Askep Cos Pras

25
3.0 Asuhan Keperawatan Teori, Diagnosa Dan Intervensi 1. Pengkajian Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut : 1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab. 2. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. 20

description

a

Transcript of Askep Cos Pras

Page 1: Askep Cos Pras

3.0 Asuhan Keperawatan Teori, Diagnosa Dan Intervensi

1. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan

sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,

lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang

perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,

pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /

takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,

paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung

dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang

berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik

lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang

mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga

sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat

mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya

GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski

yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.

a. Breathing

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama

jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi

20

Page 2: Askep Cos Pras

maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.

Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena

aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

b. Blood

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah

bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi

rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi

menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi

dengan bradikardia, disritmia).

c. Brain

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi

adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran

sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan

pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan

mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka

dapat terjadi :

1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan

memori).

2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,

kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus

vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh

kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

21

Page 3: Askep Cos Pras

d. Blader

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,

inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

e. Bowel

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,

muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.

Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

f. Bone

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,

paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena

imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan

antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya

hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu

dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

4. Pemeriksaan Diagnostik:

1) CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

2) Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

3) X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

4) Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

5) Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.

22

Page 4: Askep Cos Pras

5. Prioritas perawatan:

1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak

2. Mencegah komplikasi

3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.

4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga

5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana

pengobatan, dan rehabilitasi.

23

Page 5: Askep Cos Pras

2 . Diagnosa Keperawatan:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD

sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.

Obstruksi trakeobronkhial.

3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi

dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau

kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan

keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit

rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.

Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).

Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)

6. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien

(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk

mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.

7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.

Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

24

Page 6: Askep Cos Pras

3. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia

(hipovolemia, disritmia jantung)

Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi

motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasionala) Tentukan faktor-faktor yg

menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

b) Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

c) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.

d) Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.

e) Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.

a) Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

b) Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

c) Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).

d) Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.

e) Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.

20

Page 7: Askep Cos Pras

f) Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

g) Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.

h) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.

i) Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

j) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

k) Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.

Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.

f) Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

g) Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

h) Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

i) Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.

j) Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

k) Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

21

Page 8: Askep Cos Pras

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi

trakeobronkhial.

Tujuan:

Mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:

Bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi Rasionala) Pantau frekuensi, irama,

kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

b) Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.

c) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.

d) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.

e) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

f) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.

a) Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.

b) Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.

c) Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.

d) Mencegah/menurunkan atelektasis.

e) Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

f) Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.

22

Page 9: Askep Cos Pras

g) Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

h) Lakukan ronsen thoraks ulang.

i) Berikan oksigen.

j) Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.

g) Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.

h) Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.

i) Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

j) Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

23

Page 10: Askep Cos Pras

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit

rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan

nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas

sistem tertutup (kebocoran CSS)

Tujuan:

Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasionala) Berikan perawatan aseptik dan

antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

b) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

c) Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).

d) Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.

e) Berikan antibiotik sesuai indikasi

a) Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

b) Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

c) Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

d) Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.

e) Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

24

Page 11: Askep Cos Pras

d. Pola kebersihan diri/ personal hygine

No Pemenuhan personal hygine Sebelum sakit Sesudah sakit

1. Frekuensi mencuci rambut 1x/hari -

2. Frekuensi mandi 2x/hari 1x diseka

3. Frekuensi gosok gigi 2x/hari -

4. Memotong kuku Jika panjang -

5. Ganti pakaian 2x/hari 2x/hari

e. Merokok : tidak

f. Alkohol : tidak

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

PENGKAJIAN SPIRITUAL:

Kebiasaan beribadah

a. Sebelum sakit : kadang-kadang

b. Sesudah sakit : kadang-kadang

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Tanggal 18 Juli 2011

1. Pemeriksaan darah:

Jenis Hasil Normal SatuanGDA 118 80-125 mg/dlBun 21 <20 mg/dlCreatinin 1,10 0,5-1,2 mg/dlSGOT 58 <37 u/lSGPT 41 <34 u/lAlbumin 3,8 3,5-5 gr/dlGlobumin 3,3 2,55-3,32 gr/dl

BT 3’00” (HN:2-9,5 menit)

CT 13’55” (HN:6-17 menit)

25

Page 12: Askep Cos Pras

2. CT Scan: head Ct Scan/ potongan axial/OML interval/slice 10mm

Hasil Bacaan:

- Subgaleal haematoma di daerah peritalis D dan temporalis S

- Subdural hygroma (DD : atrofi cerebri focal), di daerah fronto temporalis

D & S

- Tak tampak gambaran khas perdarahan, infact, massa, cerebri dan

cerebella

- Pada window tulang tak tampak fracture

2. Foto Rontgen

Hasil: OF Cruris sinistra dan CF Antebraci dextra

TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN:

Nama Obat DosisAmpicilin 1 gr 3x1grKetorolac 3x1 ampulKutoin 3x1 ampulManitol 3x1 ampulInfuse D5 /2 NS 1500cc/24jam

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN:

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral

2. Pola nafas tidak efektif

3. Gangguan rasa nyaman nyeri

4. Resiko tinggi infeksi

5. Kerusakan mobilitas fisik

Kediri, 19 Juli 2011

Tri Prasetyo S.Kep

26

Page 13: Askep Cos Pras

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah1. DS: -

DO:KU lemah, Klien tampak gelisah, Kesadaran somnolen, GCS: 3 3 4, mual -, muntah -, pupil anisokor, sclera anemis, hematom -TD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/iCT Scan tanggal 18 Juli 2011 : Subgaleal hematom didaerah peritalis dextra dan temporalis sinistra

Trauma kepala

Odema otak

TIK

Aliran darah ke otak

O2

Gangguan perfusi jaringan cerebral

2. DS: -DO: KU lemah, Kesadaran

somnolen, rhonci +, wheezing -, batuk -, cuping hidung +, mual -, muntah -, sianosis +, terpasang O2 nasa kanul 4 LpmTD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i

Kerusakan Sel Otak

Tahanan Vaskuler

Tek. Hidrostatik

Difusi O2 Terhambat

Gangguan Pola Napas

Pola nafas tidak efektif

3. DS : -DO:

P: jika dibuwat gerak/tersentuh

Q: seperti ditusuk-tusuk, grimace:+

R: Cruris sinistra dan Antebraci dextra

S: mengganggu aktivitas, skala:8

T: hilang timbulTD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i

OF Cruris sinistra dan CF Antebraci dextra

perubahan fragmen tulang

luka pada jaringan lunak

nyeri

Gangguan rasa nyaman nyeri

4. DS:-DO: OF Cruris sinistra dan

CF Antebraci dextra terbungkus spalk & kasa, turgor:baik, dolor:-,

Code entry

rusaknya jaringan

Resiko tinggi infeksi

27

Page 14: Askep Cos Pras

kalor:-, fungsilaesa:-, bersih:+, bau:+TD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i

respon radang

pontensial terinfeksi kuman

Resiko infeksi

5. DS : -DO: OF Cruris sinistra dan

CF Antebraci dextra, sedikit begerak, reflek motorik menghindari nyeri, pergerakan sendi terbatas, ADL dibantu keluarga, Kekuatan otot

TD:110/70 mmHg N:80x/iS:37,50C RR:24x/i

Trauma Kepala

rusaknya neoron motorik bawah, sel anterior yang besar pada benda kelabu

pada medulaspinalis

OF Cruris sinistra dan CF Antebraci dextra

perubahan kekuatan

otot,tonos dan aktifitas reflek

Kerusakan mobilitas fisik

28

Page 15: Askep Cos Pras

Daftar Pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu

Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala

Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah.

Jakarta : Pusdiknakes.

Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera

Kepala. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.

Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A

Nursing process Approach St. CV. Mosby Company.

Luckman, Sorensen, (1992), Medical Surgical Nursing; a Psychophysiologic

Aproach, (3 rd Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (1993), Fundamental of Nursing; Concept, Proces,

and Practice (3 rd Ed.). St. Louis : Mosby Year Book.

29

Page 16: Askep Cos Pras

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.

EGC, Jakarta.

Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung.

30

Page 17: Askep Cos Pras

31