang dan mengukur tinggi badan setiap 1 bulan untuk

memantau pertumbuhan dan perkembangan siswa adalah baik sebanyak 44 responden

(80%) dan sebanyak 11 responden (20%) berpengetahuan buruk (Grahandami, 2013).

Page 46: bab 1-4

46

Kemudian jumlah responden yang tidak pernah melakukan kegiatan pengukuran

pertumbuhan setiap bulan adalah sebanyak 45 orang (77,6%), hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan di SD Fransiscus tahun 2013, terdapat 59,23% siswa yang

tidak pernah memonitoring pertumbuhannya (Iskandar, 2013). Perilaku seseorang

atau masayarakat tentang kesehatan terutama melakukan penimbangan berat badan

setiap bulan ditentukan oleh pengetahuan sikap kepercayaan, tradisi dan sebagainya

dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersedian fasilitas,

sikap dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

terbentuknya suatu perilaku atau tindakan siswa menimbang berat badan dan

mengukur tinggi badan setiap bulan. Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah

untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak serta status gizi anak

sekolah. Tersedianya fasilitas usaha kesehatan sekolah dapat mununjang kegiatan

penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di sekolah, mengingat

pentingnya hal ini dilakukan untuk mendeteksi dini gizi buruk maupun gizi lebih

pada anak usia sekolah.

Dari tabel 5.11 didapati bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai

perilaku hidup bersih dan sehat yaitu sebanyak 18 responden (31%) memiliki

pengetahuan baik dan sebanyak 40 responden (69%) memiliki pengetahuan kurang.

Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Hanapi (2013) yang menunjukkan

bahwa tingkat pengetahuan PHBS siswa SDN 2 nanjung sebagian besar 80 responden

(80,11%) dalam kategori cukup, 12 responden (12,76%) dalam kategori baik dan 2

responden (2,13%) dalam kategori kurang. Dari tabel 5.12 didapati bahwa sebanyak 3

responden (5,2%) memiliki tindakan baik dan 55 responden (94,8%) memiliki

tindakan kurang. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Habeahan (2009) yang

menunjukkan bahwa tindakan responden tentang PHBS di di Yayasan Panti Asuhan

Rapha-El Simalingkar memiliki tindakan PHBS dengan kategori baik sebesar 78,9%,

sedangkan kategori buruk tidak ada. Hal ini mungkin dikarenakan tingkat

pengetahuan siswa-siswi di SDN 064026 yang masih kurang dan kurangnya

penyuluhan tentang PHBS terhadap siswa-siswi tersebut.

Page 47: bab 1-4

47

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 48: bab 1-4

48

6.1 Kesimpulan

Dari data yang diperoleh pada hasil penelitian mengenai gambaran perilaku

hidup bersih dan sehat pada siswa-siswi SD Negeri 064026 kecamatan Medan

Tuntungan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Responden terbanyak adalah perempuan yaitu 30 orang (52.5%)

2. Tingkat pengetahuan siswa-siswi mengenai perilaku hidup bersih dan

sehat tergolong kurang sebanyak 18 orang responden (31%)

3. Tindakan siswa-siswi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat tergolong

kurang sebanyak 55 orang responden (94.8%)

4. Pengetahuan siswa-siswi masih kurang mengenai perilaku hidup bersih

dan sehat perihal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (82,8%), yang

selalu konsumsi sayur dan buah (34,5%), dan frekuensi berolahraga

(20,7%).

5. Tindakan siswa-siswi masih kurang mengenai perilaku hidup bersih dan

sehat perihal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (82,8%), dan tidak

pernah pengukuran pertumbuhan (77,6%).

6.2 Saran

6.2.1 Bagi siswa

Sebaiknya siswa-siswi dapat mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat

di sekolah maupun kehidupan sehari-hari agar siswa-siswi terhindar dari penyakit dan

hidup dengan sehat.

6.2.2 Bagi sekolah

Sebaiknya sekolah dapat memfasilitasi dan mempersuasi siswa-siswi dalam

meningkatkan aplikasi perilaku hidup bersih yang sehat di lingkungan sekolah sehari-

hari seperti fasilitas dan sarana sumber air bersih, jamban, tempat sampah dan lain-

lain.

6.3 Bagi masyarakat

Page 49: bab 1-4

49

Agar masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa-siswi

mengenai perilaku hidup bersih dan sehat sehingga mereka mengerti dan paham

mengenai manfaat bagi mereka sendiri dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 50: bab 1-4

50

Adi, S.B., 2010. Meningkatkan Kebugaran Jasmani Anak SD Melalui Latihan

Kebugaran Aerobik. Diunduh dari:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132319833/MENINGKATKAN

%20KEBUGARAN%20ANAK%20MELALUI%20LATIHAN

%20OLAHRAGA%20di%20SD_0.pdf [Di akses pada 25 Januari 2015]

Adznan, M.M, 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Siswa SD Negeri Kedungmundu

Semarang. Di unduh dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/145/

jtptunimus-gdl-muhammadma-7233-3-babii.pdf [Di akses pada 25 Januari

2015]

Anthony, G. 2011. Perilaku Jajan pada Murid SD di Beberapa SD di Kota Medan

Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Azrimaidaliza,P.I., 2011. Analisa Pemilihan Makanan Pada Remaja di Kota Padang.

Di unduh dari:

http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/viewFile/114/115

[Di akses pada 25 Februari 2015]

Budiyono, dkk, Hubungan Praktik Penggunaan Fasilitas Sanitasi dan Praktik Personal Higiene dengan Kejadian Diare di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang, Jurnal promosi Kesehatan Vol.2/No.1/Januari 2007

Depkes, 2007.Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Jakarta Kemenkes

Depkes RI, 2008. Buku Saku Pelaksanaan PHBS Bagi Masyarakat Di Wilayah

Kecamatan.Jakarta : Kemenkes

Page 51: bab 1-4

51

Dewi DK.,2003. Hubungan kebiasaan makan pagi dan pengetahuan gizi dengan

pemilihan makanan jajanan anak SD kelas IV dan V. Skripsi. Semarang:

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Dinkes Bali, 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Sekolah di Provinsi Bali.

Diunduh: http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-DAN-

SEHAT--PHBS---DI-TATANAN-SEKOLAH-DI-PROVINSI-BALI [Diakses pada 24

Februari 2015]

Tarigan,E. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga Dalam

Penggunaan Jamban Di Kota Kabanjahe Tahun 2007. Skripsi. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas USU

Fahrosi, A., 2013. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Bahaya Merokok 2015 pada

Remaja SMP di Pedesaan dan Perkotaan di Kabupaten Jember. Diunduh di:

http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/3099/Alfian%20Fahrosi

%20%20082310101069.PDF?sequence=1 . [Diakses pada 25 Februari]

Grahandami, Lampus, B., Pandelaki, A.P., 2013. Gambaran Pengetahuan Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat Siswa Kelas VI di SMP Katolik Santa Theresia Manado . Jurnal

Kedokteran Komunitas dan Tropik: Volume 1 Nomor 3 Agustus 2013

Habeahan, J., 2009. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Anak-Anak di Yayasan Panti Asuhan Rapha-El Simalingkar Kecamatan Medan

Tuntungan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Hamzah S.H., 2014. Studi Pengetahuan Masyarakat Tentang Pemanfaatan

Jamban di Lingkungan III Kelurahan Leato Utara Kecamatan Dumbo Raya.

Diunduh dari: e.prints.ung.ac.id/6723/ [diakses pada 25 Januari 2015]

Page 52: bab 1-4

52

Hidayanti, L. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga dan Kebiasaan Konsumsi

Makanan Dengan Keparahan Karies Gigi Anak Sekolah Dasar. Skripsi.

Universitas Diponegoro Semarang.

Iskandar, F.J., 2013. Implementasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di SD ST

Fransiskus Asisi Bengkayang. Dinunduh dari:

http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=130258&val=2338&title=IMPLEMENTASI%20PERILAKU

%20HIDUP%20BERSIH%20DAN%20SEHAT%20DI%20SMA%20ST

%20FRANSISKUS%20ASISI%20BENGKAYANG [Diakses pada 25 Februari

2015]

Judarwanto, 2005. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diunduh dari:

http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-

sekolah.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]

Liana, I.H., Salawati, T., Mifbakhuddin, 2013. Hubungan Pengetahuan, Lingkungan Sosial,

Ketersediaan Sarana Prasarana dengan Perilaku Merokok. Diunduh:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-irmayvitah-6973-1-

abstrak.pdf [Diakses pada 23 Februari 2015]

Maryam, A., 2012. Tingkat Pengetahuan Anak-Anak Sekolah Dasar tentang Manfaat

Konsumsi Sayur-mayur di Sekolah Dasar Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Masita, S., 2010. Pelaksanaan Program UKS dan Kebiasaan Hidup Bersih Sehat Murid

Kelas VI SD RA Kartini Kota Tebing Tinggi. Diunduh:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17112 [Diakses pada 24 Februari

2015]

Page 53: bab 1-4

53

Maulana, M.A., 2010. Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Terhadap Status

Gizi Siswa SD Inpres 2 Pannampu. Makassar: Skripsi, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar

Mayasari, F.F., 2012. Perbedaan Perilaku Cuci Tangan Antara Anak SD

Perkotaan Dengan Anak SD Perdesaan. Diunduh:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37945 [Diakses pada 24

Februari 2015]

Machfoedz I, et al 2005. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan

edisi ke-1. Yogyakarta: Fitramaya

Merdawati, 2010. Pemberantasan Jentik dan Sarang Nyamuk Aedes Dalam

Rangka Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah di RW 08 Kelurahan

Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji Padang. Skripsi Universitas Andalas

Ningrum, 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Anak Sekolah dengan Penerapan

Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) Membuang Sampah pada Tempatnya di

SDN 2 Kalisari Sayung Kabupaten Demak. Di unduh dari:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-ikekristia-6494-3-

babiip-s.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]

Notoadmodjo, S., 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta

Page 54: bab 1-4

54

Nurafifah, 2013.Pengaruh Keberadaan Siswa Pemantau Jentik Aktif Dengan Keberadaan

Jentik Di Sekolah Dasar Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang. Skripsi.

Universitas Diponegoro Semarang

Pane,2008. Pengaruh Perilaku Keluarga Terhadap Penggunaan Jamban Pada

Warga Desa Sukamurni Kecamatan Sukakarya, Kabupaten Bekasi pada

Bulan April – Mei 2008

Putra, A.E.,2009. Gambaran Kebiasaan Jajan Siswa Di Sekolah Studi di Sekolah

Dasar Hj. Isriati Semarang. Thesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Rosidi, A., Handasari, A., Mahmuda, M., 20xx. Hubungan Kebiasaan Cuci

Tangan dan Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare Pada Anak SD

Negeri Podo 2 Kecamatan Kedung Wuni Kabupaten Pekalongan.

Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia.

Rudi,2012. Pengetahuan Tentang Jamban Sehat Terhadap Anak Panti Asuhan

Harapan Kita di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas

Hasanudin Makassar.

Sari S., 2006. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Personal Higiene Anak

Jalanan Bimbingan Rumah Singgah YMS Bandung. Bandung: Skripsi

Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.

Silalahi, D.K., 2010. Hubungan Kebersihan Perorangan dan Pemakaian Alat

Page 55: bab 1-4

55

Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit Pada Petugas Pengelola

Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten Deli Serdang Tahun

2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Syahputri, D., 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Siswa Sekolah Dasar

Tentang Sanitasi Dasar Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di

Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Kota Medan Tahun

2011. Diunduh di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27601

[Diakses pada 24 Februari 2015]

World Health Organization, 2009. Hand Hygiene: Why, How, and When?

Diunduhdari:

http://www.who.int/gpsc/5may/Hand_Hygiene_Why_How_and_When_Broch

ure.pdf [diakses pada 25 Januari 2015]