BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik
dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang.
Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena
nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam
menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai
situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan.
Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien
yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan
telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
1.2. Tujuan
1. Untuk Mengetahui definisi Rasa Nyaman dan Nyeri.
2. Untuk mengetahui Fisiologi Nyeri.
3. Untuk Mengetahui Respon Tubuh Terhadap Nyeri.
4. Untuk Mengetahui Klasifikasi Nyeri.
5. Untuk Mengetahui Penyebab Nyeri.
6. Untuk Mengetahui Intensitas Nyeri.
7. Untuk Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Nyeri.
8. Untuk Mengetahui Masalah – Masalah Nyeri.
9. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Kebuhutuahan Nyeri.
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Rasa Nyaman dan Nyeri ?
2. Bagaimana mengetahui Fisiologi Nyeri ?
1
3. Bagaimana Respon Tubuh Terhadap Nyeri ?
4. Bagaimana Klasifikasi Nyeri ?
5. Apa Penyebab Nyeri ?
6. Bagaimana Intensitas Nyeri ?
7. Apa Faktor yang Mempengaruhi Nyeri ?
8. Apa Masalah – Masalah Nyeri ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Kebuhutuahan Nyeri ?
1.4. Sistematika Penulisan
1. Cover
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. BAB I Pendahuluan
5. BAB II Pembahasan
6. BAB III Penutup Dan Kesimpulan
7. Daftar Pustaka
1.5. Metode Penulisan
1. Content Analisis ( Browsing Internet )
2. Pemikiran Kami Sendiri
3. Literatur
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Rasa Nyaman dan Nyeri
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat
aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang
mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah
pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri:
3
International Association for Study of Pain (IASP)
nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Mc. Coffery (1979)
mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
Wolf Weifsel Feurst (1974)
mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan
mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
Arthur C. Curton (1983)
nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.
Scrumum
mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan
diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
B. Fisiologi nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. Merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki miyelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada viscera persendian, dinding arteri,
hati, dan kandung empadu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya
stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti
histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas
apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi
yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.
4
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan
berupa impuls-impuls nyeri kesumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang
bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). impuls-
impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang
ditransmisikan ke serabut C. serabut-serabut afferent masuk ke spinal melalui akar
dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas
beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga
terbentuk substansia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian,
impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan
bersambung kejalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic
tract (STT) ata jalur spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa
informasi tentang sifta dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur
mekanisme nyeri yaitu jalu opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh
pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus
yang melalui otak tengah dan medulla ketanduk dorsal dari sumsum tulang
belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin
merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih
mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. jalur
nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respon terhadap
naloxone yang kurang banyak ddiketahui mekanismenya(Barbara C. Long, 1989).
C. Respon Tubuh Terhadap Nyeri
1) Respon Simpatis
Respon simpatis sering dihubungkan dengan nyeri ringan sampai sedang
atau nyeri superficial. Gejala obyektif yang muncul adalah pucat,
peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, ketegangan otot,
dilatasi pupil dan diaphoresis.
2) Respon Parasimpatis
Respon parasimpatis sering dihubungkan dengan nyeri berat atau nyeri
dalam. Gejala obyektif yang muncul adalah penurunan tekanan darah,
denyut nadi, mual, muntah, frustasi, pucat dan kemungkinan hilang
kesadaran.
5
3) Respon Prilaku
Respon prilaku yang muncul adalah mengatur posisi tubuh,
meringis, menyeringai, menangis, gelisah, meremas tangan,dan menggosok
area yang sakit.
D. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi :
1. Menurut Tempat Nyeri.
1. Periferal Pain. Periferal pain ini terbagi menjadi 3 yaitu nyeri
permukaan (superfisial pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan
(reffered pain). Nyeri alihan ini maksudnya adalah nyeri yang
dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
2. Central Pain. Nyeri ini terjadi karena perangsangan pada susunan saraf
pusat, spinal cord, batang otak.
3. Psychogenic Pain. Nyeri ini dirasakan tanpa adanya penyebab organik,
tetapi akibat dari trauma psikologis.
4. Phantom Pain. Phantom Pain ini merupakan perasaan pada bagian
tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain
timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan
stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan
merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
5. Radiating Pain. Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke
jaringan sekitar.
2. Menurut Sifat Nyeri.
Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian
menghilang.
Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu
yang lama.
Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali dan biasanya menetap selama 10 – 15 menit, lalu menghilang dan
kemudian timbul kembali.
6
Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau
dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan
kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan
kecanduan.
3. Menurut Berat Ringannya Nyeri.
1. Nyeri Ringan yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang rendah.
2. Nyeri Sedang yaitu nyeri yang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan
juga reaksi psikologis.
3. Nyeri Berat yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang tinggi.
4. Menurut Waktu Serangan.
1. Nyeri Akut. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada
fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan
menunjukkan gejala-gejala antara lain : respirasi meningkat, Denyut
jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor.
2. Nyeri Kronis. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam
waktu lebih lama dan pada umumnya penderita sering sulit mengingat
sejak kapan nyeri mulai dirasakan.
Klasifikasi nyeri menurut serangan (Smeltzer, S.C dan Bare, B.G, 2002) adalah
sebagai berikut :
1) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang bersifat sementara, terjadi kurang dari enam
bulan, biasanya nyeri dirasakan mendadak dan area nyeri dapat diidentifikasi.
Mempunyai karakteristik gejala nyeri berkeringat, pucat, peningkatan tekanan
darah nadi dan pernafasan, dilatasi pupil, kekejangan otot dan kecemasan.
2) Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang bertahan lebih dari enam bulan , sumber nyeri
tidak dapat diketahui dan nyeri sulit dihilangkan. Sensasi nyeri dapat berupa nyeri
difus sehingga sulit diidentifikasi secara spesifik sumber nyeri tersebut.
3. Menurut Lokasi Serangan
7
Klasifikasi nyeri menurut lokasi serangan (Long B.C, 1996) adalah sebagai
berikut :
1) Nyeri Somatik
Terbagi menjadi dua jenis yaitu nyeri superficial, yang merupakan nyeri
akibat kerusakan jaringan kulit dan nyeri deep somatic merupakan nyeri yang
ditimbulkan karena kerusakan di dalam ligamen dan tulang.
2) Nyeri Viceral
Nyeri viceral merupakan nyeri yang timbl akibat adanya gangguan pada
organ bagian dalam, misalnya pada abdomen, cranium dan thoraks.
3) Nyeri Alih
Merupakan nyeri yang menjalar dan terasa pada lokasi lain dari lokasi yang
sebenarnya terkena serangan.
4) Nyeri Psikogenik
Nyeri psikogenik merupakan nyeri yang tidak diketahui penyebab
fisiologisnya.
5) Nyeri Phantom
Nyeri phantom merupakan nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah
satu ekstremitas yang telah diamputasi.
6) Nyeri Neurologis
Merupakan nyeri dalam sistem neurologis yang timbul dalam berbagai
bentuk, seperti neuralgia.
E. Penyebab Nyeri
1. Trauma:
a. Mekanik, Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan. misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b. Thermis, Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas dan dingin. misal karena api dan air.
c. Khemis, Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau
basa kuat.
d. Elektrik, Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor
rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
8
2. Peradangan, Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
4. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
5. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
6. Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
7. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
F. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
1. Trauma pada jarmgan tubuh
2. Gangguan pada jaringan tubuh
3. Tumor
4. Iskemia pada jaringan
5. Spasme otot
6. Respon psikologis : respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman
klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1. Bahaya atau merusak
2. Komplikasi seperti infeksi
3. Penyakit yang berulang
4. Penyakit baru
5. Penyakit yang fatal
6. Peningkatan ketidakmampuan
9
7. Kehilangan mobilitas
8. Menjadi tua
9. Sembuh
10. Perlu untuk penyembuhan
11. Hukuman untuk berdosa
12. Tantangan
13. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14. Sesuatu yang harus ditoleransi
15. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan,
persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya
G. Fase Pengalaman Nyeri
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
a) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima), Fase ini mungkin bukan
merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase
lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya
untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting,
terutama dalam memberikan informasi pada klien.
b) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa), Fase ini terjadi ketika klien merasakan
nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri
juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu
orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap
nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus
nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan
10
nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang
yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin
berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri
dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi
wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.
Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu
tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
c) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti), Fase ini terjadi saat
nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan
kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien
mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri
berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang
berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
H. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007).Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut Skla
Intensitas Nyeri.
Keterangan :
11
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul
I. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Oleh karena nyeri merupakan masalah yang kompleks, maka berbagai
faktor dapat mempengaruhi respon nyeri antara lain :
1. Umur
Faktor umur adalah variabel penting yang mempengaruhi respon nyeri.
Pada anak-anak akan kesulitan untuk mengerti tentang nyeri dan prosedur
keperawatan yang menimbulkan nyeri. Anak-anak akan kesulitan
mengungkapkan respon nyerinya secara verbal pada orang lain dan orang
tuanya. Oleh karena itu perawat harus menggunakan teknik komunikasi
sederhana untuk membantu anak mengerti dan menggambarkan tentang
nyerinya. Perawat dapat menggunakan gambar-gambar yang ditunjukkan pada
anak untuk menggambarkan respon nyerinya.
Pada orang dewasa respon nyeri dipengaruhi oleh adanya berbagai penyakit
yang menyertai. Herr dan Mobilly (1991) menjelaskan bahwa orang dewasa
dapat mengingkari nyeri yang dirasakan dengan alasan :
1) Kepercayaan bahwa nyeri merupakan sesuatu yang harus dijalankannya
dalam kehidupan.
2) Tidak mengerti tentang akibat daripada nyeri.
3) Tindakan diagnostik dan terapi yang mahal dan tidak menyenangkan.
12
4) Penyakit serius atau terminal.
5) Perbedaan terminologi dalam menyatakan respon nyeri.
6) Keyakinan orang tua bahwa nyeri itu tidak perlu ditampakkan (Potter et al,
1993).
Anak-anak mempunyai respon nyeri yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan usia remaja, dewasa dan orang tua. Anak-anak
mempunyai respon yang lebih tinggi karena dapat mengekspresikan nyeri
lebih bebas. Pada usia remaja respon nyeri lebih rendah dari anak-anak
karena cenderung dapat mengontrol prilakunya. Sedangkan pada usia
dewasa dan orang tua respon nyeri akan lebih rendah lagi karena mereka
menganggap bahwa nyeri itu merupakan proses alami sehubungan dengan
proses menua.
2. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan yang
signifikan dalam merespon nyeri (Gill, 1990). Masih diragukan bila ada
faktor gender yang mempengaruhi respon nyeri. Namun dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Buns et al (1989) pada pasien post operasi
abdomen menunjukkan bahwa pasien laki-laki membutuhkan morphin yang
lebih banyak dibandingkan pada pasien perempuan dengan tingkat nyeri yang
sama.
Menurut beberapa catatan di Amerika, anak laki-laki mempunyai
respon nyeri lebih rendah dibandingkan dengan anak perempuan. Demikian
juga berlaku pada orang dewasa.
3. Sosiokultural
Ras, budaya dan etnis merupakan faktor penting dalam respon individu
terhadap nyeri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Davitz,
kelompok orang yang berkulit hitam mempunyai respon nyeri yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan kelompok orang yang berkulit putih.
Zborowski (1969) melaporkan bahwa ekspresi prilaku nyeri
berbeda antara satu kelompok etnik pasien dengan kelompok lain di satu
13
lingkungan rumah sakit. Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan
nilai yang dianut oleh oleh kelompok etnik tersebut.
Budaya mempengaruhi bagaimana orang belajar untuk bereaksi
terhadap respon nyeri. Orang akan merespon nyeri dengan berbagai cara.
Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh terhadap respon nyeri. Miller dan
Shutter (1982) mendapatkan ada perbedaan respon nyeri antara orang
Amerika dan Afrika. Dalam penelitian yang sama didapatkan bahwa pasien
usia di ata 40 tahun memiliki respon yang berbeda dengan usia yang lebih
muda. Pasien yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan lebih cepat
dalam merespon dan mencari pertolongan terhadap nyeri yang dialami.
Terdapat juga perbedaan prsepsi nyeri pada anak-anak dengan latar belakang
budaya yang berbeda-beda. Anak Eksimo akan merespon nyeri dengan
tertawa, anak-anak Cina akan merespon nyeri sebagai proses pembedahan,
sedangkan anak Amerika akan merespon masuk rumah sakit sebai suatu
trauma (Ross, 1988).
4. Faktor Situasi / lingkungan
Situasi / lingkungan yang berhubungan dengan nyeri akan
mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Jika seseorang mengalami nyeri
yang hebat tetapi pasien berada dalam situasi formal atau gaduh, respon
orang tersebut mungkin sangat berbeda bila pasien sendirian atau berada di
suatu rumah sakit.
5. Faktor Arti nyeri
Arti nyeri pada seseorang akan mempengaruhi respon nyerinya. Arti
nyeri bagi seseorang berhubungan dengan penyebeb nyeri yang dialaminya.
Seseorang akan memresponkan nyeri yang berbeda-beda jika dia percaya
bahwa nyeri sebagai suatu ancaman, merasa kehilangan, hukuman, atau
kemenangan. Nyeri oleh karena melahirkan akan diresponkan berbeda
dengan nyeri oleh karena suatu pembedahan. Derajat dan kualitas nyeri yang
diresponkan oleh seseorang yang berhubungan dengan arti dari nyeri itu bagi
dirinya. Jika penyebab nyeri diketahui ini akan membantu pasien untuk
mengurangi respon nyerinya jika dibandingkan jika penyebab nyeri tidak
diketahui.
6. Perhatian
14
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
respon nyerinya. Perhatian meningkat akan meningkatkan respon nyeri,
sedangkan distraksi dan relaksasi akan mengurangi respon nyeri (Gill, 1990).
Konsep ini mendasari tindakan perawat dalam mengatasi nyeri seperti
relaksasi, imajinasi terbimbing dan usapan halus atau pemijatan dengan cara
mengalihkan perhatian dan konsentrasi terhadap stimulus yang lain (Mc
Caffery, 1986).
7. Faktor Kecemasan
Hubungan antara kecemasan dan nyeri merupakan hubungan yang
kompleks. Kecemasan seringkali meningkatkanrespon nyeri , tetapi nyeri
dapat juga meningkat menimbulkan kecemasan (Gill, 1990). Sangat sulit
untuk memisahkan dua sensasi tersebut. Kesehatan emosional seseorang
biasanya dapat mentoleransi lebih terhadap nyeri sedang bahkan nyeri berat
dibandingkan dengan seseorang yang emosinya tidak stabil. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dapat memberi pengaruh yang
besar terhadap cara merespon nyeri pada pasien kanker (Bloom et al, 1983).
8. Kelelahan
Kelelahan akan meningkatkan respon nyeri seseorang dan akan
mengurangi kemampuan beradaptasi terhadap nyeri yang dialaminya.
Seringkali keluhan nyeri akan berkurang setelah melakukan istirahat yang
cukup dan liburan yang panjang.
9. Pengalaman nyeri sebelumnya
Setiap orang akan belajar dari pengalaman nyeri masa lalu. Pengalaman
nyeri masa lalu tidak akan menjamin seseorang untuk lebih mudah mengatasi
nyeri di masa yang akan datang.
Jika seseorang menderita nyeri berulang-ulang tanpa ada penurunan
rasa nyeri dari sebelumnya atau terserang nyeri berat, kecemasan bahkan rasa
takut akan terjadi. Sebaliknya jika seseorang mengalami nyeri berulang
dengan tipe yang sama tetapi dia berhasil mengurangi respon yang
dialaminya, dia akan menjadi lebih mudah untuk menginterpretasikan sensasi
nyeri dengan cara pasien akan melakukan upaya persiapan yang lebih baik
untuk mengurangi nyeri tersebut. Ketika seseorang mendapat nyeri untuk
pertama kali, dia akan gagal untuk beradaptasi.
15
10. Coping Style
Pengalaman nyeri seseorang bisa tidak berarti. Seringkali pasien merasa
kehilangan kontrol dari kemampuan untuk mengontrol lingkungannya.
Coping style sering akan mempengaruhi banyaknya nyeri yang diterima.
Seseorang yang bersikap introvert dia akan memiliki kontrol diri yang lebih
baik terhadap lingkungannya dibandingkan dengan orang yang memiliki
sikap extrovert terhadap nyeri yang dirasakan (Scultheis et al, 1987). Pasien
yang memiliki ketergantungan minimal terhadap penggunaan analgetik akan
mempunyai kontrol yang lebih baik daripada pasien dengan ketergantungan
tinggi.
Nyeri dapat mengakibatkan ketidakmampuan partial atau total.
Berbagai teknik coping digunakan oleh seseorang dalam mengatasi nyeri
yang disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis. Sumber coping bukan
hanya sekedar metode atau teknik seseorang dalam mengatasi nyeri, akan
tetapi dorongan emosional dari pasangan hidup, anak dan anggota keluarga
juga termasuk sumber coping. Walau nyeri masih tetap bertahan, kehadiran
orang yang dicintai dapat mengurangi rasa kesepian dan ketakutan.
Kepercayaan seseorang terhadap agamanya juga akan memberikan perasaan
tenang. Membaca kitab suci dan menyebut nama Tuhan akan memberikan
kekuatan batin untuk beradaptasi secara efektif terhadap nyeri yang
dialaminya.
11. Dukungan sosial dan keluarga
Faktor lain yang berpengaruh cukup signifikan dalam merespon
nyeri adalah kehadiran dan dorongan dari orang lain. Seseorang dengan
kelompok sosial budaya yang berbeda berharap dapat menyampaikan
keluhan nyerinya sesuai dengan keinginannya (Mc Caffery, 1983). Orang
yang mengalami nyeri seringkali memiliki ketergantungan terhadap anggota
keluarganya untuk memberikan dukungan, bantuan atau pencegahan terhadap
nyeri yang dirasakan. Ketidakhadiran keluarga dan teman dekat seringkali
akan membuat nyeri yang dialami semakin meningkat.
J. Masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri)
16
1. Ansietas badan nyeri yang tidak hilang
2. Nyeri badan cedera fisik / trauma
3. Nyeri kronik badan jaringan parut
4. Ketidakefektifan koping individu badan nyeri kronik
5. Hambatan mobilisasi fisik badan nyeri musculoskeletal, nyeri insisi
6. Resiki cedera badan panurunan resepsi nyeri
7. Disfungsi seksual badan nyeri arthritis panggul
8. Gangguan pola tidur badan nyeri punggung bagian bawah
H. Tindakan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Ada 4 kriteria yang harus di penuhi :
mudah mengerti dan digunakan
memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien
mudah dinilai
sensitif terhadap perubahan kecil dalam identitas nyeri
b. Pemeriksaan fisik
Informasi yg harus dikaji :
Intensitas nyeri
Karakteristik nyeri
Faktor-faktor yang meredakan nyeri
Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari
Kekhawatiran individu tentang nyeri
Respon fisiologik dan prilaku terhadap nyeri :
17
1. Indikator perilaku terhadap nyeri: Mencakup pernyataan verbal, prilaku
vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontrak fisik dg orang lain atau
perubahan respon terhadap lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi :
a. Pengalaman masa lalu
b. Ansietas & nyeri
c. Budaya & nyeri
d. Usia & nyeri
e. Efek placebo
Skala intensitas nyeri :
0 : tidak ada nyeri
1-2 : nyeri ringan
3-5 : nyeri sedang
6-7 : nyeri hebat
8-9 : nyeri sangat hebat
10 : nyeri paling hebat
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri dan ketidak nyamanan
2. Potensial koping tidak efektif yang berhubungan dgn antisipasi dan stres
dari nyeri
C. Intervensi keperawatan
1. Mengidentifikasi tujuan untuk penatalaksanaan nyeri
2. Hubungan perawat-pasien dan penyuluhan pasien
3. Memberikan perawatan fisik
4. Menangani ansietas yang berhubungan dg nyeri.
D. Intervensi keperawatan
Pengkajian sebelum memberikan analgesic
Pendekatan dalam menggunakan preparat analgesic
Pendekatan preventif
Dosis individual
E. Tindakan non farmakologis
• Stimulasi dan masase kutaneus
18
• Terapi Es & panas
• Stimulasi saraf elektris trasnkutan : dijalankan oleh baterai dg elektroda
yang dipasang pd kulit utk menghasilkan sensasi kesemuta
• Distraksi : untuk menurunkan persepsi nyeri dg menstimulasi sistem
kontrol desenden
F. Evaluasi
• Hasil yang di harapkan :
1. Pencapaian peredaan nyeri
nilai nyeri > rendah (pd skala 0-10 )
nilai nyeri > rendah untuk waktu yg panjang
2. Pasien atau keluarga memberikan medikasi analgesik yang diresepkan
dengan benar :
dosis benar
penggunaan prosedur obat benar
menjelaskan tindakan yg dilakukan utk mencegah efek samping
3. Menggunakan strategi nyeri non formakologik yg direkomendasikan
4. Melaporkan efek minimal nyeri & efek samping yg minimal dari
intervensi
1. Pengertian Tehnik Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa
aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori
yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri
berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar
juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh
klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan
partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat
individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan
sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi
satu indera saja (Tamsuri, 2007).
Jenis Tehnik Distraksi antara lain :
19
1. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan
dan gambar termasuk distraksi visual.
2. Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik
air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu.
Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu
seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
3. Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau
memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan
hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut
secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan
klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang
memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.
Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan
ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang
mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
4.. Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran
(di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
2. Relaksasi
20
Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang
mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan
konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot,
yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989).
Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat,
pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman
mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong
leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal; tangan dan kaki
tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan
memandang sekeliling ruangan, misalnya melintasi atap turun ke dinding,
sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit
tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor. Banyak beberapa petunjuk
/ pedoman dalam melakukan teknik relaksasi ini, antara lain :
Pedoman atau cara ( 1 ) :
1. Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara
2. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor
dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut
3. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal
4. Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan
membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien
untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan
hangat
5. Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan
perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain
6. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan.
Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.
21
3. Massage (Pemijatan)
Massage atau pemijatan adalah salah satu teknik pengobatan pada rekam
medis yang lebih awal dan digunakan untuk menyambung riwayat berikutnya.
4. Kompres Panas dan dingin
Indikasi :
Kompres Panas
1. Sprain dan strain
2. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan latihan untuk
kondisi stiff joint (kekakuan sendi)
3. Low back pain yang disertai spasme otot
4. Arthritis kronis
Kompres Dingin
1. Gangguan sensibilitas kulit
2. Penyakit Buerger
3. Gangguan peredaran darah arteri perifer
kontraindikasi :
Kompres Dingin
1. Sprain dan strain serta pasca trauma akut
2. Bursitis, Fibrositis, kapsulitis
Kompres Hangat
1. Gangguan sensibilitas
2. Buerger diseases
3. Gangguan peredaran darah arterial perifir
a. Kompres Panas (Hot pack)
Bentuk kompres panas yang sederhana berupa kain handuk yang terlebih dahulu
direndam dalam air panas dengan temperature ± 55 0C, kemudian diperas hingga
22
kering kemudian baru digunakan. Kompres panas banyak dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri, selain itu dengan kompres panas, bisa juga membantu
mempercepat reaksi kimia dalam tubuh mengurangi kejenuhan air dalam tubuh dan
konstriksi jaringan. Selain itu, kompres panas juga menimbulkan efek terapeutik
seperti : rileksasi jaringan, pain blocking, perbaikan jaringan edar darah, sedative
effect, perbaikan metabolisme tubuh dan lain-lain.
b. Kompres Dingin (cold pack)
Cara ini menggunakan cold pack yang didinginkan dalam cold pack unit atau
menggunakan peralatan yang lebih sederhana, berupa kain handuk yang sebelumnya
direndam ke dalam air es dengan temperature 13 0C sampai 18 0C, setelah diperas
baru digunakan.Bila kita memberikan rangsangan dingin, maka pada jaringan yang
terkena rangsangan tadi akan mengalami penurunan temperature (cooling), hal ini
akan diikuti dengan :
1. Penurunan tingkat metabolisme
2. Terjadi vasokonstriksi arteriole yang timbul akibat pengurangan terbentuknya
metabolit (CO2 dan asam laktat ) dan pengaruh dingin terhadap pembuluh darah,
3. Vasokonstriksi juga terjadi pada pembuluh darah kulit dan ini berlangsung secara
reflektoris, oleh karena kulit sabagai komponen thermoregulator (pengatur panas)
akan bereaksi terhadap adanya rangsangan dingin.
4. Vasokonstriksi yang terjadi akan menurunkan kecenderungan terbentuknya cairan
edema dan penurunan produksi cairan limfe, karena permeabilitas dinding
pembuluh darah menurun.
5. Dingin akan menginduksi pembuluh darah vena, sehingga terjadi vakonstriksi
pembuluh darah vena dan ini akan menaikkan tekanan venosa.
23
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak
bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat
subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi
nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan
keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut
beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang
merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung
24
oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
1.2. SaranSetelah membaca makalah ini diharapkan pembaca mampu menangkap inti
sari dari makalah ini. Kita sebagai seorang perawat harus mengerti dan memahami
cara memberikan perawatan kepada pasien yang memiliki masalah rasa nyaman dan
nyeri, sehingga ketika dilapangan kita sudah mampu mengaplikasikannya dengan
baik kepada pasien.
25