Askep Labiopalatoskisis

26
MAKALAH “ASUHAN KEPERAWATAN LABIOPALATOSKISISDISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS SISTEM PENCERNAAN OLEH : KELAS A.74 KELOMPOK II : 1. EVA MARIA EFRILIANA (10130163) 2. IMELDA GRACE (10130137) PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA 2010/2011

Transcript of Askep Labiopalatoskisis

Page 1: Askep Labiopalatoskisis

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN LABIOPALATOSKISIS”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS SISTEM PENCERNAAN

OLEH :

KELAS A.74

KELOMPOK II :

1. EVA MARIA EFRILIANA (10130163)

2. IMELDA GRACE (10130137)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2010/2011

Page 2: Askep Labiopalatoskisis

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

yang dilimpahkan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN LABIOPALATOSKISIS”.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah perkembangan

kepribadian dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata

kuliah “Askep Perkembangan Anak”. Rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami ucapkan

kepada Dosen Pengampu mata kuliah Psikologi Keperawatan dan teman-teman karena dalam

proses pendalaman materi ini kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari

bahwa makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi bahasa, pengelolaan maupun dalam

penyusunannya. Maka segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima.

Yogyakarta, Desember 2011

(KELOMPOK VI)

Penulis

Page 3: Askep Labiopalatoskisis

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar..............................................................................................................................

Daftar Isi......................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................

1. Latar Belakang...........................................................................................................

2. Tujuan.........................................................................................................................

2.1.Tujuan Umum…………………………………………………………………...

2.2.Tujuan Khusus………………………………………………….……………….

BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………

BAB IV PENUTUP......................................................................................................................

A. Kesimpulan........................................................................................................................

B. Saran..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................

Page 4: Askep Labiopalatoskisis

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Asuhan keperawatan adalah perawatan yang diberikan oleh perawat. Jadi asuhan

keperawatan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh

perawat pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan kelainan

bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus,

bayi, dan balita apabila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar. Ada beberapa

kelainan bawaan diantaranya adalah labiopalatoskisis, atresia esofagus, atersia rekti dan

ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia diafragmatika, atresia duodeni, meningokel,

ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan

di jelaskan lebih jauh disini adalah labiopalatoskisis, yaitu kelainan bawaan (kongenital)

yang terkait dengan sistem pencernaan.

Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit (labiopalatoskisis) merupakan cacat

bawaan yang masih menjadi masalah di tengah masyarakat. Insidensi : Bibir sumbing

hanya 2,2 per 10.000 kelahiran; sumbing palatum hanya 3,2 per 10.000 kelahiran;

sumbing bibir dan sumbing palatum (labiopalatoskisis) angka prevalensi kejadiannya 3,8

per 10.000 kelahiran (ONS,2001).

Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, tentu mempunyai dan akan

mempunyai banyak kasus labio-palatoskisis. Antara Februari - Mei 1992, IKABI cabang

Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solok

berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126 penderita

yang dilakukan operasi. Hardjowasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara

Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi

pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa

di antara 3 juta penduduk.

Page 5: Askep Labiopalatoskisis

Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin dengan

kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang diperlukan sedikit,

tapi jika kekurangan berbahaya. Makanan yang mengandung seng antara lain daging,

sayur – sayuran dan air. Di NTT airnya bahkan tidak mengandung seng sama sekali.

Soal kawin antar kerabat atau saudara memang pemicu munculnya penyakit degeneratif

(keturunan) yag sebelumnya resesif, kelaian ini juga bisa dipicu kekurangan gizi lainnya

seperti vitamin B6 dan B kompleks, misalnya infeksi pada janin pada usia muda dan

salah minum obat-obatan atau jamu juga bisa megakibatkan bibir sumbing.

(www.republika.co.id)

Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi terhadap

DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing di 10 negara. Dari

angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut Single Nucleotida Poly

morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. gen IRF6 merupakan gen penyebab

terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu, merek yang mengalami cacat tersebut

disebabkan karena kekurangan nutrisi dan faktor keturunan. (www.infosehat.com)

Labiopalatoskisis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing

atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas

bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat

bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir,

alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-

struktur yang terkena menjadi : Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan

palatum durum di belahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi palatum durum

dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau

keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.

Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh

dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Labiopalatoskisis ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing

mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran

Page 6: Askep Labiopalatoskisis

minum, walaupun bayi dapat menghisap namun bahaya terdesak mengancam. Bayi

dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering

menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi. Keadaan umum yang kurang baik

juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut.

2. Tujuan Penulisan

2.1. Tujuan Umum

Setelah membahas lebih lanjut mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Labiopalatoskisis, Mahasiswa mampu memahami dan menyusun perencanaan

asuhan keperawatan yang terkait dengan sistem pencernaan pada anak.

2.2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir

yaitu Labioskizis dan labiopalatoskisis

2) Memahami asuhan yang diberikan pada neonatus dengan kelainan bawaan

dan penatalaksanaannya

Page 7: Askep Labiopalatoskisis

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI

Labio/palatoskisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan

bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato

yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12

minggu.

1. Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk

pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)

2. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus

nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik.

(Wong, Donna L. 2003)

3. Palatoskisis adalah fisura garis tengah pada polatum yang terjadi karena

kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna

L. 2003)

4. Labio/palatoskisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah

mulut, palatoskisis (subbing palatum) dan labioskisis (sumbing tulang) untuk

menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

5. Merupakan penyakit congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk

pada struktur wajah. (Suriadi, S.Kp. 2001)

B. KLASIFIKASI

1) Berdasarkan organ yang terlibat :

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan

langit-langit (labiopalatoskizis)

Page 8: Askep Labiopalatoskisis

2) Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk.

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang

berat. Beberapa jenis bibir sumbing :

a. Unilateral Incomplete ; Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu

sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu

bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan

memanjang hingga ke hidung.

C. ETIOLOGI

1. Faktor Herediter : Dimana material genetic dalam kromosom yang

mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun

kelainan kromosom (agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa

embrio)Kawin antar kerabat sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75%

dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. Pada setiap sel yang

normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex

( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang

menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau

Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,

sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal

seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat

pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang

terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2. Faktor Eksternal / Lingkungan :

a. Faktor usia ibu

b. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin,

Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat,

Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-

langit. Antineoplastik, Kortikosteroid

c. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat)

Page 9: Askep Labiopalatoskisis

d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella

e. Radiasi

f. Stres emosional

g. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003).

D. ANATOMI FISIOLOGI MULUT

Mulut (oris) ; merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisis organ

aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2

bagian yaitu :

a. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi

b. Bagian rongga mulut ( bagian ) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh

tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung

dengan faring. Selaput lender mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis,

dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaputini

kaya akan pembuluh daraah juga memuat banyak ujung saraf asesoris. Di sebelah

luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir

mukosa.

Ada beberapa bagian yang perlu diketahui :

1) Palatum

- Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah

depan tulang maksilaris.

- Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan

menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan

selaput lendir.

2) Rongga mulut

- Bagian gigi terdapat gigi (anterior) tugasnya memotong yang

sangat kuat dan gigi osterior tugasnya menggiling.

Pada umumnya otot-otot pengunyah di persarafi oleh cabang motorik dari

saraf cranial ke 5. Dan proses mengunyah di control oleh nucleus dalam

batang otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang otak

Page 10: Askep Labiopalatoskisis

untuk pengecapan dapat menimbulakan pergerakan mengunyah secara

ritmis dan kontinu.

Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan,

terutama untuk sebagian besar buah dan syur-sayuran mentah karena zat

ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara

bagian-bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum dapat digunakan.

Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder :

- Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang

terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untu total

keseluruhan 20 gigi

- Gigi sekunder, terdiri dari 2 gig seri, 1 taring, 2 premoral dan 3

geraham utuk total keseluruhan 32 buah.

Juga gigi ada 2 macam yaitu :

- Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan

- Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun

jumlahnya 32 buah

Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan). Makanan yang

masuk kekedalam mulut di potong menjaid bagian-bagian kecil dan

bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat

ditelan.

3) Lidah

Indera pengecap terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel epitel bebrapa

diantaranya disebut sel sustentakular dan yang lainnya di sebut sel

pengecap. Lidah berfungsi untuk menggerakan makan saat dikunyah atau

ditelan. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi selaput lendir.

Dibagian pangkal lidah terdapat epiglottis berfungsi untuk menutup jalan

nafas pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk kejalan nafas.

Kerja otot dapat di gerakkan 3 bagian :

1. Radiks lingua = pangkal lidah

2. Dorsum lingua = punggung lidah

Page 11: Askep Labiopalatoskisis

3. Apek lingua = ujung lidah

Pada lidah terdapat indera peraba dan perasa :

- Asin dibagian lateral lidah

- Manis dibagian ujung dan anterior lidah

- Asam, dibagian lateral lidah

- Pahit dibagian belakang lidah

4) Kelenjar ludah

Yaitu kelenjar yang memiliki duktus yaitu duktus duktus wartoni dan

duktus stensoni. Kelenjar ii mensekresikan saliva jedalan rongga oral di

hasilkan di dalam rongga mulut dipersarafi oleh saraf tak sadar.

a. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara

proses mastoid kiri dan kanan mandibularis pada duktus stensoni.

b. Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian

belakang, dukts wartoni

c. Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar

rongga mulut.

Fungsi saliva :

- Memudahkan makan utnuk dikunyah oleh gigi dan dibentuk

menjado bolus

- Mempertahankan bagian mulut dan lidah agar tetap lembab,

sehingga memudahkan lidah bergerak utnuk bericara

- Mengandung ptyalin dan amylase, suatu enzyme yang dapat

mengubah zat tepung menjadi maltose polisakarida

- Seperti zat buangan seperti asam urat dan urea serta obat, virus,

dan logam, disekresi kedalam saliva

- Sebagai zat anti bakteri dan anti body yang berfungsi untuk

memberikan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral

serta mencegah kerusakan gigi.

E. PATOFISIOLOGI

Page 12: Askep Labiopalatoskisis

Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak

terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel

pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi,

obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa

terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang

buruk.

Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa

kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika

demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok

atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi

bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak

tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks

pembukaan katup epiglotis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti

dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur.

Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung,

tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai

akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari

celah sumbingnya.

1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama

fase embrio pada trimester I.

2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan

maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.

3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh

kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa

kehamilan.

F. MANIFESTASI KLINIS

Pada labioskisis :

1. Distorsi pada hidung

Page 13: Askep Labiopalatoskisis

2. Tampak sebagian atau keduanya

3. Adanya celah pada bibir

Pada palatoskisis:

1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen

incisive

2. Adanya rongga pada hidung

3. Distorsi hidung

4. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

5. Kesukaran dalam menghisap atau makan

G. KOMPLIKASI

1. Kesulitan makan ; Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita

labioschisis. Adanya labioskisis memberikan kesulitan pada bayi untuk

melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi

dengan labiosksisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.

Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada

bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap

lebih banyak udara pada saat menyusu. Bayi yang hanya menderita labioschisis

atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi

dengan labioplatoskisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus untuk

mengatasi masalah pemberian makan/ asupan makanan.

2. Gangguan dental ; Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai

masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan

malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. Gigi tidak

akan tumbuh secara normal, dan umumnya diperlukan perawatan khusus untuk

mengatasi hal ini.

3. Gangguan bicara ; Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki

abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat

palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka

didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6

speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot

Page 14: Askep Labiopalatoskisis

tersebut diatas untuk menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin

tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki

kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang

dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak

mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara atau kata "p, b, d, t, h, k,

g, s, sh, dan ch".

4. Infeksi telinga ; Anak dengan labio-palatoskisis lebih mudah untuk menderita

infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang

mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius..

5. Aspirasi

6. Distress pernafasan

7. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

8. Gangguan psikologis ; Bibir sumbing menyebabkan timbulnya rasa kurang

percaya diri pada penderita dan keluarga yang bisa menyebabkan stress dan

terbatasnya hubungan sosial dengan orang lain.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada

celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang

dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak.

Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan

kandungannya dengan menggunakaan USG.

1. Foto rontgen

2. Pemeriksaan fisik

3. MRI untuk evaluasi abnormal

I. PEMERIKSAAN TERAPEUTIK

Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan

1. Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat

2. Mencegah komplikasi

3. Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan

Page 15: Askep Labiopalatoskisis

4. Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan

pembedahan usia 2-3 hari atau sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral

atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan

tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan

sebelum penbedahan perbaikan.

5. Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung

pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan

bicara.

J. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan

beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya.

Penatalaksanaan labiopalatoskisis adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan

operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan

kriteria “ rule of ten “, yaitu:

Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )

Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )

Hb lebih 10 g / dl

Leukosit lebih dari 10.000 / ul

Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis, dokter anak, dokter THT, serta hasil

akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari

berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara

bertahap.

Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut

telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang

memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.

Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan

kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.

Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat cerat

yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi

Page 16: Askep Labiopalatoskisis

masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-

langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga

berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang

geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan

jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup

nasoporing.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Perawatan Pra-Operasi:

1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.

Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka

Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.

Diskusikan tentang pembedahan

Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan

yang positif terhadap bayi.

Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.

2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan

pengobatan bayi.

Tahap-tahap intervensi bedah

Teknik pemberian makan

Penyebab devitasi

3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adekuat.

Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol

atau dot yang cocok. Monitor atau mengobservasi kemampuan

menelan dan menghisap.

Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke

dinding mulut.

Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.

Sendawakan bayi dengan sering selama pemberian makan

Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.

Akhiri pemberian susu dengan air.

4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas

Page 17: Askep Labiopalatoskisis

Pantau status pernafasan

Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan

Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi

b. Perawatan Pasca-Operasi

1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate

Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes

atau sendok.

Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.

Lanjutkan dengan diet lunak

Sendawakan bayi selama pemberian makanan.

2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.

Bersihkan garis sutura dengan hati-hati

Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)

Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.

Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah

pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.Pantau

tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.

Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.

Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.

Monitor keutuhan jaringan kulit

Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat

tidak steril, missal alat tensi

Page 18: Askep Labiopalatoskisis

BAB III

ASKEP TEORITIS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur

2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit

3. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Dahulu ; Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu

pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan

nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah

ibu pernah stress saat hamil.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang ; Mengkaji berat / panjang bayi saat lahir, pola

pertumbuhan, pertambahan / penurunan berat badan, riwayat otitis media dan

infeksi saluran pernafasan atas.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga ; Riwayat kehamilan, riwayat keturunan,

labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari orang tua laki-laki.

4. Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik

sumbing.

b) Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi

c) Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.

d) Kaji tanda-tanda infeksi

e) Palpasi dengan menggunakan jari

f) Kaji tingkat nyeri pada bayi

Pengkajian Keluarga

a. Observasi infeksi bayi dan keluarga

b. Kaji harga diri / mekanisme koping dari anak/orangtua

Page 19: Askep Labiopalatoskisis

c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan

d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan

di rumah.

e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pra Pembedahan :

1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan. (NANDA, 2005-2006)

2. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

refleks menghisap pada anak tidak adekuat. (NANDA, 2005-2006)

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis

(labiopalatoskisis). (NANDA, 2005-2006)

4. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)

Pasca Pembedahan

1. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.

(NANDA, 2005-2006).

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.

C. INTERVENSI

Rencana Keperawatan

N

o

Dx

Keperawatan

Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional

1. Resiko aspirasi

berhubungan

dengan

gangguan

menelan.

Tidak akan mengalami

aspirasi:

Menunjukkan

peningkatan

kemampuan menelan.

Bertoleransi thd

Pantau tanda-

tanda aspirasi

selama proses

pemberian makan

dan pemberian

pengobatan.

Perubahan yg

terjadi pada proses

pemberian

makanan dan

pengobatan bisa

saja menyebabkan

Page 20: Askep Labiopalatoskisis

asupan oral dan sekresi

tanpa aspirasi.

Bertoleransi thd

pemberian perenteral

tanpa aspirasi.

Tempatkan pasien

pada posisi semi-

fowler atau

fowler.

Sediakan kateter

penghisap

disamping tempat

tidur dan lakukan

penghisapan

selama makan,

sesuai dengan

kebutuhan.

aspirasi.

Agar

mempermudah

mengeluarkan

sekresi.

Mencegah sekresi

menyumbat jalan

napas, khususnya

bila kemampuan

menelan

terganggu.

2. Ketidakseimba

ngan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan refleks

menghisap

pada anak

tidak adekuat

Menunjukkan status gizi :

Mempertahankan BB

dalam batas normal.

Toleransi thd diet yang

dianjurkan.

Menyatakan

keinginannya untuk

mengikuti diet.

Pantau kandungan

nutrisi dan kalori

pada catatan

asupan.

Ketahui makanan

kesukaan pasien.

Ciptakan

lingkungan yang

menyenangkan

untuk makan.

Memberikan

informasi

sehubungan dgn

keb nutrisi &

keefektifan terapi.

Meningkatkan

selera makan

klien.

Meningkatkan

sosialisasi &

memaksimalkan

kenyamanan klien

bila kesakitan

makan

menyebabkan

malu.

Page 21: Askep Labiopalatoskisis

3. Kerusakan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

kelainan

anatomis

(labiopalatoski

zis).

Menunjukkan

kemampuan

komunikasi :

Menggunakan bahasa

tertulis, berbicara atau

nonverbal.

Mengguanakan bahasa

isyarat.

Pertukaran pesan

dengan orang lain.

Anjurkan pasien

untuk

berkomunikasi

secara perlahan

dan mengulangi

permintaan.

Sering berikan

pujian positif

pada pasien yang

berusaha untuk

berkomunikasi.

Menggunakan

kata dan kalimat

yang singkat.

Melatih agar bisa

berkomunikasi

lebih lancar.

Pujian dapat

membuat keadaan

klien akan lebih

membaik karena

mendapat

dorongan.

Membantu klien

memahami

pembicaraan.

4. Gangguan

rasa nyaman

nyeri

berhubungan

dengan insisi

pembedahan.

Meningkatkan rasa

nyaman :

Menunjukkan teknik

relaksasi secara

individual yang efektif

untuk mencapai

kenyamanan.

Mempertahankan

tingkat nyeri pada atau

kurang (skala 0-10)

Melaporkan nyeri

pada penyedia

perawatan kesehatan.

Kaji pola istirahat

bayi/anak dan

kegelisahan.

Bila klien anak,

berikan aktivitas

bermain yang

sesuai dengan

usia dan

kondisinya.

Berikan analgetik

sesuai program.

Mencegah

kelelahan dan

dapat

meningkatkan

koping terhadap

stres atau

ketidaknyamanan.

Meningkatkan

relaksasi dan

membantu pasien

memfokuskan

perhatian pada

sesuatu disamping

diri sendiri /

ketidaknyamanan

dapat

menurunkan

Page 22: Askep Labiopalatoskisis

kebutuhan dosis /

frekuensi

analgesik.

Derajat nyeri

sehubungan

dengan luas dan

dampak psikologi

pembedahan

sesuai dengan

kondisi tubuh.

5. Resiko infeksi

berhubungan

dengan insisi

pembedahan.

Mencegah infeksi

:Terbebas dari tanda

atau gejala infeksi.

Menunjukkan higiene

pribadi yang adekuat.

Menggambarkan

faktor yang

menunjang penularan

infeksi.

Berikan posisi

yang tepat setelah

makan, miring

kekanan, kepala

agak sedikit tinggi

supaya makanan

tertelan dan

mencegah aspirasi

yang dapat

berakibat

pneumonia.

Kaji tanda-tanda

infeksi, termasuk

drainage, bau dan

demam.

Meningkatkan

mobilisasi sekret,

menurunkan

resiko

pneumonia.

Deteksi dini

terjadinya infeksi

memberikan

pencegahan

komplikasi lebih

serius.

Mencegah

kontaminasi dan

kerusakan sisi

operasi.

6. Ansietas

berhubungan

dengan

kurangnya

Rasa cemas teratasi :

Mencari informasi

untuk menurunkan

kecemasan.

Kaji tingkat

kecemasan klien.

Berikan terapi

bermain kepada si

Untuk

mengetahui

seberapa besar

kecemasan yang

Page 23: Askep Labiopalatoskisis

pengetahuan

keluarga

tentang

penyakit.

Menghindari sumber

kecemasan bila

mungkin.

Menggunakan teknik

relaksasi untuk

menurunkan

kecemasan.

anak untuk

mengalihkan ras

cemasnya.

Berikan

penyuluhan pada

klien dan keluarga

tentang penyakit

dan proses

penyembuhannya.

dirasakan klien

sekarang.

Untuk

mengurangi

kecemasan yang

dirasakan klien,

berikan suasana

yang tenang dan

nyaman.

Untuk

mengetahui

bagaimana untuk

memudahkan

memberikan

support atau

penyuluhan.

Sumber : Doenges, Marilynn E, (1999).

Page 24: Askep Labiopalatoskisis

BAB IV

KASUS DAN PEMBAHASAN

Page 25: Askep Labiopalatoskisis

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau bawaan yang

terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial

yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut

terjadi sekitar minggu keenam pasca konsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat

kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi

pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.

Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan

beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis biasanya

dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup pada usia 9-12 bulan

menjelang anak belajar bicara.

B. Saran

Untuk Labioskisis dan Labiopalatoskisis sangat penting diperlukan pendekatan kepada

orangtua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk perawatan

anaknya.

Page 26: Askep Labiopalatoskisis

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.