Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

33
asuhan keperawatan stroke pada lansia asuhan keperawatan stroke pada lansia Jumat, 09 November 2012 asuhan keperawatan stroke pada lansia ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN NEUROLOGIS DENGAN KASUS “STROKE” PADA KLIEN LANJUT USIA DISUSUN OLEH : DIAN RAHMADANI DOSEN PEMBIMBING : ABDUL MALIK,S.Kep AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I / BB PADANG TAHUN AJARAN 2012 / 2013 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan ilmu dalam penulisan makalah

Transcript of Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

Page 1: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

asuhan keperawatan stroke pada lansia asuhan keperawatan stroke pada lansia

Jumat, 09 November 2012

asuhan keperawatan stroke pada lansia

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN NEUROLOGIS

DENGAN KASUS “STROKE” PADA KLIEN LANJUT USIA

DISUSUN OLEH :

DIAN RAHMADANI

DOSEN PEMBIMBING : ABDUL MALIK,S.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I / BB PADANG

TAHUN AJARAN 2012 / 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan petunjuk dan ilmu dalam penulisan makalah ini. Shalawat

dan salam tidak lupa penulis kirimkam kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW.

          Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mendapat bantuan dan

bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada dosen pembimbing Bapak Abdul Malik S.kep  yang telah

Page 2: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

memberikan arahan dan bimbingan sehingga makalah ini selesai pada

waktunya dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman –

teman yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam menyelesaikan

makalah ini.    

Penulis juga tidak luput dari kesalahan dalam penulisan makalah ini,

untuk itu bagi pihak yang membaca, penulis mengharapkan kritik dan

sarannya yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

          Mudah – mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan

dapat menambah wawasan pembaca makalah ini.

                                                                             Padang, November 2012

                        

                                                         Penulis

 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai

kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan

kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai

“usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan

70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai

usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata

dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk

Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.

Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang

terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan

perdarahan otak. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan

bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.

Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan

susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat

Page 3: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses

degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di

Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.

Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya

perkembangan ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat

perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup

terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasrat mereka untuk

terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam

perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak

pernah dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan

hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat

lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang

terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami

oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling

penting bagi semua jenis stroke.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

     Mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan

Keperawatan Lansia dengan Stroke dan mengetahui konsep dasar medis

stroke.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan stroke

b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada

klien lansia dengan stroke

c. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan yang didapat pada klien lansia dengan stroke

d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia

dengan stroke

e. Mahasiawa mengetahui evaluasi pada pasien lansia dengan stroke

 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 4: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN

NEUROLOGIS

“STROKE”

A.  PENGERTIAN STROKE

·         Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi

otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak

( Brunner dan Suddarth, 2002 : hal. 2131 ).

·         Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan

aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala

sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).

·         Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan

fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak

(Brunner and Suddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal

timbulnya mendadak yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000)

B.  KLASIFIKASI STROKE

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat

diklasifikasikan menjadi :

1.      Stroke Hemoragik  

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan

subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.

Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi

pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang

paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.

Dua jenis stroke hemoragik :

Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan

di dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan

pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh

salah satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah

tinggi kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari

Page 5: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian

akibat stroke.

Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah

perdarahan dalam ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia

mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak

(meninges). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan

(aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan

medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian.

Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada

wanita dibandingkan pada pria.

2.      Stroke Non Hemoragik  

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh

darah otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun

tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi

proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non

hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan

penyakitnya, yaitu :

·      TIA (Trans Ischemic Attack)  

Gangguan neurologist yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa

menit (durasi rata-rata 10 menit) atau beberapa jam saja,  dan gejala

akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.  

·      Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)      

Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna

dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.  

·      Stroke in Volution atau Progresif

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang

muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan

dalam beberapa jam atau beberapa hari.  

·      Stroke Complete  

Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent,

maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan

dapat didahului dengan TIA yang berulang.

Page 6: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

C.  ETIOLOGI

1)  Trombosis (penyakit trombo – oklusif)

Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral

dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis

selebral, yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda

trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak

umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau

kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis

selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,

hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului

awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding

pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh

plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima

arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya

menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga

lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak

cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang

melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus

tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam

urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,

vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan

membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan

yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi

kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang

mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas

dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya

seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2)  Embolisme serebral

Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak

dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri,

seperti endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark

Page 7: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli.

Embolus biasanya menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-

cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.

Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab

utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding

dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari

suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi

sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih

jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus

karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat

mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan

menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering

terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama

bagian atas.

3)  Iskemia serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena

konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4)  Perdarahan serebral.

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan

sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial

biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi

di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di

dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi

jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di

sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak

dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai

merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis

otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan

mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi proses

pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan

semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler

Page 8: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga

terisi oleh serabut–serabut astroglia yang mengalami proliferasi.

Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu

aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi

atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering

terdapat lebih dari satu aneurisme.

Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi

di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah

duramater, (hemoragik subdural), diruang subarachnoid (hemoragi

subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).

1.      Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang

memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak

dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.

2.      Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya

sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural

biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan

hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan

tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi

subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.

3.      Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau

hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma

pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak.

Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.

4.      Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi

dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini

biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih

muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh

malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan

oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan

medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).

Page 9: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.

Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi

membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk

penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan

perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan

abnormalitas pada tanda vital.

D.  PATOFISIOLOGI

1.    Stroke Non Hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak

oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena

berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga

arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi

berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia

akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh

embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba

berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan

otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh

emboli.

2.    Stroke Hemoragik.

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir

ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan

komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan

herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang

mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan

edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah

tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga

terjadi nekrosis jaringan otak.

E.   FAKTOR RESIKO

Page 10: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1.      Hipertensi,

dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat

menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus

sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2.      Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu

tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan

dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3.      Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan

endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output

dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses

embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4.      Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu

terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran

darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga

berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah

serebral.

5.      Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah otak.

6.      Polocitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi

lambat sehingga perfusi otak menurun.

7.      Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan

terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol

sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah

satunya pembuluh drah otak.

Page 11: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin

sehingga terjadi aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk

kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya

pembuluh darah otak.

F.   MANIFESTASI KLINIS

1.      Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian

konteks atau pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada

otak kanan akan meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami

hemiplegia. Hal ini disebabkan oleh karena serabut saraf bersilang pada

traktus piramidal dari otak menuju ke sumsum tulang belakang, demikian

juga pada area kortikal yang lain yang dapat menyebabkan

menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.Otot-otot thoraks dan abdomen

biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua hemisper

otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi

keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga

menyebabkan terjadinya deformitas yang serius.

2.      Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau

menginterpretasikan simbol-simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh

adanya gangguan pada korteks serebral. Gangguan pada semua aspek

berbahasa seperti bercakap, membaca, menulis dan memahami bahasa

yangdiucapkan. Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasia sensorik yang

berhubungan dengan pemahaman bahasa, dan aphasia motorik yang

berhubungan dengan produk bercakap-cakap. Aphasia sensorik termasuk

kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau

mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang

dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi

simbolik yang berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien

dapat memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-

kata.Aphasia disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan

Page 12: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

dengan lokasi tertentu pada korteks. Penyebab utamanya adalah

gangguan suplai darah ke otak terutama yang berhubungan dengan

pembuluh darah. Middle cerebral artery.

3.      Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh

yang mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya

berjalan, berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis

tidak dapat dikoordinasikan.

Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai

akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari

arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak

akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada penglihatan.

Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan dengan

hemiplegia.

Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan,

taktil, atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek.

Agnosia bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan

kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak

sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubuh tertentu.

Klien dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi tidak

mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada objek.

4.      Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan

kesulitan berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan

kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau

konstruksi kata. Klien dapat berkomunikasi secara verbal walaupun

mengalami angguan, membaca atau menulis. Kondisi ini disebabkan

akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan kelemahan atau paralisis otot

sekitar bibir, lidah dan larynx.

5.      Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh,

berupa :

1.     Hemianesthesia : Kehilangan asensasi.

2.     Paresthesia: Kehilangan sensasi pada otot sendi.

Page 13: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

3.     Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi,

sebagai akibat :

1.      kurangnya perhatian.

2.     kehilangan memori

3.     faktor emosi.

4.     tidak mampu berkomunikasi.

4.    Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta

overstreching otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan

ROM (range of motion).

5.    Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata

menyebabkan tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak

mata atas dan peningkatan kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan

berkurangnya air mata.

6.    Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi

klien labil, kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social

withdrawal terutama aphasia, gangguan perilaku seksual, regresi, dan

marah.

Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai

1)    Gangguan fungsi neuromotorik : Penurunan fungsi motorik sangat sering

dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi

neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan

bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat diri. Terjadinya hal tersebut

sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada  jalur pramidal

( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke

sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan

kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan,

gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.Oleh karena jalur paramidal

bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu

sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan

(contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila

Page 14: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

gangguan pada  middle cerebral artery, maka kelemahan pada

ekstremitas atas lebih  keras daripada ekstremitas bawah.

2)   Gangguan komunikasi : Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan

berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan

dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat

mengalami aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman

dan penggunaan berbahasa). Dysphasia diartikanadanya disfungsi

sehubungan dengan  kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa.

Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya

aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara,

tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang

hebat akan menyebabkan  terjadinya global aphasia, dimana  semua

fungsi komunikasi dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area

Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana

tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke

akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun

bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan area Broca pada otak

akan menyebabkan expressive phasia (kesulitan dalam berbicara dan

menulis). Banyak juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu

gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami hambatan

dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada

pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.

3)    Emosi/perasaan : Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat

mengontrol perasaannya.  Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya

perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan

mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan  masalah mobilitas

dan  dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis

karena mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya,

kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.

4)    Gangguan fungsi intelektual : Daya ingat dan kemampuan pengambilan

keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada

otak kiri  menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan

Page 15: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam

daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat

pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga

dapat berbahaya bagi dirinya.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan

adalah :

1.      Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.

2.      Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar

korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.

3.      Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena

(masalah sistem arteri karotis aliran darah dan atau muncul plak) atau

arteriosklerotik.

4.      EEG (Electroencephalography) untuk mengidentifikasi masalah

didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi

yang spesifik.

5.      CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau

infark.

6.      MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui adanya

edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak

7.      Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas

mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.

H.  PENCEGAHAN

Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan

kesehatan masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol

dalam batas normal, dan menghindari merokok atau tidak menggunakan

oral kontrasepsi. Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan

Page 16: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

penyakit jantung. Memberikan informasi kepada klien sehubungan

dengan penyakit yang diderita dengan stroke. Apabila sudah terserang

stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mencegah terjadinya komplikasi

sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada masa yang

akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko injury

sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan

lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.

I.     KOMPLIKASI

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu

:

1)    Hipoksia serebral

Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak.

Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke

jaringan. Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan

hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam

mempertahankan hemoglobin dan hematrokit pada tingkat dapat diterima

akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat.

2)    Aliran darah serebral  

Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh

darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin

penurunan vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan

potensi meluasnya area cedera.

3)    Embolisme serebral  

Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari

katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke

otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat

mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombul

lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus

diperbaiki.

J.     PENATALAKSANAAN

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :

Page 17: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

1.      Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah

dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.

2.      Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila

perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan

3.      Tanda-tanda vital diusahakan stabil

4.      Bed rest

5.      Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

6.      Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7.      Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan

kateterisasi

8.      Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari

penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

9.      Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang

dapat meningkatkan TIK

10.  Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran

menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.

Perawatan umum stroke

Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional

pengelolaan stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:

Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan

oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.

Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan

kateterisasi intermiten.

Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus. Tekanan darah

dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang,

kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita

dibiarkan beristirahat.

Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi. Keadaan hiperglikemia

dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan

Page 18: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada

hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang

meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa

yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan

subkutan insulin. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia

mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi

sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin

intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia

harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena

sampai normal dan diobati penyebabnya.

Suhu tubuh harus dipertahankan normal. Suhu yang meningkat harus

dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita

iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius,

sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain

itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan

hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik,

selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar

jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.

Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan

baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran

menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan

intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung

glukosa murni atau hipotonik.

Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah

subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.

Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :

1)  Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan

dalam 24 jam sejak  serangan gejala-gejala dan diberikan secara

intravena.

Page 19: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

2)  Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini

kontraindikasi pada stroke haemorhagic.

3)  Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini

merilekskan otot polos pembuluh darah.

4)  Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler

mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan

otak yang mengalami iskemik.

Terapi Khusus

Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti

agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin,

tielopidin, low heparin, tPA.

1)   Pentoxifilin

Mempunyai 3 cara kerja :

·         Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus

·          Meningkatkan deformalitas eritrosit

·          Memperbaiki sirkulasi intraselebral

·         Neuroprotektan

1.      Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi

Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis

glikogen

2.      Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam

sel, ex.nimotup. Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam

sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak

3.      Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin

Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi

radikal bebas dan biosintesa lesitin.

4.      Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan.

Perawatan Pasca Stroke

1) Rehabilitasi Stroke

Page 20: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia.

Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama

yang diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan

keterbatasan dan deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting

bagi keberhasilan program rehabilitasi stroke.

Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu

program rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan

sehari-hari termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang

sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat

meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan perawatan.

Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi

, dan kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat.

Pemeriksaan genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan

memberikan data yang berharga untuk perencanaan strategi kompensasi

untuk menyelesaikan tugas tugas perawatan diri. Propriosepsi,

sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama juga

termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien

akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi,

berpakaian, makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus

dan kandung kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk

perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan

setiap penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien

dengan terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu

ia lakukan. Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses

rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi

rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat

memaksimalkan potensi klien tersebut.

2)  Kognisi dan komunikasi

Konfusi, disorientasi, dan masalah komunikasi adalah akibat yang

sering dari stroke. Masalah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan

disartria, perawat perlu menyertakan teknik komunikasi yang

Page 21: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami kata-kata. Teknik

komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan, memberikan

petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan

mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan

objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan

mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien

dan untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan

pola komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin tik,dan

program computer untuk membantu pemahaman klien tentang

lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga

membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara

drastic akan meningkatkan komunikasi.

3)  Dukungan psikologis

Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan

terjadinya stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan

perubahan peran. Dukungan psikologis diarahkan agar dalam

menghadapi kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan

penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah

perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku

koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi untuk

penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member

klien suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya.

Keadaan seperti itu dapat sederhana seperti membiarkan klien untuk

memilih di antara dua aktivitas, untuk memutuskan waktu terapi, untuk

memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan makanan. Memfokuskan

pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap deficit dapat

mendorong harapan klien tersebut.

Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh

dan perubahan peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang

perawat kesehatan mental untuk membantu mengatasi masalah ini.

Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan isolasi dan

pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan emosional dan

Page 22: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi

klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak

diperhatikan, klien mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan

anggota keluarga tentang depresi dan peringatkan mereka terhadap

tanda dan gejala yang penting dalam memberikan dukungan psikososial.

Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah

stroke. anggota keluarga yang telah diajarkan tentang strategi

komunikasi dan bagaimana cara bermain peran dalam situasi yang

potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam merawat klien. merujuk

keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti pelayanan

kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat

mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke

melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat

perbedaan dalam memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan

komplikasi sekunder yang dapat berkembang dari penyakit kronis yang

melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2.

2006)

Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi

merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke.

Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan

perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke.

Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun

pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran

perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang

perubahan tersebut.

Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi

perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan,

memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien

dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk

perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan

pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu

ketrampilan.

Page 23: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

I. PENGKAJIAN

1.    Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

- kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau

paralysis.

- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

Data obyektif:

- Perubahan tingkat kesadaran

- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,

kelemahan umum.

- gangguan penglihatan

2. Sirkulasi

Data Subyektif:

- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal

jantung, endokarditis bacterial ) , polisitemia.

Data obyektif:

- Hipertensi arterial

- Disritmia, perubahan EKG

- Pulsasi : kemungkinan bervariasi

- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3. Integritas ego

Data Subyektif:

- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:

- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,

kegembiraan

- kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi

Page 24: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

Data Subyektif:

- Inkontinensia, anuria

- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara

usus( ileus paralitik )

5. Makan/ minum

Data Subyektif:

- Nafsu makan hilang

- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )

- Obesitas ( factor resiko )

6. Sensori neural

Data Subyektif:

- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub

arachnoid.

- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti

lumpuh/mati

- Penglihatan berkurang

- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas

dan pada muka

ipsilateral ( sisi yang sama )

- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:

- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan

tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi

kognitif

- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis

stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon

dalam ( kontralateral )

- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

Page 25: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan

ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata

komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.

- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli

taktil

- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi

ipsi lateral

7. Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:

- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:

- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

8. Respirasi

Data Subyektif:

- Perokok ( factor resiko )

Tanda:

- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas

- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur

- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

9.Keamanan

Data obyektif:

- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang

kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah

dikenali

- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu

tubuh

- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,

berkurang kesadaran diri

10. Interaksi social

Data obyektif:

Page 26: Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

11. Pengajaran / pembelajaran

Data Subjektif :

- Riwayat hipertensi keluarga, stroke

- penggunaan kontrasepsi oral

12. Pertimbangan rencana pulang

- menentukan regimen medikasi / penanganan terapi

- bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan

diri dan pekerjaan rumah (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskular : kelemahan

2.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular,penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan

kontrol/koordinasi otot.

3.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan vasospasme serebral.

http://dianrahmadani04.blogspot.com/