Demode Cos Is

download Demode Cos Is

of 17

Transcript of Demode Cos Is

PENYAKIT KULIT (Demodecosis)

Disusun oleh : PUJA CIKAL BANGSA 1002101010171

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM,BANDA ACEH 2011

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, Wb. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Peyakit kulit demodecosis. Makalah ini terdiri atas empat bab yang memuat pendahuluan, tinjauan pustaka, isi dan pembahasan, dan kesimpulan seputar judul yang dibahas. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi masukan dan arahan selama penulis menyusun makalah ini, terutama kepada Bapak drh, Fadli A. Gani, Msi sebagai dosen pembimbing mata kuliah Anatomi Veteriner . Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunannya. Untuk itu penulis sangat terbuka atas kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak di masa yang akan datang. Wabillahi taufiq walhidayah, Wassalamualaikum Wr, Wb.

Banda Aceh, 19-Mei-2011

Puja cikal bangsa NIM : 1002101010171

DAFTAR ISIKata pengantar. i Daftar isi.. ii BAB I : PENDAHULUAN 1 1.1 latar belakang. 1 1.2 tujuan.. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3 BAB III PEMBAHASAN 4 3.1 Gejala . 5 3.2 Patogenesis . 6 3.3 Penanganan. 8 3.4 Pencegahan 11 3.5 Prognosis. 12 BAB 4 KESIMPULAN 13 DAFTAR PUSTAKA . 15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 .. 5 Gambar 2 .. 6 Gambar 3 .. 7

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Canine demodecosis adalah inflamasi akibat serangan parasit Demodex sp. yang berkaitan dengan status imunodefisiensi sehingga tungau berkembang secara luar biasa dan menyebabkan furunculosis dan infeksi sekunder bakterial. Kasus dermatologi menempati urutan kedua terbesar yaitu sekitar 17% dari seluruh kasus yang ditangani Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP), setelah kasus gastrointestinal. Sedangkan demodekosis umumnya merupakan kasus pada anjing, sekitar 12% dari keseluruhan kasus dermatologi di RSHP. Jenis kelamin penderita demodecosis 51% jantan dan 49% betina. Sedangkan bangsa anjing yang terserang umumnya berbulu pendek 67%, sedangkan anjing yang berbulu sedang atau panjang 33%. Sedangkan umur penderita demodekosis umumnya berumur di bawah 1 tahun, yaitu sebesar 58% dan kejadian demodekosis di atas umur 1 tahun sebesar 42%. Hal ini perlu kewaspadaan pada dokter hewan praktisi maupun pemilik hewan, karena permulaan kejadian demodekosis seringkali terjadi di bawah umur 1 tahun. Sebanyak 24% dari keseluruhan kasus berumur di bawah 6 bulan. Bahkan dari catatan, ada yang menderita demodekosis pada umur 2 bulan. Pada umumnya kejadian demodecosis di RSHP merupakan demodekosis general (Canine Generalized Demodecosis, CGD).

Sementara itu berdasarkan waktu kejadian, berfluktuasi dari bulan ke bulan, namun berdasarkan rataan jumlah berdasarkan waktu umumnya banyak kasus demodekosis ditemukan pada bulan Pebruari dan meningkat hingga bulan AprilMei dan menurun kembali pada akhir tahun. Masih sulit menduga apakah hal tersebut berkaitan dengan perubahan cuaca di daerah tropis khususnya di Indonesia, atau munculnya stress pada musim hujan sebelumnya.

1.2 tujuan Untuk mengetahui penyebab demodecosis,cara demodecosis merusak kulit,penularan nya dan mengetahui cara mengobati nya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lesio dari penyakit demodecosis ringan umumnya terlihat erytrema di sekitar wajah, khususnya di daerah sekitar perioral dan periocular. Demodecosis juga dapat menyebar ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan erytrema, alopecia, dan sisik. Folikel rambut menjadi tertahan oleh tungau dalam jumlah besar disertai infeksi sekunder dari bakteri yang menyebabkan folikel rambut ruptur (furunculosis). Apabila infeksi ini berlanjut maka kulit mengalami peradangan, bereksudat, dan timbul granuloma (Smith dan Tilley 2000). Demodecosis pada anjing merupakan penyakit peradangan kulit akibat infeksi parasit Demodex canis dalam jumlah besar. Demodex canis merupakan tungau yang hidup di folikel rambut dan kelenjar sebaceous. Kasus demodecosis ini dapat memicu terjadinya furunculosis dan infeksi sekunder oleh bakteri dan umum terjadi pada anjing berumur 3-6 bulan (Smith dan Tilley 2000). pada kasus demodecosis lokal, terapi yang digunakan yaitu dengan memandikan anjing secara teratur dengan shampo antiseboroik (benzoyl-peroxide). Pada kasus demodecosis menyeluruh tanpa komplikasi digunakan akarisidal yaitu Amitraz (Mitaban dari Upjohn) yang diaplikasikan selama dua minggu dalam konsentrasi 250 ppm dan dievaluasi dengan pemeriksaan kerokan kulit setiap 3-6 kali aplikasi. (Dharmojono,2001)

BAB 3 PEMBAHASANDemodecosis merupakan salah satu jenis penyakit kulit pada anjing yang disebabkan oleh parasit tungau (mite) Demodex sp. Parasit ini berukuran sangat kecil yaitu sekitar 0.2-0.4 mm sehingga hanya dapat dilihat di bawah mikroskop menggunakan metode skin scrap. Demodex sebenarnya merupakan fauna normal di tubuh anjing yang hidup pada folikel rambut maupun kelenjar sebaceous hewan dengan memakan sebum serta debris (runtuhan sel) epidermis. Peningkatan populasi parasit ini secara berlebihan berdampak pada terjadinya gangguan pada kulit hewan dan biasa dikenal dengan istilah demodecosis. Lesio dari penyakit demodecosis ringan umumnya terlihat erytrema di sekitar wajah, khususnya di daerah sekitar perioral dan periocular. Demodecosis juga dapat menyebar ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan erytrema, alopecia, dan sisik. Folikel rambut menjadi tertahan oleh tungau dalam jumlah besar disertai infeksi sekunder dari bakteri yang menyebabkan folikel rambut ruptur (furunculosis). Apabila infeksi ini berlanjut maka kulit mengalami peradangan, bereksudat, dan timbul granuloma.

3.1 GejalaGejala Demodecosis biasanya anjing akan merasa kegatalan, kulit merah meradang, muncul bisul kecil di kulit, bulu rontok, perdarahan. Anjing dengan bulu yang panjang dan tebal biasanya paling menderita jika terinfeksi penyakit ini. Parasit ini menyerang semua ras anjing segala umur. Induk yang

terinfeksi dapat menularkannya pada anak saat umur 2 3 hari. Penularannya melalui melalui kontak langsung, namun ada sifat kebal (resistensi) individual. Jadi untuk anjing kebal, kecil kemungkinan tertular. Bagian yang pertama kali diserang adalah kepala terutama sekitar mata, moncong, pipi, telinga dan leher, badan dan kaki juga akan terserang. Jika semua bagian terserang pertanda sudah parah, anjing bisa kesakitan dan sulit berjalan Pada anjing dewasa terjadinya demodecosis dapat mengindikasikan adanya penyakit dalam yang berdampak pada gangguan sistem imun hewan, diantaranya kanker, penyakit liver, ginjal maupun ketidakseimbangan hormonal. Hewan yang sedang dalam terapi menggunakan obat imunosupresif seperti kortikosteroid juga dapat berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh hewan yang akhirnya dapat memicu timbulnya demodecosis.

Gambar 1 : Hewan yang terserang penyakit demodecosis

Hewan yang mengalami demodecosis general sebaiknya tidak digunakan untuk breeding karena cenderung memiliki predisposisi genetik dengan sensitivitas terhadap demodex yang sama terhadap turunannya. Secara genetic pula ada

beberapa jenis ras anjing yang cenderung lebih sensitive terhadap resiko demodecosis yaitu diantaranya pada west highland white terrier, chinese shar pei, scottish terrier,english bulldog, boston terrier, great dane, doberman pinscher serta alaskan malamute.

3.2 PatogenesisPatogenesis penyakit yang berkaitan dengan proliferasi Demodex sp. hingga saat ini masih belum jelas. Umumnya hewan mempunyai sejumlah kecil Demodex pada tubuhnya yang tinggal di folikel dan kelenjar sebaseus.

Gambar 2 : Demodex sp

Berkembangnya tungau dan menimbulkan penyakit diduga akibat dari sistem kekebalan tubuh host. Penelitian menunjukkan pemberian serum antilimfosit pada anak anjing akan menyebabkan anjing tersebut menderita demodekosis general. Penelitian in vitro terhadap limfosit blastogenesis menunjukkan bahwa terjadi respon limfosit abnormal pada anjing pada kasus

Canine General Demodecosis (CGD). Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa supresi respon blastogenesis diinduksi oleh suatu substansi yang dihasilkan tungau, semacam humoral immunosuppresive factor. Bahan ini akan menyebabkan supresi respon kekebalan host terhadap tungau sehingga tungau berkembang biak tanpa dapat dikendalikan oleh host.

Gambar 3 : Anjing yang terserang penyakit demodecosis

Tilley and Smith (2000) menyatakan bahwa penderita CGD memproduksi IL-2 subnormal dan mempunyai persentase reseptor IL-2 pada limfosit subnomal. Penelitian lain juga menduga bahwa supresi respon blastogenesis limfosit juga berdampak pada kejadian secondary bacterial pyoderma, yang sering menyertai kejadian CGD. Selain itu, para ahli menduga bahwa terjadi CGD adalah adanya defek pada sel T anjing tersebut dan bersifat heriditer.

3.3 PenangananPenanganan terhadap demodecosis tergantung dari tingkat keparahan dan jenis lesi. Treatment terhadap demodec memerlukan waktu yang panjang dan perlu dimonitor secara berkala selama 4-6 minggu selama pengobatan untuk memastikan status populasi demodec kembali normal. Pemeriksaan skin scrap sebaiknya dilakukan dengan interval waktu 2 minggu, dimana bila tidak ditemukan demodec minimal dalam 2 kali pemeriksaan skin scrap, maka hewan dapat dikatakan sembuh dan pengobatan dapat dihentikan. Namun demikian perlu diingat bahwa demodec sebagai fauna normal umumnya tetap memiliki kemungkinan hidup pada hewan meskipun dalam jumlah kecil dimana kondisi kesehatan hewan juga turut mempengaruhi respon kesembuhan dan populasi demodec, karenanya gangguan penyakit ini dapat muncul kembali terutama saat hewan mengalami

immunodefisiensi. Treatment terhadap demodecosis lokal diantaranya : 1. Pemberian salep yang mengandung 1% rotenone (Goodwinol ointment) maupun gel benzoyl peroxide 5 % yang diaplikasikan sehari sekali setiap hari selama 1-3 minggu. 2. Mandi dengan shampoo yang mengandung benzoyl peroxide secara regular minimal seminggu sekali. 3. Pemberian amitraz yang telah diencerkan dengan konsentrasi 0.1% pada area alopecia sehari sekali selama 2 minggu.

Sedangkan

treatment

terhadap

demodecosis

general(Canine

Generalized

Demodecosis (CGD)) diantaranya :

1. Mandi dengan amitraz dengan konsentrasi 0.025% 2 kali seminggu. Adapun sebaiknya sebelum menggunakan amitraz, hewan terlebih dahulu

dimandikan dengan shampoo yang mengandung benzoyl peroxide untuk mengurangi minyak dan runtuhan sel kulit mati. Sedangkan bagi hewan berbulu panjang, perlu dicukur terlebih dahulu agar obat lebih mudah meresap ke dalam kulit. 2. Pemberian ivermectin oral 200 g/kg sehari sekali selama 2-4 minggu. Sayangnya obat ini kontraindikasi untuk anjing jenis collie, shelties, australian shepherds, old english sheepdogs maupun hewan yang positif menderita heartworm karena faktor sensitivitasnya. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pemberian ivermectin diantaranya salivasi dan inkoordinasi sehingga penggunannya harus sesuai petunjuk dan pengawasan dokter hewan. 3. Pilihan obat lainnya selain ivermectin yaitu doramectin 1% injeksi yang diaplikasikan selang 2 minggu. 4. Pemberian antibiotik bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri (pyoderma). 5. Pemberian antihistamin bila terjadi kegatalan karena iritasi demodec pada kulit hewan. Perlu diingat karena demodex berhubungan erat dengan kondisi

imunodefisiensi, maka hewan sebaiknya tidak diberikan pengobatan menggunakan kortikosteroid karena bersifat imunosupresan sehingga dapat memperparah penyakit demodecosis. Hewan juga memerlukan asupan yang berkualitas dengan komponen gizi yang seimbang terutama untuk menjaga kesehatan kulit dan bulunya.

Terapi pada CGD tidak hanya difokuskan pada upaya untuk membunuh tungau saja. Namun juga untuk mengobati atau mencegah infeksi sekunder, karena seringkali terjadi infeksi sekunder pada kasus CGD. Untuk itu biasa digunakan antibiotika baik sistemik maupun topikal. Hal lain yang harus diperhatikan adalah nutrisi yang cukup, infeksi/infestasi parasit, khususnya parasit internal dan gangguan-gangguan yang lain. Kondisi-kondisi tersebut dapat menjadi pemicu imunosupresi pada anjing dan menjadikan proses pengobatan menjadi lebih sulit. Pada anjing betina penderita CGD sebaik disterilisasi. Karena demodekosis biasanya akan semakin berat pada saat estrus, bunting atau menyusui. Lebih dari pada itu, karena dugaan kelemahan bersifat menurun, maka anjing dengan kasus juvenile-onset CGD sebaiknya juga disterilisasi. `Hewan yang mengalami demodecosis general sebaiknya tidak digunakan untuk breeding karena cenderung memiliki predisposisi genetik dengan sensitivitas terhadap demodex yang sama terhadap turunannya. Secara genetic pula ada beberapa jenis ras anjing yang cenderung lebih sensitive terhadap resiko demodecosis yaitu diantaranya pada west highland white terrier, chinese shar pei, scottish terrier,english bulldog, boston terrier, great dane, doberman pinscher serta alaskan malamute.

3.4 PencegahanSelain pengaruh genetik, manajemen stress pada anjing juga berperan penting terhadap perkembangan demodecosis dan berikut beberapa tips untuk mengurangi faktor stress pada anjing tersebut, diantaranya :

1. Anjing betina yang mengalami kecenderungan demodecosis general sebaiknya disteril. Hal ini untuk mengurangi tingkat stress oleh perubahan hormonal yang dialami saat estrus dan hamil. 2. Pemberian dog food berkualitas baik untuk mengurangi gangguan penyakit yang disebabkan oleh ketidaksembangan faktor nutrisi. 3. Menjaga kulit hewan bebas dari parasit, untuk mengurangi tingkat stress karena iritan maupun kerusakan kulit yang dipelopori oleh kutu, caplak, pinjal maupun jamur. 4. Vaksinasi rutin untuk mengurangi peluang terkena penyakit menular yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh hewan.

Gangguan pada kulit yang disebabkan oleh demodecosis diantaranya berupa alopecia (kebotakan), kemerahan dan berkerak. Sedangkan pada tahap lebih lanjut demodecosis general dapat disertai peradangan dan infeksi sekunder oleh bakteri. Lapisan kulit di daerah yang mengalami demodecosis juga terasa lebih berminyak saat disentuh. Secara kasat mata memang agak sulit untuk membedakan gangguan kulit yang disebabkan oleh demodex dengan parasit seperti scabies maupun karena faktor penyakit lain, sehingga ada baiknya anda memeriksakan hewan anda ke dokter hewan bila menemukan kelainan pada kulit dan bulu anjing anda.

3.5 PrognosisMeski langkah pengobatan pada kasus demodecosis telah mengalami kemajuan dan pembaharuan untuk meningkatkan prognosis demodecosis khususnya CGD, namun masih sulit untuk memprediksi bahwa kasus tersebut

dapat dengan mudah diatasi. Terbukti dari beberapa penelitian bahwa sebagian CGD menjadi kronis dan timbul resistensi terhadap amitraz. Kambuhnya kasus CGD umumnya disebabkan penghentian terapi yang terlalu dini. Bila kasus kambuh kembali sebelum jangka 3 bulan sejak terapi dihentikan, ini berarti bahwa lama waktu terapi masih kurang. Bila kasus kambuh kembali setelah beberapa bulan sejak terapi dihentikan, kemungkinan masalah ada pada hewan atau anjing dan bukan prosedur terapi yang dilakukan. Pada kondisi ini biasanya terapi yang dilakukan menjadi lebih sulit.

BAB 4 KESIMPULAN

Demodecosis pada anjing merupakan penyakit peradangan kulit akibat infeksi parasit Demodex canis dalam jumlah besar. Demodex canis merupakan tungau yang hidup di folikel rambut dan kelenjar sebaceous. Kasus demodecosis ini dapat memicu terjadinya furunculosis dan infeksi sekunder oleh bakteri dan umum terjadi pada anjing berumur 3-6 bulan Pada anjing dewasa terjadinya demodecosis dapat mengindikasikan adanya penyakit dalam yang berdampak pada gangguan sistem imun hewan, diantaranya kanker, penyakit liver, ginjal maupun ketidakseimbangan hormonal. Hewan yang sedang dalam terapi menggunakan obat imunosupresif seperti kortikosteroid juga dapat berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh hewan yang akhirnya dapat memicu timbulnya demodecosis.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scopemed.org/mnstemps/2/2-1295625758.pdf http://pietklinik.com/ http://hssv.convio.net/site/DocServer/Demodectic-mange-in-dogs.pdf?docID=909 http://iavduneteriner.com/2009/12/studi-kasus-demodecosis-pada-anjing/print http://mypeliharaan.blogspot.com/2010/05/perawatan-anjing-yang-terkena.html Paradis, M. 1999. New Approaches to The Treatment of Canine Demodecosis. Veterinary Clinics of North America : Small Animal Practice