Asuhan keperawatan lansia
-
Upload
irwina-devi-umaroh-riandani -
Category
Documents
-
view
124 -
download
8
Transcript of Asuhan keperawatan lansia
Asuhan keperawatan lansia
dengan pemenuhan kebutuhan hygiene& integritas kulit
Disusun untuk memenuhi tugas Modul Keperawatan Gerontik II
Oleh:
Asri Wijayati M. (G2B008010)
Febriana Sartika S. (G2B008029)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada pasien srtoke dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya
berbaring tanpa mampu mengubah posisi. Tindakan pencegahan dekubitus
harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus, karena pada pasien
sroke dengan gangguan mobilisasi yang mengalami tirah baring di tempat
tidur dalam waktu yang cukup lama tanpa mampu mengubah posisi akan
beresiko tinggi terjadinya luka tekan (dekubitus).
Dekubitus merupakan kerusakan/kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka
tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony
prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Sabandar (2008) menyampaikan bahwa dekubitus terjadi dengan
frekuensi yang cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh karena
imobilisasi yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik. Dan Feigin
(2007), juga mengatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian
setelah stroke tanpa pencegahan yang memadai, pada 10-20% pasien
mengalami dekubitus dengan atau tanpa disertai infeksi.
Kompressi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai
darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini
dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan
dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sutanto, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan faktor penting lainnya yang juga
berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar
muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit
area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar daripada tekanan kapiler rata-rata, maka pembuluh darah
kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk
terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar
32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan
antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk
perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan
menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator)
diantara area yang tertekan dengan matras.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat tema
dekubitus untuk didiskusikan dalam makalah pemenuhan kebutuhan
personal hygiene dan integritas kulit.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien lansia
dengan pemenuhan kebutuhan hygine dan integritas kulit.
2. Tujuan khusus:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan teori penuaan terkait kasus.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan akibat penuaan terkait
pemenuhan kebutuhan hygiene dan integritas kulit.
c. Mahasiswa mampu membuat daftar alternatif penyelesaian
masalah.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan peran panti dan perawat gerontik
dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia.
BAB II
ISI
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan
dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang,
akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah. Ulkus dekubitus
adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat oleh berat
badan pada tempat tidur (Saputra, 2010).
2. Etiologi
a. Tekanan
b. Kelembaban
c. Gesekan
3. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan menutup kapiler jika tekanan
tersebut melebihi tekanan normal kapiler dengan rentang 16-32
mmHg. Penutupan kapiler akan menyebabkan iskemik jaringan. Pucat
akan terlihat kecuali pada klien berkulit gelap. Setelah periode iskemik
, kulit terang akan mengalami hiperemi . Hiperemi reaktif
normal(kemerahan) merupakan respon kompensasi dan hanya efektif
jika tekanan di kulit dihilangkan sebelum terjadi kerusakan atau
nekrosis (Saputra, 2010).
4. Manifestasi klinis
a. Tanda cedera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila
ditekan ibu jari.
b. Pada cedera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan,
termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
d. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di
Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil
(Saputra, 2010).
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
6. Penatalaksanaan medis
a. Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring.
b.Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan
pembalut yang bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus
dekubitus.
c) Sistemik : antibiotic spectrum luas, seperti: amoxilin, siklosperm
Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.
7. Manajemen keperawatan
a. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang
gerak.pada area yang sakit
gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
2. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cidera, vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin,
pembentukan edema jaringan.
3. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase
darurat, warna mungkin hitam
kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
4. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
5. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
6. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla,
kerusakan neurology, paralysis
abdominal dan otot pernapasan.
7. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
h) Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi
otot tetanik, sampai dengan syok listrik) (Saputra,2010).
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi
mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan
fraksi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan
gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan
control motorik akibat perubahan status mental.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan
dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen
terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan
tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah
(Dez, 2009).
8. Pathways
Terlampir
B. TINJAUAN KASUS
Mbah R (80 th) tinggal di wisma suryakencana. Klien mengalami parsial
paralise akibat stroke sehingga harus bedrest. Selain itu klien juga
mengalami inkontinensia urin dan bowel. Hasil pemeriksaan fisik, perawat
menemukan luka di bagian punggung dan pantat klien.
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Semarang
Suku bangsa : Jawa
Bahasa : Jawa, Indonesia
Tgl masuk : 6 Oktober 2010
Dx. Medis : Asma
No. Reg : 6335339
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama
Klien mengeluh tidak bisa menggerakkan anggota tubuh
bagian kiri sejak 7 hari yang lalu .
Klien mengeluh sedikit nyeri karena ada luka di punggung
dan pantat namun nyeri masih bisa ditolerir.
Klien mengeluh tidak bisa mengontrol buang air kecil dan
buang air besar (tidak sadar kalau BAK atau BAB).
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan mempunyai hipertensi sejak 1 tahun yang
lalu.
3. Riwayat Operasi
Klien tidak pernah mengalami operasi sebelumnya.
c. Pengkajian Berdasarkan Henderson
1. Kebutuhan Oksigenasi
Tekanan darah: 160/100 mmHg
Nadi: 90 x/menit; Irama: teratur; Tegangan normal.
Pernapasan: 20x/menit; reguler, lemah;
Sesak nafas: (-); Cuping hidung: (-); Sianosis: (- ); Batuk: (-);
Auskultasi: wheezing (-), Ronkhi (-)
Ekstremitas dingin: (-); Sianosis (-); Edema (-); Distensi vena
leher (-)
Nyeri dada: (-), JVP = 2 cm
2. Kebutuhan Nutrisi-Cairan
a. A = Antropometri
BB: 73 kg
TB: 170 cm
IMT: 25,2(overweight)
Dengan ketentuan: Berat badan kurang IMT kurang dari
18,5, Normal IMT 18,5 ke 24,9, Gemuk IMT 25 ke 29,9,
Obesitas IMT 30 atau lebih besar
b. B = Biokimia
Hb: 12 g/dl
Albumin: 3,5 g/dl
c. C = Klinis, yang dirasakan pasien dan kondisi fisik
Tn. H tampak lemah (bedrest) tidak bisa menggerakkan
anggota badan sebelah kiri, mengalami nyeri di kulit
punggung dan pantat.
d. Diet = Jenis diet dan porsi yang mampu dihabiskan
Diet sehat rendah lemak, rendah garam.
Klien minum air putih 5-8 gelas belimbing @ 250 ml setiap
hari
3. Kebutuhan Eliminasi
a. Klien tidak bisa mengontrol BAB. Konsistensi semisolid,
kuning.
b. Klien tidak bisa mengontrol BAK. Konsistensi cair, jernih.
4. Kebutuhan Aktivitas-Latihan
Klien mengalami kelumpuhan anggota badan sebelah kiri,
bedrest.
Tabel 1.1 Tingkat ketergantungan klien menurut Indeks KATZ
Tgl
Aktivitas
Mandi Berpakaian Toiletting Mobilisasi Kontinen Makan Kategori
01/09/
10
Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G
5. Kebutuhan Tidur-Istirahat
a. (Sebelum sakit) Klien tidur setiap hari selama 8 jam (tidur
siang 2 jam, tidur malam 6 jam)
b. (Saat sakit) Klien mengatakan bahwa tidurnya tidak
memuaskan, 4-5jam/hari.
6. Kebutuhan Personal Hygiene
a. Saat di panti: Klien mandi (seka) dibantu petugas 1x/hari,
menggosok gigi 2x/hari setelah bangun tidur dan sebelum
tidur, memotong kuku dibantu perawat. keramas
2x/minggu. Linen tempat tidur tidak pernah diganti, kotor.
Klien dibantu dalam hal vulva dan anal higiene, sering
ditemukan bekas kotoran(air seni/feses) di tempat tidurnya.
b. Saat di Rumah sakit: Klien mandi (seka) dibantu perawat
2x/hari, menggosok gigi 2x/hari setelah bangun tidur dan
sebelum tidur, memotong kuku dibantu perawat. Linen
tempat tidur tidak pernah diganti, keramas 2x/minggu.
Klien dibantu dalam vulva dan anal higiene, sering
ditemukan kotoran(air seni/feses) di tempat tidurnya.
c. Skor Norton:
Skor norton: 11(risiko dekubitus) dengan keterangan
keadaan umum lumayan, kesadaran komposmentis,
mobilitas sangat terbatas, inkontinensia urin dan alvi.
7. Pola Persepsi dan Sensori
Klien pelo sehingga tidak jelas dalam berbicara. Klien mampu
mengingat dan memberitahukan jalan menuju panti wredha
tempat tinggalnya.
8. Kebutuhan Komunikasi dan Mental
Klien pelo sehingga tidak jelas dalam berbicara, memakai
bahasan Jawa dan Indonesia.
9. Kebutuhan Kenyamanan
Klien merasakan nyeri pada punggung dan pantat.
10. Kebutuhan Seksualitas
Klien menikah pada usia 28 tahun dan memiliki 2 anak.
11. Kebutuhan Stress dan Koping
Klien sering marah dan mengomel, terdengar tidak jelas karena
pelo.
12. Pola Konsep Diri
a. Citra tubuh
Tn. M mengatakan dirinya sedang sakit dan terganggu
dalam aktifitas. Tn. M mengatakan pasrah kepada Allah.
b. Identitas
Klien mampu menyebutkan identitas nama, alamat, umur,
pekerjaan, agama dan status.
c. Harga diri
Klien merasa tidak malu tinggal di Panti Wredha. Klien
merasa lebih baik dirawat di rumah sakit karena klien ingin
segera sembuh.
d. Peran
Klien mengatakan dirinya adalah seorang ayah dari 2 anak.
Karena faktor usia yang sudah tua dan jarak tempat tinggal
2 anaknya jauh (TKI), tinggal di Panti Wredha justru
membuat Klien tidak merasa kesepian.
e. Ideal diri
Tn. M ingin cepat sembuh dan kembali dapat melakukan
aktivitas sehari-hari bersama Lansia lain di Panti Wredha.
13. Kebutuhan Rekreasi
Klien mengatakan bersosial di Panti Wredha dengan lansia lain
cukup membuat klien menikmati hidup.
14. Terapi Modalitas dan Spiritual
Klien adalah pemeluk agama islam yang taat. Klien rajin
beribadah, dan selama sakit klien melakukan ibadah sholat 5
waktu di atas tempat tidur. Klien mensyukuri kehidupannya.
d. Pemeriksaan fisik head to toe
1. Keadaan Umum
Sedang, composmentis
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah: 160/100 mmHg
Nadi: 60 x/menit (tidak teratur, lemah)
Nafas: 20 x/menit (teratur, dalam)
Suhu: 36 oC
3. Pemeriksaan Kulit dan Rambut
a. Kulit : kering, pucat, keriput, terdapat luka dekubitus pada
punggung dan pantat.
b. Rambut : bersih, distribusi rata, beruban
4. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala
Raut wajah : lesu
Bentuk : mesochepal, tidak terdapat benjolan di kepala,
simetris kanan dan kiri.
Mata : simetris mata kanan dan kiri, konjungtiva tidak
anemis, skelera tidak ikterik, refleks pupil terhadap cahaya
positif, klien tidak memakai kacamata, klien mengatakan
penglihatan sedikit kabur.
Telinga : sedikit serumen, fungsi pendengaran baik.
Hidung : tidak ada polip, tidak ada sekret, tidak ada nafas
cuping hidung.
Mulut : mukosa bibir lembab, bibir tidak pucat, tidak ada
sariawan, gigi berwarna kuning kehitaman akibat sering
merokok dan ada sedikit karies, tidak ada sianosis
b. Leher
Tidak terdapat deviasi trakea, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe.
5. Pemeriksaan Dada
a. Paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, ekspansi dada bersamaan dan
tidak maksimal, tidak ada retraksi interkosta.
Auskultasi : tidak ada bunyi ronchi.
Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : suara sonor
b. Jantung
Auskultasi : S1 normal, S2 normal.
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC 4
Perkusi : Redup
6. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada ascites, tidak ada lesi, tidak ada
eritema
Auskultasi : Bising usus 20x permenit
Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, tidak ada nyeri tekan
pada seluruh bagian abdomen.
Perkusi : Lambung timpani, hepar pekak
7. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Ekstremitas kiri
Atas dan bawah: tidak ada edema, tidak ada nyeri, tidak ada
baal, tidak ada kesemutan, kekuatan otot 1.
b. Ekstremitas kanan
Atas dan bawah : tidak ada edema, tidak ada nyeri, tidak
ada baal, tidak ada kesemutan, kekuatan otot 4(Pergerakan
aktif terhadap gravitasi dan tekanan, namun lemah).
8. Pemeriksaan Sistem Persarafan
Kesadaran : Composmentis; GCS 15
Tabel 1.2 Pemeriksaan saraf kranial
No
.
Pemeriksaan Keadaan
1. N. I (Olfaktori) Baik
2. N. II (Optikus) Baik
3. N. III (Okulomotorik) Baik
4. N. IV (Troklearis) Baik
5. N. V (Trigeminus) Baik
6. N. VI (Abdusen) Baik
7. N. VII (Facialis) Kurang Baik
8. N. VIII (Vestibulotroklearis) Baik
9. N. IX (Glosofaringus) Baik
10. N. X (Vagus) Baik
11. N. XI (Asesoris) Baik
12. N. XII (Hipoglosal) Baik
9. Sistem Imunitas
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
Klien tidak tahu apakah mendapat jenis imunisasi waktu kecil.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
CT Scan: iskemik hemisfer kanan(terdapat infark di hemisfer
kanan).
Angiografi serebral: penyebab iskemik adalah obstruksi arteri.
Pemeriksaan foto thorax: tidak terdapat pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan Normal dan cairan
tidak mengandung darah atau jernih.
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap:
Darah : Hb : 12g/dl
Leukosit : 11.200/mm3.
LED : 40 mm/jam I, 68 mm/jam II.
hitung jenis : Bas : 0, Eos : 0, Seg : 80, Limfo : 19, Mono : 0.
Kimia darah :
Gula darah puasa: 92 mg/dl.
Cholesterol : 200 mg/dl.
SGOT : 27 mg/dl.
SGPT : 31mg/dl.
Tryseligerida : 86 mg/dl
Urea : 29 mg/dl.
Urea nitrogen : 13 mg/dl.
Creatinin : 0,7 mg/dl.
Asam urat : 4,0 mg/dl
Skor Norton: 11
2. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI DIAGNOSA1 DO: klien
menderita stroke ,bedrest, ulkus(+) di punggung dan pantat. Kedalaman luka 0,3 cm, luas 5x7 cm. Skor norton: 11DS:-
Kerusakan integritas kulit
Imobilisasi fisik: bedrest.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik: bedrest
2 DO : ulkus dekubitus di epidermis, dermis,dan sebagian subkutan, warna luka merah, segala aktivitas di kasur.DS : Klien mengeluh tidak bisa mengontrol buang air kecil dan buang air besar
Risiko infeksi Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen: bakteri dari feses, urin, dan linen.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen: bakteri dari feses, urin, dan linen
3 DO : segala aktivitas dilakukan di tempat tidur, kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot: ekstrimitas kiri: 1, ekstrimitas kanan: 4, Indeks Katz: G (6 aktivitas dibantu)DS : Klien mengeluh tidak bisa menggerakkan anggota tubuh
Kerusakan mobilitas fisik
Penurunan kekuatan otot, kontrol, dan massa: parsial paralisis.
Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot, kontrol, dan massa: parsial paralisis
bagian kiri
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DX TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI RASIONAL
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam integritas kulit membaik (menunjukkan kemajuan penyembuhan dekubitus) dengan kriteria hasil :1. Luka mengering 2. Area luka
mengecil dan kedalaman berkurang sampai lapisan dermis epidermis.
1. Observasi karakteristik dan derajat luka: warna, kedalaman, area.
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptic sesuai jadwal.
3. Anjurkan memakai air bed dan tambahan bantal sebagai pengganjal
4. Kolaborasi :a. Beri antibiotik
oral, topikal, dan intravena sesuai indikasi
1. Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah luka. Pada klien dengan ulkus derajat II kerusakan mencapai epidermis, dermis, dan sebagian subkutan.
2. Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi. Kolaborasia. Mencegah atau
mengontrol infeksi.
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menunjukkan perbaikan penyembuhan / tidak ada infeksi dengan kriteria hasil:1. Luka bebas dari
mikroorganisme2. Luka tidak
melebar
1. Pantau tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor)
2. Observasi TTV3. Gunakan teknik
aseptik dalam penatalaksanaan luka.
4. Anjurkan klien mengkonsumsi asupan vit C dan protein.
5. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan personal higiene: mandi 2x/hari,
1. Respon jaringan terhadap invasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe (bengkak, edema, merah).
2. Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh.
3. Mencegah invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
4. Nutrisi dapat meningkatkan
gosok gigi sebelum dan bangun tidur, memotong kuku, keramas1x, vulva dan anal higiene.
6. Penggantian linen tempat tidur secara berkala(setiap hari) dan pembersihan tempat tidur secara berkala(2x/hari)
7. Pemberian lotion pada kulit yang sehat sesuai kebutuhan klien.
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik.
imunitas.5. Klien mengalami
parsial paralisis sehingga perlu dibantu dalam semua kegiatan personal higienenya. Klien juga mengalami incontinensia urin dan alvi yang meningkatkan risiko pemajanan mikroorganisme pada luka khususnya di pantat.
6. Linen yang kotor menjadi media yang berkembangnya bakteri.
7. Pemberian lotion mencegah kekeringan kulit.
8. Antibiotik menghambat sirkulasi patogen.
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 klien menunjukan peningkatan mobilisasi di tempat tidur jam dengan kriteria hasil :1. Kekuatan otot
tubuh sebelah kiri (ekstrimitas atas dan bawah): 2
1. Lakukan tirah baring tiap 2 jam sekali pada klien.
2. Lakukan ROM pasif untuk anggota tubuh kiri, ROM aktif untuk anggota tubuh kanan.
3. Perhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi sesering mungkin.
2. Dorong partisipasi klien dalam setiap aktivitas sesuai kemampuan.
3. Kolaborasi dengan fisioterapis.
1. Penghilangan tekanan intermitten memungkinkan darah kembali ke kapiler daerah yang tertekan.
2. ROM dilakukan untuk latihan gerak meningkatkan kontraksi otot.
3. Sirkulasi yang terganggu dapat menyebabkan edema.
4. Pemeliharaan fungsi otot dan sendi dan meningkatkan kemandirian dan harga diri.
5. Membantu melatih pergerakan.
4. IMPLEMENTASI
No Diagnosa Keperawatan
Waktu Implementasi TTD
1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik: bedrest
Rabu,6Oktober 2010
07.00
07.30
07.45
08.00
1. Mengobservasi karakteristik dan derajat luka: warna, kedalaman, area.- inspeksi warna, kedalaman
dan area ulkus sebelum mandi pagi.
2. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic sesuai jadwal (1x/hari)– melakukan ganti balut setiap pagi dengan memperhhatikan teknik aseptik dan antiseptik
3. Menganjurkan pemakaian air bed dan tambahan bantal sebagai pengganjal.
4. Kolaborasi:Memberikan antibiotik oral, topical dan intravena sesuai indikasi.
2 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen: bakteri dari feses, urin, dan linen
08.15
08.30
08.45
09.00
09.15
1. Memantau tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor)
2. Mengobservasi tanda-tanda vital- Mengukur tenan darah, suhu, nadi dan napas
3. Menggunakan teknik aseptik dalam penatalaksanaan luka.- Menggunakan sarung
tangandam memberikan ganti balut
4. Menganjurkan klien mengkonsumsi asupan vit C dan protein.
5. Membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan personal higiene- Membantu klien untuk mandi 2x/hari, gosok gigi sebelum dan bangun tidur, memotong kuku,
09.30
09.45
10.00
keramas1x, vulva dan anal higiene.
6. Mengganti linen tempat tidur secara berkala (setiap hari) dan pembersihan tempat tidur secara berkala(2x/hari)
7. Memberikan lotion pada kulit yang sehat sesuai kebutuhan klien.
8. Melakukan kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan antibiotik yang sesuai.
3 Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot, kontrol, dan massa: parsial paralisis
10.15
10.30
10.45
11.00
11.15
1. Melakukan tirah baring tiap 2 jam sekali pada klien.
2. Melakukan ROM pasif untuk anggota tubuh kiri, ROM aktif untuk anggota tubuh kanan.
3. Memperhatikan sirkulasi, gerakan, dan sensasi sesering mungkin dengan memberikan massage.
4. Mendorong partisipasi klien dalam setiap aktivitas sesuai kemampuan.
5. Melakukan kolaborasi dengan fisioterapis untuk memberikan terapi sesuai indikasi.
5. EVALUASI
No Diagnosa Keperawatan
Waktu Evaluasi TTD
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik: bedrest
Rabu, 6 Oktober 2010
21.00
S: klien merasakan ketidaknyamanan pada tubuh bagian belakang.
O: terlihat terdapat ulkus pada bagian punggung dan pantat
A: masalah belum terselesaikanP: melakukan pengkajian skala nyeri
21.00
21.00
21.00
S: klien mengatakan punggung semakin nyeri
O: klien terlihat gelisah dan tidak nyaman dengan ulkusnya
A: masalah sebagian terselesaikan (25%)
P: menganjurkan klien untuk memakai air bed
S: klien mengakan tempat tidurnya masih terasa keras
O: klien terlihat tidak nyamanA: masalah teratasi sebagian
(50%) P: melakukan konsultasi dengan
tim medis lain
S: klien mengatakan ingin minum obat saja asal cepat sembuh
O: klien terlihat hanya ditemani anaknya
A: masalah teratasi sebagian(50%)
P: melanjutkan terapi selanjutnya
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen: bakteri dari feses, urin, dan linen
21.00
21.00
21.00
S: klien merasa bagian pantat semakin tidak nyaman
O: terlihat ulkus dekubitus derajat IIA: masalah belum teratasiP: mementau TTV klien
S: klien merasa bagian pantat semakin tidak nyaman
O: terlihat ulkus dekubitus derajat IIA: masalah belum teratasiP: melakukan ganti balut secara teratur
S: klien merasa bagian pantat tidak nyaman dan perih
O: terlihat ulkus dekubitus
21.00
21.00
21.00
21.00
21.00
derajat IIA: maslah teratsi sebagian (25%)P: menganjurkan klien untuk
mengkonsumsi vit c dan protein yang adekuat
S: keluarga klien mengatakan klien nafsu makan berkurang
O: klien terlihat agak lemasA: masalah teratasi (50%)P: membantu klien dalam
personal hygiene
S: klien merasa badannya kotorO: klien terlihat tidak rapi dan
agak bauA: masalah teratasi sebagaian (70%)P: memperhatikan aspek
kebersihan lingkungan klien/ mengganti linen
S: keluarga klien meminta linen diganti
O: linen terlihat sudah kotorA: masalah teratasi (75%)P: melanjutkan terapi ke 7
S: keluarga mengatakan kulit klien kering
O:kulit klien terlihat tidak lembabA: masalah teratasiP: melanjutkan terapi ke 8
S: klien mengatakan ingin cepat sembuh
O: klien kooperatif dalam mengikuti perawatan
A: masalah teratasiP: melanjutkan terapi untuk
keluhan yang lain3. Perubahan
mobilitas fisik berhubungan
21.00 S: klien mengatakan ingin pindah posisi
O: klien sudah 2 jam dengan
dengan Penurunan kekuatan otot, kontrol, dan massa: parsial paralisis 21.00
21.00
21.00
21.00
posisi supinasiA: masalah teratasi sebagian (25%)P: melanjutkan terapi ke 2
S: klien merngatakan ingin bergerak sendiri
O: klien terlihat berusaha mengankat tangannya
A: masalah teratasi sebagian (50%)P: memastikan sirkulasi darah
klien lancar
S: keluarga menanyakan apakah klien boleh dipijit
O: teerlihat anak klien memijit kaki klien
A: masalah teratasi (75%)P: melanjutkan terapi ke 4
S: klien mengatakan ingin minum sendiri
O: klien terlihat ingin memegang gelas sendiri
A: masalah teratasi P: melanjutkan terapi kolaboratif
S: klien merasa lebih nyamanO: klien terlihat lebih nyamanA: masalah teratasiP: -
C. PEMBAHASAN
1. Teori penuaan terkait: (Mickey;Patricia. 2002)
a. Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpendapat bahwa penuaan harus disertai dengan
keaktifan beraktifitas sebisa mungkin. Teori ini memperlihatkan
efek positif dari aktivitas terhadap kepribadian lansia, kesehatan
jiwa, dan kepuasan dalam hidup.
b. Teori Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya
karsinogen, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini
diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari linhkungan
merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama
dalam penuaan.
c. Teori Mutasi Somatik
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatic, sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapat
mempperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang
progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebagai salah satu
hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis error catastrope.
2. Perubahan akibat proses penuaan yang terkait personal hygiene dan
integritas kulit
a. Perubahan Anatomik pada Sistem Integumen
1. Kulit
2. Rambut
a. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya
sedikit.
b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh
lebih panjang.
c. Rambut memutih.
d. Rambut banyak yang rontok.
3. Kuku
a. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan
menurun 30-50% dari orang dewasa.
b. Kuku menjadi pudar.
c. Warna kuku agak kekuningan.
d. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.
e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini
dilaporkan terdapat pada 67% lansia berusia 70 tahun.
b. Perubahan Anatomik pada Sistem Muskuloskeletal
1. Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-
35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan
berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas
osteoklas tetap normal.
2. Pada sinofial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya
permukaan sendi terjadi celah dan lekukan dipermukaan
tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan
pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan
jaringan peri artikuler menga¬lami degenerasi Semuanya ini
menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan
mobilitas hilang sehingga sendi kaku, kesulitan dalam gerak
yang rumit
3. sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama
mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan
karena otropi dan kehilangan serabut otot.
c. Perubahan Anatomik pada Sistem Pencernaan (System Digestivus)
Penurunan sistem pencernaan karena penurunan kemampuan
mengunyah, produksi enzim dan saliva menurun dan mukosa
lambung mengalami atropi.
d. Perubahan Anatomik pada Sistem Urinarius dan alvi
Dengan bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun, sisa
urin setelah selesai berkemih cenderung meningkat dan kontraksi
otot kandung kemih yang tidak teratur sering terjadi keadaan ini
menyebabkan sering berkemih dan kesulitan menahan keluarnya
urin.
e. Perubahan Anatomik pada Organ Visus
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan
elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan kulit yang
berlebihan. Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan
mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat
tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi
yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan (Dez,2009).
Hal ini dipengaruhi oleh:
1) Mobilitas dan aktivitas
Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa
mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi terkena luka
tekan.
2) Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan.
3) Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami
erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah
terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka
tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4) Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek
jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih
dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh
yang paling sering dari tenaga ini adalah ketika pasien
diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30
derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya
masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari
pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam
seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan
pada permukaan kulit.
5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah
yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan
merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi
pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati
6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000)
stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar
albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan
otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon
inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi
antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi
dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan
tenaga yang merobek.
8) Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang
rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi
iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992)
menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang
rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan
dari luka tekan.
10) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh
darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan
yang signifikan antara merokok dengan perkembangan
terhadap luka tekan.
11) Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan
temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko
terjadinya luka tekan (Dez,2009).
3. Daftar terapi alternatif untuk pemecahan masalah
a. Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit (dekubitus) yang terjadi pada klien bisa
diatasi sesuai derajat luka.
1) Dekubitus derajat I
a) Pembersihan kulit yang kemerahan dengan air hangat dan
sabun kemudian diberi lotion, kemudian dimassase 2-3
kali/hari..
b) Pemakaian air bed untuk mengurangi tekanan.
c) Diet tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
memperbaiki sistem imun klien sehingga mempercepat
proses penyembuhan.
2) Dekubitus derajat II
a) Perawatan luka dengan syarat aseptik dan antiseptik
dilakukan sesuai kondisi luka. Jika luka tidak terlalu kotor
dilakukan 1x/hari namun jika kotor dilakukan lebih dari
1x/hari. Perawatan luka dengan pemberian bahan-bahan
topikal seperti larutan NaCl 0,9%, larutan plasma, larutan
Birowi dan larutan antiseptik lainnya. Jika menggunakan
NaCl luka harus dibersihkan lebih dari 1x/hari, namun jika
menggunakan medcofazime perawatan luka bisa dilakukan
1x/3-4 hari karena daya perlindungan antibakteri
medcofazime lebih baik dari NaCl.
b) Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus
dengan udara hangat bergantian untuk merangsang
sirkulasi.
c) Dapat diberikan salep topikal: salep asam salisilat 2%,
preparat seng (ZnO, ZnSO4) untuk merangsang tumbuhnya
jaringan muda/granulasi. Oksigen hiperbarik; selain
mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri,
juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah
jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
d) Pemakaian air bed untuk mengurangi tekanan.
e) Diet tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
memperbaiki sistem imun klien sehingga mempercepat
proses penyembuhan.
3) Dekubitus derajat III
a) Perawatan luka dengan dibersihkan memakai NaCl
fisiologis, eksudat bisa keluar, balutan tebal untuk
absorbsi eksudat. Usahakan luka selalu bersih dan eksudat
disusahakan dapat mengalir keluar.
b) Pemakaian air bed untuk mengurangi tekanan.
c) Diet tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
memperbaiki sistem imun klien sehingga mempercepat
proses penyembuhan.
4) Dekubitus derajat IV
a) Mengangkat jaringan nekrotik.
Terdapat 7 metode yang dapat dilakukan antara lain,
1. Autolytic debridement. Metode ini menggunakan balutan
yang lembab untuk memicu autolisis oleh enzim tubuh.
Prosesnya lambat tetapi tidak menimbulkan nyeri.
2. Biological debridement, or maggot debridement therapy.
Metode ini menggunakan maggot (belatung) untuk
memakan jaringan nekrosis. Oleh karena itu dapat
membersihkan ulkus dari bakteri.
3. Chemical debridement, or enzymatic debridement. Metode
ini menggunakan enzim untuk membuang jaringan
nekrosis.
4. Mechanical debridement. Teknik ini menggunakan gaya
untuk membuang jaringan nekrosis. Caranya dengan
menggunakan kasa basah lalu membiarkannya kering di
atas luka kemudian mengangkatnya. Teknik ini kurang
baik karena kemungkinan jaringan yang sehat akan ikut
terbuang. Pada ulkus stadium 4, pengeringan yang
berlebihan dapat memicu terjadinya patah tulang atau
pengerasan ligamen.
5. Sharp debridement. Teknik ini menggunakan skalpel atau
intrumen serupa untuk membuang jaringan yang sudah
mati.
6. Surgical debridement. Ini adalah metode yang paling
dikenal. Ahli bedah dapat membuang jaringan nekrosis
dengan cepat tanpa menimbulkan nyeri. Ultrasound-
assisted wound therap. Metode ini memisahkan jaringan
nekrosis dari jaringan yang sehat dengan gelombang
ultrasonik.
b) Untuk mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes
resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila
penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang
terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin
1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB)
mempunyai efek bakterisidal. Antibiotik sistemik kurang
dianjurkan untuk pengobatan ulkus dekubitus karena akan
menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat
diberikan meliputi gologan penicillins, cephalosporins,
aminoglycosides, fluoroquinolones, dans ulfonam ides.
Antibiotik lainnya yang dpat digunakan adalah clindam
ycin, metronidazoledan trimethoprim.
c) Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus,
terutama ulkus dekubitus stadium III& IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin
graft serta intervensi lainnya terhadap ulkus. Intervensi
terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure
Wound Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif
topikal pada luka. Teknik ini menggunakan busa yang
ditempatkan pada rongga ulkus yang dibungkus oleh
sebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian,
eksudat dapat dikeluarkan dan material infeksi
ditambahkan untuk membantu tubuh membentuk jaringan
granulasi dan membentu k kulit baru. Terapi ini harus
dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan terapi
selanjutnya (Widodo, 2007).
b. Masalah keperawatan risiko infeksi
1) Penggantian linen tempat tidur1x/hari
2) Menjaga kebersihan vulva dan anal khusus untuk klien
inkontinensia urin dan alvi.
3) Jadwal personal hygiene mandi 2x/hari, keramas 2x/minggu,
memotong kuku
c. Masalah keperawatan kerusakan mobilitas fisik
1) Tirah baring tiap 2 jam
2) ROM aktif dan pasif
4. Terapi pilihan
Terapi pilihan untuk mengatasi 3 masalah keperawatan: kerusakan
integritas kulit, risiko infeksi dan kerusakan mobilitas fisik adalah:
a. Perawatan luka untuk luka dekubitus derajat II (sudah dijelaskan
di atas)
b. Penggantian linen tempat tidur1x/hari
c. Menjaga kebersihan vulva dan anal karena klien mengalami
inkontinensia urin dan alvi.
d. Jadwal personal hygiene mandi 2x/hari, keramas 2x/minggu,
memotong kuku
e. Rehabilitasi medik: diet tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral
akan memperbaiki sistem imun klien sehingga mempercepat
proses penyembuhan
5. Peran Panti dan Perawat Gerontik
Perawat gerontik berperan sebagai care giver, advokat, health
educator. Perawat memberikan perawatan kepada klien dengan
dekubitus yang meliputi perawatan dekubitus sesuai derajatnya,
pemberian terapi alih baring dan pemenuhan personal hygiene, selain
itu, tugas dan tanggung jawab perawat kesehatan adalah mengadakan
kolaborasi dan alih teknologi yang mungkin dilakukan dalam bidang
keperawatan dan kesehatan. Dengan kata lain adanya kader-kader
kesehatan yang telah dididik dan dilatih oleh petugas kesehatan atau
puskesmas sebagai penanggung jawab masalah kesehatan di wilayah
kerjanya. Hal ini penting dilakukan karena perawat kesehatan
masyarakat tidak akan mampu melaksanakan pelayanan kesehatan dan
keperawatan secara terus-menerus purna waktu.
Dengan adanya upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
petugas panti melalui pendidikan dan pelatihan maka diharapkan
setiap masalah yang timbul dari anggota panti dapat diatasi oleh
petugas panti, dan bila tidak dapat diatasi baru dirujuk pukesmas atau
institusi pelayanan kesehatan lainnya. Oleh karena itu kerjasama lintas
sektoral antara puskesmas dengan institusi yang menyelenggarakan
berbagai upaya pelayanan kelompok khusus sangat diperlukan.
Petugas panti yang lain bisa membantu menjadi advokat yang baik
bagi lansia.
BAB III
KESIMPULAN
B. Kesimpulan
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari
bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya
penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan
gangguan sirkulasi darah.
Teori yang terkait dengan kasus mbah R meliputi: teori lingkungan, teori
aktivitas dan teori mutasi somatik. Mbah R mengalami kerusakan mobilitas
fisik akibat penyakit stroke sehingga klien mengalami bedrest dalam waktu
yang lama tanpa adanya tirah baring. Hal ini, menyebabkan klien mengalami
luka tekan atau dekubitus, terutama pada bagian punggung dan pantat.
Dekubitus pada klien merupakan dekubitus derajat II yang semakin
diperparah dengan kondisi lingkungan yang tidak bersih; linen yang kotor.
Selain itu, klien mengalami inkonntinensia urin dan alvi sehingga bakteri
pada feses semakin memperparah kondisi dekubitus klien.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan berdasarkan data yang ada
antara lain: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik:
bedrest, Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Peningkatan paparan
lingkungan terhadap pathogen: bakteri dari feses, urin, dan linen, dan
Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot,
kontrol, dan massa: parsial paralisis.
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu tindakan
pencegahan dan perawatan yang meliputi: Perawatan luka untuk luka
dekubitus derajat II, Penggantian linen tempat tidur1x/hari, Menjaga
kebersihan vulva dan anal karena klien mengalami inkontinensia urin dan
alvi, Jadwal personal hygiene mandi 2x/hari, keramas 2x/minggu, memotong
kuku dan Rehabilitasi medik: diet tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral
akan memperbaiki sistem imun klien sehingga mempercepat proses
penyembuhan.
C. Saran
Berdasarkan penjelasan kasus di atas penulis dapat memberikan beberapa
masukan antara lain:
1. Peran keluarga dan perawat dapat dioptimalakn dalam perawatan klien
dengan kasus dekubitus terlebih pada lansia.
2. Perawat dan keluarga dapat melakukan tindakan pencegahan dengan
memberikan intake nutrisi yang cukup dan tirah baring setiap 2 jam sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Jaime L. 2002. Asuhan Keperawatan Gerontik Ed. 2. Jakarta: EGC.
Mickey;Patricia. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed. 2. Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judith M. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:EGC.
Administrator.2008. Teori-Teori Proses Menua-Penuaan. Diambil dari http://fkunhas.com/teori-teori-tentang-penuaan-20100731460.htmlDiakses tanggal 6 Oktober 2010
Dez. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Stroke. Diambil dari http://dezlicious.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_13.html. Diakses dari 6 Oktober 2010.
Fitriyani, Noor. 2009. Ppengaruh Posisi Lateral Inklin 300 terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke di Bangsal Anggrek I Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Diambil darihttp://etd.eprints.ums.ac.id/4462/1/J210050012.pdf. Diakses tanggal 6 Oktober 2010
Pamela, Ruli. 2010. Diet Sehat Pasca Serangan Stroke. Diambil dari http://www.ruripamela.com/2010/04/diet-sehat-pasca-serangan-stroke.html. 06 April 2010. Diakses tanggal 6 Oktober 2010.
Putri, Nandya Titania. 2010. Kelumpuhan UMN. Diambil dari http://xa.yimg.com/kq/groups/20899393/1169848617/name/ltm1+SJ.doc. Diakses tanggal 6 Oktober 2010.
Saputra, Heri. 2010. Askep Stroke. Diambil dari http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askep-stroke.html. Diakses tanggal 6 Oktober 2010.
Widodo, Arif. Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus dalam Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus di RSIS. Diambil dari http://eprints.ums.ac.id/1353/1/4._ARIF_WIDODO_SIAP.pdf. Diakses tanggal 6 Oktober 2010