askep asma

download askep asma

of 26

Transcript of askep asma

PEMBAHASAN

I. DEFINISI DAN KLASIFIKASI ASMA Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan gejala episodik berupa batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Somantri, 2007). Asma merupakan penyakit pernapasan obstruktif ditandai dengan inflamasi saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus yang menyebabkan produksi mukus berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin, 2009). Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) tahun 2002, batasan asma menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Asma dapat terjadi melalui melalui 2 jalur yaitu jalur imunologis dan saraf otonom (Rengganis, 2008). - Jalur imunologis merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi) yang didominasi oleh antibodi IgE. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi dan antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien,

faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal tersebut akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. - Jalur saraf otonom, kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada keadaan hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2 .Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepaskannya neuropeptid sensorik calcitonin gene-related peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

Klasifikasi Berdasarkan derajat beratnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi:

Keterangan: APE (arus puncak ekspirasi)

VEP1 (volume ekspirasi paksa detik pertama) Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%. Cara pemeriksaan variabilitas APE: Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. APE malam APE pagi Variabilitas harian = ------------------------------------ x 100% (APE malam + APE pagi)

Berdasarkan terkontrol atau tidaknya, asma dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial), dan asma tak terkontrol.

Karakteristik Gejala harian

Terkontrol Terkontrol partial Tidak ada (2 kali per kali per minggu minggu) Tidak Tidak Beberapa Beberapa per

Keterbatasan aktifitas Gejala asma malam hari Kebutuhan akan obat-obatan pelega Fungsi paru (PEF atau PEV1) Eksaserbasi

Tak terkontrol 3 atau lebih dari karakteristik asma terkontrol partial terjadi dalam seminggu

Tidak (2 kali per minggu) minggu Normal < 80%

Tidak

Satu atau lebih Satu kali dalam dalam setahun beberapa minggu

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

II. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ASMA Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial: a. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Inhalan: yang masuk melalui saluran pernapasan, contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. Ingestan: yang masuk melalui mulut, contohnya: makanan dan obat-obatan. Kontaktan: yang masuk melalui kontak dengan kulit, contohnya perhiasan, logam dan jam tangan. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

b. Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

(Tanjung, 2003)

III. PATOFISIOLOGI ASMA

Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas Defisiensi pengetahuan

Status Asmatikus

Gagal nafas

Kematian

IV. MANIFESTASI KLINIS ASMA Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Gejala dan tanda tersebut antara lain: Batuk Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi) Wheezing (mengi) Nafas dangkal dan cepat Ronkhi Retraksi dinding dada Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)

Gejala klasik dari asma adalah sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pda malam hari. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi dan pernafasan cepat dangkal.

Gejala pada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2) Tingkat II : Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III : Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

-

Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4) Tingkat IV : Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5) Tingkat V : Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Status asmatikus merupakan keadaaan asma gawat dan kontinyu yang tidak berespon terhadap terapi konvensional. Serangan ini dapat berlangsung lebih dari 24 jam.

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ASMA 1. Spirometri Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan

adrenergik. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Hasil pemeriksaan spirometri pada penderita asma: - Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) menurun - Kapasitas vital paksa (FVC)menurun - Perbandingan antara FEV1 dan FEC menurun. Hal ini disebabkan karena penurunan FEV1 lebih besar dibandingkan penurunan FVC - Volume residu (RV) meningkat - Kapasital fungsional residual (FRC) meningkat

Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.

Gambar 1. Spirometry . 2. Peak Expiratory Flow Meter (PEF Meter) Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE). Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80%

Gambar 2. Macam-macam PEF Meter dan cara menggunakannya

3.

Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

4. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. 5. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. 6. Pemeriksaan IgE Uji tusuk kulit skin prick test untuk menunjukkan adanya antibody IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji allergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan dengan cara radioallegensorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan.

VI. PENATALAKSANAAN ASMA Terapi Farmakologis 1. Pengobatan Simptomatik (Quick relief) Tujuan Pengobatan Simpatomatik adalah : a. Mengatasi serangan (eksaserbasi akut) asma dengan segera. b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin. c. Mencegah serangan berikutnya. Obat yang dapat digunakan adalah beta agonis2 aksi pendek, antikolinergik, dan kortikosteroid sistemik.

2. Pengobatan Profilaksis (Long acting) Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktorfaktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut : a. Menghambat pelepasan mediator. b. Menekan hiperaktivitas bronkus. Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah : a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik. b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid. c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai. d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekuensi serangan dan meringankan beratnya serangan. Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah : a. Steroid dalam bentuk aerosol b. Sodium Cromolyn c. Ketotifen d. Tranilast

3. Tatalaksana Asma Akut Intermiten

a. Aminofilin : 3 X 3-5 mg/kg BB atau b. Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB c. Bila ada batuk berikan ekspectoran d. Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika

4. Tatalaksana Asma Berat dan Status Asmatikus a. Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau b. Aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan. Catatan : pemberian Adrenalin pada orang tua harus hati-hati, dan tidak boleh diberikan pada penderita hipertensi dan penyakit jantung. c. Dexametason 5 mg IV. d. Bila ada berikan Oksigen : 2-4 lt/menit e. Bila tidak ada respon dianggap sebagai Status Asmatikus : Pasang infus Glukosa 5% atau NaCl 0,9% : 2-3 lt/24 jam. Rujuk segera ke Rumah Sakit (Medlinux,2008).

Jenis Obat Asma menurut DEPKES RI, 2009 Jenis obat Golongan Nama Obat Bentuk/ kemasan obat

Pengontrol (antiinflamasi)

Steroid inhalasi

Flutikason propionat Budesonide

IDT IDT, turbuhaler

Sel mast inhibitor Antileukokotrin Kortikosteroid sistemik Agonis beta-2 kerjalama

Kromolin sodium

IDT

Zafirlukast Metilprednisolon Prednison Prokaterol Formoterol Salmeterol

Oral(tablet) Oral(injeksi) Oral Oral Turbuhaler IDT

kombinasi steroid dan Agonis beta-2 kerjalama

Flutikason + Salmeterol Budesonide + formoterol

IDT Turbuhaler

Pelega Agonis beta-2 (bronkodilator) kerja cepat

Salbutamol

Oral, IDT, rotacap solution Oral, IDT, turbuhaler, solution, ampul (injeksi) IDT IDT, solution IDT, solution Oral Oral, injeksi Oral

Terbutalin

Prokaterol Fenoterol Ipratropium bromide Antikolinergik Teofilin Aminofilin Teofilin lepas lambat

Metilsantin

IDT : Solution Oral : Injeksi :

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, inhaler sistemik Prednison Oral Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI : Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser Dapat berbentuk sirup, tablet Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Terapi Nonfarmakologis 1) Menghindari faktor pencetus 2) Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan

penanggulangan asma 3) Meningkatkan pengetahuan, motivasi, dan partisipasi pasien dalam pengendalian asma 4) Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan obat/alat inhalasi

Alur Tatalaksana Serangan Asma pada AnakKlinik/IGD (1) Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal (2) nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan ringan (nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang) observasi 2 jam jika efek bertahan, boleh pulang jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang

Serangan sedang (nebulisasi 1-3x, respons parsial) (3) berikan oksigen nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dgn serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari/observasi pasang jalur parenteral

Serangan berat (nebulisasi 3x, respons buruk) sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi pasang jalur parenteral nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inap foto Rontgen toraks

Boleh pulang bekali obat -agonis (hirupan / oral) jika sudah ada obat pengendali, teruskan jika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral dalam 24-48 jam kontrol ke Klinik R. Jalan, untuk reevaluasi

Ruang Rawat Sehari/observasi oksigen teruskan berikan steroid oral nebulisasi tiap 2 jam bila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau meburuk, alih rawat ke Ruang Rawat Inap

Catatan: 1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik 2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif 3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali 4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Sumber : DEPKES RI, 2009

Ruang Rawat Inap oksigen teruskan atasi dehidrasi dan asidosis jika ada steroid IV tiap 6-8 jam nebulisasi tiap 1-2 jam aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif

Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang

Asma episodik jarang

Obat pereda: -agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

3-4 minggu, obat dosis / minggu > 3x < 3x

Asma episodik sering

Tambahkan obat pengendali: Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons:

(-)

(+)

Asma persisten

Pertimbangkan alternatif penambahan salah satu obat: -agonis kerja panjang (LABA) teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosterid ditingkatkan (medium)

6-8 minggu, respons:

(-)

(+)

P E N G H I N D A R A N

Kortikosteroid dosis medium ditambahkanan salah satu obat: -agonis kerja panjang teofilin lepas lambat antileukotrien atau dosis kortikosteroid ditingkatkan (tinggi)

6-8 minggu, respons:

(-)

(+)

Obat diganti kortikoteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

Sumber : DEPKES RI, 2009

VII. ASUHAN KEPERAWATAN ASMA 1. Pengkajian a. Identitas Klien Nama Usia Status pernikahan Sumber informasi : Anak D : 15 tahun : belum menikah : klien dan keluarganya

b. Status Kesehatan Saat Ini 1. Keluhan Utama : Sesak nafas diserta batuk berdahak warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan 2. Lama keluhan 3. Kualitas Keluhan 4. Faktor Pencetus 5. Faktor Pemberat : 4 hari : Persistent berat : Debu : -Klien sekarang -Sesak bertambah berat pada malam hari/ hawa dingin -Klien mengeluh sering terbangun pada malam hari 6. Upaya yang telah dilakukan : -Klien punya ventolin spray tapi tidak bisa menggunakannya -Dibawa ke rumah sakit 7. Diagnosa Medis c. Riwayat Kesehatan Saat Ini Klien mengatakan cemas dengan kondisinya sekarang. Sesak nafas sejak 4 hari yang lalu akibat debu, bertambah berat pada malam hari/hawa dingin. Klien juga mengeluh sering terbangun tengah malam hari. Sesak berulang berlangsung sejak 1 tahun yang lalu. Klien punya ventolin spray tapi masih bingung menggunakan. d. Riwayat Lingkungan Polusi: debu : Asma cemas dengan kondisinya

e. Pola Tidur-Istirahat Tidur malam -Kesulitan: sering terbangun tengah malam hari f. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum Kesadaran : composmentis

Tanda-tanda vital : - Tekanan darah: 120/80 mmHg - Suhu - Nadi - RR 2) Kepala dan Leher a. Mata b. Hidung c. Mulut dan tenggorokan dikeluarkan 3) Thorak dan Dada Paru Auskultasi: wheezing (+) di seluruh lapang paru g. Kesimpulan Klien menderita asma berat, perlu intervensi khusus dan kontinyu agar tidak memperparah kondisinya dan perlu didukung juga dengan pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui secara pasti kondisi organ paru, serta dibutuhkan juga peran keluarga karena klien masih dalam usia anakanak. : tidak ada kontak mata : pernafasan cuping hidung (+) : dahak warna putih kental dan sulit :: 120 x/menit : 40x /menit

2. Analisa Data Data Data Subjektif: - Sesak nafas disertai batuk berdahak warna putih kental dan Etiologi Faktor Ekstrinsik Alergen Pengaktifan sel mast sbg respon imun Masalah Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

sulit dikeluarkan - Klien cemas dg kondisinya - Sesak nafas sejak 4 hari yg lalu krn debu - Sesak berulang sejak 1 tahun yg lalu Data Objektif: - Pemeriksaan fisik perawat didapatkan klien tampak sesak, cemas, tdk ada kontak mata - Nadi: 120x/ menit - RR:40x/ menit - Wheezing di lapang paru Data Subjektif: - Sesak nafas sejak 4 hari yg lalu krn debu - Sesak berulang sejak 1 tahun yg lalu Data Objektif: - Pemeriksaan fisik perawat didapatkan klien tampak sesak. - Nadi: 120x/ menit - RR: 40x/ menit - Nafas cuping

(makrofag, eosinofil, limfosit) Pengaktifan mediator kimiawi (serotonin, bradikinin, histamine) Edema bronkus, skresi mucus meningkat, bronkospasme, inflamasi Hiperresponsif jalan nafas Penyempitan jalan nafas Mukosa saluran nafas menebal Penyempitan lumen Batuk bersputum Peningkatan produksi sputum Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Faktor Ekstrinsik Alergen Pengaktifan sel mast sbg respon imun (makrofag, eosinofil, limfosit) Pengaktifan mediator kimiawi (serotonin, bradikinin, histamine) Edema bronkus, skresi mucus meningkat, bronkospasme, inflamasi Hiperresponsif jalan nafas Penyempitan jalan nafas Ketidakefektifan pola nafas

hidung (+) Hipersekresi mukus dalam rongga jalan nafas Sesak nafas dlm batuk bersputum Pemasukan oksigen inadekuat Ketidakefektifan Pola Nafas Data Subjektif: - Klien cemas dg kondisinya - Sesak nafas berulang sejak 1 tahun yg lalu - Klien mengeluh sering terbangun tengah malam hari Data Objektif: - Pemeriksaan fisik perawat didapatkan klien tampak sesak, cemas, tidak ada kontak mata - Nadi: 120x/ menit - RR: 40x/ menit Faktor Ekstrinsik Alergen Pengaktifan sel mast sbg respon imun (makrofag, eosinofil, limfosit) Pengaktifan mediator kimiawi (serotonin, bradikinin, histamine) Edema bronkus, skresi mucus meningkat, bronkospasme, inflamasi Hiperresponsif jalan nafas Penyempitan jalan nafas Kompensasi tubuh untuk mendapatkan suplai yg cukup ke jaringan menurun kontraksi otot pernafasan Metabolisme tubuh meningkat Pengeluaran energy berlebihan Cadangan energy berkurang Ansietas

Metabolisme ke jaringan terhambat Kelemahan dan kelelahan otot Dispnea, wheezing, batuk, sputum Perubahan status kesehatan klien Proses hospitaliasasi Kurangnya informasi klien dan keluarganya tentang penyakitnya Stressor psikologis bagi kliendan keluarga Ansietas 3. Diagnosis 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan 2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan 3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

4. Intervensi Diagnosa Tujuan/ Kriteria Hasil Ketidakefekti Tujuan: Setelah fan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan 1) Berikan posisi yg nyaman missal, peninggian tempat tidur, duduk pd 1) Mmpermudah fungsi pernapasan dg menggunakan gravitasi menurunkan Intervensi Rasional

jumlah berlebihan

bersihan jalan nafas kembali efektif. Kriteria hasil: -Tidak batuk -Tidak ada secret -Tidak sesak -Tidak cemas -Nadi normal (70-100x/ menit) -RR normal (2025x / menit) -Tidak ada wheezing

sanadaran tempat tidur.

kelemahan otot dan bisa sbg ekspansi dada.

2) Ajarkan klien batuk efektif dan jika tidak bisa lakukan drainage postural dan perkusi posterior

2) Membuang banyaknya secret kental dan memperbaiki ventilasi segmen dasar paru.

3) Jauhkan dari faktor resiko lingkungan allergen seperti debu, asap, rokok, dll 4) Ajarkan latihan napas abdomen/ pursed lips breathing

3) Agar tidak memperparah kondisi pasien

4) Mengajarkan cara mengatasi dan mengontrol dispnea

5) Pantau TTV klien secara berkala

5) Mengetahui kondisi klien, mmpertahank n agar tetap berada dalam rentang normal

6) Kolaborasi - Bronkodilator

6) Kolaborasi - Merilekskan

(missal, agonis beta-2, epinefrin, albuterol) - Kromolin

otot halus, menurunkan kongesti local dan mengi. - Menurunkan inflamasi jalan napas local terutama pada anakanak.

Ketidakefekti Tujuan: Setelah fan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam frekuensi nafas klien normal. Kriteria hasil: -Tidak sesak -Nadi normal (70-100x/ menit) -RR normal (2025x / menit) -Nafas cuping hidung (-)

1) Pantau TTV klien secara berkala

1) Mengetahui kondisi klien dan mempertahan kan agar tetap berada dalam retang normal

2) Berikan posisi yg nyaman missal, peninggian tempat tidur, duduk pd sanadaran tempat tidur.

2) Mempermuda h fungsi pernapasan dg menggunakan gravitasi menurunkan kelemahan otot dan bisa sbg ekspansi dada.

3) Jauhkan dari faktor resiko

3) Agar tidak memperparah

lingkungan allergen seperti debu, asap, rokok, dll 4) Ajarkan latihan napas abdomen/ pursed lips breathing

kondisi pasien

4) Mengajarkan cara mengatasi dan mengontrol dispnea

5) Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yg nyaman Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak cemas. Kriteria hasil: -Tidak sesak -Tidak cemas -Tidak insomnia -Respon reaktif mata -Nadi normal (70-100x/ menit) -RR normal (2025x / menit) 3) Berikan informasi 2) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi 1) Identifikasi tingkat kecemasan klien

5) Support system sbg usaha pemulihan kondisi klien 1) Mengetahui penyebab kecemasan untuk menentukan intervensi selanjutnya 2) Mengurangi kecemasan dan mengalihkan perhatian klien ke hal yg lebih positif 3) Memperbaiki status

tentang pengobatan, dan perawatan yg dilakukan pada klien

psikologis klien krn takut tidak tahu terkait penyakit yang diderita

4) Kolaborasi farmakologis antidepressant jika perlu

4) Diberikan jika status psikologis klien semakin memburuk akibat ketakutan yang berlebihan.

5. Evaluasi 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan -Tidak batuk -Tidak ada secret -Tidak sesak -Tidak cemas -Nadi normal (70-100x/ menit) -RR normal (20-25x / menit) -Tidak ada wheezing

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan -Tidak sesak -Nadi normal (70-100x/ menit) -RR normal (20-25x / menit)

-Nafas cuping hidung (-)

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan -Tidak sesak -Tidak cemas -Tidak insomnia -Respon reaktif mata -Nadi normal (70-100x/ menit) -RR normal (20-25x / menit)

DAFTAR PUSTAKA Muchid, dkk. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI: http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. USU digital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009 2011. Jakarta: EGC Dongoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika Sylvia, A. Dan L. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkhial. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol: 58 No: 11 DEPKES RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Tidak Menular Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Arnold, Gary J et al. 2001. Handbook of Pathophysiology. Springhouse eBooks Harrison, Tinsley R. 2005. Priciples of Internal Medicine. McGraw-Hill eBooks Smeltzer, Suzanne C. 2002. Brunner & Suddarths Textbook of Medical-Surgical Nursing 10th. eBooks Williams, Linda S. dan Paula D. Hopper. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing third edition. F.A Davis eBooks