bab 1-3

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. 1.2. Tujuan 1. Untuk Mengetahui definisi Rasa Nyaman dan Nyeri. 2. Untuk mengetahui Fisiologi Nyeri. 3. Untuk Mengetahui Respon Tubuh Terhadap Nyeri. 1

description

Nyeri

Transcript of bab 1-3

Page 1: bab 1-3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan

perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik

dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang.

Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena

nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam

menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai

situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan.

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien

yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan

telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

1.2. Tujuan

1. Untuk Mengetahui definisi Rasa Nyaman dan Nyeri.

2. Untuk mengetahui Fisiologi Nyeri.

3. Untuk Mengetahui Respon Tubuh Terhadap Nyeri.

4. Untuk Mengetahui Klasifikasi Nyeri.

5. Untuk Mengetahui Penyebab Nyeri.

6. Untuk Mengetahui Intensitas Nyeri.

7. Untuk Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Nyeri.

8. Untuk Mengetahui Masalah – Masalah Nyeri.

9. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Kebuhutuahan Nyeri.

1.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi Rasa Nyaman dan Nyeri ?

2. Bagaimana mengetahui Fisiologi Nyeri ?

1

Page 2: bab 1-3

3. Bagaimana Respon Tubuh Terhadap Nyeri ?

4. Bagaimana Klasifikasi Nyeri ?

5. Apa Penyebab Nyeri ?

6. Bagaimana Intensitas Nyeri ?

7. Apa Faktor yang Mempengaruhi Nyeri ?

8. Apa Masalah – Masalah Nyeri ?

9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Kebuhutuahan Nyeri ?

1.4. Sistematika Penulisan

1. Cover

2. Kata Pengantar

3. Daftar Isi

4. BAB I Pendahuluan

5. BAB II Pembahasan

6. BAB III Penutup Dan Kesimpulan

7. Daftar Pustaka

1.5. Metode Penulisan

1. Content Analisis ( Browsing Internet )

2. Pemikiran Kami Sendiri

3. Literatur

2

Page 3: bab 1-3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Rasa Nyaman dan Nyeri

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan

kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan

dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang

meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),

dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).

Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat

aspek yaitu:

a.       Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

b.      Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.

c.       Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri

yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).

d.      Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal

manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah

memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.

Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah

kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini

disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang

mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan

timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam

hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah

pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri:

3

Page 4: bab 1-3

  International Association for Study of Pain (IASP)

nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

  Mc. Coffery (1979)

mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah

mengalaminya.

  Wolf Weifsel Feurst (1974)

mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan

mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.

  Arthur C. Curton (1983)

nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan

sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rangsangan nyeri.

  Scrumum

mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan

diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.

B. Fisiologi nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. Merupakan ujung-ujung saraf

sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki miyelin yang

tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada viscera persendian, dinding arteri,

hati, dan kandung empadu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya

stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti

histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas

apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi

yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.

4

Page 5: bab 1-3

Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan

berupa impuls-impuls nyeri kesumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang

bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). impuls-

impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang

ditransmisikan ke serabut C. serabut-serabut afferent masuk ke spinal melalui akar

dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas

beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga

terbentuk substansia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian,

impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan

bersambung kejalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic

tract (STT) ata jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa

informasi tentang sifta dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur

mekanisme nyeri yaitu jalu opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh

pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus

yang melalui otak tengah dan medulla ketanduk dorsal dari sumsum tulang

belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin

merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih

mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. jalur

nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respon terhadap

naloxone yang kurang banyak ddiketahui mekanismenya(Barbara C. Long, 1989).

C. Respon Tubuh Terhadap Nyeri

1)      Respon Simpatis

Respon simpatis sering dihubungkan dengan nyeri ringan sampai sedang

atau nyeri superficial. Gejala obyektif yang muncul adalah pucat,

peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, ketegangan otot,

dilatasi pupil dan diaphoresis.

2)      Respon Parasimpatis

Respon parasimpatis sering dihubungkan dengan nyeri berat atau nyeri

dalam. Gejala obyektif yang muncul adalah penurunan tekanan darah,

denyut nadi, mual, muntah, frustasi, pucat dan kemungkinan hilang

kesadaran.

5

Page 6: bab 1-3

3)      Respon Prilaku

Respon prilaku yang muncul adalah mengatur posisi tubuh,

meringis, menyeringai, menangis, gelisah, meremas tangan,dan menggosok

area yang sakit.

D. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi :

1. Menurut Tempat Nyeri.

1. Periferal Pain. Periferal pain ini terbagi menjadi 3 yaitu nyeri

permukaan (superfisial pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan

(reffered pain). Nyeri alihan ini maksudnya adalah nyeri yang

dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.

2. Central Pain. Nyeri ini terjadi karena perangsangan pada susunan saraf

pusat, spinal cord, batang otak.

3. Psychogenic Pain. Nyeri ini dirasakan tanpa adanya penyebab organik,

tetapi akibat dari trauma psikologis.

4. Phantom Pain. Phantom Pain ini merupakan perasaan pada bagian

tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain

timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan

stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan

merasa nyeri pada area yang telah diangkat.

5. Radiating Pain. Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke

jaringan sekitar.

2. Menurut Sifat Nyeri.

Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian

menghilang.

Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu

yang lama.

Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat

sekali dan biasanya menetap selama 10 – 15 menit, lalu menghilang dan

kemudian timbul kembali.

6

Page 7: bab 1-3

Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau

dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan

kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan

kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya Nyeri.

1. Nyeri Ringan yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang rendah.

2. Nyeri Sedang yaitu nyeri yang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan

juga reaksi psikologis.

3. Nyeri Berat yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang tinggi.

4. Menurut Waktu Serangan.

1. Nyeri Akut. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada

fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan

menunjukkan gejala-gejala antara lain : respirasi meningkat, Denyut

jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor.

2. Nyeri Kronis. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam

waktu lebih lama dan pada umumnya penderita sering sulit mengingat

sejak kapan nyeri mulai dirasakan.

Klasifikasi nyeri menurut serangan (Smeltzer, S.C dan Bare, B.G, 2002) adalah

sebagai berikut :

1)      Nyeri akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang bersifat sementara, terjadi kurang dari enam

bulan, biasanya nyeri dirasakan mendadak dan area nyeri dapat diidentifikasi.

Mempunyai karakteristik gejala nyeri berkeringat, pucat, peningkatan tekanan

darah nadi dan pernafasan, dilatasi pupil, kekejangan otot dan kecemasan.

2)      Nyeri kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri yang bertahan lebih dari enam bulan , sumber nyeri

tidak dapat diketahui dan nyeri sulit dihilangkan. Sensasi nyeri dapat berupa nyeri

difus sehingga sulit diidentifikasi secara spesifik sumber nyeri tersebut.

3.      Menurut Lokasi Serangan

7

Page 8: bab 1-3

Klasifikasi nyeri menurut lokasi serangan (Long B.C, 1996) adalah sebagai

berikut :

1)      Nyeri Somatik

Terbagi menjadi dua jenis yaitu nyeri superficial, yang merupakan nyeri

akibat kerusakan jaringan kulit dan nyeri deep somatic merupakan nyeri yang

ditimbulkan karena kerusakan di dalam ligamen dan tulang.

2)      Nyeri Viceral

Nyeri viceral merupakan nyeri yang timbl akibat adanya gangguan pada

organ bagian dalam, misalnya pada abdomen, cranium dan thoraks.

3)      Nyeri Alih

Merupakan nyeri yang menjalar dan terasa pada lokasi lain dari lokasi yang

sebenarnya terkena serangan.

4)      Nyeri Psikogenik

Nyeri psikogenik merupakan nyeri yang tidak diketahui penyebab

fisiologisnya.

5)      Nyeri Phantom

Nyeri phantom merupakan nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah

satu ekstremitas yang telah diamputasi.

6)      Nyeri Neurologis

Merupakan nyeri dalam sistem neurologis yang timbul dalam berbagai

bentuk, seperti neuralgia.

E. Penyebab Nyeri

1. Trauma:

a.    Mekanik, Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami

kerusakan. misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

b.    Thermis, Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan

akibat panas dan dingin. misal karena api dan air.

c.    Khemis, Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau

basa kuat.

d.  Elektrik, Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor

rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.

8

Page 9: bab 1-3

2.      Peradangan, Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat

adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses

3.      Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah

4.     Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya

penekanan pada reseptor nyeri.

5.      Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

6.      Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria yang

menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

7.      Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

F. Stimulus Nyeri

Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat

mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).

Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:

1. Trauma pada jarmgan tubuh

2. Gangguan pada jaringan tubuh

3. Tumor

4. Iskemia pada jaringan

5. Spasme otot

6. Respon psikologis : respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman

klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.

Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :

1. Bahaya atau merusak

2. Komplikasi seperti infeksi

3. Penyakit yang berulang

4. Penyakit baru

5. Penyakit yang fatal

6. Peningkatan ketidakmampuan

9

Page 10: bab 1-3

7. Kehilangan mobilitas

8. Menjadi tua

9. Sembuh

10. Perlu untuk penyembuhan

11. Hukuman untuk berdosa

12. Tantangan

13. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain

14. Sesuatu yang harus ditoleransi

15. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki

Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan,

persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya

G. Fase Pengalaman Nyeri

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

a)      Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima), Fase ini mungkin bukan

merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase

lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya

untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting,

terutama dalam memberikan informasi pada klien.

b)      Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa), Fase ini terjadi ketika klien merasakan

nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri

juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu

orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap

nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang

toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus

nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan

10

Page 11: bab 1-3

nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah

sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang

yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin

berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri

dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi

wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang

digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.

Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit

mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak

mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu

tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien

mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

c)      Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti), Fase ini terjadi saat

nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan

kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien

mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri

berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang

berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk

meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

H. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2007).Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut Skla

Intensitas Nyeri.

Keterangan :

11

Page 12: bab 1-3

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang

dan distraksi

10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul

I. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Oleh karena nyeri merupakan masalah yang kompleks, maka berbagai

faktor dapat mempengaruhi respon nyeri antara lain :

1.      Umur

Faktor umur adalah variabel penting yang mempengaruhi respon nyeri.

Pada anak-anak akan kesulitan untuk mengerti tentang nyeri dan prosedur

keperawatan yang menimbulkan nyeri. Anak-anak akan kesulitan

mengungkapkan respon nyerinya secara verbal pada orang lain dan orang

tuanya. Oleh karena itu perawat harus menggunakan teknik komunikasi

sederhana untuk membantu anak mengerti dan menggambarkan tentang

nyerinya. Perawat dapat menggunakan gambar-gambar yang ditunjukkan pada

anak untuk menggambarkan respon nyerinya.

Pada orang dewasa respon nyeri dipengaruhi oleh adanya berbagai penyakit

yang menyertai. Herr dan Mobilly (1991) menjelaskan bahwa orang dewasa

dapat mengingkari nyeri yang dirasakan dengan alasan :

1)      Kepercayaan bahwa nyeri merupakan sesuatu yang harus dijalankannya

dalam kehidupan.

2)      Tidak mengerti tentang akibat daripada nyeri.

3)      Tindakan diagnostik dan terapi yang mahal dan tidak menyenangkan.

12

Page 13: bab 1-3

4)      Penyakit serius atau terminal.

5)      Perbedaan terminologi dalam menyatakan respon nyeri.

6)      Keyakinan orang tua bahwa nyeri itu tidak perlu ditampakkan (Potter et al,

1993).

Anak-anak mempunyai respon nyeri yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan usia remaja, dewasa dan orang tua. Anak-anak

mempunyai respon yang lebih tinggi karena dapat mengekspresikan nyeri

lebih bebas. Pada usia remaja respon nyeri lebih rendah dari anak-anak

karena cenderung dapat mengontrol prilakunya. Sedangkan pada usia

dewasa dan orang tua respon nyeri akan lebih rendah lagi karena mereka

menganggap bahwa nyeri itu merupakan proses alami sehubungan dengan

proses menua.

2.       Jenis Kelamin

Umumnya laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan yang

signifikan dalam merespon nyeri (Gill, 1990). Masih diragukan bila ada

faktor gender yang mempengaruhi respon nyeri. Namun dalam suatu

penelitian yang dilakukan oleh Buns et al (1989) pada pasien post operasi

abdomen menunjukkan bahwa pasien laki-laki membutuhkan morphin yang

lebih banyak dibandingkan pada pasien perempuan dengan tingkat nyeri yang

sama.

Menurut beberapa catatan di Amerika, anak laki-laki mempunyai

respon nyeri lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan. Demikian

juga berlaku pada orang dewasa.

 

3.      Sosiokultural

Ras, budaya dan etnis merupakan faktor penting dalam respon individu

terhadap nyeri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Davitz,

kelompok orang yang berkulit hitam mempunyai respon nyeri yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan kelompok orang yang berkulit putih.

Zborowski (1969) melaporkan bahwa ekspresi prilaku nyeri

berbeda antara satu kelompok etnik pasien dengan kelompok lain di satu

13

Page 14: bab 1-3

lingkungan rumah sakit. Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan

nilai yang dianut oleh oleh kelompok etnik tersebut.

Budaya mempengaruhi bagaimana orang belajar untuk bereaksi

terhadap respon nyeri. Orang akan merespon nyeri dengan berbagai cara.

Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh terhadap respon nyeri. Miller dan

Shutter (1982) mendapatkan ada perbedaan respon nyeri antara orang

Amerika dan Afrika. Dalam penelitian yang sama didapatkan bahwa pasien

usia di ata 40 tahun memiliki respon yang berbeda dengan usia yang lebih

muda. Pasien yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan lebih cepat

dalam merespon dan mencari pertolongan terhadap nyeri yang dialami.

Terdapat juga perbedaan prsepsi nyeri pada anak-anak dengan latar belakang

budaya yang berbeda-beda. Anak Eksimo akan merespon nyeri dengan

tertawa, anak-anak Cina akan merespon nyeri sebagai proses pembedahan,

sedangkan anak Amerika akan merespon masuk rumah sakit sebai suatu

trauma (Ross, 1988).

4.      Faktor Situasi / lingkungan

Situasi / lingkungan yang berhubungan dengan nyeri akan

mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Jika seseorang mengalami nyeri

yang hebat tetapi pasien berada dalam situasi formal atau gaduh, respon

orang tersebut mungkin sangat berbeda bila pasien sendirian atau berada di

suatu rumah sakit.

5.      Faktor Arti nyeri

Arti nyeri pada seseorang akan mempengaruhi respon nyerinya. Arti

nyeri bagi seseorang berhubungan dengan penyebeb nyeri yang dialaminya.

Seseorang akan memresponkan nyeri yang berbeda-beda jika dia percaya

bahwa nyeri sebagai suatu ancaman, merasa kehilangan, hukuman, atau

kemenangan. Nyeri oleh karena melahirkan akan diresponkan berbeda

dengan nyeri oleh karena suatu pembedahan. Derajat dan kualitas nyeri yang

diresponkan oleh seseorang yang berhubungan dengan arti dari nyeri itu bagi

dirinya. Jika penyebab nyeri diketahui ini akan membantu pasien untuk

mengurangi respon nyerinya jika dibandingkan jika penyebab nyeri tidak

diketahui.

6.      Perhatian

14

Page 15: bab 1-3

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

respon nyerinya. Perhatian meningkat akan meningkatkan respon nyeri,

sedangkan distraksi dan relaksasi akan mengurangi respon nyeri (Gill, 1990).

Konsep ini mendasari tindakan perawat dalam mengatasi nyeri seperti

relaksasi, imajinasi terbimbing dan usapan halus atau pemijatan dengan cara

mengalihkan perhatian dan konsentrasi terhadap stimulus yang lain (Mc

Caffery, 1986).

7.      Faktor Kecemasan

Hubungan antara kecemasan dan nyeri merupakan hubungan yang

kompleks. Kecemasan seringkali meningkatkanrespon nyeri , tetapi nyeri

dapat juga meningkat menimbulkan kecemasan (Gill, 1990). Sangat sulit

untuk memisahkan dua sensasi tersebut. Kesehatan emosional seseorang

biasanya dapat mentoleransi lebih terhadap nyeri sedang bahkan nyeri berat

dibandingkan dengan seseorang yang emosinya tidak stabil. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dapat memberi pengaruh yang

besar terhadap cara merespon nyeri pada pasien kanker (Bloom et al, 1983).

8.      Kelelahan

Kelelahan akan meningkatkan respon nyeri seseorang dan akan

mengurangi kemampuan beradaptasi terhadap nyeri yang dialaminya.

Seringkali keluhan nyeri akan berkurang setelah melakukan istirahat yang

cukup dan liburan yang panjang.

9.      Pengalaman nyeri sebelumnya

Setiap orang akan belajar dari pengalaman nyeri masa lalu. Pengalaman

nyeri masa lalu tidak akan menjamin seseorang untuk lebih mudah mengatasi

nyeri di masa yang akan datang.

Jika seseorang menderita nyeri berulang-ulang tanpa ada penurunan

rasa nyeri dari sebelumnya atau terserang nyeri berat, kecemasan bahkan rasa

takut akan terjadi. Sebaliknya jika seseorang mengalami nyeri berulang

dengan tipe yang sama tetapi dia berhasil mengurangi respon yang

dialaminya, dia akan menjadi lebih mudah untuk menginterpretasikan sensasi

nyeri dengan cara pasien akan melakukan upaya persiapan yang lebih baik

untuk mengurangi nyeri tersebut. Ketika seseorang mendapat nyeri untuk

pertama kali, dia akan gagal untuk beradaptasi.

15

Page 16: bab 1-3

10.  Coping Style

Pengalaman nyeri seseorang bisa tidak berarti. Seringkali pasien merasa

kehilangan kontrol dari kemampuan untuk mengontrol lingkungannya.

Coping style sering akan mempengaruhi banyaknya nyeri yang diterima.

Seseorang yang bersikap introvert dia akan memiliki kontrol diri yang lebih

baik terhadap lingkungannya dibandingkan dengan orang yang memiliki

sikap extrovert terhadap nyeri yang dirasakan (Scultheis et al, 1987). Pasien

yang memiliki ketergantungan minimal terhadap penggunaan analgetik akan

mempunyai kontrol yang lebih baik daripada pasien dengan ketergantungan

tinggi.

Nyeri dapat mengakibatkan ketidakmampuan partial atau total.

Berbagai teknik coping digunakan oleh seseorang dalam mengatasi nyeri

yang disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis. Sumber coping bukan

hanya sekedar metode atau teknik seseorang dalam mengatasi nyeri, akan

tetapi dorongan emosional dari pasangan hidup, anak dan anggota keluarga

juga termasuk sumber coping. Walau nyeri masih tetap bertahan, kehadiran

orang yang dicintai dapat mengurangi rasa kesepian dan ketakutan.

Kepercayaan seseorang terhadap agamanya juga akan memberikan perasaan

tenang. Membaca kitab suci dan menyebut nama Tuhan akan memberikan

kekuatan batin untuk beradaptasi secara efektif terhadap nyeri yang

dialaminya.

11.  Dukungan sosial dan keluarga

Faktor lain yang berpengaruh cukup signifikan dalam merespon

nyeri adalah kehadiran dan dorongan dari orang lain. Seseorang dengan

kelompok sosial budaya yang berbeda berharap dapat menyampaikan

keluhan nyerinya sesuai dengan keinginannya (Mc Caffery, 1983). Orang

yang mengalami nyeri seringkali memiliki ketergantungan terhadap anggota

keluarganya untuk memberikan dukungan, bantuan atau pencegahan terhadap

nyeri yang dirasakan. Ketidakhadiran keluarga dan teman dekat seringkali

akan membuat nyeri yang dialami semakin meningkat.

J. Masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri)

16

Page 17: bab 1-3

1. Ansietas badan nyeri yang tidak hilang

2. Nyeri badan cedera fisik / trauma

3. Nyeri kronik badan jaringan parut

4. Ketidakefektifan koping individu badan nyeri kronik

5. Hambatan mobilisasi fisik badan nyeri musculoskeletal, nyeri insisi

6. Resiki cedera badan panurunan resepsi nyeri

7. Disfungsi seksual badan nyeri arthritis panggul

8. Gangguan pola tidur badan nyeri punggung bagian bawah

H. Tindakan Keperawatan

A. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

Ada 4 kriteria yang harus di penuhi :

mudah mengerti dan digunakan

memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien

mudah dinilai

sensitif terhadap perubahan kecil dalam identitas nyeri

b. Pemeriksaan fisik

Informasi yg harus dikaji :

Intensitas nyeri

Karakteristik nyeri

Faktor-faktor yang meredakan nyeri

Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari

Kekhawatiran individu tentang nyeri

Respon fisiologik dan prilaku terhadap nyeri :

17

Page 18: bab 1-3

1. Indikator perilaku terhadap nyeri: Mencakup pernyataan verbal, prilaku

vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontrak fisik dg orang lain atau

perubahan respon terhadap lingkungan.

Faktor yang mempengaruhi :

a. Pengalaman masa lalu

b. Ansietas & nyeri

c. Budaya & nyeri

d. Usia & nyeri

e. Efek placebo

Skala intensitas nyeri :

0 : tidak ada nyeri

1-2 : nyeri ringan

3-5 : nyeri sedang

6-7 : nyeri hebat

8-9 : nyeri sangat hebat

10 : nyeri paling hebat

B. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri dan ketidak nyamanan

2. Potensial koping tidak efektif yang berhubungan dgn antisipasi dan stres

dari nyeri

C. Intervensi keperawatan

1. Mengidentifikasi tujuan untuk penatalaksanaan nyeri

2. Hubungan perawat-pasien dan penyuluhan pasien

3. Memberikan perawatan fisik

4. Menangani ansietas yang berhubungan dg nyeri.

D. Intervensi keperawatan

Pengkajian sebelum memberikan analgesic

Pendekatan dalam menggunakan preparat analgesic

Pendekatan preventif

Dosis individual

E. Tindakan non farmakologis

• Stimulasi dan masase kutaneus

18

Page 19: bab 1-3

• Terapi Es & panas

• Stimulasi saraf elektris trasnkutan : dijalankan oleh baterai dg elektroda

yang dipasang pd kulit utk menghasilkan sensasi kesemuta

• Distraksi : untuk menurunkan persepsi nyeri dg menstimulasi sistem

kontrol desenden

F. Evaluasi

• Hasil yang di harapkan :

1. Pencapaian peredaan nyeri

nilai nyeri > rendah (pd skala 0-10 )

nilai nyeri > rendah untuk waktu yg panjang

2. Pasien atau keluarga memberikan medikasi analgesik yang diresepkan

dengan benar :

dosis benar

penggunaan prosedur obat benar

menjelaskan tindakan yg dilakukan utk mencegah efek samping

3. Menggunakan strategi nyeri non formakologik yg direkomendasikan

4. Melaporkan efek minimal nyeri & efek samping yg minimal dari

intervensi

1. Pengertian Tehnik Distraksi

Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke

stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa

aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori

yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri

berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar

juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh

klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan

partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat

individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan

sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi

satu indera saja (Tamsuri, 2007).

Jenis Tehnik Distraksi antara lain :

19

Page 20: bab 1-3

1. Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan

dan gambar termasuk distraksi visual.

2. Distraksi pendengaran

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik

air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang

seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu.

Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu

seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).

3. Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau

memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan

hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut

secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan

klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang

memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.

Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan

ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang

mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.

4.. Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran

(di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.

2. Relaksasi

20

Page 21: bab 1-3

Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang

mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan

konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot,

yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989).

Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat,

pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman

mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong

leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal; tangan dan kaki

tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan

memandang sekeliling ruangan, misalnya melintasi atap turun ke dinding,

sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit

tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor. Banyak beberapa petunjuk

/ pedoman dalam melakukan teknik relaksasi ini, antara lain :

Pedoman atau cara ( 1 ) :

1. Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara

2. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor

dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut

3. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal

4. Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan

membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien

untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan

hangat

5. Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan

perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain

6. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan.

Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.

21

Page 22: bab 1-3

3. Massage (Pemijatan)

Massage atau pemijatan adalah salah satu teknik pengobatan pada rekam

medis yang lebih awal dan digunakan untuk menyambung riwayat berikutnya.

4. Kompres Panas dan dingin

Indikasi :

Kompres Panas

1. Sprain dan strain

2. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan latihan  untuk

kondisi stiff joint (kekakuan sendi)

3. Low back pain yang disertai spasme otot

4. Arthritis kronis

Kompres Dingin

1.      Gangguan sensibilitas kulit

2.      Penyakit Buerger

3.      Gangguan peredaran darah arteri perifer

kontraindikasi :

Kompres Dingin

1. Sprain dan strain serta pasca trauma akut

2. Bursitis, Fibrositis, kapsulitis

Kompres Hangat

1. Gangguan sensibilitas

2. Buerger diseases

3. Gangguan peredaran darah arterial perifir

a. Kompres Panas (Hot pack)

Bentuk kompres panas yang sederhana berupa kain handuk yang terlebih dahulu

direndam dalam air panas dengan temperature ± 55 0C, kemudian diperas hingga

22

Page 23: bab 1-3

kering kemudian baru digunakan. Kompres panas banyak dilakukan untuk

mengurangi rasa nyeri, selain itu dengan  kompres panas, bisa juga membantu

mempercepat reaksi kimia dalam tubuh mengurangi kejenuhan air dalam tubuh dan

konstriksi jaringan. Selain itu, kompres panas juga menimbulkan efek terapeutik

seperti : rileksasi jaringan, pain blocking, perbaikan jaringan edar darah, sedative

effect, perbaikan metabolisme tubuh dan lain-lain.

b. Kompres Dingin (cold pack)

Cara ini menggunakan cold pack yang didinginkan dalam cold pack unit atau

menggunakan peralatan yang lebih sederhana, berupa kain handuk yang sebelumnya

direndam ke dalam air es dengan temperature 13 0C sampai 18 0C, setelah diperas

baru digunakan.Bila kita memberikan rangsangan dingin, maka pada jaringan yang

terkena rangsangan tadi akan mengalami penurunan temperature (cooling), hal ini

akan diikuti dengan :

1. Penurunan tingkat metabolisme

2. Terjadi vasokonstriksi arteriole yang timbul akibat pengurangan terbentuknya

metabolit (CO2 dan asam laktat ) dan pengaruh dingin terhadap pembuluh darah,

3. Vasokonstriksi juga terjadi pada pembuluh darah kulit dan ini berlangsung secara

reflektoris, oleh karena kulit sabagai komponen thermoregulator (pengatur panas)

akan bereaksi terhadap adanya rangsangan dingin.

4. Vasokonstriksi yang terjadi akan menurunkan kecenderungan terbentuknya cairan

edema dan penurunan produksi cairan limfe, karena permeabilitas dinding

pembuluh darah menurun.

5. Dingin akan menginduksi pembuluh darah vena, sehingga terjadi vakonstriksi

pembuluh darah vena dan ini akan menaikkan tekanan venosa.

23

Page 24: bab 1-3

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan

kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses

pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak

bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat

subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi

nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan

keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut

beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang

merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung

24

Page 25: bab 1-3

oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau

tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

1.2. SaranSetelah membaca makalah ini diharapkan pembaca mampu menangkap inti

sari dari makalah ini. Kita sebagai seorang perawat harus mengerti dan memahami

cara memberikan perawatan kepada pasien yang memiliki masalah rasa nyaman dan

nyeri, sehingga ketika dilapangan kita sudah mampu mengaplikasikannya dengan

baik kepada pasien.

25