Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan Nyeri
-
Upload
innu-muharom -
Category
Documents
-
view
228 -
download
1
Transcript of Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan Nyeri
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN NYERI DADAASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN
NYERI DADA
A. PENGERTIAN
• Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu
daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan
pada dinding dada (referred pain)
• Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard
karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi
untuk kebutuhan metabolisme miokard.
• Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis)
karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang
pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit
(Himawan, 1996)
B. ETIOLOGI
Nyeri Dada:
a. Cardial
- Koroner
- Non Koroner
b. Non Cardial
- Pleural
- Gastrointestinal
- Neural
- Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
- Nyeri ulu hati
- Sakit kepala
- Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
- Diaforesis / keringat dingin
- Sesak nafas
- Takikardi
- Kulit pucat
- Sulit tidur (insomnia)
- Mual, Muntah, Anoreksia
- Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
- Kelemahan
- Wajah tegang, m erintih, menangis
- Perubahan kesadaran
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG 12 lead selama episode nyeri
- Takhikardi / disritmia
- Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
b. Laboratorium
- Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
- Fungsi hati : SGOT, SGPT
- Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
- Profil Lipid : LDL, HDL
c. Foto Thorax
d. Echocardiografi
e. Kateterisasi jantung
E.
Suplai O2 dan NutrisiJaringan menurun
F. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
b. Breathing
- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
- Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan
tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau
oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
2. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
a. Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari
sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
b. Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk,
mencekik/rasa terbakar, dll.
c. Ciri rasa nyeri
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d. Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
e. Keadaan pada waktu serangan
Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu
f. Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi
tubuh, pergerakan, tekanan, dll.
g. Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri
dada.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan
2. Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan metabolisme jaringan
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip Tindakan :
1. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler
2. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
4. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik,
penenang, nitrogliserin, Calcium antagonis dan observasi efek samping
obat.
5. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien
6. Mengambil sampel darah
7. Mengurangi rangsang lingkungan
8. Bersikap tenang dalam bekerja
9. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem
Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I, Jakarta: FKUI, 1999.
2. Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC,
2000.
3. Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.
4. Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL
1. PENGARTIAN
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh
spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran
udara dan penurunan ventilasi alveolus.
( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves,
2001 : 48)
2. PENYEBAB
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)
3. TANDA DAN GEJALA
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Whezing belum ada
d.Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
Peningkatan kerja Mk : Kurang pengetahuan
pernafasan
Peningkatan kebut Penurunan
oksigen masukan oral
Hyperventilasi Mk : Perub nutrisi
kurang dari
kebutuhan tbh
Retensi CO2
Asidosis respiratorik
5. TANDA DAN GEJALA
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
Batuk produktif, sering pada malam hari
Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan cosinofit total
Uji kulit
Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Foto dada
Analisis gas darah
7. PENGKAJIAN
a. Awitan distres pernafasan tiba-tiba
- Perpanjangan ekspirasi mengi
- Penggunaan otot-otot aksesori
- Perpendekan periode inpirasi
- Sesak nafas
- Restraksi interkostral dan esternal
- Krekels
b. Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c. Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d. Diaforesis
e. Distensi vera leher
f. Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g. Batuk keras, kering : batuk produktif sulit
h. Perubahan tingkat kesadaran
i. Hipokria
j. Hipotensi
k. Pulsus paradoksus > 10 mm
l. Dehidrasi
m. Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme : peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental : penurunan
energi/kelemahan
Kerusakan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan
oral
Kurang pengetahuan b.d kurang informasi/tidak mengenal sumber
informasi
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
DP : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
KH : – Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels,
ronki Kaji/pantau frekuensi pernafasan Catat adanya/derajat diespnea mis : gelisah, ansietas, distres pernafasan,
penggunaan otot bantu Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur Pertahankan polusi lingkungan minimum Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan
memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti
makanan Berikan obat sesuai indikasi Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dadaDP : Kerusakan pertukaran gas
Tujuan : Pertukaran gas efektie dan adekuat
KH : -Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan
-Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan
/situasi
Intervensi
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori,
nafas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang Tingguikan kepala tempat tidur, pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir sesuai
kebutuhan / toleransi individu. Dorong mengeluarkan sputum : penguapan bila diindikasikan. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi
tambahan. Awasi tingkat kesadaran / status mental, selidiki adanya perubahan. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Awasi tanda vital dan irama jantung. Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. Berikan oksigen yang ssi idikasi hasil GDA dan toleransi pasien.C. DP : Perubahan nutrisi kurang dari tubuh
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kh : – Menunjukan peningkatan BB
- Menunjukan perilaku / perubahan pada hidup untuk meningkatkan dan /
mempertahanka berat yang tepat.
Intervensi :
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan makan,
evaluasi BB.
Avskultasi bunyi usus.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
Dorong periode istirahat, 1jam sebelum dan sesudah makan berikan
makan porsi kecil tapi sering.
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Hindari maknan yang sangat panas / dingin.
Timbang BB sesuai induikasi.
Kaji pemeriksaan laboratorium, ex : alb.serum.
D. DP : Kurang pengetahuan
Tujuan : Pengetahuan miningkat
KH : – Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit
dan menghubung dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berparisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi:
Jelaskan proses penyakit individu dan keluarga
Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk efektif.
Diskusikan tentang obat yang digunakan, efek samping, dan reaksi yang
tidak diinginkan
Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct : cara memegang, interval
semprotan, cara membersihkan.
Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
Beritahu efek bahaya merokok dan nasehat untuk berhenti merokok pada
klien atau orang terdekat
Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media
Acsulapius. FKUI. Jakarta.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
AKUT MIOCARD INFARK
AKUT MIOCARD INFARK
A. PENGERTIAN
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Brunner & Sudarth, 2002)
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (Suyono, 1999)
B. ETIOLOGI (kasuari, 2002)
1. faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
- Faktor pembuluh darah :
Aterosklerosis. Spasme Arteritis- Faktor sirkulasi :
Hipotensi Stenosos aurta insufisiensi- Faktor darah :
Anemia Hipoksemia polisitemiab. Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
- Kerusakan miocard
- Hypertropimiocard
- Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi :
a. faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- usia lebih dari 40 tahun
- jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
- hereditas
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
- Mayor :
hiperlipidemia hipertensi Merokok Diabetes Obesitas Diet tinggi lemak jenuh, kalori- Minor:
Inaktifitas fisik Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif). Stress psikologis berlebihan.C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas,
ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laborat
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali
normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak
dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi
dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang
terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan
adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya
aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk
kepala dan lainnya.
D. PATHWAYS
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
2. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut
atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia
missal lokasi atau luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau
emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
F. PENATALAKSANAAN
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
5. Oksigen 2 – 4 lt/menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
G. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles
2. Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
H. PENGKAJIAN SEKUNDER.
1. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
- Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
- Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung
atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel
- Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
- Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,
siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat .
- Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
- Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. Interkasi social
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan
di RS
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
- Menarik diri
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri ditandai dengan :
nyeri dada dengan / tanpa penyebaran wajah meringis gelisah delirium perubahan nadi, tekanan darah.Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1 ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang tidak gelisah nadi 60-100 x / menit, TD 120/ 80 mmHgIntervensi :
Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada
tersebut. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan
istirahat. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku
distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi. Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit ) Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria Hasil :
Tidak ada edema Tidak ada disritmia Haluaran urin normal TTV dalam batas normalIntervensi :
Pertahankan tirah baring selama fase akut Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD Monitor haluaran urin Kaji dan pantau TTV tiap jam Kaji dan pantau EKG tiap hari Berikan oksigen sesuai kebutuhan Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis Berikan makanan sesuai diitnya Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria ditandai dengan :
Daerah perifer dingin EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
RR lebih dari 24 x/ menit Kapiler refill Lebih dari 3 detik Nyeri dada Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru
( tidak selalu )
HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80
mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
Nadi lebih dari 100 x/ menit Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDLTujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
Daerah perifer hangat tak sianosis gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik nadi 60-100x / menit TD 120/80 mmHgIntervensi :
Monitor Frekuensi dan irama jantung Observasi perubahan status mental Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit ,
GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan
tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
tekanan darah dalam batas normal
tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen paru bersih berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)Intervensi :
Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan Observasi adanya oedema dependen Timbang BB tiap hari Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-
kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi,
sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
Dispnea berat Gelisah Sianosis perubahan GDA hipoksemiaTujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa
Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan
keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas tidak gelisah GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan
Saturasi < 80 mmHg )
Intervensi :
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu
pernafasan
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas
dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas
misalnya , batuk, penghisapan lendir dll. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama
kerja atau tanda vital berubah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan
miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah
dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien frekuensi jantung 60-100 x/ menit TD 120-80 mmHgIntervensi :
Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah
aktifitas Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur ) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak
berat. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun
dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah
mkan. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
di RS
Kriteria Hasil :
Klien tampak rileks Klien dapat beristirahat TTV dalam batas normalIntervensi :
Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman Ajarkan tehnik relaksasi Minimalkan rangsang yang membuat stress Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan
suasana tenang
Berikan support mental Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang
akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan
pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi
yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi
pendidikan kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana
pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.Intervensi :
Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku,
program audio/ visual, Tanya jawab dll. Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam )
dan aktifitas yang berlebihan, Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan,
kerja, rekreasi aktifitas seksual.DAFTAR PUSTAKA
1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII.
Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ;
1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta :
EGC ; 2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process
approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK
Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical
– surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.
Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994
(Buku asli diterbitkan tahun 1992)
8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa:
Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
9. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2001
10. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius ; 2000
11. Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
12. Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler
Dengan Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK
Magelang, 2002
Posted 5th January by JoenK Ame
0
Add a comment
•
Nov
20
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUMOR
OTAK
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. 1. Definisi Pengertian
• Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak
(Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus, 2000)
• Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam
tulang tengkorak (buku ajar patofisiologi)
• Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer
maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu
sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain
(metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain,
disebut tumor otak sekunder.
1. 2. Epidemiologi
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding
perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai
≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia
yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita
tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penuli,s
dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan,
seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor
terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-
tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla
spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari
hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang
dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai
jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
1. 3. Penyebab
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor
yang perlu ditinjau, yaitu :
• Herediter
— Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai
pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit
Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan
baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan
adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
• Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh.
Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam
tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.
• Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
• Virus
— – Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi
virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
—
• Substansi-substansi Karsinogenik
— – Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan
yang dilakukan pada hewan.
—
• Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan
saraf pusat belum diketahui.
1. 4. Klasifikasi
• Berdasarkan jenis tumor
1) Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma (grade I)
2) Malignant
- Astrocytoma (grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
b. Berdasarkan lokasi
1) Tumor intradural
a) Ekstramedular
- Cleurofibroma
- Meningioma
b) Intramedular
- Apendymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2) Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal,
tiroid, paru–paru, ginjal dan lambung.
1. 5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua
faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan
intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak,
dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara
akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler
primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist
fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar
tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan
edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan
intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral
ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh
karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus
medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial
oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon,
menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga.
Kompresi medula oblogata dan henti
pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan
nadi), dan gangguan pernafasan.
1. 6. Gejala Klinik
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini,
karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan
dan eragukan tapi umumnya berjalan progresif.
—-
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
• Gejala serebral umum
—- Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia),
yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah
tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial,
kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan
depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus
1. Nyeri Kepala
—- Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30%
gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut
diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan
episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada
malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana
terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala
dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.
2. Muntah
—- Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih
sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat
proyektif dan tak disertai dengan mual.
3. Kejang
—- Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada
25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan
2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
• Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
• Mengalami post iktal paralisis
• Mengalami status epilepsi
• Resisten terhadap obat-obat epilepsi
• Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
• Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
—- Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang
timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu
tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain
itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-
tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal
maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III,
haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
—- Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
1. Lobus frontal
• Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
• Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal
• Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
• Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
• Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
• Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
• Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada
girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
• Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
• Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
• Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan
gejala choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital
• Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
• Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
• Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
• Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
• Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya
berupa gangguan fungsi pendengaran
• Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
• Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
• Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan
8. Tumor di cerebelum
• Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat
erjadi disertai dengan papil udem
• Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
• Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai
dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari
medulloblastoma.
—-
1. 7. Diagnosis
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak
adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya,
lokasinya, batasnya, hubungannya dengan system ventrikel, dan
hubungannya dengan struktur vital otak misalnya sirrkulus willisi dan
hipotalamus. Selain itu juga diperlukan periksaan radiologist canggih yang
invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup ct
scan dan mri bila perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-
batas tumor.Pemeriksaan invasive seperti angiografi serebral yang dapat
memberikan gambaran system pendarahan tumor, dan hungannya
dengan system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat
mengetahui hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus
duramatrisnya yang fital itu.
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita
tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik
yang teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu
CT-Scan dan MRI. () Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala
yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala
yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah
dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin
ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan
pandang.
1. 8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita
tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
1. 9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukuan untuk mengkaji tumor otak adalah :
• Pengkajian saraf
• Pergerakan mata
• Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
o Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
o Pengkajian reflek
o Keseimbangan dan koordinasi
o Penciuman dan sentuhan
o Abstract thinking
o Memori
Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi Jantung : bradikardi, hipertensi Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus1. 10. Pemeriksaan Diagnostik
1. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi
pada sistem ventrikel dan cisterna.
2. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
3. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur;
dan posisi selatursika.
4. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron.
5. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
6. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi
abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar
darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif
1. 11. Diagnosis Banding
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif.
Setiap proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas,
sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan beberapa hal
berikut :
• Abses intraserebral
• Epidural hematom
• Hipertensi intrakranial benigna
• Meningitis kronik.
1. 12. Prognosis
Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di
Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang
tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka
ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka
ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-40%. Terapi
tumor otak di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk,
berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit
di Jakarta.
1. 13. Therapi/Tindakan
a. Pembedahan
Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan
untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor
tertentu yang tidak dapat direseksi.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan
tumor otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan
dan persiapan pra bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik,
kecermatan dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta
perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara dan teknik operasi
dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar laser,
ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime ultrasound yang
membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan
aman.
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal.Adapun efek samping : kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot
pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
- Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan,
kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode
yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan
astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi tambahan
berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai
terapi paliatif.Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar
dalam aliran darah.Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu
makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah
bermetastase
e. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial,
namun tidak berefek langsung terhadap tumor.
1. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Data Subjektif
v Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
• Nama
• Jenis kelamin
• Usia
• Status
• Agama
• Alamat
• Pekerjaan
• Pendidikan
• Bahasa
• Suku bangsa
• Dx Medis
• Sumber biaya
v Riwayat keluarga
• Genogram
• Keterangan genogram
v Status kesehatan
• Status kesehatan saat ini
- Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
- Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
- Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
• Status kesehatan masa lalu
- Penyakit yang pernah dialami
- Pernah dirawat
- Alergi
- Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain – lain yang merugikan
kesehatan)
• Riwayat penyakit keluarga
• Diagnosa Medis dan Therapi
.
v Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson,
yaitu :
1. Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk,
serta ukur respirasi rate.
1. Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS,
apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
1. Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah
ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
1. Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
1. Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan
aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah
didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.
1. Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala
penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas
(dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi,
lamanya dan skala nyeri)
1. Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS
1. Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat
ditemani keluarganya selama di RS.
1. Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan
lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
1. Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat
ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
1. Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
1. Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien
menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun
sebaliknya.
Data Objektif
v Pemeriksaan fisik
¶ Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
- Tingkat kesadaran CCS
• Tanda-tanda vital
• Keadaan fisik
o Kepala dan leher
o Dada
o Payudara dan ketiak
o Abdomen
o Genitalia
o Integument
o Ekstremitas
o Pemeriksaan neurologist
Pengkajian saraf cranial
1. Olfaktori(penciuman )
2. Optic (penglihatan )
3. Okulomotor(gerak ekstraokular mata,dilatasi pupil)
4. Troklear(gerak bola mata ke atas ke bawah)
5. Trigeminal(sensori kulit wajah,pergerakan otot rahang)
6. Abdusens(gerakan bola mata menyamping)
7. Fasial(ekspresi fasial dan pengecapan)
8. Auditori(pendengaran)
9. Glosofaringeal(pengecapan,kemampuan menelan,gerak lidah)
10. Vagus(sensasi faring,gerakan pita suara)
11. Aksesori(gerakan kepala dan bahu)
12. Hipoglosal(posisi lidah)
• Pemeriksaan ROM AKTIF & PASIF
v Pemeriksaan Penunjang
• Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi
pada sistem ventrikel dan cisterna.
• CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
• Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur;
dan posisi selatursika.
• Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron.
• Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
• Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi
abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar
darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi cerebral berhungan dengan
2. Nyeri akut berhubungan dengan
3. Resiko cidera berhungan dengan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
5. Ansietas berhubungan dengan
6. Resiko kekurangan nutrisi
3.Rencana tindakan
Dx1. Nyeri akut berhubungan dengan
Tujuan :Setelah diberikan askep selama …..x24 jam,diharapakan nyeri
yang dirasakan pasien berkurang dengan ,kriteria hasil:
• Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol,
• Wajah pasien tidak meringis
Intervensi :
mandiri
1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor
yang memperburuk dan meredakan.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang
cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera
jika nyeri timbul.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
mengurangi beratnya serangan.
4. Berikan kompres dingin pada kepala.
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
Kolaborsi
1. Berikan analgesik sesuai indikasi atau program medis.
R/ : menurunkan nyeri
Dx 2. Gangguan perfusi cerebral berhungan dengan
Tujuan :setelah diberikan askep selama ….x24 jam,diharapkan gangguan
perfusi jaringan berkurang/hilang,dengan kriteria hasil:
• Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran
biasa/perbaikan.kognisi,dan fungsi motorik/sensorik
• Tanda-tanda vita stabil
Intervensi :
mandiri
1.Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang
dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
R/untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat
2. Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
R/mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
adanya peningkatan TIK
3.Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
R/ mengukur kesadaran secara keseluruhan
4. Pantau tekanan darah
R/normalnya,autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan pada saat fluktasi tekanan darah sistemik
5.Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman
pnglihatan dan penglihatan kabur
R/gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan
mikroskopik pada otak ,mempunyai konskuensi terhadap keamanan dan
akan mempengaruhi intervensi
5Pantau suhu lingkungan sesuai indikasi
R/demam dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus .selanjutnya akan
terjadi peningkatan TIK
6. Pantau intake, output, dan ukur berat badan sesuai indikasi
R/ bermanfaat sebagai indicator dari total cairan tubuh yang terintegrasi
dengan perfusi jaringan
7.Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
R/petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK
8.Hindari /batasi penggunaan restein
R/restein mekanik dapat menanbah respons melawan yang akan
meningkatkan TIK
Kolaborasi
1.tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat
ditoleransi
R/meningkatkan aliran balik vena dari kepala,sehingga akan mengurangi
kongesti dan
edema atau resiko terjadi peningkatan TIK
Dx 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24
jam ,diharapkan Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi ,dengan criteria hasil:
-Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi
mandiri
1.Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu
makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi
mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam
lemak
Posted 20th November 2011 by JoenK Ame
0
Add a comment
•
Nov
9
ASKEP HIPERTENSI
Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm
Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman
Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997) Dari ketiga definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang
abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolic lebih dari 90
mmHg.
Etilogi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis
pada orang tua erta pelabaran pembuluh darah.Berdasarkan etiologinya
Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)Penyebab tidak diketahui namun banyak
factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na,
obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim
renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan
endokrin dll.
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukanke
sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada
rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga
dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan
lelah, muka pucat suhu tubuh rendah.
Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan, gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah
otak.Penatalaksanaan MedisPenanggulangan hipertensi secara aris besar
dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan:a.
Penatalaksanaan Non armakologis.
1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan
seperti berjalan, ogging, bersepeda atau berenang
.b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral
.4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Test diagnostic.
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti :hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulas
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan
kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan
dalam
terapi obat.
Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah /
beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam
rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan
gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi. Dunyut
pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena)
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan
S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu
untuk
menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek
tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).
Diagnosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter
:
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan
kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik
penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu
keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan).
Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan
peningkatan
tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi
yang
diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta
teknik
relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan
sakit
kepala dan komplikasinya).
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk.
(Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan
penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti
ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan
saraf
simpatis).
Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil :
klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan
kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga
yang
tepat secara individu.
Intervensi
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi,
kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan
dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan
menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi
untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra
vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan
berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat
mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara
mengubah
kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi
yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan
perhatian
pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya,
menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi
potensial
situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan
mengubahnya.
Intervensi
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu
untuk
megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi
mekanisme
koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan
dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah
langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan
partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan
koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang
anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan
tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).
IV. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan
mekanisme
koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi
penyakitnya.
Posted 9th November 2011 by JoenK Ame
0
Add a comment
•
Nov
9
ASKEP APENDIKSITIS
A. PENGERTIAN
Appendiksitis adalah merupakan peradangan pada appendik periformil.
yaitu saluran kecil yang mempunyai diameter sebesar pensil dengan
panjang 2-6 inci. Lokasi appendik pada daerah illiaka kanan,dibawah
katup illiocaecal,tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc burney.
B. B.ETIOLOGI
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh
hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi
karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami
bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema
dan ulserasi mukosa.Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang
ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
1. Ulserasi pada mukosa.
2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing.
5. Tumor.
6. Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.
C. TANDA DAN GEJALA
Anoreksia biasanya tanda pertama-
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu
kemudian-
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal).
Retrosekal/nyeri punggung/pinggang.-
postekal/nyeri terbuka → diare.-
Muntah, demam → derajat rendah, kecuali ada perforasi.-
Lekositosis → bervariasi, tidak mempengaruhi diagnosa/penatalaksanaan-
D. DIAGNOSA BANDING
Adenisitis Mensentrik.-
Kista ovari-
Koletiasis-
Batu ginjal/uretra.-
Diverkulitis-
E. KOMPLIKASI
Perforasi dengan pembentukan abses-
Peritonitis generalisata-
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.-
F. PENATALAKSANAAN
Tidak ada penataksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di
lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah
meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan
manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop.
Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%.
Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis.
Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien
sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien
memerlukan antibiotik dan drainase
G. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab
terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda asing
seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan
sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan ( Karsinoma Karsinoid )
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan
menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan
peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan
usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit
disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum
terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium
parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah,
keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu
pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang
berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi
akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis
abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis,
apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan
daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua
karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya
hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ;
1982).
INSIDEN
Appendiksitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun.
Pada wanita dan laki-laki insidennya sama terjadi kecuali pada usia
pubertas.Dan usia 25 tahun lebih banyak dari laki-laki dengan
perbandingan 3 : 2.
PENCEGAHAN
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi
dan peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus
dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya
diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga
menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda
appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan
peritonitis.
PRIORITAS MASALAH
1.Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan
bawah post operasi appenditomi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
appendiktomi.
4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan
secara oral
RENCANA KE PERAWATAN
1.Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen
post operasi appendiktomi
TUJUAN
Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
-tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat
1. Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri
dengan tepat
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler
3.Dorong ambulasi dini
4.Berikan aktivitas hiburan
5. Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika
RASIONAL
1.Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan
penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
2. Menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ
4. meningkatkan relaksasi
5. Menghilangkan nyeri
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri
TUJUAN
Toleransi aktivitas dengan kriteria :
-klien dapat bergerak tanpa pembatasan
-tidak berhati-hati dalam bergerak
INTERVENSI
1. catat respon emosi terhadap mobilitas
2.Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien
3. Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan
RASIONAL
1.Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan
2. Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan
3. Memperbaiki mekanika tubuh
4. Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
3.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
appendiktomi
TUJUAN
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
-tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
INTERVENSI
1. Ukur tanda-tanda vital
2. Observasi tanda-tanda infeksi
3. Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan
aseptik
4. Observasi luka insisi
RASIONAL
1. Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
2. Deteksi dini terhadap infeksi akan mempermudah dalam
3. Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4. Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan
pemasuka n cairan secara oral
TUJUAN
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
INTERVENSI
1.Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh
2.Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
3.Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena
RASIONAL
1.Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
2.Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
3.Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan
meningkatkan fungsi ginjal
Daftar Pustaka
1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta
2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000,
Jakarta.
3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC,
2000, Jakarta.
4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan
Gastrointestinal), EGC, Jakarta.
Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina
Aksara Jakart