Tinjauan Teori KPD
description
Transcript of Tinjauan Teori KPD
TINJAUAN TEORI
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
TEORI MEDIS
A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai
dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu sebagian besar ketuban pecah dini adalah
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2009).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan (Arif Mansjoer, 2006).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan pecahnya
selaput janin sebelum proses persalinan dimulai.
1. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37 minggu
2. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan
peningkatan risiko infeksi intra-amnion (Mochtar, 2008)
Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum partu : yaitu bila pembukaan pada
primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Ketuban dinyatakan pecah
dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan
oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan
intra.Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal
dari vagina serviks.
B. Etiologi
Penyebab dari PROM masih belum jelas, maka tindakan preventif belum dapat
dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi ketuban.Faktor yang disebutkan
memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan
1
perdarahan selama kehamilan. Menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 ada
beberapa penyebab dari KPD yaitu:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar.
Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2009).
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumnya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Ketegangan rahim berlebihan : Kehamilan kembar, hidramnion
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
9. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
10. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
11. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/
Korioamnionitis).
12. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
2
seluruh selaput ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi
ekstraseluler matriks.Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kalogen
menyebabkan aktivitas kalogen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin.Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini menurut Manuaba, 2009 antara lain:
1. Terjadi pembukaan serviks
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi :
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan
enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
C. Patofisiologi
Taylor dkk telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya dengan hal-hal berikut :
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan vaginitis terdapat
bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompeten, dan lain-lain
5. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini
Kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban benar sudah pecah atau belum,
apalagi bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau terlalu kecil. Cara
memastikan bahwa ketuban sudah pecah adalah dengan:
3
1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, verniks kaseosa, rambut lanugo,
atau bila terinfeksi berbau
2. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban telah keluar dari
kanalis servikalis dan apakah ada bagian yang sudah pecah
3. Gunakan kertas lakmus (litmus) :
Menjadi biru (basa) – air ketuban, Menjadi merah (asam) – air kemih (urin)
a. Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM pH adalah basa (air ketuban)
b. Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
D. Diagnosis Dasar
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan medadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan
yang keluar adalah air ketuban, diantaranya uji ferning dan uji nitrazin.
Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini adalah:
1. Visualisasi adanya cairan
a. Bila ketuban pecah, pembalut wanita akan lembab atau basah oleh cairan jernih,
kadang agak merah jambu, berbau segar ( bila tidak terlihat, minta ibu berjalan
berkelililng selama 1 jam, bisa kurang bila ia merasa basah, kemudian periksa
lagi pembalutnya apakah ada cairan).
b. Uji pembalut dapat menegakkan diagnosis ketuban pecah tanpa membatasi
pilihan manajemen yang ada (Atalla,et al 2004)
2. Pemeriksaan Dalam
Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi
daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan infeksi asenden dan persalinan
prematuritas.Pemeriksaan dalam perlu dibatasi sehingga penyulit makin ditekan
sebagai upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi, hal ini dapat
menyebabkan infeksi dalam rahim dan persalinan prematuritas yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
3. Pemeriksaan speculum
4
a. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologisn (screening terhadap infeksi).
b. Setelah memasukkan speculum hangat, berpelumas dengan lembut, pemeriksaan
bila tidak terlihat adanya cairan maka minta ibu untuk batuk. Maka cairan akan
memancar dari servik dan terkumpul di speculum.
c. Amnisticks (uji nitrazine) dapat digunakan untuk mendeteksi cairan. Namun,
angka positive palsunya tinggi, uji positive terhadap infeksi vagina, kontaminasi
urine, semen atau kontak dengan endoserviks
(Atalla et al; 2004)
4. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa ketuban pecah dini, antara lain :
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin
atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
b. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru
janin.
c. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
d. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis
E. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim
terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial.Oleh karena itu, tata laksana
ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat menurunkan
kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim.Memberikan profilaksis
antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam merupakan tindakan yang perlu
5
diperhatikan. Di samping itu, makin kecil usia kehamilan, makin besar peluang terjadi
infeksi di dalam rahim yang dapat memacu terjadinya persalinan prematuritas bahkan
berat janin kurang dari 1 kg.
Sebagai gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup umur khususnya kematangan paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis,
meningitis janin, dan persalinan prematuritas. Dengan perkiraan janin sudah cukup
besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
3. Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat berat janin cukup, perlu
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin
tidak dapat diselamatkan.
4. Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan Komunikasi dan informasi terhadap ibu
dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin
dilakukan dengan perimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus
mengorbankan janinnya.
5. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distensia
biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan
kematangan paru melalui perbandingan L/S.
6. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang waktu 6 sampai 24
jam, bila tidak terjadi his spontan.
Pada PROM (spontaneus/early/premature rupture of membrane) penyelesaian
persalinan bisa :
1. Partus spontan
2. Ekstraksi vakum
3. Ekstraksi forceps
4. Embriotomi bila anak telah meninggal
5. Seksio sesarea bila ada indikasi obtetrik
6
Apabila ketuban pecah di rumah maka yang dapat dilakukan adalah :
1. Jika terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau
petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan
berhubungan seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari
dubur
5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Ada beberapa langkah dalam penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu:
1. Konservatif
a. Rawat dirumah sakit
b. Berikan antibiotik (ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak infeksi, tes busa negatif:
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 mingggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan
paru janin, dan kalau memungkinan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. (Saifuddin, 2010)
2. Aktif
7
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikann misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri:
1) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea;
2) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
(Saifuddin, 2010)
F. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD
prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis
(radang pada korion dan amnion).Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali
pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm.Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai
hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23
minggu. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio
sesarea, atau gagalnya persalinan normal. Selain itu, dapat pula terjadi :
1. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu. (Saifuddin, 2010)
2. Infeksi
8
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu
terjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi spektikemia pneumonia,
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada
Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten. (Saifuddin, 2010)
3. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan adanya ketuban terjadi oligohidramion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan derajat oligohidramion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
(Saifuddin, 2010)
4. Sindrom Deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar. (Saifuddin, 2010)
Dalam garis besar, efek ketuban pecah dini sebagai berikut:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi., karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meningginya mortalitas dan morbiditas perinatal. (SholehKasim, 2010).
2. Terhadap ibu
Karena jalan terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu
sering periksa dalam.Selain itu dapat juga dijumpai infeksi peurpuralis (nifas),
peritonitis dan septikemia serta dry-labour. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi
cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan angka
kematian dan morbiditas pada ibu (Mochtar, 2008). Menurut Chan, 2006 pasien
mengalami ketuban pecah dini akan mengalami peningkatan kejadian infeksi
baik korioamnionitis, endometritis, sepsis.
9
TINJAUAN TEORI KEBIDANAN DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)
I. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
1. Biodata, meliputi :
Pendidikan : Berhubungan dengan daya pikir, pendidikan tinggi akan lebih
mudah dalam menerima dan memahami penjelasan yang akan
disampaikan, lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang
dihadapi sehingga akan terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan
salah penyesuaian diri. (Hartanto, 2010)
Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan
terhadap pecahnya selaput ketuban. Pekerjaan dengan berdiri terlalu
lama menyebabkan tekanan pada selaput ketuban sehingga selaput
mudah pecah. (Hartanto, 2010)
2. Keluhan Utama
Keluhan utama kasus Ketuban Pecah Dini menurut Hamilton (2005) adalah
keluarnya cairan yang berwana jernih dan berbau khas sedikit-sedikit
atau banyak yang keluar dari jalan lahir saat tidur, duduk atau sedang. Menurut
Hellen, Farrer (2009) yang perlu dikaji adalah kontraksi (kapan mulainya,
frekuensi dan lamanya) show/lender darah (kapan dan banyaknya) his/kontraksi
uterus yang terjadi secara teratur, terus-menerus dan semakin meningkat
frekuensinya yang dimulai dari bagian punggung kemudian menyebar disekitar
abdomen, bahwa otot merupakan tanda persalinan yang sebenarnya akan
menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu yang lalu
Dikaji untuk membantu mengidentifikasi kondisi yang dapat mempengaruhi
terjadinya Ketuban Pecah Dini misalnya infeksi alat genetalia (Varney, 2004)
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang
10
Untuk mengetahui apakah ibu sedang menderita penyakit yang menjadi
faktor predisposisi bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) dan penyakit
lain yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu (Hacker, 2006)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit yang diderita
oleh keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien, misalnya : penyakit
menurun, penyakit menular,keturunan kembar maupun kelainan kongenital.
Ketuban Pecah Dini dapat terjadi karena infeksi dan riwayat kehamilan
kembar (Manuaba, 2009).
4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat menstruasi
Bau : perlu dikaji apabila berbau busuk merupakan tanda infeksi.
Adanya infeksi merupakan salah satu penyebab Ketuban Pecah
Dini.
HPHT : dikaji Untuk megetahui usia kehamilan dan tafsiran persalinan.
Pada Ketuban Pecah Dini usia kehamilan menentukan
penatalaksanaannya (Mochtar, 2005)
b. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu perlu dikaji kemungkinan
pada kehamilan ada gameli, multipara dan persalinan ada riwayat persalinan
sungsang, placenta previa, kelainan uterus atau kelainan lain yang dapat
mempengaruhi atau mengakibatkan kelainan dalam persalinan. Salah satu
penyebab Ketuban Pecah Dini adalah servik inkompeten. Servik inkompeten
dapat terjadi akibat proses persalinan yang lalu. (Manuaba, 2009).
c. Riwayat kehamilan sekarang
HPHT, periksa hamil dimana dan berapa kali, apa sudah
mendapat imunisasi TT, keluhan yang berkaitan dengan
kehamilannya, berapa kali hamil, bersalin dan abortus. Ketuban Pecah Dini
biasanya terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 36 minggu atau lebih dari 36 minggu. (Saifuddin, 2010)
11
5. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Aktivitas : Dikaji Untuk mengetahui apakah terjadinya Ketuban Pecah
Dini dikarenakan aktivitas ibu berlebihan. Ketuban Pecah
Dini dapat disebabkan oleh faktor trauma (Manuaba, 2007).
Personal Hygiene :Personal hygiene ibu dikaji karena salah satu etiologi
Ketuban Pecah Dini adalah infeksi pada alat reproduksi.
(Manuaba, 2007).
Seksual : Seksual dikaji untuk mengetahui apakah terjadinya
Ketuban Pecah Dini karena hubungan seksual.
(Manuaba,2007)
6. Data Sosial-Ekonomi-Budaya
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien mengikuti kebiasaan
yang kurang baik misalnya minum jamu yang dapat mempengaruhi warna air
ketuban dalam Ketuban pecah Dini akan mempengaruhi tindakan persalinan.
(Manuaba,2007)
B. Data Objektif
1. Keadaan umum : Dikaji untuk mengetahui kesadaran ibu baik atau tidak.
2. Pengukuran Tanda Vital
Suhu : Dikaji untuk mengetahui suhu tubuh ibu karena diagnosa potensial
Ketuban Pecah Dini yang sering muncul adalah
infeksi intrapartum yang ditandai dengan peningkatan suhu (suhu
≥38ºC). (syaifuddin,2010)
3. Status Present
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu bersalin dengan Ketuban pecah Dini
adalah sama dengan pemariksaan ibu bersalin normal hanya lebih ditekankan
pada status obstetrik.
4. Status Obstetrik
Inspeksi : Dikaji muka, mammae, abdomen dan genetalia.
Palpasi : palpasi abdomen terdiri dari
12
leopold I : untuk mengetahui umur kehamilan dari tinggi fundus uteri
dan bagian-bagian janin yang terdapat pada fundus uteri,
leopold II : untuk menentukan letak punggung janin dan menentukan
letak bagian-bagian kecil janin.
Leopold III : untuk menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan
apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP atau belum.
Leopold IV : untuk menentukan berapa bagian bawah janin yang masuk ke
dalam rongga panggul. (Manuaba, 2007)
Auskultasi :
Digunakan metode AUVARD : tempat denyut jantung menurut letak janin.
Auskultasi DJJ digunakan untuk menentukan keadaan janin dalam rahim, karena
KPD pada janin menyebabkan fetal distress ditandai dengan DJJ lebih
160×/menit (Manuaba, 2007). Janin yang mengalami takikardia, mungkin
mengalami infeksi intrauterine. (Syaifuddin, 2010)
5. Pemeriksaan Dalam
a. Penipisan dan pembukaan
Dikaji untuk menilai besarnya pembukaan dan penipisan servik.
Pada Ketuban Pecah Dini pembukaan dan penipisan adalah penilaian skor
bishop, yang akan digunaan dalam tindakan persalinan. (Achadiat, 2004)
b. Kulit ketuban
Untuk memastikan kulit ketuban sudah pecah atau belum.
Pada ketuban Pecah Dini didapatkan selaput ketuban tidak ada. (Mansjoer,
2009)
c. Air ketuban
Ketuban keruh dan berbau merupakan tanda-tanda infeksi yang merupakan
salah satu penyebab terjadinya Ketuban Pecah Dini. (Sarwono
Prawirohardjo,2010)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru, guna memastikan cairan
ketuban (Sarwono Prawirohardjo,2010)
13
b. tes kadar leukosit guna menegakkan infeksi intrapartum, menunjukkan hasil
>15.000/mm3 (Sarwono Prawirohardjo,2010)
c. Pemeriksaan inspekulo yang steril : terlihat cairan yang keluar dari osteum
uteri eksternum
II. INTERPRETASI DATA
Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Masalah dan diagnosa
keduanya digunakan karena beberapa masalah
tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang
dituangkan dalam sebuah rencana asuhan terhadap pasien. Diagnosa kebidanan
ditegakkan setelah dilakukan pengkajian data subyektif dan data obyektif.
1. Diagnosa kebidanan
Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah diagnosa yang berkaitan dengan gravida,
para, abortus, umur ibu, umur kehamilan, anak hidup, anak tunggal, letak anak,
intrauterine, presentasi, dengan ketuban pecah dini.
2. Masalah
Masalah yang sering menyertai diagnosa yang membutuhkan
suatu bentuk rencana asuhan terhadap klien. Masalah didapat berdasarkan
keluhan, ekspresi dan pernyataan pasien.
III. DIAGNOSA POTENSIAL
Mengantisipasi diagnosa potensial yang mungkin timbul berdasarkan
masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi,
pada kasus Ketuban Pecah Dini diagnosa potensial yang sering timbul adalah
persalinan premature, infeksi, hipoksia dan asfiksia, sindrom deformitas janin
(Saifuddin, 2010).
IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA, KONSULTASI, DAN KOLABORASI
Kolaborasi denagn dokter SP.OG untuk perawatan konservatif dan aktif yang meliputi:
1. Konservatif:
a. Rawat dirumah sakit
14
b. Berikan antibiotik ( ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2x 500 mg selama 7 minggu.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak infeksi, tes busa negatif:
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 mingggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan
paru janin, dan kalau memungkinan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikann misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri:
Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea;
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
(Saifuddin, 2010)
V. RENCANA TINDAKAN
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
2. Lakukan penatalaksanaan ketuban pecah dini yang sesuai
15
c. Rawat dirumah sakit
d. Berikan antibiotik ( ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2x 500 mg selama 7 minggu.
e. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak infeksi, tes busa
negatif: beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
g. Jika usia kehamilan 32-37 mingggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
h. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
i. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
j. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
k. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikann misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
l. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri:
Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea;
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
(Saifuddin, 2010)
VI. IMPLEMENTASI
Menjelaskan kepada ibu bahwa air ketuban sudah pecah.
1. Melakukan penatalaksanaan sesuai dengan kondisi ibu.
16
a. Rawat dirumah sakit
b. memberikan antibiotik ( ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tak
tahan ampisilin) dan metronidazol 2x 500 mg selama 7 minggu.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, merawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak infeksi, tes busa
negatif: memberikan deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 mingggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
memberikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, memberi antibiotik dan
melakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
i. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikann misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
j. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri:
Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea;
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
(Saifuddin, 2010)
VII.EVALUASI
Berisi tentang penilaian hasil akhir dari tindakan yang telah dilakukan pada klien.
17
Evaluasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Evaluasi hasil
Dilakukan untuk menilai keefektifan dari semua tindakan yang telah dilakukan
dalam mengatasi diagnose atau masalah.
b. Evaluasi Respon
Dilakukan saat atau segera setelah suatu tindakan dilakukan.
c. Evaluasi proses
Dilakukan selama pemberian asuhan berlangsung
Karena dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana hasil yang telah dicapai,
apakah sesuai dengan harapan yang diinginkan atau tidak.
18