B6 - Mumps Makalah Pleno

18
Penyakit Parotitis Epidemika pada Anak Ahli Kelompok: Dwi Kartika 102012035 Theofilio Leunufna 102012065 Risya malida 102012098 M. Tri Sudiro 102012178 Anastasia Tri Anggarwati 102012191 Vatiana Satyani 102012275 Arwi Wijaya 102012294 Siti Noor Aida binti Hassan 102012485 Muhamad Azhan bin Ramli 102012504 UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA BARAT, INDONESIA Pendahuluan

description

a

Transcript of B6 - Mumps Makalah Pleno

Penyakit Parotitis Epidemika pada Anak

Ahli Kelompok:

Dwi Kartika 102012035Theofilio Leunufna102012065Risya malida102012098M. Tri Sudiro102012178Anastasia Tri Anggarwati102012191Vatiana Satyani102012275Arwi Wijaya102012294Siti Noor Aida binti Hassan102012485Muhamad Azhan bin Ramli102012504

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA BARAT, INDONESIA

PendahuluanParotitis epidemika merupakan penyakit virus menyeluruh, akut, dan menular biasanya ditandai dengan pembesaran kelenjar saliva terutama kelenjar parotis dan disertai rasa nyeri.1 Penyakit ini disebabkan oleh virus RNA spesifik, yang dikenal sebagai Rubulavirus. Rubulavirus berada di genus paramyxovirus dan merupakan anggota dari keluarga Paramyxoviridae . Rubulavirus dapat diisolasi dari air liur, urin , dan cairan serebrospinal. Parotitis epidemika terjadi di seluruh dunia . Manusia adalah satu-satunya host yang telah diketahui. Paramyxovirus ini sangat menular kepada individu yang tidak memiliki kekebalan imun dan merupakan satu-satunya penyebab parotitis epidemika. Virus ini tidak aktif dalam senyawa kimia (eter, formalin, kloroform), panas, dan sinar ultraviolet.2 Parotitis epidemika adalah infeksi virus yang disebarkan oleh udara yang keluar dari hidung atau tenggorokan. Meskipun anak-anak kecil bisa terkena parotitis epidemika, namun umumnya penyakit ini paling sering terjadi setelah usia 2 tahun.3Parotitis epidemika yang dikenal juga dengan mumps adalah salah satu dari infeksi umum pada masa kanak-kanak sebelum vaksin mumps rutin yang dimulai pada tahun 1968. Kasus ini dilaporkan menurun 98% jika dibandingkan dengan era sebelum vaksin.4Pada kasus membahaskan tentang seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan pipi dan lehernya membengkak sejak 1 hari yang lalu. Pasien turut mengalami demam dan nyeri leher serta sakit kepala sejak 3 hari sebelumnya. Hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan terlihat adanya pembengkakkan pada daerah submandibular sinistranya, dan pasien diduga mengidap penyakit infeksi yang bisa saja disebab oleh infeksi bakteri dan virus. Indonesia merupakan salah satu negara tropis, infeksi mumps bukanlah sesuatu yang asing berlaku.

Tujuana) Memperdalam ilmu dalam melakukan proses anamnesis dengan betul dalam mendapatkan maklumat yang tepat dan benar sehingga dapat memperoleh diagnosis yang tepat.b) Mempelajari gambaran klinis penyakit infeksi yang diderita serta komplikasinya.c) Mempelajari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terlibat dalam membantu WD (working diagnosis).d) Mempelajari etiologi penyebab penyakit infeksi tersebut dan patofisiologi mekanisme abnormal yang terjadi dalam tubuh sehingga timbulnya penyakit yang diduga.e) Mempelajari penatalaksanaan yang perlu dilakukan terhadap pasien yang diduga terinfeksi oleh penyakit tersebut, serta mengetahui prognosis terhadap penatalaksanaan yang dilakukan.f) Mengetahui langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.

Pembahasan2.1 AnamnesisPada kasus skenario 3, hasil anamnesa adalah sebagai berikut: Keluhan utama :Pipi leher yang bengkak sejak 1 minggu yang lalu Keluhan tambahan:Demam, nyeri leher, sakit kepala sejak 3 hari sebelumnya.

Gambar 1. Gambaran Klinis Anak dengan Mumps2.2 Pemeriksaan FisikDari pemeriksaan fisik didapatkan hasil terlihat adanya pembengkakan submandibula sinistra yang disertai rasa nyeri.

2.3 Diagnosis KerjaDiagnosis parotitis epidemika mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinik, namun jika manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka diagnosis menjadi tidak jelas. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis parotits epidemika adalah:51. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum onset penyakit.2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar lain.3. Tanda meningitis aseptik.Pada kasus klasik pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan tanpa parotitis menyebabkan kesuliatan mendiagnosis, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan adalah:1. Pemeriksaan laboratorium rutin, yang memberikan hasil tidak spesifik dan sering menunjukkan adanya leukopenia dengan limfositosis relatif atau kadang normal.52. Dapat terjadi peningkatan c-reactive protein (CRP).53. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis epidemika seperti complement fication test (CF), haemagglutaion-inhibition (HI), enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dan virus neutralization. Kenaikan titer antibodi dalam serum 4 kali atau lebih tinggi adalah bukti terjdinya infeksi. Ditemukannya IgM dapat membantu menegakkan diagnosis pada kasus sulit yang dapat dideteksi pada minggu pertama sakit.54. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit dan dari cairan serbrospinal saat dini dari meningoensefalitis. Virus masih dapat ditemukan dari urin 2 minggu setelah onset penyakit.55. Uji kulit kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan uji serologi untuk menentukan infeksi yang telah lewat.56. Peningkatan amilase serum pada parotitis parotitis epidemika dan pankreatitis parotitis epidemika mencapai puncaknya pada minggu pertama dan menurun pada minggu ke dua dan ke tiga. Peningkatan serum amilase terjadi pada 70% parotitis epidemika dengan parotitis.57. Deteksi virus dengan reverse transciption-PCR (RT-PCR), yang didapat dari hapusan nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih sensitif daripada ELISA untuk menentukan adanya infeksi parotitis epidemika.5

2.4 Diagnosis BandingDiagnosis banding parotitis epidemika adalah:1. Parotitis supuratifa, yaiut infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling sering disebabkan staphylococcus aureus, namun beberapa peneliti pernah melaporkan infeksi ini disebakan bakteri anaerob seperti Fuscobacterium, Bacteroides dan Peptostreptococcus. Nanah dapat dilihat keluar dari duktus Stensoni jika dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan polimormofonuklear leukosit pada pemeriksaan darah rutin. Kulit diatas kelenjar panas, memerah, dan nyeri tekan.52. Parotitis berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotis yang sering tidak diketahui penyebabnya. Ditndai oleh pembengkakan frekuen dari kelenjar parotis. Infeksi dan hipersensitivitas terhadap iodida. Pembengkakan kelenjar sublingual dan submaksila tidak terjadi pada keadaan ini.53. Obstruksi duktus Stensoni sering disebabkan oleh kalkulus. Penyumbatan kelenjar ini menyebabkan pembengkakan kelenjar parotis yang hilang timbul.54. Infeksi HIV pada anak-anak dapat diikuti parotitis. Biasanya terjadi pembengkakan kelnjar bilateral yang bersifat kronik, berlangsung dalam beberapa bulan atau tahun.55. Lesi pada ramus mandibula karena osteomielitis. Pada kondisi ini pembengkakan biasanya menetap.56. Pembesaran kelenjar limfe pada bagian proksimal dari kelenjar parotis, biasanya disertai konjungtivitis.57. Sindroma Mickulizs adalah pembesaran kelenjar parotis dan kelenjar lakrimalis kronis bilateral yang disertai dengan mulut kering dan tidak adanya air mata.58. Infeksi virus parinfluenza dan coxsakie pernah dilaporkan sebagai penyebab pembengkakan kelenjar limfe. Hemangioma, limfangioma, mixed tumor, sering sulit dibedakan dengan parotitis epidemika pada periode akut.59. Meningoensefalitis yang diakibatkan virus parotitis epidemika sangat sulit dibedakan dengan ensefalitis oleh virus lain, jika tanpa disertai pembengkakan kelenjar parotis. Isolasi virus parotitis epidemika atau pemeriksaan antibodi yang spesifik untuk parotitis epidemika dapat membantu menegakkan dignosis.5

2.5 EtiologiVirus penyebab penyakit ini berhasil di kemukakan oleh Johnson dan Goodpasture pada tahun 1934. Virus tersebut merupakan anggota kelompok virus paramyxo.1 Selain parotitis epidemika, yang tergolong ke dalam kelompok virus tersebut adalah virus-virus parainfluenza dan virus Newcastle. Partikel-partikel virus mengandung untaian RNA tunggal negative sense, berukuran 100 sampai 600nm, terbungkus dalam selubung protein dan lemak, dengan panjang 15.000 nukleotida termasuk dalam genus Rubulavarius, subfamili Paramyxovirinae dan famili Paramyxoviridae.5 Selubung tersebut mengandung sebuah hemaglutinin, suatu neuraminidase dan hemolisin. RNA untai tunggal yang terdapat pada virus ini terdir dari 7 gen yang mengkode 7 protein yaitu nucleocapsid-associated protein (NP), phospho (P), membrane (M), fusion (F), small hidrophobic (SH), haemagglutinin-neuramidase (HN), dan large (L). Sekuen nuklotida pada gen SH dapat membedakan strain virus parotitis epidemika di seluruh dunia yang terdiri dari 10 genotipe dan diberikan nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta menentukan vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukkan virulensi yang berbeda. Virus parotitis epidemika dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis epidemika serta dapat dikultur pada jaringan manusia atau kera.5

2.6 EpidemiologiParotitis epidemika ditemukan secara endemis dikalangan penduduk pedesaan; virus tersebut menyebar dari reservoar manusia melalui kontak langsung, inti droplet di udara, bahan yang tercemar oleh saliva yang terinfeksi dan mungkin juga melalui urin. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyaknya; 85% dari seluruh infeksi terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Epidemi dapat terjadi sepanjang tahunn meskipun lebih sering ditemukan selama akhir musim dingin dan musim semi.1Hingga sekarang belum diketahui secara pasti hingga berapa lama seorang penderita bersifat menular, tetapi virus tersebut berhasil diisolasi dari saliva selama 6-7 hari sebelum onset penyakit hingga 9 hari setelah terjadinya pembengkakan kelenjar. Tetapi, penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah atau lebih dari 3 hari setelah pembengkakan mereda. Virus-virus juga berhasil diisolasi dari urin penderita sejak hari pertama hingga ke 14 setelah awal pembengkakan kelenjar saliva.1Setiap tipe infeksi akan menghasilkan kekebalan sumur hidup. Antibodi transplasenta dapat memberikan hasil efektif dalam melindungi bayi-bayi selama 6-8 bulan pertama kehidupan mereka. Pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita parotitis epidemika dalam minggu-minggu sebelum kelahiran, dapat menderita parotitis epidemika secara klinis pada waktu lahir atau selama periode neonatus. Beratnya penyakit berkisar dari parotitis ringan hingga pankreatitis berat. Tes netralisasi serum merupakan metode paling terpercaya untuk menentukan kekebahan seseorang, tetapi pelaksanaannya merepotkan dan mahal. Selain itu, tersedia pula tes fiksasi komplemen antibodi. Adanya antibodi-antibodi virus memberikan petunjuk terjadinya infeksi parotitis epidemika sebelumnya.1

2.7 Patogenesis dan PatologiVirus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Setelah memasuki tubuh dan dan bermultiplikasi awal di dalam sel-sel saluran napas, maka virus akan diangkut oleh darah ke banyak jaringan tubuh.1 Selanjutnya, lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis, ovarium, pankreas, tiroid, ginjal, jantung, atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat dan menyebabkan meningitis.5Hanya terdapat sedikit keterangan mengenai lesi-lesi yang terjadi akibat parotitis epidemika pada manusia. Pada kelenjar parotis, dimana virus berhasil diisolasi 70 hari setelah masa prodormal penyakit, ternyata asinus-asinusnya masih tetap dipertahankan dengan baik, tetapi terdapat edema periduktal dan infiltrasi limfosit kedalam jaringan ikat. Kerusakan utama terjadi di dalam saluran, mulai dari pembengkakan ringan pada sel-sel epitel yang disertai sejumlah sel-sel polimorfonuklir di dalam lumen yang melebar. Pada sejumlah sel epitel terdapat pembengkakan sitoplasma, tetapi jarang mengandung badan inklusi basofilik besar. Pengkajian-pengkajian lain atas kelenjar parotis yang didapat dari penderita parotitis epidemika secara klinis tanpa keberhasilan isolasi virus, memastikan temuan-temuan umum tersebut meskipun pada beberapa kejadian, dapat terjadi kerusakan pada asinus-asinus. Perubahan-perubahan yang terjadi pada testis penderita melalui biopsi yang dilakukan dalam 1 atau 2 hari setelah masa prodormal rasa nyeri, bervariasi mulai dari edema intertisial ringan tanpa gangguan spermatogenesis pada kebanyakan kasus hingga kerusakan fokal epitel disertai penutupan ekstensif daerah perivaskuler oleh limfosit. Kerusakan dasarnya adalah kerusakan pembuluh darah; pada infeksi yang lebih berat didapatkan perdarahan yang tidak teratur. Tetapi dalam keadaan demikian, masih tetap terdapat epitel germinal normal.1Parotitis epidemika menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). IgM meningkat pada stadium awal infkesi (hari kedua sakit), mencapai punckanya dalam minggu pertama dan bertahan selama 5-6 bulan. Immunoglobulin G muncul pada akhir minggu pertama, mencapai punckanya 3 minggu kemudian dan bertahan seumur hidup. Immunoglubulin A juga meningkat saat infeksi.5

2.8 Manifestasi KlinikMasa inkubasi penyakit ini berkisar mulai dari 14-24 hari disertai dengan puncak insidens pada hari ke 17-18. Pada anak-anak, jarang ditemukan gejala-gejala dan tanda-tanda prodromal.1 Masa prodromal ditandai perasaan lesu, nyeri pada otot terutama daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran cepat satu/dua kelenjar parotis serta kelenjar ludah lain seperti submaksilaris dan sublingual. Pembesaran kelenjar unilateral terjadi pada 25% kasus sedangkan pembengkakan kelenjar bilateral terjadi pada 70-80% kasus.5 Kelenjar parotis tersebut akan membengkak secara khas; dimulai dengan pengisian ruangan diantara batas belakang tulang rahang bawah dan tulang mastoid kemudian meluas dalam bentuk bulan sabit kebawah dan depan, karena perluasan kearah atas dibatasi oleh tulang zigomastikus. Edema pada kulit dan jaringan lunak biasanya akan meluas lebih jauh dan mengaburkan batas pembengkakan kelenjar itu, sehingga pembesaran tersebut lebih dapat dinilai berdasarkan penglihatan dari pada perabaan. Pembengkakan dapat berkembang dengan sangat cepat, mencapai besar maksimal dalam jangka waktu beberapa jam saja, meskipun biasanya untuk mencapai puncak pembengkakan dibutuhkan 1-3 hari. Jaringan yang membengkak akan mendorong cuping telinga ke atas dan keluar sudut dan rahang bawah tidak terlihat lagi. Pembengkakan akan mereda perlahan-lahan dalam waktu 3-7 hari; kadang-kadang dapat berlangsung lebih lama. Biasanya pembengkakan kelenjar parotis akan mendahului pembengkakan kelenjar lainnya selama 1 atau 2 hari, tetapi pembengkakan yang terbatas pada sebuah kelenjar saja sering ditemukan. Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri; perasaan nyeri ini terutama dibangkitkan ketika mencicipi cairan asam seperti sari jeruk atau cuka.1 Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan.5 Kemerahan dan pembengkakan sering terjadi di sekitar muara duktus Stensoni. Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar parotis dapat terjadi edema laring dan langit-langit lunak sesisi yang mendorong kelenjar tonsil ke tengah; dilukiskan pula terjadinya edema laring akut. Dapat ditemukan pula adanya diatas manubrium sterni serta dinding dada bagian atas yang mungkin terjadi akibat pembendungan aliran limfatik. Pembengkakan kelenjar parotis biasanya disertai oleh demam sedang tetapi sering ditemukan pula suhu badan normal (sebanyak 20%) dan yang mencapai 40C (104F) atau lebih jarang didapatkan; tidak terdapat hubungan diantara luasnya pembengkakan dengan derajat demam yang diderita.1 Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh kembali normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang.5Walaupun hanya kelenjar parotis yang tersering sebagaimana yang ditemukan pada kebanyakan penderita, pembengkakan kelenjar submandibular sering pula dijumpai dan biasanya mempunyai atau menyusul pembengkakan pada kelenjar parotis. Tetapi, pada 10-15% penderita hanya kelenjar-kelenjar submandibular saja yang mengalami pembengkakan.1 Nyeri yang timbul lebih ringan daripada pembengkakan kelenjar parotis tapi menghilang lebih lambat. Pembengkakan ini menempuh 2 pola yaitu:51. Berbentuk lonjong yang meluas ke arah depan dan bawah mulai dari sudut tulang rahang bawah.2. Berbentuk setengah lonjong yang meluas secara langsung ke arah bawah.Yang paling jarang terlibat adalah kelenjar-kelenjar sublingual, jika terjadi biasanya akan mengenai kedua sisi; pembengkakan tersebut dapat terlihat dengan nyata pada daerah submental dan dasar mulut.1

2.9 Pengobatan atau TerapiParotitis epidemika adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif diberikan berupa hidrasi yang adekuat dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan. Parasetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri karena pembengkakan kelenjar. Kompres hangat dapat membantu penyembuhan. Tidak ada antivirus yang tepat digunakan untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena diindikasikan untuk penderita meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten.5 Orkhitis harus diobati dengan memberikan dukungan lokal dan istirahat baring.1

2.20 KomplikasiViremia pada awal penyakit mungkin bertanggung jawab atas manisfestasi-manifestasi infeksi parotitis epidemika pada organ-organ lain selain kelenjar-kelenjar saliva.1Meningoensefalitis. Penyakit ini merupakan penyulit yang paling sering ditemukan selama masa kanak-kanak. Insidens sesungguhnya sukar dipperkirakan, karena infeksi subklinis yang mengenai susunan saraf pusat yang dibuktikan dengan pleiostosis cairan serebrospinal pada lebih dari 65% penderita parotitis. Manifestasi-manifestasi klinis dilaporkan terjadi pada lebih dari 10% penderita. Insidens meningoensefalitis oleh penyakit parotitis epidemika kira-kira sebesar 250/100.000 kasus; sebanyak 10% dari semua kasus terjadi pada penderita berusia lebih dari 20 tahun. Sedangkan mortilitasnya kurang lebih 2%. Laki-laki terserang 3-5 kali lebih sering dari pada perempuan. Penyakit parotitis epidemika merupakan salah satu penyebab meningitis aseptik tersering.1Patogenesis meningoensefalitis oleh parotitis epidemika digambarkan sebagai suatu infeksi primer neuron-neuron oleh virus maupun suatu ensefalitis pasca infeksi disertai demielinisasi. Pada tipe pertama, parotitis kerap kali akan muncul pada saat yang bersamaan atau menyusul masa prodormal ensefalitis. Pada tipe kedua, ensefalitis menyusul rata-rata 10 hari setelah terjadinya parotitits pada penderita.1Secara khas, meningoensefalitis mulai dengan terjadinya kenaikan suhu, sakit kepala, muntah-muntah, iritabilitas dan kadang-kandang dijumpai kekejangan. Gambaran klinis demikian tidak dapat dibedakan dari meningoensefalitis dengan penyebab lainnya. Pada penderita tampak adanya kekakuan sedang pada kuduk, tetapi pemeriksaan neurologis lainnya memberikan hasil normal. Kadang-kadang terjadi kelemahan leher, bahu dan tungkai. Cairan serebrospinal biasanya mengandung kurang dari 500 sel/mm3 walaupun kadang-kadang jumlahnya dapat melebihi 2000 sel. Sel-sel ini hampir secara eksklusif adalah limfosit; suatu keadaan yang berlawanan dengan apa yang didapatkan pada meningitis aseptik oleh virus antero di mana pada awal penyakit lekosit polimorfonuklirlah yang paling menonjol jumlahnya. Kadar glukosa dalam cairan serebrospinal normal. Jumlah protein sedikit meningkat. Pada awal penyakit ini dapat diisolasi virus parotitis epidemika dari cairan serebrospinal penderita.1Orkhitis, Epidedimitis. Lesi-lesi jarang terjadi pada anak laki-laki usia pra pubertas, tetapi sering ditemukan pada remaja dan dewasa (14-35%). Testis paling sering terkena infeksi dengan atau tanpa suatu epidedimitis atau epidedimitis terjadi secara tersendiri. Jarang dijumpai adanya hidrokel. Orkhitis biasanya terjadi 8 hari setelah parotitis, tetapi penampilannya dapat tertunda dan juga terjadi tanda adanya infeksi kelenjar saliva nyata. Kurang lebih 30% penderita orkhitis, maka kedua testis terserang penyakit tersebut. Masa prodormal penyakit biasanya terjadi secara mendadak, menggigil, sakit kepala, mual-mual dan rasa nyeri daerah abdomen bagian bawah; jika testis kanan terlibat didalam proses penyakit maka apendisitis dapat terlihat sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Testis yang terserang terasa nyeri, membengkak dan kulit sekitarnya mengalami edema serta berwarna merah. Lama penyakit rata-rata 4 hari. Dengan meredanya pembengkakan, maka testis akan kehilangan turgor normalnya; kurang lebih 30-40% testis yang terkena penyakit akan mengalami atrofi. Gangguan kesuburan timbul dan diperkirakan sebesar kurang lebih 13%, tetapi kemandulan mutlak mungkin jarang didapatkan sebagai akibat penyakit.1Ooforitis. Pada penderita ini sering timbul rasa nyeri didaerah pelvis. Keadaan ini dapat dijumpai pada kurang lebih 7% dari semua penderita perempuan berusia pra pubertas. Pada penderita ini tidak terdapat bukti-bukti terjadiya gangguan kesuburan.1Pankreatitis. Keterlibatan kelenjar pankreas secara hebat jarang ditemukan, tetapi infeksi ringan atau subklinis mungkin lebih banyak terjadi. Keadaan ini dapat terjadi tanpa berkaitan dengan manifestasi-manifestasi pada kelenjar saliva dan didiagnosis secara keliru sebagai gastroenteritis. Rasa nyeri epigastrium dan nyeri tekan memberikan petunjukan dugaan penyakit tersebut; keadaan ini dapat disertai demam, menggigil, muntah-muntah dan kelemahan. Secara khas penderita parotitis epidemika akan dijumpai kenaikan amilase didalam serum dengan atau tanpa adanya manifestasi-manifestasi klinis suatu pankreatitis. Penentuan kadar lipase serum dapat menolong untuk menegakkan diagnosis. Kemungkinan bahwa diabetes melitus dapat merupakan sekuele yang jarang, sedang dalam penyelidikan.1Nefritis. Seringkali dilaporkan adanya viruria pada penderita. Pada pengkajian pada orang dewasa, dapat diamati terjadinya fungsi ginjal abnormal pada suatu saat dari masing-masing penderita dan viruria didapatkan sebanyak 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak tidak diketahui. Telah dilaporkan pula tentang terjadinya nefritis fatal pada 10-14 hari setelah terjadinya parotitis.1Tiroiditis. Walaupun gangguan ini jarang ditemukan pada anak-anak, tetapi pembengkakan dengan nyeri tekan dapat terjadi kurang lebih 1 minggu setelah masa prodormal parotitis dan kemudian disusul dengan terjadi serta berkembangnya antibodi-antibodi antitiroid penderita.1Miokarditis. Manifestasi-manifestasi jantung yang hebat sangat jarang ditemukan, tetapi infeksi ringan yang menyerang miokardium mungkin lebih sering terjadi dan diabaikan. Pada satu seri orang dewasa, penelusuran elektrokardiografis telah berhasil mengungkapkan terjadinya perubahan-perubahan, kebanyakan berupa depresi segmen ST sebagaimana yang didapatkan pada 13% dari seluruh penderita. Keterlibatan demikian dapat menerangkan rasa nyeri prekordial dan bradikardi serta kelelahan.1Artritis. Artralgia yang berhubungan dengan pembengkakan dan kemerahan pada persendian merupakan penyulit-penyulit parotitis epidemika yang jarang ditemukan, terjadinya 12-14 hari setelah masa prodormal parotis. Gangguan ini akan mengalami penyembuhan sempurna.1Mastitis. Gangguan ini merupakan panyakit yang jarang ditemukan baik di kalangan penderita laki-laki maupun perempuan.1Ketulian. Ketulian saraf yang terjadi setelah penderita mengalami parotitis epidemika mungkin bersifat unilateral atau secara jarang dapat pula bilateral. Meskipun gangguan ini memperlihatkan insidens yang tendah (1:15.000), tetapi parotitis epidemika dianggap sebagai penyebab utama ketulian saraf unilateral. Gangguan terjadi secara mendadak atau secara perlahan-lahan. Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara atau menetap.1Penyulit-penyulit Okuler. Penyulit-penyulit tersebut meliputi dakrioadenitis, yaitu suatu pembengkakan disertai rasa nyeri pada kelenjar-kelenjar lakrimal yang biasanya bersifat bilateral; neuritis optik (papilitis) dengan gejala-gejala bervariasi mulai dari kehilangan pengelihatan hingga kekaburan ringan dan penyembuhan akan terjadi dalam waktu 10-20 hari; uveokeratitis biasanya bersufat unilateral disertai foto fobia, lakrimasi, kehilangan pengelihatan yang berlangsung cepat dan penyembuhan akan berlangsung dalam 20 hari.1Komplikasi neurologis yang lain adalah mielitis dan neuritis saraf fasialis (demirci). Komplikasi yang terjadi pasca ensefalitis sangat fatal seperti epilepsi, gangguan motorik, retardasi mental, iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi aneuresis, anak jadi perusak, tindakan asosial yang lain, stenosis aquaductus dan hidrosefalus.5

2.11 PrognosisSecara umum prognosis parotis epidemika baik, kecuali pada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena meningoensefalitis.5

PencegahanPasif. Gamaglobulin parotitis epidemika hiperimun telah tersedia, tetapi tidak dapat memberikan hasil efektif dalam pencegahan parotitis epidemika atau menurunkan penyulit-penyulit yang tadi terjadi.Aktif. Vaksin virus parotitis epidemika hidup yang telah dilemahkan berhasil dikembangkan (Mumpsvax [Merck, Sharp & Dohme]). Vaksin tersebut diberikan subkutan pada anak-anak berusia lebih dari 15 bulan. Anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi, biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain. Mereka tidak mengeluarkan virus dari dalam tubuhnya, karena itu tidak bersifat menular bagi kontak yang rentan. Kadang-kadang parotitis dapat timbul 7-10 hari setelah vaksinasi. Vaksin tersebut akan membangkitkan antibodi pada kurang lebih 96% penerima yang sebelumnya seronegatif. Antibodi yang dihasilkan dengan cara demikian, kadarnya kurang lebih seperlima dari yang dihasilkan oleh infeksi alamiah tetapi telah memperlihatkan efektivitas perlindungan sebesar 97% terhadap parotitis epidemika yang didapatkan secara alamiah. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin tersebut tampaknya berlangsung untuk jangka waktu lama. Pada suatu cetusan parotitis epidemika, ternyata beberapa anak yang sebelumnya telah mendapatkan imunisasi menderita sakit yang ditandai dengan demam, malase, mual dan ruam-ruam kulit berwarna merah berbentuk papuler yang melibatkan tubuh dan semua anggota gerak, sementara pada telapak tangan maupun telapak kaki bebas dari ruam-ruam kulit tersebut. Ruam-ruam kulit berlangsung selama kurang lebih 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak-anak tersebut, tetapi titer antibodi terhadap parotitis epidemika memperlihatkan peningkatan.1Selain vaksin Mumpsvax, ada juga imunisasi aktif dengan virus parotitis epidemika hidup tersedia dalam kombinasi dengan vaksin campak dan rubela yang disebut MMR(mumps, measles, rubella). Penggunaan vaksin kombinasi ini menghasilkan respon imun yang sama dengan pemberian terpisah. Faktor-faktor yang mempengaruhi serokonversi dari vaksinasi adalah umur saat vaksinasi. Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu dengan antibodi terhadap parotitis epidemika akan seronegatif dalam 4 bulan. Jika diberikan vaksinasi pada usia 6 bulan terjadi serokonversi 70% dan vaksinasi pada usia 9-12 bulan terjadi serokonversi 90%. Serokonversi pada dewasa biasanya lebih rendah dibandingkan anak-anak. Penelitian uji klinis acak terkontrol mendaptkan daya guna vaksin mencapai 91-99%, namun hasil guna yang didapat di lapangan saat terjadi wabah parotitis epidemika selalu lebih rendah yaitu antara 78-91%.6Antibodi netralisasi yang terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan setelah infeksi parotitis epidemika alamiah, namun penelitian mendapatkan anak yang tervaksinasi tidak menderita parotitis epidemika selama 12 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan vaksinasi. Penelitian lain juga mendapatkan titer antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi lebih rendah daripada infeksi alamiah, namun penurunan titer setelah 12 tahun lebih besar (80%) pada anak dengan infeksi alamiah dibandingkan dengan yang mendapat vaksinasi.6Di Indonesia vaksinasi parotitis epidemika diberikan pada anak berumur 12-18 bulan dalam bentuk vaksin kombinasi (MMR). Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskuler dan harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah tercampur dengan pelarutnya. Lebih dari 10 galur vaksin parotitis epidemika yang digunakan diseluruh dunia. Vaksin yang digunakan di Indonesia adalah dari galur Jeryl Lynn dan Urabe Am-9.6

KesimpulanParotitis epidemika merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus rubulavirus dengan ciri khas terlihat adanya pembengkakan pada kelenjar parotis dan/atau kelnjar ludah lain. penyebaran virus ini dapat melalui kontak langsung, droplet di udara, bahan yang terkena saliva yang terinfeksi dan melalui urin. Pada awal infeksi, penderita akan mengalami lesu, nyeri otot leher, sakit kepala serta demam seiring dengan munculnya pembengkakan. Parotitis epidemika biasanya akan sembuh sendiri dengan istirahat dan nutrisi yang cukup, tetapi parasetamol akan membantu mengurangi rasa nyeri. Pencegahan parotitis epidemika dapat dilakukan secara pasif dengan gamaglobulin hiperimun atau secara aktif dengan vaksin mumps sendiri atau bisa juga digunakan vaksin kombinasi MMR (mumps, measles, rubella).

Daftar Pustaka1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2012.h.1074-7.2. Defendi GL. Mumps. 2012. Diunduh dari http://reference.medscape.com. Diakses pada tanggal 8 november 2013.3. Pillinger, John. Mumps. 2008. Diunduh dari http://www.netdoctor.co.uk . Diakses pada tanggal 8 november 2013.4. Wilson, Walter R, Merle A Sande. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. USA : the McGraw-Hill Companies, Inc; 2001.5. Sodarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, dkk. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h.195-202.6. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, dkk. Pedoman imunisasi di Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.h.179-85.