087 836 460 238, Hunian Tanpa DP Pamulang, Hunian Nyaman Tanpa DP Pamulang
BAB 1-4 + DP
Transcript of BAB 1-4 + DP
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGPreeklamsia merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang
kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Dimanapun faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh masyarakat merupakan penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat berakibat buruk bagi ibu dan janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3 – 5 % merupakan kasus preeklamsi atau eklamsia (Manuba,1998) Dari kasus tersebut 6% terjadi pada semua kehamilan, 12% terjadi pada primi gravida (Muntar,1997). Masih tingginya angka kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat kesehatan ibu hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklamsi terhadap tingginya tingkat kematian bumil dan janin, sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan menangani kasus preeklamsia. Keperawatan bumil dengan preeklamsia merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklamsi tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH Apa definisi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinik, komplikasi
patofisiologi serta penatalaksanaan dari eklamsi dengan alo Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan eklamsia dengan
alo
C. TUJUAN Untuk mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, manifestasi
klinik, komplikasi patofisiologi serta penatalaksanaan dari eklamsi dengan alo
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan eklamsi dengan alo
D. MANFAATSetelah mengetahui definisi, etiologi tanda dan gejala, komplikasi,
patofisiologi, penatalaksanaan serta asuhan keperawatan dari eklamsi dengan alo diharapkan kita sebagai perawat dapat mengaplikasikannya pada saat di klinik nantinya. Diharapkan ini menjadi suatu bekal agar nantinya jika menemui kasus eklamsi dengan alo dapat memberikan dasar untuk melakukan asuhan keperawatan dengan baik.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN PRE EKLAMSIA – EKLAMSIAEklamsia adalah kejang akibat pre-eklamsi, tindakan yang
mungkin dilakukan adalah menyelamatkan ibu dan bayinya, biasanya bayi yang lahir dengan kasus ini akan lahir dengan berat badan rendah/kurang gizi
Eklamsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hypertensi, edema, dan proteinuria. (Obsetri Patologi;UNPAD)
Eklamsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika pre-eklamsi memburuk menjadi kejang (Helen Varney;2007)
Eklamsia merupakan kondisi lanjutan dari pre-eklamsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala pre-eklamsia, pada wanita yang terkena eklamsia juga sering mengalami kejang – kejang. Eklamsia juga menyebabkan koma atau bahkan baik sebelumnya, saat atau setelah melahirkan. (http;//www.en,wikipedia.org/wiki/eklampsia/23/03/2010)
B. ETIOLOGIMenurut manuaba,IBG 2001, penyebab secara pasti belum
diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain :1. Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-eklamsia
2. ImunologikKehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima atau ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing, dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologik normal sehingga terjadi modifikasi imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
3. Iskhemia Regio Uretro PlacentalKejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan ischemia uretro
plasenta menimbulkan bahan vasokontriktor yang bila memakai sirkulasi menimbulkan bahan vasokontriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin angiotensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
2
aterioral yang meningkatkan sensivitas terhadap angioten, vasokontriksi selanjutnya akan mengakibatkan hypoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada membran glomerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
4. Radikal BebasFaktor yang dihasilkan oleh ischemia placenta adalah radikal
bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sehingga reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak bisa berpasangan akan mencari pasangan lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah plasenta, karena plasenta pada pre-eklamsia mengalami ischemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi dari pada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga menurun.
5. Kerusakan EndotelFungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokontriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase asam lemak jenuh. Pada eklamsia diduga pada sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glomerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnose pasti adanya pre-eklamsia
6. TrombositPlasenta pada kehamilan normal membentuk derivate
prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Iskemik region uretro plasenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tidak jenuh dan jenuh. Keadaan iskemik region uretro plasenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivate prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7:1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
3
7. Diet Ibu Hamil (2-2,5 gram perhari)Kalsium pada ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin. Kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot, dan bila dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kelemahan kontraksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya stroke volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan kontriksi sehingga terjadi vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah.
C. KLASIFIKASIBerdasarkan waktu terjadinya, eklamsia dapat dibedakan :a. Eklamsia gravidarum
Kejadian 50% sampai 60% Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklamsia parturientum Kejadian sekitar 30% sampai 35% Batas dengan eklamsia gravidarum sulit ditentukan terutama saat
multi inpartc. Eklamsia puerperium
Kejadian jarang yaitu 10% Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
D. TANDA DAN GEJALAEklamsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklamsia ada 4 tingkat:1. Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala berputar kekanan dan kekiri.
2. Stadium kejang tonikSeluruh otot badan menjadi kaku , wajah kaku, tangan menggenggam dankaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung antara 20-30 detik.
3. Stadium kejang klonikSemua otot berkontranksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, dan nafas mendengkur.
4. Stadium koma
4
Lamanya ketidak sadaran ini mulai beberapa menit sampai beberapa jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Michtar Rustam,1998:275)
E. KOMPLIKASI PADA EKLAMSIA1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklamsia.
2. HipofibrinogenemiaPada eklamsia ditemukan 23% hypofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. HemolisisPenderita dengan eklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal keren icterus. Belum diketahui secara pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada atopsipenderita eklamsia dapat menerangkan icterus tersebut.
4. Perdarahan otakKomplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia
5. Kelainan mataKehilangan penglihatan untuk sementara yang berlansung selama 1 minggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksi serebri
6. Edema paruTerjadinya edema paru akibat dari gagal ginjal yang akhirnya menyebabkan penumpukan cairan dalam paru.
7. Nekrosis hatiNekrosis periportal pada hati pada eklamsia merupakan akibat vasospasmus arteriol umum. Kejadianini diduga khas untuk eklamsia, tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hatijuga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzim.
8. Sindroma HEELPYaitu Hemolisis,elevated liver enzyme dan low platelet.
9. Gagal ginjalKelainan ini berupa endoteliosis glumerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
5
Lidah tergigit saat kejang, pneumonia aspirasi, DIC (Dessiminated Intravaskular Coogulation), prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra uteri.
F. DATA PENUNJANGPada umunya diagnose pre-eklamsia didasarkan adanya 2 dari trias gejala utama. Uji diagnostik pada pre-eklamsia menurut Prawiroharjo.S,1999 adalah:1. Uji diagnostik dasar diukur melalui:
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem, pemeriksaan fundus uteri dan pemeriksaan funduscopy.
2. Uji laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan hapusan darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, asparat
tranferase dan lain-lain). Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
3. Uji kemungkinan hypertensia. Roll over test
Cara memeriksa:Penderita tidur miring kekiri dan tensi diukur, ulangi tensi dalam posisi tidur erlentang (ulangi 5 menit). Setelah itu bedakan diastole pada posisi terlentang dan posisi miring. Hasil ROT (+) jika perbedaan <15mmHg, ROT (-) jika perbedaan <15mmHg.
b. Pemberian infus angioten IIc. MAP (mean atrial presure):
(Sistole +2diastole) : 3 > hasil (+) jika > 85
G. PENCEGAHAN EKLAMSIAPemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda dini pre-eklamsia. Perlu diwaspadai pada wanita hamil dengan adanya faktor-faktor predisposisi. Walaupun timbulnya pre-eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian informasi secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil (Prawiroharjo S,1999)
Mencegah kejadian pre-eklamsia ringan dan mencegah pre-eklamsia bertambah berat dengan:a. Diet makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Dengan makanan empat sehat lima sempurna dengan tambahan 1 telur setiap hari untuk meningkatkan jumlah protein.
6
b. Cukup istirahatDengan tirah baring 2x2 jam perhari miring ke kiri untuk mengurangi tekanan darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan placenta sehingga menurunkan iskemia plasenta.
c. Pengawasan antenatal selama hamilDengan penilaian adanya pre-eklamsia dan kondisi janin dalam rahim dengan pemantauan tinggi fundus uteri, pemeriksaan janin dalam rahim, denyut jantung janin dan pemantauan air ketuban. Usulkan pemeriksaan USG.
d. Penderita berobat jalan dengan nasehatSegera datang bila terdapat oedem, gerakan janin terasa kurang ditandai dengan kaki bertambah berat, kepala pusing dan mata makin kabur.
H. PENATALAKSANAANTujuan utama pengobatan ekalmsia adalah menghentikan
berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu pulih. Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklamsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Saat dibawa ke RS diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindari terjadinya kejang. Penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu penderita harus ada yang menjaga untuk mencegah terjadinya trauma apabila terjadi kejang. Tujuan pertama pengobatan eklamsia menghentikan kejang , menghentikan vasospamus, dan meningkatkan diuresis sehingga tidak terjadi penumpukan cairan dalam paru. Selain itu pertolongan yang diberikan saat terjadi kejang ialah mempertahankan jalan nafas supaya tetap bebas. Mencegah tergigitnya lidah, pemberian oksigen dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang berulang yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat antara lain:a. Sodium pentotbal
Sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan cepat bila diberikan secara intravena. Akan tetapi obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil, sehingga perlu pengawasan dan persiapan intubasi dan resusitasi saat pemberian obat tersebut. Dosis yang diberikan 0,2-o,3 gram IV pelan.
b. Sulfas magnesiumObat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis yang diberikan 8 gram dalam larutan 40% MgSO4 IM, selanjutnya
7
tiap 6 jam 4 gram dengan syarat reflek patela positif, respirasi normal 16-20x/mnt, dieresis harus lebih dari 600ml/hari. Selain pemberian secara IM sulfas magnesium dapat diberikan secara IV pelan
c. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100mg, klorpromazim 100mg dan prometazin 50mg diberikan perdrip infus D5% jumlah tetesan disesuaikan dengan tensi penderita.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu hamil dengan eklamsia adalah:a. Data subyektif
Umur:Biasanya sering terjadi pada primi gravid,<20 th atau > 35 th.
Riwayat kesehatan sekarang:Terjadi peningkatan tensi, oedem, nyeri epigastrik, mual muntah, penglihatan kabur.
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya:Penyakit ginjal, anemia, vaskular esensial, hypertensi kronik, DM.
Riwayat kehamilan:Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hydramnion, serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
Pola nutrisi:Jenis makanan yang dikomsumsi baik makanan pokok maupun selingan.
Psiko, social, spiritual:Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karena itu perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data obyektif Inspeksi:
Edema yang tidak hilang dalam waktu 24 jam. Palpasi:
Untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema. Auskultasi:
Mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress. Perkusi:
Untuk mengetahui reflek patella sebagai syarat pemberian SM (jika reflek +).
Pemeriksaan penunjang: Tanda vital:
Yang diukur dengan posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
8
Laboratorium:Proteinuri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3gr/ltr atau +1 hingga +2 pada skala komulatif), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat< serum kreatinin meningkat, uric acid biasanya >7mg/ltr.
Berat badan:Peningkatannya lebih dari 1 kg/mggu.
Tingkat kesadaranPenurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan otak.
USG:Untuk mengetahui adanya janin
NST:Untuk mengetahui kesejahteraan janin.
2. Diagnosis keperawatan1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d kejang.2) Resiko tinggi terjadinya faetal distress b/d perubahan pada
plasenta.3) Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial
(penurunan).4) Ketidak efektifan pola nafas b/d penumpukan cairan dalam paru.5) Ketidak mampuan melakukan aktivitas sehari-hari b/d keletihan.6) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual
muntah.7) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d intubasi, ventilasi, proses
penyakit.8) Gangguan komunikasi verbal b/d pemasangan ETT9) Resiko tinggi infeksi b/d pemasangan ETT10) Resti injuri b/d penurunan penglihatan11) Kerusakan perfusi jaringan otak b/d kejang12) Gangguan pemenuhan O2 dalam darah b/d anemia
3. Intervensi1) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d kejang
Tujuan :Setelam dilakukan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas maksimal/efektif.Kriteria hasil:Bersihan jalan nafas efektif dengan jalan nafas paten aspirasi dicegah.
9
Intervensi:a) Anjurkan keluarga pasien untuk mengosongkan perut pasien
dari benda asing atau zat tertentu untuk menghindari rahang mengatup jika terjadi kejang.Rasional:Mencegah terjadinya aspirasi atau masuknya benda asing kedalam faring.
b) Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar. Miringkan kepala selama serangan kejang.Rasional:Meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
c) Tanggalkan pakaian pada leher, dada dan abdomen.Rasional:Untuk memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada.
d) Lakukan penghisapan sesuai indikasiRasional:Menurunkan resiko aspirasi atau aspixia.
e) Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.Rasional:Dapat menurunkan hypoxia serebral.
2) Resiko tinggi terjadinya faetal distress pada janin b/d perubahan pada plasentaTujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi faetal distress pada janinKriteria hasil: DJJ (+): 12-12-12 Hasil NST normal Hasil USG normal
Intervensi:
a) Monitor DJJ sesuai indikasi Rasional:Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hypoksia, premature dan solusio plasenta.
b) Kaji tentang pertumbuhan janin.Rasional:Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hypertensi sehingga timbul IUGR.
10
c) Jelaskan adanya tanda-tanda solusio plasenta (nyeri perut, rahim tegang, aktivitas janin menurun).Rasional:Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solusio plasenta dan tahu akibat hypoksia bagi janin.
d) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM.Rasional:Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktivitas janin.
e) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NSTRasional:USG dan NST untuk mengetahui keadaan janin.
3) Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial (penurunan)Tujuan:Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual.Kriteria hasil:Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.Intervensi:a) Kaji suara jantung
Rasional:S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa. Irama gallop sering ada (S1 dan S2). Murmur merupakan gambaran ketidak normalan atau stenosis dari kutub.
b) Monitor tekanan darah.Rasional:Pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama-kelamaan gagal jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hypertensi berat.
c) Palpasi denyut perifr.Rasional:Penurunan CO2 akan menyebabkan kelemahan denyut pada arteri radialis, poplitea, dorsalis pedis dan postibal. Denyut dapat cepat, reguler dan mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat diselingi denyut yang lemah).
d) Lihat warna kulit: pucat, cyanosisRasional:Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder dari ketidak adekuatnya CO2.
11
e) Nilai perubahan panca indera seperti: lethargi, kebingungan, disorientasi, cemas dan depresi.Rasional:Menunjukkan ketidakadekuatnya perfusi cerebral sebagai sekunder dari penurunan CO2.
f) Kolaborasi pemberian O2 lewat kanul nasal/masker sesuai indikasi.Rasional:Meningkatkan persediaan O2 untuk kebutuhan myocard untuk menanggulangi efek hypoksia/iskemia.
g) Kolaborasi pemberian diuretic.Rasional:Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac output yang relative normal yang disertai gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretik akan mengurangi absorbsi dari sodium dan air.
h) Kolaborasi pemberian digoxinRasional:Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan konduksi dan memperpanjang periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac output.
4) Ketidakefektifan pola pernafasan b/d penumpukan cairan dalam rongga pleuraTujuan:Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.Kriteria hasil:Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal. Pada pemeriksaan foto thorak tidak ditemukan adanya akumulasi cairan dan bunyi nafas terdengar jelas.Intervensi:a) Identifikasi faktor penyebab
Rasional:Dengan mengidentifikasi penyebab kita dapat mengambil tindakan yang tepat.
b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan. Laporkan setiap perubahan yang terjadiRasional:Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
12
c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90°Rasional:Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
d) Observasi tanda-tanda vitalRasional:Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4jamRasional:Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk atau nafas dalam yang efektifRasional:Menekan daerah yang nyeri saat batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada dan abdomen membuat batuk lebih efektif.
g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk memberi O2 dan obat-obatan dan pemeriksaan foto thorak.Rasional:Pemberian O2 dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hypoksia. Dengan foto thorak dapat dimoitor adanya kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
5) Ketidakmampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari b/d keletihanTujuan:Pasien mampu melakukan aktifitas seoptimal mungkinKriteria hasil:Terpenuhinya aktifitas secara ptimal, pasien terlihat segar dan bersemangat, personal hygiene pasien cukup.Intervensi:a) Evaluasi respon pasien saat beraktifitas, catat keluhan dan
tingkat aktifitas serta adanya perubahan tanda-tanda vitalRasional:Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas
b) Bantu pasien memenuhi kebutuhannyaRasional:Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
13
c) Awasi pasien saat melakukan aktifitasRasional:Memberi pendidikan pada pasien dan keluarga dalam perawatan selanjutnya
d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasienRasional:Kelemahan merupakan suatu tanda pasien belum mampu beraktivitas secara penuh
e) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahatRasional:Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
f) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.Rasional:Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntahTujuan:Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi selama hamilKriteria hasil:Pasien tampak segar, tidak anemis dan hasil pemeriksaan metabolisme baikIntervensi:a) Ajarkan dan motivasi pasien untuk teknik relaksasi bila mual
Rasional:Mual bisa berkurang dengan tehnik relaksasi.
b) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.Rasional:Makanan dalam keadaan hangat tidak menimbulkan rasa mual dan dapat meningkatkan selera makan.
c) Anjurkan pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi seringRasional:Mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh.
d) Berikan obat-obatan anti emetik sebagai terapi mual-muntah jika diperlukan (kolaborasi)Rasional:Obat anti emetik menekan rasa mual sehingga pasien dapat makan dan nutrisi terpenuhi.
14
e) Lakukan pemeriksaan metabolisme secara berkala.Rasional:Untuk mengetahui jika terjadi ketidakseimbangan metabolisme.
7) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d intubasi, ventilasi, proses penyakitTujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya.Kriteria hasil:Suara nafas bersih, ronchi tidak terdengar pada seluruh lapang paru.Intervensi:a) Auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional:Indikasi untuk memberikan bronkodilator.
b) Lakukan hisap lendir bila ronchi terdengarRasional:Untuk membersihkan jalan nafas
c) Monitor humidifier dan ventilatorRasional:Oksigen/suhu lembab merangsang pengenceran secret
d) Monitor status hidrasi pasienRasional:Mencegah sekresi kental
e) Monitor ventilator tekana dinamisRasional:Peninkatan tekana tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas.
f) Beri fisioterapi dada sesuai indikasi.Rasional:Memfasilitasi pengenceran dan pengeluaran secret menuju bronkus utama
g) Beri bronkodilatorRasional:Memfasilitasi pengeluaran secret menuju bronkus utama
8) Gangguan komunikasi verbal b/d pemasangan ETTTujuan:Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pamasangan ETT
15
Kriteria hasil:Klien dan perawat menggunakan cara yang tepat untuk berkomunikasiIntervensi:a) Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan alat yang
berhubungan dengan klienRasional:Mengurangi kebingungan pasien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antar pasien dan perawat.
b) Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk berkomunikasi.Rasional:Sebagai media komunikasi antara pasien dan perawat.
c) Ajukan pertanyaan tertutupRasional:Menghindari komunikasi tidak efektif.
d) Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali setelah ETT dilepas.Rasional:Mengurangi kecemasan yang timbul akibat kehilangan suara.
9) Resiko tinggi infeksi b/d pemasangan ETTTujuan:Pasien tidak mengalami infeksi nosokomial.Kriteria hasil:Tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial.Intervensi:a) Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali
penghisapanRasional:Infeksi traktus respiratorus dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih gelap.
b) Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi.Rasional:Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas.
c) Pertahankan teknik steril selama penghisapan lendir.Rasional:Mengurangi resiko infeksi nosokomial.
16
d) Ganti selang ventilator tiap 24-72 jam.Rasional:Mengurangi resiko infeksi nosokomial.
e) Lakukan oral hygiene.Rasional:Palpasi sinus dan membran mukosa selama demam yang tidak diketahui sebabnya
f) Mengurangi resiko infeksi nosokomial.Rasional:Perubahan membran mukosa dan adanya sinusitis mungkin menjadi indikasi adanya infeksi pernafasan.
g) Monitor tanda-tanda vital terhadap tanda infeksiRasional:Infeksi dapat dilihat dari tanda umum/khusus organ.
17
J. WEB OF CAUTION (WOC)
18
Preeklamsia
Penurunan aliran darah
Prostatglandin plasenta menurun
Iskemia uterus
Pelepasan bahan tromboplastik
endoteliosisPelepasan tromboksan
Pembentukan angiotensin I & II
Lumen arterial menyempit
Tekanan perifer meningkat
Hipertensi
System syaraf simpatis meningkat
Pada traktus gastrointestinal
Nyeri epigastrik(mual, muntah)
Gangguan multi organ
Mata
Spasmus arteriola
Odema diskus optikus & retina
dipoplia
Otak
Odema serebri
TIK meningkat
kejang
Darah
Endoteliosis
Anemia hemolitik
Aktifasi trombosit,deposisi
fibrin
Koagulasi intra vaskuler
Perfusi darah menurun & konsumtif
koagulapati
Ggn faal hemoestasis
Plasenta
Hypoxia
Intra uteri growth retardation
Paru
Kongesti vena
pulmonal
Perpindahan cairan
Odema paru
Kerusakan pertukaran
gas
Penurunan GFR
Permeabilitas thp protein meningkat
Dieresis
Oliguria & Anuria
proteinuria
Ginjal
Reabsorbsi Na
Retensi cairan
Jantung
Kontraktilitas miokard
terganggu
Curah jantung
menurun
Pada ekstermitas
Penurunan produksi ATP & pembentukan asam laktat
Cepat lelah
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
a. Biodata :
Nama : Ny. R
Umur : 30tahun
Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Tegal gondo RT 18 RW 5 Karang ploso
Malang
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Suku bangsa : Indonesia / jawa
No reg : 1330077
Ruangan : 12 ICU
Tanggal MRS : 15-10-2013
Tanggal pengkajian : 16-10-2013
Dx medis : Post partum + eklamsia
Sumber informasi : Status pasien dan pasien
Keluhan utama : Pasien terpasang ETT Ventilator
Riwayat penyakit sekarang :
pasien rujukan dari bidan praktek swasta marlina dengan keluhan kejang sebanyak
kurang lebih 2 kali
Riwayat penyakit masa lalu :
pasien tidak mempunyai riwayat penyakit HT, DM atau batuk lama
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
pasien dalam keadaan lemah, terpasang ETT dengan support ventilator, tidur
posisi head up 30 derajat
19
B1
Bentuk dada simetris, pergerakan dada kanan kiri sama, suara nafas
vesikular, pasien nafas support ventilator dengan mode SIMV 10x/menit,
FiO2 40%, P.ins 12cmH2O, PEEP 8 mbar, TV 400-550ml, RR 12xmnt,
SpO2 100%, suction (+), produksi secret kuning kental, RH +/+, WH -/-
Jam 12.00 Mode ventilator Spontan, P.support 10mbar, PEEP 8mbar,
FiO2 40%, tidak ada nafas tambahan atau cuping hidung.
B2
BP 150/100MmHg, MAP 116MmHg, HR 80-90x/mnt teraba kuat, perfusi
HKM, ECG irama sinus rhytm, SpO2 100%, suhu 36,4° celcius
IUFD Aminofusin 500cc : D5% 500cc/24 jam
Manitol 3x100cc
Syring morphine 0,5mg/jam
B3
Kesadaran compos mentis, GCS E4 VX M6, reflek cahaya +/+
B4
DC (+) UP20-30cc/jam, warna kuning jernih
B5
Pada hidung terpasang NGT, Diet susu N80 6x150cc (200Kkal),residu (-),
BAB (-)
B6
Acral hangat, oedem anasarka
20
Pemriksaan laboratorium
Hasil BGA
PH : 7,44
PC02 : 33,3 MmHg
PO2 : 85,5 MmHg
HCO3 : 22,7 Mmo l/L
BE : -1,7 Mmol/L
Albumin : 1,38 gr/dl
SE : Natrium 136 Mmol/L
Kalium 3,93 Mmol/L
Clorida 108 Mmol/L
Terapi :
cefazolin 2x1 gr
Alinamin F 3x1 ampul
Ranitidine 2x50 mg
Furosemid 3x20 mg
Manitol 3x100cc
Morphine syringe 1mg/jam
Os : nifedipin 1x10 mg, methyldopa 2x250 mg
21
ANALISA DATA
NO TANGGAL DATA PENUNJANG MASALAH ETIOLOGI
1 16-10-2013 DS :
DO :
Pasien terpasang ETT
dengan support
ventilator dengan
mode SIMV 10x/mnt,
RR 12x/mnt, PEEP 8
mbar, P.insp
12cmH2O, Tv 550,
eMv 6,1 lpm, FiO2
40%, SpO2 99-100%
Bp 150/100 MmHg,
MAP 116MmHg
HR 80-90x/mnt,
teraba kuat
Slym (+) produksi
secret kuning kental
Tidak terdapat nafas
tambahan
Hasil BGA
PH : 7,44
PC02: 33,3 MmHg
PO2 : 85,5 MmHg
HCO3 : 22,7 Mmo
l/L
BE : -1,7 Mmol/L
Pf rasio : 213
Gangguan
pertukaran
gas kurang
efektif
Menurunnya
ekspansi paru
sekunder
terhadap
penumpukan
cairan dalam
rongga paru
2 16-10-2013 DS : Bersihan Peningkatan
22
DO :
Pasien terpasang ETT
ventilator mode
SIMV 10x/mnt,
RR12x/mnt, PEEP
8mbar, TV 450-
550ml, fiO2 40%,
SpO2 98-100%
Suction (+), slem (+)
warna kuning kental,
prod 20cc
Ronchi +/+,
wheezing -/-
jalan nafas
tidak efektif
jumlah secret,
benda asing
(terpasang
endotracheal
tube)
3 16-10-2013 DS :
DO :
Pasien dapat terapi
furosemide 3x20mg
Produksi urine 20-
30/jam
Pemberian manitol
3x100cc
Oedem anasarka
Laborat :
Natrium 136 Mmol/L
Kalium 3,93 Mmol/L
Clorida 108 Mmol/L
Gangguan
keseimbangan
cairan
elektrolit
lebih dari
kebutuhan
Menurunnya
laju filtrasi
glomerulus /
meningkatnya
produksi
ADH dan
retensi air
23
IMPLEMENTASI
TANGGAL &
JAM
NO DX
KEP
IMPLEMENTASI
16-10-2013
11.30
12.00
1 1. Mengobservasi vital sign Bp 150/ 100
MmHg, MAP 116MmHg,HR 80 x/mnt, s :
37,8°c
2. Mengobservasi pola pernafasan hidung dan
catat frekuensi pernafasan dan saturasi
oksigen RR : 12 x/mnt, spO2 100%
3. Memberikan humidifikasi dan nebulizer
4. Melakukan suction secara berkala
5. Mengatur posisi head up 30 - 45°
6. Memantau analisa gas darah
PH : 7,44
PC02 : 33,3 MmHg
PO2 : 85,5 MmHg
HCO3 : 22,7 Mmo l/L
BE : -1,7 Mmol/L
7. Mengganti setting ventilator mekanik
8. Memberikan obat obatan
sedasi/bronchodilator/antipiretik
16-10-2013
08.0 /d 13.00
2 1. Mengobservasi vital sign Bp 150/ 100MmHg,
MAP 116MmHg, HR 80 x/mnt, s : 37,8°c
2. Mengobservasi frekuensi, kedalaman dan
kesimetrisan pernafasan RR : 12 x/mnt, spO2
100%, ronchi+/+, whezing -/-
3. Memberikan humidifikasi nebulizer dan
mukolitik
4. Melakukan suction secara berkala
5. Berkolaborasi bantu dengan berikan
fisioterapi dada
16-10-2013 3 1. Mengatur posisi semi fowler 45°
24
08.00 s/d 13.0
2. Memasang IV line dan dower cateter
3. Memantau intake dan output
4. Memonitor cvp
5. Memonitor EKG
6. Mengkaji tanda oedem perifer
7. Membatasi cairan sesuai order dokter
8. Memberikan obat diuretiK
9. Furosemid 3x20mg, manitol 2x100cc
10. Melakukan koreksi kekurangan atau
kelebihan kadar elektrolit :
Natrium 136 Mmol/L
Kalium 3,93 Mmol/L
Clorida 108 Mmol/L
25
EVALUASI
TANGGAL
& JAM
DX EVALUASI
16-10-2013
13.00
1 S :
O :
• Mode ventilator dengan mode spontan, P support 10
cmH2O, PEEP 8 mbar, fiO2 40%, suction (+), slem
warna kuning kental, spO2 100% RR 12x/mnt
• BP 120/90 MmHg, MAP 100MmHg, HR 85x/mnt
S : 37,2°c
• Hasil BGA :
PH : 7,44
PC02 : 33,3 MmHg
PO2 : 85,5 MmHg
HCO3 : 22,7 Mmo l/L
BE : -1,7 Mmol/L
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1 s/d 8
I : sesuai planing
16-10-2013
13.00
2 S :
O :
• pasien terpasang ETT
• Mode ventilator dengan mode spontan, P support
10 cmH2O, PEEP 8 mbar, fiO2 40%, suction (+),
slem warna kuning kental, spO2 100% RR 12x/mnt
• BP 120/90 MmHg, MAP 100MmHg, HR 85x/mnt,
S : 37,2°c
26
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
I : sesuai planing
16-10-2013
13.00
3 S :
O :
• Inf. Aminofusin 500cc + D5% 500cc / 24 jam
• Terpasang dower cateter, PU 20-30cc/jam dengan
furosemid 3x20 mg
• Terpasang NGT, diet N80 6x100cc ( 1 cc = 1 kKal)
• Bising usus (+) BAB (-)
• Oedem anasarka (+)
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1 s/d 10
I : sesuai planing
17-10-2013
13.30
1 S : -
O :
• Ekstubasi, nafas spontan via NRBM 8lpm, RR
24x/mnt, spO2 99-100%, ronchi -/-, whezing -/-
• BP 120/90 MmHg, MAP 100MmHg, HR 85x/mnt
S : 37,2°c
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
I : sesuai planing
17-10-2013
13.30
2 S : -
O :
• Ekstubasi, nafas spontan via NRBM 8lpm, RR
24x/mnt, spO2 99-100%, ronchi -/-, whezing -/-
• BP 120/90 MmHg, MAP 100MmHg, HR 85x/mnt
S : 37,2°c
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
I : sesuai planing
27
17-10-2013
13.00
3 S : -
O :
• Inf. Aminofusin 500cc + D5% 500cc / 24 jam
• Manitol 2 x 100cc
• PU 200 – 300 cc/jam dengan furosemid 3x20mg
• Diet N 80 6x150cc, residu (-)
• Oedem anasarka (+)
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1 s/d 10
I : sesuai planing
18-10-2013
13.00
3 S : pasien mengatakan badan terasa kaku semua
O :
• Inf. RD5 500 cc / 24 jam
• Manitol 1 x 100cc
• PU 150 cc/jam dengan furosemid 3x20mg
• Diet N 80 250cc + nasi tim habis ¾ porsi
• Oedem anasarka (+)
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no 1 s/d 10
I : sesuai planing
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eklampsia adalah akut dengan kejang koma pada wanita hamil dan
wanita dalam dalam nifas disertai dengan hypertensi,edema,dan
proteinuria.Tindakan yang mungkin dilakukan adalah menyelamatkan ibu dan
bayinya,biasanya bayi yang lahir dengan kasus ini akan lahir dengan berat
badan rendah/kurang gizi.kejadian eklamsia dapat terjadi hingga 60% pada
kehamilan.sedangkan pada kasus pasien digolongkan pada eklamsia
parturientum yang mengalami kejang klonik kemungkinan etiologi karena
kekurangan nutrisi dan terjadinya iskemia region utero placenta dan terjadi
komplikasi oedema paru,masalah keperawatan yang timbul yakni gangguan
pertukaran gas,cairan,dan elektrolit,bersihan jalan nafas tidak efektif serta
gangguan nutrisi.
B. Saran
1. Kepada teman sejawat
Dengan dibuatnya karya tulis ilmiah pasien eklamsia diharapkan
nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama
pemahaman yang berhubungan bagaimana melakukan proses asuhan
keperawatan pada pasien eklamsia.Namun penulis juga menyadari karya
tulis ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu saran maupun kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
penilisan karya tulis ini dan bisa bermanfaat bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan.
2. Kepada masyarakat
Upaya pemeriksaan kehamilan rutin setiap bulan control kebidan
atau ke rumah sakit untuk mengetahui adanya tanda-tanda eklampsia.
3. Pada kalangan medis
Diharapkan petugas medis dapat mendiagnosa eklampsia dan
bagaimana mengetahui cara mengelola serta pencegahannya agar
menurunkan angka kematian ibu dan anak.
29
DAFTAR PUSTAKA
Hudak, Carolin M. 1996. Keperawatan kritis. (Edisi ke VI). Jakarta: EGC
Doenges, Marylinn. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Muntar.1998.Perawatan pada ibu hamil.Jakarta.
Perdici.2012.Jurnal Terapi Intensive.
S,Prawiroarjo.1998.Antenatal Care.Jakarta.
http;www.en.wikipedia.org/wiki/eklampsia/23/03/2010.
30