ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HEPATITIS
Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HEPATITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL
DENGAN HEPATITIS
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Reproduksi
Disusun Oleh :
SAEPULOH
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
2012
BAB I
TINJAUAN TEORITIS HEPATITIS PADA KEHAMILAN
A. Pengertian Hepatitis
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang
dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan-bahan kimia. (SujonoHadi, 1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis
dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
1. Virus
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode
transmisi
Fekal-oral
melalui
orang lain
Parenteral
seksual,
perinatal
Parenteral
jarang seksual,
orang ke orang,
perinatal
Parenteral
perinatal,
memerlukan
koinfeksi dengan
type B
Fekal-
oral
Keparah-
an
Tak ikterik
dan
asimto-
matik
Parah Menyebar luas,
dapat berkem-
bang sampai
kronis
Peningkatan
insiden kronis dan
gagal hepar akut
Sama
dengan D
Sumber
virus
Darah,
feces,
saliva
Darah,
saliva,
semen,
sekresi
vagina
Terutama
melalui darah
Melalui darah Darah,
feces,
saliva
2. Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
3. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan
hepatitis akut.
C. Klasifasi Viral Hepatitis
1. Hepatitis A
Bahan penyebab yang dapat menjangkit Hepatitis A kemungkinannya
adalah virus RNA dari golongan enterovirus. Karakteristik Hepatitis A
adalah sama dengan sifat khas dari syndroma virus dan sering kali tidak
dapat dikenali. Penyebaran Hepatitis A melalui route oral-fecal dengan
ingesti oral dari ketidakbersihan fecal. Air yang tidak bersih mengandung
sumber penyakit atau infeksi, kerang-kerang yang diambil dari air yang
tercemar, dan makanan yang tidak bersih karena terjamah oleh HAV. Virus
dapat juga tersebar melalui aktivitas sex oral-anal dan kadang-kadang
melalui kontaminasi fecal dalam Rumah Sakit. Dalam kasus yang sama,
Hepatitis A dapat juga bertransmisi dalam aliran darah. Masa inkubasi
Hepatitis A antara dua sampai enam minggu dengan rata-rata waktu empat
minggu .
2. Hepatitis B
Hepatitis B berbentuk sebagai serum hepatitis. Virus Hepatitis B
(HBV) adalah partikeld ouble-sheel berisi DNA yang terdiri dari antigen
(HBcAg), permukaan antigen (HBsAg) dan protein independent (HBeAg)
dalam sirkulasi darah. Jenis penyebaran HBV adalah route
terkontaminasinya jaringan percutaneous dengan darah. Selain itu juga
penyebarannya melalui mukosa membran dengan lewat :
a. Kontak dengan cairan tubuh, seperti : semen , saliva , dan darah .
b. Kontaminasi dengan luka yang terbuka .
c. Peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi. Contoh terjadinya
transmisi ( penyebaran ), antara lain :
Jarum suntik (secara sengaja atau kebetulan).
Transfusi darah yang terkontaminasi
Kontaminasi darah penderita dengan luka , goresan atau lecet
Mulut atau mata yang terkontaminasi selama irigasi luka atau suction.
d. Prosedur bedah mulut atau gigi
HBV dapat terjadi pada klien yang menderita AIDS. HBV lebih
dominan atau berbahaya dari pada HIV, dimana sebagai penyebab AIDS.
Untuk penyebab ini Hepatitis B mendapat tempat terbesar untuk perawatan
kesehatan profesional. Hepatitis B dapat tersebar melalui hubungan sex dan
khususnya para gay (male-homo). Virus ini dapat juga tersebar dengan
melalui penggunaan peralatan “tato” dan pelubang daun telinga ;
penggunaan yang terkontaminasi pada perlengkapan pembagian obat (
terkontaminasinya perlengkapan pembagian obat ) ; berciuman ; dan
perlengkapan lainnya seperti : cangkir , pasta gigi , dan rokok. Perjalanan
penyakit Hepatitis B sangat beragam. Hepatitis B kemungkinan mempunyai
serangan tipuan dengan sinyal yang lemah dan sekumpulan penyakit atau
komplikasi yangs erius , seperti : masa inkubasi 40 sampai dengan 180 hari,
tetapi Hepatitis B secara umum akan berkembang 60 sampai 90 hari setelah
pembukaan (terserang). Penyakit liver kronik berkembang 5% pada klien
dengan infeksi HBV akut.
3. Hepatitis C
Virus Hepatits C (HCV) sama dengan HBV, dan mempunyai pengurai
seperti flavi-virus,virus pemutus rantai RNA. HCV penebarannya melalui
darah dan produksi darah dan terindentitas pada gay, tersebar selama
hubungan sex. Symptom berkembang 40 sampai 100 hari setelah
penyerangan virus. Masa inkubasi adalah 2 sampai 22 minggu , dengan rata-
rata masa inkubasi 8 minggu. Akibat meningkatnya Hepatitis C dan
Hepatitis B pada klien yang sama, epidemiologi dan hepatologi harus
dipelajari dengan seksama. Klien yang menggunakan obat secara IV
menyebabkan 40% terjangkit HCV .
4. Hepatitis D
Hepatitis D disebabkan karena terinfeksi HDV, virus RNA yang tidak
sempurna membutuhkan fungsi pembantu HBV. HDV bergabung dengan
HBV dengan kehadirannya dibutuhkan untuk replikasi virus. Virus delta
dapat menjangkit pada klien secara simultan dengan HBV atau bisa juga
dengan meninfeksi secara superimpose pada klien yang terinfeksi HBV
super infeksi kemungkinan mempunyai waktu hidup yang sama dengan
Hepatitis B kronik dan mungkin juga berkembang dalam keadaan carrier
yang kronik. Transmisi primer penyakit ini melalui route non-
percuntaneous, terutama hubungan personal yang tertutup (selingkuh).
Durasi infeksi HDV ditentukan dengan durasi infeksi HBV tidak lebih lama
dari infeksi HBV. Bagaimanapun infeksi HDV kronik menunjukkan adanya
kemajuan yang cepat dari penyakit liver, penyebab penambah kerusakan
hati yang telah siap disatukan dari infeksi HBV kronik.
5. Hepatitis E
Virus hepatitis sangat mudah dikenal dengan epidemis cairan dari
hepatitis, sejak ditemukan epidemi di Asia, Afrika dan Mexico. Di AS dan
Canada hepatitis E terjadi padaorang ± orang yang mengunjungi daerah
endemic. Virus rantai tunggal RNA dikirimkan melalui rute oral - fecal dan
menyerupai virus hepatitis A. HEV mempunyai periode inkubasi 2 - 9
minggu. Hepatitis E tidak menuju infeksi kronik atau carier
D. Manisfestasi Klinik
1. Masa tunas
a. Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
b. Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
c. Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2. Stadium praicterik
Berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas,
urin menjadi lebih coklat.
3. Stadium icterik
Berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada
sklera,kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang,
tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna
kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
4. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi)
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit
di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah
timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai
merasa segar kembali,
E. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah
normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel
hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari
tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang
sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya
perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan
dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan
sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi
(bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak
pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih
berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-
gatal pada ikterus.
F. Patoflow
G. Hepatitis Pada Kehamilan
Ibu hamil dapat beresiko terkena virus hepatitis akut. Gejala dan tanda
infeksi hepatitis virus akut yang terjadi pada kehamilan umumnya tidak banyak
berbeda dengan mereka yang tidak hamil.Umumnya ibu hamil yang mengalami
hepatitis virus akut akan sembuh dalam 4 sampai 6 minggu (virus A).
Bila ibu hamil terinfeksi hepatitis virus B atau C, maka dokter akan
melakukan berbagai pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah hepatitis
virusnya dalam kondisi aktif dan menularkan ke orang lain atau tidak, termasuk
ke janinnya.
Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus
adalah sama dengan wanita tidak hamil pada umur yang sama. Kelainan hepar
yang mempunyai hubungan langsung dengan peristiwa kehamilan, ialah :
Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute yellowatrophy). Recurrent intra-
hepatic cholestasis of pregnancy. Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak
berhubungan langsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlukan
penanganan khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik
untuk ibu maupun janin.
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter
II maka gejala-gejalanya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita
tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding
dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita
hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan
gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan gejala-
gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan
menimbulkan mortalitas ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan
penderita tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropik
disertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita
mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis. Tampaknya keadaan gizi ibu hamil
sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala
hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil.
Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula meningkatnya
kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin, menyebabkan infeksi hepatitis
virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat. Hepatitis
virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun
segera setelah lahir.
Dilaporkan, bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B,
dengan gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada
Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5%
dari bayinya mengalami virus B antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum
jelas pengaruhnya terhadap kelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa
kelahiran prematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis virus B.
Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada
janin. Kern icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati
placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice. Bila penularan
hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka gejala-gejalanya
baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum
dapat dibuktikan, bahwa hepatitis virus pada Ibu hamil dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan
yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang
menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan
virus B in utero, maka keadaan ini tidak memberikan kekebalan pada janin
dengan kehamilan berikutnya.
H. Prevalensi
Hbs Ag positif pada wanita hamil di perkotaan pada bangsa kulit putih
non hispanik sebesar 0,60%, kulit hitam non hispanik 0,97 %, hispanik 0,14 %
dan bangsa Asia 5,79 %. Setiap tahun di Amerika Serikat diperkirakan 250.000
orang terinfeksi virus Hepatitis, tiga puluh lima ribu diantaranya anak-anak,
sekitar 5.000 orang meninggal karenanya. Diseluruh dunia, 350 juta orang
terinfeksi kronis, menyebabkan 1 sampai 2 juta kematian tiap tahunnya.
Penularan perinatal dari ibu pengidap HBs Ag kepada anaknya merupakan
jalur transmisi penting untuk terjadinya kronisitas infeksi.
Risiko keseluruhan dari infeksi neonatal kira-kira 75% jika ibu
terinfeksi pada trimester ketiga atau masa nifas, dan risiko ini jauh lebih rendah
(5-10%) jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan. Sebagian besar infeksi pada
bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat persalinan dan kelahiran atau melalui
kontak ibu bayi, daripada secara transplasental.
Walaupun sebagian besar bayi-bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus
ringan, mereka cenderung menjadi carrier. Status carrier ini dipertimbangkan
akan menjadi sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Infeksi kronik terjadi
kira-kira 90% pada bayi yang terinfeksi, 60% pada anak < 5 tahun dan 2%-6%
pada dewasa. Diantaranya, seseorang dengan infeksi kronik HBV, risiko
kematian dari sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 15% - 25%. Infeksi
HBV bukan merupakan agen teratogenik. Bagaimanapun, terdapat insidens
berat lahir rendah yang lebih tinggi diantara bayi-bayi dengan ibu yang
menderita infeksi akut selama hamil. Pada satu penelitian hepatitis akut
maternal (tipe B atau non-B) tidak mempengaruhi insidens dari malformasi
kongenital, lahir mati, abortus, atau malnutrisi intrauterin. Tetapi, hepatitis akut
menyebabkan peningkatan insidens prematuritas
I. Penularan Infeksi Hepatitis Pada Ibu Hamil Ke Janin
Penularan virus hepatitis pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
1. Melewati placenta
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga
terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati
pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat
menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus
hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen
dalam tubuh janin in utero atau pada janin baru lahir. Selain itu telah
dilakukan pula autopsi pada janin-janin yang mati pada periode neonatal
akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsi menunjukkan adanya perubahan-
perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk
cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada hepar ini, hanya mungkin
terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan
yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal
ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat
terjadi secara hematogen. Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu
ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya
infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi didapatkan, bila
infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III. Meskipun pada
Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak memberi
gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak
berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut. Ibu
hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang
jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar
dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa
gejala klinik.
2. Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka
gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian.
3. Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya.
4. Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik
kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim
intra seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet,
terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati.
b. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan
enzim hati)atau mengakibatkan perdarahan.
c. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
e. Alkali phosfatase
Meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
f. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
g. Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum
disintesis oleh
hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
h. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
i. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
j. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
k. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau
berkurang.
Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
l. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
m. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi.
Adanya
gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
n. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
o. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi
dalam urin menimbulkan bilirubinuria.
2. Scan Hati dan USG
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
K. Pengobatan
1. Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan
wanita tidak hamil.
2. Tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam
serum menjadi normal.
3. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi protein
dan karbohidrat.
4. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.
5. Kortison baru diberikan bila diperlukan .
6. Perlu diingat,pada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat,
mempunyairisiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurunnya
kadar vitamin K.
7. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier HBsAg kronik)
harus di terapi dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan
aktif imunisasi dengan vaksin hepatitis
8. Janin baru lahir hendaknya tetap diawasi sampai periode post natal dengan
dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus
antigensecara periodik.
9. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami
penyulit-penyulit lain.
L. Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan
oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan
menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
alkoholik.
M. Pencegahan
1. Mempertahankan gizi Bumil seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk
mempermudah penularan hepatitis virus.
2. Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung denganpenderita
hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg.
berat badan.
3. Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya
enam bulan setelah persalinan, dengan syarat :
a. Setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laboratorium
telah kembali normal.
b. Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan
pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan
enam bulan kemudian.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HEPATITIS
A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu
makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit
kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu
5. Riwayat Penyakit Yang Lalu
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
7. Pengkajian Kesehatan
a. Aktivitas
• Kelemahan
• Kelelahan
• Malaise
b. Sirkulasi
• Bradikardi (hiperbilirubin berat)
• Ikterik pada sklera, kulit, membran mukosa
c. Eliminasi
• Urine gelap
• Diare feses warna tanah liat
d. Makanan dan Cairan
• Anoreksia
• Berat badan menurun
• Mual dan muntah
• Peningkatan oedema
• Asites
e. Neurosensori
• Peka terhadap rangsang
• Cenderung tidur
• Letargi
• Asteriksis
f. Nyeri / Kenyamanan
• Kram abdomen
• Nyeri tekan pada kuadran kanan
• Mialgia
• Atralgia
• Sakit kepala
• Gatal (pruritus)
g. Keamanan
• Demam
• Urtikaria
• Lesi makulopopuler
• Eritema
• Splenomegali
• Pembesaran nodus servikal posterior
h. Seksualitas
• Pola hidup / perilaku yang meningkatkan resiko terpajan
B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah
sekunder terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam
empedu
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen, asites, penurunan ekspansi paru karena kehamilan.
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari agent virus
C. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
a. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
b. Intervensi
1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi
sering dan tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal
dan menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah
makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan
rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan
5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
a. Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak
meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
b. Intervensi
1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat
digunakan untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman,
oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui
pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan
nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
• Akui adanya nyeri
• Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan
kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
3) Berikan informasi akurat dan
• Jelaskan penyebab nyeri
• Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan
nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang
dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung
efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk
mengurangi nyeri.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah
sekunder terhadap inflamasi hepar.
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
b. Intervensi
1) Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
2) Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat
(sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah
2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu
timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui penguapan
4) Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi kelelahan yang berlebihan
b. Intervensi
1) Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien
cenderung lebih tenang
2) Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga
metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
3) Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan,
kemampuan-kemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan
yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk
kegiatan yang kurang penting
4) Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu
puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan
keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan
yang dapat menimbulkan keletihan
5) Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif
(bersikap asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam
empedu
a. Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
b. Intervensi
1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan
(kadtril, lanolin)
Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang
ujung syaraf
2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu
ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan
meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan
tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih
banyak pruritus
4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban
kekeringan
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru karena kehamilan.
a. Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
b. Intervensi
1) Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau
akumulasi cairan dalam abdomen
2) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
3) Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran sekret
4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari agent virus
a. Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
b. Intervensi
1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat
untuk menangani semua cairan tubuh
• Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau
spesimen
• Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan
tubuh
• Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah
yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum
dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus
hepatitis
2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh
dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan
yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan
materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit
3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien,
keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai
transmisi infeksi
4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen
kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber
pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi
D. Evaluasi
1. Kebutahan nutrisi terpenuhi
2. Rasa nyeri hilang atau berkurang
3. Suhu tubuh dalam batas normal
4. Kien menunjukan kekuatan untuk melakukan ADL
5. Tidak terjadi gangguan integritas kulit
6. Pola nafas efektif
7. Terjadi penurunan risiko transmisi infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadi Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan
Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono,
Edisi I, jakarta, Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga,
Balai Penerbit FKUI, jakarta.