askep KPD

30
1. KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi ketuban pecah dini (KPD) Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu apabila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (mohtar,1998) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan (manuaba,2001) Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (saifudin,2002). B. Etiologi Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun

Transcript of askep KPD

Page 1: askep KPD

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi ketuban pecah dini (KPD)

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada

sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu apabila

pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm

(mohtar,1998)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan

(manuaba,2001)

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah

kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat

terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan

aterm. (saifudin,2002).

B. Etiologi

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum

diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan

faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang

lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi

adalah:

1) Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

2) Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD.

Page 2: askep KPD

Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun

amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

4) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.

5) Keadaan sosial ekonomi

Faktor lain

1) Faktor golongan darah.

Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan

kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.

2) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

3) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

4) Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C)

Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm

1) kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

2) riwayat persalinan preterm sebelumnya

3) perdarahan pervaginam

4) pH vagina di atas 4.5

5) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.

6) flora vagina abnormal

7) fibronectin > 50 ng/ml

8) kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada

stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

9) Inkompetensi serviks (leher rahim)

10) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

11) Riwayat KPD sebelumya

12) Trauma

Page 3: askep KPD

13) servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm)

pada usia kehamilan 23 minggu

14) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm:

1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatic

2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-

eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion

subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut,

Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.

3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin

terhambat, gawat janin, kematian janin.

4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah

pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.

5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih),

sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia

6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas

uterus idiopatik

Menurut Taylor menyelidiki bahwa ada hubungan dengan hal-hal berikut :

1) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.

Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat

bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.

2) Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )

3) Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )

4) Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,

disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.

5) Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan

terlalu dini.

Page 4: askep KPD

C. Insidensi

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil

yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal

yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak

terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar

95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan

preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang

bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada

bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu

sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya

prematuritas dan RDS.

D. Patofisiologi

Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan

dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian

kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion.

Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan

ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan

organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel

amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu

hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter.

Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter.

Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari

seluruh volume dalam tiap jam.

Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau

memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh

‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak

Page 5: askep KPD

dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah

untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan

darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan

sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang

dimasukkan melalui dinding perut ibu.

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :

1) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan

vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat

lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

2) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler

korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol

oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika

ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan

prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi

depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput

ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

Patofisiologi Pada infeksi intrapartum :

1) Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung

antara ruang intraamnion dengan dunia luar.

2) Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan

penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang

intraamnion.

3) Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar

melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).

4) Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam

yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

Page 6: askep KPD

E. Pemeriksaan Klinis

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa

yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal

atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa

yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi

yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu

diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

1) Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak

secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok.(1,3,9,15) Cairan berbau khas, dan perlu

juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau

belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

2) Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila

ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan

lebih jelas.

3) Pemeriksaan dengan spekulum.

pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari

orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri

ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava,

atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri

dan terkumpul pada fornik anterior.

4) Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada

kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan

pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.

Page 7: askep KPD

Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam

vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang

dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH

nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine

atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak

berubah warna, tetap kuning.

Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah

dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.

Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek

dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran

daun pakis.

2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering

terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan

diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD

sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

F. Komplikasi

1) Tali pusat menumbung

2) Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.

3) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban

habis.

Page 8: askep KPD

4) Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina

ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri

uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis

5) penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia

(sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu

lahir dan Premature.

6) komplikasi infeksi intrapartum

a. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia,

atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki

vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.

b. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

G. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam

mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan

mortalitas ibu maupun bayinya.

Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama

masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan,

kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau

menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus

KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa

tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk

memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi

yang akan memperjelek prognosis janin.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur

kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi

(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering

pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh

karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan

Page 9: askep KPD

waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih

biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada

janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada

kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya

selaput ketuban atau lamanya perode laten.

1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD

keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian

infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan

permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin

muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan

dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan

dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah bila dalam 24 jam setelah kulit

ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi

persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.

Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun

pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya

sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian

antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan

pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah

terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.

Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera

diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi

inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD

dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus

tindakan dapat dikurangi.

Page 10: askep KPD

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat

terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan

komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi

yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi

semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan

mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5,

dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio

sesaria.

2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak

dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian

antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi

Penderita perlu dirawat di rumah sakit ditidurkan dalam posisi

trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah

terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-

obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses

persalinan.

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid

pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan

paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut

muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa

memandang umur kehamilan

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung

dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-

komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat

terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban,

dan juga mungkin terjadi intoksikasi.

Page 11: askep KPD

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan

bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan

bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin

tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak,

gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.

Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang

berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan

pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap

kemungkinan infeksi intrauterine.

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,

pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan

denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan

selanjutnya stiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan

secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health

(NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD

pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri

atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau

dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

Page 12: askep KPD

1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Identitas ibu

2. Riwayat penyakit

a. Riwayat kesehatan sekarang : ibu datang dengan pecahnya ketuban

sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa

komplikasi

b. Riwayat kesehatan terdahulu

Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion.

Sintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual

Kehamilan ganda, polihidramnion

Infeksi vagina/serviks oleh kuman streptokokus.

Selaput amnion yang lemah/tipis.

Posisi fetus tidak normal.

Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks

yang pendek.

Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.

c. Riwayat kesehatan keluarga : ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang

pernah hamil kembar/turunan kembar.

3. Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan leher.

Mata perlu diperiksa dibagian sclera, konjungtiva.

Hidung : ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis.

Ada/tidaknya hipersekresi mukosa

Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering, dan warna

mukosa gigi.

Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.

Page 13: askep KPD

b. Dada

Thorak

Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernafasan thorak abdominal,

dan tidak ada retraksi dinding dada. Frekuensi pernafasan normal

16-24 x/menit. Iktus kordis terlihat/tidak

Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.

Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas

norma vesikuler

Abdomen

Inspeksi : ada/tidaknya bekas operasi, striae, linea.

Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih

penuh/tidak.

Auskultasi : DJJ ada/tidak

c. Genitalia

Inspeksi: keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red,

Edema, Discharge, Approximately), pengeluaran dari ketuban

(jumlah, warna, bau), dan lender merah muda kecoklatan.

Palpasi: pembukaan serviks (0-4).

Ekstremitas: edema, varises ada/tidak.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.

b. Golongan darah dan factor Rh.

c. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas janin.

d. Tes verning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban.

e. Ultasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung janin,

dan lokasi plasenta.

f. Pelvimetri: identifikasi posisi janin

Page 14: askep KPD

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur invasif,

pemeriksaan vagina berulang, dan rupture membrane amniotic.

2. Kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan adanya penyakit.

3. Resiko tinggi cedera pada janin berhubungan dengan melahirkan bayu

premature/tidak matur.

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/janin.

5. Resiko tinggi penyebaran infeksi/sepsis berhubungan dengan adanya infeksi,

prosedur invasif, dan peningkatan pemahaman lingkungan.

6. Resiko tinggi keracunan karena toksik berhubungan dengan dosis/efek samping

tokolitik.

7. Resiko tinggi cedera pada ibu berhubungan dengan intervensi pembedahan,

penggunaan obat tokolitik.

8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitifitas otot.

9. Resiko tinggi kekurangan vaolume cairan berhubungan dengan penurunan

masukan cairan.

Intervensi Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur

invasif, pemeriksaan vagina berulang, dan rupture membrane

amniotic.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan infeksi maternal

tidak terjadi

Kriteria hasil : ibu menyatakan/menunjukan bebas dari tanda-tanda infeksi.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri:

Lakukan pemeriksaan vaginal awal,

ulangi bila pola kontraksi atau perilaku

ibu menandakan kemajuan.

Pengulangan pemeriksaan vagina

berperan dalam insiden infeksi saluran

asendens.

Page 15: askep KPD

Gunakan teknik aseptic selama

pemeriksaan vagina.

Mencegah pertumbuhan bakteri dan

kontaminasi pada vagina.

Anjurkan perawatan perineum setelah

eliminasi setiap 4 jam dan sesuai

indikasi.

Menurunkan resiko infeksi saluran

asendens.

Pantau dan gambarkan karakter cairan

amniotic.

Pada infeksi, cairan amnion menjadi

lebih kental dan kuning pekat serta

dapat terdeteksi adanya bau yang kuat.

Pantau suhu, nadi, pernapasan, dan sel

darah putih sesuai indikasi.

Dalam 4 jam setelah membrane

rupture, insiden korioamnionitis

meningkat secara progresif sesuai

dengan waktu yang ditunjukkan

melalui TTV.

Tekankan pentingnya mencuci tangan

yang baik dan benar.

Mengurangi perkembangan

mikroorganisme

Kolaborasi:

Berikan cairan oral dan parenteral

sesuai indikasi. Berikan enema

pembersih bula sesuai indikasi.

Meski tidak boleh sering dilakukan,

namun evaluasi usus dapat

meningkatkan kemajuan persalinan dan

menurunkan resiko infeksi.

Berikan antibiotic profilaktik bila

dindikasikan.

Antibiotic dapat melindungi

perkembangan korioamnionitis pada

ibu beresiko.

Dapatkan kultur darah bila gejala

sepsis ada.

Mendeteksi dan mengidentifikasi

organisme penyebab terjadinya infeksi.

Page 16: askep KPD

2. Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan

dengan proses penyakit.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas

pada janin kembali normal.

Kriteria hasil:

a. klien menunjukkan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam batas

normal.

b. Bebas dari efek-efek merugikan dan hipoksi selama persalinan.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri:

Pantau DJJ setiap 15-30 menit. Takikardi atau bradikardi janin adalah

indikasi dari kemungkinan penurunan

yang mungkin perlu intervensi..

Periksa DJJ dengan segera bila terjadi

pecah ketuban dan periksa 15 menit

kemudian, observasi perineum ibu

untuk mendeteksi prolaps tali pusat.

Mendeteksi distress janin karena

kolaps alveoli.

Perhatikan dan catat warna serta

jumlah cairan amnion dan waktu

pecahnya ketuban.

Pada presentasi vertex, hipoksia yang

lama mengakibatkan caira amnion

berwarna seperti mekonium karena

rangsangan fagal yang merelaksasikan

spingter anus janin.

Catat perubahan DJJ selama kontraksi.

Pantau aktivitas uterus secara manual

atau elektronik. Bicara pada ibu atau

pasangan dan berikan informasi

tentang situasi tersebut.

Mendeteksi beratnya hipoksia dan

kemungkinan penyebab janin rentan

terhadap potensi cedera selama

persalinan karena menurunnya kadar

oksigen

Kolaborasi:

Siapkan untuk melahirkan dengan cara Dengan penurunan viabilitas mungkin

Page 17: askep KPD

yang paling baik atau dengan

intervensi bedah bila tidak terjadi

perbaikan.

memerlukan kelahiran seksio caesarea

untuk mencegah cedera janin dan

kematian karena hipoksia.

3. Ansietas berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada diri

sendiri/janin.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan klien

berkurang

Kriteria hasil : Pasien diharapkan:

a. Menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi yang efektif.

b. Berpartisipasi aktif dalam proses persalinan

Pada panggul yang normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin harus segera

dilahirkan. Pada letak sungsang, janin harus dilahirkan dengan ekstraksi kaki,

pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi. Sedangkan pada presentasi belakang

kepala dilakukan dengan tekanan yang cukup pada fundus uteri ketika HIS, agar

kepala janin masuk dalam rongga panggul dan segera dapat dilahirkan, bila perlu

tindakan ini dapat dibantu dengan melakukan ekstraksi cunam.

Pada keadaan dimana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk

menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi, sehingga

berlangsung spontas dan tidak hanya dilakukan jika diperlukan demi kepentingan

ibu. Ibu ditidurkan dengan posisi trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban

tidak pecah terlalu dini dan tali pusat masuk kembali ke dalam kavum uterus.

Selama menunggu denyut jantung janin diawasi dengan seksama, sedangkan

kemajuan persalinan hendaknya selalu dinilai dengan pemeriksaan dalam untuk

menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya.

Evaluasi:

Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman pada hasil dan tujuan

yang hendak dicapai.

Page 18: askep KPD

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/23903855/Asuhan-Keperawatan-Ibu-Hamil-Dengan-

Masalah-Ketuban-Pecah-Dini

http://kaeperawatanmaternitas.blogspot.com/2008/09/ketuban-pecah-dini.html

http://medlinux.blogspot.com/2009/02/ketuban-pecah-dini-kpd.html

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Page 19: askep KPD

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

DENGAN KETUBAN PECAH DINI

OLEH:

KELOMPOK 9

AYU KOMANG DIAN CAHYANTI 083210121

DEWA AYU ALIT PERTIWI 083210124

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA PPNI BALI

2010/2011

Page 20: askep KPD