Laporan Pendahuluan Sh

35
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE HEMORRHAGIC (SH) DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK Disusun oleh : Dwi Ruli Purwadi 1408027 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

description

LAPORAN-PENDAHULUAN-SH

Transcript of Laporan Pendahuluan Sh

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

STROKE HEMORRHAGIC (SH) DI RUANG INSTALASI

GAWAT DARURAT (IGD) RSUD SUNAN KALIJAGA

DEMAK

Disusun oleh :

Dwi Ruli Purwadi

1408027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA HUSADA SEMARANG

FEBRUARI, 2015

A. PENGERTIAN

1. Definisi

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya

fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam

detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau

menyebabkan kematian (Ginsberg, 2005).

CVA (Cerebro Vascular Accident) atau sering disebut stroke adalah

kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya

gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan

saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam yang menyebabkan cacat

berupa kelumpuhan anggota gerak, proses bepikir, daya ingat, dan bentuk-

bentuk kecacatan lain (Muttaqin, 2008).

Menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular

serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat

penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik

terjadi akibat perdarahan dalam otak.

Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin

perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak

pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau

saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya

menurun (Muttaqin, 2008).

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan

oleh perdarahan primer substansi otak terjadi secara spontan bukan oleh karena

trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan

kapiler (Muttaqin, 2008).

2. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008) perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

a. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa

yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan

TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena

herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering

dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan

cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan

keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,

meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri

yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)

maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid

mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya

struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula

dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.

Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan

subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid

dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini

sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai

puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah

minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena

interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke

dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.

Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,

penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,

afasia, dan lainnya).

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika

ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan

menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa

sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%

karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari

seluruh glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai

70% akan terjadi gejala disfungsi.

3. Faktor Resiko

a. Hipertensi

b. Hipotensi

c. Obesitas

d. Kolesterol darah tinggi

e. Riwayat penyakit jantung

f. Riwayat penyakit diabetes mellitus

g. Merokok

h. Stress

B. ETIOLOGI

Menurut Batticaca, penyebab stroke hemoragik yaitu:

1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.

2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak

3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi

perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya

pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak

yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak

yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga

terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.

Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005),

yaitu:

a. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

b. Ruptur kantung aneurisma

c. Ruptur malformasi arteri dan vena

d. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)

e. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi

hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan

hemofilia.

f. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

g. Septik embolisme, myotik aneurisma

h. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

i. Amiloidosis arteri

j. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,

dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

C. PATOFISIOLOGI

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran

dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh

hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di

area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu

defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan

iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).

Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan

penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+

ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan

penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi

juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui

masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).

Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan

lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,

meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel

menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).

Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai

oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan

kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)

akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya

adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,

gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit

sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika

korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik

kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan

apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral

parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan

memori (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah

yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior

tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus

optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans

posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl,

2007).

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas

dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat

menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.

Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007):

a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf

vestibular).

b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan

tetraplegia (traktus piramidal).

c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah

ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus

spinotalamikus).

d. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus

salivarus), singultus (formasio retikularis).

e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada

kehilangan persarafan simpatis).

f. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah

(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus

(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).

g. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun

kesadaran tetap dipertahankan).

D. PATHWAY

Hipertensi/terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Perdarahan serebri

Menyebar ke hemisfer

otak

Vasospasme arteri

Ekstravasasi darah di

otak

Nyeri TIK

Hipertensi/ terjadi

perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam

Metabolisme anaerob

anoksia Aktifitas elektrolit

terhenti

Edema Ekstrasel

Perfusi jaringan serebral Nekrosis jaringan dan

edema

Edema intrasel

Pompa Na+ gagal

Acidosis lokal

Na+ dan H2O masuk ke

sel

E. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)

Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:

1. Pengaruh terhadap status mental:

a. Tidak sadar : 30% - 40%

b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

a. Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

b. Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang

terkena.

4. Daerah arteri serebri posterior

Lesi di Med. SpinalisLesi di Kapsul Lesi batang otakLesi Korteks

Kematian progresif sel

otak (defisit fungsi otak)

Lesi upper & lower motor

neuron

Kerusakan

Nerves I-XIIGangguan bicara/penglihatan,

Gangguan eliminasi urinNekrosis jaringan dan

edemaKesulitan mengunyah & menelan,

refleks batukDefisit perawatan diri

Hambatan mobilitas fisikResiko gangguan nutrisiGangguan komunikasi verbal

ketidakefektifan bersihan jalan

napas Tirah baring lama

Kerusakan integritas kulit

a. Nyeri spontan pada kepala

b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia

c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi

labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

a. Stroke hemisfer kanan

1) Hemiparese sebelah kiri tubuh

2) Penilaian buruk

3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan

terjatuh ke sisi yang berlawanan

b. Stroke hemisfer kiri

1) Mengalami hemiparese kanan

2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati

3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan

4) Disfagia global

5) Afasia

6) Mudah frustasi

F. KOMPLIKASI

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling

ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga

berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut

adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada

pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran

dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal

yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas

permanen (Nasissi, 2010).

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta

ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan

dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila

terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma,

prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan

tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan

resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang

berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional

yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Nasisi, 2010).

G. PENATALAKSANAAN

1. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan

pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsesus:

a. Konsesus amerika : 6 jam

b. Konsesus eropa : 1,5 jam

c. Konsesus asia : 12 jam

Prinsip pengobatan pada therapeutik window :

a. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.

b. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.2. Terapi umum

a. Menstabilkan tanda-tanda vital

1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang

dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak

terkena)

2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing

individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun

hipertensi.

b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung

c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter

tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4

sampai 6 jam

d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :

1) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2

jam

2) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh

sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan

pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada

bahu, siku dan mata kaki)

3. Terapi khusus

Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan

neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low

heparin, tPA.

a) Pentoxifilin

Mempunyai 3 cara kerja:

Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus

Meningkatkan deformalitas eritrosit

Memperbaiki sirkulasi intraselebral

b) Neuroprotektan

1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil

Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis

glikogen

2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke

dalam sel, ex.nimotup

Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan

memperbaiki perfusi jaringan otak

3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin

Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi

radikal bebas dan biosintesa lesitin

Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan

4. Pengobatan konservatif

Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO),

tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk

pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek

sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral

(asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis

ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin,

asetazolamid, papaverin intraarteri.

5. Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.

Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa

penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.

Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan

kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Dewanto (2009) pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan

adalah :

1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol,

dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.

2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark

3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya

struktur otak

4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai

pembuluh darah yang terganggu.

5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada

trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan

yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.

Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya

proses imflamasi.

6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya

daerah lesi yang spesifik.

7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan

dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis

serebral.

8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah

system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

I. PEMERIKSAAN PRIMER

Primary survey (pengakajian primer) dilakukan melalui beberapa tahapan,

antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

1. General Impressions

a. Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.

b. Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera

c. Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

2. Pengkajian Airway

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?

b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:1) Adanya snoring atau gurgling2) Stridor atau suara napas tidak normal3) Agitasi (hipoksia)4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements5) Sianosis

c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :

1) Muntahan2) Perdarahan

d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.

e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.

f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :

1) Chin lift/jaw thrust2) Lakukan suction (jika tersedia)3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask

Airway4) Lakukan intubasi

3. Pengkajian Breathing (Pernafasan)Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain:a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi

pasien.1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-

tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.

2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.

3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika

perlu.c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut

mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.d. Penilaian kembali status mental pasien.e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukanf. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau

oksigenasi: 1) Pemberian terapi oksigen2) Bag-Valve Masker3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan

yang benar), jika diindikasikan4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway

proceduresg. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan

berikan terapi sesuai kebutuhan.4. Pengkajian Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain: a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian

penekanan secara langsung.d. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia

(capillary refill).e. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

5. Pengkajian Level of Consciousness dan DisabilitiesPada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi

perintah yang diberikanb. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak

bisa dimengerti c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika

ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri

maupun stimulus verbal.

6. Expose, Examine dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).

J. PEMERIKSAAN SEKUNDER

1. Identitas KlienMengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No. RM,

pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.

2. Riwayat Kesehatana. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan

kegemukan/obesitas.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak

sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit

seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.

d. Riwayat Psikososial

Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat

emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun

keluarga sering merasakan sterss dan cemas.

3. Pemeriksaan Fisika. Rambut dan hygiene kepalab. Mata:buta,kehilangan daya lihatc. Hidung,simetris ki-ka adanya gangguand. Leher,e. Dada

I: simetris ki-ka

P: premitus

P: sonor

A: ronchi

f. AbdomenI: perut acites

P :hepart dan lien tidak teraba

P :Thympani

A :Bising usus (+)

g. Genito urinaria :dekontaminasi,anuriah. Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.

K. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan

perdarahan intracerebral

2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase/hemiplagia

4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah

otak

5. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi

6. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi

7. Defisit perawatan diri: makan berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi

8. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi

9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama

10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan otot mengunyah dan menelan

11. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan menurunnya refleks

batuk dan menelan, imobilisasi

12. Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) berhubungan dengan kehilangan

tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

NODIAGNOSA KEPERAWATAN

DAN TUJUANINTERVENSI RASIONAL

1. Diagnosa Keperawatan: Resiko ketidakefektifan jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan otak tercapai maksimal ditandai dengan: 1. Klien tidak gelisah2. Tidak ada keluhan nyeri kepala,

mual, kejang.3. GCS 4564. Pupil isokor, reflek cahaya (+)5. Tanda-tanda vital normal

1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.

2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam

4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.

1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.

2. Untuk mencegah perdarahan ulang.

3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.

4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral

5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.

6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.

7. Memperbaiki sel yang masih viable dan mengobati perdarahan yang ada di otak.

2. Diagnosa Keperawatan :Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam2. Ajarkan klien untuk melakukan

latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit.

1. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus

Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dengan kriteria hasil:1. Tidak terjadi kontraktur sendi.2. Bertabahnya kekuatan otot.3. Klien menunjukkan tindakan

untuk meningkatkan mobilitas.

3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

4. Membantu mobilisai klien.

3. Diagnosa Keperawaratan: Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan selam 3X24 jam, Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil: 1. Terciptanya suatu

komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi.

2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat.

1. Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat.

2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.

3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.

4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.

5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.

6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.

1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien.

2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.

3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi.

4. Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.

5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi.

6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar.

4. Diagnosa Keperawatan: ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi. Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam Jalan nafas tetap efektif ditandai dengan:

1. Klien tidak sesak nafas.2. Tidak terdapat ronchi,

wheezing ataupun suara nafas tambahan.

3. Tidak retraksi otot bantu pernafasan.

4. Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit.

1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas.

2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali

3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)

4. Observasi pola dan frekuensi nafas

5. Auskultasi suara nafas6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai

dengan keadaan umum klien.

1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan.

3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret.

4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas

5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas.

6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

5. Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawaran selama 3X24 Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil:

1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin.

2. Rubah posisi tiap 2 jam3. Gunakan bantal air atau

pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol

4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru

1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.

4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.

1. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.

2. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.

3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

mengalami tekanan pada waktu berubah posisi

5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.

6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.

5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

6. Mempertahankan keutuhan kulit.

Daftar Pustaka

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.

Jakarta: EGC

Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.

Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan. Jakarta : EGC

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga

Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Nurarif, Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa medis & NANDA, NIC- NOC. Yogyakarta:

MediAction

Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical

Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott

Silbernagl, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :

EGC

Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih

bahasa: Widyawati dkk.Jakarta:EGC