Askep Isk (Print)
-
Upload
anom-rastiti -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
description
Transcript of Askep Isk (Print)
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu
keadaan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi Saluran
Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih
(Enggram, Barbara, 1998).
B. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik,
anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superfisial
kandung kemih.
2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam
antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila
terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko
uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung
kencing menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus
spp yang memproduksi urease.
C. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK,
antara lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-
lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat
akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun
humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
D. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari
tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya
ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor
anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada
laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine
saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius
(pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang
terinfeksi.
naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah
sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal
yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah
penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan
distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
Sistem imunitas yang menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi
yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi
ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh
traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara
lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai
hidronefrosis. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia
60 tahun.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
Hematuria
Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)
Demam
Menggigil
Nyeri panggul dan pinggang
Nyeri ketika berkemih
Malaise
Pusing
Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai
Kriteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien
mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat
bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau
abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi
ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
G. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius
dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.
Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif
(mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah
penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin
atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini.
Pyridium, suatu analgetik urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi
ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya
dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan/
Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan/
Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?
H. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi
terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
Adakah disuria?
Adakah urgency?
Adakah hesitancy?
Adakah bau urine yang menyengat?
Bagaimana haluaran volume urin, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi
urin?
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian
bawah
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran
kemih bagian atas
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang
telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan
terhadap penyakitnya.
I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran
kemih
Rencana tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
mamperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria hasil :
1.Tanda fital dalam batas normal
2.nilai kultur urine negatif
3.urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh pasien
setiap 4 jam dan lapor bila
suhu tubuh di atas 38,50
C.
Tanda vital menandakan adanya
perubahan di dalam tubuh.
2. Catat karakristik urine Untuk mengetahui dan
mengindentifikasi indikasi kemajuan
atau penyimpangan dari hasil yang di
harapkan
3. Anjurkan pasien untuk
minum 2-3 liter jika tidak
ada kontra indikasi
Untuk mencegah stasis urine
4. Monitor pemeriksaan
ulang urine kultur dan
sensifitas untuk
menentukan respon terapi
Mengetahui seberapa jauh efek
pengobatan terhadap keadaan
penderita
5. Anjurkan pasien untuk Untuk nencegah adnya distensi
mengosongkan kandung
kemih secara komplit
setiap kali berkemih
kandung kemih.
6. Berikan perawatan
perineal, pertahankan agar
tetap bersih dan kering
Berikan perawatan perineal, pertahankan
agar tetap bersih dan kering
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi kantong kemih
Rencana Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam rasa nyeri pasien berkurang
Kriteria hasil :
a. Nyeri pasien berkurang
b. Skala nyeri dalam rentang normal
c. TTV normal
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya
(skala 0 – 10)
1. Berguna dalam pengawasan kefektifan
obat, kemajuan penyembuhan
2. Berikan istirahat dengan
posisi semifowler
2. Dengan posisi semi-fowler dapat
menghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi
telentang
3. Anjurkan klien untuk tetap
mengatur waktu makannya
3. mencegah terjadinya perih pada ulu
hati/epigastrium
5. Observasi TTV tiap 24 jam 5. Sebagai indikator untuk melanjutkan
intervensi berikutnya
6.Diskusikan dan ajarkan
teknik distraksi dan
relaksasi
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat
terkontrol
7. Kolaborasi dengan
pemberian obat analgesik
7. Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain
3. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi
Rencana Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh
Kriteria hasil :
a. TTV normal
b. Pasien tidak mengeluh panas
c. Kulit tidak teraba panas
d. Mukosa bibir lembab
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Mengetahui perkembangan keadaan
pasien
2. Kompres pasien dengan air
hangat
2. Menurunkan panas secara konduksi
3. Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
tipis dan menyerap
keringat
3. Memberi rasa nyaman dan mencegah
dehidrasi
4. Anjurkan pasien minum air
putih 2000-2500 CC
4. Mencegah terjadinya dehidrasi
5. Kolaborasi pemberian
antipiretik dan antibiotik
5. Antipiretik sebagai obat penurun
panas dan antibiotik sebagai pencegah
infeksi
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Rencana Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam masalah kekurangan nutrisi
dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Status nutrisi pasien meningkat
b. BB pasien berada dalam rentang normal
c. Pasien terbebas dari tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi Rasional
1. Beri dukungan kepada
pasien untuk
mendapatkan intake
kalori yang adekuat
sesuai dengan tipe tubuh
dan pola aktivitasnya.
1. Agar terjadi keseimbangan antara
kebutuhan kalori dengan pemasukan
kalori
2. Beri pasien makanan
yang mengandung tinggi
protein, tinggi kalori.
2. Untuk meningkatkan BB pasien kearah
normal
3. Monitor catatan intake
dan output kandungan
nutrisi pada makanan
3. Mengukur apakah pasien kebutuhan
nutrisinya terpenuhi atau tidak.
4. Tentukan kemajuan BB
harian yang diharapkan
bersama klien.
4. Dapat menilai keberhasilan dari
peningkatan BB.
5. Monitor masukan kalori
perharinya
5. Untuk memastikan apakah pasien
mengkonsumsi cukup kalori
6. Monitor pasien
berkaitan dengan
makan, penurunan berat
badan, dan kenaikan
BB.
6. Untuk menentukan efektivitas dan
keberhasilan terapi yang digunakan.
7. Anjurkan pasien untuk
mengurangi aktivitasnya
sehinga bisa mendukung
program kenaikan BB
7. Kalori yang tersimpan bisa diubah
sebagai cadangan dalam bentuk
peningkatan masa otot.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder akibat infeksi akut
Rencana Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam pasien dapat melakukan
aktivitas seperti biasa.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat,
terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi Rasional
1.Catat frekuensi jantung,
irama serta perubahan
tekanan darah selama dan
sesudah aktivitas.
1.Respons klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen
miokard.
2.Tingkatkan istirahat,
batasi aktivitas, dan
berikan aktivitas
senggang yang tidak
berat.
2.Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen.
3.Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan
tekanan abdomen,
misalnya mengejan saat
defekasi
3.Dengan mengejan dapat mengakibatkan
bradikardi, menurunkan curah jantung
dan takikardia, serta peningkatan
tekanan darah.
4.Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat
aktivitas. Contohnya
bangun dari kursi, bila
tidak ada nyeri ambulasi,
dan istirahat selama 1 jam
setelah makan.
4.Aktivitas yang maju memberikan
kontrol jantung, meningkatkan
regangan, dan mencegah aktivitas
berlebihan
5.Berikan waktu istirahat di
antara waktu aktivitas
5.Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi
tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja
jantung.
6. Perubahan pola eleminasi urin berhubungan dengan frekuensi berkemih
meningkat
Rencana tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat
mempertahankan pola eleminasi secara adekuat
Kriteria hasil :
1.Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2.Klien tidak kesulitan dalam berkemih
3.Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi Rasional
1.Ukur dan catat urine
saat berkemih
1.Untuk mengethui adanya perubahan
warna dan untuk mengetahui
inpu/ouput
2.Anjurkan untuk
berkemih setiap 2-3
jam
2.Untuk mencegah penumpukan urine
dalam vesika urinaria
3.Palpasi kandung kemih
tia 4 jam
3.Untuk mengetahui adanya distensi
kandung kemih
4.Bantu klien ke kamar
kecil, memakai
pispot/urinal
4.Untuk memudahkan klien pada saat
berkemih
5.Bantu klien
mendapatkan posisi
berkemih yang nyaman
5. Supaya klien tidak sukar untuk
bekemih
7 ) Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakitnya
Tujuan: Setelah diberikan asuhan Keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
ansietas pasien berkurang
Kriteria hasil:
a. Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
b. Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola
hidup untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan umum pasien
2. Pantau pemahaman
klien tentang
masalahnya
2. Mengetahui pengetahuan pasien
tentang keadaannya
3. Identifikasi
kemungkinan
kambuh/komplikasi
jangka panjang
3. Mencegah ansietas berkepanjangan
4.Berikan informasi
tentang apa yang
ditanyakan klien dan
libatkan keluarga dan
orang terdekat dalam
perawatan
4. Ansietas berkurang
5. Anjurkan keluarga
untuk menemani dan
mendampingi pasien
5. Pasien merasa tidak sendiri
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi terhadap
penyakitnya
Rencana Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam pengetahuan pasien tentang
penyakitnya meningkat
Kriteria hasil : a. Pasien tahu tentang penyakitnya
b. Pasien tahu prosedur pengobatan terhadap penyakitnya.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat
pengetahuan pasien
berhubuangan
dengan penyakit
spesifknya
1. Untuk menentukan materi apa yang
cocok buat pasien
2. Jelaskan tanda dan
gejala yang diderita
pasien
2. Pasien lebih waspad jika mengalami
hal-hal tersebut
3. Jelaskan etiologi
penyakit pasien
3. Agar pasien bisa melakukan tindakan
dalam rangka pencegahan
penyakitnya
4. Diskusikan tentang
gaya hidup agar tidak
4. Banyak penyakit yang kammbuh atau
bertambh buruk dengan gaya hidup
terjadi komplikasi
pada saat yang akan
datang.
yang salah.
5. Tentukan kebutuhan
klien untuk belajar
5. Minat seseorang sangat
mempengaruhi hasil pembelajaran
seseorang
6. Kaji tingkat
pendidikan pasien
6. Masing-masing tingkat pendidikan
memiiki cara yang unik dalam
memahami sesuatu.
7. Kaji faktor
penghambat dalam
belajar
7. Setiap individu memiliki keunikan
tersensiri daalm mempelajari sesuatu
sehingga faktor penghambatnyapun
berbeda-beda.
8. Libatkan klien dalam
menentukan tujuan
dari pembelajaranya
8. Pasien akan lebih patuh dalam
melakasanakanhasil pembelajaranya.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan
kedalam renpra. Tindakan keperawatan mencakup kolaborasi dan
independent. Tindakan independent/mandiri adalah aktivitas perawat
yang didasarkan pada kesimpulan sendiri bukan merupakan
petunjuk/perintah dari petugas kesehatan yang lain. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan yang didasarkan oleh hasil keputusan antara dokter,
perawat, dan petugas kesehatan yang lain
V. EVALUASI
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang
telah ditetapkan yaitu nyeri berkurang, , nutrisi adekuat, suhu tubuh
pasien menurun, , tidak ada tanda-tanda infeksi, pasien tidak cemas,pola
eleminasi urin normal, pasien dapat beraktivitas seperti biasa,
pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
Oleh :
IDA AYU ANOM RASTITI11J10501
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAH BALI
2015