Asma
-
Upload
bevy-aryah-andini -
Category
Documents
-
view
125 -
download
2
Transcript of Asma
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap sebagian
besar pada fisiologi organ-organ tubuh sehubungan dengan rahim yang membesar
bersama dengan tuanya kehamilan sehingga rongga dada menjadi sempit dan gerakan
paru akan terbatas untuk mengambil O2 selama pernapasan, ini akan mengakibatkan
gangguan pernapasan yaitu Asma. Dalam penatalaksanaannya pun juga akan berbeda
antara Asma dalam kehamilan dan persalinan dengan asma pada wanita yang tidak
sedang hamil atau bersalin.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Glukosa dapat
difusi secara secara tetap melalui plasenta pada janin sehingga kadarnya dalam darah
janin hampir menyerupai kadar dalam darah ibu.Insulin ibu tidak dapat mencapai janin
sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar dalam janin. Pengendalian yang
utama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain yaitu estrogen, steroid,
plasenta laktogen.Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang
relatif lama dan menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin
meningkat mencapai 3 kali dari keadaan normal yang disebut: tekanan diabetogenik
dalam kehamilan.
Penyulit kehamilan dan persalinan khususnya ibu hamil/bersalin dengan asma inilah
yang akan kami angkat sebagai judul dari makalah kami yaitu ”Kehamilan dan Persalinan
dengan Asma dan Diabetes Militus”.
1.2 Rumusan Masalah.
Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari Asma dan Diabetes Militus ?
2. Apa etiologi dari Asma dan Diabetes Militus ?
1
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Asma dan Diabetes Militus ?.
4. Bagaimana Patofisiologi dari Asma dan Diabetes Militus ?
5. Bagaimana cara menentukan diagnosa pada Asma dan Diabetes Militus ?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan Asma dan Diabetes Militus pada
kehamilan ?
7. Bagaimana pencegahan Asma dan Diabetes Militus ?
8. Bagaimana Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan Asma dan Diabetes
Militus ?
9. Bagaimana Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan Asma dan
Diabetes Militus ?
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum.
Agar mahasiswa mempu mendeteksi dini penyulit. Penyulit kehamilan terutama pada
kehamilan dan persalinan yang disertai oleh Asma dan Diabetes Militus.
B. Tujuan Khusus.
1) Untuk mengetahui pengertian dari Asma dan Diabetes Militus.
2) Untuk mengetahui etiologi dari Asma dan Diabetes Militus.
3) Untuk mengetahui tanda gejala Asma dan Diabetes Militus.
4) Untnuk mengetahui patofiologi dari Asma dan Diabetes Militus.
5) Untuk mengetahui cara menentukan diagnosa pada Asma dan Diabetes Militus.
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Asma dan Diabetes Militus pada
kehamilan.
7) Untuk mengetahui pencegahan terhadap Asma dan Diabetes Militus.
8) Untuk mengetahui Asuhan Kebidanan ibu hamil dengan Asma dan Diabetes
Militus.
2
9) Untuk mengetahui Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin dengan Asma dan
Diabetes Militus.
1.4 Manfaat.
Dengan disusunnya makalah Asma dan Diabetes Militus pada kehamilan dan
persalinan dengan Asuhan Kebidanannya diharapkan dapat menambah wawasan
mahasiswa pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1.DIABETES MILITUS
1.1.Definisi Diabetes Melitus
Pengertian diabetes mellitus menurut Kapita Selekta, jilid II, 2006 dan catatan kuliah
pemenuhan kebutuhan gizi reproduksi, 2006 yaitu sebagai berikut : diabetes melittus
merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi
insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa
dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya
gangguan fungsi insulin.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Glukosa dapat
difusi secara secara tetap melalui plasenta pada janin sehingga kadarnya dalam darah
janin hampir menyerupai kadar dalam darah ibu.Insulin ibu tidak dapat mencapai janin
sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar dalam janin. Pengendalian yang
utama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain yaitu estrogen, steroid,
plasenta laktogen.Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang
relatif lama dan menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin
meningkat mencapai 3 kali dari keadaan normal yang disebut: tekanan diabetogenik
dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi retensi insulin yaitu bila ditambah
dengan estrogen eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia. Yang menjadi masalah
bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin
yang mengakibatkan hiperglikemia / diabetes kehamilan. Retensi insulin juga disebabkan
oleh adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen yang
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi afinitas insulin.
4
1.2.Klasifikasi
Menurut Kapita Selekta, Jilid II, 2006 Diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi:
1. DM Tipe I (IDDM) Insulin dependent diabetes mellitus atau tergantung insulin (T1)
yaitu kasus genetik yang pada umumnya dimiliki sejak kecil dan memerlukan insulin
dalam pengendalian kadar gula darah.
2. DM Tipe II (NIDDM) Non insulin dependent diabetes mellitus atau tidak tergantung
insulin (TT1) Diabetes tipe 2 dipengaruhi oleh keturunan dengan penyebabnya adalah
kurangnya penghasil insulin dalam tubuh dan tidak sensitif terhadap hormon insulin.
Diabetes tipe 2 adalah kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar
gula darah. Insulin sendiri adalah hormon yang membawa glukosa dari darah masuk se
dalam sel-sel tubuh.
3. Diabetes tipe lain.
4. Diabetes mellitus gestasional (DMG) yaitu diabetes yang hanya timbul dalam
kehamilan. Diabetes adalah komplikasi umum dari kehamilan. Pasien dapat dipisahkan
menjadi 2, yaitu mereka yang sudah diketahui sebelumya menderita diabetes dan mereka
yang didiagnosis menderita diabetes saat sedang hamil (gestasional).
1.3. Skrining
Fourth International Workshop-Conference on Gestational Diabetes:
Merekomendasikan skrining untuk mendeteksi Diabetes Gestasional :
1. Risiko Rendah :
Tes glukosa darah tidak dibutuhkan apabila :
Angka kejadian diabetes gestational pada daerah tersebut rendah
Tidak didapatkan riwayat diabetes pada kerabat dekat
Usia < 25 tahun
Berat badan normal sebelum hamil
5
Tidak memiliki riwayat metabolism glukosa terganggu
Tidak ada riwayat obstetric terganggu sebelumnya
1. Risiko Sedang :
Dilakukan tes gula darah pada kehamilan 24 – 28 minggu terutama pada wanita dengan
ras Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur, dan Asia Selatan.
1. Risiko Tinggi : wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes,
mengalami glukosuria (air seni mengandung glukosa).
Dilakukan tes gula darah secepatnya. Bila diabetes gestasional tidak terdiagnosis maka
pemeriksaangula darah diulang pada minggu 24 – 28 kehamilan atau kapanpun ketika
pasien mendapat gejala yang menandakan keadaan hiperglikemia (kadar gula di dalam
darah berlebihan).
1.4. Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu :
a. Genetik
b. Faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4.
c. Meningkatnya hormon antiinsulin seperti GH, glukogen, ACTH, kortisol, dan
epineprin.
d. Obat-obatan.
1.5. Patogenesis
Patogenesis Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu :
a. Pada penyakit DM 1 didapat kerusakan (dekstruksi) sel beta pankreas
penggunaan glukosa sebagai akibat menurunnya produksi insulin tubuh menggunakan
lemak dan protein sebagai sumber energi terganggu ketosis dan ketoasidosis. energi.
Metabolisme tidak sempurna
6
b. fungsi insulin menurun.
Pada penyakit DM 11 didapat retensi insulin Resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi ini sepenuhnya sehingga terjadi defisiensi relatif insulin. Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolisme endokrindan karbohidrat sehingga terjadi inadekuatnya
pembentukan dan penggunaan insulin yang berfungsi memudahkan glukosa berpindah ke
dalam sel-sel jaringan. Tanpa insulin yang adekuat, glukosa tidak dapat memasuki sel-sel
untuk digunakan sebagai sumber energi dan tetap berada dalam daerah sehingga kadar
glukosa darah meningkat di atas batas normal yang menyebabkan air tertarik dari sel-sel
ke dalam jaringan/darah sehingga terjadi dehidrasi seluler. Tingginya kadar glukosa
darah menyebabkan ginjal harus mengsekresikannya melalui urine dan bekerja keras
sehingga ginjal tidak dapat menanggulanginya sebab peningkatan laju filter glonurulus
dan penurunan kemampuan tubulus renalif profesional/renalis untuk mereabsorbsi
glukosa. Hal ini meningkatkan tekanan osmotik dan mencegah reabsorbsi air oleh tubulus
ginjal yang menyebabkan dehidrasi ekstreaoseluler. Karena glukosa dan energi
dikeluarkan dari tubuh bersama urine, tubuh mulai menggunakan lemak dan protein
untuk sumber energi yang dalam prosesnya menghasilkan keton dalam darah. Pemecahan
lemak dan protein juga menyebabkan lelah, lemah, gelisah yang dilanjutkan dengan
penurunan berat badan mendadak ditambah terbentuknya keton akan cepat berkembang
keadaan koma dan kematian.
1.6. Dari Metzger dan Coustan (1998)
Skrining selektif seharusnya digunakan pada diabetes gestasional seperti skrining
diabetes pada umumnya. Teknik skrining dianjurkan bagi semua wanita hamil menurut
American Diabetes Association (2005) dengan menggunakan :
Pasien diberikan 50 g beban glukosa oral, dan kadar gula darahnya diperiksa 1
jam kemudian.
7
Bila kadar glukosa plasma > 140 mg/dl maka perlu dilanjutkan dengan tes toleransi
glukosa 3 jam.
Tes ini cukup efektif untuk mengidentifikasikan wanita dengan diabetes gestational
Tes toleransi glukosa oral adalah tes dimana pasien diberikan 100 g beban
glukosa oral, kemudian diperiksa kadar gula darahnya dengan hasil pada pasien
normal :
Pemeriksaan Kadar Gula darah (mg/dl)
Puasa
Jam 1
Jam 2
Jam 3
< 95
< 180
< 155
< 140
Tabel 1. Tes Beban Glukosa Oral (American Diabetes Association, 2005)
Bila ditemukan 2 nilai abnormal maka ibu tersebut menderita diabetes melitus. Tes
tersebut dilakukan pada awal kehamilan kemudian diulangi lagi pada usia kehamilan 34
minggu.
World Health Organization (WHO) merekomendasikan kriteria diagnostik menggunakan
tes beban glukosa oral 75 g. Diabetes gestasional didiagnosis bila:
Tabel 2. Tes Beban Glukosa Oral (WHO)
Pencarian diabetes gestational dilakukan untuk
meningkatkan kewaspadaan ibu hamil dan
meyakinkan seorang ibu untuk melakukan
pemeriksaan skrining untuk tes setelah melahirkan.
1.7. Tanda dan gejala klinis
8
Pemeriksaan Kadar Gula darah (mg/dl)
Puasa
Jam 2
> 126
> 140
Tanda dan gejala klinis patogenesis Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid
III, 2006, Yaitu sebagai berikut :
1. Polifagia. 8. Mata kabur .
2. Poliuria. 9. Pruritus vulva.
3. Polidipsi. 10. Ketonemia.
4. Lemas. 11. Glikosuria.
5. BB menurun. 12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.
6. Kesemutan. 13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
7. Gatal. 14. Gula darah puasa > 126 mg/dl.
Cara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam 5 menit.
6. Pariksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
1.8. Komplikasi pada Ibu dan Bayi
Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam
kehamilan adalah kelainan bawaan, makrosomia (bayi besar > 4 kg), hipoglikemia (kadar
gula darah rendah), hipokalsemia (kadar kalsium dalam tubuh rendah),
hiperbilirubinemia (bilirubun berlebihan dalam tubuh), sindrom gawat napas, dan
kematian janin. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan
angkakejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas
(jumlah kehamilan > 4).
Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan,
bahu janin dapat nyangkut serta dan peningkatan jumlah operasi caesar. Hipoglikemia
pada bayi dapat terjadi beberapa jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena ibu
9
mengalami hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi menjadi
hiperinsulinemia (kadar hormone insulin dalam tubuh janin berlebihan).
Komplikasi yang didapatkan pada ibu dengan diabetes gestasional berkaitan dengan
hipertensi, preeklampsia, dan peningkatan risiko operasi caesar.
1.9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah atau skrining
glukosa darah serta ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan dan
makrosomia.
1.10. Terapi
Pengawasan sendiri kadar gula darah sangat dianjurkan pada wanita dengan
diabetes dalam kehamilan. Tujuan utama monitoring adalah mendeteksi konsentrasi
glukosa yang tinggi yang dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian kematian
janin. Selain monitoring, terapi diabetes dalam kehamilan adalah :
1. Diet
Terapi nutrisi adalah terapi utama di dalam penatalaksanaan diabetes. Tujuan utama
terapi diet adalah menyediakan nutrisi yang cukup bagi ibu dan janin, mengontrol kadar
glukosa darah, dan mencegah terjadinya ketosis (kadar keton meningkat dalam darah).
Penderita diabetes menurut Lokakarya LIPI/NAS (1968) dengan berat badan rata-rata
cukup diberi diet 1200 – 1800 kalori sehari selama kehamilan. Pada wanita diabetes
gestasional dengan berat badan normal dibutuhkan 30kkal/kg/hari. Pada wanita dengan
obesitas (Indeks Massa Tubuh > 30 kg/m2) dibutuhkan 25 kkal/kg/hari Pola makan 3 kali
makan besar diselingi 3 kali makanan kecil dianjurkan dalam sehari. Pembatasan jumlah
karbohidrat 40% dari jumlah makanan dalam sehari dapat menurunkan kadar glukosa
darah postprandial (2 jam setelah makan). Diet yang dianjurkan pada bumil DMG adalah
30-35 kal/kg BB, 150-200 gr karbohidrat, 125 gr protein, 60-80 gr lemak dan pembatasan
konsumsi natrium. Penambahan berat badan bumil DMG tidak lebih 1,3-1,6 kg/bln. Dan
10
konsumsi kalsium dan vitamin D secara adekuat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
diit diabetes mellitus sebagai berikut ;
a. Diit DM harus mengarahkan BB ke berat normal, mempertahankan glukosa darah
sekitar normal, dapat memberikan modifikasi diit sesuai keadaan penderita misalnya
penderita DMG, makanan disajikan menarik dan mudah diterima.
b. Diit diberikan dengan cara tiga kali makan utama dan tiga kali makanan antara
(snack) dengan interval tiga jam.
c. Buah yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis, misalnya pepaya, pisang,
apel, tomat, semangka, dan kedondong.
d. Dalam melaksanakan diit sehari-hari hendaknya mengikuti pedoman 3J yaitu ;
J1 ; Jumlah kalori yang diberikan harus habis.
J2 ; Jadwal diit harus diikuti sesuai dengan interval.
J3 ; Jenis makanan yang manis harus dihindari.
e. Penentuan jumlah kalori
Untuk menentukan jumlah kalori penderita DM yang hamil/menyusui secara empirik
dapat digunakan umus sebagai berikut ;
( TB – 100 ) x 30 T1 + 100 T3 + 300
T2 + 200 L + 400
Ket : TB : Tinggi badan. T3 : Trimester III
T1 : Trimester I L : Laktasi/menyusui
T2 : Trimester II
2. Olahraga
Bersepeda dan olah tubuh bagian atas direkomendasikan pada wanita dengan diabetes
gestasional. Para wanita dianjurkan meraba sendiri rahimnya ketika berolahraga, apabila
11
terjadi kontraksi maka olahraga segera dihentikan. Olahraga berguna untuk memperbaiki
kadar glukosa darah.
3. Pengobatan insulin
menurut Kapita Selekta, Jilid II, 2006. yaitu sebagai berikut :
Daya tahan terhadap insulin meningkat dengan makin tuanya kehamilan, yang
dibebaskan oleh kegiatan antiinsulin plasenta.Penderita yang sebelum kehamilan sudah
memerlukan insulin diberi insulin dosis yang sama dengan dosis diluar kehamilan sampai
ada tanda-tanda bahwa dosis perlu ditambah atau dikurangi. Perubahan-perubahan dalam
kehamilan memudahkan terjadinya hiperglikemia dan asidosis tapi juga manimbulkan
reaksi hipoglikemik. Maka dosis insulin perlu ditambah/dirubah menurut keperluan
secara hati-hati dengan pedoman pada 140 mg/dl. Pemeriksaan darah yaitu kadar post
pandrial < 140 mg/dl. Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan
insulin dengan dosis yang sama seperti sebelum kehamilan sampai didapatkan tanda-
tanda perlu ditambah atau dikurangi. Terapi insulin direkomendasikan oleh The
American Diabetes Association (1999) ketika terapi diet gagal untuk mempertahankan
kadar gula darah puasa < 95 mg/dl atau 2 jam setelah makan kadar gula darah < 120
mg/dl. Terapi obat pengendali glukosa darah oral pada diabetes gestasional tidak
direkomendasikan oleh ADA maupun ACOG karena obat-obat tersebut dapat melalui
plasenta, merangsang pancreas janin, dan menyebabkan hiperinsulinemia pada janin.
Terutama pada trimester I mudah terjadi hipoglikemia apabila dosis insulin tidak
dikurangi karena wanita kurang makan akibat emisis dan hiperemisis gravidarum.
Sebaliknya dosis insulin perlu ditambah dalam trimester II apabila sudah mulai suka
makan , lebih-lebih dalam trimester III.
Selama berlangsungnya persalinan dan dalam hari-hari berikutnya cadangan hidrat arang
berkurang dan kebutuhan terhadap insulin barkurang yang mengakibatkan mudah
mengalami hipoglikemia bila diet tidak disesuaikan atau dosis insulin tidak dikurangi.
Pemberian insulin yang kurang hati-hati dapat menjadi bahaya besar karena reaksi
hipoglikemik dapat disalah tafsirkan sebagai koma diabetikum. Dosis insulin perlu
12
dikurangi selama wanita dalam persalinan dan nifas dini. Dianjurkan pula supaya dalam
masa persalinan diberi infus glukosa dan insulin pada hiperglikemia berat dan keto
asidosis diberi insulin secara infus intravena dengan kecepatan 2-4 satuan/jam untuk
mengatasi komplikasi yang berbahaya.
3. Penanggulangan Obstetri
Pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasi dengan diit saja dan tidak
mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat diharapkan partus spontan sampai
kehamilan 40 minggu. lebih dari itu sebaiknya dilakukan induksi persalinan karena
prognosis menjadi lebih buruk. Apabia diabetesnya lebih berat dan memerlukan
pengobatan insulin, sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini sebaiknya kehamilan 36-37
minggu. Lebih-lebih bila kehamilan disertai komplikasi, maka dipertimbangkan untuk
menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi atau seksio sesarea dengan
terlebih dahulu melakukan amniosentesis. Dalam pelaksanaan partus pervaginam, baik
yang tanpa dengan induksi, keadaan janin harus lebih diawasi jika mungkin dengan
pencatatan denyut jantung janin terus – menerus.
1.11. Terapi Obstetrik
Pada penderita diabetes gestational yang tidak berat, dapat dikendalikan gula
darah melalui diet saja, tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia, maka ibu
dapat melahirkan secara normal dalam usia kehamilan 37 – 40 minggu selama tidak ada
komplikasi lain. Apabila diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan dengan
insulin , maka sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini pada kehamilan 36 – 38 minggu
terutama bila kehamilannya diikuti oleh komplikasi lain seperti makrosomia,
preekalmpsia, atau kematian janin. Pengakhiran kehamilan lebih baik lagi dengan induksi
(perangsangan) atau operasi Caesar. Wanita dengan diabetes gestasional memiliki risiko
meningkat untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah melahirkan. Kadar glukosa darah ibu
harus diperiksa 6 minggu setelah melahirkan dan setiap 3 tahun ke depan.
13
2.1 Definisi Asma
- Asma adalah kondisi dimana otot-otot bronchi (saluran udara pada paru)
mengalami kontraksi penyimpitan sihingga menyulitkan pernapasan.
- Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan heredites utama.
- Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi.
( http : //kaskus.us/archive/index.php/t-103450-p-6.htmi )
- Asma merupakan penyakit kronik dari saluran pernapasan yang hilang dan timbul
diduga mempunyai hubungan yang erat dengan sistem imun dari tubuh.
( http ://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18 abstrak 015.pdf/18 abstrak 015.htmi ).
- Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas abstruktif intermutten reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
- Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyimpitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thorakic Society)
2. 2 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
a. Faktor Predisposisi
- Genetik.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Prepisitas
- Alergen
Dimana alergen dapat dibagai menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
14
2. Ingestan, yahg masuk melalui mulut
Ex : Makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex : perhiasan, logam, dan jam tangan
- Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim
kemarau, musim bunga,. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu
- Stress
Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
- Lingkungan Kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
- Olahraga / aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas.
2.3 Tanda / Gejala Asma
- Kesulitan bernafas
- Kenaikan denyut nadi
- Nafas berbunyi, terutama saat menghembuskan udara
- Batuk kering
- Kejang otot di sekitar dada
15
Adapun tingkatan klinik asma dapat dilihat pad atabel berikut dibawah ini :
Tingkatan PO2 PCO2 pH FEVI (%
predicted)
Alkalosis respiratori
ringan
Alkalosis respiratori
Tingkat waspada
Asidosis respiratori
Norm
al
↓
↓
↓
↓
↓
Norma
l
↓
↑
↑
Norma
l
↑
65 – 80
50 – 64
35 – 49
< 35
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada awalnya dapat dikompensasi oleh
hiperventilasi sebagai refleksi dari PO2 arteri normal, menurunnya PO2 dan alkalosis
respiratori. Pada obstruksi berat, ventilasi menjadi berat karena Fatigue menjadikan
retensi CO2. pada hiperventilasi, keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PO2 arteri yang
berubah menjadi normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang diikuti kegagalan
pernafasan dengan karakteristik hiperkapnia dan asedemia
2.4 Jenis-Jenis Asma
Asma dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Asma interisik (berasal dari dalam)
Yang sebab serangannya tidak diketahui
b. Asma eksterisik (berasal dari luar)
Yang pemicu serangannya berasal dari luar tubuh (biasanya lewat pernafasan)
Serangan asma dapat berlangsung singkat atau berhari-hari. Bisanya serangan dimulai
hanya beberapa menit setelah timbulnya pemicu. Frekuensi asma berbeda-beda pada tiap
penderita. Serangan asma yang hebat dapat menyebabkan kematian
2.5 Patofisiologi
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama. Peningkatan
respon saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan gen pada kromosom 5, 6,11,
12, 14 & 16 termasuk reseptor Ig E yang afinitasnya tinggi, kelompok gen sitokin dan
reseptor antigen Y –Cell sedangkan lingkungan yang menjadi alergen tergantung individu
16
masing-masing seperti influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas
yang reversible dari kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa.
Terjadi peradangan di saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa
rangsangan termasuk zat iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas
sel mast oleh sitokin menjadi media konstriksi bronkus dengan lepasnya histamine,
prostalgladine D2 dan leukotrienes. Karena prostagladin seri F dan ergonovine dapat
menjadikan asma, maka penggunaanya sebagai obat-obat dibidang obstetric sebaiknya
dapat dihindari jika memungkinkan.
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
- Crede yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15000 / mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
17
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut :
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak dihilus akan bertambah
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltratepada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi penuomonia mediastinum, pneuomotoraks dan penuomoperi
kardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjaid selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
Bundle Branch Block)
- Tanda – tanda hipoksemia, yakni sinus tachycardia, SVES dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
d Scanning Paru
Dengan scaning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
18
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidka saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi
f. USG
Ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya sejak awal.
Pemeriksaan denga USG dilakukan sejak usia kehamilan 12 – 20 minggu untuk
mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada TM II dan TM III terutama bila
derajat asmanya berada pada tingkat sedang – berat
g Electronic Fetal Heart rate Monitoring
Untuk memeriksa detak jantung janin
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma.
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga
penderita mengerti tujuan pengobatannya yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter
atauperawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 , yaitu :
1. Pengobatan non Farmakologik.
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu
19
2. Pengobatan Farmakologi
- Bronkodilator yang melebarkan saluran nafas
Seperti aminofilin atai kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan.
Obat antiasma umumnya tidak berpengaruh negatife terhadap janin kecuali adrenalin.
Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin karena penyempitan pembuluh
daraj ke janin yang dapat mengganggu oksigenasi pada janin tersebut.
Aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus
- Menangani serangan asma akut (sama dengan wanita tidak hamil), yaitu :
Memberikan cairan intravena
Mengencerkan cairan sekresi di paru
Memberikan oksigen (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2
lebih 60 mmHG dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal.
Cek fungsi paru
Cek janin
Memberikan obat kortikosteroid
- Menangani status asmatikus dengan gagal nafas
Secepatnya melakukan intubasi bila tidak terjadi perubahan setelah pengobatan
intensif selama 30 – 60 menit
Memberikan antibiotik saat menduga terjadi infeksi
- Mengupayakan persalinan
Persalinan spontan dilakukan saat pasien tidak berada dalam serangan
Melakukan ekstraksi vakum atau forseps saat pasien berada dalam serangan
Seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tidak pernah dilakukan.
Meneruskan pengobatan reguler asma selama proses kelahiran.
Jangan memberikan analgesik yang mengandung histamin tetapi pilihlah morfin
atau analgesik epidural.
Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostagladin E2 karena dapat
menyebabkan bronkospasme.
- Memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu.
Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi akan mengalami
gangguan pencernaan, gelisah dan gangguan tidur.
20
Obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena
kadarnya dalam air susu sangat kecil
2.9 Pengaruh Terhadap Kehamilan & Persalinan
Keguguran
Persalinan prematur
Pertumbuhan janin terhambat
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
- Menurunnya aliran darah pada uterus
- Menurunnya venous return ibu
- Kurva dissosiasi oksi tersebut bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
- Menurunnya aliran darah ke pusat
- Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
- Menurunnya cardiac output
Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat-obatan asma terhadap fetus,
walaupun tidak ada bukti bahwa pemakaian obat – obat anti asma akan membahayakan
asma.
2.10. Hal-Hal Untuk Mencegah Agar Tidak Terjadi Serangan Asma
Selama Hamil
- Jangan merokok
- Kenali faktor pencetus
- Hindari flu, batuk, pilek atau infeksi saluran nafas lainnya. Kalu tubuh terkena
flu segera obati. Jangan tunda pengobatan kalu ingin asma kambuh.
- Bila tetap mendapat serangan asma, segera berobat untuk menghindari
terjadinya kekurangan oksigen pada janin
- Hanya makan obat-obatan yang dianjurkan dokter.
- Hindari faktor risiko lain selama kehamilan
21
- Jangan memelihara kucing atau hewan berbulu lainnya.
- Pilih tempat tinggal yang jauh dari faktor polusi, juga hindari lingkungan dalam
rumah dari perabotan yang membuat alergi. Seperti bulu karpet, bulu kapuk, asap rokok,
dan debu yang menempel di alat-alat rumah tangga.
- Hindari stress dan ciptakan lingkungan psikologis yang tenang
- Sering – sering melakukan rileksasi dan mengatur pernafasan
- Lakukan olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga
tahan terhadap faktor pencetus.
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Asma Pada Kehamilan
I. Pengkajian
Tanggal : 01 April 2008
Jam : 10.00 di BPS Mojoroto Kediri
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Ibu : Ny S Nama Suami : Tn ”D”
Umur : 25 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Alamat : Banyuwangi Alamat : Banyuwangi
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan merasakan sesak saat bernafas disertai batuk dan mengi
2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Penyakit Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS,
Hepatitis B dll, menahun seperti DM, Hipertensi, jantung, dll, Menurun Hipertensi,
DM dll
B. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan ibunya pernah menderita penyakit asma
C. Riwayat Penyakit Sekarang
23
Ibu mengatakan pada kehamilannya sekarang disertai penyakit Asma sejak trimester
2 yaitu pada usia kehamilan 6 bulan.
3. Riwayat Menstruasi
- Amenorhoe : 7 bulan
- Menarche : 12 tahun
- Lama : ± 7 hari
- Banyak/sedikit : Banyak
- Siklus : ± 28 hari
- Dismonerhoe : (+) pada hari 1 – 3 menstruasi
- Fluor albus : (+) kadang-kadang sebelum 2 hari menstruasi
- HPHT : 24 Juli 2007
- TP / HPL : 01 Mei 2008
4. Riwayat Kehamilan, persalinan dan nifas
Ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang pertama.
5. Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah menjadi akseptor KB
6. Riwayat perkawinan
Ibu mengatakan pernikahan 1 x dan usia pernikahannya 1 th
7. Riwayat Psikososial
Ibu mengatakan hubungan dengan keluarga, tetangga dan lingkungan sekitarnya baik
8. Riwayat Sosial Budaya
Ibu mengatakan kadang masih mempercayai adat istiadat yang ada didaerahnya.
9. Pola kebiasaan sehari – hari
Pola Sebelum hamil Sesudah hamil
24
Kebiasaan
1. Nutrisi
2.
Eliminasi
a. BAB
b. BAK
3.
Aktifitas
4.
Istirahat
- Makan sehari
3x porsi biasanya
sayur, lauk pauk.
Minum ± 8 gelas
sehari
- BAB 1 – 2 x/
hari, bau khas,
konsistensi lembek
warna kuning
kecoklatan
- BAK 5 – 6
x/hari,
- bau khas,
warna jernih
kekuningan
- Mengajar dan
melakukan kegiatan
sebagai ibu RT misal
memasak, mencuci dll
Tidur malam ± 6 –
8 jam/hari, tidur siang
± 1 – 2 jam (kadang-
kadang)
- 2 – 3 x dalam
1 mgg
- Makan sehari 3 -4x porsi
biasanya sayur, lauk pauk. Minum ±
8 gelas sehari
- BAB 1 – 2 x/ hari, bau khas,
konsistensi lembek warna kuning
kecoklatan
- BAK 6 - 7 x/hari, bau khas,
warna jernih kekuningan.
- Sejak usia kehamilan 8,5
bln ibu cuti mengajar, karena asma
yang menyertai kehamilannya ibu
mengurangi kegiatan Rtnya
- Tidur malam ± 6 – 8
jam/hari, tidur siang ± 2 – 3
jam/hari
Ibu mengatakan jarang
melakukan hub sexual saat dirinya
25
5. Sexual
6.
Personal
Higiene
- Mandi 2 - 3 x
dalam sehari, ganti
celana dalam 2 x
sehari
hamil
- Mandi 2 - 3 x dalam sehari,
ganti celana dalam 2 x sehari
B. Data Objektive
1. Pemeriksaan Umum
KU : baik
Kesadaran : Composmetis
BB sebelum hamil : 56 Kg
BB sekarang : 66 Kg
TB : 155 cm
Lila : 23 cm
TTV ; TD : 120/90 mmHg
N : 90 x / mnt
RR : 30 x / mnt
S : 367 0 C
2. Pemeriksaan Khusus
1. Inspeksi
- Kepala
- Muka
- Mata
- Hidung
- Bibir
- Gigi
- Telinga
- Leher
:
:
:
:
:
:
:
:
Rambut hitam, kulit kepala bersih, luka
(-), ketombe (-), tidak rontok, benjolan (-).
Simetris
Konjungtiva merah muda, sklera puith
anemis (-), oedema palpebra (-)
Simetris, tidak polip, tidak ada sekret
hidung
Cyanosis (-), mukosa kering (-), stomatitis
(-), lidah tdk kotor
Caries (-)
Bersih, tidak ada serumen
26
- Buah
dada
- Perut
-
Ekstrimitas
- Genetalia
- Anus
:
:
:
:
:
Pembesaran K. Tyroid (-), pembesaran
vena jugularis
Keluarnya colostrum puting susu
menonjol, areola coklat
Linea nigra (+), strie albican (-),
pembesaran sesuai UK
Kekuatan otot 5 5 , tidak ada
2 2
-
Hemoroid (-)
Nyeri (-)
2. Palpasi
- Leher : tidak ada pembengkakan
- Genetalia : -
- Buah dada : Massa (-)
- Abdomen :
a.
Leopold I
b.
Leopold II
c.
Leopold III
d.
:
:
:
:
TFU 3 jari dibawah prsesus
xipoideus (UK 36 mgg). Teraba
lunak agak bulat dan tidak
melenting (bokong)
Teraba tahanan keras disebelah
kanan ibu (PUKA) DJJ : 130 x/mnt
Teraba bulat keras dan tidak
melenting (Persentasi Kepala)
Variasi : -
Mc. Donald : TFU 31,5 cm
TBJ : 3177,5 gr
Kepala sudah masuk PAP
divergen
27
Leopold IV
3. Auskultasi
- Dada
- DJJ
-
Pucntum
Maximum
:
:
:
Menunjukkan Ronkhi dan bising mengi
difus inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi
memanjang pada status asmatikus,
pernapasan sangat sulit dan bising mengi
dapat didengar tanpa stetoskop
(Kedaruratan ibstetri dan ginekologi
Hal : 95)
130 x / mnt
dibawah pusat
4. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Laboratorium
e.
: Dilakukan
1. Px Sputum ® terdapat adanya
kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinopil.
2. Px darah ® AGD normal,
terdapat peningkatan dari SGOT dan
LDH, Hiponatremia dan kadar leukosit
kadang-kadang diatas 15.000 / mm3 ®
menandakan terdapatnya suatu infeksi
3. Px faktor alergi ® peningkatan
IGE pada waktu serangan dan menurun
pd waktu bebeas dari serangan
b.Laboratoriu
m
: Dilakukan
1. Px Radiologi (Foto thoraks) ®
28
f.
Normal, juga digunakan untuk
mengetahui, jika ada komplikasi seperti
pneomonia.
(Kedaruratan Obstetri dan Gynekologi
; hal 97)
2. Px tes kulit ® Normal, untuk
mencari faktor alergi
3. EKG ® terdapatnya tanda-tanda
hipertropi otot jantung
4. Px USG ® Janin tunggal, hidup,
intrauteri, presentasi kepala
II. INTERPRETASI DATA
Dx : NY ”S” GIP0000 UK 36 minggu T/H/I Letkep dengan Asma
Ds : Ibu mengatakan adanya serangan asma dan sesak dada disertai oleh batuk
dan mengi
Do : Ku Baik
TTV ; TD : 120/90 mmHg Bising mengi (+)
N : 90 x / mnt
S : 36,7 0 C
Ronchi : (+)
Masalah : - Sesak dada
- Bising mengi
Kebutuhan : - Menganjurkan ibu untuk lebih banyak istirahat dan minum
- Menganjurkan ibu untuk bernafas normal saat timbul serangan
- Menganjurkan ibu untuk menghindari tempat-tempat polusi
III. Megantisipasi Diagnosa / Masalah Potensial
Dx : NY ”S” GIP0000 UK 36 minggu T/H/I Letkep dengan Asma Bronchial
Dx Potensial : Infeksi saluran pernafasan
Mx Potensial : - Sesak nafas
29
- Foetel Nafas
Antisipasi penanganan :
Mx Sesak nafas :
- Memberikan obat – obatan Asma yang sama dengan obat asma saat tidak hamil
misalnya : Aminofilin, Eidrin, Epinefrin dan Kortikosteroid. (Sinopsis Obstetri, hal : 156)
- Mencegah agar tidak terjadi serangan asma saat hamil yaitu dengan
menghindari kebiasaan buruk misalnya merokok, dan jangan menunda pengobatan agar
tidak memperparah keadaan
Mx Foetal Distres :
- Memeriksa janin secara teratur melalui USG dan Doppler
- Memberi obat yang tidak membahayakan janin
- Anjurkan ibu untuk miring ke kiri saat tidur agar sirkulasi O2 ke janin lancar.
IV. Mengidentifikasi Kebutuhan Segera
Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain untuk menemukan terapi yang
tepat untuk metalaksanakan pasien
V. Menyusun Rencana Asuhan
Tujuan : Asma pada ibu berkurang / sembuh
Kriteria hasil : sesak nafas, mengi batuk-batuk pada ibu berkurang dan kehamilannya
normal sampai aterm
INTERVENSI :
1. Sembuhkan dan mengendalikan gejala Asma
R/ Agar gejala dini langsung diatasi dan asma tidak makin memburuk.
2. Hindarkan kemungkinan infeksi pernafasan dan tekanan emosional
R/ Tekanan emosional seperti terkejut, marah, sedih dll, akan memicu serangan asma
yang jika terjadi secara berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya infeksi
pernafasan.
3. Ajarkan Olahraga atau senam asma
R/ Agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga tahan terhadap faktor pencetus
terjadinya asma
4. Ingatkan agar ibu hanya minum obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter
30
R/ Mencegah agar tidak mempengaruhi pertumbuhan janin
5. Berikan terapi inhalasi kortikosteroid, bronkodilator dan Aminofilin
R/ Penggunaan terapi inhalasi / inhaler dapat digunakan sendiri sewaktu-waktu jika
terjadi serangan asma
6. Berikan bronkhodilator (terbutaline 2,5 mg oral setiap 4 – 6 jam atau 250 mg
setiap 15 menit dalam 3 dosis )
R/ Merelaksasi otak halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi dan produksi
mukosa.
7. Berikan antibiotik jika ada kecurigaan adanya infeksi
R/ Antibiotikmencegah terjadinya infeksi
8. Hindari stress dan ciptakan lingkungan psikologi yang tenang.
R/ Jika lingkungan psikologi tenang, maka emosi ibu akan stabil ® sehingga
mengurangi serangan asma
9. Beri KIE pada ibu untuk tidak memelihara kucing dan hewan berbulu lainnya
R/ Dulu hewan merupakan salah satu faktor pencetus alergi
10. Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien contoh : meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R/ Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi
11. Beri penjelasan pad aklien tentang penyakitnya dan diskusikan obat pernafasan
efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
R/ Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan serta penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping
mengganggu dan merugikan.
12. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus
VI. Implementasi
31
- Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
- Mengajarkan olahraga atau senam asma
- Mengingatkan agar ibu hanya minum obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter
- Memberikan terapi inhalasi kortikosteroid, bronkodilator dan Aminofilin
- Memberikan bronkodilator (terbutaline 2,5 mg oral setiap 4 – 6 jam atau 250
mg setiap 15 menit dalam 3 dosis )
- Memberikan KIE pada ibu untuk tidak memelihara kucing dan hewan berbulu
lainnya
- Menempatkan posisi yang nyaman pada pasien. Contoh : meninggikan kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
- Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan mendiskusikan
obat pernafasan efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan
- Menganjurkan untuk meningkatkan masukan cairan sampai dengan 3000
ml/hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
VII. Evaluasi
S : Ibu mengatakan sudah mengerti dengan apa yang disampaikan petugas
O : KU Baik
TTV ; TD : 140/80 mmHg
N : 84 x / mnt
RR : 28 x / mnt
S : 367 0 C
A : Ny ”S” GIP0000 UK 36 minggu T/H/I Letkep dengan Asma Brnchial
P : - KIE tentang keadaan Ibu
- Berikan terapi oral hingga serangan asma ibu berkurang
- Anjurkan senam asma
32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny ”S” GIP0000 UK 36 minggu T/ H /I
Letkep dengan inpartu kala I Fase Aktif yang disertai Asma Bronchial di RSUD
”AG”. Tanggal 01 April 2008 penulis megambil kesimpulan sebagai berikut :
Tanda-tanda vital dalam batas normal, kecuali pada RR, dengan diagnosa G IP0000 UK
36 minggu dengan inpartu yang disertai dengan Asma Bronchial, ditemukan masalah
potensial yang mungkin timbul, diperlukan tindakan segera untuk mengatasi masalah,
khususnya masalah penyakit asma yang diderita oleh ibu, intervensi sesuai dengan
asuhan kebidanan, implementasi sesuai dengan tujuan, kriteria hasil dan waktu yang
sudah ditentukan, evaluasi tergantung kerjasama antara pasien, keluarga dan petugas
juga sarana dan prasarana yang tersedia kala II, III, IV masuk dalam catatan
perkembangan
4.2 Saran
a. Untuk Petugas
- Mampu melasanakan asuhan kebidanan pada ibu yang menderita penyakit
asma dalam persalinan
- Meningkatkan ushaa pencegahan infeksi baik untuk klien maupun petugas.
- Mampu memberikan KIE yang dibutuhkan pada kala I, II, III & IV
b. Untuk pasien dan keluarga
- Lebih kooperatif dalam pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan
- Melaksanakan anjuran-anjuran yang diberikan
c. Untuk Mahasiswa
- lebih menguasai teori sehingga mampu menerapkan dalam praktek
- Lebih banyak membaca buku-buku / referensi untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Guyton C Arthur . 1997 .fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC
Brownes . 1980 . Antenatal Care London . The English and Language Book
Society and J& A Churcill
Taber Ben-Zion M D . 1994 . Kedaruratan Obstetri dan Gynekologi . Jakarta :
EGC
Liewellyn Derek – Jonbes . 2001 . Dasar-dasar Obstetri dan Gynekologi . Jakarta :
Hipokrates
Prawirohardjo Sarwono . 2005 . Ilmu Kebidanan . Jakarta : YBP – SP
Mochtar Rustam . 1998 . Sinopsis Obstetri Jilid I . Jakarta : EGC
Manuaba Ida Bagus Gde . 1998 . Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan . Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari . 2002 . Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan neonatal . Jakarta : JNPKKR – POGI
Price A Syvia . 2005 . Patofisiologi Konsep Penyakit Klinis Proses 2 Penyakit .
Jakarta : EGC
Mansjoer Arief . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid I . Jakarta :
Media Aesculapius.
34
35