ASMA B

57
REFERAT ASMA BRONKHIALE DISUSUN OLEH: YULI ERMAWATI 2007730130 PEMBIMBING Dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD RSUD CIANJUR PROGRAM STUDI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2011 Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 1

Transcript of ASMA B

Page 1: ASMA B

REFERAT

ASMA BRONKHIALE

DISUSUN OLEH:

YULI ERMAWATI

2007730130

PEMBIMBING

Dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD

RSUD CIANJUR

PROGRAM STUDI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2011

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 1

Page 2: ASMA B

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan inayah-Nya, Saya selaku

co.ass ilmu penyakit dalam RSUD Cianjur dapat menyelesaikan tugas referat Asma Bronkhiale

ini dengan sukses, tak lupa shalawat serta salam, tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

yang telah membimbing kita ke dalam naungan agama yang lurus.

Referat ini dibuat bertujuan untuk menambah pengetahuan baik untuk Saya, maupun

pembaca pada umumnya tentang asma bronkhiale bagaimana cara mendiagnosis, pemeriksaan

yang diperlukan, dan terapi yang diberikan. Selain itu, referat ini dibuat untuk menyelesaikan

tugas Saya, selaku co.ass interna di RSUD Cianjur dengan harapan dapat menyelesaikan

program co.ass ilmu penyakit dalam RSUD Cianjur dengan baik dan sukses.

Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan

laporan kasus ini, kepada orang tua yang telah mendukung saya baik material dan spiritual, tidak

lupa ucapan terima kasih kepada Dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD selaku dokter pembimbing.

Dalam referat ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, saya

harapkan kritik dan saran dari teman-teman, pembaca, dokter pembimbing.

Jakarta, Agustus 2011

Penulis

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 2

Page 3: ASMA B

DAFTAR ISI

ContentsKATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................4

1.2. Masalah dan Pembatasan Masalah...............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................5

2.1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Saluran Pernafasan......................................................................5

Anatomi...............................................................................................................................................5

Histologi..............................................................................................................................................6

Fisiologi............................................................................................................................................11

2.2. Definisi......................................................................................................................................14

2.3. Epidemiologi.............................................................................................................................14

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma...................................................................15

2.5. Patofisiologi...............................................................................................................................17

2.6. Diagnosis Asma.........................................................................................................................19

2.7. PENATALAKSANAAN ASMA...............................................................................................26

BAB III PENUTUP...................................................................................................................................39

3.1. Kesimpulan................................................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................40

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 3

Page 4: ASMA B

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang

dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala

pernapasan. Di Amerika Serikat kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan

di bagian gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih

banyak dibandingkan pasien pria. Data penelitian menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang

dirawat tadi terjadi selama fase premenstruasi. Di Australia, Kanada dan Spanyol dilaporkan

bahwa kunjungan pasien dengan asma akut dibagian gawat darurat berkisar antara 1-2%. Rata-

rata biaya tahunan yang dikeluarkan pada pasien yang mengalami serangan adalah $600,

sedangkan yang tidak mengalami serangan biaya berkisar $170. (IPD, Edisi V)

Walaupun dunia kedokteran dan farmasi semakin maju, dan akhir-akhir ini telah

ditemukan cukup banyak obat-obat baru untuk melawan asma, tetapi secara mengherankan

bukan saja prevalensi asma meningkat, tetapi begitu pula angka mortalitasnya (CHAPEL &

HARNEY< 1993, SPONSORED SYMPHOsium HIGHLIGHTS, 1995) (Buku Saku Penyakit

Paru)

1.2. Masalah dan Pembatasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, faktor pencetus, pathogenesis,

gejala dan tanda, klasifikasi asma, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan,

preventif dan promotif, komplikasi dan prognosis.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 4

Page 5: ASMA B

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Saluran Pernafasan

Anatomi

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring,

laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung hingga bronkiolus

dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring,

dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari epitel toraks

bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh sel goblet dan kelenjar

mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut di lubang hidung, sedangkan

partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus

ke posterior dalam rongga hidung, dan kesuperior sistem pernapasan bagian bawah menuju

faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau di batukkan keluar. Lapisan mukus memberikan

air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai

panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah di sesuaikan sedemikian rupa sehingga udara

yang mencapai faring hampir bebes debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabanya

mencapai 100%.

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian

cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang

berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk

bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah.

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang

panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan

sekelilingnya karena cincin tulang rawan di daerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat di

depan esofagus.

Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 5

Page 6: ASMA B

Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan

lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang

arahnhya hampir vertikal. Bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan

dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih

tajam.

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan

kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya

semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang

tidak mengandung alveoli (kantong udara).bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang

lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot

polos sehingga ukurannya bisa berubah. Seluruh saluran udara kebawah hingga tingkat

bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru.

Histologi

Sistem respirasi berfungsi untuk menyelenggarakan pengambilan oksigen oleh darah dan

untuk pembuangan karbondioksida.Jaringan paru dihubungkan dengan lingkungan luar melalui

serangkaian saluran yaitu hidung,faring ,laring,trakea dan bronki.Berikut histologi dari sistem

pernapasan :

1. Rongga Hidung

Rongga hidung mengubah udara yang masuk ,membuat udara pernapasan tidak merusak

system respirasi yang lebih awal.Pada potongan frontal ,rongga hidung berbentuk buah

alpokat ,terbagi dua oleh septum mediana dan dari dinding lateral menonjol 3 lengkungan

tulang yang dilapisi oleh mukosa yang ditutupi oleh epitel bertingkat kolumnar bersilia.

a. Kelenjar mensekresi lender dan cairan untuk melapisi dan melembabkan epitel

b. Silia bergetar secara sinkron untuk memindahkan lendir dan menangkap debu tertentu

ke dalam saluran cerna.

c. Mukosa pembatas berkaitan dengan jala vaskuler yang luas yang

menghangatkan ,mendinginkan dan melembabkan udara inspirasi.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 6

Page 7: ASMA B

2. Epitel Olfaktorius

Bagian posterior atas rongga hidung mengandung dua bercak epitel olfaktorius tepat

lateral terhadap septum nasalis.Epitel olfaktorius dilembabkan oleh hasil sekresi serosa

kelenjar Bowman.Mukosa Olfaktorius juga mempunyai epitel bertingkat kolumnar

bersilia Epitel ini di modifikasi untuk penghiduan.

Epitel olfaktorius disusun oleh 3 jenis sel yaitu :

1. Sel penyokong

2. Sel basal

3. Sel olfaktorius

3. Nasofaring

Menghubungkan rongga hidung ke larings dan sisa system respirasi.Kebanyakan

nasofaring ditutupi oleh epitel bertingkat kolumnar bersilia,meskipun bercak-bercak

epitel berl;apis gepeng tak bertanduk mungkin ada di orofaring.Epitel berlapis gepeng

menutupi faring bawah dan epiglotis.Epiglotis mengandung tulang rawan elastis.

4. Laring

Laring adalah bagian berongga system respiratorius yang melebar terletak antara

nasofaring dan trakea.Laring terdiri atas tulang rawan,ligament, otot dan permukaan

mukosa.

a. Mukosa dibungkus oleh epitel tinggi bervariasi :

- Epitelnya adalah berlapis gepeng di bagian atas,menutupi sebagian epiglottis.

- Epitel bertingkat kolumnar bersilia menutupi sebagian besar mukosa laring

b. Kelenjar tubuloasinosa yang menghasilkan lendir pelindung tersebar di sepanjang

mukosa larings dan terutama banyak di lipatan ventikuler.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 7

Page 8: ASMA B

c. Tulang rawan larings adalah hialin (tiroid) atau elastic (kuneiformis,kornikulata)

d. Otot ekstrinsik dan intrinsic laring adalah otot skelet biasa

5. Trakea

Menyalurkan udara antara larings dan bronki.

a. Mukosa trakea

Sel-sel epitel trakea .Trakea mempunyai lumen yang relative besar dibatasi oleh epitel

bertingkat kolumnar bersilia dan bersel goblet untuk mrnsintesa dan mensekresi

lendir.

b. Dinding trakea mengandung beberapa tulang rawan hialin yang berbentuk huruf C.

6. Bronkus

Bronkus mempunyai epitel bertingkat kolumnar bersilia mengandung sejumlah sel goblet

,macrofag dan fibroblast.Tulang rawan bronkus berbentuk irregular tetapi masih

membentuk rangka yang membantu mempertahankan lumen broncus tetap paten.Seluruh

dinding bronkus terdiri atas sserat otot dan lempeng tulang rawan yang tidak beraturan.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 8

Page 9: ASMA B

7. Bronkiolus

Broncus terkecil berhubungan dengan system bronkiolus.

1. Bronkiolus besar

Mempunyai epitel selapis koliumnar dari sel bersilia ,sel bronkiolus,sel sikat yang

tersebar dan sedikit sel bergranula kecil.Brinkiolus juga mengandung sel-sel otot

polos yang membentuk anyaman dan fibroblast tetapi tidak mengandung tulang

rawan.

Sel bronkiolus (clara)khas untuk bronkiolus

Sel ini bersifat sekresi,di duga ikut berperan menghasilkan filtrate darah untuk

melembabkan epitel bronkiolus.

2. Bronkiolus terminalis

Dibatasi oleh epitel selapis kubis bersilia dan banyak jaringan elastic pada dinding

bronki.

3. Bronkiolus respiratorius

Mempunyai alveoli pada dindingnya.Bagian dindingnya mengandung epitel kubis

terutama terdiri atas sel bersilia dan sel bronkiolus.

8. Ductus Alveolaris

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 9

Page 10: ASMA B

Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis,dilapisi oleh epitel selapis gepeng.Pada

dindingnya mengandung banyak alveolus.Ductus alveolaris bermuara ke dalam

atria.Yaitu suatu ruang tak teratur atau gelembung tempat alveoli dan sakus alveoli

bermuara.Biasanya dua atau lebih sakus alveolaris muncul dari tiap atria.Sakus alveolaris

adalah sekelempok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan.

9. Sel Epitel Alveolar

Mempunyai dua tipe,yaitu :

1. Sel alveolar gepeng/sel epitel permukaan/sel tipe I

Adalh sel yang sangat gepeng terutama sebagai pembatas ruang alveolus.Sel ini

khusus untuk pertukaran gas.

2. Sel alveolar besar /sel septa/sel tipe II

Bentuk selnya kubis dan menonjol kedalam ruang alveoli.Inti vesikuler dan

sitoplasma bervakuol.Mengandung fosfoloipid,protein dan glikosaminoglikans.Sel ini

menghasilkan surfaktan yang membentuk lapis tipis yang membatasi alveoli.Jadi sel

tipe II adalah sumbeer utama pembentukan sel baru yang melapisi alveoli.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 10

Page 11: ASMA B

Fisiologi:

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi seluruh jaringan tubuh

dan membuang karbon dioksida ke atmosfir. Untuk mencapai tujuan ini, sistim pernapasan

menjalankan fungsi :

1.  Ventilasi paru, yaitu masuk keluarnya udara dari atmosfir ke alveoli paru. Pada waktu

Inspirasi merupakan proses aktif. Volume thorax mengembang karena berkontraksinya

diafragma dan otot-otot seperti M.sternocleidomastoideus yang mengangkat sternum, lalu

M.seratus dan M.intercostalis externus yang mengangkat iga-iga.

Peningkatan volume rongga thorax tersebut menyebabkan penurunan tekanan intra-pleura dan

intra-pulmonal. Sehingga udara bertekanan tinggi yang berasal dari luar masuk ke dalam paru-

paru yang bertekanan lebih rendah dan mengisinya.

Ekspirasi merupakan proses pasif yang disebabkan elastisitas dinding dada dan paru

mempengaruhi M.intercostalis externus & diafragma berelaksasi sehingga volume rongga thorax

berkurang dan tekanannya meningkat. M.intercostalis interna berkontraksi menurunkan rangka

iga. Melalui perbedaan tekanan, maka udara yang berada dalam paru-paru dihembuskan keluar.

2. Difusi O2 dan CO2 melalui proses perbedaan tekanan antara alveolus dengan kapiler darah.

Tekanan pleura

Tekanan di dalam rongga sempit antara pleura paru (viseralis) dan pleura dinding dada

(parietalis). Normalnya tekanan ini pada saat akhir ekspirasi (mulai inspirasi) adalah -5 cm

H20, yang merupakan kekuatan yang tetap mempertahankan pengembangan paru pasa saat

istirahatnya. Selama inspirasi, pengembangan rangka dada akan mendorong permukaan paru

dengan kekuatan yang sedikit lebih besar dan mengakibatkan tekanan pleura menjadi lebih

negatif sekitar -7 cm H20.

Tekanan alveolus

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 11

Page 12: ASMA B

Adalah tekanan di bagian dalam alveoli paru. Agar udara bisa masuk selama inspirasi maka

tekanan dalam alveolus harus turun sampai nilainya sedikit dibawah tekanan atmosfir yaitu -1

cm H20,agar 0,5 liter udara dapat masuk. Selama ekspirasi tekanan alveolus meningkat

sekitar +1 cm H20 dan mendorong 0,5 liter udara keluar.

Surfaktan

Merupakan campuran lipoprotein dan ion. Dihasilkan oleh sel epitel alveolar tipe II. Fungsi

surfaktan ini melawan tegangan permukaan sehingga alveoli tidak mengempis/kollaps.

Pada RDS yang biasanya terjadi pada bayi prematur, akibatnya kurangnya surfaktan.

• Alveolus mengecil lapisan menebal

• Alveolus membesar lapisan menipis

3. Transportasi 02 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh

ke dan dari sel

Transportasi O2, terdiri dari 2 cara:

1. Fisik : Plasma (1 % dari O2 total)

2. Kimia : Berikatan dengan Hemoglobin.

Setelah oksigen masuk dari alveoli ke dalam paru-paru maka oksigen diangkut dalam ikatan

dengan hemoglobin ke kapiler jaringan dimana oksigen akan dilepaskan untuk digunakan oleh

sel-sel. Adanya hemoglobin dalam sel darah merah mengizinkan darah mengangkut oksigen

lebih banyak dibandingkan bila oksigen hanya terlarut dalam cairan darah.

Oksigen yang dibawah ke perifer akan mengoksigenasi jaringan-jaringan tubuh, dan hal

ini juga dipengaruhi oleh pemakaian oksigen jaringan persatuan waktu (oksygen consumption).

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 12

Page 13: ASMA B

Oksygen consumption ini harus seimbang dengan penyediaan oksigen (oksygen delivery),

sehingga diperoleh oksigen yang cukup untuk semua jaringan.

Transportasi CO2 , terdiri dari 3 cara:

1. 10 % CO2 larut dalam plasma

2. 20 % berikatan dengan carbaminohemoglobin

3. 70 % dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-)

Karbondioksida yang terbentuk pada jaringan akan memasuki kapiler jaringan dan diangkut

oleh darah kembali ke paru-paru. Tekanan CO2 jaringan akan meningkat akibat hasil

metabolisme, dan tekanan CO2 ini (PCO2) akan lebih tinggi dari PCO2 darah, sehingga CO2

jaringan akan berdifusi ke dalam darah. Seperti juga oksigen, karbondioksida juga terikat

dengan suatu bahan kimia dalam darah yang meningkatkan transport CO2 15-20 kali

lipat.Transport CO2 dapat melewati 3 cara yaitu terikat dengan bikarbonat dan ini yang

terutama, terikat dengan carbaminocompound, dan yang terlarut dalam darah.

Keseimbangan asam basa tubuh dipengaruhi oleh fungsi paru dan CO2. Bila Hiperventilasi,

maka CO2 diekskresikan berlebihan jadi alkalosis (ph > 7,4). Sebaliknya, bila hipoventilasi C02

retensi (tertahan) jadi asidosis (ph <7,4).

Pada Jalan Udara Pernapasan, terdapat:

Zona konduksi/konveksi : zona hanya tempat lewatnya udara Ruang rugi anatomis

(anatomic dead space)

Zona Respirasi : zona tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida (secara difusi)

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 13

Page 14: ASMA B

2.2. Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan. (GINA)

CLARK (1992) beranggapan bahwa asma adalah penyakit yang ditandai dengan

resistensi terhadap aliran udara intrapulmonal yang sangat variabel dalam jangka waktu yang

pendek. (BUKU SAKU ILMU PARU)

2.3. Epidemiologi

Pada tahun 2008, diperkirakan bahwa 23,3 juta orang Amerika saat ini memiliki asma.,

12.7 juta orang di Americans (4.1 juta di bawah usia 18) memiliki serangan asma. 1

Berdasarkan International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)

didapatkan setengah juta anak usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun di 56 negara memiiliki riwayat

serangan berupa wheeze sebesar 6-32% dan 2-33% prevalensi tertinggi terdapat di Eropa tengah

dan barat, Amerika Latin, Africa and Asia Tenggara , dan sedikit di India, China, Eropa timur

and Unisoviet, hal ini berkaitan dengan kejadian rhinosinusitis. (Clinical Guides to Asthma)

Asma pada orang dewasa, kadang pada umumnya diakibatkan oleh paparan agen dari

tempat kerja yang mengakibatkan asma akibat kerja, atau berasal dari riwayat atopi dalam

kehidupannya, atau mungkin tidak berhubungan dengn riwayat atopic sama sekali. Pada asma

akibat kerja pada umumnya menimbukan gejala yang persisten, tes fungsi paru yang abnormal

dan hiperesponsif bronkus yang bergantung pada derajat paparannya. Obstruksi saluran nafas

yang ireversibel dapat terjadi pada asma orang dewasa yang tidak merokok, yang sebagian

berusia >65 tahun. Ternyata terdapat hubungan antara beratnya kelainan fungsi paru,

hiperesponsive saluran nafas, respon bronkodilator terhadap agen pathogen, hipersekresi mukosa

dan riwayat merokok. (Clinical Guides to Asthma)

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 14

Page 15: ASMA B

Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5

%5 (3-8%2 dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru

(Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%),

Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%)8. Di Palembang, pada tahun 1995

didapatkan prevalensi asma pada siswa SMP sebesar 8,7% dan siswa SMA pada tahun 1997

sebesar 8,7% dan pada tahun 2005 dilakukan evaluasi pada siswa SMP didapatkan prevalensi

asma sebesar 9,2%2. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin, 80-90%

gejala timbul sebelum usia 5 tahun9. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada

perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma

pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa.

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma

Faktor risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan

faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi

untuk berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus,

jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan

predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan

atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu

alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet,

status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/pejamu dengan lingkungan

dipikirkan melalui kemungkinan :

1. pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,

2. baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

Faktor pejamu

Asma adalah penyakit yang diturunkan dan telah terbukti dari berbagai penelitian.

Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/kecenderungan untuk

terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala)

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 15

Page 16: ASMA B

dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya

gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip

perantara yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau

disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma.

Faktor lingkungan

Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama

asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan

mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau

menyebabkan menetapnya gejala.

Selain itu, faktor lingkungan yang sering dianggap sebagai faktor pencetus umum

antara lain :

Infeksi virus pada saluran nafas bagian atas

Aeroalergen pada debu mite rumah, serbuk sari, dan bulu binatang

Limbah kerja seperti isosianat, epoxyresins, laboratorium binatang, flour

Latihan

Udara dingin

Hiperventilasi

Air, aerosol hipotonik dan hipertonik

Obat-obatan seperti aspirin dan NSAID, penyekat β adrenergic

Makanan dan minuman seperti kacang, susu dan alergi telur

GERD

Polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, iritan seperti asap rokok

Faktor psikologi (dapat dihubungkan dengan hiperventilasi)

(guide asma)

2.5. Patofisiologi

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 16

Page 17: ASMA B

Patofisiologi yang terjadi pada asma mencakup hal-hal : 1) inflamasi saluran napas, 2)

hiperresponsif bronkial, dan 3) obstruksi intermiten aliran udara.

Inflamasi yang menyebabkan hiperresponsif jalan napas merupakan gambaran patologi

utama asma. Alergen/iritan akan terikat dengan IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi

degranulasi sel mast tersebut. Granulasi sel mast tersebut mengeluarkan preformed mediator

seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin dan

PAF. Faktor kemotaktik juga dihasilkan sebagai akibat terjadinya infiltrasi bronkial oleh

neutrofil, eusinofil, dan limfosit. Hasil dari proses inflamasi ini menyebabkan spasme otot polos

bronkus, kongesti vaskular, meningkatnya permeabilitas vaskular, edema dan produksi mukus,

kegagalan fungsi mukosilier, penebalan dinding jalan napas, dan peningkatan respon kontraksi

otot polos bronkus.

Gambar 1. Dinding saluran napas pada keadaan normal dan penderita asma

Sitokin inflamasi lain seperti TNF dan IL-1 dapat mengubah fungsi reseptor muskarinik

yang selanjutnya meningkatkan kadar asetilkolin sehingga menyebabkan kontraksi otot polos

bronkus dan sekresi mukus. Perubahan ini serta kerusakan sel epitel menyebabkan infiltrasi

eosinofil yang menghasilkan hiperesponsif akut jalan napas dan obstruksi. Obstruksi jalan napas

meningkatkan tahanan terhadap aliran udara dan menurunkan kecepatan aliran termasuk aliran

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 17

Page 18: ASMA B

ekspirasi. Kegagalan ekspirasi menyebabkan hiperinflasi di distal obstruksi, sehingga mengubah

mekanisme paru-paru yang meningkatkan usaha pernapasan.

Inflamasi yang tidak diterapi dapat mencetuskan kerusakan jalan napas jangka panjang

yang ireversibel (airway remodelling). Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan

kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti dengan proses penyembuhan. Proses

penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis parenkim yang

sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan ikat sehingga menimbulkan skar. Pada

asma, kedua proses tersebut akan menyebabkan perubahan struktur yang mempunyai

mekasnisme yang sangat kompleks yang dikenal dengan airway remodeling. Infiltrasi sel-sel

inflamasi terlibat dalam proses remodelling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular,

membran retikular basalis, matriks interstitial, fibrogenis growth factor, protease dam

inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan-perubahan struktur yang

terjadi adalah hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas dan kelenjar mukus, penebalan

membran retikular basal, peningkatan pembuluh darah, peningkatan fungsi matriks ekstraselular,

perubahan struktur parenkim serta peningkatan fibrogenic growth factor yang berperan dalam

proses fibrosis.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 18

Paparan alergen/iritan

Aktivasi sistem imun

(produksi IL-4, IgE)

Degranulasi sel mast

Mediator kemotaktikMediator vasoaktif

Infiltrasi seluler

(neutrofil, limfosit, eosinofil)

Vasodilatasi

Permeabilitas kapiler

Bronkospasme

Kongesti vaskular

Sekresi mucus

Kegagalan fungsi mukosiliar Penebalan dinding saluran napas

Peningkatan respon kontraksi otot polos bronkus

Disregulasi otonom

Hiperresponsif bronkial

Obstruksi jalan napas

Pelepasan neuropeptida toksik

Deskuamasi epitel & fibrosis

Page 19: ASMA B

Bagan Patofisiologi Asma

2.6. Diagnosis Asma

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan

berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat

bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter.

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,

mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 19

Page 20: ASMA B

cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan pengukuran faal

paru terutama reversibiliti kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala :

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

2. Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari

4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

5. Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

1. Riwayat keluarga (atopi)

2. Riwayat alergi / atopi

3. Penyakit lain yang memberatkan

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Fisik

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal. Kelainan

pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian

penderita auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah

terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, terjadi kontraksi otot polos saluran

napas, edema dan hipersekresi yang dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi

penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran

napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas,

mengi dan hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun

demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan sangat berat, tatapi biasanya

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 20

Page 21: ASMA B

disertai gejala lain seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi, penggunaan otot

bantu napas.

Secara umum pada pemeriksaan fisik kita harus memperhatikan:

- Tingkat kesadaran pasien

- Posisi berbaring, pada pasien dengan serangan berat biasanya pasian berbaring

dalam posisi setengah duduk atau bahkan duduk penuh, sedangkan pada serangan ringan

pasien terkadang masih bisa berbaring lurus.

- Kemampuan pasien untuk berbicara

- Tanda vital : takipneu, takikardi

- Mulut : pursued lips, sianosis perioral

- Hidung : pernafasan cuping hidung (PCH)

- Leher : JVP meningkat

- Thorax : penggunaan otot pernafasan tambahan, retraksi supra sternal, retraksi

interkostal, ekspirasi memanjang, wheezing, hipertensi pulmonal, P2 mengeras (bila

serangan berat).

Diagnosis Asma Menurut GINA

Kita dapat mempertimbangkan terjadinya asma jika beberapa dari tanda dan gejala

berikut ditemukan :

1. High-pitched wheezing, saat ekspirasi terutama pada anak-anak (pemeriksaan paru yang

normal tidak menyingkirkan asma).

2. Adanya riwayat :

- batuk, yang memburuk pada malam hari

- mengi berulang

- kesulitan bernapas berulang

- dada terasa berat yang berulang

(catatan : Eczema, hay fever atau riwayat asma pada keluarga atau penyakit atopi

berhubungan erat dengan asma)

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 21

Page 22: ASMA B

3. Gejala terjadi dan memburuk terutama pada malam hari, membangunkan penderita dari

tidur

4. Gejala terjadi dan diperburuk oleh :

- binatang yang berbulu

- bahan aerosol

- perubahan temperatur

- tungau debu rumah

- obat ( aspirin, beta bloker)

- olah raga

- serbuk bunga

- infeksi pernapasan (viral)

- asap rokok

- luapan emosi berlebih

5. Hambatan aliran udara dan reversibel, diukur dengan spirometer (FEV1 dan FVC) atau

peak expiratory flow meter (PEF). Bila menggunakan peak flow meter, pertimbangkan

asma bila terdapat :

- PEF meningkat lebih dari 15 % setelah 15-20 menit inhalasi bronkolidator (β2-

agonist kerja cepat), atau

- Variasi PEF lebih dari 20 % antara pengukuran pagi hari dengan pengukuran 12

jam kemudian (pada pasien yang diberi bronkolidator). Atau lebih dari 10 % pada

pasien yang tidak diberi bronkolodator, atau

- PEF menurun lebih dari 15 % setelah olah raga atau aktivitas berat.

Faal Paru

Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,

demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispneu dan mengi; sehingga dibutuhkan

pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan

penderita, dan juga merupakan parameter objektif menilai beratnya asma. Pengukuran faal paru

digunakan untuk menilai :

- Obstruksi jalan napas

- Reversibiliti kelainan faal paru

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 22

Page 23: ASMA B

- Variability faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.

Banyak parameter dan metoda untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima

secaraluas dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow

meter (PEF).

Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) dan kapasitas vital paksa

(FVC) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. FVC adalah

volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dengan paksa setelah inspirasi maksimal selama

melakukan spirometri. Sedangkan FEV1 adalah volume udara ekspirasi selama detik pertama

FVC.3 Pemeriksaan ini sangat bergantung pada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan

instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,

diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas

diketahui dari nilai rasio FEV1/FVC < 75 % atau FEV1 < 80 % nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio FEV1/FVC < 75 % atau FEV1 < 80 % nilai

prediksi.

2. Reversibilitas, yaitu perbaikan FEV1 ≥ 15 % secara spontan/ setelah inhalasi

bronkolidator, atau setelah pemberian bronkolidator oral 10-14 hari atau setelah

pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral selama 2 minggu). Reversibiliti ini dapat

membantu diagnosis asma.

Peak Expiratory Flow (PEF) = Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai PEF dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau dengan pemeriksaan yang

lebih sederhana yaitu PEF-meter yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik

dan mungkin tersedia diberbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun IGD.

Alat PEF-meter relatif mudah digunakan baik oleh dokter maupun penderita, dan sebaiknya

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 23

Page 24: ASMA B

digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manfaat PEF dalam

diagnosis asma :

1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai PEF ≥ 15% setelah inhalasi bronkolidator (atau

bronkodilator oral 10-14 hari ) atau respon terapi kortikosteroid (inhalasi atau oral 2 minggu)

2. Variabiliti, menilai variasi diurnal PEF yang dikenal dengan variabilitas PEF harian

selama 1-2 minggu. Variabilitas juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit.

Pemeriksaan Lain Untuk Diagnosis

1. Uji provokasi bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita ddengan

gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.

Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesivisitas rendah, artinya

hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak

selalu berarti asma. Hasil positif dapat juga terjadi pada rinitis alergik, PPOK,

bronkiektasis dan fibrosis kistik.

2. Pengukuran status alergi

Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau

pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis

asma, tetapi untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko/pencetus sehingga dapat

dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksaannya.

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan

dengan prick test. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat

dilakukan (dermatitis). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam

diagnosis alergi/atopi.

KLASIFIKASI ASMA

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 24

Page 25: ASMA B

Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perncanaan

penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

Klasifikasi derajat berat asma berdasakan gambaran klinis adalah sebagai berikut:

Gejala (siang) Gejala (malam) Faal Paru

STEP 1

Intermiten

< 1 x/mgg

Serangan

singkat

Asimptomatik

diluar serangan

≤ 2 x/bln VEP1 ≥ 80%

APE ≥ 80%

Variabiliti APE <

20%

STEP 2

Persisten

Ringan

> 1

x/mgg,tetapi < 1

x/hari

Aktivitas

terganggu

> 2 x/bln VEP1 ≥ 80%

APE ≥ 80%

Variabiliti APE <

20-30%

STEP 3

Persisten

Sedang

Setiap hari

Aktivitas

terganggu

Butuh

bronkodilator

setiap hari

> 1 x/mgg VEP1 ≥ 60-80%

APE ≥ 60-80%

Variabiliti APE >

30%

STEP 4

Persisten

Berat

Kontinyu

Sering

kambuh

Aktivitas fisik

terbatas

Sering VEP1 ≤ 60%

APE ≤ 60%

Variabiliti APE >

30%

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (Forced Expiratory Volume in 1

second/FEV1)

APE = Arus Puncak Ekspirasi (Peak Expiratory Flow/FEV)

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 25

Page 26: ASMA B

2.7. PENATALAKSANAAN ASMA

Tujuan penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup

agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Program penatalaksanaan asma meliputi 6 komponen, yaitu :

1. Edukasi penderita

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor risiko/pencetus

4. Merencanakan pengobatan jangka panjang

5. Merencanakan penatalaksanaan serangan asma

6. Menyediakan regular follow up care.

Adapun tujuan dari penatalaksanaan asma adalah tercapainya gejala yang minimal atau tidak

ada termasuk gejala malam, tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat, kbetuhan terhadap

bronkodilator minimal, tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise, fungsi paru (APE)

mendekati normal, serta efek samping obat dapat minimal atau tidak ada.

Ad.1 Edukasi penderita

Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, menjaga penderita agar

tetap dapat beraktivitas sehari-hari dan mengurangi biaya pengobatan dengan bantuan dan arahan

tenaga kesehatan, diharapkan penderita dapat :

memahami penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri

menghindari faktor risiko

mengerti perbedaan pengobatan asma yang disebut “controller” dan “reliever”

memakai pengobatan dengan benar

monitor status asma yang diderita berdasarkan gejala klinis dan bila memungkinkan

dengan hasil tes fungsi faal paru

mengenali tanda-tanda perburukan dari asma serta dapat mengambil tindakan untuk

mengatasinya

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 26

Page 27: ASMA B

Dengan kata lain, tujuan dari seluruh kegiatan edukasi adalah membantu penderita agar dapat

melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma yang dideritanya

Ad.2 Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Penatalaksanaan asma membutuhkan monitoring yang kontinyu dalam jangka waktu

lama. Monitoring meliputi review gejala klinis dan bila memungkinkan pengukuran fungsi faal

paru. Hal tersebut berguna dalam menilai respon penderita terhadap terapi dan menentukan

terapi selanjutnya. Pemeriksaan yang berkala dalam jangka waktu satu sampai enam bulan,

sangatlah penting, dan dalam setiap kunjumgan, penderita diberikan pertanyaan-pertanyaan yang

menginformasikan perkembangan penyakit dan terapi yang dijalaninya. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut sebaiknya meliputi 3 hal, yaitu :

gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada, dan sesak napas)

asma malam, terbangun pada malam hari karena gejala asma

gejala asma pada dini hari yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 15 menit

pengobatan β2-agonis kerja singkat.

Ad.4 Merencanakan pengobatan jangka panjang

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

terdiri dari pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma yang digunakan dalam jangka waktu yang panjang

untuk mengontrol asma, dan diberikan setiap hari meskipun tidak ada gejala untuk mencapai dan

mempertahankan keadaan asma terkontrol. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk

obat pengontrol :

Kortikosteroid Inhalasi

Efek : mengurangi inflamasi dan mencegah kebocoran plasma ke dalam jaringa

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 27

Page 28: ASMA B

sehingga dapat menurunkan frekuensi serangan dan kebutuhan obat yang lain.

Co. Beclomethasone, Budesonide, Flunisolide, Fluticasone, Mometasone Furoate,

Triamcinolone

Kortikosteroid Sistemik

Co. Hydrocortisone, Methylprednisolone, Prednisolone, Prednisone

Agonis β2 – long acting, Inhalasi

Efek : bronkodilatasi yang dapat bertahan minimal 12 jam sehingga dapat mengatasi

asma persisten sedang-berat dan mencegah serangan malam hari.

Co. Formoterol, Salmeterol

Agonis β2 – long acting, oral

Co. Salbutamol, Terbutaline

Mast Cell Stabilizer

Walaupun tidak selalu efektif pada setiap pendeita, namun penggunaan harian dari

inhalan anti inflamasi Sodium Kromoglikat (Co. Cromolyn, Cromones) dan Nedokromil

Sodium (Co. Cromones) dapat mencegah serangan asma ringan-sedang, serta asma yang

dicetuskan oleh latihan fisik.

Antileukotrien/Leukotriene Modifiers

Efek : mengurangi produksi atau mengahambat aksi dari leukotrien. Penggunaan bersama

obat lain seperti kortikosteroid inhalasi efektif untuk mencegah terjadinya serangan asma.

Co. Montelukast, Pranlukast, Zafirlukast, Zileuton

Methylxanthine

Efek : bronkodilator potensi ringan-sedang

Co. Aminophylline, Theophylline - sustained release

Antihistamin generasi ke-dua

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 28

Page 29: ASMA B

Pelega (Reliever)

Yang termasuk obat pelega :

Agonis β2 – short acting

Co. Albuterol, Bitolterol, Fenoterol, Pirbuterol, Salbutamol, Terbutaline

Antikolinergik

Co. Ipratropium Bromida, Oxitropium Bromida

Kortikosteroid Sistemik

Co. Dexamethasone, injeksi

Theophylline - short acting

Co. Aminophylline

Adrenalin/Epinefrin, injeksi

Pengobatan Asma Berdasarkan Derajat Berat Asma (dewasa&anak > 5 tahun)

Derajat Berat Asma

Obat Pengontrol Harian Pilihan Obat lain

Semua Tahapan : ditambahkan Agonis β2 – kerja singkat untuk pelega (reliever) bila dibutuhkan, tetapi pemakaiannya tidak melebihi 3-4 kali sehari.STEP 1Intermiten

Tidak memerlukan obat

STEP 2Persisten Ringan

Kortikosteroid Inhalasi, dosis rendah Teofilin lepas lambat Cromone Antileukotrien

STEP 3Persisten Sedang

Kortikosteroid, dosis rendah-sedang+

Agonis β2 – long acting, Inhalasi

Kortikosteroid inhalasi, dosis sedang + teofilin lepas lambat

Kortikosteroid inhalasi, dosis sedang + Agonis β2 – long acting, Oral

Kortikosteroid inhalasi, dosis sedang + antileukotrien

Kortikosteroid inhalasi, dosis tinggi

STEP 4Persisten Berat

Kortikosteroid Inhalasi, dosis tinggi

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 29

Page 30: ASMA B

+ Agonis β2 – long acting, Inhalasi

+Salah satu/lebih di bawah ini, bila diperlukan : Teofilin Lepas Lambat Antileukotrien Agonis β2 – long acting, Oral Kortikosteroid Oral

Semua Tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi minimal 3 bulan, kemudian turunkan secara bertahap sampai mencapai terapi yang paling minimal dengan kondisi asma tetap terkontrol.

Penatalaksanaan berdasarkan status kontrol (khususnya pada tindak lanjut)

1. Hitung nilai ACT dengan tabel 12. Tetapkan status kontrol berdasarkan nilai ACT dengan Tabel 23. Penatalaksanaan berdasarkan status kontrol dengan Tabel 24. Semua kasus mendapat terapi reliever inhalasi β2 Agonis atau alternatifnya

Tabel 1. Asthma Control Test (ACT)

Seberapa sering asma 1 2 3 4 5 Nilai

Mengganggu kerja sehari-hari

Selalu Sering kadang jarang tidak

Mengalami sesak napas >1/hr 1/hr 3-6/mg 1-2/mg tidak

Menyebabkan bangun malam hari

>4/mg 2-3/mg 1/mg 1-2/bl tidak

Menggunakan obat semprot atau tablet

>3/hr 1-2/hr 2-3/mg 1/mg tidak

Terkontrol menurut pasien

Tidak Kurang cukup Baik selalu

Nilai Total ACT

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 30

Page 31: ASMA B

Status Kontrol (nilai ACT)

Tindakan terapi

Terkontrol (25) Pertahankan dan temukan langkah terapi terendah

Terkontrol sebagian (20-24)

Pertimbangkan meningkatkan langkah terapi untuk

mencapai control

Tidak terkontrol (<20) Tingkatkan langkah terapi hingga terkontrol

Serangan Asma Terapi sesuai Protokol Serangan Asma

Reliever

Diberikan pada semua langkah

Inhalasi β2 agonis kerja cepat sesuai keperluan

Alternatif lain:

- Inhalasi antikolinergik - β2 agonis oral kerja cepat. Salbutamol, Prokaterol

- Teofilin kerja pendek

Langkah 1

Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5

+ kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 100 – 200 µg)

+ kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 100 – 200 µg)

+ β2 agonis kerja panjang formoterol atau salmoterol

atau prokaterol

+ kortikosteroid inhalasi dosis sedang (budesonid 200 – 400 µg) s/d tinggi (>400 µg)

+ β2 agonis kerja panjang formoterol atau salmoterol

Atau prokaterol

+ Glukortikoid

oral dosis

rendah:

Pred 40-50 mg,

atau metilpred

60-80 mg dosis

tunggal, atau

hidrokort

300-400 mg

dosis terbagi

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 31

Page 32: ASMA B

selama 5-10

hari tanpa

tappering.

+ antileukotrien

+ kortikosteroid inhalasi ds sedang

+ antileukotrien

+ anti IgE

+ kortikosteroid inhalasi ds rendah

+ antileukotrien

+ teofilin lepas lambat

+ kortikosteroid inhalasi ds rendah

+ teofilin lepas lambat

Manajemen asma berdasarkan derajat beratnya asma berguna pada awal penatalaksanaan asma.

Untuk penatalaksanaan selanjutnya gunakan manajemen asma berdasarkan status kontrol (GINA

2008). Selain medikasi asma berupa obat pengontrol dan pelega, ada beberapa pilihan dalam

perencanaan pengobatan jangka panjang bagi penderita asma, diantaranya :

1. Imunoterapi Spesifik

Imunoterapi spesifik dilakukan apabila penderita memiliki kecenderungan alergi terhadap

bahan-bahan tertentu, tidak termasuk alergi makanan dan penderita tidak dapat menghindari

faktor pencetus atau kegagalan pengobatan konservatif dalam mengontrol gejala asma.

Terapi ini diawali dengan melakukan skin test untuk menentukan secara pasti alergen

pencetus, setelah itu diberikan suntikan yang mengadung dosis kecil dari alergen tersebut

secara bertahap. Terapi ini memiliki efek samping terjadinya reaksi anafilaksis.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 32

Page 33: ASMA B

2. Antibodi Monoklonal Anti-IgE

Jika penderita memiliki allergic asthma dan sulit dikontrol, penggunaan antibodi monoklonal

anti-IgE seperti injeksi Omalizumab (Xolair) yang diberikan setiap 2-4 mainggu dapat

mengurangi angka kejadian serangan asma dengan menghambat aksi dari antibodi IgE.

Xolair dapat digunakan untuk anak-anak > 12 tahun dan dewasa yang menderita asma

persisten sedang-berat yang disebabkan alergi dan tidak berespon terhadap pengobatan lain.

3. Termoplasti bronkial

Ditujukan untuk mengurangi kapasitas kontraksi dari otot polos saluran nafas sehingga dapat

mengurangi hiperresponsif bronkial, yang dilakukan dengan menghantarkan energi

radiofrekuensi pada jalan nafas untuk mengkoagulasi jaringan bronkial dan mengurangi

jumlah sel otot polos pada dinding saluran nafas.

Ad.5 Merencanakan penatalaksanaan serangan asma

Eksaserbasi atau serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif dari dispneu,

batuk, mengi, rasa berat di dada, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Terapi inisial pada

serangan asma adalah dengan inhalasi agonis β2 – kerja singkat dengan dosis yang cukup atau

dengan menggunakan nebulizer. Respon terhadap terapi inisial ini dapat berupa :

Respon Baik Eksaserbasi ringan

Respon terhadap agonis β2 bertahan selama 4 jam dan APE > 80% tanpa

mengi atau sesak.

Aksi : lanjutkan agonis β2 setiap 3 - 4 jam dalam 24 – 48 jam dan

hubungi dokter untuk tindakan lebih lanjut.

Respon Inkomplit Eksaserbasi Sedang

Gejala berkurang namun muncul kembali setelah 3 jam dan APE

60 – 80% dengan mengi atau sesak yang menetap.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 33

Page 34: ASMA B

Aksi : tambahkan kortikosteroid oral, antikolinergik inhalasi,

lanjutkan agonis β2 dan segera hubungi dokter untuk tindakan

lebih lanjut.

Respon Buruk Eksaserbasi Berat

Gejala menetap atau memburuk setelah pemakaian agonis β2 dan APE

< 60%

Aksi : tambahkan kortikosteroid oral, ulangi agonis β2 , tambahkan

antikolinergik inhalasi dan segera bawa ke unit gawat darurat.

Penderita asma sebaiknya segera mencari pertolongan medis apabila :

Serangan berat :

- Penderita tidak dapat bernafas saat istirahat, bicara dalam kata-kata bukan

dengan kalimat, agitasi, drowsy/confused, bradikardi, atau frekuensi pernapasan

lebih dari 30 per menit.

- Mengi/wheezing terdengar sangat keras atau tidak terdengar sama sekali

- Nadi lebih dari 120 x/menit

- APE < 60% nilai prediksi atau nilai terbaik setelah pengobatan

- Penderita sangat kelelahan

Respon penggunaan bronkodilator sebagai terapi inisial tidak tercapai atau

tidak dapat dipertahankan minimal 3 jam

Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah penggunaan

kortikosteroid oral

Gejala semakin memburuk.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 34

Page 35: ASMA B

Asma Eksaserbasi

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 35

Page 36: ASMA B

Manajemen Asma Eksaserbasi

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 36

Page 37: ASMA B

Komplikasi

Komplikasi asma yang sering ditemukan mencakup pneumoniae,

pneumothoraks/pneumomediastinum, dan gagal nafas akibat eksaserbasi yang berat sehingga

membutuhkan intubasi, serta dapat menimbulkan kematian. Faktor resiko terjadinya kematian

akibat asma adalah adanya riwayat sebagai berikut :

eksaserbasi akut yang berat, riwayat penggunaan intubasi dan perawatan di ICU

sebelumnya

rawat inap 2 kali/lebih atau rawat UGD 3 kali/lebih dalam satu tahun terakhir, riwayat

rawat inap/rawat UGD dalam satu bulan terakhir

penggunaan lebih dari dua Agonis β2 per bulan

penyakit kardiovaskular

masalah psikososial,psikiatri, dan masalah penyalahgunaan obat

status sosioekonomi yang rendah

Komplikasi yang berhubungan dengan pengobatan asma pada umumnya jarang terjadi.

Namun, pada penderita yang menggunakan kortikosteroid sistemik dalam jangka waktu yang

lama dapat memiliki komplikasi osteoporosis, imunosupresi, katarak, miopati, penurunan berat

badan, addisonian crisis, penipisan kulit, mudah memar, nekrosis avaskular, diabetes, gangguan

psikiatri.

PENCEGAHAN

Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan

yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk

tidak berkembang menjadi asma dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi

seranganatau bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.

Pencegahan Primer

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 37

Page 38: ASMA B

Perkembangan respon imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal

merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit asma.

Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi allergen pada fetus,

tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan usia gestasi,

sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin.

Pencegahan Sekunder

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah yang sudah

tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian

antihistamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi

lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk

menurunkan onset asma. Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan

pajanan alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersentisasi dan sudah

dengan gejala asma lebih menghasilkan pengurangan/resolusi total dari gejala dari pada jika

pajanan terus berlangsung.

Pencegahan Tersier

Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan

menurunkan kebutuhan medikasi/obat.

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 38

Page 39: ASMA B

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan

obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan.

Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam alergen seperti debu,

tunagu rumah, makanan atau minuman, obat-obatan, infeksi virus, dll yang akan terus berulang

jika pendertia tersebut tidak menghindari faktor pencetusnya. Asma ini umumnya terjadi pada

anak-anak namun, tidak jarang asma juga dapat ditemukan pada orang dewasa maupun usia

lanjut sekitar 40-50 tahun yang disebut dengan ocupational asthma atau asma akibat kerja.

Pengobatan asma ada yang bersifat reliever ataupun kontroler, hal ini bergantung pada

derajad berat ringannya asma dan terkontrol dan tidak terkontrolnya asma yang dibuktikan

berdasarkan ACT (Asthma Control Test).

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 39

Page 40: ASMA B

DAFTAR PUSTAKA

1. A, Price Sylvia, Lorraine M,Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

Edisi 6. Jakarta:EGC

2. Barner, Pieter dkk. Asthma and COPD Basic Mrchanism and Clinical Management. e-

book

3. Chung, Kian Fan. Clinical Guides to Asthma. 2002. London: Arnold

4. Danususantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. 2000. Jakarta: Penerbit

Hipokrates.

5. Global Initiative for Asthma (GINA) 2008

6. Guyton, C Arthur dan John E.Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Hlm. 784,919.

Jakarta: EGC.

7. Johnson, E. Kurt. 1994. Histologi dan Biologi Sel. Jakarta : Binarupa Aksara.

8. Lesson, Roland C dkk. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC

9. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu

Penyakit Dalam

Referat ‘ Asma Bronkial ‘, Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD CIANJUR Page 40