digilib.uns.ac.id/Asrru-Sh... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ASR RINA MEGAWATI commit...
-
Upload
vuongkhanh -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of digilib.uns.ac.id/Asrru-Sh... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ASR RINA MEGAWATI commit...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ASRĀRU `SH-SHALĀT:
SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN
RESEPSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
RINA MEGAWATI
C0206045
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Rina Megawati
NIM : C0206045
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Asrāru `sh-Shalāt:
Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Resepsi adalah betul-betul karya sendiri,
bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya
saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 14 Januari 2011
Yang membuat pernyataan,
Rina Megawati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini merupakan wujud akhir dari perjuangan selama perkuliahan yang
kupersembahkan untuk:
Ayahanda Kelik Suwarto dan Ibunda Bekti Setyowati, yang telah sabar
menantikan karya ini selesai.
Kakanda Indah Fajarwati yang senantiasa menanyakan kabar skripsi ini.
Kawan terkasih Dananjaya Prananditya, yang setia mengiringi dalam setiap
perjuangan meraih cita dan cinta.
Ibunda Noegroho Djarwanti yang sudah mendukung dan mendoakan setiap
waktu.
Sahabat tersayang, Yuliyanti, Rohmawati, Norma, dan Farida, yang selalu
menyulut api semangat.
Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Semua yang bergelut dengan ilmu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
“(1) Demi waktu matahari sepenggalahan naik, (2) Dan demi malam apabila telah
sunyi (gelap), (3) Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci
kepadamu. (4) Dan Sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada yang
sekarang (permulaan).”
(Terjemah QS Ad-Dhuha: 1–4)
“Genggamlah impianmu erat-erat sebab seandainya impianmu mati, hidup laksana
seekor burung yang sayapnya patah dan tak mampu terbang.”
(Carrol Spinney, The Wisdom of Big Bird)
“Tak masalah seberapa lambat kamu berjalan, asalkan kamu tidak berhenti.”
(Carrol Spinney, The Wisdom of Big Bird)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan hasil perjuangan yang cukup panjang yang
senantiasa diiringi dengan semangat. Sebagai sebuah skripsi yang mengambil
objek naskah kuna, bukan sesuatu yang mudah dilakukan karena membaca,
memahami, dan mengungkapkan isi sebuah naskah kuna diperlukan kesabaran
dan ketelitian. Untuk itu, segala puji hanya bagi Allah Swt. yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik, walaupun telah melalui waktu yang cukup lama, karena sebagian
hasil penelitian ini mengalami dua kali kehilangan data dalam program komputer.
Skripsi ini, selain sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, juga berusaha
untuk memberikan kontribusi ilmiah, yang tidak akan berjalan dengan baik
manakala tidak ada bantuan yang diberikan oleh pihak-pihak terkait. Dalam
kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Drs. Sudarno, M.A.,
selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Untuk
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan motivasi
dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Selanjutnya terima kasih kepada Dwi Susanto, S.S., M.Hum., selaku
Pembimbing Akademik selama perkuliahan. Untuk Prof. Dr. Bani Sudardi,
M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang penuh perhatian dan kesabaran
memberikan petunjuk, arahan, dan motivasi bagi peneliti. Untuk Drs. Sholeh
Dasuki, M.S., selaku Dosen Penelaah proposal skripsi, yang dengan sabar
memberikan arahan-arahan ketika penyusunan skripsi. Untuk Asep Yudha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Wirajaya, S.S., yang telah memberikan informasi mengenai naskah, sehingga
penelitian ini dapat dilakukan. Untuk seluruh dosen Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, khususnya Jurusan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu,
wawasan, dan pengalaman yang tidak terlupakan selama perkuliahan.
Terima kasih untuk Ayahanda Kelik Suwarto dan Ibunda Bekti Setyowati,
atas doa yang terus terlimpah dengan keikhlasannya, atas segala cinta dan kasih
sayang yang tercurah tanpa batas, atas cucuran keringat yang senantiasa mengalir
tanpa pamrih, serta ajaran dan perjalananmu jua baik yang tegar maupun yang
samar. Untuk kawan terkasihku Dananjaya Prananditya yang telah membantu
peneliti pada waktu pengumpulan data dan mengantarkan ke mana saja ketika
melakukan konsultasi di pesantren-pesantren dan dengan cinta dan kesetiaannya
selama tujuh tahun telah mendampingi perjuangan meraih cita.
Terima kasih untuk Ibunda Noegroho Djarwanti, Kakanda Indah
Fajarwati, rekanku Taru, Ferry, Henry, dan Astri Chandra, yang senantiasa
mendoakan dan menanyakan kabar skripsi ini, meskipun terpisah oleh jarak.
Untuk Sahabat-sahabat tersayang , yaitu Yuliyanti, Rohmawati, Norma, dan
Farida, yang sama-sama bergelut dengan filologi. Kalian adalah pemberi
semangat yang luar biasa.
Terima kasih untuk Bapak Ahmad Dahlan, Ustad Novel, dan Bapak Agus
Himawan yang sudah bersedia menjadi narasumber. Selain itu peneliti juga minta
maaf kepada Ustad Novel karena telah mengganggu kesibukan beliau yang luar
biasa. Sulit untuk bertemu muka dengan beliau. Bukan sekali dua kali peneliti
terpaksa gagal bisa bertemu muka meskipun sudah kencan sebelumnya. Namun,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
beliau bersedia menelepon dalam rentang waktu dini hari sampai pagi demi
kelancaran penulisan skripsi ini.
Terima kasih pula untuk teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2006,
baik teman-teman bidang linguistik atau sastra. Terima kasih atas persahabatan
dan kebersamaannya selama ini dan jangan pernah lupakan bahwa “Aku Sayang
Kita”. Terakhir, terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan tersebut mendapatkan
balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan
untuk menanmbah wacana yang lebih baik lagi dan semoga skripsi dapat
bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran di dunia akademis.
Surakarta, Januari 2011
Peneliti
Rina Megawati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTRA SKEMA .............................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xv
ABSTRAK ......................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................ 7
C. Perumusan Masalah ............................................................. 8
D. Tujuan Penelitian ................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian ............................................................... 8
F. Sistematika Penelitian .......................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 11
A. PENYUNTINGAN TEKS ................................................... 11
1. Inventarisasi Naskah ...................................................... 12
2. Deskripsi Naskah ........................................................... 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
3. Transliterasi .................................................................... 13
4. Kritik Teks ...................................................................... 14
B. PENGKAJIAN TEKS ........................................................... 14
1. Struktur Sastra Kitab ...................................................... 14
2. Resepsi ............................................................................ 19
C. Kerangka Pikir ..................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 25
A. Metode Penyuntingan Teks ................................................... 25
1. Sumber Data ................................................................... 25
2. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 26
3. Teknik Analisis Data ....................................................... 26
4. Teknik Penyajian Data .................................................... 27
B. Metode Pengkajian Teks ...................................................... 27
1. Metode Analisis Struktur ............................................... 27
2. Metode Analisis Resepsi ................................................ 29
C. Teknik Penarikan Simpulan ................................................. 30
BAB IV SUNTINGAN TEKS ................................................................. 31
A. Inventarisasi Naskah ............................................................ 31
B. Deskripsi Naskah ................................................................. 33
1. Bagian Umum ................................................................. 33
2. Bagian Khusus ............................................................... 35
C. Ikhtisar Isi Teks .................................................................... 46
D. Kritik Teks ........................................................................... 48
E. Suntingan Teks ..................................................................... 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Tanda .............................................................................. 63
2. Pedoman Ejaan ............................................................... 64
3. Pedoman Penyuntingan ................................................... 65
4. Suntingan Teks ............................................................... 67
F. Daftar Kata Sukar ................................................................. 90
1. Kosa kata Arab ............................................................... 90
2. Kosa kata Arkais ............................................................ 98
3. Istilah Arab ..................................................................... 99
BAB V ANALISIS DATA ..................................................................... 101
A. Analisis Struktur .................................................................. 101
1. Struktur Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt .................... 101
2. Gaya Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt ......................... 104
3. Pusat Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt ......................... 107
4. Gaya Bahasa Teks Asrāru `sh-Shalāt ............................. 108
B. Analisis Resepsi ................................................................... 119
1. Sembahyang .................................................................... 120
2. Ma’rifatu `l-Lāh .............................................................. 137
BAB VI PENUTUP .................................................................................. 153
A. Simpulan ........................................................................................ 153
B. Saran .............................................................................................. 157
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 158
LAMPIRAN ....................................................................................................... 162
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Catchword .................................................................................. 38
Tabel 2 Lakuna ........................................................................................ 49
Tabel 3 Adisi ......................................................................................... 53
Tabel 4 Dittografi .................................................................................... 56
Tabel 5 Substitusi ...................................................................................... 58
Tabel 6 Transposisi ................................................................................... 62
Tabel 7 Bacaan Tidak Terbaca .................................................................. 62
Tabel 8 Pedoman Transliterasi .................................................................. 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR SKEMA
Halaman
Kerangka Pikir .................................................................................................... 23
Struktur Penyajian Teks ...................................................................................... 104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR SINGKATAN
a.s. : ‘alaihi sallam
cm : sentimeter
dll. : dan lain-lain
dst. : dan seterusnya
EYD : Ejaan yang Disempurnakan
hlm. : halaman
l : lebar
p : panjang
QS : Quran Surah
saw. : Salla `l-Lāhu ‘alaihi wa `s-sallam
Swt. : Subhanahu wa Ta‘alā
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK
Rina Megawati. C0206045. Asrāru `sh-Shalāt: Suntingan Teks, Analisis Struktur,
dan Resepsi. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan teks
Asrāru `sh-Shalāt? (2) Bagaimana struktur teks Asrāru `sh-Shalāt? dan (3)
Bagaimana resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyajikan suntingan teks Asrāru `sh-
Shalāt yang baik dan benar. Baik artinya mudah dibaca karena sudah
ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin, sedangkan benar artinya
kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah
dibenarkan dari kesalahan, (2) Mendeskripsikan struktur penyajian teks, gaya
penceritaan, pusat pengisahan, dan gaya bahasa yang terdapat dalam teks Asrāru
`sh-Shalāt, (3) Menguraikan resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt.
Metode dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam yaitu metode
penyuntingan teks dan metode pengkajian teks. Metode penyuntingan teks yang
digunakan berupa metode standar, sedangkan metode pengkajian teks berupa
metode struktur dan metode resepsi. Sumber penelitian berupa teks Melayu yang
berjudul Asrāru `sh-Shalāt. Teks ini termasuk dalam Naskah kumpulan yang
disalin oleh Teuku Lebai Dien. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
mengunduh (download) naskah online, mencetak hasil unduhan, dan membaca
secara keseluruhan teks dan suntingannya. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini, yakni (1) Teknik analisis struktur digunakan untuk
mengetahui struktur teks, (2) Teknik analisis resepsi digunakan untuk mengetahui
bagaimana resepsi pada teks. Teknik Penarikan simpulan dalam penelitian ini
dilakukan dengan teknik induktif, yaitu penarikan simpulan dengan cara berpikir
berdasarkan pengetahuan yang bersifat khusus ke pengetahuan yang bersifat
umum.
Dari hasil analisis diperoleh simpulan (1) Suntingan teks Asrāru `sh-
Shalāt mengunakan metode standar. Metode strandar merupakan metode yang
digunakan untuk penyuntingan naskah tunggal, penyunting menerbitkan teks
dengan mengadakan pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan dalam
teks. Kesalahan-kesalahan ini dicatat pada bagian kritik teks. Dalam kritik teks
ditemukan beberapa kesalahan, yakni 36 buah lakuna, 18 buah adisi, 20 buah
dittografi, 27 buah subtitusi, 2 buah transposisi, dan 3 buah bacaan yang tidak
terbaca, (2) Struktur teks Asrāru `sh-Shalāt adalah struktur sastra kitab, yang
meliputi struktur penyajian teks, pusat penyajian, gaya penyajian teks, dan gaya
bahasa. Dilihat dari struktur teksnya, teks Asrāru `sh-Shalāt berstruktur sistematis
terdiri dari pendahuluan, isi, penutup. Dilihat dari segi gaya penyajiannya, dalam
teks Asrāru `sh-Shalāt ditemukan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat
bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Disamping itu, pusat
penyajian teks menggunakan metode orang ketiga atau author omniscient. Dari
segi gaya bahasa, teks Asrāru `sh-Shalāt meliputi kosa kata, ungkapan, dan
sarana retorika, (3) Secara garis besar teks Asrāru `sh-Shalāt membahas mengenai
sembahyang dan uraian mengenai ma’rifatu `l-Lāh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ASRĀRU `SH-SHALĀT:
SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN RESEPSI
Rina Megawati1
Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum.2
ABSTRAK
2011. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan
teks Asrāru `sh-Shalāt? (2) Bagaimana struktur teks Asrāru `sh-
Shalāt? dan (3) Bagaimana resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyajikan suntingan teks Asrāru
`sh-Shalāt yang baik dan benar. Baik artinya mudah dibaca karena
sudah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin,
sedangkan benar artinya kebenaran isi teks dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibenarkan
dari kesalahan, (2) Mendeskripsikan struktur penyajian teks, gaya
penceritaan, pusat pengisahan, dan gaya bahasa yang terdapat
dalam teks Asrāru `sh-Shalāt, (3) Menguraikan resepsi teks
Asrāru `sh-Shalāt.
Metode dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam yaitu
metode penyuntingan teks dan metode pengkajian teks. Metode
penyuntingan teks yang digunakan berupa metode standar,
sedangkan metode pengkajian teks berupa metode struktur dan
metode resepsi. Sumber penelitian berupa teks Melayu yang
berjudul Asrāru `sh-Shalāt. Teks ini termasuk dalam Naskah
kumpulan yang disalin oleh Teuku Lebai Dien. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan mengunduh (download)
naskah online, mencetak hasil unduhan, dan membaca secara
keseluruhan teks dan suntingannya. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini, yakni (1) Teknik analisis struktur
digunakan untuk mengetahui struktur teks, (2) Teknik analisis
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0206045
2 Dosen Pembimbing
resepsi digunakan untuk mengetahui bagaimana resepsi pada teks.
Teknik Penarikan simpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik induktif, yaitu penarikan simpulan dengan cara berpikir
berdasarkan pengetahuan yang bersifat khusus ke pengetahuan
yang bersifat umum.
Dari hasil analisis diperoleh simpulan (1) Suntingan teks Asrāru
`sh-Shalāt mengunakan metode standar. Metode strandar
merupakan metode yang digunakan untuk penyuntingan naskah
tunggal, penyunting menerbitkan teks dengan mengadakan
pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan dalam teks.
Kesalahan-kesalahan ini dicatat pada bagian kritik teks. Dalam
kritik teks ditemukan beberapa kesalahan, yakni 36 buah lakuna,
18 buah adisi, 20 buah dittografi, 27 buah subtitusi, 2 buah
transposisi, dan 3 buah bacaan yang tidak terbaca, (2) Struktur teks
Asrāru `sh-Shalāt adalah struktur sastra kitab, yang meliputi
struktur penyajian teks, pusat penyajian, gaya penyajian teks, dan
gaya bahasa. Dilihat dari struktur teksnya, teks Asrāru `sh-Shalāt
berstruktur sistematis terdiri dari pendahuluan, isi, penutup. Dilihat
dari segi gaya penyajiannya, dalam teks Asrāru `sh-Shalāt
ditemukan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa
Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Disamping itu,
pusat penyajian teks menggunakan metode orang ketiga atau
author omniscient. Dari segi gaya bahasa, teks Asrāru `sh-Shalāt
meliputi kosa kata, ungkapan, dan sarana retorika, (3) Secara garis
besar teks Asrāru `sh-Shalāt membahas mengenai sembahyang dan
uraian mengenai ma’rifatu `l-Lāh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan dapat dikatakan sebagai hasil karya manusia yang berupa
gagasan, aktivitas, dan kebendaan. Kebudayaan dimiliki oleh masyarakat dan
diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak bisa
diukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui dari jejak-jejak yang ditinggalkan
oleh manusia yang menciptakannya.
Tiap-tiap bangsa, salah satunya Indonesia memiliki kebudayaan. Indonesia
yang dihuni oleh berbagai suku bangsa memiliki kebudayaan yang beragam.
Untuk memahami kebudayaan sebagai hasil peninggalan masa lalu diperlukan
media yang memuat informasi-informasi dari masa lampau. Informasi-informasi
tersebut dapat diperoleh melalui peninggalan yang berwujud fisik dan nonfisik.
Kebudayaan yang berwujud fisik dapat berupa candi, prasasti, dan naskah kuna.
Kebudayaan yang berwujud nonfisik berupa nilai-nilai budaya, seperti tata krama,
adat istiadat, dan norma-norma kehidupan.
Berdasarkan bentuknya, prasasti dan naskah kuna merupakan peninggalan
kebudayaan yang berbentuk tulisan. Selain bentuk tulis tersebut ada juga
peninggalan yang berbentuk lisan. Namun, pada hakikatnya tidak ada peninggalan
suatu bangsa yang lebih memadai untuk keperluan penelitian sejarah dan
kebudayaan daripada kesaksian tertulis yang disusun oleh suatu bangsa dalam
masa hidupnya. Tulisan-tulisan inilah yang disebut naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Peninggalan suatu kebudayaan yang berupa naskah, dapat dikatakan
sebagai dokumen yang paling menarik bagi para peneliti kebudayaan (Siti
Baroroh Baried, et. al. 1994:83). Melalui naskah kuna ini dapat diketahui secara
lebih nyata tentang kebudayaan suatu bangsa. Hal ini berarti bahwa isi suatu
naskah dapat meliputi nilai-nilai budaya masa lampau dalam aspek kehidupan
budaya suatu bangsa yang mencakup bidang-bidang filsafat, kehidupan agama,
kepercayaan, dan lain-lain.
Naskah sebagai dokumen yang memuat berbagai informasi memiliki
berbagai sebutan dan arti. Edwar Djamaris (2002:3) menyebutkan beberapa
penyebutan naskah, yakni dalam bahasa Latin disebut codex, dalam bahasa
Inggris disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut handschrift. Pengertian naskah dapat diartikan sebagai berikut.
1. Naskah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:954) diartikan (1)
sebagai karangan yang masih ditulis dengan tangan, (2) karangan seseorang
yang belum diterbitkan, (3) bahan-bahan berita yang siap untuk diset, (4)
rancangan.
2. Siti Baroroh Baried, et.al. (1994:55) dan Panuti Sudjiman (1995:11)
mengartikan naskah sebagai benda kongkret yang dapat dilihat atau dipegang,
seperti semua bahan tulisan tangan (handschrift).
3. Edwar Djamaris (2002:3) memberi pengertian naskah sebagai semua bahan
tulisan tangan pada kertas, lontar, kayu, dan rotan.
4. Bani Sudardi (2003:10-11) menyatakan bahwa naskah sebagai tempat teks-
teks tertulis, yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
simbol-simbol bahasa untuk menyampaikan dan mengapresiasikan hal-hal
tertentu.
5. Robson (1978:5) berpendapat bahwa naskah merupakan warisan rohani
bangsa Indonesia, di dalamnya mengandung perbendaharaan dan cita-cita
nenek moyang.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, naskah dapat dikatakan sebagai
semua bentuk tulisan tangan hasil budaya masa lampau yang mengandung
pemikiran, pengetahuan, adat istiadat, serta gambaran perasaan dan perilaku
masyarakat masa lalu. Meskipun demikian, naskah merupakan salah satu bentuk
warisan kebudayaan yang kurang mendapat perhatian, bahkan dari masyarakat
Indonesia sendiri.
Kurangnya perhatian tersebut dapat diketahui dari kasus pernaskahan yang
terjadi di Indonesia, seperti kasus jual-beli naskah. Naskah-naskah yang masih ada
di masyarakat banyak diburu oleh kolektor, kemudian diperjualbelikan. Praktik
jual-beli tersebut biasanya dilakukan oleh pewaris naskah kuna dengan pihak
asing. Orang-orang asing membujuk pemilik naskah agar bersedia menjual naskah
kuna yang dimilikinya. Mereka menawarnya hingga jutaan rupiah untuk setiap
naskah. Bagi pemilik naskah kuna yang kemungkinan taraf ekonominya tidak
begitu baik pada akhirnya pun tergiur. Praktik ini tidak hanya terjadi untuk
naskah-naskah yang masih berada di masyarakat, namun naskah yang berada di
institusi pun rupanya tidak luput dari praktik tersebut, seperti kasus hilangnya
beberapa naskah kuna di museum Radya Pustaka, Solo.
Selain permasalahan jual-beli naskah, perhatian pada naskah masih
dirasakan kurang dikarenakan sulitnya mengetahui isi naskah yang tulisannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
masih menggunakan bahasa dan aksara lampau yang sulit dipahami oleh orang-
orang masa kini, seperti halnya naskah kuna yang terdapat di Indonesia ditulis
dengan menggunakan berbagai bahasa dan aksara. Di beberapa daerah, naskah
kuna ditulis dengan menggunakan huruf daerah. Jika suatu kawasan tidak
memiliki huruf daerah, biasanya digunakan huruf Arab. Pada naskah Melayu,
bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan hurufnya Arab (Jawi) (Sri
Wulan Rujiati Mulyadi, 1994:5). Oleh karena itu, untuk mengetahui isi naskah-
naskah tersebut diperlukan kemampuan disiplin ilmu tertentu. Ilmu khusus yang
dapat menelaah naskah adalah filologi.
Kata filologi, secara etimologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti
‘cinta’ dan kata logos yang berarti ‘kata’. Pada kata filologi, kedua kata tersebut
membentuk arti ‘cinta kata’ atau ‘senang bertutur’. Arti tersebut berkembang
menjadi ‘senang belajar’, ‘senang ilmu’, dan ‘senang kebudayaan’ (Siti Baroroh
Baried, et. al. 1983:1). Berdasarkan istilah tersebut, filologi dapat diartikan
sebagai cinta pada ilmu dengan objek penelitiannya naskah yang bertujuan
menemukan bentuk asal dan bentuk mula teks dan mengungkapkan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya.
Filologi sebagai suatu studi, dapat membantu penelitian terhadap naskah-
naskah di Indonesia. Penelitian terhadap naskah-naskah masih cenderung
dilakukan pada naskah-naskah yang tersimpan di PNRI (Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia) di Jakarta. Hal tersebut dikarenakan perpustakaan tersebut
adalah perpustakaan yang paling banyak menyimpan naskah, yaitu mencapai
9.626 naskah (Nindya Noegraha dalam Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994:5-6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Padahal, ada beberapa daerah di Indonesia juga menyimpan naskah-naskah kuna
yang dapat dijadikan penelitian.
Salah satu daerah yang menyimpan naskah-naskah yang dapat dijadikan
penelitian adalah Aceh. Sebagai pusat penyebaran agama Islam terbesar di
Indonesia, banyak naskah bertema keislaman ditemukan di Aceh. Seperti yang
diketahui, pada tahun 2004 Aceh mengalami bencana tsunami. Sebagai akibatnya,
naskah-naskah di Aceh mengalami kerusakan dan bahkan sebagian besar hilang.
Oleh karena itu amat disayangkan jika naskah-naskah yang tersisa tidak diteliti
dan hanya disimpan sebagai koleksi semata. Padahal, dari naskah tersebut dapat
diperoleh informasi mengenai ajaran agama Islam yang dapat dijadikan referensi
pendukung dalam usaha mendalami agama Islam.
Salah satu naskah keagamaan yan dapat dijadikan penelitian adalah naskah
kumpulan yang terdiri dari lima teks, yang salah satu teksnya berjudul Asrāru `sh-
Shalāt. Teks tersebut merupakan satu-satunya teks yang berbahasa Melayu, ditulis
dengan huruf Arab Melayu, sedangkan empat teks lainnya, peneliti tidak dapat
memastikan bahasa yang dipakai. Naskah tersebut diperoleh melalui katalog
online di internet yang diterbitkan oleh http://www.manassa.org, dengan status
URL: http://acehms.dl.unileipzig.de /receive/NegeriMSBook_islamhs _00001052
dan nomor inventarisasi 07_00334 yang diakses pada tanggal 13 Januari 2010,
pukul 17:07 WIB, sedangkan naskah aslinya tersimpan di Museum Negeri Banda
Aceh.
Teks Asrāru `sh-Shalāt tergolong dalam sastra kitab karena di dalamnya
berisi tentang ajaran Islam yang membahas perihal sembahyang yang disertai
ajaran ma’rifatu `l-Lāh, yang disajikan dalam bentuk tanya jawab. Teks tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
layak dijadikan bahan penelitian dengan memepertimbangkan alasan-alasan
berikut.
Pertama, perlu dilakukan usaha penyelamatan terhadap naskah. Hal
tersebut mengingat banyaknya naskah ditulis dengan menggunakan daun tal
(lontar), kulit kayu, bambu, dan kertas yang mudah lapuk dan hancur seiring
pertambahan usia naskah, sehingga dikhawatirkan akan punah. Meskipun
katalogisasi terhadap naskah-naskah Aceh sudah dilakukan, namun bentuk
penelitian lain dengan mengungkap isinya tetap perlu dilakukan.
Kedua, bentuk tulisan dengan menggunakan huruf Arab Melayu (Jawi)
tidak mudah dipahami oleh generasi sekarang. Sesuai dengan tugas seorang
filolog, maka peneliti tergerak untuk menyajikan suntingan dan tafsir teks.
Ketiga, kondisi fisik naskah baik dan lengkap tentunya telah memenuhi
syarat untuk dijadikan objek kajian. Naskah dikatakan baik karena tulisan yang
ditampilkan dalam katalog online dan ketika dicetak jelas dan mudah dibaca.
Naskah, khususnya teks berjudul Asrāru `sh-Shalāt dikatakan lengkap karena
jumlah halamannya utuh.
Keempat, belum ditemukan hasil penelitian menggunakan objek teks
Asrāru `sh-Shalāt. Hal ini diketahui dari pelacakan yang dilakukan pada beberapa
daftar penelitian sebelumnya, yakni dalam Direktori Naskah Nusantara (Edi S.
Ekadjati, 2000) dan daftar penelitian berupa skripsi dan disertasi yang dimiliki
sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas Sebelas Maret di Surakarta,
Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Universitas Diponegoro di Semarang,
dan Universitas Indonesia di Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Kelima, isi teks Asrāru `sh-Shalāt mengenai penjelasan sembahyang dan
ma’rifatu `l-Lāh, membimbing umat muslim mencapai ketentraman hati dalam
mengenal Allah sangat menarik untuk diteliti dan masih relevan diterapkan saat
ini, karena bersumber dari Alquran dan Hadis.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teks Asrāru `sh-
Shalāt sebagai salah satu warisan budaya masa lampau yang yang menyimpan
ajaran agama Islam dirasa perlu diselamatkan dari kepunahan. Salah satu upaya
untuk mewujudkannya adalah dengan mengadakan penelitian terhadap naskah
tersebut. Penelitian dilakukan dengan cara mentransliterasi dan menyajikannya
dalam bentuk suntingan agar lebih mudah dipahami dan dapat diambil
manfaatnya.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar pembahasan menjadi lebih
sistematis, tepat sasaran, dan dapat menjangkau tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan latar belakang, penelitian ini dibatasi pada tiga hal, yakni masalah
penyuntingan, analisis struktur, dan resepsi. Penyuntingan teks Asrāru `sh-Shalāt
meliputi kegiatan inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, dan
kritik teks. Analisis struktur dibatasi pada struktur sastra kitab yang meliputi
struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat pengisahan, dan gaya bahasa.
Analisis resepsi dibatasi pada tanggapan pembaca terhadap teks Asrāru `sh-
Shalāt.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimana suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt?
2. Bagaimana struktur teks Asrāru `sh-Shalāt?
3. Bagaimana resepsi pembaca terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt?
D. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya memiliki tujuan tertentu yang didasarkan pada
permasalahan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Menyajikan suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang baik dan benar. Baik
artinya mudah dibaca karena telah ditransliterasi dari huruf Arab Melayu ke
huruf Latin dan benar artinya kebenaran isi teks dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibenarkan dari
kesalahan.
2. Mendeskripsikan struktur teks Asrāru `sh-Shalāt.
3. Menguraikan resepsi pembaca terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara
teoretis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoretis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
sumbangan terhadap perkembangan penelitian filologi yang berobjek pada
naskah kuna. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian lain, baik di bidang filologi maupun bidang
ilmu lain. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat karena
telah menyajikan uraian teks Asrāru `sh-Shalāt melalui analisis struktur dan
resepsi pembaca.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini adalah wujud penyelamatan dan
pelestarian warisan budaya bangsa yang berbentuk naskah kuna. Penelitian
ini juga memperkenalkan keberadaan teks Asrāru `sh-Shalāt sebagai salah
satu hasil karya sastra lama yang berisi uraian sembahyang dan mengenal
Allah. Selain itu, melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
keimanan kepada Allah, mengembangkan kepribadian diri, dan membentuk
sifat dan perilaku yang lebih baik.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terbagi atas enam bab, yaitu pendahuluan, landasan teori,
metode penelitian, suntingan teks, analisis teks dan penutup. Sistematika
penulisan disusun secara berurutan. Masing-masing bab diuraikan sebagai berikut.
Bab pertama merupakan bab pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penilitian yang terinci dalam manfaat teoretis dan manfaat praktis, dan sistematika
penulisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Bab kedua merupakan landasan teori. Bab ini berisi mengenai teori
penyuntingan dan pengkajian teks dan kerangka pikir. Teori penyuntingan
meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi dan kritik teks. Teori
pengkajian teks meliputi teori struktur sastra kitab dan resepsi.
Bab ketiga berisi metode penelitian. Pada bagian metode penelitian,
diuraikan mengenai langkah kerja penelitian yang terdiri dari metode
penyuntingan teks dan metode pengkajian teks yang terdiri dari metode analisis
struktur dan metode analisis resepsi. Pada masing-masing metode diuraikan
sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian data.
Di bagian akhir dijelaskan mengenai teknik penarikan simpulan.
Bab keempat merupakan bentuk suntingan teks. Bab ini berisi mengenai
proses penyuntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang terdiri dari inventarisasi naskah,
deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, kririk teks, pengantar penyuntingan, dan hasil
suntingan teks.
Bab kelima analisis. Bab ini berisi analisis teks Asrāru `sh-Shalāt yang
terdiri dari analisis struktur teks (meliputi struktur penyajian, gaya penyajian,
pusat penyajian, dan gaya bahasa) dan analisis resepsi.
Bab keenam penutup yang merupakan akhir pada penelitian skripsi ini.
Pada bagian penutup ini berisi simpulan hasil penelitian terhadap teks Asrāru `sh-
Shalāt dan saran bagi pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penyuntingan Teks
Filologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang bertujuan untuk
mengungkapkan kandungan teks yang tersimpan dalam naskah. Bani Sudardi
(2003:7) berpendapat bahwa salah satu bentuk kegiatan praktis filologi ialah
membuat suntingan suatu teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks
yang rusak.
Penyuntingan teks memerlukan metode yang disesuaikan dengan jenis
naskah yang akan disunting. Dengan menggunakan metode yang tepat, maka akan
diperoleh suntingan yang baik dan benar. Baik diartikan mudah dibaca karena
sudah ditransliterasikan ke dalam huruf yang mudah dibaca, misalnya huruf Arab
Melayu ke huruf Latin. Benar diartikan bahwa kebenaran isi teks dapat
dipertanggungjawabkan karena telah dilakukan perbaikan dari kesalahan.
Penyuntingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1358)
diartikan suatu proses atau cara, pembuatan atau pekerjaan, menyiapkan naskah
siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian isi
dan bahasa (menyangkut ejaan diksi, dan struktur kalimat atau yang bisa dikenal
dengan pengeditan).
Edwar Djamaris (2002:24-26) berpendapat penyuntingan teks dapat
dibedakan dalam dua hal, yakni penyuntingan naskah tunggal jika hanya terdapat
satu naskah dan penyuntingan naskah jamak jika lebih dari satu naskah. Langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam penyuntingan adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1. Inventarisasi Naskah
Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengumpulkan naskah yang ada
di masyarakat melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi
katalog dilakukan dengan mendaftar semua naskah yan akan diteliti melalui
katalog naskah. Naskah yang terdaftar di katalog biasanya dimiliki oleh
museum atau instansi yang menaruh perhatian terhadap naskah. Bani Sudardi
(2003:47) mengemukakan bahwa beberapa katalog tersebut seringkali belum
lengkap dengan adanya penemuan-penemuan naskah baru. Penemuan naskah
baru sering diinformasikan melalui artikel-artikel atau hasil-hasil penelitian.
Untuk itu, inventarisasi naskah perlu juga dilengkapi dengan pembacaan
sejumlah artikel tentang penemuan dan informasi tentang naskah.
Tahap selanjutnya adalah studi lapangan. Studi lapangan dilakukan
dengan mendatangi tempat-tempat yang diduga menyimpan naskah, termasuk
di masyarakat, misalnya pondok pesantren. Hal tersebut disebabkan karena
sebagian naskah di masyarakat tersimpan sebagai koleksi pribadi.
2. Deskripsi Naskah
Tahap kedua adalah deskripsi naskah. Tahap ini dilakukan setelah
berhasil menentukan naskah yang akan diteliti. Deskripsi naskah dilakukan
dengan menguraikan secara rinci keadaan naskah yang akan diteliti. Semua
naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran
naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan garis besar isi
cerita (Edwar Djamaris, 2002:11). Wilayah deskripsi naskah tersebut dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
diperluas lagi sehingga diperoleh keterangan yang lebih rinci, sehingga dapat
diketahui karakteristik naskah.
3. Transliterasi
Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari
abjad yang satu ke abjad yan lain. Tahap ini sangat penting untuk
memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan huruf daerah karena
kebanyakan orang sudah tidak mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan
daerah (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994:63-64).
Teks-teks lama juga ditulis tanpa memperhatikan unsur-unsur tata
tulis yang merupakan kelengkapan wajib untuk memahami teks. Hal ini
berkaitan dengan gaya penceritaan yang mengalir terus karena pada zaman
dulu, teks dibawakan atau dibacakan pada peristiwa-peristiwa tertentu untuk
dihayati dan dinikmati bersama. Penulisan kata-kata yang tidak
mengindahkan pemisahan serta penempatan tanda baca yang tidak tepat dapat
menimbulkan arti yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam transliterasi
dibutuhkan pedoman ejaan yang dibakukan sehingga akan membantu
pembaca dalam memahami isi teks, dan akan lebih bermanfaat lagi bagi
peminat dari daerah lain di Nusantara (Siti Baroroh Baried, et. al. 1985:65).
Terkait dengan masalah transliterasi, dapat dikatakan bahwa peneliti
filologi memiliki dua tugas pokok. Pertama, menjaga kemurnian bahasa lama
dalam naskah, khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan
ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk aslinya, tidak disesuaikan
penulisannya dengan penulisan kata menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Hal ini dimaksudkan agar data
mengenai bahasa lama dalam naskah itu tidak hilang. Tugas pokok kedua
peneliti filologi dalam transliterasi adalah menyajikan teks sesuai dengan
pedoman ejaan yang berlaku sekarang (Edwar Djamaris, 2002:19-20).
4. Kritik Teks
Langkah setelah transliterasi adalah kritik teks. Kritik teks merupakan
kegiatan filologi yang paling utama. Istilah “kritik” berasal dari bahasa
Yunani krities yang berarti seorang hakim, krienein berarti menghakimi, dan
criterion berarti dasar penghakiman.
Kritik teks dalam filologi berarti memberi evaluasi terhadap teks,
meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat (Siti Baroroh
Baried, et.al. 1994:61). Pendapat lain diungkapkan oleh Bani Sudardi
(2003:55) bahwa kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang
tersimpan dalam nsakah untuk mendapatkan teks yang paling baik dan
mendekati aslinya (constituo textus).
B. Pengkajian Teks
1. Struktur Sastra Kitab
Agama Islam merupakan salah satu agama yang mengalami
perkembangan pesat di Indonesia, terlebih lagi di Aceh. Seiring
perkembangan tersebut, lahirlah corak kesusastraan yang berhubungan
dengan penyebaran agama Islam, yang mengandung ajaran agama Islam dan
diciptakan untuk menyebarluaskan agama Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Roolvink (dalam Liaw Yock Fang, 1991:204) menyatakan bahwa
untuk sementara waktu, kaidah yang paling baik untuk mengkaji sastra yang
dihasilkan di bawah pengaruh Islam itu adalah membaginya ke dalam
beberapa jenis atau kategori, yakni (1) cerita Al-Quran, (2) cerita Nabi
Muhammad, (3) cerita sahabat Nabi Muhammad, (4) cerita pahlawan Islam,
dan (5) sastra kitab.
Sastra kitab merupakan karya sastra melayu klasik yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur agama Islam. Sastra kitab berkembang pada abad
ke-17 di Aceh dan banyak mengangkat tema keagamaan terutama ilmu fikih
dan tasawuf. Yang membedakan sastra kitab dengan jenis sastra melayu
klasik lainnya, yakni bahwa dalam sastra kitab nama penulisnya tercantum
dalam setiap karyanya (Ahmad Taufiq, 2007:21).
Sastra kitab mencakup suatu bidang yang luas sekali. Roolvink (dalam
Liaw Yock Fang, 1993:41) berpendapat bahwa sastra kitab adalah sastra yang
memuat kajian tentang Alquran, tafsir, tajwid, arkan ul-islam, usuludin, fikih,
ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarekat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan
kitab tib (obat-obatan). Berdasarkan bentuknya, sastra kitab biasanya berupa
prosa dan puisi (syair). Pada hakikatnya, sastra kitab bertujuan untuk
menanamkan ajaran Islam, penguatan iman, dan meluruskan ajaran yang
dianggap menyimpang.
Sebagai hasil sastra lama bercorak Islam, sastra kitab memiliki ciri-
ciri khusus dalam hal strukturnya (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:152).
Struktur yang dimaksud merupakan struktur narasi atau penceritaan dalam
sastra kitab. Berikut ini unsur-unsur yang terdapat dalam struktur sastra kitab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
a. Struktur Penyajian
Struktur penyajian teks sama halnya dengan struktur penceritaan
dalam sastra fiksi yang berupa plot (alur). Sastra kitab pada umumnya
menunjukkan struktur yang tetap yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni
bagian pendahuluan, isi, dan penutup (Siti Chamamah Soeratno, et. al.
1982:152-154).
Bagian pertama, yaitu pendahuluan. Pada bagian pendahuluan,
sastra kitab memiliki struktur yang relatif tetap, dimulai dengan bacaan
basmallah, kemudian diikuti doa dan seruan, pengajaran-pengajaran
mengenai ketakwaan, serta salawat untuk Nabi Muhammad, para sahabat
dan keluarga Nabi Muhammad saw. Setelah itu, biasanya diikuti kata wa
ba’du sebagai ungkapan untuk menyudahi bacaan pembukaan, kemudian
dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai hal ihwal kepengarangan,
seperti nama pengarang, motivasi penulisan karangan, dan judul
karangan. Di dalam pendahuluan, biasanya dipergunakan bahasa arab
yang mengikuti terjemahannya secara interlinier. Bagian kedua,
membahas mengenai isi karangan yang berupa uraian masalah yang akan
dibahas. Pada bagian ini biasanya terbagi atas bab-bab dan pasal-pasal
tertentu. Bagian ketiga, berisi doa penutup, salawat kepada Nabi beserta
keluarga dan sahabat. Terdapat pula kata “tamat”, yang menandakan akhir
naskah.
Secara keseluruhan, struktur penyajian sastra kitab dapat dirinci
dengan mudah seperti berikut.
I. Pendahuluan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
a. 1. Doa dan seruan
2. Ajaran takwa
3. Salawat kepada Nabi Muhammad
b. Kata “wa ba’du”
c. Kepengarangan:
1. Nama Pengarang
2. Motivasi penulisan karangan
3. Judul karangan
II. Isi
Berupa uraian masalah yang dibahas. Biasanya dibagi dalam
bab-bab dan pasal-pasal.
III. Penutup
a. 1. Doa penutup kepada Tuhan dalam bahasa Arab yang diikuti
terjemahannya dalam bahasa Melayu.
2. Salawat kepada nabi beserta keluaranya dalam bahasa arab.
b. Kata “tamat”
b. Gaya Penyajian
Siti Chamamah Soeratno, et. al. (1982:160) mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan gaya penyajian adalah cara pengarang yang
khusus dalam menyampaikan ceritanya, pikiran, serta pendapat-
pendapatnya. Gaya penyajian dalam sastra kitab seringkali menggunakan
dua bahasa sekaligus, yakni dimulai dengan doa yang menggunakan
bahasa Arab diikuti dengan terjemahannya dalam bahasa Melayu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Penyajian isi dipaparkan dengan jelas sesuai dengan masalah yang
akan dibahas. Dalam setiap penyajiannya, biasanya dikuatkan dengan
kutipan ayat Alquran dan Hadis nabi. Selain itu, terdapat pula pendapat
dari para ulama, sahabat atau ahli agama. Hal ini digunakan untuk
memperkuat pendapat yang disampaikan oleh pengarang. Pada akhir
karangan ditutup dengan doa kepada Tuhan dan salawat kepada Nabi
beserta keluarganya, dan diberi kata “tamat”.
c. Pusat Penyajian
Pusat penyajian adalah posisi seorang pengarang dalam
menyampaikan cerita atau ajarannya. Pusat penyajian sastra kitab
dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah pusat penyajian orang
pertama (ich-erzahlung). Pada tipe pertama, semua pendapat dituturkan
sendiri oleh pengarang yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti aku,
saya, kami, atau kita. Tipe kedua adalah pusat penyajian orang ketiga
(omniscient author). Pada tipe kedua, pengarang dianggap sebagai maha
tahu dengan teks yang ditulisnya (Siti Chamamah Soeratno, et. al.
1982:172).
Pada umumnya pusat penyajian sastra kitab cenderung kepada
pusat penyajian tipe kedua, yakni metode pada orang ketiga. Metode ini
dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, metode orang ketiga bersifat
romantik-ironik (penceritaan yang menonjolkan pengarang). Kedua,
metode orang ketiga objektif (pengarang bersembunyi di balik tokoh-
tokohnya) (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:173).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
d. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:422)
diartikan sebagai (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang
dalam bertutur atau menulis, (2) pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu, (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa
sekelompok penulis sastra, (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan
perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. Gorys Keraf (2007:113)
mengartikan gaya bahasa sebagai cara menggunakan bahasa.
Gaya bahasa sastra kitab dapat dikatakan bersifat khusus.
Kekhususan tersebut dapat dilihat dalam kosa kata, istilah, kalimat yang
mempergunakan istilah Islam dan istilah Arab. Kosa katanya pun banyak
mengambil kosa kata Arab yang pemakaiannya disesuaikan dengan pokok
isi uraian teks. Untuk menghubungkan kata dan frase biasanya digunakan
kata “dan” yang berfungsi sebagai tanda baca koma. Selain itu digunakan
pula kata “bagi” dan kata “adalah”.
C. Resepsi
Resepsi sastra muncul pada akhir tahun 1960-an. Resepsi sastra adalah
bagaimana “pembaca” memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya,
sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya (Umar Junus,
1985:1). Pengertian lain resepsi sastra, yaitu suatu ajaran yang menyelidiki teks
dengan dasar reaksi atau tanggapan pembaca. Konsep teori resepsi dipelopori oleh
Hans Roberth Jauss dan Wolfgang Iser (Segers, 2000:35).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Berkaitan dengan pengertian resepsi, yakni bagaimana pembaca memaknai
karya sastra, dapat merujuk pada teori resepsi Wolfgang Iser. Ia mengatakan
bahwa sebuah teks sastra dapat didefinisikan sebagai wilayah indeterminasi
(ketidakpastian). Wilayah ketidakpastian itu merupakan tempat-tempat terbuka
atau ruang kosong (leerstellen), yang mengharuskan pembaca untuk mengisi
ruang kosong tersebut (Segers, 2000:36).
Iser juga mengemukakan mengenai wirkung atau effect. Pengertian
wirkung atau effect adalah bahwa fokus pada teks tidak lagi pada arti sastra, tetapi
apa pengaruhnya. Menurutnya, karya sastra juga dapat mempengaruhi pembaca
(Segers, 2000:40). Dengan demikian realisasi teks berupa tanggapan pembaca satu
dengan lainnya dapat berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan masing-masing
pembaca telah dibekali pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda.
Faktor pembaca dalam resepsi merupakan fokus utama. Pembaca tersebut
dibedakan menjadi tiga macam, yakni (a) pembaca ideal (pembaca dalam bentuk
konstruksi hipotesis yang dibuat oleh ahli teori dalam proses interpretasi, (b)
pembaca implisit (jangkauan menyeluruh dari indikasi tekstual yang
meengarahkan cara pembaca riil membaca), (c) pembaca riil (pembaca dalam arti
fisik, manusia yang melakukan tindak pembacaan) (Segers, 2000:47-50).
Bentuk-bentuk penelitian resepsi berdasarkan sumber datanya, dibedakan
menjadi tiga macam, yakni: (Luxemburg, 1989:78-84; Teeuw, 1984:208-217;
Bani Sudardi, 2003:49-51)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1. Penelitian Eksperimental
Penelitian resepsi eksperimental dilakukan dengan menyajikan teks
tertentu kepada pembaca tertentu, baik secara individual, maupun secara
berkelompok. Kemudian pembaca itu memberikaan tanggapannya. Penelitian
eksperimental dapat dilakukan melalui daftar pertanyaan (angket) dengan
pendekatan psikologis atau pendekatan sosiologi.
Penelitian resepsi eksperimental hanya dilakukan terhadap pembaca
masa kini, baik secara sinkronis maupun diakronis. Secara Sinkronik,
penelitian resepsi dilakukan terhadap sebuah karya sastra dalam satu masa
atau satu periode, sedangkan secara diakronis, penelitian resepsi dilakukan
terhadap resepsi pembaca dalam satu kurun waktu.
2. Penelitian Berdasarkan pada Kritik Sastra
Penelitian berdasarkan pada kritik sastra hanya dapat dilakukan pada
masyarakat yang sudah mengenal tradisi kritik. Kritik sastra dapat
dikategorikan sebagai laporan resepsi pembaca profesional yang mewakili
norma-norma yang berlaku di masyarakat waktu itu.
3. Penelitian Berdasarkan pada Fisik Teks.
Penelitian resepsi pada fisik teks dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa cara, yaitu:
a. Intertekstualitas, yakni relasi karya sastra terhadap karya sastra lain.
b. Hasil penyalinan suatu karya sastra yang setiap penyalinan mungkin
terjadi perubahan akibat berubahnya norma-norma estetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c. Penyaduran suatu karya sastra, baik di dalam suatu bahasa maupun ke
dalam bahasa lain.
d. Resepsi produktif, yakni mengolah karya sastra menjadi bentuk seni lain,
seperti seni lukis, film, komik.
e. Penerjemahan suatu karya sastra ke dalam bahasa asing.
f. Catatan dan tafsir teks di dalam naskah yang merupakan tanggapan hasil
pembacaan.
g. Pencantuman sebagian teks atau seluruhnya ke dalam suatu bunga
rampai, ensiklopedi, majalah, bahan bacaan sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, resepsi yang dipakai dalam penelitian ini
mendasarkan pada pembaca riil, yakni berupa reaksi (tanggapan) terhadap teks
seperti yang dipahaminya. Bentuk penelitian yang dipilih adalah penelitian pada
fisik teks yang berupa catatan (tafsir).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
D. Kerangka Pikir
teks
Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan peninggalan masa lampau berupa
tulisan yang kondisinya tidak mudah diterima masyarakat umum karena
ketidakmampuan mereka dalam membaca teks berhuruf Arab Melayu dan
berbahasa Melayu. Teks tersebut kemudian dipakai sebagai objek penelitian.
Dalam rangka mengungkap teks Asrāru `sh-Shalāt dilakukan beberapa tahap yang
berkaitan dengan menyediakan suntingan teks dan mengkaji (menganalisis ) teks.
Tahap pertama, yakni penyediaan suntingan teks dilakukan melalui
beberapa langkah yang meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar
isi, dan kritik teks. Penyuntingan teks dilakukan dengan tujuan menghasilkan
Teks Asrāru `sh-
Shalāt
Analisis Resepsi
Penyelamatan naskah dengan menyajikan
suntingan teks , mendeskripsikan struktur teks
dan memaparkan bentuk resepsi dalam Asrāru
`sh-Shalāt
Suntingan Teks
1. Inventarisasi
naskah
2. Deskripsi naskah
3. Ikhtisar isi
4. Kritik teks
1. Struktur penyajian
2. Gaya Penyajian
3. Pusat Penyajian
4. Gaya bahasa
Tafsir
Analisis Struktur
Teks
Pengkajian Teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
sebuah suntingan teks yang baik dan benar. Baik dalam arti mudah dibaca karena
sudah ditransliterasikan. Benar dalam pengertian kebenaran isi teks dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibersihkan dari kesalahan-
kesalahan. Tahap kedua, pengkajian teks yang dibedakan menjadi dua macam,
yakni analisis struktur dan analisis resepsi. Analisis struktur dibatasi pada struktur
sastra kitab yang terdiri dari struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian,
dan gaya bahasa. Analisis resepsi adalah analisis teks dengan menggunakan teori
resepsi yang berupa tafsir, sehingga isi teks lebih mudah dipahami pembaca.
Keseluruhan tahapan yang dilakukan tersebut, secara tidak langsung
merupakan salah satu bentuk penyelamatan warisan budaya yang berupa naskah,
mengingat bahan naskah terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penyuntingan Teks
1. Sumber Data
Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf atau
pernyataan yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt yang berhuruf Arab-
Melayu. Sumber data penelitian ini adalah naskah yang memuat teks Asrāru
`sh-Shalāt yang termasuk dalam koleksi naskah online Museum Negeri
Banda Aceh dengan nomor inventarisasi 07_00334.
Naskah tersebut diperoleh dengan mengunduh (download) pada situs
http://www.manassa.org, dengan status URL: http://acehms.dl.unileipzig.de/
receive/NegeriMSBook_islamhs_00001052. Situs tersebut merupakan bentuk
kejasama antara Museum Negeri Banda Aceh, Museum Ali Hasjmy (YPAH)
dan Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Aceh, Pusat
Pengkajian Islam dan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN)
yang bekerja sama dengan Manassa dan Centre for Documentation and Area-
Transcultural Studies (C-DATS) Tokyo University of Foreign Studies, Jepang,
serta bekerja sama dengan Institut Studi Islam-Universitas Leipzig Jerman.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan studi pustaka. Teknik pustaka merupakan teknik yang
mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Edi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Subroto, 2007:47-48). Teks Asrāru `sh-Shalāt diperoleh melalui dua tahap
sebagai berikut.
a. Tahap Informasi
Pada tahap ini peneliti berusaha mendapatkan informasi-informasi
mengenai naskah. Sebelum diperoleh data yang nyata, terlebih dulu dicari
berbagai keterangan berhubungan dengan data yang diperlukan. Pencarian
informasi naskah menggunakan sembilan katalog naskah. Pada akhirnya,
data diperoleh dari katalogus online yang diterbitkan oleh Museum
Negeri Banda Aceh bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Ali
Hasjmy dan beberapa lembaga yang lain.
b. Tahap pengunduhan dan print out
Tahap ini merupakan tahap pengambilan naskah yang memuat
teks Asrāru `sh-Shalāt sebagai objek penelitian. Pengambilan naskah
dilakukan dengan cara mengunduh (download) naskah yang terdapat
dalam situs online http://www.manassa.org. Naskah yang terdapat dalam
situs tersebut masih berbentuk file digital dengan format jpg. Setelah
proses pengunduhan selesai, file itu diolah untuk menghasilkan cetakan
(print out).
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penyuntingan teks, harus disesuaikan
dengan jenis naskah termasuk dalam naskah tunggal atau naskah jamak.
Teknik analisis data dalam penelitian ini dipilih metode penyuntingan naskah
tunggal, yakni dengan edisi standar atau edisi kritis. Edisi ini menyajikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
suntingan teks dengan disertai pembetulan kesalahan-kesalahan atau
penyimpangan-penyimpangan yang timbul ketika proses penulisan (penyalinan).
Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat kritik (Bani
Sudardi, 2003:60-61).
Dengan edisi standar, akan dihasilkan suatu edisi yang baru dengan
mengubah aksara Arab-Melayu menjadi aksara Latin. Dalam metode standar,
penyunting sangat terlibat dalam hasil suntingannya. Hal-hal yang rusak,
salah, atau mungkin yang kosong, sepanjang masih bisa direkonstruksi
haruslah diperbaiki. Setiap perbaikan yang dilakukan harus
dipertanggungjawabkan.
4. Teknik Penyajian Data
Penyajian data dalam metode penyuntingan adalah dengan
mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat dalam aksara
Latin.
B. Metode Pengkajian Teks
Metode pengkajian teks yang dipakai ada dua, yaitu metode analisis
struktur dan metode analisis resepsi.
1. Metode Analisis Struktur
a. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah hasil suntingan teks Asrāru `sh-
Shalāt berhuruf Arab Melayu yang diperoleh melalui penyuntingan
dengan edisi standar. Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
paragraf atau pernyataan hasil suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang
berhuruf Latin.
b. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara membaca
secara keseluruhan suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt. Data-data yang telah
memenuhi persyaratan dalam pendeskripsian struktur sastra kitab akan
dijadikan bahan dalam penelitian struktur sastra kitab yang terdiri dari
struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa
teks.
c. Teknik Analisis Data
Burhan Nurgiantoro (2002:36) menjelaskan bahwa sebuah karya
sastra, fiksi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebuah totalitas yang
dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Teeuw
(1984:135) berpendapat bahwa salah satu bagian dalam penelitian ini
adalah analisis struktur. Analisis struktur bertujuan untuk membongkar
dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel, dan mendalam mengenai
keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Analisis struktur pada penelitian ini menggunakan metode
struktural. Pengkajian terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt menggunakan
metode deskriptif, yaitu memberikan uraian yang menjadi masalah,
menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Penafsiran tersebut
didasarkan pada struktur penyajian sastra kitab yang memiliki pola tetap,
yaitu pendahuluan, isi, dan penutup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
d. Teknik Penyajian Data
Penyajian data dalam metode analisis struktur adalah dengan
mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
2. Metode Analisis Resepsi
a. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam analisis resepsi adalah
tanggapan dari seorang pembaca yang dianggap ahli dalam ilmu agama.
b. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui wawancara dengan menyajikan suntingan
teks kepada pembaca untuk diberi tanggapan.
c. Teknik Analisis Data
Analisis resepsi pada penelitian ini didasarkan pada jenis resepsi
berdasarkan fisik teks, yakni tafsir teks di dalam naskah sebagai
tanggapan dari hasil pembacaan. Analisis resepsi digunakan dalam
mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks dengan memberikan
uraian yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang
ada. Analisis data dilakukan dengan tafsir, yakni pembaca memberikan
tanggapan dengan menafsirkan teks sesuai dengan pemahamannya.
d. Teknik Penyajian Data
Penyajian data dalam metode analisis resepsi adalah dengan
mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Teknik Penarikan Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini diperoleh dari data yang telah diolah dan
dianalisis pada tahap sebelumnya. Dalam penelitian ini dipergunakan teknik
penarikan simpulan induktif, yaitu penarikan simpulan yang didasarkan pada data-
data khusus untuk dianalisis dan ditarik simpulan yang bersifat umum. Jadi,
simpulan yang ditarik merupakan simpulan yang masih bersifat terbuka, yang
kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan menyeluruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB IV
SUNTINGAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah
Inventarisasi naskah merupakan langkah pertama dalam proses
penyuntingan. Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengumpulkan naskah-
naskah yang akan menjadi objek penelitian. Proses inventarisasi dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog dilakukan
dengan mendaftar semua naskah yang akan diteliti melalui katalog naskah untuk
mengetahui keberadaan naskah itu tersimpan. Studi lapangan dilakukan dengan
cara mengunjungi tempat-tempat atau mendatangi orang-orang yang diduga
menyimpan naskah-naskah yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Proses inventarisasi naskah dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
katalog. Katalog yang digunakan dalam inventarisasi naskah sebagai berikut.
1. Achadiati Ikram, et.al. (ed.). 2001. Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul
Mulku Zahari (edisi I). Jakarta: Manassa-The Toyota Foundation dan
Yayasan Obor Indonesia.
2. Achadiati Ikram (penyunting). 2004. Katalog Naskah Palembang. Yayasan
Naskah Nusantara kerja sama Tokyo University of Foreign Studies (TUFS).
3. Amir Sutaarga, et.al. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat.
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional.
4. Behrend, T.E. dan Tutik Pudjiastuti (ed.). 1997. Katalog Induk Naskah-
naskah Nusantara Jilid 3-A Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia dan Ecole Francaise D‟extreme Orient.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
5. Behrend, T.E. (ed.). 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
dan Ecole Francaise D‟extreme Orient.
6. Juynboll, H.H. 1899. Catalogus van de Maleische en Sundaneesche
Hanschriften in de Leidsche Universiteits-Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill.
7. Siti Maryam R. Salahuddin dan Mukhlis. 2007. Katalog Naskah Bima:
Koleksi Museum Kebudayaan Samparaja. Bima: Museum Samparaja Bima.
8. Van Ronkel, Ph.S. 1921. Supplement-Catalogus der Maleische en
Minangkabausche Hanschriften in de Leidsche Universiteits-Bibliotheek.
Leiden: E.J. Brill.
9. Wieringa, E.P. 1998. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts: in
the Library of Leiden University and Other Collections in the Netherlands
(Volume One). Leiden: Legatum Warnerianum in Leiden University Library.
Berdasarkan katalog tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa teks berjudul
Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks tunggal. Adapun alasannya, yaitu dari beberapa
katalog tersebut tidak ada yang memuat judul Asrar `sh-Shalāt. Judul tersebut
hanya ditemukan di katalog online yang diterbitkan oleh Museum Negeri Banda
Aceh bekerja sama dengan Museum Ali Hasjmy (YPAH) dan Pusat Kajian
Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Aceh, yang bekerja sama dengan Manassa
dan Institut Studi Islam-Universitas Leipzig Jerman. Teks Asrāru `sh-Shalāt
merupakan teks yang termasuk dalam salah satu naskah kumpulan yang berbentuk
digital dengan nomor inventarisasi naskah 07_00334.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. Deskripsi Naskah
Langkah kedua dalam proses penyuntingan naskah adalah deskripsi
naskah. Deskripsi naskah merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk
menguraikan seluk-beluk naskah yang diteliti. Deskripsi naskah yang dijadikan
objek peneletian dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bagian Umum
a. Judul Naskah
Berdasarkan hasil pembacaan yang dilakukan, baik pada bagian
halaman judul (halaman awal) atau pun di bagian akhir tidak ditemukan
judul naskah. Hal tersebut dapat disebabkan karena naskah itu merupakan
bunga rampai.
b. Nomor Naskah
Nomor naskah yang tercatat merupakan nomor inventaris yang
terdapat dalam katalog online, yaitu 07_00334.
c. Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah yang dimuat secara online pada situs
http://www.manassa.org disimpan di Museum Negeri Banda Aceh yang
beralamat di Jalan S.A. Mahmudsyah No.12, Banda Aceh.
d. Jumlah Teks
Naskah tersebut terdiri dari lima teks. Judul teks pertama adalah
Asrāru `sh-Shalāt, sedangkan empat teks lainnya tidak diketahui karena
bahasa yang digunakan tidak bisa dipahami oleh peneliti. Teks berjudul
Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks yang dijadikan objek penelitian. Judul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
teks Asrāru `sh-Shalāt terdapat pada kolofon yang letaknya di akhir teks
tersebut.
e. Jenis Teks
Jenis teks Asrāru `sh-Shalāt adalah sastra kitab. Dikatakan sebagai
jenis sastra kitab karena di dalamnya berisi ajaran sembahyang yang
disertai ajaran ma‟rifatu `l-Lāh.
f. Bentuk Teks
Teks Asrāru `sh-Shalāt berbentuk prosa yang disajikan dalam
bentuk tanya jawab.
g. Bahasa Naskah
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Namun, dalam
teks Asrāru `sh-Shalāt juga ditemukan bahasa Arab. Bahasa Arab hanya
dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alquran, hadis, serta istilah-istilah
yang belum memiliki padanan kata dalam bahasa Melayu.
h. Tanggal Penulisan
Tanggal penulisan tidak diketahui dengan jelas. Keterangan waktu
yang disebutkan adalah waktu Duha pada hari Sabat.
i. Identitas Penulis atau Penyalin
Penulis teks Asrāru `sh-Shalāt tidak ditemukan, penulis hanya
disebutkan Teuku Lebai Syekh orang Aceh, sedangkan penyalin
disebutkan bernama Teuku Lebai Dien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
j. Umur Naskah
Umur naskah tidak diketahui. Hal ini disebabkan tidak terdapat
keterangan waktu yang jelas mengenai teks tersebut, baik pada awal
maupun pada bagian akhir teks. Selain itu bagian-bagian naskah yang
dapat dijadikan pertimbangan umur naskah tidak ditemukan.
k. Pemilik Naskah
Status kepemilikan naskah saat ini adalah Museum Negeri Banda
Aceh.
l. Katalog Lain
Tidak ada katalog lain yang memuat judul teks Asrāru `sh-Shalāt
selain katalog online yang dapat diakses melalui situs
http://www.manassa.org. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teks
tersebut merupakan teks tunggal.
2. Bagian Khusus
a. Bagian Buku
1) Bahan Naskah
Bahan naskah yang dipakai sebagai alas penulisan adalah
kertas.
2) Cap Kertas (watermark)
Cap kertas dilihat dengan mengangkat kertas dan
memberikan cahaya. Pada naskah yang memuat teks Asrāru `sh-
Shalāt cap kertas tidak dapat dideskripsikan. Usaha melihat cap
kertas dengan cara mengangkat kertas dan memberikan cahaya tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
memungkinkan dikarenakan naskah tersebut berupa naskah online.
Selain itu dalam deskripsi naskah pada katalog online juga tidak
dijelaskan mengenai ada atau tidaknya cap kertas (watermark).
3) Keadaan Naskah
Keadaan naskah yang tampak pada katalog online dinilai
masih baik. Kertas yang digunakan masih dalam keadaan yang
relatif utuh, hanya bagian-bagian tepi yang terlihat lapuk dan tidak
rata. Kelapukan kertas itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti kerusakan oleh faktor fisik (cahaya dan suhu), kerusakan
karena pengaruh senyawa kimia (kandungan asam yang berasal dari
kertas dan lingkungan), kerusakan oleh faktor biotis
(mikroorganisme, serangga, binatang pengerat), dan kerusakan
karena bencana alam (tsunami, gempa bumi, kehujanan).
4) Jumlah Halaman
Naskah memiliki ketebalan 28 lembar, dengan jumlah
halaman sebanyak 55 halaman. Teks yang berjudul Asrāru `sh-
Shalāt memiliki ketebalan 18 lembar, dengan jumlah halaman
sebanyak 36 halaman.
5) Jumlah Halaman yang Ditulisi
Seluruh halaman naskah yang berjumlah 55 halaman ditulisi
dan tidak ada halaman kosong pada naskah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
6) Jumlah Lembar Pelindung
Lembar pelidung terdiri dari dua bagian, yakni lembar
pelidung depan dan lembar pelindung belakang. Lembar pelindung
depan dan belakang, masing-masing berjumah 2 halaman.
7) Jumlah Baris pada Setiap Halaman Naskah
Jumlah baris pada setiap halaman naskah rata-rata adalah 14
baris. Pada setiap halaman naskah, masing-masing barisnya
berbentuk normal, kecuali pada halaman akhir yang menjadi
peralihan teks satu dengan teks lainnya membentuk pola segitiga
terbalik, seperti pada halaman 36, 41, 48, dan 54.
Teks Asrāru `sh-Shalāt rata-rata terdiri dari 14 baris. Ada
beberapa halaman yang jumlah barisnya berbeda, yakni:
a) Halaman 1 terdiri dari 12 baris.
b) Halaman 2–3 terdiri dari 16 baris.
c) Halaman 4–7,15,dan 18–19 terdiri dari 15 baris.
8) Jarak Antarbaris
Jarak antar huruf dalam naskah ini tidak terlalu renggang,
akan tetapi cukup jelas untuk dibaca secara langsung. Perhatikan
contoh tulisan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
9) Jumlah Kuras
Kuras merupakan susunan (tumpukan) kertas yang disatukan.
Jumlah kuras naskah tidak diketahui. Tidak ada keterangan yang
mendeskripsikan mengenai jumlah kuras.
10) Ukuran Naskah
a) Ukuran lembaran naskah
p x l = 17 cm x 11 cm
b) Ukuran ruang teks
p x l = 12.5 cm x 8 cm
11) Cara Penggarisan
Berdasarkan pengamatan pada tiap baris teks, cara
penggarisan dilakukan dengan alat tertentu yang hanya
meninggalkan bekas penggarisan saja (blindrules).
12) Penomoran Halaman Naskah
Penomoran halaman naskah terdiri dari dua macam.
Penomoran pertama merupakan penomoran asli yang ditemukan
pada pias bawah sebelah kiri dalam bentuk alihan (catchword), yaitu
kata yg menjadi penanda halaman berikutnya. Berikut ini catchword
bagian teks berjudul Asrar `sh-Shalāt.
Tabel 1 Catchword
Halaman Catchword Kata pada Halaman Selanjutnya
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
34
Penomoran kedua merupakan penomoran tambahan yang
ditulis oleh pemilik naskah. Hal tersebut terlihat dari perbedaan
warna tinta digunakan. Nomor halaman naskah ditulis tidak
menggunakan tinta tetapi menggunakan pensil. Penomoran naskah
diberikan pada setiap lembaran naskah 1r–28r, sedangkan untuk teks
Asrāru `sh-Shalāt nomor halaman dimulai dari nomor 1r–18r.
Penomoran dimulai dari sampul depan naskah. Penomoran halaman
ditulis di pojok kiri atas pada tiap lembaran, dan setiap satu nomor
mewakili dua halaman.
b. Bagian Tulisan
1) Jenis Tulisan
Jenis tulisan yang digunakan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt
adalah tulisan Arab Melayu.
2) Jenis Khat
Jenis khat yang digunakan adalah Naskhi.
3) Ukuran Huruf
Ukuran huruf yang digunakan penulisan adalah sedang
(medium). Perhatikan contoh berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
4) Bentuk Huruf
Bentuk huruf yang digunakan adalah bentuk tegak lurus
(perpendicular). Perhatikan contoh berikut.
5) Keadaan Tulisan
Keadaan tulisan baik dan jelas. Akan tetapi ada beberapa
tulisan yang tidak dapat dibaca dengan jelas. Kata-kata yang ditulis
dengan tinta warna merah tidak tampak jelas. Perhatikan contoh
berikut.
6) Goresan Pena
Geresan pena dalam teks Asrāru `sh-Shalāt cukup tebal.
Perhatikan contoh berikut.
7) Warna Tinta
Warna tinta yang dipakai dalam teks Asrāru `sh-Shalāt
adalah tinta warna hitam dan merah. Tinta warna hitam lebih banyak
digunakan untuk menulis, sedangkan tinta warna merah hanya
digunakan untuk menuliskan teks dalam bahasa Arab, kutipan Hadis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
kutipan Alquran, dan kata penghubung seperti “dan, tetapi, adapun,
dan serta”, serta digunakan untuk menuliskan bilangan tingkatan
“pertama, kedua, ketiga, dst.”.
Pada hasil print out, tulisan yang menggunakan tinta warna
hitam hasilnya lebih tebal jika dibandingkan dengan tulisan yang
menggunakan tinta warna merah. Perhtikan contoh berikut untuk
membedakannya.
a) Contoh tulisan dengan warna tinta hitam.
b) Contoh tulisan dengan warna tinta merah.
8) Tanda Koreksi
Tanda koreksi pada teks Asrāru `sh-Shalāt dilakukan dengan
mencoret tulisan yang salah. Perhatikan contoh berikut.
9) Pemakaian Tanda Baca
Tanda baca seperti tanda titik (.), koma (,), atau pun lainnya
tidak digunakan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt. Namun jeda, bagian
baru, dan perubahan pokok bahasan pada naskah ditandai dengan
kata-kata tumpuan yang berfungsi sebagai pergantian antarkalimat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
atau antaralenia. Kata-kata tumpuan yang terdapat dalam teks adalah
sebagai berikut.
a) adapun
b) bermula
c) dan
d) maka
e) syahdan
10) Cara Penulisan
a) Penempatan Tulisan pada Lembar Naskah
Cara penulisan dilakukan dengan arah tulisan dari arah
kanan ke kiri sesuai dengan penulisan dalam bahasa Arab. Cara
penempatan tulisan dilakukan secara bolak-balik pada kedua sisi
lembaran.
b) Pengaturan Ruang Tulisan
Pengaturan ruang tulisan dilakukan tidak secara bebas,
yang diartikan penulisan disesuaikan dengan garis yang dibuat
pada setiap lembar kertas, meskipun tidak terlalu rapi. Selain itu
pada akhir karangan, bentuk tulisan membentuk segitiga
terbalik.
c. Penjilidan
Berdasarkan deskripsi yang tertulis dalam katalog online, tidak
ada penjilidan. Bahan sampul, ukuran sampul, rusuk, atau pun pengikat
tidak dijelaskan, dan hanya bagian sampul yang terlihat tidak bermotif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
d. Sejarah Naskah
1) Kolofon
Kolofon merupakan catatan yang terdapat pada akhir teks.
Biasanya berisi keterangan mengenai tempat, tanggal, dan penyalin
naskah.
Tamat risalah /
ini yang dinamai/
akan dia Asrāru `sh-Shalāt waktu duha pada hari sabat / amin ya
rabba „alamin. Dan empunya surat Teuku / Lebai Syekh orang Aceh
dan yang samurat Teuku / Lebai Dien yang tahta kasihan. Arti tamat.
Amin.
2) Asal Naskah
Asal naskah tidak diketahui. Tidak ada keterangan yang
menyebutkan nama ataupun tempat ditemukannya naskah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
e. Bagian Isi
1) Teks Awal
Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā] shirātha `l-mustaqīm.
Bermula segala puji-puji <puji>an/ tertentu bagi Allah Tuhan yang
menujuki kami jalan yang betul. / wa --- Dan terang / -Nya dengan
limpah anugeraha kami dengan cemerlang cahaya-Nya / --- Dan
mengucap / salawat kami atas penghulu kami segala nabi yaitu
Muhammad / yang (wa) pilihan.
2) Teks Tengah
Segala laguan daripada / hidupnya datang kepada sakaratul
maut pun <de> / demikian jua engkau musyāhadah-kan kemudian
dari itu / maka hendaklah ia ingat akan yang tiga belas / itu yang
dihimpunkan kepada tiga bahagi yaitu / “fi‟lī , qaulī, qalbī”.
Maka yang tiga inilah / af„al kita dan sifat kita inilah.
Pertama ruh / dan badan insan telah berhimpunkan pada masa / itu.
Arwah sekalian karena belum lagi berjari. / Setelah itu maka
disebutnya lafath “Ushallī fardlu / zhuhri arba„a rakā‟tinn
mustaqbila `l-qiblati / ada„an lī „l-Lāhi Ta„ālā.
3) Teks Akhir
Telah gaiblah daripada musyāhadah empat perkara // washil
kita kepada Haq Taala ini fanalah Ia daripada / papa dan hina dan
daif dan lemah dan bebal / pada pandangannya itu. Ia jua yang kaya
dan Ia yang / jadi barang yang dikehendak daripada suatu dengan
dikatanya dengan / lidahnya “La haula wa la quwwata illā bi `l-Lāh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
„aliyu `l-„adzim” ini / inilah kalimat orang yang wāsil berjalan
kepada jalan / ahlu „l-Lāh yang dinamai sufi dan awliya‟ Allah
Taala.
f. Fungsi Sosial Teks
Teks Asrāru `sh-Shalāt digunakan sebagai sarana dakwah Islam.
Pengarang mencoba mengingatkan khususnya kepada orang-orang yang
lalai akan sembahyang. Selain itu juga memberi pengajaran mengenai
ajaran mendekatkan diri dan mencapai ma‟rifatu `l-Lāh (mengenal Allah)
melalui jalan sufi.
C. Ikhtisar Teks
Halaman 1 Pendahuluan, yang meliputi bacaan Basmalah yang diikuti
puji-pujian kepada Allah Swt. serta salawat Nabi
Muhammad saw., kepada keluarga dan para sahabat
beliau.
Halaman 2 Salawat Nabi Muhammad saw., kepada keluarga dan para
sahabat beliau.
Halaman 3–4 Sabda Nabi perihal takbiaratul ihram dan kedudukan
sembahyang.
Halaman 5 Makna sembahyang dan sembahyang sebagai tiang agama.
Halaman 6–7 Penjelasan tentang tiang sembahyang ada tujuh perkara.
Halaman 7–8 Perihal siapa asal yang mengerjakan sembahyang.
Halaman 8–9 Soal sebab difardukan sembahyang lima waktu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Halaman 9–12 Uraian sebab jumlah rakaat dalam sembahyang zuhur,
asar, magrib, isya, dan subuh.
Halaman 13–14 Penjelasan mengenai tiga belas rukun sembahyang.
Halaman 15 Uraian mengenai hakikat sembahyang.
Halaman 16–17 Uraian mengenai perbuatan sembahyang.
Halaman 18 Perihal niat sembahyang yang dibagi menjadi tiga.
Halaman 19–21 Penjelasan takbiratu `l-ihrām golongan mubtadi,
mutawasith, dan muntahi.
Halaman 22 Penjelasan isyarat takbiratu `l-ihrām.
Halaman 23–24 Soal martabat, isyarat, dan hakikat ushali fardlu zhuhri.
Halaman 25 Uraian menegenai rupa mushali ketika melakukan
sembahyang.
Halaman 26 Soal keluarnya lima waktu sembahyang
Halaman 27–30 Uraian taharah, syahadat, sembahyang, puasa, zakat, dan
haji menurut syariat, tarekat, dan hakikat.
Halaman 31 Soal faedah Islam, iman, tauhid, makrifat, syariat, tarekat,
dan hakikat.
Halaman 32 Soal kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr dan sebab Allah
menjadikan insan
Halaman 33 Soal makanan tubuh, makanan hati, makanan ruh, dan
makanan sirr.
Halaman 34–36 Pengetahuan akan zat, sifat, asma, dan af‟al Allah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
D. Kritik Teks
Naskah merupakan salah satu bukti suatu masyarakat mengenal tradisi
tulis. Tradisi tersebut juga dilakukan oleh masyarakat Melayu secara turun-
temurun. Adanya tradisi tulis menjadi alasan berkembangnya tradisi penyalinan.
Penyalinan terhadap naskah-naskah merupakan kebiasaan masyarakat
Melayu. Pada umumnya tradisi penyalinan naskah Melayu termasuk dalam jenis
tradisi penyalinan yang bebas dan terbuka. Tradisi penyalinan ini memungkinkan
seorang penyalin untuk melakukan penambahan, pengurangan, dan pengubahan
teks. Dari penyalinan yang terbuka inilah banyak ditemukan kesalahan-kesalahan
yang mengakibatkan kerusakan pada teks. Oleh sebab itu diperlukan suatu
kegiatan kritik (kritik teks).
Kritik teks adalah kegiatan memberikan evaluasi terhadap teks. Kritik teks
dilakukan dengan tujuan menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks
aslinya (constitution textus) (Siti Baroroh Baried, et. al. 1994:61).
Teks yang telah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan dan telah tersusun
kembali seperti semula merupakan teks yang dapat dipertanggungjawabkan
sebagai sumber untuk kepentingan berbagai penelitian dalam bidang ilmu-ilmu
lain. Dalam teks Asrāru `sh-Shalāt ditemukan bentuk kesalahan yang meliputi
lakuna, adisi, subtitusi, dittografi, transposisi, dan bacaan yang tidak terbaca oleh
penyunting yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Lakuna, yaitu penghilangan atau pengurangan huruf, suku kata, kata, frase,
klausa, kalimat, dan paragraf.
2. Adisi, yaitu penambahan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan
paragraf.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
3. Substitusi, yaitu pengantian huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan
paragraf.
4. Dittografi, yatu adanya perangkapan huruf huruf, suku kata, kata, frase,
klausa, kalimat, dan paragraf.
5. Transposisi, yaitu kesalahan letak huruf, suku kata, kata, frase, klausa,
kalimat, dan paragraf.
6. Bacaan yang tidak terbaca oleh penyunting.
Kesalahan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt dapat dirinci pada tabel berikut.
Tabel 2 Lakuna
No. Halaman/Baris Tertulis Edisi
1. 1/6
hadanā shirātha `l-mustaqīm
hadanā illā
shirātha `l-
mustaqīm
2. 2/4
`l-muhājirina `l-anshār
`l-muhājirina wa
`l-anshār
3. 2/5
yang jir
yang muhajir
4. 2/12
barang apa
barang siapa
5. 3/5
tatka
tatkala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
6. 4/7–8
`l-a‟ma bī `sh-shallāh
`l-a‟malu illā bī
`sh-shallāh
7. 4/12
berbuatkan
berbuat akan
8. 4/15
illa „l-Lāhu inā
illa „l-Lāhu illā
«a»nā
9. 5/10
tiang gama
tiang agama
10.
6/14
7/3
nantiasa
senantiasa
11. 7/1
ampu-Nya
ampunan-Nya
12. 7/15
Ibrahim
Ibrahim„alaihi
sallam
13. 10/5
pada menyata
pada menyatakan
14. 10/6
maka ilmu
maka yang ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
15. 11/5
apa sebab
sembahyang apa sembahyang
16. 11/10
kee
keesaan
17. 11/13
ha yang dipalu
hati yang dipalu
18. 13/4
ishthāha-nya
i«th»thāhad-nya
19. 15/2
menyempurna sariat
menyempurnakan
sariat
20. 15/11
fi `l-haqiqati `l-Lāha
fi `l-haqiqati illa
`l-Lāha
21. 16/3
dan tia
dan tiada daya
22. 16/3
dan tia kuat
dan tiada kuat
23. 16/7
barang siapa dirinya
barang siapa
mengetahui
dirinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
24. 19/1
da kan
dan akan
25. 19/2
fana jud-Nya
fana wujud-Nya
26. 20/14
hanya jua
hanya Allah jua
27. 23/2–3
zhuhri martabat
zhuhri itu
martabat
28. 23/4–5
wa hiya fi‟lu
wa hiya fi‟lu `l-
Lah
29. 24/14
bahwanya
bahwasanya
30. 26/14
puasa demikian
puasa pun
demikian
31. 27/9
syahada
syahadat
32. 28/3
Pertama sembahyang syariat.
Ketiga sembahyang hahikat
Pertama
sembahyang
syariat. Kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sembahyang
tarekat. Ketiga
sembahyang
hahikat
33. 31/8
soal faedah
soal apa faedah
34. 33/12
yakni jua
yakni Ia jua
35. 34/4
pada jud
pada wujud
36. 36/11
Asra `sh-Shalāt
Asrāru `sh-Shalāt
Tabel 3 Adisi
No. Halaman/Baris Tertulis Edisi
1. 2/5–6
jir dan adana anshar
[muha]jir dan
anshar
2. 3/13
da tiada
tiada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
3. 4/2
bī `l-Lāhi ilā `l-„azhīm
bī `l-Lāhi `l-
„azhīm
4. 6/3
kalbul
kalbu
5. 7/6–7
melihat engkau makasanya melihat
melihat
makasanya
melihat
6. 12/3
semyaham sembahyang
sembahyang
7. 12/8–9
nar nur
nur
8. 13/13
menjauhi na‟a nahinya
menjauhi
nahinya
9. 16/13
ha dalam hatimu
dalam hatimu
10. 19/12
akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
11. 22/11–13
Dan “ba” itu maqām syafi„I arti
syafi„I akan maqām syafas sifat
ma„ānī Dan “ba” itu maqām syafi„i,
isyarat akan sifat ma„ānī
Dan “ba” itu
maqām syafi„i,
isyarat akan sifat
ma„ānī
12. 23/7
ini mau maqām
ini maujud
maqām
13. 24/2
menyatakanwa
menyatakan
14. 26/11–12
tara taharah
taharah
15. 29/14
ma mengeluarkan
mengeluarkan
16. 30/11
mu„araqābah
muraqābah
17. 31/3
Islam dan
Islam
18 33/6
ranur
nur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 4 Dittografi
No. Halaman/Baris Tertulis Edisi
1. 1/6
puji-puji pujian
puji-pujian
2. 2/1–2
`l-muh `l-muhtāj
`l-muhtāj
3. 2/5
aatas
atas
4. 4/4–5
meninggal nama dan ma‟nā maka
yaitu arif meninggalkan nama dan
ma‟nā maka yaitu „ārif bī „l-Lāh
meninggalkan
nama dan ma‟nā
maka yaitu „ārif
bī „l-Lah
5. 5/13–14
nahi nahinya
nahinya
6. 6/10–11
muhi muhith
muhith
7. 7/12
seha sehari
sehari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
8. 8/5–6
mengerjakajakan dia
mengerjakan dia
9. 9/12–13
dua rarakaat
dua rakaat
10. 11/4–5
Sasayyidinā
Sayyidinā
11. 12/1–2
hahakikat
hakikat
12. 15/5
berberdiri
berdiri
13. 15/11–12
`l-haqiqati `l-Lāhi `l-Lāhi
`l-haqiqati `l-Lāhi
14. 16/11
qiamuhumuhu bi nafsihi
qiamuhu bi
nafsihi
15. 17/2–3
dedemikian
demikian
16. 18/5
ada adapun
adapun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
17. 25/
Dan tatkala sujud itu rupa «hu»ruf
“mim” Dan tatkala sujud itu rupa
huruf “mim”
Dan tatkala sujud
itu rupa huruf
“mim”
18. 30/9–10
hahati
hati
19.
30/13
30–31/14–1
31/2–3
33/4–5
dan dan
dan
20. 35/5–6
kepada-Nya di hadir kita dengan Dia,
Dan sampai kita kepada-Nya di hadir
kita dengan Dia. Dan
kepada-Nya di
hadir kita dengan
Dia. Dan
Tabel 5 Substitusi
No. Halaman/Baris Tertulis Edisi
1. 2/8
ma„aqultuhu `l-„alimun
mughtamidan
ma„aqillati `l-
„ilmi
mughtamidan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2.
2/14
3/9
„abdu`l-asma
„abbada `l-isma
3. 3/2
„abdu
„abbada
4. 3/3
duna `l-asma
duna `l-ismi
5. 3/14
`l-ma‟rifatan
`l-ma‟rifati
6. 4/1
taraka `l-asma
taraka `l-isma
7. 4/14
Innanī anna`l-Lāhu
Innanī anā `l-
Lāhu
8. 4/15
illa `l-Lāhu [illā] inā
illā „l-Lāhu [illā]
anā
9. 5/4
tuhibbūna `l-Lāhu
tuhibbūna `l-Lāha
10. 5/9
A `sh-shalātu „ammā
A `sh-shalātu
„immā
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
11. 5/10
dīna wa „ammādi sh-shalāti sab„a
dīni wa „imādu
sh-shalāti sab„un
12. 6/15
menghinalan dirinya
menghinakan
dirinya
13. 7/9
al-kiram barzah
al-kiram bararah
14. 10/12
zan
dan
15. 12/5
maikam
manikam
16. 12/11
terbuan
terbuat
17. 13/4
ishthāha[d]-nya
iththāha[d]-nya
18. 15/2
sariat
syariat
19. 15/7
mermula
bermula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
20. 16/5
man „arfa nafsa
man „arafa
nafsahu
21. 21/9
dat
dan
22. 23/8
mendapat
pendapat
23. 25/5
haraf
huruf
24. 26/4
ranggota
anggota
25.
27/5
29/4
damdamlah
dendamlah
26. 33/5
makani
makanan
27. 34/3
jawan
jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 6 Transposisi
No. Halaman/Baris Tertulis Edisi
1. 18/11
musyadahanya
musyahadahnya
2. 34/4
azt
zat
Tabel 7 Bacaan Tidak Terbaca
No. Halaman/Baris Tertulis Edisi
1. 12/12, 13, 15
m.ng.n.k.m
2. 12/13–14
l.n .a.t
3. 27/14
a.n.k.r.h
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
E. Suntingan Teks
1. Tanda
Dalam suntingan teks, peneliti menggunakan tanda-tanda khusus
sebagai berikut.
a. Tanda garis miring satu (/) digunakan untuk menunjukkan pergantian
baris.
b. Tanda garis miring dua (//) digunakan untuk menunjukkan pergantian
halaman.
c. Tanda kurung siku […] menunjukkan adanya lakuna, yaitu penghilangan
atau pengurangan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan
paragraf.
d. Tanda kurung dua (…) menunjukkan adanya adisi, yaitu penambahan
huruf, suku kata, kata, frase, klusa, kalimat, dan paragraf.
e. Tanda kurung sudut <…> menunjukkan adanya dittografi, yaitu
perangkapan huruf, suku kata, kata, frase, klusa, kalimat, dan paragraf.
f. Tanda «…» menunjukkan adanya subtitusi, yaitu pengantian huruf, suku
kata, kata, frase, klusa, kalimat, dan paragraf.
g. Tanda kurung kurawal {…} menunjukkan adanya transposisi, yaitu
perpindahan letak huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan
paragraf.
h. Tanda (---) diantara huruf dalam satu kata dan kalimat digunakan untuk
menunjukkan kata-kata yang tidak terbaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
i. Kata, frasa, atau kalimat yang diberi angka (…1
, …2
, …3) di kanan atas,
menunjukkan kata yang dapat dilihat keterangannya pada catatan kaki.
Angka ini ditulis menempel pada kata, frasa, atau kalimat yang
dimaksud.
j. Angka (1, 2, 3, ….) yang terletak di sebelah kanan baris (di luar ruang
tulis) menunjukkan permulaan halaman naskah.
2. Pedoman Ejaan
Pedoman ejaan yang digunakan dalam menyunting teks Asrāru `sh-
Shalāt adalah sebagai berikut.
a. Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa
Indonesia menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD).
b. Kosa kata yang berasal dari Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa
Indonesia disesuaikan dengan EYD dan KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).
c. Kosa kata, istilah, dan kalimat dalam bahasa Arab yang belum diserap ke
dalam bahasa Indonesia atau belum dikenal secara umum ditulis miring
sesuai dengan pedoman penyuntingan.
d. Kosa kata arkais dan kosa kata yang menunjukkan ciri khas bahasa
Melayu ditulis dengan garis bawah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3. Pedoman Penyuntingan
Pedoman penyuntingan yang digunakan dalam suntingan teks Asrāru
`sh-Shalāt adalah sebagai berikut.
a. Huruf ain ( ) yang terletak di tengah dan dimatikan, diedisikan menjadi ka
(k) pada kosa kata yang telah diserap dalam bahasa Indonesia, dan („) pada
kosa kata yang belum diserap.
b. Tasydid ( ) diedisikan dengan konsonan rangkap pada bahasa Arab
yang belum diserap, misalnya „Sirr‟.
c. Tanda saksi alif ( ), wau ( ), dan ya ( ) sebagai penanda vokal panjang
diedisikan dengan memberi garis datar di atasnya, seperti ā, ū, dan ī.
d. Kata sandang al- ( ) yang diikuti huruf qamariyah diedisikan dengan
/al-/ apabila terletak di awal kalimat dan /`l-/ apabila terletak di tengah
kalimat atau frasa.
e. Kata sandang al- ( ) yang diikuti huruf syamsiyyah diedisikan menjadi
huruf syamsiyyah yang mengikuti.
f. Huruf diftong dalam bahasa Arab, yaitu ( ) dan ( ) ditulis dengan vokal
/au/ untuk dan /ai/ untuk .
g. Huruf ta marbuthah ( ) diedisikan dengan huruf /h/ atau /t/.
h. Huruf hamzah ( ) sukun diedisikan dengan huruf /k/ pada kosa kata yang
telah diserap dalam bahasa Indonesia, dan /‟/ jika terdapat pada kosa kata
yang belum diserap.
i. Huruf-huruf yang hidup atau mendapat tanda bunyi fathah, kasrah, dan
dlammah, pada akhir kalimat diedisikan dengan huruf mati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Pedoman penyuntingan yang dipakai dalam penyuntingan teks Asrāru `sh-
Shalāt adalah pedoman yang mengacu pada sistem yang digunakan oleh Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah berganti
nama menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, tidak
semua fonem tercakup dalam sistem ini sehingga ada penambahan fonem.
Tabel 8 Pedoman Transliterasi
No Huruf Nama Latin No Huruf Nama Latin
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
alif
ba
ta
tsa
jim
ha
kha
dal
dzal
ra
zai
sin
syin
shad
dlad
a
b
t
s
j
h
kh
d
z
r
z
s
sy
sh
dl
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
ک
ه /
tha
dha
ain
ghain
fa
qaf
kaf
lam
mim
nun
wau
ha
ya
hamzah
th
zh
„/a/ng
gh
f/p
q
k
l
m
n
w/u
h
y
‟/a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Konsonan Tambahan
1.
2.
3.
ۏ
/
ve
ce
ge
v
c
g
4.
5.
6.
ڤ
ڽ /
pe
ng
ny
p
„/ng
ny
4. Suntingan Teks
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm. / Kumulai risalah ini dengan nama
Allah yang amat murah / pada memberi rezeki akan hamba-Nya yang mukmin
dan kafir / dalam dunia ini, lagi yang amat mengasihani akan segala hamba / -Nya
yang mukmin dalam negeri akhirat itu.
Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā]1 shirātha `l-mustaqīm. Bermula segala
puji-puji <puji>an2 / tertentu bagi Allah Tuhan yang menujuki kami jalan yang
betul. / wa --- Dan terang / -Nya dengan limpah anugeraha kami dengan
cemerlang cahaya-Nya / --- Dan mengucap / salawat kami atas penghulu kami
segala nabi yaitu Muhammad / yang (wa)3 pilihan. Wa „alā ālihī wa shahbihī //
wa shallī „alā sayyidi `l-anbiyāi Muhammaddi `l-musthofā <`l muh>4 / `l-muhtāj.
Dan mengucap salawat kami atas / penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad
yang pilihan. Wa „alā / ālihā wa shahbihī `l-muhājirina [wa]5 `l-anshār. Dan <a>
6
1 Tertulis
2 Tertulis
3 Tertulis
4 Tertulis
5 Tertulis
1
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
/ atas segala keluarganya dan segala sahabatnya yang [muha]jir7 dan / (adan)
8
anshār. Fāmatasa faqīr illā `l-Lāhi `l-majīd. /Maka diperkenankan fakir muhtaj
kepada Allah yang Maha Besar. / «Ma„aqillati `l-„ilmi mu‟tamidan»9. Serta
kurang ilmunya / pada halnya berpegang ia kepada Allah Taala.
Yā ikhwānī / aku tiada sempurna perbuatan sembahyang itu melainkan
dengan / mengetahui ilmu yang zhahir dan yang bāthin. Syahdan / barang
[sia]pa10
sembahyang diketahui ilmu yang zhahir, maka sahlah pada / jua tiada
sempurna pada hakikatnya seperti sabda nabi shallā / `l-Lāhu „alaihi wa sallam:
“Wa man «„abbada `l-isma»11
dūna `l-ma‟nā / faqad kafara”. Dan barang
siapa sembahyang tatkala takbira / tu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar dan tiada
dalam hatinya // suatu jua pun adalah seolah-olah menyemah nama / maka yaitu
kufur tiada sah sembahyang.
“Wa man «„abbada»12
/ `l-ma‟nā dūna «`l-ismi»13
fahuwa munafīq”. Dan
/ barang siapa menyemah ma‟nā tiada dengan nama maka / yaitu munafik. Yakni
barang siapa sembahyang tatka[la]14
/ takbiratu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar
6 Tertulis
7 Tertulis
8 Adisi tertulis karena dianggap kelebihan kata, sedangkan yang benar adalah kata pertama,
tertulis .
9 Tertulis
10 Tertulis
11 Tertulis
12 Tertulis
13 Tertulis
14 Tertulis
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pada hatinya / jua tiada pada mulutnya maka yaitu munafik tiada / sah
sembahyang.
“Wa man «„abbada `l-isma»15
wa `l-ma‟nā / faqad asyraka”. Dan barang
siapa menyemah nama dan / ma‟nā maka yaitu musyrik yakni barang siapa
sembahyang / tatkala takbiratu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar dikatanya / dalam
hatinya Allah yang besar maka yaitu musyrik / (da)16
tiada sah sembahyang.
“Wa man „abdu `l-ma‟nā / bitahqīqata `l-ma‟rifa«ti»17
fahuwa mu‟minun
haqq”. Dan / barang siapa sembahyang tatkala takbiratu `l-ihrām dalam /
diteguhkannya dengan ma‟nā hakikat makrifat-makrifat // maka yaitu mukmin
yang sebenarnya.
“Wa man taraka «`l-isma»18
/ wa `l- ma‟nā fahuwa „ārif bī `l-Lāhi (illā)19
`l-„azhīm”. Dan barang sia / pa <meninggal nama dan ma‟nā maka yaitu arif>20
meninggalkan / nama dan ma‟nā maka yaitu „ārif bī `l-Lāh yang amat besar /
Adapun salat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala salik dan
memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “La
15 Tertulis
16 Tertulis
17 Tertulis
18 Tertulis
19 Tertulis
20 Tertulis
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tuqbalu `l-a‟ma [lu illā]21
bī `sh-shallati”. Tiada terima Allah Taala akan segala
amal / yang lain melainkan dengan sembahyang itu.
Bermula makna / sembahyang itu yaitu sembah maka murād daripada
sembah / itu yaitu memuliakan dan memesarkan dan mengangkatkan / dan berbuat
[a]kan22
yang disuruh akan Allah Taala dan Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam
dan menjauhi segala larangan . / Seperti firman Allah Taala:
“Innanī a«nā»23
`l-Lāhu / lā ilāha illa „l-Lāhu [illā]24
«a»nā25
fā‟budnī
wa aqimī `sh-shalāta…”26
. Bahwa // sanya Aku Allah Tuhan yang tiada Tuhan
hanya Aku, / maka sembah olehmu akan Daku dan berdirikan sembahyang pada /
sehari semalam lima waktu.
Dan lagi firman Allah Taala / “Qul in kuntum tuhibbūna `l-Lā«ha»27
fāttabi„ūnī yūhbibkumu `l-Lāhu…”28
/ Katakan olehmu ya Muhammad jika ada
kamu mengasihi Allah Taala / bahwa ikut oleh kamu perbuatan-Ku supaya kamu
kasihi / Allah Taala dan sembahyang itu pada insan taat, / dan pada malaikat
istigfar, dan segala hayawan tasbih. /
21 Tertulis
22 Tertulis
23 Tertulis
24 Tertulis
25 Tertulis
26 QS Taha : 14
27 Tertulis
28 QS Ali Imran : 31
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Seperti sabda Nabi Allah „alaihi wa sallam “A `sh-shalātu «„i»mādūd29
/«dīni wa „imādu`sh-shalāti sab„un”»30
. Adapun sembahyang tiang [a]gama.31
/
Dan tiang sembahyang itu tujuh perkara.
Pertama takut / akan Allah. Dan murād takut akan Dia itu, yaitu senantiasa
/ ingat serta me-ta‟zhim akan Dia dan menjauhi segala <nahi>32
/ nahi-Nya dan
mengikut segala amar-Nya dan tiada mendapat / kan zat seperti firman Allah
Taala “Wa yukhazhimu kumu // `l-Lāhu nafsah”. Dan dipertakut Allah Taala akan
kamu / daripada meninggalkan zat.
Kedua hadir hatinya. Dan murād hadir kalbu(l)33
akan Allah Taala itu
yaitu menyelaskan diri / daripada lain dan lupa dan ingatkan pada kalbu itu serta /
Haq Taala jua yang empunya nama tashawwur-kan itu hingga / tiadalah
dilihatnya perintah yang maujud pandang kalbu. /
Ketiga serta paham akan makrifat dan tauhid. Dan / murād sempurna
makrifat dan tauhid itu, yaitu tiada / menyekutukan Haq Taala serta pengenalnya
akan Dia, tiada lagi / syak di dalam iktikadnya akan wujud zat Allah dan
<muhi>34
/ muhīth pada sekalian alam yang sempurna. Tauhid itu ha / rap akan
Tuhan.
Keempat membesarkan amarnya dan / nahinya.
29 Tertulis
30 Tertulis
31 Tertulis
32 Tertulis
33 Tertulis
34 Tertulis
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Kelima menghebatkan. Dan murād hebat itu yaitu / [se]nantiasa35
hadir
dan nazir akan Dia, serta memuliakan / Haq Taala dan menghinakan dirinya.
Keenam harap akan // rahmat-Nya dan ampu[n]-Nya36
.
Ketujuh malu akan Haq Taala. / Dan malu itu yaitu me-ta‟zhim-kan akan
Dia dan / senantiasa ingat akan Dia berbisik rahasia-Nya seperti sabda Nabi /
shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “…an ta‟buda`l-Lāha ka annaka tarāhu faillam
/ takun tarahu fa innahu yarāka”37
. Bahwasanya engkau semah Tuhan seo / lah-
olah engkau lihat akan Dia, maka jika tiada engkau melihat, (engkau)38
/
makasanya melihat engkau.
Sebermula pada menyatakan kiblat anggota, / yaitu ka‟bah Allah. Kedua
kiblat kalbu yaitu kepada baitul / ma‟mūr yaitu kiblat seperti al-kiram
bara«ra»h39
. Ketiga kiblat / ruh yaitu „arsy yaitu segala malaikat al-muhaimin.
Keempat kiblat malaikat al-kiram katibin.
Soal sembahyang <se>40
/ sehari semalam lima waktu itu siapa asal yang /
mengerjakan dia?
Jawab: adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam „alaihi
sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat awal mengerjakan dia
35 Tertulis
36 Tertulis
37 Hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.
38 Tertulis
39 Tertulis
40 Tertulis
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Nabi Ibrahim [„alaihi sallam]41
. // Ketiga sembahyang waktu asar empat rakaat itu
/ mengerjakan dia Nabi Allah Yunus „alaihi sallam. / Keempat sembahyang
waktu magrib tiga rakaat awal yang / mengerjakan dia Nabi Allah Isa „alaihi
sallam. Kelima / sembahyang waktu isya empat rakaat awal menger<jaka>42
/
jakan dia Nabi Allah Musa „alaihi sallam. Dan sembahyang / witir dan
sembahyang jumat itu akan Nabi Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam
awal mengerjakan dia.
Soal sebabnya kita / difardukan sembahyang lima waktu pada sehari
semalam? /
Jawab: adalah tatkala masa awal, berfirman Allah Taala akan / Nur
Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam tatkala belum lagi ada / kenyataan
segala suatu yang lain dari pada-Nya. Maka firman Allah / Taala akan Nur
Muhammad “… alastu bi rabbikum…”. Artinya bukanlah / Aku Tuhanmu? Maka
sabdanya “ qalu balā”43
. Artinya berkata nur // Muhammad bahkan yakni murād
bahkan itu Engkau jua Tuhan / kami. Maka tatkala itu sujudlah ia akan
mengesakan Tuhannya / kira-kira lima ratus tahun lamanya. Maka itulah
difardukan atasnya / segala umatnya mengerjakan sembahyang lima waktu pada
sehari semalam.
Soal apa sebab sembahyang subuh dua rakaat dan sembahyang / zuhur
empat rakaat dan sembahyang asar empat rakaat / dan sembahyang magrib tiga
rakaat dan sembahyang isya / empat rakaat dan sembahyang subuh dua rakaat dan
/ sembahyang witir serakaat?
41 Tertulis
42 Tertulis
43 QS Al-A‟raf : 172
8
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Jawab: bahwasanya sabda / Rasulullah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam, ia
kepada sahabatnya / Abu Bakar, dan Umar, dan Ustman, dan Ali mereka itu
bertanya. /
Maka sabdanya adapun sebab sembahyang subuh dua <ra>44
/ rakaat
karena ta„ayyun yang pertama itu dua perkara. Pertama / ta„ayyun zat. Kedua
ta„ayyun sifat Allah.
Maka sembah // Sayyidinā Ali, ya Rasulullah apa sebab sembahyang /
zuhur empat rakaat?
Maka sabdanya karena tajalli Tu / han itu dengan empat perkara. Pertama
wujud. Kedua / ilmu. Ketiga nur. Keempat syuhud. Maka yang wujud / itu isbat
pada menyata[kan]45
ta„ayyun zat karena jika tiada / wujud, zat pun tiada nyata.
Maka [yang]46
ilmu itu isyarat / pada menyatakan ta„ayyun sifat karena jika tiada
ilmu, sifat/ pun tiada. Maka yang nur itu isyarat pada menyatakan / ta„ayyun asma
karena jika tiada nur, asma pun tiada / nyata. Maka yang syuhud itu pada
menyatakan ta„ayyun af„al / karena jika tiada syuhud, fi„il pun tiada nyata.
Bermula / sirr itu maqām ta„ayyun zat «da»n47
ruh itu maqām / ta„ayyun
sifat, dan kalbu itu maqām ta„ayyun asma, / dan tubuh itu maqām ta„ayyun af„al.
Maka sembah Sayyidi // nā Ali, ya Rasulallah apa sebab sembahyang asar
empat / rakaat?
44 Tertulis
45 Tertulis
46 Tertulis
47 Tertulis
10
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Maka sabdanya karena tajalli insan itu dengan / empat perkara. Pertama
daripada air. Kedua daripada tanah. / Ketiga daripada angin. Keempat daripada
api.
Maka sembah <Sa>48
/ Sayyidinā Ali ya Rasulallah apa [sebab]49
sembahyang magrib itu / tiga rakaat?
Maka sabdanya karena tajalli Haq Taala dengan / tiga perkara. Pertama
ahadiyyah. Kedua wahdah. Ketiga / wahidiyyah. Adapun ahadiyyah itu keesaan /
zat la ta„ayyun. Dan wahdah itu keesaan sifat ta„ayyun / awal, yaitu hakikat
Muhammadiyah. Dan wahidiyyah kee[saan]50
/ af„al yakni sāni yaitu hakikat
Adam. Adapun / ahadiyyah pada kita ini air yang hidup “mā„ul hayat” namanya. /
Dan wahdah pada kita ini ha[ti]51
yang dipalu tiada belah, kalbu / nurani dan
ruhani pun namanya. Dan wahidiyyah // pada kita ini akal arif lagi sempurna akal
<ha>52
/ hakikat namanya.
Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab (semyaham)53
sembahyang isya empat / perkara?
Pertama wadi. Kedua mazi. Ketiga pada mani. / Keempat ma«ni»kam54
.
Adapun tempat mani itu dalam / tulang dan sendi. Setelah keluarlah ia daripada
48 Tertulis
49 Tertulis
50 Tertulis
51 Tertulis
52 Tertulis
53 Adisi Tertulis sudah dibetulkan pada kata berikutnya .
54 Tertulis
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
tempat / itu dalam nikmat, maka jatuh ke dalam rahim perempuan / atau barang
sebagainya dan yang dinamai itu yaitu (nar)55
/ nur Allah. Dan Nur Muhammad
pun namanya. Dan keluarnya / itu daripada sebab syahwat yang zhahir atau
syahwat / yang terbua«t»56
. Dan adalah syahwat itu daripada mazhahir / sifat
jalalla dan m.ng.n.k.m itu yaitu semata-mata l.n / ialah m.ng.n.k.m namanya lagi
lengkap segala masail ilmu / dalamnya. Adapun wadi itu yaitu sirri daripada /
angin dan m.ng.n.k.m itu sirri daripada api.
Maka ialah // maka disertakannyalah niatnya kaukatanya Allahu Akbar
jangan / dahulu. Dan terkemudian daripada “alif” Allah hingga “ra” Akbar. Wa /
jib dinyatakan “ra” Akbar serta menyatakan Dia dengan seakan / yakni pada
i«th»57
thāha[d]58
-nya memutuskan segala sifat fi„il / yang berkaya-kaya itu serta
membesarkan sifat zat mutlak. /
Ketiga yaitu maqām tabdil artinya tawakal kepada Allah / Taala serta
menafilah insan, hanyalah wujud Allah / Taala seperti firman ---. / Bahwasanya
Allah jua yang kekal dan fanalah semuanya. Demikian / lah dalam musyāhadah
dan muqābalah dan muqāranah ia / hadirat Tuhan dalam sembahyang serta
taslim-nya / dan tawadlu‟-nya dan takutnya ia mengerjakan amar-nya / dan serta
menjauhi (na‟a)59
nahinya.
Keempat memaca / fatihah yaitu maqām mutakalim artinya berkata-kata
dengan // Allah. Bermula fatihah itu keluar daripada tubuh yang halu / s yakni
55 Adisi Tertulis dibetulkan pada kata berikutnya
56 Tertulis
57 Tertulis
58 Tertulis
59 Tertulis
13
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
meninggilah dirinya dan hapus segala ta„ayyun / --- / yang zhahir maka hendaklah
dikeluarkan bacanya itu kepada huruf / dan bukan suara. Inilah maqām mutakalim.
Kelima rukuk dalam / itu seolah-olah memanang tiang ka‟bah, yakni ibu
kakinya kedua. /
Keenam iktidal dalamnya itu memanang antara kening kedua seolah-olah /
memandang Nur Muhammad, Rasulallah.
Ketujuh sujud dalamnya itu / memandang dada seolah-olah melihat Tuhan
dalam kabah. Dan / sujud itu maqām taqarubi yakni mengnyempurnakan diri /
kepada Haq Taala serta hapuslah ta„ayyun insan dalamnya. /
Kedelapan qu„ud.
Kesembilan duduk.
Yang kemudian kesepuluh / tahiyat akhir.
Kesebelas salawat akan nabi shallā `l-Lāhu „alaihi / wa sallam.
Keduabelas salam yang pertama.
Ketigabelas tertib. //
Bermula sembahyang itu menyempurnakan iman, islam, tau / hid, makrifat
dan menyempurna[kan]60
«sya»riat61
, tarekat, / hakikat, makrifat.
Adapun hakikat ash-shalah itu / empat perkara. Pertama masuk serta ilmu.
Kedua <ber>62
/ berdiri serta malu. Ketiga memaca surat. Keempat / serta takut.
“fi„il wa „l-bayān kaifati „sh-shalat”. / «Be»rmula63
fi„il pada menyatakan
perbuatan sembahyang. Adapun / pertama-tama tatkala berdiri si-mushali ia
60 Tertulis
61 Tertulis
62 Tertulis
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
hendak takbir itu / si-mushali ia itu dengan segala sifatnya dan fi„il-nya dan /
murād mu„ayanah sifat yaitu la hayyu, la „ilmu, la qadīr, / la sami‟, la bashīr, la
mutakalim fi `l-haqiqati [illā]64
`l-Lāh / <`l-Lāh>65
. Artinya tiada yang hidup, dan
tiada yang kua / asa, dan tiada yang menengar, dan tiada yang melihat, / dan tiada
yang berkata pada hakikat melainkan Allah. // Dan disimpankan yang termenekur
itu dengan katanya / “ La haulā wa lā quwwata illā bi `l-Lāhi „aliyu „l-„azhīm” .
Artinya / dan tia[da daya]66
dan tia[da]67
kuat melainkan Allah yang amat tinggi /
lagi yang amat besar karena seperti sabda nabi shallā / `l-Lāhu „alaihi wa sallam
“Man «„arafa nafsahu»68
bī `l-fanā i / faqad „arafa rabbahu bī `l-baqāin”.
Barang siapa [mengetahui]69
dirinya dengan / fana, niscaya mengenal Tuhan yang
baqā adanya / zat-Nya serta sifat-Nya dan af‟al karena Haq Taala. /
Qiamuhu binafsihi artinya berdiri dengan sendirinya / dan makhluk itu
qiamuhu ada ia dengan lain. Maka yang kekal / Haq Taala qiamuhu <muhu>70
binafsihi dan nafilah sifat / makhluk yang qiamahu bi ghairihi. Maka hendaklah
senantiasa / diperlakukan berdiam (ha)71
dalam hatimu jangan kamu lalai / dan
63 Tertulis
64 Tertulis
65 Tertulis
66 Tertulis
67 Tertulis
68 Tertulis
69 Tertulis
70 Tertulis
71 Tertulis
17
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
lupa akan zat yang wajibu `l-wujud selama di dalam // sembahyang atau di luar
sembahyang.
Segala laguan daripada / hidupnya datang kepada sakaratul maut pun
<de>72
/ demikian jua engkau musyāhadah-kan kemudian dari itu / maka
hendaklah ia ingat akan yang tiga belas / itu yang dihimpunkan kepada tiga bahagi
yaitu / “fi‟lī , qaulī, qalbī”.
Maka yang tiga inilah / af„al kita dan sifat kita inilah. Pertama ruh / dan
badan insan telah berhimpunkan pada masa / itu. Arwah sekalian karena belum
lagi berjari. / Setelah itu maka disebutnya lafath “Ushallī fardla / zhuhri arba„a
rakā‟tinn mustaqbila `l-qiblati / ada„an lī „l-Lāhi Ta„ālā. Dan murād lī „l-Lāhi
Ta„alā di sini / dengan Dia si-mushali berdiri sembahyang yakni dan / iradat dan
qudrat dan hidayat-Nya dan tau // fiq-Nya hasillah.
Maka setelah itu maka hendaklah ia / menghadirkan “qashad, ta‟radl,
ta‟yyin” dahulu sedikit / daripada “alif” Allah, yakni ingatnya yang dimuliakan
itu, / niat harfiah namanya. Penglihat biasakan mukmin / <ada>73
ada pun
berhimpun qashad, ta‟radl, ta‟ayyin ini. / Ketiga nama ya niat itulah sabarlah diri
kita tiada / mati. Setelah sudahlah ia ingatnya zat-Nya dan / asma dan af„al-Nya
fana jua adanya, tiada terbilang / Ia wujud-Nya. Hanya yang terbilang itu zat
Allah / maujud yang jua dengan segala sifat-Nya dan asma-Nya af„al /-Nya.
Demikian musyā{hada}h-nya74
. Kemudian dari itu maka disebutnya / “Allahu
72 Tertulis
73 Tertulis
74 Tertulis
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Akbar”, menampilah anggota kepada zat-Nya Allah, / dan sifat Allah, dan asma
Allah, dan af‟al Allah. / Maka dinamailah ia ikhlasnya.
Setelah sudahlah / zat hadirkannya daripada “alif” Allah, yakni ingatnya
akan // zat-Nya, da[n]75
akan sifat-Nya, da[n]76
akan asma-Nya, dan akan af„al- /
Nya fana [wu]jud-Nya77
, tiada terbilang wujudnya. Hanya / zat Allah jua yang
maujud dengan segala sifat-Nya, / dan asma-Nya, dan af„al-Nya daripada “alif”
Allah hingga/ “ra” Akbar, “Allahu Akbar” maujud.
Maka adalah musyāhadah-nya / tatkala itu segala masiwa `l -Lah ini fana
ia, / hanya Haq Taala jua yang baqā seperti firman Allah / Taala “Kullu syai‟in
hālikun illā wajhah”78
. Tiap-tiap / binasa melainkan zat-Nya yang adanya.
Demikianlah takbira / tu `l-ihrām orang yang muntahi.
Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith, takbirnya Allah,
takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini nyatalah / fana-Nya,
af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya / kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat
Allah. Maka / apabila tataplah hapusnya seperti keadaan // hapus bulan dan
bintang itu sebab ter / bit matahari, maka tiada terbilang cahaya keduanya / itu
melainkan yang terbilang cahayanya matahari / jua. Maka dihukumkan
pandangnya yang demikian itu / pandang mutawasith namanya.
Dan jikalau ia / daripada orang yang mubtadi maka muqāranah-nya /
Allahu Akbar atau sembahyang fardu zuhur atau la / innya. Maka apabila
selesailah si-mushali itu daripada / takbiratu `l-ihrām, kemudian muqāranah maka
75 Tertulis
76 Tertulis
77 Tertulis
78 QS Al-Qasas 88
20
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
hendaklah / ia kembali akan pandang kepada mu„ayyanah serta / muntahi yang di
bawahi hingga sampailah kepada Islam. /
Maka adalah tatkala menyebut Allahu Akbar dalam sembahyang / itu tiada
siapa terlihat pada mata kepala / nya dan hatinya hanya [Allah]79
jua maujud //
sendiri-Nya dengan dirinya. Tiada yang / menyertai hanya Allah jua pada dirinya,
/ dan pada rakaatnya, dan sujudnya, / dan pada duduknya, dan pada kurvanya, ha /
nya Ia jua sembah dan yang disembah. Maka / tilik dan menilik, dan yang ditilik,
/ hanya Ia jua sembah dan yang disembah. / Maka nyatalah diri si-mushali itu
serupa diri-Nya, / yakni insan itu zat Allah «dan»80
, / sifatnya Allah dan asmanya,
asma / Allah dan af„al-nya, af„al Allah.
Inilah / dikerjakan oleh nabi kita Muhammad shallā / `l-Lāhu / „alaihi wa
sallam dan segala sahabatnya / dan awliya‟ dan quthub dan segala hāl // dan ghaf-
nya dan segala hāsh „l-hāsh dan „arif / rabbānī. Itulah mukmin yang berwali yang
bernama-nama martabat / muntahi.
Syahdan ketahui olehmu hai mushali akan isya / rat takbiratu `l-ihrām
tatkala kaukata akan Dia “Allah” itu / “alif”-nya itu maqām makrifat, isyarat akan
wujud Allah. / Dan “lam” awal maqām hakikat, isyarat akan jalalliyah. / Dan
“lam” sani itu maqām tarekat, isyarat akan / sifat al-jamaliyah. Dan “ha” itu
maqām syariat, / isyarat akan hawiyatu `l- mutlaq.
“Akbar” itu, “alif”-nya maqām / jamil, isyarat akan sifat nafsi. Dan “kaf”
itu maqām hanafi, isyarat akan sifat salbiah. (Dan “ba” itu / maqām syafi„i arti
79 Tertulis
80 Tertulis
21
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
syafi„i akan maqām syafas / sifat ma„ānī)81
Dan “ba” itu maqām syafi„i, isyarat /
akan sifat ma„ānī. Dan “ra” itu maqām maliki, isyarat // akan sifat ma‟nawiyah.
Wa `l-Lāhu a‟lam.
Soal ushali itu / martabat apa? Dan fardlu itu martabat apa? Dan zhuhri
[itu]82
/ martabat apa?
Jawab: Adapun ushali itu martabat „ilmu `l-yaqqin pendapat tajalli zat
Allah Taala “Wa hiya / fi‟lu [`l-Lah],”83
ruh itu „ubudiyah. Dan fardlu itu martabat
/ „ainu `l-yaqqin pendapat tajalli sifat Allah “Wa hiya / fi‟lu `l-qalb” ini (mau)84
maqām „ubudiyah. Dan zhuhri / martabat haqqu `l-yaqqin «pe»ndapat85
af„al
Allat “Wa hiya / fi‟lu `l-jasad” ini maqām ibadat.
Soal ushali itu / isyarat apa? Dan fardlu itu isyarat apa? Dan zhuhri itu /
isyarat apa?
Jawab: Adapun ushali itu tajalli zat, yakni sirr. Dan fardlu itu tajalli nur
sifat / Allah yakni fuad. Dan zhuhri itu tajalli hidayat / asma Allah, yakni akal.
Adapun hakikat ushali // itu “Allah” dan fardlu itu “Huwa” dan hakikat /
zhuhri itu “Akbar”.
Syahdan ushali itu menyatakan(wa)86
/ qashad itu yaitu tiada ia mati,
maka dinamai akan dia / niat. Maka itu sebenar-benar diri kita. Dan fardlu / itu
81
Adisi Tertulis sudah dibetulkan pada kalimat selanjutnya tertulis
82 Tertulis
83 Tertulis
84 Tertulis
85 Tertulis
86 Tertulis
24
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
menyatakan ta„radl itu menyatakan berhenti segala / rukun tiga belas. Maka niat
itu antara ruh / dan badan manusia. Dan zhuhri itu akan ta„yyin / itulah keadaan
diri kita karena apabila nyatalah diri / kita, maka nyata-nyata Tuhan, kata Imam
Ghazali radli `l-Lāhu / „anhu.
Sembahyang dan takbir itu nyawanya. Dan fatihah / itu kepalanya. Dan
rukuk dan sujud itu tu / langnya. Dan tumaninah itu tubuhnya. Dan tahiya / t itu
tangannya. Dan memeri salam itu kakinya. /
Ketahui olehmu bahwa[sa]nya87
sembahyang itulah yang di // namai
maqām Muhammad karena rupa sembahyang misal / rupa “Ahmad”. Dan yang
sembahyang itu rupa “Muhammad”. / Yakni inilah rupanya tatkala berdiri itu
rupa / “alif” atau dan tatkala rukuk itu rupa “ha”. <Dan / tatkala sujud itu rupa
«hu»ruf88
“mim”>89
Dan tatkala / sujud itu rupa huruf “mim” . Dan tatkala duduk
/ itu rupa huruf “dal”. Dan kepalanya si-mushali itu berupa / huruf “ha”. Dan
pusatnya itu berupa dengan huruf “mim”. / Dan kedua kakinya berupa huruf
“dal”. Dan inilah sembahyang / pada orang yang menjalani jalan batin yang
sempurna. / Ibadah demikianlah seperti kata yang tersebut bayān-nya / yang
dahulu itu.
Soal waktu lima itu dari mana keluarnya?
Jawab: Ketahui olehmu bahwasanya waktu zhuhur itu / keluar daripada
dada Nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam // otak nabi shallā `l-Lāhu
„alaihi wa sallam. / Dan waktu asar itu dan magrib keluar daripada / dada nabi
87 Tertulis
88 Tertulis
89 Tertulis
25
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Allah shallā `l-Lahu „alaihi wa sallam. Dan / waktu isya itu keluar daripada
«a»nggota90
nabi Allah / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan waktu subuh itu /
keluar daripada ubun-ubun nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. /
Syahdan pada menyatakan syahadat dan taharah dan / sembahyang dan
puasa dan zakat dan naik / haji dan sekayanya wajib ketahui supaya sempurna /
jalan tiga perkara itu, yakni jalan syariat, / dan jalan tarekat, dan hakikat.
Adapun (tara)91
/ taharah itu tiga perkara. Pertama taharah syariat. Kedua
taharah tarekat. Ketiga taharah hakikat. / Dan sembahyang pun demikian dan
puasa [pun]92
demikian // dan zakat pun demikian dan haji pun demikian / jua.
Adapun taharah syariat itu yaitu menyucikan / najis dan hadas asghar dan
hadas akbar itu / dengan air atau dengan tanah. Dan taharah tarekat / menyucikan
batinnya daripada «dendam»93
lah dan khianat / dan munafik dan mengadu akan
samanya Islam. / Dan taharah hakikat itu yaitu menyucikan rahayunya / daripada
yang lain daripada Allah Taala dalam hatinya. /
Adapun syahadat itu tiga perkara. Pertama syahada[t]94
/ syariat. Kedua
syahadat tarekat. Ketiga syahadat / hakikat.
Maka yang syahadat syariat itu yaitu / meninggikan ketuanan pada
makhluk. Dan syahadat / tarekat itu yaitu meninggikan ketuhanan dirinya /
90 Tertulis
91 Tertulis
92 Tertulis
93 Tertulis
94 Tertulis
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
diteguhkan a.n.k.r.h95
Tuhannya. Dan syahadat // hakikat itu yaitu dikaram dirinya
kepada Haq / Taala pada tiap-tiap jalalnya.
Adapun sembahyang itu / tiga perkara. Pertama sembahyang syariat.
[Kedua sembahyang tarekat]96
. Ketiga sembahyang / hahikat.
Maka sembahyang syariat itu yaitu ketahui / segala fardu dan sunat dalam
sembahyang serta mengerja / kan dia. Dan sembahyang tarekat itu memelihara
akan / hadirat Tuhan, yakni hukumnya, amarnya, dan nahi / seperti sabda nabi
shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “ --- / „ani `l-jawari li `sh-shalati”. Berdiam
perbuatan yang haram / itu seperti sembahyang jua. Dan sembahyang hakikat / itu
yaitu meninggikan dirinya kepada Haq Taala dalam / murāqabah dan
musyāhadah-nya dan muqābalah dengan / Dia.
Dan adapun puasa itu tiga perkara. / Pertama puasa syariat. Kedua puasa
tarekat. // Ketiga puasa hakikat.
Maka puasa syariat / itu meninggalkan dirinya daripada makan dan minum
dan / jimak. Dan puasa tarekat itu meningal meninggalkan / daripada loba dan
tamak dan «dendam»lah97
dan khia / nat akan samanya Islam. Dan puasa hakikat /
itu yaitu meninggalkan dirinya daripada lain daripada / Allah Taala serta
menyeungulkan Dia dan menghayat Dia. /
Dan adapun zakat itu tiga perkara. Pertama / zakat syariat. Kedua zakat
tarekat. Ketiga / zakat hakikat.
95 Tertulis
96 Tertulis
97 Tertulis
28
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Maka zakat syariat itu yaitu / mengeluarkan yang difardukan Allah
daripada arta-nya yang kemudian / daripada sampai nisabnya atau haulnya. Dan
zakat / tarekat meneguhkan janji daripada Tuhannya itu. Dan zakat hakikat itu
(ma)98
mengeluarkan kekasihnya, // yakni fana fi `l-Lāha dan baqa bi `l-Lāha.
Dan adapun haji / itu yaitu tiga perkara. Pertama haji syariat. Kedua / haji
tarekat. Ketiga haji hakikat.
Maka haji syariat / itu pergi ia mengujuki tempat yang mulia, yakni
ka‟bah / Allah. Dan haji tarekat itu yaitu menilik maqām ihram / serta ikhlas. Dan
haji hakikat itu yaitu menilik / kepada maqām zat jati serta meminum dia.
Syahdan / syariat itu perbuatan Islam maqām pada tubuh. / Dan tarekat itu
perbuatan iman dan maqām pada <ha>99
/ hati. Dan hakikat itu perbuatan tauhid
dan maqām-nya / pada ruh. Dan mu(„a)raqābah100
itu pertuannya makrifat dan /
maqām-nya pada sirr.
Adapun Islam pada kita ini ilmu / pada Allah. <Dan>101
Dan iman pada
kita yakni ta„ayyun pada Allah. Dan / tauhid pada kita ini rahasia pada Allah
Taala. <Dan>102
// Dan makrifat pada kita ini nur pada Allah Taala.
Soal apa / faedah Islam dan iman dan tauhid <dan>103
/ dan makrifat?
Jawab: Adapun faedah Islam (dan)104
/ itu akan memasukkan ke dalam
syarikat. Dan faedah iman / itu akan rukyatu `l-Lah Taala. Dan tauhid itu muntahī
98 Tertulis
99 Tertulis
100 Tertulis
101 Tertulis
102 Tertulis
103 Tertulis
30
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
/ yang „inabah Allah. Dan faedah makrifat itu akan mengenal / antara qadim dan
muhadist-nya tiadalah ia jadi bertukar-tukar / dan bersamaan antara keduanya itu.
Soal [apa]105
faedah syariat / dan tarekat dan hakikat itu?
Jawab: Adapun fa / edah syariat itu memelihara tubuh dari dunia datang ke
akhirat. / Dan faedah tarekat itu memelihara hati daripada kufur dan / maksiat.
Dan faedah hakikat itu memelihara ruh / daripada musyrik akan Tuhan. Dan
faedah makrifat / memelihara akan rahayu daripada syak karena Tuhannya.
Soal // tubuh itu kenyataan apa? Dan hati itu kenyataan apa? Dan / ruh
kenyataan apa? Dan sirr itu kenyataan apa?
Jawab: / Adapun tubuh itu menyatakan af„al Allah. Dan / hati itu
menyatakan asma Allah. Dan ruh / menyatakan sifat Allah. Dan sirr itu
menyatakan zat / Allah.
Soal apa sebab Allah Taala menjadikan insan? /
Jawab: Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-nya, dan
lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat rahim-Nya
kepada insan. /
Soal apa makanan tubuh? Dan apa makanan hati? / Dan apa makanan ruh?
Dan makanan sirr?
Jawab: / Adapun makanan tubuh yaitu makanan dan minu / mannya
sekalian jasmani, maka diperolehlah ialah nikmat tu / buh dengan dia dan zikirnya
“lā malika illā „l-Lāh”. Tiada Tuhan // yang disembah sebenar-benarnya hanya
Allah. Dan makanan / hati itu yaitu hadir dan akan Tuhannya, maka berolehlah
104 Tertulis
105 Tertulis
32
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
nikmat hati itu dengan dia zikirnya / “lā ilāha illā `l-Lāh”. Hanya Allah jua yang
maujud. <Dan>106
/ Dan maka«nan»107
ruh itu yaitu makanan nurani / dan pun
dan minumannya pun (r)108
nurani, / yaitu mengucap tasbih dan tahlil, maka
diperoleh / nikmat ruh itu dengan dia dan zikirnya “Allāh Allāh” / yang yakni
Allah yang hakikat. Dan makanan sirr itu / yaitu senantiasa dimeri akan pada
musyāhadah / dan muraqābah kepada zat jati maka putuslah ia / dengan Dia, dan
zikirnya “hūwa hūwa” yakni [Ia]109
jua / zat mutlak dan Ia jua zat hakikat dan / Ia
jua zat Allah.
Dan adapun apa pengetahuan // kita akan zat Allah? Dan apa pengetahuan
kita akan / sifat Allah? Dan apa pengetahuan kita akan asma Allah? Dan apa
pengetahuan kita akan af„al Allah?
Jawa«b»110
: / Pengetahuan kita {zat}111
Allah itu pada [wu]jud112
kita jua /
yakni wujud kita itu wujud majasi dan / wujud Haq Taala wujud hakiki. Dan
pengetahuan / kita akan sifat itu yaitu pada ilmu kita jua, yaitu tau / hid kita dan
makrifat kita dan penengar kita dan / berkehendak kita itulah sifat Allah yang
sendiri / pada diri kita. Dan pengetahuan kita akan asma Allah / itu yaitu pada nur
kita jua, yaitu seperti terang / mata kepala dan terang mata hati. Dan akal yang /
106 Tertulis
107 Tertulis
108 Tertulis
109 Tertulis
110 Tertulis
111 Tertulis
112 Tertulis
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
sempurna dalam tubuh itulah sifat asma Allah / namanya. Pengetahuan kita akan
af„al Allah, yaitu // syuhud kita jua seperti penglihat dan yang kita / lihat pada
tiap-tiap hari dan malam amat nyata / keduanya itu.
Soal mana dinamai ter«pan»dang113
kita / kepada Haq Taala? Dan gaib
kita daripadanya musyā / hadah kita <kepada-Nya di hadir kita dengan Dia, Dan /
sampai kita kepada-Nya>114
di hadir kita dengan Dia. Dan / sampai kita kepada-
Nya itu?
Jawab: Adapun jadi ter / «pan»dang115
kita ini kepada Haq Taala karena
kita pandang / semata akan wujud Allah, zat Allah, dan sifat Allah, / dan asma
Allah. Dan gaib kita akan Haq Taala ini / karena membesarkan hawa nafsu dan
dunia. Dan / dari mana gaib kita dan dari mana hadir kita gaib / kita akan Dia dan
hadir kita dengan Haq Taala ini, / telah gaiblah daripada musyāhadah empat
perkara // washil kita kepada Haq Taala ini fanalah Ia daripada / papa dan hina
dan daif dan lemah dan bebal / pada pandangannya itu. Ia jua yang kaya dan Ia
yang / jadi barang yang dikehendak daripada suatu dengan dikatanya dengan /
lidahnya “La haula wa la quwwata illā bi `l-Lāh „aliyu `l-„adzim” ini / inilah
kalimat orang yang wāsil berjalan kepada jalan / ahlu „l-Lāh yang dinamai sufi
dan awliya‟ Allah Taala. /
Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya
wa `l-ahirati. Tamat risalah /
ini yang dinamai/
113 Tertulis
114 Tertulis
115 Tertulis
35
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
akan dia Asrā[ru]116
`sh-Shalāt waktu duha pada hari sabat / amin ya rabba
„alamin. Dan empunya surat Teuku / Lebai Syekh orang Aceh dan yang samurat
Teuku / Lebai Dien yang tahta kasihan. Arti tamat. Amin
F. Daftar Kata Sukar
1. Kosa kata Arab
„ainu `l-yaqqin : keyakinan yang didasarkan atas penglihatan mata dan
panca indra.
„ārif bī `l-Lāh : seorang hamba yang sudah mencapai derajat paling
tinggi sehingga mengerti Tuhannya.
„ilmu `l-yaqqin : keyakinan yang didasarkan oleh ilmu atau pengetahuan.
„ubudiyah : ibadah.
abdi : orang bawahan; pelayan; hamba.
af„al : perbuatan.
ahadiyyah : keesaan Tuhan; martabat yang pertama, yaitu martabat
Allah yang berupa zat, masih bersifat belum nyata,
semuanya dalam keadaan gaib atau tidak nampak (dalam
tasawuf).
amar : perintah; suruhan.
anshār : penolong; para pembantu perjuangan atau sahabat Nabi
Muhammad saw. dari kalangan penduduk Madinah
setelah Beliau hijrah dari Mekah ke Madinah.
arif : bijaksana; cerdik dan pandai; berilmu.
116 Tertulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
arwah : jiwa orang yang meninggal; roh.
asghar : kecil.
asma : nama (bagi Tuhan).
asrar : rahasia.
awliya‟ : para wali; orang mulia.
bāthin : sesuatu yang terdapat di dalam hati.
bayān : nyata; terang.
daif : lemah; tidak kuasa; tidak berdaya; tidak berguna; tidak
ada artinya; hina.
faedah : guna; manfaat.
fana : dapat rusak (hilang, mati); tidak kekal.
fardu : sesuatu yang wajib dilakukan; kewajiban.
fatihah : pembukaan; surah Fatihah (dengan huruf pertamanya
kapital dan didahului dengan penanda makrifah al-).
fi„il : perbuatan.
gaib : tidak kelihatan; tersembunyi; tidak nyata.
hadas : keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang
menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf, dsb.
hadlir : ada; datang.
hajat : maksud; keinginan; kehendak.
hakikat : intisari; dasar; kenyataan yang sebenarnya
(sesungguhnya).
hakiki : benar; sebenarnya; sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
haqqu `l-yaqqin : keyakinan yang betul-dirasakan dan dialami sehingga
keyakinan itu sama sekali tidak bisa kita dustai adanya.
haram : terlarang.
harfiah : (terjemahan atau arti) menurut huruf, kata demi kata.
hāsh „l-hāsh : kelompok khusus (elite) spritual.
haul : cukup satu tahun bagi pemilik harta kekayaan, seperti
perniagaan, emas, ternak sebagai batas kewajiban
membayar zakat.
hidayat : petunjuk atau bimbingan dari Allah Swt.
hisab : hitungan; perhitungan.
ikhlas : bersih hati; tulus hati.
ikhwānī : saudara; teman.
iktidal : berdiri tegak setelah rukuk sebelum sujud.
iman : kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan
dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dsb.
„inabah : pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses
kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke
jalan yang mendekat ke Allah.
iradat : kehendak (Allah Swt.).
isbat : penetapan; penentuan.
istigfar : permohonan ampun kepada Allah Swt.
iththāha : bersatunya manusia dengan Tuhan.
jalalla : kemuliaan; keluhuran; kebesaran; maha mulia.
jamil : bagus; indah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
jimak : perihal bersetubuh; persetubuhan.
ka‟bah : bangunan suci yang dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. dan
Ismail a.s., terletak di dalam Masjidilharam di Mekah,
berbentuk kubus, dijadikan kiblat salat bagi umat Islam
dan tempat tawaf pada waktu menunaikan ibadah haji
dan umrah.
kafir : orang yang tidak percaya kepada Allah Swt. Dan rasul-
Nya.
kalbu : pangkal perasaan batin; hati hati yang suci (murni); hati.
khianat : perbuatan tidak setia; perbuatan bertentangan dengan
janji.
kufur : tidak percaya kepada Allah Swt., dan Rasul-Nya; kafir;
ingkar; tidak pandai bersyukur.
ma„ānī : sifat yang mempunyai kekuasaan tunggal, selalu yang
dikehendaki-Nya selalu diketahui sebelum makhluk-Nya.
ma‟nā : arti.
ma‟nawiyah : sifat Allah yang bergantung dan berhubungan dengan
sifat.
majasi : tidak sebenarnya (sebagai kiasan, persamaan, dsb).
makrifat : pengetahuan; tingkat penyerahan diri kepada Tuhan,
yang naik setingkat demi setingkat sehingga sampai ke
tingkat keyakinan yang kuat.
mani : cairan kental yang menyembur dari kelamin laki-laki
pada waktu ejakulasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
maqām : tempat tinggal; kediaman.
masail : persoalan.
maujud : benar-benar ada; nyata.
mazhahir : memuculkan; menghasilkan
mazi : air putih (kuning) yang encer, keluar dari kemaluan
tatkala syahwat bangkit dan mendahului keluarnya air
mani.
misal : sesuatu yang menggambarkan sebagian dari suatu
keseluruhan; contoh; perumpamaan.
mu„ayanah : pengawasan.
mubtadi : golongan orang-orang yang baru memulai atau baru
dalam taraf awal.
muhajir : orang yang berpindah; pengikut Nabi Muhmmad saw.
yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah.
muhīth : menguasai.
muhtaj : orang yang membutuhkan bantuan.
mukmin : orang yangg beriman (percaya) kepada Allah Swt.
munafik : berpura-pura percaya atau setia dsb. Kepada agama dsb,
tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak, suka (selalu)
mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
perbuatannya; bermuka dua.
muntahi : tingkatan terakhir atau penghabisan dalam tasawuf;
orang-orang yang telah sangat lanjut, yang telah suci roh
dan hatinya daripada ma'siat lahir dan bathin, dan telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
suci pula ingatannya daripada selain Allah, yang
biasanya dinamakan orang-orang arifin, telah sampai
kepada makrifat.
muqābalah : penghadapan.
muqāranah : penyertaan.
murād : maksud.
murāqabah : pendekatan.
mushali : pelaku salat.
musyāhadah : penyaksian.
musyrik : orang yang menyekutukan Allah Swt.; orang yang
memuja berhala.
mutakalim : ahli ilmu kalam (teologi).
mutawasith : golongan orang-orang yang dianggap menengah dalam
mempelajari tasawuf.
nafi : penolakan.
nafsi : sifat yang melekat pada zat Allah Swt.
nahi : larangan.
najis : kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk
beribadah kepada Allah Swt.
nazir : pengawas; melihat.
nisab : jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat.
nur : cahaya.
nurani : lubuk hati yang paling dalam.
qadim : terdahulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
qalbī : hati.
qaulī : ucapan.
qudrat : berkuasa (Allah Swt.).
quthub : pemimpin.
rahim : penyayang.
rahman : pengasih.
rakaat : bagian dari salat.
ruhani : roh; berkaitan dengan roh.
salawat : doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw. beserta
keluarga dan sahabatnya.
salbiah : sifat Allah, yaitu sifat yang meniadakan semua sifat yang
tidak layak bagi Allah.
salik : murid.
sāni : kedua.
sirr : rahasia.
sufi : ahli ilmu tasawuf.
sunat : aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang
dinukilkan dari Nabi Muhammad saw., baik perbuatan,
perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah
ditinggalkannya; perbuatan yang apabila dilakukan
mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak
berdosa.
syahadat : persaksian.
syahwat : nafsu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
syak : rasa kurang percaya; curiga; ragu-ragu.
syariat : hukum agama yang menetapkan peraturan hidup
manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt.
syuhud : penyaksian.
ta„ayyun : kenyataan.
ta‟zhim : hormat.
taharah : suci; bersih.
tahlil : pengucapan kalimat tauhid la ila ha illallah „tidak ada
Tuhan selain Allah‟ secara berulang-ulang.
tajalli : penampakan diri Allah Swt.
taqarubi : pendekatan diri kepada Allah Swt.
tarekat : jalan; jalan menuju kebenaran (dalam tasawuf).
tasbih : pembacaan puji-pujian kepada Allah Swt. dengan
mengucap subhanallah „Mahasuci Allah‟.
tashawwur : pengetahuan konseptual.
taslim : penyerahan diri dan kepatuhan kepada perintah Allah.
taufiq : pertolongan (Allah Swt.).
tauhid : keesaan Allah Swt.
tawadlu‟ : rendah hati.
tawakal : berserah diri.
tumaninah : tenang; tidak tergesa-gesa.
wadi : tetesan terakhir dari air mani atau air kencing.
washil : tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
zakat : jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang
yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan
yang berhak menerimanya (fakir miskin dsb.) menurut
ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak.
zhahir : lahir, terlihat dari luar .
zikir : puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang.
2. Kosa kata Arkais
anugeraha : anugerah.
arta : harta.
bahagi : bagi.
berhimpunkan : dikumpulkan.
bermula : ada mulanya; pertama kali.
dimeri : diberi.
hasillah : diperoleh.
jati : murni; asli; yang sebenarnya.
kala : qada; peraturan; hukum; ketentuan yang berasal dari
Allah Swt.
laguan : perilaku; tingkah laku.
loba : serakah; tamak.
manikam : mani.
maujud : berwujud.
memaca : membaca.
memesarkan : membesarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
menampilah : terlihat; tampak.
mengnyempurnakan : menyempurnakan.
menujuki : menunjukkan.
menyelaskan : menjelaskan.
menyemah : meyembah.
penengar : pendengar.
pertuannya : kedudukannya.
rahayu : selamat; tentram.
semah : sembah.
syahdan : selanjutnya; lalu (biasanya dipakai pada permulaan cerita
atau permulaan bab).
3. Istilah Arab
„alaihi sallam : damai padanya.
Al-hamdu li `Lāhi hadanā syirātha `l-mustaqīmi : segala puji bagi
Allah yang menujukkan kami jalan yang betul.
al-kiram bararah : malaikat yang mulia yang bertugas membawa risalah
kepada nabi.
al-kiram katibin : malaikat pencatat amal, yang terletak di bahu kanan dan
kiri setiap makhluk-Nya.
al-muhaimin : malaikat penjaga.
arif rabbānī : orang yang bijaksana mengenal Allah.
baitul ma‟mūr : tempat bertemunya malaikat.
baqa bi `l-Lāha : kekal bersama Allah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm : Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
fana fi `l-Lāha : lebur bersama Allah.
lī „l-Lāhi Ta„alā : hanya karena Allah semata.
ma„aqillatihi `l-„ilmu mughtamidan : serta kurang ilmunya pada halnya
berpegang ia kepada Allah.
ma‟ul hayat : air kehidupan.
qiamahu bi ghairihi : berdiri bergantung kepada yang lain.
qiamuhu bi nafsihi : berdiri sendiri (Allah Swt.).
Radli `l-Lāhu „anhu : Semoga Allah meridhainya.
rukyatu `l-Lāh : melihat Allah (pada hari kiamat).
Shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam : Semoga salawat dan salam tetap
kepadanya.
Wa `l-Lāhu a‟lam : hanya Allah yang tahu.
Wa „alā ālihā wa shahbihī `l-muhājirina `l-anshār : Dan atas segala
keluarganya dan segala sahabatnya yang muhajir dan anshār.
Wa „alā ālihī wa shahbihī wa shallī „alā sabbidi `l-anbiyāi Muhammaddi `l-
musthofā `l-muhtāj : Dan mengucap salawat kami atas penghulu kami
segala nabi yaitu Muhammad yang pilihan.
wajibu `l-wujud : wujud yang pasti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
BAB V
ANALISIS DATA
A. Analisis Struktur
1. Struktur Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt
Struktur penyajian Asrāru `sh-Shalāt terdiri dari tiga bagian.
Ketiganya merupakan unsur-unsur yang membentuk satu struktur penyajian
yang utuh. Struktur tersebut terdiri dari (a) Pendahuluan, (b) Isi, dan (c)
Penutup. Tiga bagian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Pendahuluan, terdiri dari
A1 : Pembukaan
1) Doa dan seruan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karya sastra berjenis sastra kitab diawali dengan doa dan
seruan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut terdapat
pada teks Asrāru `sh-Shalāt yang diuraikan sebagai berikut.
a) Basmalah
Teks Asrāru `sh-Shalāt diawali dengan bacaan basmalah.
“Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 1).
b) Hamdalah
Bacaan hamdalah merupakan bentuk puji-pujian kepada
Allah Swt.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
“Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā] syirātha `l-mustaqīm.
Bermula segala puji-puji <puji>an/ tertentu bagi Allah
Tuhan yang menujuki kami jalan yang betul.”( Asrāru `sh-
Shalāt, hlm. 1).
2) Ajaran Takwa bagi pembaca.
“Kumulai risalah ini dengan nama Allah yang amat murah /
pada si pemberi rezeki akan hamba-Nya yang mukmin dan kafir
/ dalam dunia ini lagi yang amat mengasihani akan segala
hamba- / Nya yang mukmin dalam negeri akhirat itu.” (Asrāru
`sh-Shalāt, hlm. 1).
3) Salawat kepada Nabi Muhammad shallā `l-Lahu „alaihi wa
sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.
“/--- Dan mengucap / salawat kami atas penghulu kami segala
nabi yaitu Muhammad / yang (wa) pilihan. Wa „alā ālihī wa
shahbihī // wa shall«ā» „alā sayyidi `l-anbiyāi Muhammaddi `l-
musthofā <`l muh> / `l-muhtāj. Dan mengucap salawat kami atas
/ penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad yang pilihan. Wa
„alā / ālihā wa shahbihī `l-muhājirina [wa] `l-anshār. Dan <a> /
atas segala keluarganya dan segala sahabatnya yang
[muha]jirdan / (adan) anshār.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1–2).
B1 : Kata “wa ba‟du” yang diterjemahkan “Dan adapun kemudian dari
itu” tidak ditemukan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt.
C1 : Kepengarangan
Nama pengarang dan judul teks tidak terdapat dalam awal
teks. Hal-hal yang berkaitan dengan kepengarangan hanya ditulis
pada kolofon.
b. Isi, terdiri dari
A2 : 1) Uraian mengenai sembahyang dalam bentuk tanya-jawab, yang
diuraikan menjadi seperti berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
a) Penjelasan sembahyang sebagai ketentuan yang berasal dari
Allah Swt., dilanjutkan dengan makna dan kedudukan
sembahyang sebagai tiang agama.
b) Penjelasan mengenai siapa yang mengerjakan sembahyang.
c) Penjelasan jumlah rakaat sembahyang subuh, zuhur, asar,
magrib, dan isya.
d) Penjelasan mengenai tiga belas rukun sembahyang,
dilanjutkan dengan penjelasan mengenai niat sembahyang.
e) Penjelasan tentang ditetapkannya waktu-waktu salat subuh,
zuhur, asar, magrib, dan isya.
2) Uraian mengenai ma‟rifatu`l-Lāh disajikan dengan bentuk tanya-
jawab, seperti berikut.
a) Faedah Islam, iman, tauhid yang dilanjutkan dengan faedah
syariat, tarekat, dan hakikat.
b) Penjelasan tentang kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr.
c) Penjelasan sebab Allah menjadikan insan.
d) Persoalan makanan tubuh, hati, ruh, dan sirr.
e) Persoalan mengenai pengetahuan akan zat, sifat, asma, dan
af‟al Allah.
c. Penutup, terdiri dari
A3 : Doa penutup kepada Allah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
“Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya wa `l-ahirati.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 36).
B3 : Kata “tamat”
Keterangan tersebut dapat dilihat pada kuitpan berikut.
Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya
wa `l-ahirati. Tamat risalah /
ini yang dinamai/
akan dia Asra[r] `sh-Shalat waktu duha pada hari sabat / amin ya
rabba „alamin.
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 36).
Tempat penyajian teks teks Asrāru `sh-Shalāt terdiri dari 36 halaman,
yakni 2 halaman (halaman 1–2) sebagai pendahuluan, 35 halaman (halaman
2–36) sebagai isi, dan 1 halaman (halaman 36) sebagai penutup. Berdasarkan
uraian tersebut, selanjutnya struktur penyajian teksnya dapat disusun dalam
bentuk skema seperti berikut.
I II
A1 (a – b – c) A2 (a – b)
III
A3 – B3
2. Gaya Penyajian Asrāru `sh-Shalāt
Gaya penyajian merupakan gaya pengisahan pengarang dalam
menyampaikan cerita, pikiran atau pendapatnya. Gaya pengisahan teks Asrāru
`sh-Shalāt menggunakan bentuk interlinier. Hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Teks Asrāru `sh-Shalāt diawali dengan pembukaan berupa bacaan
basmalah, dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Allah Swt., salawat kepada
Nabi Muhammad saw., keluarganya dan para sahabatnya. Keseluruhannya itu
ditulis dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
Struktur ini terus digunakan oleh pengarang sampai akhir karangan, seperti
pada penulisan firman Allah Swt. dan hadis Nabi Muhammad saw., yang
dapat dilihat pada penggalan teks berikut.
“Syahdan / barang [sia]pa sembahyang diketahui ilmu yang zhahir,
maka sahlah pada / jua tiada sempurna pada hakikatnya seperti sabda
nabi shallā / `l-Lāhu „alaihi wa sallam:
“Wa man «„abbada `l-isma» dūnu `l-ma‟nā / faqad kafar”. Dan
barang siapa sembahyang tatkala takbira / tu `l-ihrām dikatanya
Allahu Akbar dan tiada dalam hatinya // suatu jua pun adalah seolah-
olah menyemah nama / maka yaitu kufur tiada sah sembahyang.
“Wa man «„abbada»/ `l-ma‟nā dūnu `l-asma fahuwa munafīq”. Dan /
barang siapa menyemah ma‟nā tiada dengan nama maka / yaitu
munafik. Yakni barang siapa sembahyang tatka[la] / takbiratu `l-ihrām
dikatanya Allahu Akbar pada hatinya / jua tiada pada mulutnya maka
yaitu munafik tiada / sah sembahyang.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 2).
Pada bagian isi, pengarang menyampaikan dua pembahasan, yakni
pembahasan mengenai sembahyang dan ma‟rifatu `l-Lāh. Pada pembahasan
sembahyang, pengarang menguraikan sempurnanya sembahyang dengan
mengetahui ilmu yang zhahir dan yang bāthin. Hal pertama yang diterangkan
adalah soal sembahyang sebagai ketentuan yang berasal dari Allah Swt.,
dilanjutkan dengan makna dan kedudukan sembahyang sebagai tiang agama.
Setelah itu pembahasan mengenai sembahyang disajikan dalam bentuk tanya
jawab. Pada permulaan pembahasan, selalu diawali dengan kalimat tanya
yang diteruskan dengan jawaban. Contohnya sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
“Soal sembahyang <se> / sehari semalam lima waktu itu siapa asal
yang / mengerjakan dia?
Jawab: adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam
„alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat awal
mengerjakan dia Nabi Ibrahim [„alaihi sallam].” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 8).
“Soal apa sebab sembahyang subuh dua rakaat dan sembahyang /
zuhur empat rakaat dan sembahyang asar empat rakaat / dan
sembahyang magrib tiga rakaat dan sembahyang isya / empat rakaat
dan sembahyang subuh dua rakaat dan / sembahyang witir serakaat?
Jawab: bahwasanya sabda / Rasulullah shallā `l-Lāhu „alaihi wa
sallam, ia kepada sahabatnya / Abu Bakar, dan Umar, dan Ustman,
dan Ali mereka itu bertanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 9).
Demikian seterusnya sampai pada akhir teks, termasuk dalam
pembahasan mengenai ajaran ma‟rifatu `l-Lāh, yakni jalan yang ditempuh
seorang sufi untuk mengenal Allah. Contohnya sebagai berikut.
“Syahdan pada menyatakan syahadat dan taharah dan / sembahyang
dan puasa dan zakat dan naik / haji dan sekayanya wajib ketahui
supaya sempurna / jalan tiga perkara itu, yakni jalan syariat, / dan
jalan tarekat, dan hakikat.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 26).
“Soal apa / faedah Islam dan iman dan tauhid <dan> / dan makrifat?
Jawab: Adapun faedah Islam (dan) / itu akan memasukkan ke dalam
syarikat. Dan faedah iman / itu akan rukyatu `l-Lah Taala. Dan tauhid
itu muntahī / yang „inabah Allah. Dan faedah makrifat itu akan
mengenal / antara qadim dan muhadist-nya tiadalah ia jadi bertukar-
tukar / dan bersamaan antara keduanya itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm.
31).
“Soal apa sebab Allah Taala menjadikan insan? /
Jawab: Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-nya,
dan lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat
rahim-Nya kepada insan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32).
Bagian akhir, teks Asrāru `sh-Shalāt diakhiri dengan doa kepada Allah
Swt. dalam bahasa Arab dan ditutup dengan kata “tamat”, seperti berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
“Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya wa `l-ahirati. Tamat
risalah /ini yang dinamai/ akan dia Asrā[ru] `sh-Shalāt...” (Asrāru `sh-
Shalāt, hlm. 36).
3. Pusat Penyajian Asrāru `sh-Shalāt
Pusat penyajian merupakan pembahasan yang disampaikan oleh
pengarang. Dalam teks Asrāru `sh-Shalāt pengarang memberikan penjelasan
mengenai permasalahan sembahyang serta ajaran-ajaran yang perlu dilakukan
sesorang untuk mengenal Allah. Semua pengisahan teks adalah pengarang itu
sendiri. Pengarang sebagai orang yang menyampaikan cerita atau ajaran
tersebut menjadi pusat atau titik pandang cerita yang menyampaikan cerita
atau ajaran kepada orang lain (Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:172).
Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan salah satu jenis teks yang berupa
monolog, meskipun penulisannya disampaikan dalam bentuk dialog (tanya-
jawab). Dalam teks ini, pengarang berperan sebagai guru kepada pembacanya,
yakni kaum Islam yang ingin mengenal Allah dengan jalan sufi. Ajarannya
lebih difokuskan pada pengenalan sembahyang yang disertai uraian ma‟rifatu
l-Lāh.
Pengarang memiliki peran yang sangat besar, meskipun posisi
pengarang bersembunyi di balik tokoh-tokohnya. Melalui tokoh-tokoh
tersebut pengarang berusaha memberikan berbagai gambaran kepada pembaca
dengan mencontohkan dalam bentuk dialog perihal ajaran-ajaran atau cara
ibadah yang dilakukan oleh seorang sufi. Pengarang berharap dengan cara
demikian pembaca kan lebih mudah memahaminya. Dengan kata lain, metode
penyajian yang digunakan cenderung kepada metode orang ketiga objektif.
Perhatikan pengalan teks berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
“Soal apa sebab sembahyang subuh dua rakaat dan sembahyang /
zuhur empat rakaat dan sembahyang asar empat rakaat / dan
sembahyang magrib tiga rakaat dan sembahyang isya / empat rakaat
dan sembahyang subuh dua rakaat dan / sembahyang witir serakaat?
Jawab: bahwasanya sabda / Rasulullah shallā `l-Lāhu „alaihi wa
sallam, ia kepada sahabatnya / Abu Bakar, dan Umar, dan Ustman,
dan Ali mereka itu bertanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 9).
“Maka sembah // Sayyidinā Ali, ya Rasulullah apa sebab sembahyang
/ zuhur empat rakaat?” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 10).
4. Gaya Bahasa Asrāru `sh-Shalāt
a. Kosa Kata
Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan sastra kitab yang banyak
menggunakan kosa kata Arab. Berikut ini kosa kata Arab yang terdapat
dalam teks tersebut.
1) Kosa kata Arab dalam teks Asrāru `sh-Shalāt yang sudah diserap
dalam bahasa Indonesia.
1. „abd : abdi
2. „arif : arif
3. „ashr : asar
4. af`āl : af'al
5. akbar : akbar
6. amr : amar
7. arwāh : arwah
8. ashl : asal
9. asmā' : asma
10. asrār : asrar
11. awliyā' : aulia
12. awwal : awal
13. bāthin : batin
14. bayān : bayan
15. dha`īf : daif
16. dunyā : dunia
17. fāidah : faedah
18. faqr : fakir
19. fana‟ : fana
20. fardlu : fardu
21. ghaib : gaib
22. hādlir : hadir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
23. hājāt : hajat
24. haqiqa : hakikat
25. hāram : haram
26. haul : haul
27. hayawān : hewan
28. hidāyah : hidayah
29. „ibada : ibadah
30. ikhlas : ikhlas
31. ikhwānī : ihwani
32. „ilmun : ilmu
33. insan : insan
34. iradat : iradat
35. istighfar : istigfar
36. jawāb : jawab
37. jima‟ : jimak
38. khianat : khianat
39. qudrat : kodrat
40. ma‟rifat : makrifat
41. ma‟ nā : makna
42. mu‟min : mukmin
43. munafiq : munafik
44. murād : murad
45. nahi : nahi
46. qalb : kalbu
47. rizq : rezeki
48. sabab : sebab
49. shalah : salat
50. shifat : sifat
51. sirr : sir
52. suāl : soal
53. syari‟at : syariat
54. thaharah : taharah
55. tahlil : tahlil
56. ta‟zim : takzim
57. thama‟a : tamak
58. tamma : tamat
59. tariqa : tarekat
60. tasbih : tasbih
61. tauhid : tauhid
62. tawadhu‟ : tawadhu
63. wadī : wadi
64. wājib : wajib
65. waqt : waktu
66. wāshil : wasil
67. wujūd : wujud
68. ya`nī : yakni
69. yaqīn : yakin
70. zakat : zakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
71. zhahir : lahir 72. zhikir : zikir
2) Kosa kata Arab dalam teks Asrāru `sh-Shalāt yang belum diserap
dalam bahasa Indonesia.
1. „inabah
2. ahadiyyah
3. asghar
4. Iththāha
5. ma„ānī
6. ma‟nawiyah
7. mu„ayanah
8. mu„ayanah
9. mubtadi
10. mubtadi
11. muhīth
12. muhtaj
13. muqābalah
14. muqāranah
15. murāqabah
16. mushali
17. musyāhadah
18. mutawasith
19. qashad
20. qaulī
21. qu„ud
22. salbiyah
23. ta„ayyun
24. ta‟radl
25. tabdil
26. taqarubi
27. tashawwur
28. wahidiyyah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
b. Ungkapan
Ungkapan merupakan ungkapan-ungkapan khusus dalam bahasa
Arab yang menjadi ciri khas karya-karya dalam jenis sastra kitab.
Ungkapan-ungkapan khusus tersebut juga terdapat dalam teks Asrāru `sh-
Shalāt, seperti berikut.
1) Taala
Ungkapan Taala senantiasa mengiringi kata Allah. Ungkapan
Allah Taala yang berarti “Allah Maha Tinggi”. Ungkapan ini
menunjukkan kekuasaan Allah yang tidak ada tandingannya.
“...maqām tabdil artinya tawakal kepada Allah / Taala serta
menafilah insan, hanyalah wujud Allah / Taala...” (Asrāru `sh-
Shalāt, hlm. 13).
2) Shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam
Ungkapan ini ditujukan kepada Nabi Muhammad, yang berarti
“semoga salawat dan salam tercurah kepadanya”. Ungkapan tersebut
diucapkan setelah mengucap nama “Nabi Muhammad”, kata “nabi”
atau “nabi Allah”, seperti berikut.
“...berfirman Allah Taala akan / Nur Muhammad shallā `l-Lāhu /
„alaihi wa sallam tatkala belum lagi ada / kenyataan segala suatu
yang lain...” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 8).
“Dan waktu asar itu dan magrib keluar daripada / dada nabi Allah
shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan / waktu isya itu keluar
daripada «a»nggota nabi Allah / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam.
Dan waktu subuh itu / keluar daripada ubun-ubun nabi shallā `l-
Lāhu „alaihi wa sallam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 26).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
3) „alaihi sallam
Ungkapan ini ditujukan kepada nabi-nabi Allah, yang berarti
“damai padanya”, seperti berikut.
“...adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam
„alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat
awal mengerjakan dia Nabi Ibrahim [„alaihi sallam]. // Ketiga
sembahyang waktu asar empat rakaat itu / mengerjakan dia Nabi
Allah Yunus „alaihi sallam. / Keempat sembahyang waktu magrib
tiga rakaat awal yang / mengerjakan dia Nabi Allah Isa „alaihi
sallam. Kelima / sembahyang waktu isya empat rakaat awal
menger<jaka> / jakan dia Nabi Allah Musa „alaihi sallam.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 7–8).
4) Sayyidinā
Ungkapan ini dalam bahasa Arab berarti “tuan kami”.
Ungkapan tersebut digunakan untuk menghormati nama sahabat nabi.
“Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab
(semyaham) sembahyang isya empat / perkara?” (Asrāru `sh-
Shalāt, hlm. 10).
“Maka sembah Sayyidi // nā Ali, ya Rasulallah apa sebab
sembahyang asar empat / rakaat?” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11).
“Maka sembah <Sa>/ Sayyidinā Ali ya Rasulallah apa [sebab]
sembahyang magrib itu / tiga rakaat?” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm.
11).
“Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab
(semyaham) sembahyang isya empat / perkara?” (Asrāru `sh-
Shalāt, hlm. 12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
5) Radli `l-Lāhu „anhu
Ungkapan ini dijutukan kepada Imam Ghazali sebagai umat
yang berbakti pada tuntunan nabi. Ungkapan tersebut berarti “semoga
Allah Taala meridhainya”
“...itulah keadaan diri kita karena apabila nyatalah diri / kita, maka
nyata-nyata Tuhan, kata Imam Ghazali radli `l-Lāhu / „anhu.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 24).
6) Wa `l-Lāhu a‟lam
Ungkapan Wa `l-Lāhu a‟lam berarti “hanya Allah yang Tahu”.
Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan kekuasaan Allah yang
amat besar.
“...Dan “ra” itu maqām maliki, isyarat // akan sifat ma‟nawiyah.
Wa `l-Lāhu a‟lam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 23).
c. Sintaksis
Karya sastra khususnya sastra kitab banyak ditulis dengan cara
diterjemahkan langsung secara harfiah. Teks sastra kitab banyak
dipengaruhi oleh struktur sintaksis Arab. Hal tersebut seperti dikemukakan
oleh John (dalam Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:183) bahwa pada
umumnya para penulis sastra keagamaan berpikir dalam bahasa Arab. Hal
tersebut dikarenakan Alquran dan hadis sebagai sumber utama agama
Islam dan ditulis dalam bahasa Arab.
Pengaruh sintaksis bahasa Arab dapat dilihat dari ciri penulisan
yang tampak seperti diterjemahkan langsung, yang berupa interlinier dari
kalimat-kalimat Arab. Perhatikan contoh berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
“Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā] syirātha `l-mustaqīm. Bermula
segala puji-puji <puji>an / tertentu bagi Allah Tuhan yang menujuki
kami jalan yang betul.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1).
“Wa „alā ālihī wa shahbihī // wa shallī „alā sabbidi `l-anbiyāi
Muhammaddi `l-musthofā <`l muh>/ `l-muhtāj. Dan mengucap salawat
kami atas / penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad yang
pilihan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1–2).
Dalam bahasa Arab terdapat penggunaan kata wa ( ) yang berarti
“dan”, li ( ) yang bermakna “bagi”, dan fa ( ) yang artinya “maka”.
Penggunaan ketiga kata tersebut juga terdapat dalam teks Asrāru `sh-
Shalāt yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Dan
Kata “dan” dalam struktur sintaksis bahasa Arab biasa
digunakan untuk mengawali kalimat, sedangkan dalam bahasa Melayu
kata “dan” sendiri tidak pernah dipakai untuk membuka kalimat.
Namun, pada teks Asrāru `sh-Shalāt, “dan” digunakan sebagai kata
tumpuan. Misalnya :
“...Adapun tempat mani itu dalam / tulang dan sendi. Setelah
keluarlah ia daripada tempat / itu dalam nikmat, maka jatuh ke
dalam rahim perempuan / atau barang sebagainya dan yang
dinamai itu yaitu (nar) / nur Allah. Dan Nur Muhammad pun
namanya. Dan keluarnya / itu daripada sebab syahwat yang zhahir
atau syahwat / yang terbua«t». Dan adalah syahwat itu daripada
mazhahir / sifat jalalla dan m.ng.n.k.m itu yaitu semata-mata l.n /
ialah m.ng.n.k.m namanya lagi lengkap segala masail ilmu /
dalamnya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 12).
Pemakaian kata “dan” tidak hanya sebagai kata tumpuan,
namun juga sebagai kata penghubung. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
“Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith, takbirnya
Allah, takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini
nyatalah / fana-Nya, af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya /
kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 19).
“Syahdan pada menyatakan syahadat dan taharah dan /
sembahyang dan puasa dan zakat dan naik / haji dan sekayanya
wajib ketahui supaya sempurna / jalan tiga perkara itu, yakni jalan
syariat, / dan jalan tarekat, dan hakikat.” (Asrār `sh-Shalāt, hlm.
26).
2) Bagi
Ronkel (dalam Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:184)
berpendapat bahwa kata “bagi” dipakai sebagai penunjuk kepunyaan
yang berarti milik. Kata tersebut juga ditemukan dalam teks Asrāru
`sh-Shalāt seperti berikut.
“Adapun shalat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala
salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `l-
Lahu „alaihi wa sallam “La tuqbalu `l-a‟ma [la illā] bī `sh-
shallah”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain
melainkan dengan sembahyang itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
3) Maka
Pemakaian kata “maka” dalam bahasa Melayu juga berfungsi
sebagai kata tumpuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Maka tatkala itu sujudlah ia akan mengesakan Tuhannya / kira-
kira lima ratus tahun lamanya. Maka itulah difardukan atasnya /
segala umatnya mengerjakan sembahyang lima waktu pada sehari
semalam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 9).
“Maka sabdanya karena tajalli Tu / han itu dengan empat perkara.
Pertama wujud. Kedua / ilmu. Ketiga nur. Keempat syuhud.
Maka yang wujud / itu isbat pada menyata[kan] ta„ayyun zat
karena jika tiada / wujud, zat pun tiada nyata. Maka [yang] ilmu
itu isyarat / pada menyatakan ta„ayyun sifat karena jika tiada ilmu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
sifat/ pun tiada. Maka yang nur itu isyarat pada menyatakan /
ta„ayyun asma karena jika tiada nur, asma pun tiada / nyata. Maka
yang syuhud itu pada menyatakan ta„ayyun af„al / karena jika tiada
syahwat, fi„il pun tiada nyata.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 10).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa sastra
kitab banyak tepengaruh struktur sintaksis bahasa Arab.
d. Sarana Retorika
Retorika merupakan suatu istilah yang secara tradisional diberikan
pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada
suatu pengetahuan yang tersusun baik (Gorys Keraf, 2007:1). Sarana
retorika merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pengarang untuk
menyampaikan idenya melalui gaya bahasa. Sarana retorika yang dipakai
dalam teks Asrāru `sh-Shalāt sebagai berikut.
1) Gaya Penguraian
Gaya penguraian merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk
mendeskripsikan isi pikiran pengarang, yakni menguraikan gagasan
secara terperinci. Gaya bahasa penguraian dalam teks Asrāru `sh-
Shalāt digunakan untuk menjelaskan suatu perkara yang diawali
dengan menggunakan kata “adapun”, “bermula”, dan “syahdan”
seperti pada kutipan berikut.
“Adapun shalat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala
salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `l-
Lāhu „alaihi wa sallam “La tuqbalu `l-a‟ma [la illā] bī `sh-
shallah”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain
melainkan dengan sembahyang itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Kutipan tersebut menguraikan kedudukan sembahyang (salat)
sebagai hukum atau ketentuan yang berasal dari Allah Swt. dan
diperuntukkan kepada segala umat.
“Bermula makna / sembahyang itu yaitu sembah maka murād
daripada sembah / itu yaitu memuliakan dan memesarkan dan
mengangkatkan / dan berbuat [a]kan yang disuruh akan Allah
Taala dan Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam dan menjauhi
segala larangan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
Kutipan tersebut menguraikan tentang makna sembahyang dan
maksud sembahyang.
“Syahdan ushali itu menyatakan(wa) / qashad itu yaitu tiada ia
mati, maka dinamai akan dia / niat. Maka itu sebenar-benar diri
kita. Dan fardlu / itu menyatakan ta„radl itu menyatakan berhenti
segala / rukun tiga belas. Maka niat itu antara ruh / dan badan
manusia. Dan zhuhri itu akan ta„yyin / itulah keadaan diri kita
karena apabila nyatalah diri / kita, maka nyata-nyata Tuhan, kata
Imam Ghazali radli `l-Lāh / „anhu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 24).
Kutipan tersebut menguraikan tentang niat sembahyang
“ushali fardlu zhuhri”.
“Adapun (tara) / taharah itu tiga perkara. Pertama taharah syariat.
Kedua taharah tarekat. Ketiga taharah hakikat. / Dan sembahyang
pun demikian dan puasa [pun] demikian // dan zakat pun demikian
dan haji pun demikian / jua.
Adapun taharah syariat itu yaitu menyucikan / najis dan hadas
asghar dan hadas akbar itu / dengan air atau dengan tanah. Dan
taharah tarekat / menyucikan batinnya daripada «dendam»lah dan
khianat / dan munafik dan mengadu akan samanya Islam. / Dan
taharah hakikat itu yaitu menyucikan rahayunya / daripada yang
lain daripada Allah Taala dalam hatinya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm.
26–27).
Kutipan tersebut menguraikan tentang macam-macam taharah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
2) Gaya Pengulangan
Gaya pengulangan (repetisi) merupakan perulangan bunyi,
suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Gorys Keraf,
2007: 127). Gaya pengulangan yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-
Shalāt sebagai berikut.
“Adapun fa / edah syariat itu memelihara tubuh dari dunia datang
ke akhirat. / Dan faedah tarekat itu memelihara hati daripada
kufur dan / maksiat. Dan faedah hakikat itu memelihara ruh /
daripada musyrik akan Tuhan. Dan faedah makrifat /
memelihara akan rahayu daripada syak karena Tuhannya.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 31).
3) Gaya Penguatan
Gaya penguatan dipakai untuk menyangatkan atau menguatkan
pernyataan dengan mengunakan kata “dan lagi”.
“Bahwa // sanya Aku Allah Tuhan yang tiada Tuhan hanya Aku, /
maka sembah olehmu akan Daku dan berdirikan sembahyang pada
/ sehari semalam lima waktu. Dan lagi firman Allah Taala / “Qul
in kuntum tuhibbūna `l-Lā«ha» fāttabi„ūnī yūhbibkumu `l-Lāhu…”
/ Katakan olehmu ya Muhammad jika ada kamu mengasihi Allah
Taala / bahwa ikut oleh kamu perbuatan-Ku supaya kamu kasihi /
Allah Taala dan sembahyang itu pada insan taat, / dan pada
malaikat istigfar, dan segala hayawan tasbih.” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 4–5).
“Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-nya, dan
lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat
rahim-Nya kepada insan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
4) Gaya Pertentangan
Gaya pertentangan merupakan salah satu sarana retorika yang
dipakai untuk mempertentangkan dua hal atau lebih yang memiliki
perbedaan.
“Setelah sudahlah / zat hadirkannya daripada “alif” Allah, yakni
ingatnya akan // zat-Nya, da[n] akan sifat-Nya, da[n] akan asma-
Nya, dan akan af„al- / Nya fana [wu]jud-Nya, tiada terbilang
wujudnya. Hanya / zat Allah jua yang maujud dengan segala sifat-
Nya, / dan asma-Nya, dan af„al-Nya daripada “alif” Allah hingga/
“ra” Akbar, “Allahu Akbar” maujud.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm.
19).
“Tiap-tiap / binasa melainkan zat-Nya yang adanya. Demikianlah
takbira / tu `l-ihrām orang yang muntahi. Dan jikalau ada ia /
daripada orang yang mutawasith, takbirnya Allah, takbirnya / akbar
“Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini nyatalah / fana-Nya, af„al
kepada af„al Allah, dan sifat-Nya / kepada sifat Allah, zat-Nya
kepada zat Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19).
“Dan jikalau ia / daripada orang yang mubtadi maka muqāranah-
nya / Allahu Akbar atau sembahyang fardu zuhur atau la / innya.
Maka apabila selesailah si-mushali itu daripada / takbiratu `l-
ihrām, kemudian muqāranah maka hendaklah / ia kembali akan
pandang kepada mu„ayyanah serta / muntahi yang di bawahi
hingga sampailah kepada Islam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 20).
B. Analisis Resepsi
Setiap karya sastra yang diciptakan pengarang tentunya memiliki tujuan
tertentu yang hendak disampaikan kepada pembacanya, tidak terkecuali teks
Asrāru `sh-Shalāt. Teks ini merupakan salah satu teks berjenis sastra kitab yang
berisi uraian mengenai sembahyang (salat). Selain itu, teks tersebut juga
menguraikan tentang ma‟rifatu `l-Lāh (mengenal Allah). Pada dasarnya, kedua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
pembahasan itu dapat dikatakan bagian dari ilmu tasawuf. Teks berbahasa Melayu
tersebut tidak banyak dipahami oleh masyarakat umum saat ini.
Berdasarkan uraian tersebut, maka analisis resepsi dalam penelitian ini
adalah tanggapan seorang pembaca teks Asrāru `sh-Shalāt, yang berjumlah tiga
orang. Pembaca tersebut adalah pembaca yang memahami tentang agama Islam
dan cukup paham tentang bahasa Melayu. Tanggapan pembaca itu berupa tafsiran
mengenai teks Asrāru `sh-Shalāt, yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Sembahyang
a. Sembahyang sebagai Perintah Allah
Kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah terdapat dalam
teks Asrāru `sh-Shalāt seperti pada kutipan berikut.
“Adapun salat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala
salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `l-
Lāhu „alaihi wa sallam “La tuqbalu `l-a‟ma [la illā] bī `sh-
shallah”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain
melainkan dengan sembahyang itu (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
Bapak Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kedudukan sembahyang
sebagai perintah Allah terdapat dalam naskah Asrāru `sh-Shalāt, yang
diartikan bahwa sembahyang merupakan anugerah Ilahi sekaligus
ketentuan (perintah) Allah yang harus dikerjakan dan dipatuhi.
Sembahyang memiliki keistimewaan yang tidak terhingga di antara
kewajiban-kewajiban yang lain. Hal itu berarti bahwa jika sembahyang
baik dan sempurna, maka amalan-amalan lain dianggap baik juga. Akan
tetapi jika sembahyang tidak baik dan tidak sempurna, maka amalan-
amalan yang lain pun dianggap buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Ustad Novel menafsirkan bahwa sembahyang adalah ibadah
manusia kepada Allah dan merupakan ibadah utama bagi seorang muslim.
Jika sembahyang seseorang itu tidak baik, yakni hanya sebatas melakukan
tanpa adanya niat ibadah mengagungkan Allah, maka ibadah-ibadah lain,
meskipun ibadah itu baik, maka tetap tidak diterima oleh Allah.
Bapak Agus Himawan mengemukakan bahwa seseorang yang
sudah melakukan banyak kebaikan, tanpa melakukan sembahyang, segala
amal perbuatannya itu tidak dianggap di mata Allah.
b. Sembahyang sebagai Ibadah Semua Makhluk
Sembahyang adalah ibadah yang diwajibkan oleh Allah kepada
semua makhluk ciptaannya. Hal tersebut diuraikan dalam teks, seperti
kutipan berikut.
“Bermula makna / sembahyang itu yaitu sembah maka murād
daripada sembah / itu yaitu memuliakan dan memesarkan dan
mengangkatkan / dan berbuat [a]kan yang disuruh akan Allah
Taala dan Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam dan menjauhi
segala larangan . / Seperti firman Allah Taala: “Innanī a«nā» `l-
Lāhu / lā ilāha illa „l-Lahu [illā] «a»nā fā‟budnī wa aqimī `sh-
shalāta…”. Bahwa // sanya Aku Allah Tuhan yang tiada Tuhan
hanya Aku, / maka sembah olehmu akan Daku dan berdirikan
sembahyang pada / sehari semalam lima waktu.
Dan lagi firman Allah Taala / “Qul in kuntum tuhibbūna `l-Lā«ha»
fāttabi„ūnī yūhbibkumu `l-Lāhu…” / Katakan olehmu ya
Muhammad jika ada kamu mengasihi Allah Taala / bahwa ikut
oleh kamu perbuatan-Ku supaya kamu kasihi / Allah Taala dan
sembahyang itu pada insan taat, / dan pada malaikat istigfar, dan
segala hayawan tasbih (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4–5).
Berdasarkan kutipan tersebut, Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan
bahwa sembahyang berarti memuliakan Allah dengan melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bapak Agus Himawan mengartikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
bahwa semua makhluk ciptaan Allah pada dasarnya menyembah Allah,
yakni jika manusia salat, maka malaikat itu beristigfar dan hewan itu
bertasbih. Ustad Novel berpendapat bahwa yang dimaksud pada kutipan
itu seharusnya bukan sembahyang, tetapi salat. Arti salat adalah salawat.
Maka semua makhluk ciptaan Allah pada dasarnya menyembah kepada
Allah, yakni manusia menyembah dengan cara salat, malaikat dengan cara
istigfar, sedangkan salawat bagi hewan adalah bertasbih kepada Allah.
c. Sembahyang sebagai Tiang Agama
Sembahyang adalah tiang agama terdapat pada kutipan berikut.
“Seperti sabda Nabi Allah „alaihi wa sallam “A `sh-shalātu
«„i»mmādūd /dīna wa „ammādī `sh-shalāti sab„a”. Adapun
sembahyang tiang [a]gama. / Dan tiang sembahyang itu tujuh
perkara.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 5).
“Pertama takut / akan Allah. Dan murād takut akan Dia itu,
yaitu senantiasa / ingat serta me-ta‟zhim akan Dia dan menjauhi
segala <nahi> / nahi-Nya dan mengikut segala amar-Nya dan tiada
mendapat / kan zat seperti firman Allah Taala “Wa yukhazhimu
kumu // `l-Lāhu nafsah”. Dan dipertakut Allah Taala akan kamu /
daripada meninggalkan zat.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 5–6).
“Kedua hadir hatinya. Dan murād hadir kalbu(l) akan Allah
Taala itu yaitu menyelaskan diri / daripada lain dan lupa dan
ingatkan pada kalbu itu serta / Haq Taala jua yang empunya nama
tashawwur-kan itu hingga / tiadalah dilihatnya perintah yang
maujud pandang kalbu. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 6).
“Ketiga serta paham akan makrifat dan tauhid. Dan / murād
sempurna makrifat dan tauhid itu, yaitu tiada / menyekutukan Haq
Taala serta pengenalnya akan Dia, tiada lagi / syak di dalam
iktikadnya akan wujud zat Allah dan <muhi>/ muhīth pada sekalian
alam yang sempurna. Tauhid itu ha / rap akan Tuhan.” (Asrāru `sh-
Shalāt, hlm. 6).
“Keempat membesarkan amarnya dan / nahinya.”
“Kelima menghebatkan. Dan murād hebat itu yaitu /
[se]nantiasa hadir dan nazir akan Dia, serta memuliakan / Haq
Taala dan menghinakan dirinya.” (Asrāru `sh-Shalat, hlm. 6).
“Keenam harap akan // rahmat-Nya dan ampu[n]-Nya.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 6–7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
“Ketujuh malu akan Haq Taala. / Dan malu itu yaitu me-
ta‟zhim-kan akan Dia dan / senantiasa ingat akan Dia berbisik
rahasia-Nya seperti sabda Nabi / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam
“…an ta‟buda`l-Lāha ka annaka tarāhu faillam / takun tarahu fa
innahu yarāka”. Bahwasanya engkau semah Tuhan seo / lah-olah
engkau lihat akan Dia, maka jika tiada engkau melihat, (engkau) /
makasanya melihat engkau.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 7).
Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa sembahyang
merupakan tiang agama Islam. Seperti fungsi tiang pada rumah, fungsi
sembahyang yaitu sebagai menopang hidup yang dibangun atas amalan-
amalan lain. Jika tiang penopangnya kuat, maka sudah dipastikan
keimanan kita juga kuat dan tidak mudah terpengaruh terhadap pengaruh
buruk dalam hidup.
Ustad Novel menguraikan bahwa sembahyang akan menjadi tiang
agama, apabila dilakukan dengan tujuh hal, yaitu takut, hadir hatinya,
paham makrifat dan tauhid, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-
Nya, menghebatkan (menjadikan diri ini merasakan betul-betul
memandang Allah), mengharap rahmat dan ampunan, serta malu. Ketika
melakukan sembahyang, tujuh hal itu harus ada pada diri kita. Dengan
demikian kita akan sungguh-sungguh melakukan sembahyang karena
merasa di balik semua peristiwa yang terjadi itu semata-mata karena
Allah.
Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa sembahyang
merupakan penyangga bagi agama. Jika penyangganya kuat, maka agama
tidak akan runtuh. Kuatnya penyangga itu disebabkan oleh tujuh faktor
yang tersebut dalam kutipan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
d. Asal yang Mengerjakan Sembahyang
Asal yang mengerjakan sembahyang diuraikan sebagai berikut.
“Soal sembahyang <se>/ sehari semalam lima waktu itu siapa asal
yang / mengerjakan dia?
Jawab: adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam
„alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat
awal mengerjakan dia Nabi Ibrahim [„alaihi sallam]. // Ketiga
sembahyang waktu asar empat rakaat itu / mengerjakan dia Nabi
Allah Yunus „alaihi sallam. / Keempat sembahyang waktu magrib
tiga rakaat awal yang / mengerjakan dia Nabi Allah Isa „alaihi
sallam. Kelima / sembahyang waktu isya empat rakaat awal
menger<jaka> / jakan dia Nabi Allah Musa „alaihi sallam. Dan
sembahyang / witir dan sembahyang jumat itu akan Nabi
Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam awal mengerjakan
dia.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 7–8).
Bapak Ahmad Dahlan mengemukakan bahwa asal mula
sembahyang sudah dilakukan sejak Nabi Adam. Sembahyang yang
dilakukan ketika pada zaman Nabi Adam, yakni hanya sembahyang
subuh. Pada zaman Nabi Ibrahim hanya dilakukan sembahyang waktu
zuhur. Pada masa Nabi Yunus hanya dikerjakan sembahyang pada waktu
asar. Pada masa Nabi Isa hanya dikerjakan sembahyang magrib, dan masa
Nabi Musa, sembahyang yang dilakukan hanya waktu isya. Barulah
ketika masa Nabi Muhammad, sembahyang dilakukan secara lengkap
sebanyak lima kali dalam sehari, dan ditambah pula sembahyang Jumat
dan witir oleh Nabi Muhammad saw.
Ustad Novel menjelaskan bahwa kutipan itu adalah sejarah
sembahyang lima waktu. Perintah sembahyang tidak hanya diberikan
kepada Nabi Muhammad saw., tetapi juga pada nabi-nabi sebelumnya,
seperti Adam, Ibrahim, Yunus, Isa, dan Musa. Ketika masa Nabi
Muhammad, sembahyang lima waktu dilakukan berdasarkan rangkuman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
sembahyang yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya. Sejarah
sembahyang lima waktu itu ada juga yang berpendapat seperti ini:
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang subuh ialah Nabi
Adam a.s., yaitu tatkala Nabi Adam a.s. keluar dari surga lalu diturunkan
ke bumi. Hal pertama yang dilihatnya ialah kegelapan dan ia merasa
takut. Oleh sebab itu, ketika fajar subuh telah keluar Nabi Adam a.s. pun
melakukan sembahyang dua rakaat.
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang zuhur ialah Nabi
Ibrahim a.s., yaitu tatkala Allah Swt. telah memerintahkan padanya agar
menyembelih anaknya, Nabi Ismail a.s. Perintah itu datang pada waktu
tergelincir matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim empat rakaat.
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang asar ialah Nabi
Yunus a.s., ketika ia dikeluarkan oleh Allah dari perut ikan hiu. Ikan itu
telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai. Peristiwa itu terjadi pada
waktu Asar. Maka bersyukurlah Nabi Yunus a.s., lalu melakukan
sembahyang sebanyak empat rakaat karena telah diselamatkan oleh Allah
Swt.
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang magrib ialah Nabi
Isa a.s., yaitu saat ia dikeluarkan oleh Allah Swt. dari kebodohan
kaumnya. Peristiwa itu terjadi ketika terbenamnya matahari. Maka
bersyukurlah Nabi Isa a.s., lalu melakukan sembahyang tiga rakaat.
Orang yang pertama mengerjakan sembahyang isya ialah Nabi
Musa a.s. Pada ketika itu Nabi Musa telah tersesat mencari jalan keluar
dari negeri Madyan dan hatinya penuh dengan kesedihan. Kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Allah menghilangkan kesedihan itu pada waktu isya yang akhir. Lalu
sembahyanglah Nabi Musa a.s. empat rakaat sebagai tanda bersyukur.
Bapak Agus Himawan menafsirkan bahwa Nabi Muhammad saw.
adalah nabi yang tidak melupakan syariat yang dilakukan nabi-nabi
sebelumnya, termasuk soal sembahyang. Nabi Muhammad saw.
melakukan syariat-syariat sembahyang dari nabi-nabi sebelumnya,
sehingga sembahyang yang dilakukannya meliputi sembahyang lima
waktu.
e. Sebab Difardukan Sembahyang Lima Waktu
Penjelasan sebab difardukan sembahyang lima waktu terdapat
pada kutipan berikut.
“Soal sebabnya kita / difardukan sembahyang lima waktu pada
sehari semalam? /
Jawab: adalah tatkala masa awal, berfirman Allah Taala akan / Nur
Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam tatkala belum lagi
ada / kenyataan segala suatu yang lain dari pada-Nya. Maka firman
Allah / Taala akan Nur Muhammad “… alastu bi rabbikum…”.
Artinya bukanlah / Aku Tuhanmu? Maka sabdanya “ qalu balā”.
Artinya berkata nur // Muhammad bahkan yakni murād bahkan itu
Engkau jua Tuhan / kami. Maka tatkala itu sujudlah ia akan
mengesakan Tuhannya / kira-kira lima ratus tahun lamanya. Maka
itulah difardukan atasnya / segala umatnya mengerjakan
sembahyang lima waktu pada sehari semalam.” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 8–9).
Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa sebab difardukan
sembahyang lima waktu berkaitan dengan penciptaan manusia.
Berdasarkan naskah, diterangkan mengenai perjanjian ruh dengan Allah
Swt., sebelum ruh dimasukkan ke dalam jasad. Perjanjian itu
mengisyaratkan, bahwa pada dasarnya semua manusia itu beragama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Islam, yakni ketika masih dalam alam ruh, manusia mengakui bahwa
hanya Allah Swt. semata Tuhan mereka. Oleh sebab itu ketika manusia
terlahir ke alam dunia, manusia diwajibkan menyembah Allah Swt.
dengan cara sembahyang sebagai wujud ditepatinya perjanjian itu. Akan
tetapi, setelah manusia lahir ke alam dunia, tidak sedikit manusia yang
mengingkari janji itu.
Ustad Novel menguraikan bahwa ketika di alam zar, Allah
mengumpulkan seluruh ruh. Ketika itu Allah bertanya “Bukankah Aku
Tuhan kalian?”. Pada saat itu ruh dari nur Muhammad yang menjawab
pertama kali dan bersujud. Hal itu merupakan kemuliaan, sehingga
menyembah Allah menjadi sesuatu yang wajib sebagai makhluk ciptaan-
Nya.
Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa sebelum ada segala
sesuatu di dunia ini, Allah telah menciptakan nur Muhammad sebagai
salah satu inti untuk menciptakan makhluk. Dalam kutipan disebutkan
bahwa nur Muhammad bersujud kepada Allah. Oleh karena itu, sebagai
makhluk yang berasal dari nur Muhammad, sudah seharusnya kita juga
bersujud kepada Allah.
f. Makna Jumlah Rakaat Sembahyang
Masing-masing rakaat dalam sembahyang memiliki maksud
tertentu, seperti yang diuraikan dalam kutipan berikut.
“Maka sembah // Sayyidinā Ali, ya Rasulullah apa sebab
sembahyang / zuhur empat rakaat?
Maka sabdanya karena tajalli Tu / han itu dengan empat perkara.
Pertama wujud. Kedua / ilmu. Ketiga nur. Keempat syuhud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Maka yang wujud / itu isbat pada menyata[kan] ta„ayyun zat
karena jika tiada / wujud, zat pun tiada nyata. Maka [yang] ilmu itu
isyarat / pada menyatakan ta„ayyun sifat karena jika tiada ilmu,
sifat/ pun tiada. Maka yang nur itu isyarat pada menyatakan /
ta„ayyun asma karena jika tiada nur, asma pun tiada / nyata. Maka
yang syuhud itu pada menyatakan ta„ayyun af„al / karena jika tiada
syuhud, fi„il pun tiada nyata.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 10).
“Maka sembah Sayyidi // nā Ali, ya Rasulallah apa sebab
sembahyang asar empat / rakaat?
Maka sabdanya karena tajalli insan itu dengan / empat perkara.
Pertama daripada air. Kedua daripada tanah. / Ketiga daripada
angin. Keempat daripada api.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11).
“Maka sembah <Sa> / Sayyidinā Ali ya Rasulallah apa
[sebab] sembahyang magrib itu / tiga rakaat?
Maka sabdanya karena tajalli Haq Taala dengan / tiga perkara.
Pertama ahadiyyah. Kedua wahdah. Ketiga / wahidiyyah. Adapun
ahadiyyah itu keesaan / zat la ta„ayyun. Dan wahdah itu keesaan
sifat ta„ayyun / awal, yaitu hakikat Muhammadiyah. Dan
wahidiyyah kee[saan] / af„al yakni sāni yaitu hakikat Adam.
Adapun / ahadiyyah pada kita ini air yang hidup “mā„ul hayat”
namanya. / Dan wahdah pada kita ini ha[ti] yang dipalu tiada
belah, kalbu / nurani dan ruhani pun namanya. Dan wahidiyyah //
pada kita ini akal arif lagi sempurna akal <ha> / hakikat namanya.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11).
“Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab
(semyaham) sembahyang isya empat / perkara?
Pertama wadi. Kedua mazi. Ketiga pada mani. / Keempat
ma«ni»kam. Adapun tempat mani itu dalam / tulang dan sendi.
Setelah keluarlah ia daripada tempat / itu dalam nikmat, maka jatuh
ke dalam rahim perempuan / atau barang sebagainya dan yang
dinamai itu yaitu (nar) / nur Allah. Dan Nur Muhammad pun
namanya. Dan keluarnya / itu daripada sebab syahwat yang zhahir
atau syahwat / yang terbua«t». Dan adalah syahwat itu daripada
mazhahir / sifat jalalla dan m.ng.n.k.m itu yaitu semata-mata l.n /
ialah m.ng.n.k.m namanya lagi lengkap segala masail ilmu /
dalamnya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 12).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan tidak dapat
menjelaskan maksud dari kutipan tersebut. Ustad Novel berpendapat
bahwa kutipan itu sulit untuk dijabarkan karena termasuk tasawuf tingkat
tinggi. Namun pada intinya, dapat dikatakan bahwa sembahyang subuh
itu untuk mengagungkan sifat dan zat Allah. Sembahyang zuhur itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
mengagungkan tajalli Tuhan, yaitu wujud, ilmu, nur, dan syuhud
terhadap-Nya. Sembahyang asar dikarenakan mengagungkan tajalli insan,
yaitu air, tanah, api, dan angin. Sembahyang magrib untuk mengagungkan
tajalli Haq Allah, yaitu ahadiyyah, wahidiyyah, dan wahidah.
Sembahyang isya berkenaan dengan penjelasan tentang macam-macam
air mani.
g. Hakikat Sembahyang
Hakikat sembahyang terdapat pada kutipan berikut.
“Adapun hakikat ash-shalāh itu / empat perkara. Pertama masuk
serta ilmu. Kedua <ber> / berdiri serta malu. Ketiga memaca surat.
Keempat / serta takut.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 15).
Bapak Ahmad Dahlan menafsirkan hakikat sembahyang dalam
naskah terdiri dari empat hal, yaitu masuk dan ilmu, berdiri dan malu,
membaca surat, serta takut. Masuk berarti mengetahui masuknya waktu
sembahyang, malu adalah perasaan yang ada dalam diri kita ketika
berhadap-hadapan dengan Allah melalui sembahyang, membaca surat
dilakukan dengan benar, jangan hanya dilisankan saja, dan takut artinya
hati kita senantiasa merasa takut kepada Allah.
Ustad Novel berpendapat bahwa kutipan tersebut adalah hal-hal
yang perlu dilakukan untuk memperoleh hakikat sembahyang. Untuk
memperoleh hakikat sembahyang, maka perlu diketahui bahwa masuknya
sembahyang itu dengan ilmu (pengetahuan) mengenai hukum-hukumnya.
Kemudian berdiri dan malu berarti bahwa kita hendaknya berdiri dengan
rasa malu ketika sembahyang. Terakhir adalah membaca surat dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
rasa takut. Dengan adanya rasa takut itu, maka seseorang yang
sembahyang akan selalu berusaha agar semua perbuatan sembahyangnya
itu benar.
Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa hakikat sembahyang
itu harus memenuhi unsur-unsur seperti paham akan syariatnya,
senantiasa mengusahakan berdiri semampunya untuk mengerjakan
sembahyang, dan memiliki rasa takut kepada Allah. Dengan demikian
maka sembahyang yang dilakukan akan khusyuk.
h. Rukun Sembahyang
Rukun sembahyang terdiri dari tiga belas urutan. Dalam teks
Asrāru `sh-Shalāt, ketiga belas rukun tersebut diuraikan satu per satu
seperti berikut.
1) Niat.
“Maka ialah // maka disertakannyalah niatnya kaukatanya
Allahu Akbar jangan / dahulu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13).
2) Takbiratul Ihram.
“Dan terkemudian daripada “alif” Allah hingga “ra” Akbar. Wa
/ jib dinyatakan “ra” Akbar serta menyatakan Dia dengan
seakan / yakni pada i«th»thāha[d] -nya memutuskan segala sifat
fi„il / yang berkaya-kaya itu serta membesarkan sifat zat mutlak.
/” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13).
3) Maqam tabdil
“Ketiga yaitu maqām tabdil artinya tawakal kepada Allah /
Taala serta menafilah insan, hanyalah wujud Allah / Taala
seperti firman ---. / Bahwasanya Allah jua yang kekal dan
fanalah semuanya. Demikian / lah dalam musyāhadah dan
muqābalah dan muqāranah ia / hadirat Tuhan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
sembahyang serta taslim-nya / dan tawadlu‟-nya dan takutnya ia
mengerjakan amar-nya / dan serta menjauhi (na‟a) nahinya.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13).
4) Membaca Fatihah
“Keempat memaca / fatihah yaitu maqām mutakalim artinya
berkata-kata dengan // Allah. Bermula fatihah itu keluar
daripada tubuh yang halu / s yakni meninggilah dirinya dan
hapus segala ta„ayyun / --- / yang zhahir maka hendaklah
dikeluarkan bacanya itu kepada huruf / dan bukan suara. Inilah
maqām mutakalim.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13–14).
5) Rukuk
“Kelima rukuk dalam / itu seolah-olah memanang tiang ka‟bah,
yakni ibu kakinya kedua. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
6) Iktidal
“Keenam iktidal dalamnya itu memanang antara kening kedua
seolah-olah / memandang Nur Muhammad, Rasulallah.” (Asrāru
`sh-Shalāt, hlm. 14).
7) Sujud
“Ketujuh sujud dalamnya itu / memandang dada seolah-olah
melihat Tuhan dalam ka‟bah. Dan / sujud itu maqām taqarubi
yakni mengnyempurnakan diri / kepada Haq Taala serta
hapuslah ta„ayyun insan dalamnya. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm.
14).
8) Qu‟ud
“Kedelapan qu„ud.” (Asrāru `sh-Shalat, hlm. 14).
9) Duduk
“Kesembilan duduk.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
10) Tahiyat Akhir
“Yang kemudian kesepuluh / tahiyat akhir.” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 14).
11) Salawat
“Kesebelas salawat akan nabi shallā `l-Lāhu „alaihi / wa
sallam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
12) Salam
“Keduabelas salam yang pertama.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
13) Tertib
“Ketigabelas tertib. //” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
Berdasarkan kutipan tersebut, ketiga narasumber, yaitu Bapak
Ahmad Dahlan, Ustad Novel, dan Bapak Agus Himawan berpendapat
bahwa rukun sembahyang tersebut merupakan urutan-urutan sembahyang
yang dalam pelaksanaannya tidak boleh saling bertukar, harus sesuai
urutan sebanyak tiga belas urutan. Pertama niat. Kedua, takbiratul ihram.
Ketiga, maqam tabdil. Keempat, membaca Al-Fatihah. Kelima, rukuk.
Keenam, iktidal. Ketujuh, sujud. Kedelapan, qu'ud. Kesembilan, duduk.
Kesepuluh, tahiyat akhir. Kesebelas, salawat. Kedua belas, salam. Ketiga
belas, tertib
i. Penggolongan Sembahyang
Orang-orang yang melakukan sembahyang dapat dibagi menjadi
tiga macam. Hal tersebut tercantum dalam kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
“Maka adalah musyāhadah-nya / tatkala itu segala masiwa
`l -Lah ini fana ia, / hanya Haq Taala jua yang baqā seperti firman
Allah / Taala “Kullu syai‟in hālikun illā wajhah”. Tiap-tiap /
binasa melainkan zat-Nya yang adanya. Demikianlah takbira / tu
`l-ihrām orang yang muntahi.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19).
“Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith,
takbirnya Allah, takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir
di sini nyatalah / fana-Nya, af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya
/ kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat Allah. Maka / apabila
tataplah hapusnya seperti keadaan // hapus bulan dan bintang itu
sebab ter / bit matahari, maka tiada terbilang cahaya keduanya / itu
melainkan yang terbilang cahayanya matahari / jua. Maka
dihukumkan pandangnya yang demikian itu / pandang mutawasith
namanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19–20).
“Dan jikalau ia / daripada orang yang mubtadi maka
muqāranah-nya / Allahu Akbar atau sembahyang fardu zuhur atau
la / innya. Maka apabila selesailah si-mushali itu daripada /
takbiratu `l-ihrām, kemudian muqāranah maka hendaklah / ia
kembali akan pandang kepada mu„ayyanah serta / muntahi yang di
bawahi hingga sampailah kepada Islam. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm.
20).
Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan penggolongan orang yang
melakukan sembahyang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu golongan
orang muntahi sebagai golongan orang yang sudah sangat mengenal
Allah, golongan orang mutawasith. adalah golongan orang yang dianggap
menengah dalam mengenal Allah, dan golongan orang mubtadi adalah
orang yang baru memulai mengenal Allah.
Ustad Novel menguraikan tiga macam orang sembahyang
berdasarkan takbiratul ihramnya. Golongan orang muntahi merupakan
golongan orang yang sudah sangat mengenal Allah, yang telah suci roh
dan hatinya dari maksiat lahir dan batin. Sembahyang golongan ini
dilakukan atas dasar keyakinannya bahwa semua yang ada akan musnah
kecuali Allah. Pada setiap takbira tu `l-ihrām-nya mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
pamaknaan berserah diri karena melihat pada dirinya sebagai golongan
daif, fakir, hina dan lemah.
Golongan orang mutawasith adalah golongan orang-orang yang
dianggap menengah dalam mempelajari pengenalannya kepada Allah.
Sembahyang golongan ini adalah berusaha menyempurnakan perintah
Allah. Pada saat sembahyang, hatinya berserah kepada Allah karena
merasa dirinya rendah daripada Allah, ibarat seperti cahaya bulan dan
bintang yang tidak secemerlang cahaya matahari.
Terakhir adalah golongan orang mubtadi sebagai orang-orang
yang baru memulai atau baru dalam taraf awal. Sembahyang menurut
golongan ini dilakukan semata-mata hanya untuk menutupkan fitnah
dunia, sekadar mengetahui akan segala rukun-rukun, waktu, bersuci, dan
mengetahui wajib dan sunat. Sembahyang golongan ini dilakukan dengan
tujuan hanya untuk mendapat pahala.
Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa orang yang
sembahyang itu dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu jenis orang
muntahi, mutawasith, dan mubtadi. Orang yang termasuk jenis muntahi
adalah orang-orang yang sudah mencapai puncak atau tataran tertinggi
mengenal Allah. Orang yang temasuk mutawasith adalah orang yang
berada di tengah-tengah yang masih berusaha untuk mengenal Allah.
Orang mubtadi adalah jenis orang yang baru memulai untuk mengenal
Allah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
j. Rupa (Kenampakan) Sembahyang
Sembahyang adalah suatu ibadah yang dilakukan dengan gerakan-
gerakan tertentu. Dari gerakan-gerakan tersebut, ada beberapa gerakan
yang menyerupai huruf-huruf Arab. Hal tersebut tercantum dalam kutipan
berikut.
“Ketahui olehmu bahwa[sa]nya sembahyang itulah yang di //
namai maqām Muhammad karena rupa sembahyang misal / rupa
“Ahmad”. Dan yang sembahyang itu rupa “Muhammad”. / Yakni
inilah rupanya tatkala berdiri itu rupa / “alif” atau dan tatkala
rukuk itu rupa “ha”. <Dan / tatkala sujud itu rupa «hu»ruf
“mim”> Dan tatkala / sujud itu rupa huruf “mim” . Dan tatkala
duduk / itu rupa huruf “dal”. Dan kepalanya si-mushali itu berupa
/ huruf “ha”. Dan pusatnya itu berupa dengan huruf “mim”. / Dan
kedua kakinya berupa huruf “dal”. Dan inilah sembahyang / pada
orang yang menjalani jalan batin yang sempurna. / Ibadah
demikianlah seperti kata yang tersebut bayān-nya / yang dahulu
itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 24–25).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan berpendapat
bahwa gerakan-gerakan dalam sembahyang apabila diperhatikan
menyerupai bentuk-bentuk huruf Arab. Berdiri ketika sembahyang adalah
berdiri menghadap kiblat tampak seperti huruf “alif”, rukuk tampak
seperti huruf “ha”, sujud menyerupai huruf “mim”, dan ketika duduk
menyerupai huruf “dal”.
Ustad Novel menguraikan bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan
ketika sembahyang, dimaknai untuk mengingatkan kita tentang kematian
dan perjalanan melalui berbagai tahap kehidupan sebagai makhluk Allah.
Posisi gerakan pelaku sembahyang diartikan sebagai simbol hubungan
dengan Allah Swt. Pada teks tersebut, rupa sembahyang diibaratkan
seperti rupa “Ahmad”. Penguraiannya adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Berdiri ketika sembahyang adalah berdiri menghadap kiblat
tampak seperti huruf “alif”. Berdiri dalam sembahyang merupakan posisi
yang menyatakan keberadaan dan kekuatan. Posisi rukuk tampak seperti
huruf “ha”, yakni membungkukkan badan, serta kedua tangannya
memegang lutut, antara punggung dan kepala ditekankan supaya rata.
Rukuk pada saat sembahyang diartikan sebagai bentuk kepasrahan dan
penghambaan kepada Allah Swt. Posisi sujud serupa huruf “mim” adalah
meletakkan dahi dan hidung di atas tempat sembahyang setelah kedua
telapak tangan, lutut, serta ujung jari-jari kaki. Sujud dimaknai sebagai
pengabdian dan penghambaan di hadapan Allah. Pelaku sembahyang
merasa keberadaan dirinya paling rendah di hadapan Allah Swt.,
sedangkan posisi duduk ketika salat seperti huruf “dal” merupakan
wujud ketundukan jiwa dan kepasrahan kepada Allah Swt.
k. Waktu-waktu Sembahyang
Persoalan waktu-waktu sembayang tercantum dalam kutipan
berikut.
“Soal waktu lima itu dari mana keluarnya?
Jawab: Ketahui olehmu bahwasanya waktu zhuhur itu / keluar
daripada dada Nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam // otak
nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. / Dan waktu asar itu dan
magrib keluar daripada / dada nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa
sallam. Dan / waktu isya itu keluar daripada «a»nggota nabi Allah /
shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan waktu subuh itu / keluar
daripada ubun-ubun nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. /”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 25–26).
Berdasarkan kutipan tersebut, baik Bapak Ahmad Dahlan, Ustad
Novel, atau pun Bapak Agus Himawan tidak dapat menafsirkan apa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
dimaksud pengarang mengenai waktu-waktu sembahyang, seperti yang
terdapat pada kutipan tersebut.
2. Ma’rifatu `l-Lāh
Kata makrifat berasal dari bahasa Arab „ma‟rifah‟ yang secara
etimologi berarti pengetahuan atau pengenalan (Asmaran As., 2002:104).
Makrifat juga dapat dihubungkan dengan kata Arab ma‟rifatun yang berarti
„pengetahuan‟, „pengenalan‟. Arif artinya „orang yang mengetahui‟, „yang
mengenal‟ (Marbawy, 1935:17 dalam Istadiyantha, 2002:403).
Makrifat dalam konsep tasawuf diartikan sebagai pengenalan tentang
kemahabesaran Tuhan dengan penghayatan batin melalui kesungguhan dalam
peribadatan (Istadiyantha, 2002:403). Makrifat juga diartikan sebagai
pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati (kalbu). Pengetahuan tersebut
sedemikian lengkap dan jelas, sehingga jiwa merasa satu dengan yang
diketahuinya itu (Asmaran As, 2002:104).
Dalam ilmu tasawuf dikenal istilah ma‟rifatu`l-Lāh yang artinya
mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Menurut Ibn Ataillah (dalam
Asmaran As, 2002:105), ma‟rifatu`l-Lāh adalah melihat Allah dengan
pandangan mata hati, dengan pandangan batin, bukan dengan pandangan mata
kepala.
Pembahasan mengenai Ma‟rifatu `l-Lāh, terdapat dalam teks Asrāru
`sh-Shalāt adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
a. Ibadah-ibadah dalam Tataran Syariat, Tarekat, dan Hakikat
1) Taharah
“Adapun (tara) / taharah itu tiga perkara. Pertama taharah syariat.
Kedua taharah tarekat. Ketiga taharah hakikat. / Dan sembahyang
pun demikian dan puasa [pun] demikian // dan zakat pun demikian
dan haji pun demikian / jua.
Adapun taharah syariat itu yaitu menyucikan / najis dan hadas
asghar dan hadas akbar itu / dengan air atau dengan tanah. Dan
taharah tarekat / menyucikan batinnya daripada «dendam»lah dan
khianat / dan munafik dan mengadu akan samanya Islam. / Dan
taharah hakikat itu yaitu menyucikan rahayunya / daripada yang
lain daripada Allah Taala dalam hatinya. /” (Asrāru `sh-Shalāt,
hlm. 26–27).
Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan mengenai taharah pada
kutipan tersebut. Taharah dibagi menjadi tiga macam, yaitu taharah
menurut syariat, tarekat, dan hakikat. Taharah adalah bersuci atau
membersihkan diri. Berdasarkan teks Asrāru `sh-Shalāt, taharah
secara syariat adalah dengan menyucikan najis, hadas kecil, dan hadas
besar dengan menggunakan air atau tanah. Taharah tarekat dilakukan
dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela. Taharah tarekat
diartikan sebagai menyucikan batin. Pada jenis taharah ketiga, yakni
taharah hakikat, beliau tidak dapat menjelaskan karena kurang paham.
Ustad Novel menguraikan permasalahan taharah sebagai
berikut. Taharah secara syariat adalah dengan menyucikan najis, hadas
kecil, dan hadas besar dengan menggunakan air atau tanah. Taharah
syariat itu merujuk pada kebersihan lahir (badan). Taharah zahir
mempunyai waktu tertentu setiap satu hari satu malam. Taharah
tarekat dilakukan dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela.
Taharah tarekat diartikan sebagai menyucikan batin yaitu mensucikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
diri dari sifat sombong, dendam, mengumpat, mengadu-ngadu, dan
bohong atau dosa badan. Wudu tarekat (batin) adalah bersuci dengan
taubat yang ikhlas dan memperbaharui kembali kepada Allah dengan
menyesali semua dosa-dosa tadi langsung dari sumber batinnya.
Taharah batin waktunya tidak terbatas (seumur hidup). Taharah
hakikat dilakukan dengan membersihkan ketentraman hatinya dari
mengeduakan Allah. Taharah hakikat merujuk pada keadaan untuk
mencapai keyakinan hatinya, bahwa hanya Allah semata yang wajib
disembah.
Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa taharah syariat
adalah menyucikan lahiriah (badan) sesuai dengan hukum-hukum.
Taharah tarekat adalah menyucikan batin, yakni membersihkan dari
sifat-sifat tercela. Taharah hakikat adalah sudah mengambil hikmah
bahwa baik secara lahiriah dan batiniah telah bersih dari segala
sesuatu selain Allah Swt.
2) Syahadat
Syahadat juga dibahas dengan membaginya ke dalam tiga
tataran, seperti pada kutipan berikut.
“Adapun syahadat itu tiga perkara. Pertama syahada[t] / syariat.
Kedua syahadat tarekat. Ketiga syahadat / hakikat.
Maka yang syahadat syariat itu yaitu / meninggikan ketuanan pada
makhluk. Dan syahadat / tarekat itu yaitu meninggikan ketuhanan
dirinya / diteguhkan a.n.k.r.h Tuhannya. Dan syahadat // hakikat itu
yaitu dikaram dirinya kepada Haq / Taala pada tiap-tiap jalalnya.”
/” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 27–28).
Bapak Ahmad Dahlan tidak dapat menguraikan maksud dari
kutipan tersebut. Ustad Novel menjelaskan bahwa syahadat secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
syariat adalah meninggikan ketuanan pada makhluk, yaitu meikrarkan
kalimat syahadat dengan ucapan. Syahadat tarekat dilakukan dengan
meyakini dalam hati kalimat syahadat. Syahadat hakikat adalah
keadaan di mana hati betul-betul yakin bahwa hanya tidak ada Tuhan
selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa syahadat syariat
adalah sebatas ucapan atau ikrar kalimat syahadat. Syahadat tarekat
berarti bahwa Allah sudah menyambut ketuhanan kita. Syahadat
hakikat, yakni dalam diri kita yang ada hanya keagungan Allah.
3) Sembahyang
Sembahyang diuraikan dalam tiga hal seperti pada kutipan
berikut.
“Adapun sembahyang itu / tiga perkara. Pertama sembahyang
syariat. [Kedua sembahyang tarekat]. Ketiga sembahyang /
hahikat.
Maka sembahyang syariat itu yaitu ketahui / segala fardu dan sunat
dalam sembahyang serta mengerja / kan dia. Dan sembahyang
tarekat itu memelihara akan / hadirat Tuhan, yakni hukumnya,
amarnya, dan nahi / seperti sabda nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa
sallam “ --- / „ani `l-jawari li `sh-shalāti”. Berdiam perbuatan
yang haram / itu seperti sembahyang jua. Dan sembahyang hakikat
/ itu yaitu meninggikan dirinya kepada Haq Taala dalam /
murāqabah dan musyāhadah-nya dan muqābalah dengan / Dia.”
(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 28).
Berdasarkan kutipan teks tersebut, Bapak Ahmad Dahlan dan
Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa sembahyang secara syariat
adalah sembahyang secara lahir, yaitu sembahyang fardu dan sunat
pada umumnya, yang ketentuannya sudah terdapat dalam hukum-
hukumnya. Sembahyang tarekat dilakukan dengan meyakini bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Allah senantiasa berada dalam setiap melakukan perbuatan yang
disuruh dan dilarang. Pada sembahyang hakikat Bapak Ahmad Dahlan
tidak begitu paham, sehingga tidak dapat menafsirkan kutipan
tersebut, sedangkan Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa
sembahyang hakikat adalah keadaan telah mengetahui Allah melalui
pendekatan, penyaksian, dan penghadapan.
Ustad Novel memberi penjelasan mengenai sembahyang
sesuai kutipan tersebut, seperti berikut. Sembahyang secara syariat
adalah sembahyang secara lahir, yaitu sembahyang fardu dan sunat
pada umumnya sesuai dengan hukum-hukum (ilmu syariat).
Sembahyang syariat adalah salat seluruh badan yang zahir dengan
gerakan tubuh. Sembahyang syariat mempunyai waktu tertentu di
dalam suatu hari satu malam lima kali. Sunatnya sembahyang syariat
dilakukan di masjid dengan berjamaah sama-sama menghadap ka‟bah
dan mengikuti Imam, tanpa riya‟ dan sum„ah. Sembahyang tarekat
dilakukan dengan meyakini bahwa Allah senantiasa berada dalam
setiap melakukan perbuatan yang disuruh dan dilarang. Sembahyang
tarekat dapat dikatakan sebagai sembahyang hati selama-lamanya, di
mana masjidnya adalah hati. Berjamaahnya ialah terpadunya kesucian
batin dengan selalu memperdengarkan tauhid dengan lisan batin,
imamnya adalah rasa rindu di dalam hati untuk sampai kepada Allah,
kiblatnya adalah hadirat Allah yang maha tunggal dan keindahan
ketuhanan. Sembahyang hati dilakukan dengan hidupnya hati tanpa
suara, berdiri dan duduk. Kita selalu berhadapan dengan Allah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
senantiasa siaga dengan ucapan: “kepada-Mu kami beribadah dan
kepada-Mu kami memohon pertolongan, dan mengikuti Nabi
Muhammad saw. Saembahyang hakikat diartikan sebagai keadaan
telah mencapai pendekatan, penyaksian, dan penghadapan dengan
Allah Swt.
4) Puasa
Puasa dalam tataran syariat, tarekat, dan hakikat terdapat pada
kutipan berikut.
“Dan adapun puasa itu tiga perkara. / Pertama puasa syariat. Kedua
puasa tarekat. // Ketiga puasa hakikat.
Maka puasa syariat / itu meninggalkan dirinya daripada makan dan
minum dan / jimak. Dan puasa tarekat itu meningal meninggalkan /
daripada loba dan tamak dan «dendam»lah dan khia / nat akan
samanya Islam. Dan puasa hakikat / itu yaitu meninggalkan dirinya
daripada lain daripada / Allah Taala serta menyeungulkan Dia dan
menghayat Dia. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 28–29).
Berdasarkan kutipan tersebut, Bapak Ahmad Dahlan dan
Bapak Agus Himawan mengartikan puasa secara syariat adalah tidak
makan dan minum. Puasa syariat mengacu pada puasa secara lahir
(badan). Puasa tarekat merujuk pada puasa batin yang dilakukan
menghilangkan sifat-sifat jelek dalam hati. Puasa hakikat tidak dapat
dijelaskan oleh Bapak Ahmad Dahlan, sedangkan Bapak Agus
Himawan mengartikan puasa hakikat sebagai keadaan telah
meninggalkan penghambaan kepada yang lain seperti kesenangan
duniawi dan hanya menghambakan diri kepada Allah.
Ustad Novel menguraikan puasa pada kutipan tersebut sebagai
berikut. Puasa secara syariat adalah tidak makan dan minum. Puasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
syariat mengacu pada puasa secara lahir (badan). Puasa syariat
mempunyai waktu tertentu atau di batasi oleh waktu. Kebahagiaan
puasa menurut syariat adalah kebagahiaan ketika berbuka dengan
memakan makanan di waktu magrib. Rukyat menurut syariat adalah
melihat bulan di malam lebaran pertanda selesainya tugas puasa
ramadan.
Puasa tarekat merujuk pada puasa batin, yakni menahan
seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan
dilarang, serta menjauhi sifat-sifat tercela, seperti ujub dan sebagainya
secara lahir dan batin pada waktu siang maupun malam. Bila
melakukan hal tadi maka batallah puasa tarekatnya. Puasa tarekat
tidak di batasi waktu (seumur hidup). Kebahagiaan puasa menurut
tarekat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk surga menikmati
kenikmatan surga. Rukyat menurut tarekat adalah melihat Allah pada
hari kiamat dengan pandangan. Puasa hakikat adalah keadaan telah
meninggalkan penghambaan kepada yang lain seperti kesenangan
duniawi dan hanya menghambakan diri kepada Allah.
5) Zakat
Zakat diuraikan dengan tiga tataran, yakni syariat, tarekat, dan
hakikat, seperti tercantum pada kutipan berikut.
“Dan adapun zakat itu tiga perkara. Pertama / zakat syariat. Kedua
zakat tarekat. Ketiga / zakat hakikat.
Maka zakat syariat itu yaitu / mengeluarkan yang difardukan Allah
daripada arta-nya yang kemudian / daripada sampai nisabnya atau
haulnya. Dan zakat / tarekat meneguhkan janji daripada Tuhannya
itu. Dan zakat hakikat itu (ma) mengeluarkan kekasihnya, // yakni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
fana fi `l-Lāha dan baqa bi `l-Lāha.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 29–
30).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan berpendapat
bahwa zakat syariat adalah mengeluarkan sebagian harta seperti
ketentuan agama. Zakat tarekat dilakukan dengan meneguhkan janji
bahwa Allah semata yang disembah. Zakat hakikat tidak dapat
dijelaskan oleh Bapak Ahmad Dahlan, sedangkan menurut Bapak
Agus Himawan, zakat hakikat adalah keadaan telah mencapai
kecintaan kepada Allah hingga merasa diri fana dan kekal bersama
Allah.
Ustad Novel berpendapat bahwa zakat syariat adalah
seseorang memberikan hasil usahanya yang telah ditentukan dan pada
waktu tertentu pula setiap tahun dengan nisab yang telah ditentukan.
Zakat tarekat adalah meneguhkan janji kepada Allah dengan
memberikan hasil usaha pendalaman hal-hal mengenai akhirat dan
Allah kepada orang fakir agama dan miskin akhirat. Zakat hakikat
adalah kondisi merasa diri ini lebur (fana) dan bersatu (kekal) bersama
Allah.
6) Haji
Pembahasan ibadah terakhir yang dibahas dalam tataran
syariat, tarekat, dan hakikat adalah haji, seperti pada kutipan berikut.
“Dan adapun haji / itu yaitu tiga perkara. Pertama haji syariat.
Kedua / haji tarekat. Ketiga haji hakikat.
Maka haji syariat / itu pergi ia mengujuki tempat yang mulia,
yakni ka‟bah / Allah. Dan haji tarekat itu yaitu menilik maqām
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
ihram / serta ikhlas. Dan haji hakikat itu yaitu menilik / kepada
maqām zat jati serta meminum dia.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 30).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan berpendapat,
haji syariat yaitu mengunjungi ka‟bah dengan melakukan rukun-rukun
haji sesuai dengan ketentuan agama. Haji tarekat yaitu melihat segala
sesuatu dengan jernih dan ikhlas, tanpa ada buruk sangka di dalam
hati. Haji hakikat tidak dapat diuraikan oleh Bapak Ahmad Dahlan,
sedangkan menurut Bapak Agus Himawan, haji hakikat, yaitu keadaan
melihat kedudukan Allah sebagai zat yang paling sejati.
b. Syariat, Tarekat, Hakikat, dan Makrifat
Pada teks Asrāru `sh-Shalāt perihal syariat, tarekat, hakikat, dan
makrifat diuraikan sebagai berikut.
“Syahdan / syariat itu perbuatan Islam maqām pada tubuh. / Dan
tarekat itu perbuatan iman dan maqām pada <ha> / hati. Dan
hakikat itu perbuatan tauhid dan maqām-nya / pada ruh. Dan
mu(„a)raqābah itu pertuannya makrifat dan / maqām-nya pada sirr.
Adapun Islam pada kita ini ilmu / pada Allah. <Dan> Dan iman
pada kita yakni ta„ayyun pada Allah. Dan / tauhid pada kita ini
rahasia pada Allah Taala. <Dan> // Dan makrifat pada kita ini nur
pada Allah Taala.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 30–31).
Pada pembahasan ini, Bapak Ahmad Dahlan tidak dapat
menafsirkan karena ketidakpahaman. Ustad Novel menjelaskan bahwa
kutipan tersebut merupakan komponen-komponen (alat-alat) untuk
mengenal Allah. Alat tersebut terdiri dar empat macam, yakni tubuh, hati,
ruh, dan sirr. Tubuh adalah komponen utnuk melakukan perbuatan
ibadah-ibadah dalam Islam. Hati itu komponen untuk meyakini Allah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Swt. Ruh itu komponen untuk mencapai hakikat. Sirr (nurani) untuk
mengenal Allah lebih dekat.
Menurut Bapak Agus Himawan, kutipan tersebut menerangkan
mengenai syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Syariat menyatakan
perbuatan Islam yang kedudukannya pada tubuh. Dapat dicontohkan,
orang yang tubuhnya melakukan gerakan-gerakan salat berarti dia Islam.
Meskipun demikian perbuatan iman dalam hati tidak dapat diketahui.
Seseorang yang melakukan sembahyang belum tentu dalam hatinya
beriman. Hal itu juga berlaku pada ruh yang tidak dapat diketahui
keadaannya apakah mengesakan Allah dan sirr-nya dapat mengenal
Allah.
“Soal apa / faedah Islam dan iman dan tauhid <dan> / dan
makrifat?
Jawab: Adapun faedah Islam (dan) / itu akan memasukkan ke
dalam syariat. Dan faedah iman / itu akan rukyatu `l-Lah Taala.
Dan tauhid itu muntahī / yang „inabah Allah. Dan faedah makrifat
itu akan mengenal / antara qadim dan muhadist-nya tiadalah ia
jadi bertukar-tukar / dan bersamaan antara keduanya itu.” (Asrāru
`sh-Shalāt, hlm. 31).
Kutipan tersebut hanya dijelaskan oleh ustad Novel, yakni bahwa
Islam merupakan ilmu untuk mengenal Allah. Iman berarti menerapkan
(mengamalkan) ilmu tersebut secara terus-menerus. Tauhid adalah
puncak dari pengamalan ilmu-ilmu tersebut, sehingga benar-benar
mengenal Allah sebagai zat yang terdahulu dan yang lain adalah yang
kemudian, di mana keduanya tidak mungkin bertukar-tukar.
“Soal // tubuh itu kenyataan apa? Dan hati itu kenyataan apa? Dan /
ruh kenyataan apa? Dan sirr itu kenyataan apa?
Jawab: / Adapun tubuh itu menyatakan af„al Allah. Dan / hati itu
menyatakan asma Allah. Dan ruh / menyatakan sifat Allah. Dan
sirr itu menyatakan zat / Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Pada kutipan tersebut, Bapak Ahmad Dahlan dan bapak Agus
Himawan tidak dapat memberikan penjelasan, sedangkan ustad Novel
menjelaskan bahwa kenyataan diartikan sebagai tempat perwujudan.
Maka tubuh itu tempat perwujudan af„al Allah, hati itu perwujudan asma
Allah, ruh itu tempat perwujudan sifat Allah, dan sirr adalah tempat
perwujudan zat Allah.
“Soal apa sebab Allah Taala menjadikan insan? /
Jawab: Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-
nya, dan lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman
dan sifat rahim-Nya kepada insan. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32).
Berdasarkan kutipan tersebut, ketiga pembaca memberi pengertian
yang sama, yakni Allah menciptakan manusia adalah untuk menunjukkan
bahwa Dia-lah yang pertama (zat awal). Hal tersebut sama dengan bahwa
Allah itu terdahulu dan berdiri dengan sendiri-Nya, sedangkan manusia
dan lainnya adalah yang berikutnya dan adanya manusia itu karena kuasa
Allah Swt.
“Soal apa makanan tubuh? Dan apa makanan hati? / Dan apa
makanan ruh? Dan makanan sirr?
Jawab: / Adapun makanan tubuh yaitu makanan dan minu /
mannya sekalian jasmani, maka diperolehlah ialah nikmat tu / buh
dengan dia dan zikirnya “lā malika illā „l-Lāh”. Tiada Tuhan //
yang disembah sebenar-benarnya hanya Allah. Dan makanan / hati
itu yaitu hadir dan akan Tuhannya, maka berolehlah nikmat hati itu
dengan dia zikirnya / “lā ilāha illā `l-Lāh”. Hanya Allah jua yang
maujud. <Dan> / Dan maka«nan» ruh itu yaitu makanan nurani /
dan pun dan minumannya pun (r) nurani, / yaitu mengucap tasbih
dan tahlil, maka diperoleh / nikmat ruh itu dengan dia dan zikirnya
“Allāh Allāh” / yang yakni Allah yang hakikat. Dan makanan sirr
itu / yaitu senantiasa dimeri akan pada musyāhadah / dan
muraqābah kepada zat jati maka putuslah ia / dengan Dia, dan
zikirnya “hūwa hūwa” yakni [Ia] jua / zat mutlak dan Ia jua zat
hakikat dan / Ia jua zat Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32–33).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Kutipan tersebut hanya diartikan oleh Bapak Agus Himawan dan
ustad Novel karena Bapak Ahmad Dahlan tidak memahami kutipan
tersebut. Kutipan tersebut diartikan bahwa masing-masing bagian tubuh,
hati, ruh, dan sirr. Anggota tubuh memerlukan makanan dan minuman.
Hati memerlukan kehadiran Tuhan. Ruh membaca perlu tasbih dan tahlih
untuk memperoleh hakikat Allah. Sirr membutuhkan pengenalan dan
pendektakan kepada Allah dengan berusaha menyaksikan dan
mendekatkan diri kepada Allah.
“Soal mana dinamai ter«pan»dang kita / kepada Haq Taala? Dan
gaib kita daripadanya musyā / hadah kita <kepada-Nya di hadir
kita dengan Dia, Dan / sampai kita kepada-Nya> di hadir kita
dengan Dia. Dan / sampai kita kepada-Nya itu?
Jawab: Adapun jadi ter / «pan»dang kita ini kepada Haq Taala
karena kita pandang / semata akan wujud Allah, zat Allah, dan sifat
Allah, / dan asma Allah. Dan gaib kita akan Haq Taala ini / karena
membesarkan hawa nafsu dan dunia. Dan / dari mana gaib kita dan
dari mana hadir kita gaib / kita akan Dia dan hadir kita dengan Haq
Taala ini, / telah gaiblah daripada musyāhadah empat perkara //
washil kita kepada Haq Taala ini fanalah Ia daripada / papa dan
hina dan daif dan lemah dan bebal / pada pandangannya itu. Ia jua
yang kaya dan Ia yang / jadi barang yang dikehendak daripada
suatu dengan dikatanya dengan / lidahnya “La haula wa la
quwwata illā bi `l-Lāh „aliyu `l-„adzim” ini / inilah alamat orang
yang waasil berjalan kepada jalan / ahlu „l-Lāh yang dinamai sufi
dan awliya‟ Allah Taala. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 35–36).
Bapak Agus Himawan dan ustad Novel mengartikan kutipan
tersebut sebagai kesempurnaan manusia di hadapan Allah. Manusia akan
dipandang oleh Allah karena manusia senantiasa mendekatkan diri kepada
Allah. Dengan mendekatkan diri, maka manusia benar-benar akan
mengenal Allah. Sebaliknya, manusia yang senantiasa membesarkan
hawa nafsu dan kesenangan dunia akan jauh dari Allah. Manusia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
membesarkan hawa nafsu tidak akan mencapai makrifat, yaitu
penyaksiannya akan Allah itu lenyap dikarenakan Allah terkalahkan dari
harta karena manusia takut miskin dan takut lemah. Padahal
sesungguhnya hanya Allah yang kaya dan yang dikehendaki untuk
mencapai ketentraman hidup.
Tanggapan-tanggapan pembaca didasarkan pada pemahaman pembaca
ketika melakukan proses pembacaan. Bentuk tanggapan pembaca dapat berbentuk
dalam berbagai macam, seperti teks Asrāru `sh-Shalāt yang ditanggapi dengan
menafsirkan satu persatu ulasan yang tertulis dalam teks tersebut. Masing-masing
pembaca memiliki gudang pengalaman yang berbeda-beda. Selain itu pembaca
juga merupakan anggota dari kumpulan masyarakat yang dalam kelompoknyya
memiliki konvensi masing-masing. Hal tersebut menyebabkan perbedaan
penafsiran. Akan tetapi dari penafsiran yang berbeda-beda tersebut tidak ada
penafsiran yang salah.
Penafsiran yang dilakukan pada teks Asrāru `sh-Shalāt terdapat persamaan
dan perbedaan. Persamaan pendapat banyak ditemukan pada penafsiran mengenai
sembahyang.
1. Kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah adalah ibadah manusia kepada
Allah. Jika sembahyang seseorang itu tidak dilakukan dengan baik, hanya
sebatas melakukan tanpa adanya niat ibadah mengagungkan Allah, maka
ibadah-ibadah lain tidak diterima oleh Allah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
2. Sejarah pelaksanaan sembahyang, yakni mengenai sembahyang lima waktu
merupakan penggabungan dari sembahyang-sembayang yang dilakukan oleh
nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
3. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperoleh hakikat sembahyang, yakni
dengan mengetahui ilmunya, memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah.
4. Pembahasan mengenai rukun-rukun sembahyang yang terdiri dari tiga belas
urutan.
5. Penjelasan mengenai golongan orang sembahyang yang dibedakan menjadi
tiga golongan, yakni golongan muntahi, mutawasith, dan mubtadi.
6. Perihal uraian ma‟rifatu `l-Lāh yang berkaitan dengan taharah, syahadat,
sembahyang, puasa, zakat, dan haji yang dibahas berdasarkan syariat, tarekat,
dan hakikat.
7. Persoalan Allah menjadikan insan, yakni yakni Allah menciptakan manusia
adalah untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang pertama (zat awal). Hal
tersebut sama dengan bahwa Allah itu terdahulu dan berdiri dengan sendiri-
Nya, sedangkan manusia dan lainnya adalah yang berikutnya dan adanya
manusia itu karena kuasa Allah Swt.
Perbedaan penafsiran oleh pembaca ditemukan pada pembahasan berikut.
1. Alasan difardukan sembahyang yang berkaitan dengan Nur Muhammad.
Bapak Ahmad Dahlan menafsirkan bahwa sebab difardukan sembahyang lima
waktu berkaitan dengan penciptaan manusia. Berdasarkan naskah,
diterangkan mengenai perjanjian ruh dengan Allah Swt. Sebelum ruh
dimasukkan dalam jasad. Pada dasarnya semua manusia itu beragama Islam,
yakni ketika masih dalam alam ruh, manusia mengakui bahwa hanya Allah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Swt. Ustad Novel menguraikan bahwa nur Muhammad yang menjawab
pertama kali ketika Allah bertanya siapa Tuhan mereka. Bapak Agus
Himawan menjelaskan bahwa nur Muhammad bersujud kepada Allah. oleh
karena itu, sebagai makhluk yang berasal dari nur Muhammad, sudah
seharusnya kita juga bersujud kepada Allah.
2. Rupa (penampakan) ketika sembahyang yang ditafsirkan oleh Bapah Ahmad
Dahlan dan Bapak Agus Himawan, bahwa rupa orang sembahyang itu hanya
memiliki kemiripan dengan huruf-huruf Arab. Menurut Ustad Novel, selain
bentuknya mirip dengan huruf-huruf Arab, sesungguhnya ada maksud tertentu
dari setiap bentuk-bentuk huruf tersebut.
Selain persamaan dan perbedaan, dapat disimpulkan pula bahwa pembaca
kesulitan dalam penafsirkan teks secara utuh karena kurangnya pemahaman
pembaca dengan pembahasan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa
kutipan yang tidak bisa ditafsirkan, seperti berikut.
1. Jumlah rakaat dalam sembahyang hanya diuraikan sedikit oleh ustad Novel.
2. Waktu-waktu sembahyang yang tidak diketahui maksudnya oleh ketiga
pembaca.
3. Faedah faedah Islam, iman, tauhid, dan makrifat yang tidak dapat ditafsirkan
oleh Bapak Ahmad Dahlan.
4. Persoalan kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr yang hanya ditafsirkan oleh
ustad Novel secara ringkas.
5. Persoalan makanan makanan tubuh, hati, ruh, dan sir yang hanya dijelaskan
oleh ustad Novel secara ringkas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Secara keseluruhan, tanggapan ketiga pembaca setelah membaca teks
Asrāru `sh-Shalāt, yaitu menilai pengarang teks memiliki ilmu yang sangat luas.
dengan keluasan ilmunya berusaha mengajak pembaca menyadari bahwa salat
bukan sekedar ucapan lisan dan gerakan tubuh saja, akan tetapi di balik kalimat
dan gerakan tubuh tersebut terdapat makna yang luas. Secara syariat penulis
membahas mulai dari sejarah shalat hingga rukun-rukunnya. Teks tersebut sangat
bermakna dan berbobot, akan tetapi tidak semua orang dapat memahaminya. Teks
ditulis bukan untuk dikonsumsi semua orang. Teks tersebut hendaknya dikaji
bersama seorang guru yang mengerti ilmu syariat, tarekat dan hakikat, sehingga ia
dapat menjelaskan dengan tepat maksud dari pengarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan teks Asrāru `sh-Shalāt yang sudah diuraikan
dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan mengenai beberapa hal,
seperti berikut.
1. Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks tunggal. Metode yang paling sesuai
untuk mengadakan suntingan teks adalah dengan menggunakan metode
standar, yaitu menerbitkan suntingan teks dengan membetulkan kesalahan-
kesalahan yang terdapat dalam teks. Ejaan disesuaikan dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Setelah dilakukan kritik teks terhadap teks Asrāru
`sh-Shalāt, ditemukan kesalahan-kesalahan salin tulis seperti berikut.
a. 36 kesalahan berupa lakuna
b. 18 kesalahan berupa adisi
c. 20 kesalahan berupa dittografi
d. 27 kesalahan berupa subtitusi
e. 2 kesalahan berupa transposisi
f. 3 bacaan yang tidak terbaca
2. Teks Asrāru `sh-Shalāt adalah salah satu karya yang memiliki struktur.
Struktur teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan struktur sastra kitab, yang terdiri
dari struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya penyajian.
Dilihat dari struktur penyajiannya, teks Asrāru `sh-Shalāt disusun secara
sistematis, meliputi pendahuluan, isi, dan penutup. Dilihat dari segi gaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
penyajiannya, dalam teks Asrāru `sh-Shalāt banyak dijumpai bentuk
interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab yang diterjemahkan
kedalam bahasa Melayu, terutama pada dalil-dalil. Disamping itu, pusat
penyajian teks menggunakan metode orang ketiga atau author omniscient.
Dari segi gaya bahasa, teks Asrāru `sh-Shalat meliputi empat macam diksi,
yaitu: (1) kosa kata yang terdiri dari kosa kata Arab yang belum diserap ke
dalam bahasa Indonesia sebanyak 72 buah dan kosa kata Arab yang belum
diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 28 buah, (2) ungkapan ada 6
buah, (3) sintaksis yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt adalah
penggunaan kata “dan” sebagai kata tumpuan maupun sebagai kata
penghubung; kata “maka” yang berfungsi sebagai kata tumpuan; dan kata
“bagi” sebagai penunjuk kepunyaan, (4) sarana retorika yang terdiri dari gaya
penguraian, pengulangan, penguatan, dan pertentangan. Secara garis besar
teks Asrāru `sh-Shalāt membahas mengenai sembahyang dalam tataran sufi
dan uraian mengenai ma’rifatu `l-Lāh sebagai tujuan sufi.
3. Berdasarkan analisis resepsi terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt, yakni melalui
tafsir teks, dapat diketahui resepsi pembaca yang sama dan berbeda karena
pengalaman, faktor latar belakang, dan pendidikan yang berbeda. Persamaan
pendapat banyak ditemukan pada penafsiran mengenai sembahyang.
a. Kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah adalah ibadah manusia
kepada Allah. Jika sembahyang seseorang itu tidak dilakukan dengan
baik, hanya sebatas melakukan tanpa adanya niat ibadah mengagungkan
Allah, maka ibadah-ibadah lain tidak diterima oleh Allah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
b. Sejarah pelaksanaan sembahyang, yakni mengenai sembahyang lima
waktu merupakan penggabungan dari sembahyang-sembayang yang
dilakukan oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
c. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperoleh hakikat sembahyang,
yakni dengan mengetahui ilmunya, memiliki perasaan malu dan takut
kepada Allah.
d. Pembahasan mengenai rukun-rukun sembahyang yang terdiri dari tiga
belas urutan.
e. Penjelasan mengenai golongan orang sembahyang yang dibedakan
menjadi tiga golongan, yakni golongan muntahi, mutawasith, dan
mubtadi.
f. Perihal uraian ma’rifatu `l-Lāh yang berkaitan dengan taharah, syahadat,
sembahyang, puasa, zakat, dan haji yang dibahas berdasarkan syariat,
tarekat, dan hakikat.
g. Persoalan Allah menjadikan insan, yakni yakni Allah menciptakan
manusia adalah untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang pertama (zat
awal). Hal tersebut sama dengan bahwa Allah itu terdahulu dan berdiri
dengan sendiri-Nya, sedangkan manusia dan lainnya adalah yang
berikutnya dan adanya manusia itu karena kuasa Allah Swt.
Perbedaan penafsiran oleh pembaca ditemukan pada pembahasan berikut.
a. Alasan difardukan sembahyang yang berkaitan dengan Nur Muhammad.
Bapak Ahmad Dahlan menafsirkan bahwa sebab difardukan sembahyang
lima waktu berkaitan dengan penciptaan manusia. Berdasarkan naskah,
diterangkan mengenai perjanjian ruh dengan Allah Swt. Sebelum ruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
dimasukkan dalam jasad. Pada dasarnya semua manusia itu beragama
Islam, yakni ketika masih dalam alam ruh, manusia mengakui bahwa
hanya Allah Swt. Ustad Novel menguraikan bahwa nur Muhammad yang
menjawab pertama kali ketika Allah bertanya siapa Tuhan mereka.
Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa nur Muhammad bersujud
kepada Allah. oleh karena itu, sebagai makhluk yang berasal dari nur
Muhammad, sudah seharusnya kita juga bersujud kepada Allah.
b. Rupa (penampakan) ketika sembahyang yang ditafsirkan oleh Bapah
Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan, bahwa rupa orang
sembahyang itu hanya memiliki kemiripan dengan huruf-huruf Arab.
Menurut Ustad Novel, selain bentuknya mirip dengan huruf-huruf Arab,
sesungguhnya ada maksud tertentu dari setiap bentuk-bentuk huruf
tersebut.
Selain persamaan dan perbedaan, dapat disimpulkan pula bahwa
pembaca kesulitan dalam penafsirkan teks secara utuh karena kurangnya
pemahaman pembaca dengan pembahasan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat
dari beberapa kutipan yang tidak bisa ditafsirkan, seperti berikut.
a. Jumlah rakaat dalam sembahyang hanya diuraikan sedikit oleh ustad
Novel.
b. Waktu-waktu sembahyang yang tidak diketahui maksudnya oleh ketiga
pembaca.
c. Faedah-faedah Islam, iman, tauhid, dan makrifat yang tidak dapat
ditafsirkan oleh Bapak Ahmad Dahlan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
d. Persoalan kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr yang hanya ditafsirkan oleh
ustad Novel secara ringkas.
e. Persoalan makanan makanan tubuh, hati, ruh, dan sir yang hanya
dijelaskan oleh ustad Novel secara ringkas.
B. Saran
Penelitian ini belum membahas secara mendalam teks Asrāru `sh-Shalāt
karena baru menghadirkan suntingan teks, analisis struktur, dan resepsi yang
berupa tafsiran seorang pembaca. Oleh karena itu, perlu adanya kajian dengan
disiplin ilmu lain, seperti agama, sejarah, sosiologi dan sebagainya. Diharapkan
dengan adanya penelitian terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt ini, peneliti terpacu
untuk memberikan pemikiran baru dalam usaha menciptakan karya baru dengan
meneliti teks ini atau teks-teks lain. Hal ini merupakan wujud kecintaan terhadap
khasanah kebudayaan bangsa.