Askep COS

15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG A. PENGERTIAN Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985) Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK. B. PATOFISIOLOGI Cedera kulit kepala Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi. Fraktur tengkorak Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak

description

Askep COS

Transcript of Askep COS

Page 1: Askep COS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

A. PENGERTIAN

Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma

pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari

trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)

Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau

terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien

yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau

pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan

peningkatan TIK.

B. PATOFISIOLOGI

Cedera kulit kepala

Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala

berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat

masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio,

laserasi atau avulsi.

Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan

oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur

tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur

tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak

dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak

pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan

tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas

sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal,

juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah

terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar

dari telinga dan hidung.

Page 2: Askep COS

Cidera otak

Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna.

Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang

bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk

memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat

diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja

dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Komosio

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik

sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena,

pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal

dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.

Kontusio

Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan

kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan

diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal,

kulit dingin dan pucat.

Hemoragi cranial

Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah

akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :

1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)

Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural

(ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari

fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus

atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak

daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena

arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

2. hematoma subdural

hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar

otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih

sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil

yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut,

sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena

dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan

Page 3: Askep COS

dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma

subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian

yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma

subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling

sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi

otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.

3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma

hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak.

Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak

kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi

dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor

infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan.

Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak

meliputi :

- Gangguan kesadaran

- Konfusi

- Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan

- Tiba-tiba defisit neurologik

- Perubahan TTV

- Gangguan penglihatan

- Disfungsi sensorik

- lemah otak

Page 4: Askep COS

C. PATHWAYSTrauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan

vaskuler

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)

Gangguan suplai darah- Perubahan

autoregulasi- Oedema serebral

Resiko infeksi

Nyeri

Iskemia

- Perdarahan

- hemato

Hipoksia Perubahan perfusi jaringan

kejang

Perubahan sirkulasi CSS

Gangg. Fungsi otak Gangg. Neurologis fokal

- Bersihan jln nafas

- Obstruksi jln. Nafas

- Dispnea

Peningkatan TIK- Mual-muntah

PapilodemaPandangan kaburPenurunan fungsi pendengaranNyeri kepala Defisit neurologis

Girus medialis lobus temporalis tergeser

Resiko kurangnya volume cairan

Gangg. Persepsi sensori

Resiko tidak efektif jln. Nafas

Herniasi unkusTonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata

Messenfalon tertekan Resiko injuri

immobilitasi

cemas

Resiko gangg. Integritas kulilt

Kurangnya perawatan diri

Gangg. kesadaran

Page 5: Askep COS

D. TANDA DAN GEJALA

Pola pernafasan

Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma

langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa

hipoventilasi alveolar, dangkal.

Kerusakan mobilitas fisik

Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.

Ketidakseimbangan hidrasi

Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan

peningkatan TIK

Aktifitas menelan

Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang

sama sekali

Kerusakan komunikasi

Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan

disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan

Ventrikulografi udara

Angiogram

Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Ultrasonografi

F. PENATALAKSANAAN

1. Air dan Breathing

- Perhatian adanya apnoe

- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi

endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai

diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap

FiO2.

- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati

untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada

Page 6: Askep COS

penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan

antara 25-35 mmhg.

2. Circulation

Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya

perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan

darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka

tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan

pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab

hipotensi dicari.

3. disability (pemeriksaan neurologis)

- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis

tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak

menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal

kembali segera tekanan darahnya normal

- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan

GCS dan reflek cahaya pupil

G. PENGKAJIAN PRIMER

a. Airway

Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,

penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis

b. Breathing

Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail

chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan

seperti ronchi, wheezing.

c. Sirkulasi

Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,

hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

d. Disability

Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.

e. Eksposure

Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

Page 7: Askep COS

H. PENGKAJIAN SKUNDER

- Kepala

Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan

membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital

- Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

- Neurologis

Penilaian fungsi otak dengan GCS

- Dada

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,

pemantauan EKG

- Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul

abdomen

- Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan

cedera yang lain

I. DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran

darah ke serebral, edema serebral

2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler

(cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)

3. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control

volunteer terhadap otot pernafasan

4. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi,

obstruksi jalan nafas

5. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat

pernafasan

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang

dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran

7. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran

Page 8: Askep COS

8. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control

volunteer pada kandung kemih

J. RENCANA KEPERAWATAN

1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d

penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan

sensorik

Intervensi :

- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan

peningkatan TIK

- Monitor status neurologis

- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK

- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya

terhadap cahaya

- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat

lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK

- Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan

indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan

neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi

/kognitif)

Tujuan : pola nafas pasien efektif

Intervensi :

- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman)

catat adanya otot bantu nafas

- Kaji reflek menelan dan kemampuan

mempertahankan jalan nafas

- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu

perubahan posisi secara berkala

- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan

tidak lebih dari 10-15 detik

Page 9: Askep COS

- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang

hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)

- Catat pengembangan dada

- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen

tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi

- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan

seperti sedatif

- Lakukan program medic

3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya

control volunteer terhadap otot pernafasan

tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat

intervensi :

- Kaji irama atau pola nafas

- Kaji bunyi nafas

- Evaluasi nilai AGD

- Pantau saturasi oksigen

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d

akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas

Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas

intervensi :

- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas

misal krekels, mengi, ronchi

- Kaji frekuensi pernafasan

- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai

dengan indikasi

- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat

warna lendir yang keluar

- Kolaburasi : monitor AGD

5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran

tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur

refleksif

intervensi :

Page 10: Askep COS

- Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut

atau wajah

- Berikan keamanan pada pasien dengan

memberikan penghalang tempat tidur

- Berikan restrain halus pada ekstremitas bila

perlu

- Pasang pagar tempat tidur

- Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan

tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan

nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang

- Pertahankan tirah baring

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran

Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi

Intervensi :

- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung

setiap akan memberikan makanan

- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk

mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi

- Catat makanan yang masuk

- Kaji cairan gaster, muntahan

- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan

kondisi pasien

- Laksanakan program medik

7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya

control volunter pada kandung kemih

tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin

intervensi :

- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas

dan berat jenis

- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih

Page 11: Askep COS

- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan

teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi