Askep Presus Cystitis

69
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CYSTITIS DI RUANG KENANGA RSUD dr.R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA Disusun Oleh: Kelompok II ANNISYA FATWA NG1D008105 ANGLIA RAKHMAWATI NG1D008018 FERRA FEBRIANI NG1D008036 LYNDA MAYTASARI NG2A007048 AGUS SUMARNA NG1D0080 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Transcript of Askep Presus Cystitis

Page 1: Askep Presus Cystitis

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN CYSTITIS DI RUANG

KENANGA RSUD dr.R GOETENG TAROENADIBRATA

PURBALINGGA

Disusun Oleh: Kelompok II

ANNISYA FATWA NG1D008105

ANGLIA RAKHMAWATI NG1D008018

FERRA FEBRIANI NG1D008036

LYNDA MAYTASARI NG2A007048

AGUS SUMARNA NG1D0080

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI NERS

PURWOKERTO

2012

Page 2: Askep Presus Cystitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan

uretra. Di antara ke empat organ tersebut, ginjal adalah organ yang paling

penting. Ginjal berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur

keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi

mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk

disimpan semantara dan bila kandung kemih telah penuh maka akan

dikeluarkan ke luar melalui uretra. Gangguan pada sistem urinaria yang

umum terjadi yaitu sistitis (chystitis), hematuria, gromeluronefritis, batu

ginjal, dan gagal ginjal. Chystitis merupakan inflamasi kandung kemih yang

lebih sering timbul pada wanita dibandingkan pada pria, dan juga sering

disertai dengan disuria, urgency atau demam ringan. Bagi kaum wanita,

radang selaput lendir kandung kemih dapat terjadi satu atau dua hari

sesudah bersenggama. Peradangan pada kandung kemih juga dapat terjadi

karena terjadinya peradangan pada pada ginjal. Bagi kaum pria, jenis

penyakit ini ada hubungannya dengan peradangan pada ginjal atau prostat.

Sesuatu yang menghalangi mengalirnya air kencing sehingga menyebabkan

tertinggalnya air kencing di dalam kandung kemih dapat mengakibatkan

peradangan. Peradangan selaput lendir kandung kemih atau chystitis dapat

juga disebabkan oleh sisa-sisa zat asam di dalam tubuh yang muncul karena

makan daging, zat asam oxalat dari bayam, atau sisa-sisa makanan berkanji

lainnya (Nainggolan, 2006).

Kekambuhan meskipun penanganan infeksi saluran kamih

khususnya chystitis selama 3 hari biasanya adekuat pada wanita, tetapi

kambuhnya infeksi pada 20% wanita yang mendapat penanganan untuk

infeksi saluran kemih non komplikasi (Suhartono dkk, 2008). Chystitis

merupakan Infeksi Saluran Kemih (ISK) bawah. Infeksi saluran kemih lebih

sering terjadi pada wanita. Pada populasi wanita, infeksi ini terjadi sebesar

Page 3: Askep Presus Cystitis

1-3% pada anak usia sekolah yang kemudian meningkat cukup signifikan

seiring dengan peningkatan aktivitas seksual pada dewasa.

ISK sering ditemukan pada wanita usia 20-50 tahun. Sedangkan

pada populasi pria, ISK akut terjadi pada usia-usia pertama kehidupan dan

ISK jarang ditemukan pada pasien di bawah usia 50 tahun. Wanita lebih

sering mngalami sistitis dari pada pria dikarenakan uretra wanita lebih

pendek dibandingkan dengan uretra pria. Selain itu juga getah pada cairan

prostat pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap

infeksi saluran kemih. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan

dapat berupa sistitis dan Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah

presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.

Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan

mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Sedangkan

ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis, prostatitis, epididimitis, dan

uretriti (Benson & Pernoll, 2009).

B. Tujuan

a. Tujuan Umum

Tujuannya adalah untuk mengetahui konsep teori chystitis dan asuhan

keperawatan yang tepat.

b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui pengertian chystitis.

2) Mengetahui etiologi chystitis.

3) Mengetahui faktor presdisposisi chystitis.

4) Mengetahui patofisiologi chystitis.

5) Mengetahui tanda dan gejala chystitis.

6) Mengetahui pemeriksaan penunjang chystitis.

7) Mengetahui pathway chystitis.

8) Mengetahui pengkajian chystitis.

9) Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien

dengan chystitis.

10) Mengetahui rencanan asuhan keperawatan pada pasien dengan

chystitis.

Page 4: Askep Presus Cystitis

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Chystitis adalah inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh

infeksi bakteri (biasanya escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau

karena respon alergik atau akibat iritasi mekanis pada kandung kemih

(Sloane, 2004). Chystitis juga merupakan inflamasi kandung kemih yang

paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra, dimana ada aliran

balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks uretrovesikal),

kontaminasi fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop (Baughman &

Hackley, 2000). Menurut Tambayong (2000), chystitis atau radang kandung

kemih lebih sering terdapat pada wanita daripada pria, karena dekatnya

muara uretra dan vagina dengan daerah anal. Organisme gram negatif dapat

sampai ke kandung kemih selama bersetubuh, trauma uretra, atau karena

kurang higienis. Biasanya organisme ini cepat dikeluarkan sewaktu

berkemih (miksi). Pada pria, sekret prostat memiliki sifat antibakterial.

Chystitis adalah infeksi yang disebabkan bakteri pada kandung

kemih, dimana akan terasa nyyeri ketika buang air kecil (disuria), kencing

yang tidak tuntas, dan demam yang harus dicurigai (Gupte, 2004). Sistitis

(chystitis) merupakan peradangan yangterjadi di kantung urinaria. Biasanya

terjadi karena infeksi oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh (Ferdinand &

Ariebowo, 2007). Chystitis virus dan kimiawi harus dibedakan dari chystitis

bakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil biakan urin. Secara

radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil akibat vaskuler,

dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis. Namun, pada yang terakhir

ini biasanya terdapat refluks vesikureter.

Chystitis heoragik akut sering kali disebabkan oleh E. Coli, telah

dihubungkan juga dengan adenovirus tipe 11 dan 21. Chystitis adenovirus

lebih sering terdapat pada laki-laki, sembuh dengan sendirinya, dan dengan

hematuria yang berlangsung kira-kira selama 4 hari. Chystitis eosinofilik

adalah bentuk jarang chystitis yang asalnya tidak jelas dan kadang-kadang

Page 5: Askep Presus Cystitis

ditemukan pada anak. Gejala umumnya adalah chystitis dengan hematuria,

dilatasi ureter, dan gagalnya pengisian kandung kemih yang disebabkan

oleh masa yang secara histologis terdiri atas infiltrat radang dengan

eosinofil (Behrman dkk, 2000).

Chystitis interstisial adalah lesi yang dapat timbul dalam jenis

kelamin mana pun, tetapi lebih lazim terjadi pada wanita. Etiologi tepat

kelainan ini tidak jelas, walaupun dianggap suatu fenomena autoimun.

Pasien dengan chystitis interstisial tampil dengan diuria, frekuensi dan

berkemih yang nyeri. Secara endoskopi ada perdarahan diskrit kecil dengan

distribusi bercak-bercak. Pemeriksaan histologi lesi ini menunjukkan

perdarahan, edema, dan infiltrat limfositik (Sabiston, 1994). Sebagian besar

terjadi pada wanita perimenopause. Dapat menggambarkan adanya defek

pada epitel transisional (dengan sebab yang tidak pasti). Chystitis interstisial

yang disertai dengan stress incontinence atau inkontinensia urgensi, harus

dipastikan dengan pemeriksaan urodinamik.

Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu cystitis primer dan

cystitis sekunder. Cystitis primer merupakan radang yang mengenai

kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lain, seperti batu

pada kandung kemih, divertikel/ penonjolan mukosa buli, hipertropi prostat

dan striktur uretra (penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan

fibrotik/jaringan parut pada uretra atau daerah urethra). Sedangkan cystitis

sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari

penyakit primer misalnya uretritis/peradangan yang terjadi pada uretra dan

prostatitis/peradangan yang terjadi pada prostat (Benson & Pernoll, 2009).

Menurut Taber (1994), cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu tipe

infeksi dan tipe non infeksi. Tipe infeksi disebabkan oleh bakteri, virus,

jamur dan parasit. Sedangkan tipe non infeksi disebabkan oleh bahan kimia,

radiasi, dan interstisial (tidak diketahui penyebabnya/ideopatik).

B. Etiologi

Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia

Coli yang dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita

Page 6: Askep Presus Cystitis

tanpa kelainan urologis atau kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk

proteus, klebsiella, enterobakter, serratea, dan pseudomonas bertanggung

jawab atas sebagian kecil infeksi tanpa komplikasi. Organisme-organisme

ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi rekuren dan

infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis,

kalkuli atau obstruksi. Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah

vagina ke arah uretra atau dari meatus terus naik ke kandumg kemih dan

mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karena

infeksi E.coli. Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi di ginjal,

prostat, atau oleh karena adanya urin sisa (misalnya karena hipertropi

prostat, striktura uretra, neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus.

Jalur infeksi :

Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyakit ini

lebih sering ditemukan pada wanita.

Infeksi ginjal yang sering meradang, melalui urin dapat masuk ke

kandung kemih.

Penyebaran infeksi secara lokal dari organ lain dapat mengenai kandung

kemih misalnya appendiksitis.

Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.

Jalur utama infeksi yang terjadi pada sistitis adalah ascending

melalui periurethral/vaginal dan flora pada tinja. Mikroorganisme penyebab

utama adalah E.coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang

masuk ke dalam buli-buli melalui uretra. Selain akibat infeksi, inflamasi

pada buli-buli juga disebabkan oleh bahan kimia, seperti deodorant,

detergent, atau obat-obatan yangdimasukkan intravesika untuk terapi kanker

buli-buli (siklofosfamid). Sistitis disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari

uretra. Hal ini disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra ke dalam

kandung kemih, kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sitoskopi

(Sloane, 2004).

Etiologi dari Etiologi dari cystitis berdasarkan jenisnya menurut

Taber (1994), yaitu :

a. Infeksi :

Page 7: Askep Presus Cystitis

Bakteri

Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal

terletak pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang

berasal dari retra dapat menuju ginjal. Bakteri lain yang bisa

menyebabkan infeksi adalah Enterococcus, Klebsiella, Proteus,

Pseudomonas, dan Staphylococcus.

Jamur

Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida.

Virus dan parasit

Infeksi yang disebabkan olehvirus dan parasit jarang terjadi.

Contohnya adalah trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga

dapat berada dalam urin.

b. Non infeksi :

Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan (misalnya

cyclophosphamide/cytotaxan, Procycox).

Radio terapi

Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus

Erytematous)

C. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi untuk chystitis adalah bersetubuh, kehamilan,

kandung kemih neurogenis, keadaan-keadaan obsdtruktif, dan diabetes

mellitus (Tambayong, 2000). Pada umumnya faktor-faktor resiko yang

berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran kemih adalah :

a. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.

Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra

dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan

dengn pria.

b. Abnormalitas struktural dan fungsional mekanisme yang berhubungan

termasuk stasis urin yang merupakan media untuk kultur bakteri, refluks

urin yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan

Page 8: Askep Presus Cystitis

tekanan hidrostatik. Contoh : strikur, anomali ketidak sempurnaan

hubungan uretero vesicalis.

c. Obstruksi

Contoh : tumor, hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenic.

d. Gangguan inervasi kandung kemih

Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple

sklerosi.

e. Penyakit kronis

Contoh : Gout/asam urat, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell

f. Instrumentasi

Contoh : prosedur kateterisasi.

g. Penggunaan fenasetin secara terus menerus dan tidak pada tempatnya.

D. Patofisiologi

Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang

secara umum disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli

peradangan timbul dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat

obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut maupun kronik dapat

bilateral maupun unilateral. Kemudian bakteri tersebut berekolonisasi pada

suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia eksterna menyebabkan

organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan

masuk ke kandung kemih.

Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram

negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari

saluran intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung

kencing. Pada waktu mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter

(Vesicouretral refluks) dan membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke

ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja terjadi urin statis seperti maka

bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan

menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan

pertumbuhannya. Infeksi saluran kemih dapat terjadi jika resistensi dari

orang itu terganggu. Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran

Page 9: Askep Presus Cystitis

kemih adalah integritas jaringan dan suplai darah. Retak dari permukaan

lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk menyerang jaringan

dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan

bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat

tinggi (Tambayong, 2000). Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran

kemih dapat melalui :

1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran

kemih yang terinfeksi.

2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk

melalui darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang

masuk melalui darah dari suplai jantung ke ginjal.

3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang

disalurkan melalui helium ginjal.

4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Menurut Tiber (1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh

bakteri E. coly. Tipikal ini berada pada saluran kencing dari uretra luar

sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen, lymphogendan eksogen.

Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi

(kemampuan untuk menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari

jumlah mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan keadekuatan dari

mekanisme pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang

menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi pertahanan tubuh alami pasien.

Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya infeksi,

normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder.

Lapisan mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi

mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan integritas lapisan

bladder dan mencegah kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga

mencegah bakteri melekat pada selurotelial. Selain itu pH urine yang asam

dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi urin dalam batas tetap,

berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri dapat

masuk dan sistem urin akan mengeluarkannya.

Page 10: Askep Presus Cystitis

Bentuk anatomi sluran kencing, keduanya mencegah dan merupakan

konstribusi yang potensial untuk perkembangan UTI (Urinary Tract

Infection). Urin merupakan produk yang steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi

darah pada glumerolus dari nepron ginjal, dan dianggap sebagai sistem

tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu masuk bagi pathogen yang

terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal uretra disertai

jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni bakteri dari usus

karena letak anus tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada

wanita di daerah tersebut diduga karena perubahan flora normal dari daerah

perineum, berkurangnya antibody normal, dan bertambahnya daya lekat

oeganisme pada sel spitel pada wanita. Cystitis lebih banyak pada wanita

dari pada laki-laki, hal ini karena uretra wanita lebih pendek dan lebih dekat

dengan anus. Mikroorganisme naik ke bledder pada waktu miksi karena

tekanan urine. Dan selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih

setelah mengeluarkan urine.

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis) adalah nyeri yang

sering dan rasa panas ketika berkemih (disuria), spasame pada area kandung

kemih dan suprapubis, hematuria (disertai darah dalam urin), urgensi

(terdesak rasa ingin berkemih), nokturia (sering berkemih pada malam hari),

piuria (adanya sel darah putih dalam urin), dan nyeri punggung (Sloane,

2004). Menurut Taber (1994), secara umum tandan dan gejala cystitis

adalah :

Disuria.

Rasa panas seperti terbakar saat kencing.

Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah.

Urgensi (rasa terdesak saat kencing).

Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan

kapasitas kandung kemih).

Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna.

Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit ditahan).

Page 11: Askep Presus Cystitis

Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan

tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya.

Nyeri suprapubik

Page 12: Askep Presus Cystitis

F. Pathway

Infeksi non infeksi

Bakteri jamnur virus dan parasit paparan bahan kimia radio terapi reaksi imunologi

Pertahanan tubuh menurun

Infeksi

Urin dan bakter menembus dinding mukosa bladder

Refluks ke dalam kandung kemih

Infeksi saluran kemih bawah : cystitis Risiko infeksi

Disuria inkontinensia pengosongan kandung retensi urin nyeri tulang nyeri suprapubik

kemih tidak sempurna punggung

Gangguan eliminasi urin nyeri akut

Page 13: Askep Presus Cystitis

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Tanggal : 19 November 2012

Jam : 12.00 WIB

1. Identitas Klien

Nama : Tn. S

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pekerja bangunan

Alamat : Keponggok RT/RW. 02/03

Nomor RM : 509586

Diagnosa Medis : Cystitis

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama :

Pasien mengatakan nyeri ketika BAK.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah dan menjalar ke

pinggang.

S = skala nyeri 5 (dari skala nyeri 0-10)

T = nyeri dirasakan terus-menerus

b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD pada tanggal 19 November 2012 dengan keluhan

sejak ± 1 bulan nyeri ketika BAK, BAK sering, satu kali BAK ada

darahnya, merasa masih tidak puas setelah BAK. 2 minggu yang lalu

terasa nyeri pada perut bagian bawah, skrotum terasa panas dan pegal.

Sampai IGD sadar. Kemudian pasien di bawa ke Ruang Kenanga

Page 14: Askep Presus Cystitis

dengan keluhan yang sama, ekspresi wajah pasien tampak meringis

menahan nyeri.

c. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengatakan bahwa sekitar ± 2 bulan yang lalu pernah dirawat di

rumah sakit dengan keluhan yang sama..

d. Riwayat penyakit keluarga :

Pasien mengatakan bahwa dari keluarga tidak ada penyakit keturunan

(diabetes melitus, gagal ginjal, jantung, dan hipertensi) dan tidak ada

keluarga yang mengalami sakit yang serupa.

3. Pola Kesehatan Fungsional

a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan :

DS : Pasien mengatakan bahwa bila ia dan keluarga sakit selalu dibawa

ke dokter. Dan masih mempercayai obat-obatan tradisional yang sudah

turun temurun berupa air rebusan daun-daunan. Sebelum dibawa ke

rumah sakit pasien mengkonsumsi rebusan daun nangka sabral, daun

remujung, dan daun gizi beling.

DO : Pasien dirawat di RS dr. Goeteng Taroenadibrata tepatnya di

Ruang Kenanga.

b. Pola nutrisi metabolik :

Pasien mengatakan bahwa ia makan 3 kali/hari dan minum air putih 6-8

gelas/hari.

c. Pola eliminasi :

DS : Pasien mengatakan BAB 1 kali/hari dengan konsistensi cair tanpa

darah, dan BAK 9 kali/hari dengan urin yang sedikit-sedikit, warna urin

keruh dan ada darahnya.

DO : Pasien tidak terpasang Dower Cateter (DC).

Page 15: Askep Presus Cystitis

d. Pola aktivitas-latihan :

Pasien mengatakan bahwa aktivitasnya masih dibantu keluarga.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Mandi *

Berpakaian *

Makan *

Eliminasi *

Mobilitas di tempat tidur *

Berpindah *

Ambulasi/ROM *

Keterangan :

0 : mandiri

1 : dengan alat bantu

2 : dibantu orang lain

3 : dibantu orang lain dan alat

4 : tergantung total

e. Pola istirahat-tidur :

DS : Pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam tidur,

tidurnya 8 jam/hari.

DO : mata tidak merah dan pasien tampak tidak sering menguap.

f. Pola kognitif-persepsi :

Keadaan panca indera pasien semuanya masih baik, tidak memiliki

gangguan pada memori jangka panjang dan pendek.

g. Pola konsep diri-persepsi diri :

Pasien mengatakan yakin akan sembuh.

h. Pola peran hubungan :

DS : Pasien mengatakan bahwa ia memiliki hubungan yang baik

dengan keluarganya/harmonis.

DO : Keluarga selalu mendampingi selama perawatan di rumah sakit.

i. Seksualitas :

Pasien laki-laki dan sudah menikah.

j. Pola toleransi stress-koping :

Page 16: Askep Presus Cystitis

Pasien mengatakan jika ada masalah dibicarakan dengan keluarga.

k. Pola nilai-keyakinan :

Pasien beragama islam.

4. Pemeriksaan Fisik :

a. Keadaan umum : kesadaran Compos Mentis (CM), GCS 15 (E4M6V5),

postur tubuh atletikus/proporsional, tidak ada fatique.

b. Tanda vital :

N = 90 kali/menit, TD = 130/70 mmHg, RR = 20 x/menit, S = 37,2oC

c. TB : 184

BB : 76

d. Kepala :

Kepala : bentuk mesochepal, tidak ada luka dan tidak ada jejas.

Mata : simetris, pupil isokor, diameter pupil 3 mm/3 mm, rekasi

pupil terhadap cahaya baik/positif.

Hidung : simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, dan

penciuman normal.

Telinga : tidak ada luka, pendengaran normal.

e. Thorak

Paru : Inspeksi : simetris, Perkusi : sonor, Auskultasi : vesikuler,

tidak ada bunyi ronchi dan tidak ada bunyi wheezing.

Jantung : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak, Perkusi : teraba ictus

kordis di SIC V di sebelah madial linea midklavikularis sinistra,

Auskultasi : redup, tidak ada bunyi gallops dan murmur, S1/S2

reguler.

f. Abdomen : Inspeksi : tidak ada massa. Palpasi : distensi kandung

kemih. Perkusi : timpani. Auskultasi : bising usus dalam batas normal

12 kali/menit.

g. Ekstremitas : terpasang infus RL 20 tetes/menit di tangan kanan, akral

hangat, ekstremitas atas dan bawah dapat digerakan, tidak ada edema.

h. Genitalia : tidak terpasang Dower Cateter (DC), skrotum terasa panas.

Page 17: Askep Presus Cystitis

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan labolatorium dilakukan pada tanggal 19 November 2012

jam 07.06 WIB, dengan hasil :

Ukuran Nilai Satuan Normal

PEMERIKSAAN HEMATOLOGI

PAKET DARAH LENGKAP + LED

Hemoglobin (Hb) 14,6 g/dL 13,2-17,3

Leukosit (sel darah putih) 8,0 103/µl 3,8-10,6

Hematokrit 42 % 40-52

Eritrosit (sel darah merah) 5,0 106/ µl 4,4-5,9

Trombosit 229 103/µl 150-440

MCH (Mean Corpuscular

Hemoglobin)

29 pg 26-34

MCHC (Mean Corpuscular

Hemoglobin Concentration)

35 g/dL 32-36

MCV (Mean Corpuscular Volume) 84 fl 80-100

DIFF COUNT

Eosinofil 1 % 1-3

Basofil 0 % 0-1

Netrofil Segmen 71 % 50-70

Limfosit 23 % 25-40

Monosit 5 % 2-8

LED

1 jam 8 mm/jam <15

2 jam 16 mm/jam <15

KIMIA KLINIK

Gula darah sewaktu 96,0 mg/dL 100-150

Cholesterol total 177,0 mg/dL 150-200

Trigliserida 78,0 mg/dL 70,0-140,0

Ureum 19,4 mg/dL 10-50

Creatinin 0,90 mg/dL 0,6-1,1

Page 18: Askep Presus Cystitis

SGOT 25,0 U/L <=37

SGPT 56,0 U/L <=42

b. USG pada tanggal 13 November 2012 dengan hasilnya adalah cystitis.

6. Terapi

19 November 2012 20 November 2012 21 November 2012

1. Infus RL 20 tpm 1. Infus RL 20 tpm 1. Infus RL 20 tpm

2. Ketorolac 2x1 30 mg

IV

2. Ketorolac 2x1 30 mg

IV

2. Ketorolac 2x1 30 mg

IV

3. Furosemid 1x1 10 mg

IV

3. Furosemid 2x1 10 mg

IV

3. Furosemid 2x1 10 mg

IV

4. Infus ciprofloxacin 2x1

200 mg/100 ml

4. Infus ciprofloxacin 2x1

200 mg/100 ml

4. Infus ciprofloxacin 2x1

200 mg/100 ml

5. Ceftriaxone 2x1 1 gram

IV

6. Ranitidin 2x1 25 mg IV

Page 19: Askep Presus Cystitis

B. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah

DS : Pasien mengatakan nyeri dan terasa panas ketika BAK.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah dan menjalar ke

pinggang.

S = skala nyeri 5 (dari skala nyeri 0-10)

T = nyeri dirasakan terus-menerus

DO :

TTV : N = 90 kali/menit, TD = 130/70 mmHg, RR = 20 x/menit, S =

37,2oC, ekspresi wajah tampak meringis menahan sakit.

Agens cedera

biologis

Nyeri akut

DS : pasien mengatakan sering berkemih yaitu 9 x/hari dan terasa perih.

DO : disuria, inkontinensia, nokturia, anyang-anyangan, warna urin keruh,

bau urin menyengat, volume urin setiap berkemih sedikit-sedikit.

Infeksi saluran

kemih

Gangguan eliminasi

urin

DS : pasien mengatakan ketika BAK terasa panas.

DO : TTV : N = 90 kali/menit, TD = 130/70 mmHg, RR = 20 x/menit, S =

37,2oC, leukosit 8,0 103/µL, urin berwarna keruh dan bau urin menyengat.

Ketidakadekuata

n pertahanan

sekunder

Risiko infeksi

Page 20: Askep Presus Cystitis

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.

3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.

D. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri akut

berhubungan

dengan agens

cedera biologis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri

hilang/berkurang, dengan kriteria hasil:

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Pasien mengatakan nyeri hilang/berkurang 2 5

Skala nyeri berkurang/turun 2 5

Ekspresi wajah tampak rileks 3 5

Pasien mengerti penyebab nyeri dan cara

mencegahnya

2 5

TTV dalam batas normal 3 5

Pasien menunjukkan teknis relaksasi yang

efektif untuk mengurangi nyeri

2 5

1. Kaji nyeri secara

komprehensif meliputi lokasi,

intensitas, kualitas, durasi, dan

skala dengan PQRST.

P : tanyakan apa yang

memperburuk nyeri atau

ketidaknyamanan?

Q : tanyakan bagaimana jenis

nyerinya?

R: apakah nyeri menjalar ke

bagian tubuh yang lain? Dan

dimana nyeri yang

1. Berguna dalam

pengawasan kefektifan

obat, kemajuan

penyembuhan,

perubahan dalam

karakteristik nyeri.

Page 21: Askep Presus Cystitis

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

Skala nyeri :

0-4 : Nyeri ringan

5-7 : Nyeri sedang

8-9 : Nyeri berat namun masih bisa dikendalikan

10 : Nyeri berat tidak bisa dikendalikan

dirasakan?

S: berapa skala nyerinya?

T: berapa lama nyeri

berlangsung dan apakah

hilang timbul atau terus

menerus?

2. Kontrol faktor lingkungan

yang mempengaruhi nyeri,

seperti suhu ruangan,

pencahayaan, dan kebisingan.

3. Gunakan komunikasi

terapeutik untuk mengetahui

pengalaman dan penerimaan

respon pasien terhadap nyeri.

4. Jelaskan faktor penyebab

nyeri.

5. Ajarkan teknik relaksasi dan

distraksi untuk mengurangi

2. Dengan lingkungan yang

nyaman rasa nyeri bisa

berkurang.

3. Dengan menggunakan

komunikasi terapeutik

akan mudah menggali

pengalaman pasien

terhadap respon nyeri.

4. Supaya pasien dapat

memahami nyerinya dan

mengurangi kecemasan.

5. Teknik relaksasi dan

distraksi dapat

Page 22: Askep Presus Cystitis

nyeri.

6. Ukur Tanda-tanda Vital

(TTV) pasien.

7. Kolaborasi medis untuk

pemberian analgetik.

menurunkan nyeri dan

kecemasan.

6. Ketika seseorang

mengalami nyeri, maka

TTV akan menigkat.

7. Pemberian analgetik

yang tepat dapat

membantu pasien untuk

beradaptasi dan

mengatasi nyeri.

2. Gangguan

eliminasi urin

berhubungan

dengan infeksi

saluran kemih

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

pasien dapat mempertahankan eliminasi urin secara adekuat,

dengan kriteria hasil:

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Pasien dapat berkemih setiap 3 jam 3 5

Pasien tidak kesulitan pada saat berkemih 2 5

1. Ukur dan catat urin setiap

kali berkemih.

2. Anjurkan untuk berkemih

setiap 2-3 jam.

1. Untuk mengetahui

adanya perubahan warna

dan untuk mengetahui

input/output.

2. Untuk mencegah

terjadinya penumpukan

urin dalam vesika

Page 23: Askep Presus Cystitis

Pasien dapat BAK dengan berkemih 3 5

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

3. Palpasi kandung kemih setiap

4 jam.

4. Bantu pasien ke kamar kecil,

memakai pispot/urinal.

5. Bantu pasien untuk

mendapatkan posisi berkemih

yang nyaman.

6. Melanjutkan terapi sesuai

program untuk pemberian

obat.

urinaria.

3. Untuk mengetahui

adanya distensi kandung

kemih.

4. Untuk memudahkan

pasien di dalam

berkemih.

5. Supaya pasien tidak

sukar untuk berkemih.

6. Terapi farmakologis

dibutuhkan untuk

mengurangi nyeri ketika

berkemih dan

melancarkan eliminasi

urin.

Page 24: Askep Presus Cystitis

3. Risiko infeksi

berhubungan

dengan

ketidakadekuat

an pertahanan

sekunder.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam risiko

infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil:

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

TTV dalam batas normal 2 5

Jumlah leukosit dalam batas normal 2 5

Urin berwarna bening dan tidak bau 2 5

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

1. Ukur TTV dan kaji suhu

tubuh pasien setiap 4 jam dan

lapor jika suhu di atas

38,5oC.

2. Catat karakteristik urin.

3. Anjurkan pasien untuk

minum 2-3 liter jika tidak ada

kontra indikasi.

4. Anjurkan pasien untuk

mengosongkan kandung

kemih secara komplit setiap

kali berkemih.

5. Berikan perawatan perineal,

pertahankan agar tetap bersih

dan kering.

1. Tanda vital menandakan

adanya perubahan di

dalam tubuh.

2. Untuk

mengetahui/mengiden-

tifiasi indikasi kemajuan

atau penyimpangan dari

hasil yangdiharapkan.

3. Untuk mencegah stasis

urin.

4. Untuk mencegah adanya

distensi kandung kemih.

5. Untuk menjaga

kebersihan dan

menghindari bakteri

Page 25: Askep Presus Cystitis

6. Lanjutkan terapi sesuai

program untuk pemberian

antibiotik.

yang membuat infeksi

uretra.

6. Terapi farmakologis

dibutuhkan untuk

mencegah terjadinya

infeksi.

E. IMPLEMENTASI

No Hari/

Tanggal

Jam Dx Implementasi Respon

1. Senin, 19

November

2012

12.00 1, 2,

3

Mengkaji nyeri secara komprehensif

meliputi lokasi, intensitas, kualitas, durasi,

dan skala dengan PQRST.

DS : pasien mengatakan nyeri ketika berkemih dan terasa

panas.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah

dan menjalar ke pinggang.

S = skala nyeri 5

T = nyeri dirasakan terus-menerus

DO : pasien tampak meringis menahan sakit

Page 26: Askep Presus Cystitis

13.00

14.00

2, 3

1,2,3

Mengukur TTV dan mengkaji suhu tubuh

pasien setiap 4 jam dan melaporkan jika

suhu di atas 38,5oC.

Melanjutkan terapi sesuai program untuk

pemberian obat yaitu injeksi ceftriaxone 1

gram IV, ketorolac 30 mg IV, ranitidin 25

mg IV, furosemid 10 mg IV, dan infus

ciprofloxacin 200 mg/100 ml.

Mengukur dan catat urin setiap kali

berkemih.

Mencatat karakteristik urin dan jumlah

leukosit.

Mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi

untuk mengurangi nyeri.

Menganjurkan untuk berkemih setiap 2-3

jam.

DS : -

DO : TD = 130/70 mmHg, N = 90 x/menit, RR = 20

x/menit, S = 37,2oC

DS : pasien mengatakan setelah diberikan obat nyeri

berkurang dan urin yang keluar banyak.

DO : volume urin 130 cc, semua injeksi dan infus sudah

masuk melalui IV.

DS : pasien mengatakan urin yang keluar sedikit.

DO : volume urin 80 cc.

DS : -

DO : urin berwarna keruh dan bau menyengat. Jumlah

leukosit 8,0 103/µl

DS : pasien mengatakan dengan teknik relaksasi nyeri

berkurang.

DO : pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara

mandiri.

DS : pasien mengatakan sudah mulai berkemih setiap 3

jam sekali tetapi urin kadang keluar kadang juga

tidak

Page 27: Askep Presus Cystitis

Menganjurkan pasien untuk minum 2-3

liter jika tidak ada kontra indikasi.

DO : volume urin 1 kali berkemih 80 cc.

DS : pasien mengatakan minum air putih 6-8 gelas/hari

DO : -

2. Selasa, 20

November

2012

07.00

08.00

09.00

1, 3

1, 2,

3

2

Mengkaji nyeri secara komprehensif

meliputi lokasi, intensitas, kualitas, durasi,

dan skala dengan PQRST.

Mengukur TTV dan mengkaji suhu tubuh

pasien setiap 4 jam dan melaporkan jika

suhu di atas 38,5oC.

Melanjutkan terapi sesuai program untuk

pemberian obat yaitu injeksi ketorolac 30

mg IV, furosemid 10 mg IV, dan infus

ciprofloxacin 200 mg/100 ml.

Mengukur dan catat urin setiap kali

berkemih.

Mencatat karakteristik urin dan jumlah

DS : pasien mengatakan nyeri ketika BAK berkurang

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah

dan menjalar ke pinggang.

S = skala nyeri 4

T = nyeri dirasakan mulai hilang timbul

DO : ekspresi wajah pasien tampak lebih rileks, TD =

110/70, N = 87 x/menit, RR = 19 x/menit, S = 36,8

x/menit

DS : pasien mengatakan setelah diberikan obat nyeri

berkurang dan urin yang keluar banyak.

DO : volume urin 150 cc, semua injeksi dan infus sudah

masuk melalui IV.

DS : pasien mengatakan urin yang keluar banyak.

DO : volume urin 1 kali berkemih 110 cc.

DS : -

Page 28: Askep Presus Cystitis

10.00

11.00

13.00

1

2

3

leukosit

Menggunakan komunikasi terapeutik

untuk mengetahui pengalaman dan

penerimaan respon pasien terhadap nyeri.

Menjelaskan faktor penyebab nyeri.

Menganjurkan untuk melakukan teknik

relaksasi ketika nyeri

Melakukan palpasi kandung kemih setiap

4 jam.

Membantu pasien ke kamar kecil,

memakai pispot/urinal.

Menganjurkan pasien untuk

mengosongkan kandung kemih secara

komplit setiap kali berkemih.

Memberikan dan menganjurkan pasien

untuk melakukan perawatan perineal,

mempertahankan agar tetap bersih dan

DO : urin berwarna keruh dan bau menyengat, jumlah

leukosit 8,0 103/µl

DS : pasien mengatakan dengan teknik relaksasi nyeri

berkurang.

DO : pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara

mandiri.

DS : pasien mengatakan kalau BAK merasa tidak puas

dengan BAKnya.

DO : palpasi kandung kemih dilakukan setiap 4 jam sekali,

pasien mampu mengakses kamar mandi dengan

dibantu keluarga tanpa menggunakan pispot, pasien

tidak terpasang DC (Dower Cateter), ada distensi

kandung kemih.

DS : pasien mengatakan selalu membersihkan dan

mengeringkan daerah perineal setelah berkemih.

DO : keluarga tampak membantu pasien ketika berkemih

ke kamar mandi.

Page 29: Askep Presus Cystitis

14.00 1, 2

kering.

Mengontrol faktor lingkungan yang

mempengaruhi nyeri, seperti suhu

ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.

Membantu pasien untuk mendapatkan

posisi berkemih yang nyaman.

DS : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang.

DO : membatasi jumlah pengunjung.

3. Rabu, 21

November

2012

07.00

08.00

1

1, 2,

3

Mengkaji nyeri secara komprehensif

meliputi lokasi, intensitas, kualitas, durasi,

dan skala dengan PQRST.

Mengukur TTV

Melanjutkan terapi sesuai program untuk

pemberian obat yaitu injeksi ketorolac 30

DS : pasien mengatakan nyeri ketika berkemih berkurang.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah

dan menjalar ke pinggang.

S = skala nyeri 3

T = nyeri dirasakan mulai hilang timbul

DO : ekspresi wajah pasien tampak lebih rileks.

DS : -

DO : N = 86 kali/menit, TD = 120/80 mmHg, RR = 18

x/menit, S = 36,5oC

DS : pasien mengatakan setelah diberikan obat nyeri ketika

BAK berkurang dan urin yang keluar banyak.

Page 30: Askep Presus Cystitis

09.00

10.00

11.00

3

2

1

mg IV, furosemid 10 mg IV, dan infus

ciprofloxacin 200 mg/100 ml.

Mencatat karakteristik urin dan jumlah

leukosit

Menganjurkan untuk melakukan

perawatan perineal untuk

mempertahankan agar tetap bersih dan

kering.

Mengukur dan mencatat urin setiap kali

berkemih.

Melakukan palpasi kandung kemih setiap

4 jam

Mengontrol faktor lingkungan yang

mempengaruhi nyeri, seperti suhu

ruangan, pencahayaan, dan kebisingan.

Menganjurkan untuk melakukan teknik

relaksasi ketika terasa sakit ketika

berkemih.

Menganjurkan pasien untuk minum 2-3

DO : semua injeksi dan infus sudah masuk melalui IV.

DS : -

DO : urin berwarna keruh dan bau menyengat, jumlah

leukosit 8,0 103/µl

DS : pasien mengatakan selalu membersihkan dan

mengeringkannya ketika sudah berkemih.

DO : keluarga tampak membantu pasien ketika mengakses

kamar mandi

DS : pasien mengatakan urin yang keluar banyak.

DO : volume urin 1 kali berkemih 200 cc.

DS : pasien mengatakan tidak ada nyeri ketika di tekan.

DO : palpasi kandung kemih dilakukan setiap 4 jam sekali.

DS : pasien mengatakan dengan teknik relaksasi nyeri

berkurang.

DO : membatasi jumlah pengunjung, pasien mampu

melakukan teknik relaksasi secara mandiri.

Page 31: Askep Presus Cystitis

12.00

14.00

3

2, 3

liter jika tidak ada kontra indikasi.

Menganjurkan pasien untuk

mengosongkan kandung kemih secara

komplit setiap kali berkemih.

Membantu pasien untuk mendapatkan

posisi berkemih yang nyaman.

DS : pasien mengatakan minum air putih 6-8 gelas/hari

DO : -

DS : pasien mengatakan masih merasa tidak puas setelah

BAK

DO : keluarga selalu membantu pasien ketika berkemih ke

kamar mandi

F. EVALUASI

No Hari/

Tanggal

Diagnosa

Keperawatan

Evaluasi (SOAP)

1. Senin, 19

November

2012

Nyeri akut

berhubungan

dengan agens

cedera biologis.

S : pasien mengatakan dengan teknik relaksasi nyeri berkurang.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah dan menjalar ke pinggang.

S = skala nyeri 5

T = nyeri dirasakan terus-menerus

O : ekspresi wajah tampak meringis menahan sakit, TD = 130/70 mmHg, N = 90 x/menit, RR = 20

x/menit, S = 37,2oC, pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara mandiri.

A : Masalah belum teratasi.

Indikator Skala Skala Skala

Page 32: Askep Presus Cystitis

Awal Target Akhir

Pasien mengatakan nyeri hilang/berkurang 2 5 2

Skala nyeri berkurang/turun 2 5 2

Ekspresi wajah tampak rileks 3 5 2

Pasien mengerti penyebab nyeri dan cara

mencegahnya

2 5 2

TTV dalam batas normal 3 5 3

Pasien menunjukkan teknis relaksasi yang

efektif untuk mengurangi nyeri

2 5 3

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

Skala nyeri :

0-4 : Nyeri ringan

5-7 : Nyeri sedang

Page 33: Askep Presus Cystitis

8-9 : Nyeri berat namun masih bisa dikendalikan

10 : Nyeri berat tidak bisa dikendalikan

P : lanjutkan intervensi

2. Senin, 19

November

2012

Gangguan

eliminasi urin

berhubungan

dengan infeksi

saluran kemih.

S : pasien mengatakan selalu merasa tidak puas setelah berkemih dan urin yang keluar setiap 3 jam

sekali sedikit dan kadang tidak keluar, ketika kandung kemih ditekan terasa sakit.

O : volume urin 130 cc setelah diberikan infus ciprofloxacin, dan volume urin 3 jam sekali 80 cc,

kadang keluar kadang juga tidak, pasien tidak terpasang DC.

A : masalah belum teratasi

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

Pasien dapat berkemih setiap 3 jam 3 5 3

Pasien tidak kesulitan pada saat berkemih 2 5 2

Pasien dapat BAK dengan berkemih 3 5 4

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

P : lanjutkan intervensi

Page 34: Askep Presus Cystitis

3. Senin, 19

November

2012

Risiko infeksi

berhubungan

dengan

ketidakadekuatan

pertahanan

sekunder.

S : pasien mengatakan ketika berkemih terasa panas.

O : TD = 130/70 mmHg, N = 90 x/menit, RR = 20 x/menit, S = 37,2oC, jumlah leukosit 8,0 103/µl,

urin berwarna keruh dan bau menyengat.

A : Masalah belum teratasi

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

TTV dalam batas normal 2 5 2

Jumlah leukosit dalam batas normal 2 5 2

Urin berwarna bening dan tidak bau 2 5 2

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

P : lanjutkan intervensi

4. Selasa, 20

November

2012

Nyeri akut

berhubungan

dengan agens

cedera biologis.

S : pasien mengatakan dengan teknik relaksasi nyeri berkurang.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah dan menjalar ke pinggang.

Page 35: Askep Presus Cystitis

S = skala nyeri 4

T = nyeri dirasakan mulai hilang timbul

O : ekspresi wajah lebih rileks, TD = 110/70, N = 87 x/menit, RR = 19 x/menit, S = 36,8 x/menit,

pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara mandiri.

A : Masalah belum teratasi.

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

Pasien mengatakan nyeri hilang/berkurang 2 5 3

Skala nyeri berkurang/turun 2 5 3

Ekspresi wajah tampak rileks 3 5 4

Pasien mengerti penyebab nyeri dan cara

mencegahnya

2 5 3

TTV dalam batas normal 3 5 3

Pasien menunjukkan teknis relaksasi yang

efektif untuk mengurangi nyeri

2 5 4

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

Page 36: Askep Presus Cystitis

5 : tidak ada keluhan

Skala nyeri :

0-4 : Nyeri ringan

5-7 : Nyeri sedang

8-9 : Nyeri berat namun masih bisa dikendalikan

10 : Nyeri berat tidak bisa dikendalikan

P : lanjutkan intervensi

5. Selasa, 20

November

2012

Gangguan

eliminasi urin

berhubungan

dengan infeksi

saluran kemih.

S : pasien mengatakan selalu merasa tidak puas setelah berkemih dan urin yang keluar setiap 3 jam

sekali sedikit dan kadang tidak keluar, ketika kandung kemih ditekan terasa sakit.

O : volume urin 150 cc setelah diberikan infus ciprofloxacin, dan volume urin 3 jam sekali 110 cc,

kadang keluar kadang juga tidak, pasien tidak terpasang DC.

A : masalah belum teratasi

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

Pasien dapat berkemih setiap 3 jam 3 5 3

Pasien tidak kesulitan pada saat berkemih 2 5 3

Pasien dapat BAK dengan berkemih 3 5 4

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

Page 37: Askep Presus Cystitis

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

P : lanjutkan intervensi

6. Selasa, 20

November

2012

Risiko infeksi

berhubungan

dengan

ketidakadekuatan

pertahanan

sekunder.

S : pasien mengatakan ketika berkemih masih terasa panas.

O : N = 86 kali/menit, TD = 120/80 mmHg, RR = 18 x/menit, S = 36,5oC, jumlah leukosit 8,0

103/µl, urin berwarna keruh dan bau menyengat.

A : Masalah belum teratasi

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

TTV dalam batas normal 2 5 4

Jumlah leukosit dalam batas normal 2 5 2

Urin berwarna bening dan tidak bau 2 5 2

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

Page 38: Askep Presus Cystitis

P : lanjutkan intervensi

7. Rabu, 21

November

2012

Nyeri akut

berhubungan

dengan agens

cedera biologis.

S : pasien mengatakan dengan teknik relaksasi nyeri berku

O : keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis, ekspresi wajah tampak lebih rileks, N = 86

kali/menit, TD = 120/80 mmHg, RR = 18 x/menit, S = 36,5oC, pasien mampu melakukan teknik

relaksasi secara mandiri, membatasi jumlah pengunjung.

P = nyeri dirasakan ketika BAK.

Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah dan menjalar ke pinggang.

S = skala nyeri 3

T = nyeri dirasakan mulai hilang timbul

A : masalah teratasi sebagian.

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

Pasien mengatakan nyeri hilang/berkurang 2 5 3

Skala nyeri berkurang/turun 2 5 3

Ekspresi wajah tampak rileks 3 5 4

Pasien mengerti penyebab nyeri dan cara

mencegahnya

2 5 4

TTV dalam batas normal 3 5 4

Pasien menunjukkan teknis relaksasi yang 2 5 5

Page 39: Askep Presus Cystitis

efektif untuk mengurangi nyeri

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

Skala nyeri :

0-4 : Nyeri ringan

5-7 : Nyeri sedang

8-9 : Nyeri berat namun masih bisa dikendalikan

10 : Nyeri berat tidak bisa dikendalikan

P : lanjutkan intervensi.

8. Rabu, 21

November

2012

Gangguan

eliminasi urin

berhubungan

dengan infeksi

saluran kemih.

S : pasien mengatakan ketika BAK sering 8x/hari dan terasa panas

O : volume urin 200 cc setelah diberikan infus ciprofloxacin, urin yang keluar bertambah banyak

dari hari sebelumnya, pasien tidak terpasang DC.

A : masalah belum sebagian.

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

Page 40: Askep Presus Cystitis

Pasien dapat berkemih setiap 3 jam 3 5 3

Pasien tidak kesulitan pada saat berkemih 2 5 3

Pasien dapat BAK dengan berkemih 3 5 4

Keterangan :

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

P : lanjutkan intervensi.

9. Rabu, 21

November

2012

Risiko infeksi

berhubungan

dengan

ketidakadekuatan

pertahanan

sekunder.

S : pasien mengatakan ketika berkemih terasa panas.

O : N = 86 kali/menit, TD = 120/80 mmHg, RR = 18 x/menit, S = 36,5oC, jumlah leukosit 8,0

103/µl, urin berwarna keruh dan bau menyengat.

A : masalah teratasi sebagian.

Indikator Skala

Awal

Skala

Target

Skala

Akhir

TTV dalam batas normal 2 5 5

Jumlah leukosit dalam batas normal 2 5 2

Urin berwarna bening dan tidak bau 2 5 2

Keterangan :

Page 41: Askep Presus Cystitis

1 : keluhan ekstrim

2 : keluhan berat

3 : keluhan sedang

4 : keluhan ringan

5 : tidak ada keluhan

P : lanjutkan intervensi.

Page 42: Askep Presus Cystitis

BAB IV

PEMBAHASAN

Uretro Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering

disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh

aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih ( refluks urtrovesikal ),

kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.(Suzane, C. Smelzer,2002).

Uretro Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang menyerang pada pasien

wanita, dimana terjadi infeksi oleh Escherichia Coli.(Lewis,2005)

Uretra wanita yang lebih pendek dan tidak mempunyai substansi anti

mikroba yang ditemukan pada cairan seminal laki-laki menjadi salah satu faktor

yang menyebabkan wanita lebih rentan mengalami sistitis. Dari beberapa

penelitian menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa mempedulikan

umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai

pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran

perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan

hubungan seksual. Menurut Tambayong (2000), chystitis atau radang kandung

kemih lebih sering terdapat pada wanita daripada pria, karena dekatnya muara

uretra dan vagina dengan daerah anal. Organisme gram negatif dapat sampai ke

kandung kemih selama bersetubuh, trauma uretra, atau karena kurang higienis.

Biasanya organisme ini cepat dikeluarkan sewaktu berkemih (miksi). Pada pria,

sekret prostat memiliki sifat antibakterial.

Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-

diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan

mencegah pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan

kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang

terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih.

Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis) adalah nyeri yang

sering dan rasa panas ketika berkemih (disuria), spasame pada area kandung

kemih dan suprapubis, hematuria (disertai darah dalam urin), urgensi (terdesak

rasa ingin berkemih), nokturia (sering berkemih pada malam hari), piuria (adanya

Page 43: Askep Presus Cystitis

sel darah putih dalam urin), dan nyeri punggung (Sloane, 2004). Menurut Taber

(1994), secara umum tandan dan gejala cystitis adalah :

Disuria.

Rasa panas seperti terbakar saat kencing.

Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah.

Urgensi (rasa terdesak saat kencing).

Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan

kapasitas kandung kemih).

Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna.

Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit ditahan).

Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan

tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya.

Nyeri suprapubik

Berdasarkan kasus yang didapat di Ruang Kenanga, pasien yang menderita

cystitis berjenis kelamin laki-laki. Pasien masuk RSUD dr. R Goeteng

Taroenadibrata dengan keluhan sejak ± 1 bulan nyeri ketika BAK, BAK sering,

satu kali BAK ada darahnya, merasa masih tidak puas setelah BAK. 2 minggu

yang lalu terasa nyeri pada perut bagian bawah, skrotum terasa panas dan pegal.

Hal ini merupakan beberapa tanda dan gejala yang mendasari pengangkatan

diagnose medis Cystitis.

Penanganan pasien dengan cystitis, menekankan pada intervensi keperawatan

untuk mengurangi gangguan rasa nyaman yang dialami pasien dengan

menyeimbangkan pada tindakan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian

antibiotic yang sesuai untuk mengurangi resiko infeksi yang mungkin dialami

pasien. Selain itu untuk mengatasi masalah nyeri yang dialami pasien dengan

pemberian terapi analgesik, juga diperlukan kolaborasi untuk pemberian diuretic

sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah gangguan eliminasi urin yang

muncul.

Dalam pemberian intervensi keperawatan harus mempertimbangkan keefektifan

dari penggunaan tindakan keperawatan yang sesuai dan mudah dilakukan oleh

pasien. Dalam kasus diatas, teknik relaksasi dan distraksi cukup membantu pasien

untuk mengatasi masalah yang dialaminya. Menganjurkan pasien untuk selalu

Page 44: Askep Presus Cystitis

menjaga kebersihan alat kelaminnya juga menjadi salah satu cara untuk mengatasi

masalah resiko infeksi yang mungkin bisa dialami pasien. Memonitor intake dan

output cairan akan membantu perawat untuk mengetahui cairan yang masuk dan

keluar, dan perawat dapat mengetahui adanya retensi urin atau tidak, serta

menjadikan indikasi masalah gangguan eliminasi urin dapat teratasi atau tidak

pada pasien.

Page 45: Askep Presus Cystitis

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien di Ruang Kenanga dengan diagnose Cystitis datang dengan keluhan

sejak ± 1 bulan nyeri ketika BAK, BAK sering, satu kali BAK ada darahnya,

merasa masih tidak puas setelah BAK. 2 minggu yang lalu terasa nyeri pada

perut bagian bawah, skrotum terasa panas dan pegal, memiliki masalah

keperawatan yang segera harus ditangani dengan 3 diagnosa yang muncul

diantaranya nyeri akut, gangguan eliminasi urin dan resiko infeksi. Setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam semua masalah belum

teratasi namun ada beberapa masalah yang teratasi sebagian, sehingga masih

harus dilakukan intervensi lebih lanjut. Pada diagnose nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis masalah teratasi sebagian sehingga dapat

dilanjutkan intervensi dengan kolaborasi pemberian analgesic ataupun

penggunaan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyerinya, diagnosa

keperawatan gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran

kemih masalah belum teratasi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukannya

pemeriksaan lebih lanjut agar dapat diketahui penyebab pasti dari masalah

tersebut dan juga melanjutkan intervensi dengan kolaborasi lebih lanjut untuk

pemberian antibiotic serta diuretic yang sesuai, sedangkan pada diagnose

resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder

masalah teratasi sebagian sehingga perlu melanjutkan intervensi untuk

masalah yang belum teratasi.

B. Saran

Keluarga perlu dilibatkan untuk proses penyembuhan penyakit yang dialami

pasien, keluarga perlu dijelaskan untuk selalu melapor intake dan output

pasien dan melaporkan adanya tanda infeksi yang lain, serta memonitor warna

, konsistensi, dan kualitas urin yang dikeluarkan pasien sehingga membantu

mengatasi masalah yang dialami pasien.

Page 46: Askep Presus Cystitis

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C., & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku

Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15

Volume 3. Jakarta: EGC.

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9.

Jakarta: EGC.

Ferdinand, F., & Ariebowo, M. 2007. Praktis Belajar Biologi: untuk Kelas XI

Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Program Ilmu Pengetahuan

Alam. Jakarta: Visindo.

Grace, P. A., & Borley, N. R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:

EMS.

Gupte, S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Nainggolan, R. A. 2006. Sehat Alami Terapi Jus & Diet: Cara Alami

Menaklukkan 99 Jenis Penyakit. Jakarta: Agro Media Pustaka.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi.

Jakarta: EGC.

Sabiston, 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.

Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Page 47: Askep Presus Cystitis

Suharyanto, Toto, & Madjid. A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Taber, B. 1994. Kapita Selekta Kedariratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:

EGC.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tucker, S. M., Canobbio, M. M., Paquette, E. V., & Wells, M. F. 1999. Standar

Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi Edisi

V Volume 4. Jakarta: EGC.